Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

download Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

of 14

Transcript of Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    1/14

    134 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    KELAYAKAN USAHATANI DAN AGROINDUSTRI NILAM

    Ermiati1)dan Chandra Indrawanto2)

    Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika

    1)

    Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111

    Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain2)Jln. Bethesda II, Mapanget, Manado 1004

    I. PENDAHULUAN

    Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu

    tanaman penghasil atsiri yang menyumbang devisa lebih dari 50% dari total

    ekspor minyak atsiri Indonesia. Minyak nilam tidak dapat digantikan oleh

    produk sintetis dan Indonesia merupakan pemasok minyak nilam utama

    dalam perdagangan dunia dengan kontribusi sekitar 90%. Laju

    perkembangan kebutuhan minyak nilam relatif tidak tinggi, tetapi secara

    konsisten kebutuhan dunia menunjukkan peningkatan. Ekspor minyak nilam

    Indonesia tahun 2002 tercatat sebesar 1.295 ton dengan nilai US 22,5 juta

    dolar dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 4.984 ton dengan nilai 49, 5

    juta dolar (Ditjenbun 2009). Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia

    merupakan perkebunan rakyat yang melibatkan lebih dari 65.651 kepala

    keluarga petani (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007; Ditjebun 2011).

    Harga minyak nilam di pasar lokal berkisar Rp 200.000-250 000,- per

    kg. Importir minyak nilam terbesar di dunia adalah Amerika Serikat (lebih

    dari 200 ton/tahun), disusul lima negara Eropa, masing Inggris (45-60

    ton/tahun), Perancis, Swiss (40-50 ton/tahun), Jerman (35-40 ton/tahun)

    dan Belanda (30 ton/tahun) (http://arsip.pontianakpost.com dalam Sagala

    2009). Produk minyak nilam dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik,

    antiseptik dan insektisida, saat ini juga berkembang pemanfaatan nilam

    sebagai bagian dari aromaterapi.

    Sampai tahun 2009 sentra produksi nilam di Indonesia, terdapat

    di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera

    Selatan, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur dengan

    http://arsip.pontianakpost.com/http://arsip.pontianakpost.com/
  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    2/14

    135Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    total luas perkebunan 24.535 ha, luas panen 17.447 ha dengan produksi

    sebanyak 2.779 ton. Pada tahun 2011 mencapai 24 718 ha dengan luas

    panen 18.089 ha dan produksi 3,872 ton. Tetapi produktivitas nilam tersebut

    masih tergolong rendah, hasilnya rata-rata hanya 214 kg per ha per tahun

    dengan kadar minyak 1-2 % dari bahan kering (Ditjenbun 2009 dan 2011;

    Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007).

    Rendahnya produktivitas dan mutu minyak atsiri antara lain

    disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang

    masih sederhana, gangguan hama penyakit serta pemanenan dan pasca

    panen yang belum tepat. Ada tiga jenis nilam di Indonesia, yaitu nilam aceh

    (Pogostemon cablinBenth), nilam jawa (Pogostemon heyneanus Benth) dan

    nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer). Akan tetapi yang umum

    dibudidayakan adalah nilam aceh karena kadar minyaknya cukup tinggi,

    yaitu lebih dari 2%, disamping itu kualitas minyaknya juga lebih baik

    dibanding nilam lain (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007). Pada tahun

    2005 Balittro telah melepas 3 varietas unggul nilam, yaitu varietas

    Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan yang semuanya dari jenis nilam

    aceh.

    Penggunaan varietas unggul yang tepat, disertai dengan teknik

    budidaya yang baik, penanganan pasca panen dan pengolahan bahan yang

    sesuai, akan menghasilkan produksi minyak yang tinggi.

    Teknologi budidaya dan pascapanen telah tersedia, namun teknologi

    tersebut belum semuanya diadopsi oleh petani, mengingat proses alih

    teknologi kepada petani memerlukan investasi yang tinggi, karena

    keterbatasan modal, petani belum mampu mengadopsi seluruh teknologi

    tersebut. Tulisan ini menyampaikan informasi tentang kelayakan usahatani

    dan agro industri penyulingan nilam.

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    3/14

    136 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    II. KELAYAKAN USAHATANI

    Petani sebagai pelaksana mengharapkan produksi usahataninya besar

    agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itu petani

    menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk

    mendapatkan produksi yang diharapkan. Suatu usahatani dikatakan berhasil

    apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga

    modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana

    produksi yang lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah

    2006)

    A.

    Analisis kelayakan finansial usahatani 3 varietas unggulnilam (Lhoseumawea, Tapak Tuan dan Sidikalang).

    Hasil penelitian Indrawanto dan Syakir (2008), kelayakan finansial

    usahatani nilam varietas unggul Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang

    dengan skala produksi 1 ha, periode analysis 2 tahun (4 kali panen),

    discount factor 12% per tahun, harga terna kering Rp 3 000,-/kg

    (perbandingan bobot kering dengan basah 1:4), produksi terna, kadar

    minyak dan produksi minyak per kg per ha per tahun untuk masing-masing

    varietas (Tabel 1 dan 2).

    Tabel 1. Produksi terna, kadar dan produksi minyak per kg per per tahun

    tiga varietas nilam

    VarietasProduksi terna

    (kg kering/ha/thn)

    Kadarminyak

    (%)

    Produksi minyak(kg.ha/tahun)

    Lhokseumawe 11,087 3,21 356Tapak Tuan 13,237 2.83 376

    Sudikalang 10,902 2,89 315

    Sumber:Indrawanto dan Syakir (2008)

    B. Analisa Data

    Untuk mengetahui kelayakan usahatani masing-masing varietas

    dianalisis melalui pendekatan analisis Benefit Cost Ratio (B/C), Net Present

    Value (NPV) dan Internal Rate Of Return (IRR) (Gittinger 1986; Kadariah et

    al. 1988; Soetrisno 1982) dengan persamaan sebagai berikut:

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    4/14

    137Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    B.1. Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara benefit

    (penerimaan) dengan cost(pengeluaran):

    NPV =

    n

    i

    tiCtBt

    1 )1(

    Kriteria NPV, yaitu

    (1). NPV > 0, berarti usahatani layak

    (2). NPV < 0, berarti usahatani tidak layak

    (3). NPV = 0, berarti tambahan manfaat yang diterima sama dengan

    tambahan biaya yang dikeluarkan

    B.2. Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C rasio)

    Merupakan perbandingan antara benefit bersih dengan biaya bersih.

    Net B/C rasio =

    n

    t

    t

    n

    t

    t

    i

    Ct

    i

    Bt

    1

    1

    )1(

    )1(

    Kriteria Net B/C Ratio, yaitu:

    (1). Net B/C Rasio > 1, berarti usahatani menguntungkan

    (2). Net B/C Rasio < 1, berarti usahatani tidak menguntungkan

    (3). Net B/C Rasio = 1, berati usahatani pada kondisi impas

    (penerimaan = pengeluaran), atau terjadinya

    Break Event Point(BEP)

    B.3. Internal Rate of Return (IRR), yaitu:

    Menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu

    returns atau tingkat keuntungan yang akan dicapainya. IRR ini sebagai

    pedoman tingkat bunga bank (i) yang berlaku, walaupun sebetulnya bukan

    i, tetapi IRR akan selalu mendekati besarnya itersebut:

    IRR = )( '''

    '''

    ,ii

    NPVNPV

    NPVi

    Kriteria IRR, yaitu/Criteria of IRR, namely:

    (1) IRR > Sosial Discount Rate, berarti usahatani layak(2) IRR < Sosial Discount Rate, berarti usahatani tidak layak

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    5/14

    138 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    Keterangan:

    Bt = penerimaan tahun ke tCt = pengeluaran tahun ke t

    I = tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif/I = tingkat bunga yang menghasilkan NPV negetif/

    NPV = NPV positifNPV = NPV negatifNPV + NPV= merupakan penjumlahan mutlak

    C. Analisis

    Hasil analisis diketahui bahwa usahatani ke tiga varietas unggul

    nilam tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Hal ini

    ditunjukkan oleh kriteria NPV masing-masing vatietas tersebut positif, IRR

    diatas tingkat suku bunga bank yang berlaku (12%/ tahun) dan B/C Rasio

    masing-masing > 1 (Tabel 2).

    Dari ke tiga varietas unggul yang ada, ditinjau dari segi poduksi

    varietas nilam Tapak Tuan memberikan keuntungan lebih tinggi karenaproduksinya lebih tinggi dari dua varietas lainnya (Tabel 2).

    Tabel 2. Kalayakan usahatani tiga varietas unggul nilam asal Balittro

    ParameterVarietas

    Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang

    Produksi terna kerning/ha/tahun (kg) 11.087 13.278 10.902

    Harga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000

    NPV 28.593.027 40.269.140 27.607.139

    IRR (%) 9,46 11,84 9,24

    B/C Ratio 2,44 3,03 2,39

    Harga BEP (Rp/kg) 1.550 1.300 1.575

    Produksi BEP (kg/ha) 5.740 kg terna kering per tahun

    Sumber: Indrawanto danSyakir (2008)

    C.1. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Minyak Nilam

    Dengan volume ketel 2.000 liter, kapasitas berjalan dua kali suling per

    hari selama 25 hari kerja. Biaya investasi Rp 168 juta, modal kerja Rp 68

    juta dan lama usaha 20 tahun, discount factor12%/tahun dan harga terna

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    6/14

    139Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    Rp 3.000/kg kering. Hasil analisis menunjukkan, agroindustri penyulingan

    minyak nilam dari ke tiga varietas unggul yang ada, ke tiga-tiganya

    menguntungkan dan layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria NPV

    masing-masingnya positif, IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank

    yang berlaku (12%/tahun) dan B/C Rasio > 1. Varietas unggul nilam yang

    memberikan keuntungan paling tinggi, yaitu varietas Lhokseumawe karena

    kadar minyaknya lebih tinggi dari ke dua varietas lainnya (Tabel 3).

    Tabel 3. Kelayakan agroindustri penyulingan minyak nilam dari tiga varietasunggul nilam

    ParameterVarietas

    Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang

    Harga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000

    Luas pertanaman nilam (ha) 11 9 11

    Rendemen (%) 3.21 2,83 2,89

    Produksi minyak per tahun (kg) 3.915 3.419 3.466

    Harga minyak (Rp/kg) 200.000 200.000 200.000

    NPV 958.560.364 328.748.795 420.141.938

    IRR (%) 90 40 47

    B/C 6,71 2,96 3,50

    Sumber: Indrawanto dan Syakir (2008)

    C.2. Analisis Sensitifitas:

    Hasil analisis sensitifitas harga menunjukkan bahwa jika produktifitas

    minyak masing-masing varietas tetap (Tabel 4), maka kondisi BEP usaha

    agroindustri penyulingan minyak nilam terjadi jika harga minyak nilam untuk

    masing-masing varietas (Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang) turun

    menjadi Rp 163.500,-, Rp 185.500,-, Rp 182.000,- per kg. Begitu juga

    rendemen BEP masing-masing 2,63%. Jika harga minyak nilam yang

    berlaku dan rendemen berada di bawah masing-masing angka tersebut,

    maka usaha agroindustri penyulingan minyak masing-masing varietas akan

    mengalami kerugian (Tabel 4)

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    7/14

    140 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    Tabel 4. Analisis sensitivitas tiga varietas unggul nilam

    ParameterVarietas Unggul

    Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang

    Harga minyak BEP (Rp/kg) 163.500 185.500 182.000Rendemen BEP (%) 2,63 2.63 2.63

    HPP (Rp/kg) 134.576 152.670 149,519

    Nilam varietas Tapak Tuan dengan keunggulan produktivitas terna

    yang tinggi memberikan keuntungan usahatani tertinggi. Nilam varietas

    Lhokseumawe dengan tingkat rendemen minyak yang tinggi memberikan

    keuntungan agroindustri penyulingan minyak yang tertinggi. Keunggulan

    produktivitas terna varietas Tapak Tuan dan keunggulan tingkat rendemen

    varietas Lhokseumawe tidak akan berarti jika ancaman penyakit layu bakteri

    dan nematoda cukup tinggi. Nilam varietas Sidikalang merupakan pilihan

    tepat untuk kondisi ini.

    C.2.1. Kelayakan usahatani nilam teknologi introduksi dan polapetani di lahan kering Kalimantan Tengah

    Pegembangan usahatani lahan kering di Kalimantan Tengah yang

    bertumpu hanya pada tanaman pangan saja, agak sulit memenuhi

    kebutuhan petani akan pangan sehingga perlu diusahakan tanaman

    perkebunan antara lain nilam. Pengembangan tanaman nilam dapat ditanam

    secara monokulktur atau multiple cropping. Sebagian besar petani di

    Kalimantan Tengah membudidayakan nilam secara monokultur danintercropping dengan tanaman terong, kacang panjang, cabe, semangka

    dan kelapa sawit untuk efisiensi lahan, diversivikasi komoditas, kesuburan

    lahan maupun pengendalian hama dan penyakit (Krismawati et al. 2005).

    Penanaman nilam pada umumnya diusahakan dengan budidaya

    sederhana dan semi intensif yang pada lahan pekarangan dan lahan

    usahatani seluas 0,25-1,0 ha. Lahan yang baru dibuka langsung ditanami

    nilam dan hanya untuk selama satu tahun dengan panen 1-2 kali, karenakadar Patchouli Alkohol (PA) yang merupakan salah satu kualifikasi mutu

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    8/14

    141Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    untuk minyak nilam semakin menurun karena kekurangan air pada musim

    kemarau dan tanah yang kurang subur. Produktivitas terna kering di tingkat

    petani masih rendah, yaitu 1-1,5 ton/ha/tahun. Produktiviats ini masih bisa

    ditingkatkan dengan menggunakan varietas unggul, penanaman nilam pada

    daerah yang sesuai, pemberian pupuk serta pengendalian hama dan

    penyakit (Krismawati et al.2006).

    Pembinaan terhadap petani nilam di Kabupaten Kotawaringin Timur

    dilakukan mulai tahun 2001. Pada tahun 2003 Disbun Tk I Kalimantan

    Tengah dan Disbun Tk II Kabupaten Kotawaringin Timur melaksanakan

    program Pengembangan Komoditas Rintisannilam seluas tujuh ha di lahan

    transmigrasi Parenggean UPT J II di jalur 4 dan pada tahun 2003 dan 2004

    memberikan bantuan alat penyuling minyak nilam dengan kapasitas 350 kg

    dan 50 kg terna kering (Krismawati et al. 2005).

    Pengadaan alat suling ini menambah semangat petani menanam

    nilam dengan memanfaatkan lahan yang cukup luas, mengingat produksinya

    dalam bentuk minyak, mempunyai harga cukup tinggi. Semakin

    bertambahnya luas pertanaman nilam menunjukkan bahwa tanaman

    tersebut diminati oleh petani di Kalimantan Tengah, karena mempunyai

    prospek dan peluang pasar cukup tinggi. Perbedaan dan penerapan

    teknologi usahatani nilam dengan teknologi introduksi dan pola petani, di

    Kalimantan Tengah (Tabel 5).

    Tabel 5. Perbedaan dan Penerapan Teknologi Introduksi dan Pola Petani,di Desa Tanah Putih Darat Kec. Kota Besi Kabupaten KotawaringinTimur, MT 2004-2005

    Komponen

    TekonologiPola Petani Teknologi Introduksi

    Varietas Aceh Sidikalang

    Pembibitan Polibag berisi media tanam berupacampuran tanah + pukan yang sudahmatang (1:1)

    Polibag berisi media tanamcampuran tanah + pukanyang sudah matang (1:2)

    Pengolahan tanah Dilakukan dengan system Tanpa OlahTanah (TOT) dengan menggunakanherbisida sebanyak 2l/ha

    Dilakukan dengan sistemTanpa Olah Tanah (TOT)dengan menggunakanherbisida sebanyak 4 l/ha

    Pola tanam Monokultur, Intercopping; nilam-

    cabe; nilam terong; nilam kacangpanjang; nilam semangka; nilam-ubikayu; nilam-kelapa sawit

    Monokultur

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    9/14

    142 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    Tabel 5. Lanjutan

    Komponen

    Tekonologi

    Pola Petani Teknologi Introduksi

    Pengapuran Tanpa kapur Kapur 3. 500 kg/ ha 2minggu sebelum tanam (350gram/lubang)

    Jarak tanam 100 cm x 100 cm, 1 bibit/lubang (20cm x 20 cm x 20 cm)

    100 cm x 100 cm, 1bibit/lubang (30 cm x 30 cm x30 cm)

    Pupuk organik Kompos 100 gram/lubang Kompos 500 gram/lubang

    Pupuk an organik Urea = 100 kg/haSP-36 = 50 kg/ha

    KCL = 70 kg/ha

    Urea = 280 kg/haSp-36 = 70 kg/ha

    KCl = 140 kg/haPengendalian OPT Sanitasi dan eradikasi kurang

    diperhatikanSanitasi & eradikasi dilakukansejak di pembibitan hinggapanen. Memperbaiki drainasepada waktu curah hujan

    tinggi. Mengunakan pestisidauntuk mencegah penularan.

    Pasca

    panen/Prosesing

    Dijemur 1 hari @ 6 jam

    Dan penyulingan selama 5 jam

    Dijemur 2 hari @ 7 jam

    Lama penyulingan 7 jam

    Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)

    C.2.2. Analisa Data

    Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dilakukan dengan

    metode finansial:

    - R/C yaitu imbangan penerimaan dan biaya,

    - B/C yaitu imbangan keuntungan dan biaya serta

    - MBCR yaitu ditujukan untuk melihat produksi dan pendapatan

    yang diterima petani sebelum dan sesudah pengkajian (before

    and after) (Kadariah 1988; Soekartawi 2002).

    Cara perhitungan R/C, B/C dan MBCR adalah sebagai berikut :

    total penerimaanR/C = --------------------

    total biaya

    keuntunganB/C = --------------

    total biaya

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    10/14

    143Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    penerimaan introduksi - pola petaniMBCR = ------------------------------------------

    pengeluaran introduksi - pola petani

    Untuk mengetahui kelayakan dari usahatani nilam digunakan

    beberapa indikator kelayakan

    Yaitu (Soetrisno 1981; Gittinger 1986).

    - Net Present Value (NPV), dan

    - Net Benefit Cost Ratio (Net B/C rasio)

    III. HASIL PENELITIAN

    Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bobot terna basah, bobot terna

    kering dan poduksi minyak melalui penerapan teknologi introduksi relatiflebih tinggi dibandingkan teknologi di tingkat petani (pola petani) (Tabel 6).

    Produksi tanaman nilam tergantung sekali pada varietas yang ditanam,

    keadaan tanah, dan pertumbuhan tanaman. Menurut Nuryani et al. (2004),

    salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan mutu minyak nilam

    adalah melalui perbaikan bahan genetik.

    Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan yang

    diperlukan untuk meningkatkan produksi terna, mutu minyak nilam, dan

    untuk mempertahankan atau mengembalikan kesuburan tanah.

    Pertumbuhan tanaman yang optimal dapat diperoleh melalui pemupukan,

    guna memenuhi kebutuhan hara tanaman selama pertumbuhannya.

    Pemupukan pada tanaman nilam selain menggunakan pupuk anorganik

    (seperti pupuk Urea, SP- 36 dan KCl), juga menggunakan pupuk organic

    (Mile et al. 1991).

    Tabel 6. Bobot Terna Basah, Bobot Terna Kering, Produktivitas Minyak dan

    Kadar Patchouli Alkohol (PA) dengan Penerapan TeknologiIntroduksi dan Pola Petani Perlakuan

    ParameterPerlakuan

    TeknologiIntroduksi

    Pola Petani

    Bobot terna basah (ton/ha) 15,50 8,50

    Bobot terna kering (ton.ha) 3,50 2,00

    Produktivitas minyak (kg/ha) 117,60 54,50

    Kadar Patchouli Alkohol (PA) 32,64 24,67

    Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    11/14

    144 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    Pemberian dosis NPK adalah 14 gram/tanaman atau 280 kg/ha

    (Trisilawati 2002). Pemupukan sangat penting untuk diperhatikan, karena

    hasil yang diharapkan dari tanaman nilam adalah terna terutama daun. Oleh

    sebab itu faktor kesuburan merupakan suatu hal yang perlu diusahakan,

    agar pertumbuhan vegetatif tanaman dapat semaksimal mungkin.

    Pemberian pupuk anorganik mampu menyediakan unsur hara lebih cepat

    dan dalam jumlah yang lebih besar.

    Produksi yang baik dapat mencapai 15-20 ton daun basah atau 5 ton

    daun kering per ha dengan rendemen minyak 2,5-4% sehingga produksi

    minyak mencapai 100-200 kg/ha/tahun (Emmyzar dan Ferry 2004).

    Budidaya yang sederhana dan kurang intensif serta bibit yang kurang baik

    mutunya menyebabkan produktivitas nilam menjadi rendah, yaitu sekitar 2

    ton terna nilam kering/ha/tahun (Sudaryani dan Sugiharti 1991).

    Tabel 7. Analisis usahatani nilam seluas 1 hektar/1 kali panen di DesaTanah Putih Darat, Kec Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur,musim tanam 2004 - 2005

    Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    12/14

    145Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    Produk olahan dari terna nilam adalah minyak nilam, dengan

    tersedianya beberapa unit penyulingan minyak nilam dilokasi penelitian

    maka petani mengolah sendiri terna nilam menjadi minyak. Panen nilam

    dilakukan pada umur 6 - 9 bulan, biasa dilakukan dua kali panen, akan

    tetapi panen kedua jarang dilakukan karena kadar Patchouli Alkohol (PA)

    pada panen kedua menurun. Hai ini disebabkan tanah yang kurang subur

    dan kekurangan air pada musim kemarau dan hasilnya hanya 30% dari

    hasil panen pertama. Oleh karena itu penerimaan yang diperhitungkan

    dalam penerimaan tunai diasumsikan bahwa petani hanya satu kali panen.

    Analisis finansial usahatani menunjukkan penerapan teknologi

    introduksi memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    pola petani. Bobot terna kering dengan penerapan teknologi introduksi

    (petani kooperator) dapat mencapai 3,5 ton/ha/1 kali panen dengan

    penerimaan sebesar Rp.21.168.000,-, sedang pola petani (petani non

    kooperator) memperoleh 2,0 ton/ha/1 kali panen dengan penerimaan hanya

    sebesar Rp.8.175.000,- (Tabel 7). Demikian pula produktivitas minyak nilam

    petani kooperator dapat mencapai rata-rata 117,60 kg/ha/1 kali panen,

    sedang petani non kooperator rata-rata hanya mencapai 54,50 kg/ha/1 kali

    panen atau terjadi peningkatan sebesar 2,16 kali kali lipat dari produktivitas

    pola petani (Tabel 7). Begitu juga dengan keuntungan yang diperoleh oleh

    petani kooperartor (tekonologi introduksi) lebih tinggi (Rp. 11.043.875,-)

    atau meningkat 326% dibanding pola petani yang hanya sebesar

    Rp 3.500.000,-/ha/panen .

    Pola usahatani, baik pola petani maupun penerapan teknologi

    introduksi secara finansial sama-sama layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan

    oleh kriteria kelayakan NPV positif dan B/C rasio >1. Namun usahatani

    dengan teknologi introduksi lebih menguntungkan dengan NPV Rp

    9.086.910,-, dan Net B/C rasio 1,95 serta MBCR 2,38. Sedangkan NPV pada

    pola petani hanya sebesar Rp 2.487.450,- dengan B/C rasio 1,53 (Tabel 7).

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    13/14

    146 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    IV. PENUTUP

    Aplikasi penerapan teknologi dengan penggunaan varietas unggul,

    pupuk anorganik dan organik, akan meningkatkan produktivitas terna dan

    mutu minyak nilam. Untuk meningkatkan produksi diperlukan budidaya

    intensif, sejak dari pemilihan bibit sampai ke panen dan penanganan pasca

    panen

    Produktivitas minyak dengan penerapan teknologi introduksi mencapai

    117,60 kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol(PA) 32,64, sedang pada pola

    petani hanya sebesar 54,50kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol (PA)

    24,67.

    Penerapan paket teknologi usahatani nilam di lahan kering mampu

    meningkatkan tambahan keuntungan usahatatani mencapai 326% dengan

    NPV= Rp9.086.910,-R/C = 2,09, Net B/C = 1,95, MBCR = 2,38. Sedang

    pada pola petani keuntungan usahatani R/C = 1,75, B/C = 0,75, Net B/C =

    1,53 dan NPV Rp.2.487.450,-

    Untuk kelancaran penerapan inovasi teknologi, diperlukan dukungan

    sarana produksi di sekitar lokasi usahatani dengan harga yang terjangkaudisertai pendampingan dan monitoring secara berkala.

    Kelembagaan tani dan kelembagaan usaha bersama perlu dibangun,

    agar memperkuat dan memantapkan eksistensi petani nilam. Penguatan dan

    pemberdayaan kelembagaan petani sangat diperlukan untuk pengembangan

    nilam di Kalimantan Tengah

    DAFTAR PUSTAKA

    Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2007. KP-3, Penunjang PermodalanPertanian. Agribisnis Indonesia Vol. 36. Direktorat Jenderal BinaProduksi Peternakan. Departemen Pertanian: 51-52.

    Ditjenbun. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2009. DirektoratJendral Perkebunan. Departemen Pertanian. 17 p

    Ditjenbun. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011. DirektoratJendral Perkebunan. Departemen Pertanian.

    Emmyzar dan Y. Ferry. 2004. Pola budidaya untuk peningkatan produktivitasdan mutu minyak nilam. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah

  • 7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)

    14/14

    147Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

    dan Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan.Hal 52-61.

    Gittingger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi keDua. Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. 579 p.

    Indrawanto, C. dan M. Syakir. 2008. Analisa usahatani nilam. Bahanseminar rutin Balittro, April 2008. 9 p (tidak dipublikasikan)

    Kadariah, L.K. dan Gray. 1988. Pengantar Evaluasi Proyek. Analisa EkonomisEdisi Kedua. LPFE - UI. Jakarta. 122 p.

    Krismawati, A. 2005. Nilam dan potensi pengembangannya, Kalteng JadikanKomoditas Rintisan. Sinar Tani No 3083 Tahun XXXV.

    Krismawati, A. dan A. Bherman, 2006. Kajian Penerapan Teknologi

    Usahatani Nilam (Pogostemon cablin Benth) di Lahan KeringKalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian. Balitbang Pertanian. 9:160-171

    Mile, Y., N. Mindawati dan S. Prajadinata. 1991. Kemungkinan peningkatanproduktivitas lahan dengan menggunakan kompos organik dalammenunjang keberhasilan HTI. Majalah Kehutanan Indonesia. No 5 :12-17.

    Nuryani, Y., Hobir dan D. Seswita. 2004. keragaan potensi produksi, kadar

    dan mutu minyak empat nomor harapan nilam di berbagai lokasi.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan TeknologiTanaman Rempah dan Obat 16: 4651.

    Sagala, F.C. 2009. Prospek Pengembangan Nilam di Desa Tanjung MeriahKecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Barat. 80 p.

    Soekartawi. 2002. Analisis usahatani. Universitas Indonesia Press. Hal 85-87.

    Soetrisno. 1982. Dasar-Dasar Evaluasi Proyek (Dasar-dasar PerhitunganTeori dan Studi Kasus). Fakultas Ekonomi UGM. Andi Offset.

    Yokyakarta, 1982: 231-24

    Sudaryani, T dan E. Sugiharti. 1991. Budidaya dan penyulingan nilam.Penebar Swadaya. Jakarta. 69 Hal.

    Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta.124 p.

    Trisilawati, O. 2002. Peranan kapur dan pupuk organik terhadappertumbuhan dan produksi nilam pada tanah latosol. ProsidingSimposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik 13 Hal.