Kelompok 1 (pkn)

11
Kelompok 1 Kasus Pulau Sipadan dan Linggitan Nama Anggota : - Aulia Farhanah Mufidah - Emilia Dwi Lestari - Hilman Malik - Kamil Fikri - Nanda Prita Virliana - Raihan Ijlal Atala

Transcript of Kelompok 1 (pkn)

Kelompok 1Kasus Pulau Sipadan dan Linggitan

Nama Anggota : - Aulia Farhanah Mufidah- Emilia Dwi Lestari- Hilman Malik- Kamil Fikri- Nanda Prita Virliana- Raihan Ijlal Atala

1. Negara yang terlibat

A. Penyebab Sengketa Indonesia-Malaysia

Penyebab sengketa Indonesia- Malaysia khususnya sengketa menganaipulau Sipadan-Ligitan. Mengapa pulau merupakan obyek sengketa kelautankarena garis wilayah laut territorial diambil dari pulau-pulau terluar suatuNegara. Sistem administrasi kedua pulau tersebut selama ini tidak jelasatau kabur. Sementara dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sendiri kedua pulau tersebut tidak tercantum sebagai wilayah kedaulatanNegara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal dalam ketentuan hukuminternasional bila suatu Negara memiliki wilayah atau mengklaim suatuwilayah harus terdapat bukti yang menunjukkan bahwa sipadan ligitanmasuk wilayah Indonesia, bukti-bukti tersebut adalah:a. Indonesia mengklaim sipadan ligitan berdasarkan peta kerajaan nasionalmajapahit.b. Malaysia mengklaim kedua pulau tersebut berdasarkan faktor kedekatangeografis.1. Sosial budaya di kedua pulau tersebut2. Sistem administrasi kependudukan.

Namun, ternyata dalam prakteknya kehidupan di pulau Sipadandan Ligitan lebih cenderung ke Malaysia, hal itu ditunjukkanoleh:1. Adanya patok-patok wilayah perbatasan oleh Malaysia2. Transaksi dalam sehari-hari menggunakan mata uang ringgit yang merupakan mata uang Malaysia3. Ternyata penduduk sipadan ligitan tidak memiliki kartutanda penduduk Indonesia4. Bahasa yang digunakan adalah melayu, bahkan ada yang sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia5. Pembangunan di kedua pulau tersebut lebih banyakdilakukan oleh Malaysia

Oleh karena sebab-sebab tersebut diatas maka Malaysia mengklaim kedua pulau tersebut sebagai miliknya, yang manamembuat pemerintah Indonesia kecolongan.

B. Dasar hukum wilayah maritim antara Indonesia danMalaysia

a. Persetujuan tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinenantara Kedua Negara ditandatangani 27 Oktober 1969 di Kuala Lumpur dan di ratifikasi dengan Keppres No.89/1969, LN 1979/54.b. Perjanjian tentang Penetapan Garis Batas Laut Teritorialkedua Negara di Selat Malaka yang ditandatangani di Kuala Lumpur tanggal 17 Maret 1970 dan diratifikasi dengan UU No. 211971, LN 1971/16.c. Persetujuan antara RI, Malaysia dan Thailand tentangPenetapan Garis-garis Batas Landas Kontinen di Bagian Utara Selat Malaka, yang ditandatangani di Kuala Lumpur padatanggal 21 Desember 1971 dan diratifikasi dengan Keppres No. 20/1972, LN 1972115

2. Kronologis kejadian

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.

Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana disetop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya.Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikanSabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina,Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.

Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, PresidenSoeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.

3. Penyelesaian

Setelah mengalami perdebatan yang sengit, akhirnya keduaNegara tersebut bersepakat untuk membawa masalah tersebutke Mahkamah Internasional. Di mana berdasarkan fakta-faktayang diajukan oleh kedua belah pihak membuktikan fakta-faktanya sehingga akhirnya Malaysialah yang mampu membuktikanbahwa secara administrasi Malaysia sudah menduduki pulautersebut.

Mahkamah Internasional (International Court of Justice) telahmemutuskan bahwa Malaysia memiliki kedaulatan atas PulauSipadan-Ligitan. Pemerintah Indonesia menerima keputusan akhirMahkamah Internasional (MI). Kala itu, pada sidang yang dimulaipukul 10.00 waktu Den Haag, atau pukul 16.00 WIB, MI telahmengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan PulauSipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satuhakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih olehIndonesia.

Kemenangan Malaysia, berdasarkan pertimbanganeffectivitee, yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia)telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupapenerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutanpajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, danoperasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatanpariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadipertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title(rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu). Di pihak yang lain, MIjuga menolak argumentasi Indonesia yang bersandar padakonvensi 1891, yang dinilai hanya mengatur perbatasan keduanegara di Kalimantan. Garis paralel 14 derajat Lintang Utaraditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titikpantai timur Pulau Sebatik, sesuai dengan ketentuan hukumlaut internasional pada waktu itu yang menetapkan laut wilayahsejauh 3 mil.

Sesuai dengan kesekapatan antaraIndonesia-Malaysia tidak ada banding setelahkeputusan ini. Sebab, keputusan mahkamah inibersifat final dan mengikat. Tentang tindaklanjut pasca keputusan MI, menterimenyatakan, langkah pertama yang diambiladalah merumuskan batas-batas negara dengannegara-negara terdekat. Untuk Sipadan-Ligitanakan ditarik batas laut wilayah sejauh 12 mildari lingkungan dua pulau tersebut.