Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
-
Upload
iwan-nusantara -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
1/14
134 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
KELAYAKAN USAHATANI DAN AGROINDUSTRI NILAM
Ermiati1)dan Chandra Indrawanto2)
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika
1)
Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111
Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain2)Jln. Bethesda II, Mapanget, Manado 1004
I. PENDAHULUAN
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu
tanaman penghasil atsiri yang menyumbang devisa lebih dari 50% dari total
ekspor minyak atsiri Indonesia. Minyak nilam tidak dapat digantikan oleh
produk sintetis dan Indonesia merupakan pemasok minyak nilam utama
dalam perdagangan dunia dengan kontribusi sekitar 90%. Laju
perkembangan kebutuhan minyak nilam relatif tidak tinggi, tetapi secara
konsisten kebutuhan dunia menunjukkan peningkatan. Ekspor minyak nilam
Indonesia tahun 2002 tercatat sebesar 1.295 ton dengan nilai US 22,5 juta
dolar dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 4.984 ton dengan nilai 49, 5
juta dolar (Ditjenbun 2009). Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia
merupakan perkebunan rakyat yang melibatkan lebih dari 65.651 kepala
keluarga petani (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007; Ditjebun 2011).
Harga minyak nilam di pasar lokal berkisar Rp 200.000-250 000,- per
kg. Importir minyak nilam terbesar di dunia adalah Amerika Serikat (lebih
dari 200 ton/tahun), disusul lima negara Eropa, masing Inggris (45-60
ton/tahun), Perancis, Swiss (40-50 ton/tahun), Jerman (35-40 ton/tahun)
dan Belanda (30 ton/tahun) (http://arsip.pontianakpost.com dalam Sagala
2009). Produk minyak nilam dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik,
antiseptik dan insektisida, saat ini juga berkembang pemanfaatan nilam
sebagai bagian dari aromaterapi.
Sampai tahun 2009 sentra produksi nilam di Indonesia, terdapat
di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera
Selatan, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur dengan
http://arsip.pontianakpost.com/http://arsip.pontianakpost.com/ -
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
2/14
135Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
total luas perkebunan 24.535 ha, luas panen 17.447 ha dengan produksi
sebanyak 2.779 ton. Pada tahun 2011 mencapai 24 718 ha dengan luas
panen 18.089 ha dan produksi 3,872 ton. Tetapi produktivitas nilam tersebut
masih tergolong rendah, hasilnya rata-rata hanya 214 kg per ha per tahun
dengan kadar minyak 1-2 % dari bahan kering (Ditjenbun 2009 dan 2011;
Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007).
Rendahnya produktivitas dan mutu minyak atsiri antara lain
disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang
masih sederhana, gangguan hama penyakit serta pemanenan dan pasca
panen yang belum tepat. Ada tiga jenis nilam di Indonesia, yaitu nilam aceh
(Pogostemon cablinBenth), nilam jawa (Pogostemon heyneanus Benth) dan
nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer). Akan tetapi yang umum
dibudidayakan adalah nilam aceh karena kadar minyaknya cukup tinggi,
yaitu lebih dari 2%, disamping itu kualitas minyaknya juga lebih baik
dibanding nilam lain (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007). Pada tahun
2005 Balittro telah melepas 3 varietas unggul nilam, yaitu varietas
Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan yang semuanya dari jenis nilam
aceh.
Penggunaan varietas unggul yang tepat, disertai dengan teknik
budidaya yang baik, penanganan pasca panen dan pengolahan bahan yang
sesuai, akan menghasilkan produksi minyak yang tinggi.
Teknologi budidaya dan pascapanen telah tersedia, namun teknologi
tersebut belum semuanya diadopsi oleh petani, mengingat proses alih
teknologi kepada petani memerlukan investasi yang tinggi, karena
keterbatasan modal, petani belum mampu mengadopsi seluruh teknologi
tersebut. Tulisan ini menyampaikan informasi tentang kelayakan usahatani
dan agro industri penyulingan nilam.
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
3/14
136 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
II. KELAYAKAN USAHATANI
Petani sebagai pelaksana mengharapkan produksi usahataninya besar
agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itu petani
menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk
mendapatkan produksi yang diharapkan. Suatu usahatani dikatakan berhasil
apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga
modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana
produksi yang lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah
2006)
A.
Analisis kelayakan finansial usahatani 3 varietas unggulnilam (Lhoseumawea, Tapak Tuan dan Sidikalang).
Hasil penelitian Indrawanto dan Syakir (2008), kelayakan finansial
usahatani nilam varietas unggul Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang
dengan skala produksi 1 ha, periode analysis 2 tahun (4 kali panen),
discount factor 12% per tahun, harga terna kering Rp 3 000,-/kg
(perbandingan bobot kering dengan basah 1:4), produksi terna, kadar
minyak dan produksi minyak per kg per ha per tahun untuk masing-masing
varietas (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Produksi terna, kadar dan produksi minyak per kg per per tahun
tiga varietas nilam
VarietasProduksi terna
(kg kering/ha/thn)
Kadarminyak
(%)
Produksi minyak(kg.ha/tahun)
Lhokseumawe 11,087 3,21 356Tapak Tuan 13,237 2.83 376
Sudikalang 10,902 2,89 315
Sumber:Indrawanto dan Syakir (2008)
B. Analisa Data
Untuk mengetahui kelayakan usahatani masing-masing varietas
dianalisis melalui pendekatan analisis Benefit Cost Ratio (B/C), Net Present
Value (NPV) dan Internal Rate Of Return (IRR) (Gittinger 1986; Kadariah et
al. 1988; Soetrisno 1982) dengan persamaan sebagai berikut:
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
4/14
137Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
B.1. Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara benefit
(penerimaan) dengan cost(pengeluaran):
NPV =
n
i
tiCtBt
1 )1(
Kriteria NPV, yaitu
(1). NPV > 0, berarti usahatani layak
(2). NPV < 0, berarti usahatani tidak layak
(3). NPV = 0, berarti tambahan manfaat yang diterima sama dengan
tambahan biaya yang dikeluarkan
B.2. Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C rasio)
Merupakan perbandingan antara benefit bersih dengan biaya bersih.
Net B/C rasio =
n
t
t
n
t
t
i
Ct
i
Bt
1
1
)1(
)1(
Kriteria Net B/C Ratio, yaitu:
(1). Net B/C Rasio > 1, berarti usahatani menguntungkan
(2). Net B/C Rasio < 1, berarti usahatani tidak menguntungkan
(3). Net B/C Rasio = 1, berati usahatani pada kondisi impas
(penerimaan = pengeluaran), atau terjadinya
Break Event Point(BEP)
B.3. Internal Rate of Return (IRR), yaitu:
Menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu
returns atau tingkat keuntungan yang akan dicapainya. IRR ini sebagai
pedoman tingkat bunga bank (i) yang berlaku, walaupun sebetulnya bukan
i, tetapi IRR akan selalu mendekati besarnya itersebut:
IRR = )( '''
'''
,ii
NPVNPV
NPVi
Kriteria IRR, yaitu/Criteria of IRR, namely:
(1) IRR > Sosial Discount Rate, berarti usahatani layak(2) IRR < Sosial Discount Rate, berarti usahatani tidak layak
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
5/14
138 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Keterangan:
Bt = penerimaan tahun ke tCt = pengeluaran tahun ke t
I = tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif/I = tingkat bunga yang menghasilkan NPV negetif/
NPV = NPV positifNPV = NPV negatifNPV + NPV= merupakan penjumlahan mutlak
C. Analisis
Hasil analisis diketahui bahwa usahatani ke tiga varietas unggul
nilam tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Hal ini
ditunjukkan oleh kriteria NPV masing-masing vatietas tersebut positif, IRR
diatas tingkat suku bunga bank yang berlaku (12%/ tahun) dan B/C Rasio
masing-masing > 1 (Tabel 2).
Dari ke tiga varietas unggul yang ada, ditinjau dari segi poduksi
varietas nilam Tapak Tuan memberikan keuntungan lebih tinggi karenaproduksinya lebih tinggi dari dua varietas lainnya (Tabel 2).
Tabel 2. Kalayakan usahatani tiga varietas unggul nilam asal Balittro
ParameterVarietas
Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang
Produksi terna kerning/ha/tahun (kg) 11.087 13.278 10.902
Harga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000
NPV 28.593.027 40.269.140 27.607.139
IRR (%) 9,46 11,84 9,24
B/C Ratio 2,44 3,03 2,39
Harga BEP (Rp/kg) 1.550 1.300 1.575
Produksi BEP (kg/ha) 5.740 kg terna kering per tahun
Sumber: Indrawanto danSyakir (2008)
C.1. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Minyak Nilam
Dengan volume ketel 2.000 liter, kapasitas berjalan dua kali suling per
hari selama 25 hari kerja. Biaya investasi Rp 168 juta, modal kerja Rp 68
juta dan lama usaha 20 tahun, discount factor12%/tahun dan harga terna
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
6/14
139Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Rp 3.000/kg kering. Hasil analisis menunjukkan, agroindustri penyulingan
minyak nilam dari ke tiga varietas unggul yang ada, ke tiga-tiganya
menguntungkan dan layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria NPV
masing-masingnya positif, IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank
yang berlaku (12%/tahun) dan B/C Rasio > 1. Varietas unggul nilam yang
memberikan keuntungan paling tinggi, yaitu varietas Lhokseumawe karena
kadar minyaknya lebih tinggi dari ke dua varietas lainnya (Tabel 3).
Tabel 3. Kelayakan agroindustri penyulingan minyak nilam dari tiga varietasunggul nilam
ParameterVarietas
Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang
Harga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000
Luas pertanaman nilam (ha) 11 9 11
Rendemen (%) 3.21 2,83 2,89
Produksi minyak per tahun (kg) 3.915 3.419 3.466
Harga minyak (Rp/kg) 200.000 200.000 200.000
NPV 958.560.364 328.748.795 420.141.938
IRR (%) 90 40 47
B/C 6,71 2,96 3,50
Sumber: Indrawanto dan Syakir (2008)
C.2. Analisis Sensitifitas:
Hasil analisis sensitifitas harga menunjukkan bahwa jika produktifitas
minyak masing-masing varietas tetap (Tabel 4), maka kondisi BEP usaha
agroindustri penyulingan minyak nilam terjadi jika harga minyak nilam untuk
masing-masing varietas (Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang) turun
menjadi Rp 163.500,-, Rp 185.500,-, Rp 182.000,- per kg. Begitu juga
rendemen BEP masing-masing 2,63%. Jika harga minyak nilam yang
berlaku dan rendemen berada di bawah masing-masing angka tersebut,
maka usaha agroindustri penyulingan minyak masing-masing varietas akan
mengalami kerugian (Tabel 4)
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
7/14
140 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Tabel 4. Analisis sensitivitas tiga varietas unggul nilam
ParameterVarietas Unggul
Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang
Harga minyak BEP (Rp/kg) 163.500 185.500 182.000Rendemen BEP (%) 2,63 2.63 2.63
HPP (Rp/kg) 134.576 152.670 149,519
Nilam varietas Tapak Tuan dengan keunggulan produktivitas terna
yang tinggi memberikan keuntungan usahatani tertinggi. Nilam varietas
Lhokseumawe dengan tingkat rendemen minyak yang tinggi memberikan
keuntungan agroindustri penyulingan minyak yang tertinggi. Keunggulan
produktivitas terna varietas Tapak Tuan dan keunggulan tingkat rendemen
varietas Lhokseumawe tidak akan berarti jika ancaman penyakit layu bakteri
dan nematoda cukup tinggi. Nilam varietas Sidikalang merupakan pilihan
tepat untuk kondisi ini.
C.2.1. Kelayakan usahatani nilam teknologi introduksi dan polapetani di lahan kering Kalimantan Tengah
Pegembangan usahatani lahan kering di Kalimantan Tengah yang
bertumpu hanya pada tanaman pangan saja, agak sulit memenuhi
kebutuhan petani akan pangan sehingga perlu diusahakan tanaman
perkebunan antara lain nilam. Pengembangan tanaman nilam dapat ditanam
secara monokulktur atau multiple cropping. Sebagian besar petani di
Kalimantan Tengah membudidayakan nilam secara monokultur danintercropping dengan tanaman terong, kacang panjang, cabe, semangka
dan kelapa sawit untuk efisiensi lahan, diversivikasi komoditas, kesuburan
lahan maupun pengendalian hama dan penyakit (Krismawati et al. 2005).
Penanaman nilam pada umumnya diusahakan dengan budidaya
sederhana dan semi intensif yang pada lahan pekarangan dan lahan
usahatani seluas 0,25-1,0 ha. Lahan yang baru dibuka langsung ditanami
nilam dan hanya untuk selama satu tahun dengan panen 1-2 kali, karenakadar Patchouli Alkohol (PA) yang merupakan salah satu kualifikasi mutu
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
8/14
141Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
untuk minyak nilam semakin menurun karena kekurangan air pada musim
kemarau dan tanah yang kurang subur. Produktivitas terna kering di tingkat
petani masih rendah, yaitu 1-1,5 ton/ha/tahun. Produktiviats ini masih bisa
ditingkatkan dengan menggunakan varietas unggul, penanaman nilam pada
daerah yang sesuai, pemberian pupuk serta pengendalian hama dan
penyakit (Krismawati et al.2006).
Pembinaan terhadap petani nilam di Kabupaten Kotawaringin Timur
dilakukan mulai tahun 2001. Pada tahun 2003 Disbun Tk I Kalimantan
Tengah dan Disbun Tk II Kabupaten Kotawaringin Timur melaksanakan
program Pengembangan Komoditas Rintisannilam seluas tujuh ha di lahan
transmigrasi Parenggean UPT J II di jalur 4 dan pada tahun 2003 dan 2004
memberikan bantuan alat penyuling minyak nilam dengan kapasitas 350 kg
dan 50 kg terna kering (Krismawati et al. 2005).
Pengadaan alat suling ini menambah semangat petani menanam
nilam dengan memanfaatkan lahan yang cukup luas, mengingat produksinya
dalam bentuk minyak, mempunyai harga cukup tinggi. Semakin
bertambahnya luas pertanaman nilam menunjukkan bahwa tanaman
tersebut diminati oleh petani di Kalimantan Tengah, karena mempunyai
prospek dan peluang pasar cukup tinggi. Perbedaan dan penerapan
teknologi usahatani nilam dengan teknologi introduksi dan pola petani, di
Kalimantan Tengah (Tabel 5).
Tabel 5. Perbedaan dan Penerapan Teknologi Introduksi dan Pola Petani,di Desa Tanah Putih Darat Kec. Kota Besi Kabupaten KotawaringinTimur, MT 2004-2005
Komponen
TekonologiPola Petani Teknologi Introduksi
Varietas Aceh Sidikalang
Pembibitan Polibag berisi media tanam berupacampuran tanah + pukan yang sudahmatang (1:1)
Polibag berisi media tanamcampuran tanah + pukanyang sudah matang (1:2)
Pengolahan tanah Dilakukan dengan system Tanpa OlahTanah (TOT) dengan menggunakanherbisida sebanyak 2l/ha
Dilakukan dengan sistemTanpa Olah Tanah (TOT)dengan menggunakanherbisida sebanyak 4 l/ha
Pola tanam Monokultur, Intercopping; nilam-
cabe; nilam terong; nilam kacangpanjang; nilam semangka; nilam-ubikayu; nilam-kelapa sawit
Monokultur
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
9/14
142 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Tabel 5. Lanjutan
Komponen
Tekonologi
Pola Petani Teknologi Introduksi
Pengapuran Tanpa kapur Kapur 3. 500 kg/ ha 2minggu sebelum tanam (350gram/lubang)
Jarak tanam 100 cm x 100 cm, 1 bibit/lubang (20cm x 20 cm x 20 cm)
100 cm x 100 cm, 1bibit/lubang (30 cm x 30 cm x30 cm)
Pupuk organik Kompos 100 gram/lubang Kompos 500 gram/lubang
Pupuk an organik Urea = 100 kg/haSP-36 = 50 kg/ha
KCL = 70 kg/ha
Urea = 280 kg/haSp-36 = 70 kg/ha
KCl = 140 kg/haPengendalian OPT Sanitasi dan eradikasi kurang
diperhatikanSanitasi & eradikasi dilakukansejak di pembibitan hinggapanen. Memperbaiki drainasepada waktu curah hujan
tinggi. Mengunakan pestisidauntuk mencegah penularan.
Pasca
panen/Prosesing
Dijemur 1 hari @ 6 jam
Dan penyulingan selama 5 jam
Dijemur 2 hari @ 7 jam
Lama penyulingan 7 jam
Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)
C.2.2. Analisa Data
Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dilakukan dengan
metode finansial:
- R/C yaitu imbangan penerimaan dan biaya,
- B/C yaitu imbangan keuntungan dan biaya serta
- MBCR yaitu ditujukan untuk melihat produksi dan pendapatan
yang diterima petani sebelum dan sesudah pengkajian (before
and after) (Kadariah 1988; Soekartawi 2002).
Cara perhitungan R/C, B/C dan MBCR adalah sebagai berikut :
total penerimaanR/C = --------------------
total biaya
keuntunganB/C = --------------
total biaya
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
10/14
143Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
penerimaan introduksi - pola petaniMBCR = ------------------------------------------
pengeluaran introduksi - pola petani
Untuk mengetahui kelayakan dari usahatani nilam digunakan
beberapa indikator kelayakan
Yaitu (Soetrisno 1981; Gittinger 1986).
- Net Present Value (NPV), dan
- Net Benefit Cost Ratio (Net B/C rasio)
III. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bobot terna basah, bobot terna
kering dan poduksi minyak melalui penerapan teknologi introduksi relatiflebih tinggi dibandingkan teknologi di tingkat petani (pola petani) (Tabel 6).
Produksi tanaman nilam tergantung sekali pada varietas yang ditanam,
keadaan tanah, dan pertumbuhan tanaman. Menurut Nuryani et al. (2004),
salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan mutu minyak nilam
adalah melalui perbaikan bahan genetik.
Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan yang
diperlukan untuk meningkatkan produksi terna, mutu minyak nilam, dan
untuk mempertahankan atau mengembalikan kesuburan tanah.
Pertumbuhan tanaman yang optimal dapat diperoleh melalui pemupukan,
guna memenuhi kebutuhan hara tanaman selama pertumbuhannya.
Pemupukan pada tanaman nilam selain menggunakan pupuk anorganik
(seperti pupuk Urea, SP- 36 dan KCl), juga menggunakan pupuk organic
(Mile et al. 1991).
Tabel 6. Bobot Terna Basah, Bobot Terna Kering, Produktivitas Minyak dan
Kadar Patchouli Alkohol (PA) dengan Penerapan TeknologiIntroduksi dan Pola Petani Perlakuan
ParameterPerlakuan
TeknologiIntroduksi
Pola Petani
Bobot terna basah (ton/ha) 15,50 8,50
Bobot terna kering (ton.ha) 3,50 2,00
Produktivitas minyak (kg/ha) 117,60 54,50
Kadar Patchouli Alkohol (PA) 32,64 24,67
Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
11/14
144 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Pemberian dosis NPK adalah 14 gram/tanaman atau 280 kg/ha
(Trisilawati 2002). Pemupukan sangat penting untuk diperhatikan, karena
hasil yang diharapkan dari tanaman nilam adalah terna terutama daun. Oleh
sebab itu faktor kesuburan merupakan suatu hal yang perlu diusahakan,
agar pertumbuhan vegetatif tanaman dapat semaksimal mungkin.
Pemberian pupuk anorganik mampu menyediakan unsur hara lebih cepat
dan dalam jumlah yang lebih besar.
Produksi yang baik dapat mencapai 15-20 ton daun basah atau 5 ton
daun kering per ha dengan rendemen minyak 2,5-4% sehingga produksi
minyak mencapai 100-200 kg/ha/tahun (Emmyzar dan Ferry 2004).
Budidaya yang sederhana dan kurang intensif serta bibit yang kurang baik
mutunya menyebabkan produktivitas nilam menjadi rendah, yaitu sekitar 2
ton terna nilam kering/ha/tahun (Sudaryani dan Sugiharti 1991).
Tabel 7. Analisis usahatani nilam seluas 1 hektar/1 kali panen di DesaTanah Putih Darat, Kec Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur,musim tanam 2004 - 2005
Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
12/14
145Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Produk olahan dari terna nilam adalah minyak nilam, dengan
tersedianya beberapa unit penyulingan minyak nilam dilokasi penelitian
maka petani mengolah sendiri terna nilam menjadi minyak. Panen nilam
dilakukan pada umur 6 - 9 bulan, biasa dilakukan dua kali panen, akan
tetapi panen kedua jarang dilakukan karena kadar Patchouli Alkohol (PA)
pada panen kedua menurun. Hai ini disebabkan tanah yang kurang subur
dan kekurangan air pada musim kemarau dan hasilnya hanya 30% dari
hasil panen pertama. Oleh karena itu penerimaan yang diperhitungkan
dalam penerimaan tunai diasumsikan bahwa petani hanya satu kali panen.
Analisis finansial usahatani menunjukkan penerapan teknologi
introduksi memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pola petani. Bobot terna kering dengan penerapan teknologi introduksi
(petani kooperator) dapat mencapai 3,5 ton/ha/1 kali panen dengan
penerimaan sebesar Rp.21.168.000,-, sedang pola petani (petani non
kooperator) memperoleh 2,0 ton/ha/1 kali panen dengan penerimaan hanya
sebesar Rp.8.175.000,- (Tabel 7). Demikian pula produktivitas minyak nilam
petani kooperator dapat mencapai rata-rata 117,60 kg/ha/1 kali panen,
sedang petani non kooperator rata-rata hanya mencapai 54,50 kg/ha/1 kali
panen atau terjadi peningkatan sebesar 2,16 kali kali lipat dari produktivitas
pola petani (Tabel 7). Begitu juga dengan keuntungan yang diperoleh oleh
petani kooperartor (tekonologi introduksi) lebih tinggi (Rp. 11.043.875,-)
atau meningkat 326% dibanding pola petani yang hanya sebesar
Rp 3.500.000,-/ha/panen .
Pola usahatani, baik pola petani maupun penerapan teknologi
introduksi secara finansial sama-sama layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan
oleh kriteria kelayakan NPV positif dan B/C rasio >1. Namun usahatani
dengan teknologi introduksi lebih menguntungkan dengan NPV Rp
9.086.910,-, dan Net B/C rasio 1,95 serta MBCR 2,38. Sedangkan NPV pada
pola petani hanya sebesar Rp 2.487.450,- dengan B/C rasio 1,53 (Tabel 7).
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
13/14
146 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
IV. PENUTUP
Aplikasi penerapan teknologi dengan penggunaan varietas unggul,
pupuk anorganik dan organik, akan meningkatkan produktivitas terna dan
mutu minyak nilam. Untuk meningkatkan produksi diperlukan budidaya
intensif, sejak dari pemilihan bibit sampai ke panen dan penanganan pasca
panen
Produktivitas minyak dengan penerapan teknologi introduksi mencapai
117,60 kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol(PA) 32,64, sedang pada pola
petani hanya sebesar 54,50kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol (PA)
24,67.
Penerapan paket teknologi usahatani nilam di lahan kering mampu
meningkatkan tambahan keuntungan usahatatani mencapai 326% dengan
NPV= Rp9.086.910,-R/C = 2,09, Net B/C = 1,95, MBCR = 2,38. Sedang
pada pola petani keuntungan usahatani R/C = 1,75, B/C = 0,75, Net B/C =
1,53 dan NPV Rp.2.487.450,-
Untuk kelancaran penerapan inovasi teknologi, diperlukan dukungan
sarana produksi di sekitar lokasi usahatani dengan harga yang terjangkaudisertai pendampingan dan monitoring secara berkala.
Kelembagaan tani dan kelembagaan usaha bersama perlu dibangun,
agar memperkuat dan memantapkan eksistensi petani nilam. Penguatan dan
pemberdayaan kelembagaan petani sangat diperlukan untuk pengembangan
nilam di Kalimantan Tengah
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2007. KP-3, Penunjang PermodalanPertanian. Agribisnis Indonesia Vol. 36. Direktorat Jenderal BinaProduksi Peternakan. Departemen Pertanian: 51-52.
Ditjenbun. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2009. DirektoratJendral Perkebunan. Departemen Pertanian. 17 p
Ditjenbun. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011. DirektoratJendral Perkebunan. Departemen Pertanian.
Emmyzar dan Y. Ferry. 2004. Pola budidaya untuk peningkatan produktivitasdan mutu minyak nilam. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah
-
7/24/2019 Kelayakan Usahatani Dan Agroindustri Nilam (1)
14/14
147Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
dan Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan.Hal 52-61.
Gittingger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi keDua. Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. 579 p.
Indrawanto, C. dan M. Syakir. 2008. Analisa usahatani nilam. Bahanseminar rutin Balittro, April 2008. 9 p (tidak dipublikasikan)
Kadariah, L.K. dan Gray. 1988. Pengantar Evaluasi Proyek. Analisa EkonomisEdisi Kedua. LPFE - UI. Jakarta. 122 p.
Krismawati, A. 2005. Nilam dan potensi pengembangannya, Kalteng JadikanKomoditas Rintisan. Sinar Tani No 3083 Tahun XXXV.
Krismawati, A. dan A. Bherman, 2006. Kajian Penerapan Teknologi
Usahatani Nilam (Pogostemon cablin Benth) di Lahan KeringKalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian. Balitbang Pertanian. 9:160-171
Mile, Y., N. Mindawati dan S. Prajadinata. 1991. Kemungkinan peningkatanproduktivitas lahan dengan menggunakan kompos organik dalammenunjang keberhasilan HTI. Majalah Kehutanan Indonesia. No 5 :12-17.
Nuryani, Y., Hobir dan D. Seswita. 2004. keragaan potensi produksi, kadar
dan mutu minyak empat nomor harapan nilam di berbagai lokasi.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan TeknologiTanaman Rempah dan Obat 16: 4651.
Sagala, F.C. 2009. Prospek Pengembangan Nilam di Desa Tanjung MeriahKecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Barat. 80 p.
Soekartawi. 2002. Analisis usahatani. Universitas Indonesia Press. Hal 85-87.
Soetrisno. 1982. Dasar-Dasar Evaluasi Proyek (Dasar-dasar PerhitunganTeori dan Studi Kasus). Fakultas Ekonomi UGM. Andi Offset.
Yokyakarta, 1982: 231-24
Sudaryani, T dan E. Sugiharti. 1991. Budidaya dan penyulingan nilam.Penebar Swadaya. Jakarta. 69 Hal.
Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta.124 p.
Trisilawati, O. 2002. Peranan kapur dan pupuk organik terhadappertumbuhan dan produksi nilam pada tanah latosol. ProsidingSimposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik 13 Hal.