Kelompok 6 Bimbingan Bagi Murid Cerdas Dan Berbakat
-
Upload
zii-zilent -
Category
Documents
-
view
43 -
download
4
Transcript of Kelompok 6 Bimbingan Bagi Murid Cerdas Dan Berbakat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan wahana pokok bagi pengembangan kualitas
sumber daya manusia, dan pendidikan nasional berusaha menciptakan
keseimbangan antara pemerataan pemberian kesempatan dan keadilan bagi
warganya untuk mendapatkan pendidikan. Pemerataan pemberian kesempatan
berarti membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari
semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tanpa dihambat
oleh perbedaan jenis kelamin, suku bangsa dan agama. Akan tetapi
memberikan kesempatan yang sama pada akhirnya akan dibatasi oleh kondisi
objektif peserta didik, yaitu kapasitasnya untuk dikembangkan. Perlakuan
yang adil pada akhirnya adalah perlakuan yang didasarkan pada minat, bakat,
dan kemampuan peserta didik. Sekaitan dengan aspek keadilan ini, terdapat
sejumlah peserta didik yang memiliki potensi unggul belum dikembangkan
secara optimal.
Strategi pendidikan yang ditempuh selama ini yang bersifat masal
cenderung memberikan perlakuan yang standar atau rata-rata kepada semua
siswa sehingga kurang memperhatikan perbedaan antar individu. Strategi
semacam ini sahih dalam konteks pemerataan kesempatan pendidikan, tetapi
strategi masal tersebut tidak akan mampu menunjang usaha mengoptimalkan
pengembangan sumber daya manusia secara pesat.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar sepertiga
peserta didik yang dapat digolongkan sebagai siswa yang berbakat (gifted and
talented) mengalami prestasi kurang (underachiever). Salah satu sebabnya
karena lingkungan belajar yang kurang menantang kepada mereka untuk
mewujudkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu dipandang perlu
memberikan pendidikan khusus bagi siswa cerdas dan berbakat.
1
1.2 Rumusan Masalah
2. Apakah yang menjadi dasar formal dan empirik pelaksanaan bimbingan
bagi murid cerdas dan berbakat?
3. Apakah pengertian murid cerdas dan berbakat?
4. Apa sajakah yang menjadi kebutuhan dan karakteristik murid cerdas dan
berbakat?
5. Bagaimanakah mengidentifikasi murid cerdas dan berbakat?
6. Bagaimana permasalahan-permasalahan yang dialami anak berbakat?
7. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan bagi murid cerdas dan berbakat?
8. Apa sajakah teknik bimbingan bagi murid cerdas dan berbakat?
9. Bagaimanakah penyelenggaraan kelas unggulan sebagai model
bimbingan bagi murid cerdas dan berbakat?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
2. Untuk mengetahui dasar formal dan empirik pelaksanaan bimbingan bagi
murid cerdas dan berbakat
3. Untuk mengetahui pengertian murid cerdas dan berbakat
4. Untuk mengetahui segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dan
karakteristik murid cerdas dan berbakat
5. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi murid cerdas dan berbakathui
permasalahan-permasalahan yang dialami anak berbakat
6. Untuk menget
7. Untuk mengetahui cara penyelenggaraan pendidikan bagi murid cerdas
dan berbakat
8. Untuk mengetahui teknik-teknik bimbingan bagi murid cerdas dan
berbakat
9. Untuk mengetahui program penyelenggaraan kelas unggulan sebagai
model bimbingan bagi murid cerdas dan berbakat
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Formal dan Empirik Pelaksanaan Bimbingan bagi Murid Cerdas dan
Berbakat di SD
Pendidikan merupakan wahana pokok bagi pengembangan kualitas
sumber daya manusia, oleh karena itu upaya peningkatan Mutu Pendidikan
Dasar perlu mendapat perhatian khusus. Dalam hal ini, terutama pada tingkat
pendidikan Sekolah Dasar karena merupakan fondasi bagi seluruh jenjang
pendidikan.
Strategi Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional , pelaksanaan wajib
belajar 9 tahun merupakan perwujudan strategi yang pertama yaitu
pemerataan kesempatan. Dalam aspek pemerataan kesempatan terkandung
tiga arti, yaitu (1) persamaan kesempatan, (2) aksesibilitas, (3) keadilan atau
kewajaran. (Depdikbud, 1993: 1)
Pendidikan Nasional berusaha menciptakan keseimbangan antara
pemerataan pemberian kesempatan dengan keadilan. Pemerataan pemberian
kesempatan berarti membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua
peserta didik dari semua lapisan masyarakat untuk memperoleh pendidikan
tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, suku, dan agama. Akan tetapi
tetap dibatasi dalam kondisi-kondisi tertentu, yaitu kapasitas peserta didik
untuk dikembangkan. Perlakuan yang adil pada akhirnya adalah perlakuan
yang didasarkan pada minat, bakat, dan kemampuan peserta didik. Pasal 24
ayat (1) UUSPN telah menegaskan bahwa “setiap peserta didik berhak
mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.”
Utami Munandar (1995) memberikan delapan alasan perlunya layanan
pendidikan khusus bagi anak cerdas dan berbakat yaitu :
a. Keberbakatan tumbuh dari proses interaktif antara lingkungan yang
merangsang dari kemampuan pembawaan dan prosesnya. Jadi, anak
berbakat memerlukan program yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
3
b. Pendidikan atau sekolah hendaknya dapat memberikan kesempatan
pendidikan yang sama kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
c. Jika anak berbakat dibatasi dan dihambat proses perkembangannya , tidak
diperbolehkan untuk selangkah maju lebih cepat dan mendapatkan materi
sesuai kemampuannya akan mengakibatkan anak menjadi cepat bosan,
jengkel, dan acuh tak acuh.
d. Ada kekhawatiran bahwa pelayanan pendidikan khusus bagi anak
berbakat akan membentuk kelompok elit.
e. Tidak jarang anak yang berbakat membentuk konsep diri yang negatif
karena anak merasa memiliki bakat dan gagasan yang berbeda dengan
teman sebaya.
f. Jika kebutuhan anak berbakat dipertimbangkan, dan dirancang program
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka sejak awal, maka mereka
menunjukkan peningkatan yang nyata dalam prestasi sehingga tumbuh
rasa kompetensi dan harga diri.
g. Jika anak yang berbakat diberi kesempatan dan pelayanan pendidikan
yang sesuai akan dapat memberikan sumbangan yang bermakna kepada
masyarakat dalam segala aspek kehidupan demi menghadapi tuntutan
masa depan yang inovatif.
h. Dari sejarah tokoh-tokoh yang unggul dalam bidang tertentu ternyata
memang ada di antara mereka yang semasa kecil tidak dikenal sebagai
orang yang menonjol dalam prestasi sekolah, namun mereka berhasil
dalam hidup.
Menurut Wardiman Djojonegoro, secara statistik jumlah murid yang
termasuk anak berbakat sangat besar. Dengan menggunakan asumsi 2% dari
total peserta didik SD/ MI (sekitar 30 juta orang) adalah murid cerdas dan
berbakat, maka secara statistik terdapat 600.000 orang siswa SD/ MI yang
memiliki kemampuan unggul. Jumlah tersebut sama besarnya dengan jumlah
total siswa SD di negara-negara kecil di dunia.
GBHN 1992 telah mengamanatkan bahwa “anak didik berbakat
istimewa perlu mendapat perhatian khusus agar mereka dapat
mengembangkan kemampuan sesuai dengan tingkat pertumbuhan
4
pribadinya.” Selain itu UU No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN)
Pasal 8 Ayat (2) juga menyatakan bahwa “… warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian
Pendidikan Dasar menekankan khusus.” Lebih khusus lagi kurikulum bagi
murid yang memiliki perlunya pelayanan bimbingan dan konseling
kemampuan dan kecerdasan luar biasa (Depdikbud, 1993b).
Anak yang memiliki kemampuan unggul merupakan asset nasional
dan UUSPN menekankan agar kepada mereka diberikan perhatian khusus
supaya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan Indonesia (SC Utami
Munandar, 1992). Pemerintah telah menyadari bahwa peserta didik yang
memiliki potensi unggul (anak berbakat/ gifted and talented children)
merupakan aset berharga yang secara potensial mampu merespon tantangan
bangsa di masa kini dan di masa yang akan datang.
2.2 Pengertian Murid Cerdas dan Berbakat
Sebutan lain bagi anak berbakat ialah kecerdasan, cemerlang, kreatif.
Semua sebutan ini merujuk adanya keunggulan kemampuan yang dimiliki
seseorang. Jadi bakat adalah sesuatu yang “ inherent (melekat)” dalam diri
seseorang, dibawa sejak lahir dan terkait erat dengan struktur otak. Secara
genetis struktur otak itu sangat ditentukan oleh interaksi antara lingkungan
dengan anak manusia itu. Kemampuan intelektual merupakan ekspresi dari
apa yang disebut intelegensi dan kepada kemampuan intelek ini juga kita
bersandar menguasai dan memperlakukan perubahan kebudayaan serta
pembaharuan teknologi di dalam masyarakat. Intelegensi meruapakan sifat-
sifat manusia yang mencakup kemampuan untuk pemahaman hubungan yang
kompleks.
Satu ciri yang umum dimiliki oleh anak berbakat ialah memiliki
kecerdasan yang lebih tinggi daripada anak normal. Pada mulanya tingkat
kecerdasan dipandang sebagai satu-satunya ciri anak berbakat. Pandangan ini
disebut pandangan berdimensi tunggal tentang anak berbakat. Umumnya
anak ini disebut berbakat jika memilki IQ diatas 120, sedangkan anak yang
memilki IQ 137 ke atas disebut anak berbakat tinggi.
5
Undang-undang No. 2/1989 pasal 8 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa :
1) Warga Negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak
memperoleh pendidikan luar biasa
2) Warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
berhak memperoleh perhatian khusus
Para ahli dengan hasil penelitiannya (Berry 1980) menunjukkan
bahwa secara biologis memang ada perbedaan struktur otak antara anak-anak
cerdas dan berbakat dengan anak normal. Anak berbakat mampu
memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan sebagai alat berfikir
dan seluruh fungsi lain sehingga mewujudkan perilaku kreatif.
2.4 Kebutuhan dan Karakteristik Murid Cerdas dan Berbakat
Perbedaan program pendidikan murid cerdas dan berbakat dengan
anak biasa bukan sekedar berbeda, tetapi secara kualitatif memang harus
berbeda. Clark( 1983) mengemukakan secara kualitatif anak murid cerdas
dan berbakat menunjukkan karasteristik yang berbeda dari anak normal
dalam aspek kognitif, afektif, sensasi fisik, intuisi, dan kemasyarakatan.
Dalam upaya mengembangkan model program pendidikan yang kondusif
bagi anak murid cerdas dan berbakat, perlu dilakukan analisis kebutuhan dan
permasalahan perkembangan yang mungkin muncul dari aspek-aspek yang
disebutkan di atas serta implikasinya bagi pengembangan program
pendidikan.
a. Perkembangan fisik
Apabila perkembangan intelektual lebih cepat daripada
perkembangan fisik, maka anak akan merasa tidak adekuat secara fisik,
sementara jika tuntutan fisik kurang menantang secara intelektual akan
menjadikan anak berbakat kurang tertarik dan tidak akan memperoleh
kepuasan melakukan kompetisi di dalam kelompok sebaya. Anak
berbakat mungkin pula menunjukkan aktivitas fisik yang berlebihan, atau
dia menghindari keterlibatan dirinya dalam aktifitas fisik dan hanya
membatasi diri pada aktivitas mental.
6
Melihat karakteristik dan kebutuhan fisik anak berbakat, maka
program pendidikan bagi mereka selayaknya mempertimbangkan
kebutuhan untuk melakukan aktivitas yang memungkinkan terjadinya
integrasi dan asimilasi data sensoris, apresiasi kapasitas fisik, menjelajahi
aktivitas fisik yang menimbulkan kesenangan kepuasan, menjelajahi
aktivitas yang mengarah pada keterpaduan antara pikiran dan badan.
b. Perkembangan kognitif
Para ahli dengan hasil penelitiannya (Thompson, Berger, Berry,
1980: Krech, 1969; Mac Lean, 1979) menunjukkan secara biologis ada
perbedaan sturktur otak antara anak berbakat dengan anak normal. Anak
berbakat menggunakan kedua belahan otak kiri dan kanan sebagai alat
berpikir dan seluruh fungsi-fungsi lain (rasa, pendirian, dan intuisi) secara
terintegritas sehingga mewujudkan perilaku kreatif.
Perspektif dan kecermatan anak berbakat seringkali menimbulkan
kebimbangan diri, sehingga seringkali anak berbakat tidak mampu
bekerja rapi dan teratur. Perkembangan kognitif anak berbakat disertai
dengan perkembangan kemampuan intuitif yang akan mengarah kepada
pemunculan perilaku kreatif. Kreativitas adalah ekspresi tertinggi dari
keberbakatan. Kaitan intuisi dengan perilaku kreatif ialah fungsi intuisi
berperan dalam pemunculan inisiatif, imajinatif, dan wawasan bertindak
yang mengarah kepada perilaku kreatif.
Keunikan intuisi anak berbakat ditandai dengan kecenderungan
untuk terlibat dan peduli terhadap pengetahuan intuitif dan fenomena-
fenomena metafisik, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman metafisik,
dan menunujukkan perilaku kreatif dalam banyak hal. Karena kekuatan
imajinasi yang luar biasa, anak berbakat mungkin akan menunjukkan
perilaku yang sulit untuk diterima kelompoknya sehingga bisa
menimbulkan tidak akan mendapatkan tanggapan serius dari orang lain
yang lebih tua usianya karena dipandang berperilaku aneh, menyimpang,
dan dianggap sebagai pembuat kekacauan.
c. Perkembangan emosi
7
Anak berbakat dengan fungsi kognitifnya mampu mengolah
informasi dan menumbuhkan kesadaran akan diri dan dunianya
menunjukkan bahwa anak berbakat memiliki perkembangan emosi yang
lebih matang dan stabil. Kesadaran yang tinggi akan disertai dengan
peasaan berbeda dari yang lain, idealisme dan kesadaran akan keadilan
yang tumbuh lebih awal, kepekaan terhadap ketidakkonsistenan perilaku
dengan yang seharusnya, perkembangan pengendalian diri dan kepuasan
internal terjadi lebih awal, dan tingkat pertimbangan moral yang lebih
tinggi.
Di sisi lain, karakteristik kognitif yang tinggi belum tentu disertai
dengan terjadinya perkembangan emosi yang tinggi pula. Akumulasi
informasi yang terjadi pada anak berbakat karena sensitivitas atau
kepekaannya terhadap dunia sekitar mungkin tidak mencuat ke kesadaran
anak. Anak berbakat seringkali menunjukkan harapan yang tinggi
terhadap dirinya maupun orang lain. Karena harapan ini tidak selalu
disertai dengan kesadaran diri, maka tidak jarang membawa dirinya
menjadi frustasi terhadap dirinya, orang lain atau situasi. Dalam kondisi
seperti ini anak akan menunjukkan perkembangan emosi yang tidak stabil
dan kesulitan dalam menyesuaikan diri.
d. Perkembangan sosial
Clark (1988) menghimpun dan menyimpulkan berbagai hasil studi
yang dilakukan banyak ahli tentang perkembangan sosial dan emosional
anak berbakat, sebagai berikut:
1) Anak berbakat merasa lebih senang dan puas dengan keadaan dirinya
sendiri dan hubungan antar pribadinya
2) Anak berbakat cenderung menunjukkan penyesuaian emosional yang
lebih baik daripada anak normal lainnya walaupun kecenderungan ini
lebih erat kaitannya dengan latar belakang sosial ekonomi daripada
dengan kecerdasan.
3) Anak berbakat cenderung lebih mandiri, lebih dominan, lebih mampu
mengendalikan lingkungan, dan lebih kompetitif.
8
4) Anak berbakat menunjukkan kecakapan kepemimpinan dan menjadi
terlibat dalam kegiatan dan kepedulian sosial. Anak berbakat lebih
cepat sadar akan isu moralitas dan jika terlibat dalam kepemimpinan
kelompok akan cenderung bersikap demokratis dan sangat minim
menggunakan pendekatan otoriter.
5) Anak berbakat lebih cenderung memilih kawan yang memiliki
kesebayaan usia intelektual daripada memilih kawan yang secara
kronologis berada pada usia yang sama. Oleh karena itu, anak
berbakat cenderung berkawan dengan anak yang usianya lebih tua.
2.5 Identifikasi Murid Cerdas dan Berbakat
Identifikasi murid cerdas dan berbakat dapat dilakukan sedini mungkin,
yaitu pada usia 1-2 tahun. Pada masa ini keunggulan dan kelemahan intelektual
anak akan tampak dengan mudah bila anak diberi rangsangan dengan tepat.
Hasilnyapun memiliki fungsi ganda, yaitu untuk mengetahui kemungkinan
adanya perkembangan intelektual yang cepat dan tidak terbatas pada bidang-
bidang bakat yang khas, serta untuk mengetahui kemungkinan adanya
kecacatan pada anak.
Pada usia yang lebih tua, yaitu 2-6 tahun identifikasi anak cerdas dan
berbakat dilakukan dangan lebih rinci . Pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan mengajak anak bermain pada bidang yang disenanginya. Keberbakatan
anak akan tampak dalam kemampuan menyelesaikan tugas-tugas dan berbagai
persoalan tanpa mengalami kesulitan, serta tidak banyak memerlukan
bimbingan. Karena itu dalam usia dini, orang tua, guru, kelompok bermain
menjadi tempat pelaksanaan atau sumber informasi utama.
Identifikasi anak berbakat tidak berhenti pada usia 6 tahun, tetapi terus
berlanjut sampai anak masuk sekolah bahkan sampai ke perguruan tinggi. Pada
masa sekolah, informasi keberbakatan dapat diperoleh dari orang tua, terutama
berkenaan dengan bidang-bidang yang disenangi, guru terutama bidang
prestasi dan dari teman sebaya terutama bidang kepemimpinan, kreatifitas dan
sosialisasinya.
9
Dalam identifikasi ini mengguakan tes kecerdasan dan tes lain seperti
minat, kreatifitas, motivasi juga penting dilakukan. Dengan demikian ada dua
pendekatan yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi murid cerdas dan
berbakat, yaitu dengan cara studi kasus dan melalui tes, atau penggabungan
keduanya. Identifikasi di sekolah dapat dilakukan melalui tahap (1) penjaringan
(screening), dan (2) tahap seleksi (identification).
a. Tahap Penjaringan
Tahap penjaringan murid cerdas dan berbakat di sekolah dapat
dilakukan dengan menganalisa data prestasi belajar, usia kronologis,
nominasi oleh teman sekelas, orang tua dan guru. Digunakan prestasi belajar
dengan dasar pemikiran bahwa sekalipun yang memiliki keunggulan prestasi
belajar tidak konklusif memiliki kecerdasan dan keberbakatan, namun mereka
diasumsikan termasuk anak berbakat dan cerdas jika memiliki prestasi di atas
rata-rata.
Digunakan acuan usia kronologis dengan asumsi bahwa murid cerdas
dan berbakat memiliki usia lebih muda, namun mampu bersaing dan memiliki
mental yang lebih tinggi dibanding dengan teman-teman yang memiliki usia
lebih tua. Penjaringan murid cerdas dan berbakat dimungkinkan pula dengan
nominasi oleh guru, orang tua, dan teman sekelas. Model nominasi ini
dilakukan dengan asumsi bahwa orang-orang terdekat dengan anak berbakat
dan cerdas, memiliki penilaian yang objektif dan intensif, hasil pengamatan
yang relatif lama.
b. Tahap Seleksi
Tahap seleksi dilakukan terhadap siswa yang telah lolos tahap
penjaringan. Tahap seleksi dilakukan dengan tes, seperti Collour Progressive
Matrice(CPM), Wechler Inteligence Scale for Children (WICM). Contoh
menjaring dan menyeleksi murid cerdas dan berbakat. Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi murid berbagai SD yang diduga mempunyai murid
cerdas dan berbakat dengan mengacu pada prestasi belajar usia kronologis
dan kelasnya. Kriteria yang digunakan untuk mendeteksi murid cerdas
dan berbakat adalah murid yang memperoleh nilai rata-rata 8 atau lebih,
10
berusia antara 3-11 tahun dan berada pada kelas 3,4, atau 5 SD.
Berdasarkan kriteria ini dilakukan observasi dan studi dokumentasi, dan
akhirnya ditemukan 66 murid yang diduga termasuk murid cerdas dan
berbakat.
2. Dari sejumalah 66 murid, dilakukan penyaringan dengan melakukan tes
Colour Progressive Matrices (CPM) untuk mengetahui kemampuan
intelektualnya. Kriteria yang ditetapkan murid yang diduga cerdas dan
berbakat adalah murid yang menduduki persentil 95. Dengan asumsi
bahwa mereka yang berada pada posisi tersebut diduga memiliki
kecerdasan yang tinggi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Hasil
penyaringan dengan tes CPM diperoleh sejumlah 21 murid.
3. Penyaringan dengan menetapkan 30% dari murid yang paling unggul
dalam nilai hasil CPM, yaitu sebanyak 8 murid.
4. Setelah ditemukan 8 murid yang diduga cerdas dan berbakat, langkah
selanjutnya melakukan pemeriksaan psikologis terhadap 8 murid tersebut
dengan menggunakan Wechler Inteligence Scale for Children (WISC)
untuk mengetahui IQ.
Setelah dilakukan pemeriksaan psikologis dengan WISC ditemukan 3
anak diantara 8 murid yang diperiksa, diklasifikasikan sebagai murid cerdas
dan berbakat, meskipun satu di antaranya memiliki IQ 129, tetap dimasukkan
sebagai murid cerdas dan berbakat, karena yang bersangkutan memiliki
original IQ 157, dan selisih 1 point dipandang tidak memiliki perbedaan yang
berarti.
2.6 Permasalahan yang Dihadapi Anak Berbakat
a. Labeling
Memberikan label pada anak berbakat bahwa ia berbakat dapat
menimbulkan harapan terhadap kemampuan anak tersebut dan dapat
mengakibatkan beban mental bilamana anak tersebut tidak dapat memenuhi
apa yang diharapkan oleh si pemberi label.
b. Memberi nilai (grading) dalam bentuk angka
11
Pemberian angka bagi anak berbakat dapat menimbulkan
permasalahan bilamana angka yang dimilikinya tidak menggambarkan
kemampuannya. Angka seringkali tidak cermat, artinya sering kurang
mencerminkan kemampuan yang sebenarnya. Terutama bagi anak berbakat,
penilaian dalam bentuk angka turut berbicara, karena mereka sangat sensitif,
angka ini menjadi kepedulian yang besar yang kadangkala juga terlalu
berlebihan. Oleh karena itu, pemberian angka harus dilakukan secara hati-hati
dan lebih mengacu kepada penilaian berdasarkan criteria. Mengatasi
penilaian yang kurang cermat bagi anak berbakat dapat dilakukan dengan
self-diagnose. Pemeriksaan kembali pekerjaan dapat menjadikan siswa
menyadari apa kesalahannya dan mengapa kesalahan-kesalahan tersebut
dibuatnya.
c. Underachievement
Underachievement di antara anak berbakat adalah kinerja yang secara
signifikan berada di bawah potensinya (Kitano and Kirty, 1986). Hal ini dapat
terjadi karena anak berbakat mengalami berbagai tekanan baik dari rumah,
sekolah maupun teman sebayanya. Tekanan-tekanan yang dialami anak
berbakat antara lain :
1) Perasaan bahwa ia harus menjadi manusia sempurna dan sangat inteligen
2) Keinginan untuk menjadi sangat kreatif dan luar biasa, yang kemudian
diterjemahkan sebagai manusia yang lain dari yang lain
3) Kepedulian untuk dikagumi oleh teman sebaya karena penampilannya dan
popularitasnya. (Colangelo, 1991)
Tekanan yang dialami anak berbakat diinternalisasikan pada dirinya
karena orang-orang disekitarnya telah mengagumi mereka karena
keluarbiasaan kemampuannya. Hal ini membuat mereka merasa sulit untuk
mencapai kemajuan bila tidak dipuji. Kekuatan intrinsic reinforcement
tergantung pada kekuatan extrinsic reinforcement.
d. Konsep diri
Konsep diri terbentuk bukan hanya dari bagaimana orang lain
memandang tentang dirinya, tetapi juga bagaimana dia sendiri menghayati
12
pengalaman tersebut. Anak-anak yang berbakat sangat ambivalent sikapnya
terhadap keberbakatannya, dan cenderung anak berbakat mempersepsikan
dirinya secara positif, namun mengganggap bahwa lingkungannya yaitu
teman sebaya dan gurunya memiliki pandangan negatif terhadap dirinya.
2.7 Penyelenggaraan Pendidikan Bagi Murid Cerdas dan Berbakat
Getsels dan Dillon (Torrance 1986:6.30) mengidentifikasi beberapa
model program alternatif untuk program pendidikan murid cerdas dan berbakat,
salah satu di antaranya adalah melalui program konseling. Menurut Torrance
(1986:631-634) kecenderungan alternatif program bagi anak cerdas dan berbakat
mencakup: akselerasi radikal, (Radical Acceleration), Monitoring Belajar
Mandiri (Self dirrected and Independent Studi), Model “Revolving Door” dari
Rrenzulli, Konseling, Gaya Belajar (Learning Styles), Sekolah Khusus (Special
School), Program Sabtu dan Musim Panas (Saturday and Simmer Programs),
Program-program Berdasarkan Sumber Daya Masyarakat (Community Based
Programs). Secara konvensional model-model tersebut dapat dikelompokkan ke
dalam model: (1) Akselerasi (Acceleration), Pengayaan (Enrichment), (3) Kelas
Khusus atau Ability Grouping (Sunaryo K, 1993) dan (4) Bimbingan Konseling.
1. Model akselerasi bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari
memasuki SD pada usia dini, loncat kelas atau mengikuti bidang studi
tertentu di kelas yang lebih tinggi.
2. Model pengayaan, yaitu dengan memberikan tugas-tugas tambahan bagi
siswa yang memiliki kemampuan unggul.
3. Model pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Model ini dapat berupa kelas khusus di dalam sekolah, dapat pula
berupa kelas di sekolah khusus yang disebut dengan sekolah unggul. Model
pengelompokan berdasarkan kemampuan dikhawatirkan akan menambah
sikap eksklusif, elitisme dan memiliki perasaan berbeda dari orang lain.
Pengelompokan kecakapan ini memiliki keunggulan dan kelemahan dalam
perkembanngan peserta didik. Keunggulannya ialah bisa memperkuat ikatan
sosial sesama anggota kelompok, tetapi di pihak lain jika tingkat kecakapan
13
itu berkaitan dengan status sosial ekonomi, etnis atau kelompok berlatar
belakang sama, maka model ini akan menumbuhkan klik-klik yang kurang
sehat.
4. Model Bimbingan dan Konseling. Menurut Torrance (1986) terdapat
kecenderungan berkembang minat konseling dalam mempertemukan
kebutuhan-kebutuhan siswa yang berkemampuan unggul dan kreatif selama
dekade terakhir ini.
Tassel-Baska (1983) menekankan pentingnya peranan guru sebagai
konselor bagi siswa yang berkemampuan unggul. Zaffran (1979) memperluas
fungsi konselor di luar tugas yang telah biasa, seperti konsultasi dan penelitian
serta penilaian data bekerja siswa dengan siswa berkemampuan unggul. Kenny
(1982) menemukan bahwa kegiatan penulisan kreatif yang diancang secara
khusus dapat digunakan untuk membimbing siswa berkemampuan unggul, untuk
mengembangkan kesadaran perasaan dan persepsinya serta belajar memahami
hubungan antara prestasi, bakat, minat dan tujuan dirinya sendiri.
2.8 Teknik Bimbingan bagi Murid Cerdas dan Berbakat
Layanan bimbingan bagi murid cerdas dan berbakat tidak diarahkan
kepada layanan yang bersifat eksklusif melainkan dikembangkan secara terpadu
di dalam sistem bimbingan yang ada. Di sekolah dasar, sistem yang dimaksud
akan banyak terkait dengan kegiatan belajar mengajar.
Layanan bagi murid cerdas dan berbakat tetap bertolak dari pandangan
tentang hakekat manusia sebagai makhluk individu, social, dan makhluk Tuhan.
Dengan kata lain, murid cerdas dan berbakat dipandang sebagai suatu keutuhan
pribadi sehingga program layanan bimbingan yang dikembangkan mampu
menyentuh semua dimensi perkembngan pribadi secara utuh. Dimensi keutuhan
perkembangan pribadi yang dimaksud mencakup unsur-unsur berikut ini:
a. Pengembangan ranah kognitif/ intelektual
Hal ini mengandung implikasi bagi guru untuk menyediakan rentang
pengalaman belajar yang luas dan dapat diakselerasikan dan mengakselerasi
perkembangan kognitif anak berbakat. Pengolahan tugas dan bahan ajar secara
khusus yang didasarkan kepada kurikulum yang ada merupakan hal yang
14
harus ditakutkan guru untuk dapat memberikan layanan optimal bagi anak
berbakat.
b. Pengembangan ranah afektif
Layanan bimbingan yang perlu diberrikan adalah memahami pikiran dan
harapan anak berbakat dengan sikap terbuka dan membantu anak memahami
pikiran dan harapan yang ada pada dirinya serta kemungkinan pemenuhannya
di dalam kehidupan kelompok.
c. Pengembangan ranah fisik
Kemampuan anak berbakat yang cenderung berkembang lebioh awal dari usia
pada umumnya menghendaki layanan pendidikan yang memungkinkan anak
memperoleh pengalaman memadukan pola perkembangan fisik. Layanan
bimbingan yang bisa diberikan ialah membantu anak memilih kegiatan fisik
yang sesuai dengan perkembangannya dan memberikan peran-peran yang
sesuai di dalam kelompoknya.
d. Pengembangan ranah intuitif
Layanan pendidikan bagi anak berbakat perlu mempedulikan pengembangan
pengalaman yang mendorong dia untuk berimajinasi dan berkreasi. Layanan
bimbingan diberikan dalam bentuk pengem,bangan lingkungan belajar yang
menghadapkan anak kepada situasi atau stimulus baru yang dapat
memunculkan daya imajinasi dan kreativitas anak.
e. Pengembangan ranah kemasyarakatan
Layanan bimbingan yang dapat diberikan ialah membantu anak memperoleh
pengalaman mengembangkan diri menjadi anggota kelompok dan mampu
berpartisipasi dalam proses kelompok, memperluas perasaan keanggotaan
kelompok kea rah keanggotaan kemasyarakatan, memperluas identifikasi diri
dari masyarakat terbatas identifikasi terhadap masyarakat luas. Wahana
pengembangan kemasyarakatan ini dapat dibentuk secara terpadu dalam
proses belajar mengajar atau dengan cara merancang kegiatan-kegiatan
kelompok khusus.
Beberapa implikasi manajerial bagi penataan layanan bimbingan anak
berbakat di sekolah dasar yang perlu diperhatikan adalah:
15
a. Menyediakan kesempatan dan pengalaman khusus untuk memenuhi
kebutuhan anak berbakat sehingga mereka dapat mengembangkan
potensinya secara berkesinambungan.
b. Menata lingkungan yang dapat memperkaya pertumbuhan intelektual,
afektif, fisik, intuisi, dan social.
c. Memungkinkan terjadinya partisipasi dan kerjasama yang yang dilakukan
oleh anak berbakat dan orangtua.
d. Menyediakan waktu, tempat, dan dukungan bagi anak berbakat yang
memungkinkan dirinya menjadi sebagaimana mereka bisa menjadi.
e. Mendorong anak berbakat menemukan tempat dirinya dalam
perkembangan manusia dengan menemukan kecakapannya dan bidang-
bidang di mana dia dapat berkontribusi.
f. Menyediakan kesempatan bagi anak berbakat untuk berinteraksi dengan
sesamanya dan orang dewasa dari berbagai ragam kecakapan yang
memungkinkan dia menemukan keunikan dan keterkaitan dirinya.
2.9 Penyelenggaraan Kelas Unggulan sebagai Model Bimbingan bagi Murid
Cerdas dan Berbakat
a. Pengertian Kelas Unggulan
Kelas unggulan adalah kelas yang terdiri atas sejumlah siswa yang
karena prestasinya menonjol dikelompokkan di kelas tertentu pada SD Inti
(Depdikbud,1996).Program pengajaran pada kelas unggulan adalah
program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku ditambah
dengan pendalaman materi Matematika/Berhitung dan IPA serta pelajaran
Bahasa Inggris.
Pengelompokan ini dimaksudkan untuk memudahkan membina
siswa oleh guru dalam mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada
pada siswa seoptimum mungkin sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Tujuan pendidikan kelas unggulan di SD secara rinci mencakup :
1. Mempersiapkan peserta didik yang cerdas, beriman dan bertakwa
pada Tuhan YME, memiliki budi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan serta sehat jasmani dan rohani.
16
2. Memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki kecerdasan di
atas rata-rata normal untuk mendapat pengetahuan dan keterampilan
yang sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih cepat mentransfer
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan sesuai dengan
perkembangan pembangunan.
4. Memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi baik.
5. Mempersiapkan lulusan kelas unggulan menjadi siswa unggul dalam
bidang pengetahuan dan teknologi sesuai dengan perkembangan
mentaln anak.
Siswa yang direkrut adalah siswa kelas IV dengan pertimbangan
bahwa siswa kelas IV telah mulai dapat berpikir rasional baik pada SD
Inti maupun pada SD Imbas. Cara mendapatkan siswa kelas unggulan
dengan cara merekrut semua siswa yang memenuhi persyaratan yang
berada di lingkungan gugus tempat diselenggarakan kelas unggulan.
Persyaratan kandidat siswa kelas unggulan antara lain :
1. Siswa peserta kelas unggulan harus bersekolah pada SD Inti/Imbas
pada gugusnya.
2. Merupakan murid pada jenjang kelas tinggi dimulai kelas IV pada
tahun ajaran baru.
3. Memiliki bakat dan minat serta prestasi yang konsisten mulai dari
kelas I s.d III melalui rekaman pengamatan dan tes psikologi.
4. Merupakan murid berprestasi di sekolahnya dan memiliki rangking 1
s.d 10.
5. Lulus seleksi Tes Kemampuan Akademik dan Kesehatan.
6. Mendapat rekomendasi dari kKepala Sekolah tempa asal siswa
bersekolah.
7. Mendapat ijin tertulis dari orangtua/wali murid yang isinya bersedia
patuh mengikuti tata tertib penyelenggarakan kelas unggulan.
8. Apabila pada setiap akhir tahun pelajaran tidak mampu menunjukan
keberhasilan prestasi belajarnya, ditempatkan pada kelas biasa di SD
yang bersangkutan.
17
b. PMB di kelas unggulan
PMB di kelas unggulan diupayakan memiliki keunggulan daripada
kelas biasa. Oleh karena itu seluruh komponen pendidikan seperti, guru,
materi ajar, bahan sarana belajar-mengajar dan waktu belajar di kelas
unggulan harus lebih baik dari kelas biasa. Mengingat tuntutan prestasi
belajar bagi siswa kelas unggulan sangat tinggi, diperlukan adanya guru
pembimbing yang tugas khususnya mengawasi/ memantau, membimbing
serta mengarahkan siswa di kelas unggulan agar dapat berprestasi dengan
baik. Hal ini dimaksudkan agar siswa unggulan lebih mendapatkan
pelayanan pengembangan minat dan bakat yang dimilikinya.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang berlaku secara
nasional (termasuk di dalamnya muatan lokal) dan kurikulum plus yang
terdiri atas mata pelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa Inggris selama 4
jam. Dengan demikian diperlukan penambahan waktu belajar di sekolah.
Metode mengajar diharapkan dapat lebih mengaktifkan siswa dengan
merangsang siswa untuk berpikir mengembangkan berbagai pertanyaan.
Variasi pembelajaran cukup beragam (individu dan kelompok). Tugas-
tugas PR lebih disesuaikan dengan kehendak siswa untuk mengingat
prestasinya. Umpan balik terhadap PMB harus sering dilakukan. Evaluasi
hendaknya mendorong siswa untuk belajar. Baik dari segi alat evaluasi
proses maupun tindak lanjut dari hasil evaluasi.
c. Model-model Penyelenggaraan Kelas unggulan di SD
Berdasarkan pengamatan di kodya Bandung, Kabupaten
Sumedang, dan Kabupaten Bekasi, serta Kabupaten Tasikmalaya,
ternyata bentuk penyelenggaraan kelas unggulan di berbagai daerah
bermacam- macam disesuaikan dengan kondisi masing-masing
1. Penyelenggaran Kelas Unggulan di SD Inti dalam Satu Kompleks
Sekolah
Model penyelenggaran kelas unggulan yang paing banyak
adalah diselenggarakan di SD Inti tetapi hanya melibatkan SD-SD
dalam satu kompleks, SD-SD di luar kompleks SD tersebut meskipun
18
ada dalam satu gugus keberatan untuk mengikutsertakan peserta
didiknya dalam dalam kelas unggulan apalagi bagi SD swasta. Contoh
model ini diselenggarakan oleh SD Merdeka Bandung dan SD Gentra
Masekdas Bekasi.
2. Penyelenggraan Kelas Unggulan Kecamatan
Penyelenggaraan kelas unggulan di SD inti di Kota Kecamatan
dengan menampung siswa tebaik dari SD-SD di seluruh Kecamatan.
Contoh model ini diselenggarakan di Kecamatan Buahdua Kabupaten
Sumedang dan di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.
3. Penyelenggaraan Kelas Unggulan dalam Satu Kompleks secara
Bergiliran
Pada model penyelenggaraan kelas unggulan diselenggarakan
di SD dalam satu kompleks secara bergiliran. Sebagai contoh di SD
Sukaraja Kabupaten Sumedang. Penyelenggaraan kelas unggulan
tahun ajaran 1996/ 1997 dilaksanakan oleh SD Sukaraja I, sedangkan
pada tahun ajaran 1997/1998 diselenggarakan oleh SD Sukaraja II
(khusus untuk kelas baru)
4. Penyelenggaraan Kelas Unggulan pada Seluruh Jenjang Kelas.
Model ini menyelenggarakan kelas unggulan pada seluruh
jenjang kelas dengan menambah waktu belajar selama 2 jam
pelajaran. Model ini diselenggarakan oleh SD Marga Mukti
Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Penambahan waktu yang
lebih lama lagi diselenggarakan oleh SD Salman Al Farizi yang lebih
dikenal dengan full day school.
d. Kelebihan dan Kekurangan Model Kelas Unggulan
Mencermati penyelenggaraan kelas unggulan di SD inti, pada
hakekatnya adalah model pengelompokan berdasarkan kemampuan
( ability grouping). Model ini akan mempermudah bagi guru dalam
mengembangkan kemampuan atau potensi siswa optimum mungkin.
Model kelas unggulan memungkinkan guru mengembangkan suasana
belajar kompetitif sehingga terjadi persaingan sehat antar siswa dalam
memperoleh prestasi terbaik. Menurut hasil penelitian Mulyono (Mimbar
19
Pendidikan No. 4 Tahun XI Desember 1992 :22) suasana belajar
kompetitif unggul atas suasana belajar kooperatif. Jika kemampuan dan
kecerdasan peserta didik homogen.
Studi Halinan dan Sorensen (dalam Sunaryo Kartadinata 1993-45)
menunjukkan bahwa pengelompokan kecakapan ini memiliki keunggulan
dan kelemahan dalam perkembangan sosial peserta didik. Keunggulannya
ialah bahwa model ini bisa memperkuat ikatan sosial sesama anggota
kelompok, tetapi dipihak lain jika tingkat kecakapan itu berkaitan dengan
status sosial ekonomi, etnis atau kelompok berlatar belakang sama maka
model ini akan menumbuhkan klik-klik yang tidak sehat.
e. Bimbingan bagi Siswa Kelas Unggulan
Bertolak dari antisipasi terjadinya dampak negatif
penyelenggaraan kelas unggulan maka penulis mengajukan gagasan agar
siswakelas unggulan tetap merupakan siswa dari kelas biasa di sekolah
masing-masing atau lazim dikenal dengan pull out enrichment (Conny
Semiawan, 1997:256). Alternatif pertama, siswa unggul bergabung dalam
kelas unggulan hanya dalam kurikulum plus yaitu: mata pelajaran
Matematika, IPA, dan Bahas Inggris. Alternatif kedua, siswa unggul
bergabung dalam kelas unggulan pada setiap mata pelajaran Matematika,
IPA, dan Bahas Inggris baik dalam pelaksanaan kurikulum biasa maupun
kurikulum plus.
Keunggulan metode ini dalah siswa unggul tetap berbaur dengan
siswa biasa, siswa tidak merasa elit dan perkembangan sosial anak tidak
terganggu. Secara administratif SD Imbas tidak merasa ditinggalkan oleh
siswa-siswa terbaiknya.
Tujuan bimbingan dan konseling anak berbakat adalah membantu
perkembangan pribadi mereka dalam menyingkirkan halangan emosional
lingkungan, serta membantu agar mampu menggunakan kemampuannya
seoptimal mungkin (Conny R Semiawan. 1992:68). Anak berbakat tidak
saja diidentifikasikan karena kemampuannya yang luar biasa dalam segi
intelektual akademis, tetapi juga dalam bidang berpikir kreatif. Milgram
(1991) berpendapat bahwa kebutuhan bimbingan dan konseling dari anak
20
berbakat meliputi tiga kategori : kognitif-akademik, personal-sosial, dan
pengalaman luar sekolah ( experimental needs ).
Menurut Conny Semiawan (1992:73) berpendapat bahwa konselor
harus mampu bertindak berdasarkan pendekatan perkembangan. Oleh
karena itu model bimbingan yang dikembangkan adalah model bimbingan
dan konseling perkembangan ( development counseling ). Faktor lain
yang dipertimbangkan dengan penyelenggaraan kelas unggulan adalah
tidak adanya reward bagi siswa unggulan. Mereka sepertinya dijejali
dengan kurikulum plus, tugas-tugas tambahan tetapi tidak dari peluang
untuk naik kelas lebih cepat seperti jaman keemasan SD PPSP atau
seperti yang dilakukan di Sekolah Adik Irma Jakarta. Program
penyelenggaraan kelas unggulan di SD tanpa peluang untuk percepatan
kenaikan kelas, dikhawatirkan menjadi beban siswa unggul.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak berbakat merupakan aset bangsa yang perlu mendapatkan pendidikan
sebaik mungkin, kurangnya pemberian stimulus, perlakuan dan layanan yang
sesuai dengan bakat, kemampuan dan kebutuhan anak berbakat dapat
menjadikan tidak terkembangnya kemampuan-kemampuan unggul yang
dimilikinya. Melalui bimbingan yang tepat bagi anak berbakat diharapkan dapat
lebih memfasilitasi tumbuh kembang mereka seoptimal mungkin.
22