kemarau dan irigasi sungai

12
Tugas Individu AGROHIDROLOGI OLEH : Nama : Henerasia Annisaprakasa NIM : G111 13 058 Kelas : C PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

description

aghidrologi

Transcript of kemarau dan irigasi sungai

Tugas Individu

AGROHIDROLOGI

OLEH :Nama: Henerasia AnnisaprakasaNIM: G111 13 058Kelas: C

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015

Bagaimana caranya agar air sungai pada saat musim hujan tidak banjir dan saat musim kemarau tidak kering?Sebenarnya ada banyak cara yang telah dilakukan untuk membuat air sungai tidak banjir atau meluap pada saat musim hujan ataupun kering pada saat musim kemarau. Akan tetapi, yang kita temui di sebagian besar daerah di Indonesia justru sebaliknya yaitu air sungai selalu banjir atau meluap saat hujan dan kering saat kemarau. Lalu muncul pertanyaan bagaimana cara untuk mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan artikel yang telah saya baca ada beberapa hal yang menyebabkan kekeringan. Kekeringan secara umum disebabkan oleh faktor perubahan iklim global yang dinyatakan melalui penyimpangan musim hujan dan kemarau dari pola yang biasanya, faktor lainnya adalah kerusakan kondisi lingkungan serta infrastruktur dan manajemen sumber daya air, seperti; kerusakan kawasan tangkapan air yang berakibat pada berkurangnya atau menghilangnya kapasitas tangkapan dan penyimpanan air; kualitas infrastruktur air yang rendah; ekspolitasi cadangan air bawa tanah yang berlebihan yang menyebabkan penurunan permukaan tanah yang berakibat intrusi air laut dan mencemari air bawa tanah; dan terjadinya salah urus dalam menejemen hidrologi.Ketika musim hujan tiba diharapkan menjadi bulan-bulan yang penuh berkah yang membawah kehidupan menjadi lebih baik, tanah yang tadinya kering mulai menjadi subur dan roda ekonomi masyarakat pedesaan mulai berputar dan petani mulai menanam di tanah pertanian yang semula dibiarkan menganggur. Tapi tiba-tiba banjir mulai membuat Pak Tani cemas dan frustasi khususnya di kawasan yang menjadi langganan banjir tiap tahunnya. Para ahli mengatakan bahwa penyebab banjir adalah bervariasi dari kawasan yang satu dengan kawasan lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan banjir adalah adanya pendangkalan dasar sungai akibat sedimentasi; buruknya sistem drainase; adanya arus balik; dan akibat dari fasilitas kendali banjir yang buruk dan tidak efektif.Permasalahan banjir tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan ego sektoral, karena ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir, seperti faktor meteorologi, hidrologi, dan manusia. Selain itu, daya rusak air yang dipresentasikan oleh kejadian banjir mempunyai keterkaitan dengan kondisi lingkungan sebagai dampak dari aktivitas manusia dalam memperlakukan lingkungan dan sumberdaya yang ada di dalamnya.Menurut APFM/The Associated Programme on Flood Management (2006), upaya pengelolaan banjir akan efektif jika dilakukan secara terpadu dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas, berbasis daerah aliran sungai (DAS), menggunakan pendekatan multidisipliner dan berwawasan lingkungan. Selain itu, pengelolaan banjir secara terpadu seharusnya dilakukan dalam satu kerangka dengan pengelolaan sumberdaya air terpadu dan bersinergi dengan pengelolaan daerah pantai terpadu.Dalam pengelolaan banjir terpadu, keterkaitan antara aspek teknik, sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan, perundangan, dan lingkungan harus dipertimbangkan. Dalam penelitian yang dilakukan di beberapa negara, APFM (2006) melaporkan bahwa pengelolaan banjir terpadu yang menggunakan pendekatan multidisipliner akan lebih menghemat biaya dibandingkan dengan pengelolaan banjir yang hanya mengandalkan ego sektoral.Setiap daerah (pada tingkat kabupaten atau kota) semestinya mempunyai rencana tata ruang wilayah (RTRW). Dalam RTRW suatu daerah, biasanya ditetapkan kawasan-kawasan seperti kawasan rawan banjir, kawasan rawan longsor, kawasan lindung, dan kawasan resapan air. Semua kegiatan pembangunan di suatu daerah termasuk pengelolaan sumberdaya air yang di dalamnya mencakup pengelolaan banjir, semestinya terpadu dengan RTRW.Namun kenyataannya, di Indonesia seringkali dijumpai adanya ketidakterpaduan antara RTRW dan kegiatan pembangunan. Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan banjir maka keterpaduan antara RTRW dengan kegiatan pembangunan harus diwujudkan. Namun hal ini hanya bisa terwujud jika masyarakat luas dilibatkan dan ada dukungan dari sektor perundangan, hukum, dan kelembagaan.Mencermati bencana banjir yang kejadiannya terus meluas di beberapa daerah di Indonesia, sepertinya sudah saatnya kita harus meninggalkan ego sektoral dalam pengelolaan banjir dan beralih ke pendekatan multidisipliner. Dengan begitu, program pengelolaan banjir terpadu dapat diwujudkan dan manfaatnya tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek namun juga dalam jangka panjang. Bersama kita (seharusnya) bisa mengelola banjir.Pada dasarnya banjir tidak akan terjadi apabila manusia tidak menyalah gunakan daerah tangkapan air (catchment area), seperti DAS. Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit yang menampung air hujan dan mengalirkannya melalui saluran air, dan kemudian berkumpul menuju suatu muara sungai, laut, danau atau waduk. Apabila manusia tinggal dan hidup di dekat DAS maka sudah menjadi resiko untuk mengalami banjir. Dalam mengelola sumberdaya lahan suatu DAS perlu diketahui apa yang menjadi masalah utama DAS. Masalah DAS pada dasarnya dapat dibagi menjadi:a. Kuantitas (jumlah) air Banjir dan kekeringan Menurunnya tinggi muka air tanah Tingginya fluktuasi debit puncak dengan debit dasar.b. Kualitas air Tingginya erosi dan sedimentasi di sungai Tercemarnya air sungai dan air tanah oleh bahan beracun dan berbahaya Tercemarnya air sungai dan air danau oleh hara seperti N dan P (eutrofikasi)Masalah ini perlu dipahami sebelum dilakukan tindakan pengelolaan DAS. Sebagai contoh, apabila masalah utama DAS adalah kurangnya debit air sungai untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA), maka penanaman pohon secara intensif tidak akan mampu meningkatkan hasil air. Seperti telah diterangkan terdahulu, pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pertanian semusim dan tajuk pohon-pohonan mengintersepsi sebagian air hujan dan menguapkannya kembali ke udara sebelum mencapai permukaan tanah.Apabila masalah utama suatu DAS adalah kerawanan terhadap banjir maka teknik yang dapat ditempuh adalah dengan mengusahakan agar air lebih banyak meresap ke dalam tanah di hulu dan di bagian tengah DAS. Usaha ini dapat ditempuh dengan menanam pohon dan/atau dengan tindakan konservasi sipil teknis seperti pembuatan sumur resapan, rorak dan sebagainya.Apabila yang menjadi masalah DAS adalah tingginya sedimentasi di sungai maka pilihan teknik konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki fungsi filter dari DAS.Peningkatan fungsi filter dapat ditempuh dengan penanaman rumput, belukar, dan pohon pohonan atau dengan membuat bangunan jebakan sedimen (sediment trap). Apabila menggunakan metode vegetatif, maka penempatan tanaman di dalam suatu DAS menjadi penting. Penanaman tanaman permanen pada luasan sekitar 10% saja dari luas DAS, mungkin sudah sangat efektif dalam mengurangi sedimentasi ke sungai asalkan tanaman tersebut ditanam pada tempat yang benar-benar menjadi masalah, misalnya pada zone riparian (zone penyangga di kiri kanan sungai).Apabila suatu DAS dihutankan kembali maka pengaruhnya terhadap tata air DAS akan memakan waktu puluhan tahun. Pencegahan penebangan hutan jauh lebih penting dari pada membiarkan penebangan hutan dan menanami kembali lahan gundul dengan pohonpohonan.Lagipula apabila penanaman pohon dipilih sebagai metode pengatur tata air DAS, penanamannya harus mencakup sebagian besar wilayah DAS tersebut. Jika hanya 20- 30% dari wilayah DAS ditanami, pengaruhnya terhadap tata air mungkin tidak nyata.Penyebaran tanaman kayu-kayuan secara merata dalam suatu DAS tidak terlalu memberikan arti dalam menurunkan sedimentasi. Tabel 4.1 memberikan ringkasan masalah DAS dan alternatif teknologi yang dapat dipilih untuk mengatasinya.

Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering . Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 26-28

Selanjutnya untuk masalah kekeringan, berdasarkan artikel yang saya baca masalah kekeringan pada musim kemarau dapat diatasi dengan pembuatan embung. Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang. Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond yang berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.Pembuatan embung untuk pertanian bertujuan antara lain untuk :1. Menampung air hujan dan aliran permukaan (run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air, parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya.2. Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.Sedangkan sasaran pembangunan embung untuk pertanian antara lain:1. Tertampungnya air hujan dan aliran permukaan (run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan.2. Tersedianya air untuk suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.Selain itu, dapat dilakukan dengan memelihara sumber air agar tidak dangkal. Dengan begitu sumber air tersebut dapat menyimpan lebih banyak air sehingga dapat digunakan hingga musim kemarau. Contohnya pada waduk, untuk menghindari pendangkalan waduk ini, maka perlu dilakukan pengerukan agar waduk menjadi lebih dalam lagi. Dengan begitu, waduk pun mampu menampung air lebih banyak lagi.Dan jangan lupa juga untuk selalu melakukan penghijauan. Ini merupakan cara mengatasi kekeringan yang paling klasik tapi tidak boleh dilewatkan. Penghijauan sebaiknya di lakukan di daerah hulu disertai dengan pengurangan konversi lahan di daerah hulu. Konversi lahan ini mampu mengurangi kemampuan lahan dalam menyerap air hujan. Penghijauan ini nantinya bisa mengurangi terjadinya sedimentasi sehingga tidak akan terjadi pendangkalan waduk. Tanaman yang ditanam pada lahan-lahan kosong mampu menjaga butiran tanah ketika hujan tiba. Tanaman yang rapat juga berfungsi untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan, mengurangi aliran permukaan dan penguapan sehingga akhirnya air tanah akan tersedia lebih lama.