Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi 2.1.1 Oklusi Normal Oklusi adalah kontak antara gigi-gigi yang berantagonis dan mengacu pada peristiwa (momen) dan tempat terjadinya kontak, bukan pada gigi-giginya sendiri. Semua posisi oklusi adalah peristiwa berkontaknya gigi dari satu rangkaian gerakan mandibula. Istilah artikulasi di gunakan untuk kontak yang terjadi antara gigi-gigi ketika mandibula bergerak (Thompson, 2007). Pada gigi-geligi yang dianggap normal, semua gigi berkontak dengan gigi antagonisnya melalui tonjol, fosa, lingir marginal gigi posterior dan melalui tepi incisal serta permukaan lingual gigi anterior. Batasan normal ini hanya berlaku untuk 60% gigi-geligi dan istilah oklusi interkuspa berarti kontak maksimal yang mungkin diperoleh oleh gigi-gigi yang berantagonis. Jadi pada kasus gigitan terbuka anterior , kontak yang terjadi hanyalah gigi-gigi molar yang saling berhadapan pada oklusi interkuspa. Demikian pula, pada gigitan terbuka posterior, yang berkontak hanya gigi-gigi insisivus. Posisi mandibula, ketika gigi- geligi berada pada oklusi interkuspa, disebut posisi interkuspa (IP) dan mandibula berada pada relasi interkuspa terhadap maksila (Thompson, 2007).

Transcript of Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

Page 1: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oklusi

2.1.1 Oklusi Normal

Oklusi adalah kontak antara gigi-gigi yang berantagonis dan mengacu pada

peristiwa (momen) dan tempat terjadinya kontak, bukan pada gigi-giginya sendiri.

Semua posisi oklusi adalah peristiwa berkontaknya gigi dari satu rangkaian gerakan

mandibula. Istilah artikulasi di gunakan untuk kontak yang terjadi antara gigi-gigi

ketika mandibula bergerak (Thompson, 2007).

Pada gigi-geligi yang dianggap normal, semua gigi berkontak dengan gigi

antagonisnya melalui tonjol, fosa, lingir marginal gigi posterior dan melalui tepi

incisal serta permukaan lingual gigi anterior. Batasan normal ini hanya berlaku untuk

60% gigi-geligi dan istilah oklusi interkuspa berarti kontak maksimal yang mungkin

diperoleh oleh gigi-gigi yang berantagonis. Jadi pada kasus gigitan terbuka anterior ,

kontak yang terjadi hanyalah gigi-gigi molar yang saling berhadapan pada oklusi

interkuspa. Demikian pula, pada gigitan terbuka posterior, yang berkontak hanya

gigi-gigi insisivus. Posisi mandibula, ketika gigi-geligi berada pada oklusi interkuspa,

disebut posisi interkuspa (IP) dan mandibula berada pada relasi interkuspa terhadap

maksila (Thompson, 2007).

Oklusi dikatakan normal jika susunan gigi didalam lengkung teratur dengan

baik, kontak proksimal dan marginal ridge baik, kurva Spee yang ideal, hubungan

serasi antara gigi geligi rahang atas dan bawah, gigi dan tulang rahang terhadap

tulang kranium dan otot di sekitarnya. Jadi, pada oklusi normal, akan tercapai

hubungan yang baik antara gigi geligi, otot, dan sendi TMJ sehingga tercapainya

efisiensi mastikasi yang baik (Thompson, 2007).

Pada oklusi normal, ketika gigi berkontak maka terdapat interdigitasi

maksimal serta overbite dan overjet yang minimal. Cusp mesio-bukal M1 RA berada

di groove mesio-bukal M1 RB dan cusp disto-bukal M1 RA berada dicelah antara M1

dan M2 RB dan seluruh jaringan periodontal secara harmonis dengan kepala dan

wajah. Apabila terjadi perubahan terhadap oklusi normal seperti yang terjadi pada

Page 2: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

kondisi kehilangan gigi, destruksi substansi gigi, migrasi gigi maka sebagai akibatnya

antara lain maloklusi (Thompson, 2007).

Oklusi Sentrik adalah istilah lain oklusi interkuspa dan menunjukkan gigi-

geligi atau mandibula terletak sentral pada oklusi. Ini bukanlah istilah deskriptif untuk

gigi-geligi atau mandibula dan tidak satupun dari keduanya yang dapat dianggap

berada pada posisi atau relasi sentral. Oklusi interkuspa mengindikasikan oklusi

maksimal tanpa bergantung posisi gigi-geligi atau mandibula (Thompson, 2007).

Fungsi oklusal diartikan sebagai kontak antar gigi-geligi dan antara gigi

dengan makanan selama peristiwa mastikasi dan penelanan. Istilah parafungsi (fungsi

yang keliru atau tidak teratur) juga berarti kontak antar gigi-gigi yang berantagonis

tetapi dalam keadaan mulut kosong (Thompson, 2007).

Posisi oklusal dan gerak artikular adalah produk aktivitas otot, kontur gigi-

gigi dan fungsi sendi mandibula. Daya yang bekerja pada gigi-geligi berasal dari otot

melalui media makanan, benda-benda asing atau gigi antagonis (Thompson, 2007).

Disfungsi pada sistem mastikasi didefinisikan sebagai gerak fungsional

mandibula yang menimbulkan kelainan atau gangguan dari sistem (Thompson, 2007).

2.1.2 Gangguan dan Kelainan Oklusi

Sejak gigi erupsi, permukaan oklusal dan jaringan pendukungnya berubah

baik karena karies, penyakit periodontium, dan keausan. Bentuk gigi, tulang

pendukungnya dan ruang di antara gigi sudah lebih dahulu ditentukan secara genetic

dan factor factor ini tidak selalu memberikan fungsi yang optimal. Pada umunya

tedapat fenomena adaptasi untuk memperoleh fungsi yang terbaik namun fenomena

ini tidak selalu memadai bagi kesehatan sistem mastikasi. Berlandaskan pada

penyakit , perubahan, dan adaptasi inilah berbagai macam gangguan dan kelainan

akan dibahas di bawah ini (Thompson, 2007).

Ada perbedaan yang tipis antara istilah “gangguan (disturbance), “ kelainan”

(disorder), dan “penyakit” (disease) dan mungkin terlalu ilmiah untuk membedakan

istilah tersebut. Namun, dengan mempertimbangkan efek fungsi pada sistem

mastikasi, perbedaan perlu dilakukan agar mampu memilah antara perubahan atau

gangguan fungsi dengan kerusakan yang mungkin diakibatkannya. Juga perlu

Page 3: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

dibedakan atntara kedua kondisi ini dengan penyakit itu sendiri, yang merupakan

respon patologis terhadap infeksi atau perubahan jaringan (Thompson, 2007).

Definisi kedua istilah yang digunakan pada makalah ini adalah sebagai

berikut:

Gangguan adalah setiap gangguan atau perubahan pada fungsi oklusal sistem

mastikasi. Kelainan adalah respon terhadap gangguan yang menimbulkan perubahan

patologis pada jaringan sistem mastikasi. Gangguan pada sistem mastikasi bisa

berupa gangguan perkembangan atau gangguan fungsional (Thompson, 2007).

2.1.2.1 Gangguan Perkembangan

a. Maloklusi

Ini adalah akibat dari malrelasi antara pertumbuhan dan posisi serta ukuran

gigi. maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I, II, dan III), atau

sebagai relasi normal, pranormal, dan pascanormal. Maloklusi juga bisa dibagi

menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan

maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan

pergerakan gigi tetangga (Thompson, 2007).

Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut :

1. Gigi-gigi sangat berjejal yang mengakibatkan rotasi gigi-gigi indivudual

atau berkembangnya gigi di dalam atau di luar lengkung. Gangguan ini

mengakibatkan interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun gigi-

geligi yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa

mencegah timbulnya gangguan tersebut. Gangguan lain yang diakibatkannya adalah

relasi oklusal yang kurang stabil (tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol terhadap

fosa) dan kelainan gingiva antara gigi-gigi karena tidak memadainya ruang untuk

tempat epitelium interdental (Thompson, 2007).

2. Meningkat atau berkurangnya overlap vertikal atau horizontal yang bisa

mengakibatkan fungsi insisivus yang tidak stabil atau perlunya seal bibir yang adaptif

(Thompson, 2007).

Page 4: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

3. Penyimpangan garis median atas dan bawah yang menandai adanya

interferensi insisivus atau interfernsi tonjol pada segmen posterior (Thompson, 2007).

Gangguan-gangguan ini sering menerima perawatan ortodonti di saat remaja.

Akan tetapi, adaklanya perawatan ini mengakibatkan relasi tonjol posterior yang tidak

stabil, dan dianjurkan untuk melakukan analisis oklusal agar stabilitas segmen

posterior dalam keadaan berfungsi bisa dijamin.

b. Kurangnya Perkembangan Jaringan Dentoalveolar

Keadaan ini umumnya terlihat pada segmen posterior, uni- atau bilateral, dan

mengakibatkan overclosure mandibula, jika bilateral, dan kurangnya oklusi

fungsional unilateral jika terbatas pada satu sisi. Kondisi ini menimbulkan gigitan

terbuka (open bite) posterior. Gangguan ini juga bisa terjadi pada segmen anterior

atas sebagai akibat kurangnya pertumbuhan tulang premaksila (Thompson, 2007).

c. Perkembangan Berlebihan

Pertumbuhan tulang yang terlalu besar pada regio kedua kondilus yang sedang

berkembang akan menghasilkan gigitan terbuka anterior atau jika berlebihan,

mandibula yang akromegali. Pertumbuhan terlalu besar ini juga bisa terjadi pada

tulang premaksila (Thompson, 2007).

d. Celah Palatum Dan Defek Terkait

Keadaan ini dan operasi koreksi yang dilakukan untuk memperbaikinya, dapat

menimbulkan berbagai macam masalah ortodonti dan prostodonti (Thompson, 2007).

Respons sistem mastikasi terhadap gangguan perkembangan umumnya

berupa adaptasi. Sewaktu pertumbuhan dan perkembangan tulang dan jaringan

dentoalveolar berlanjut, adaptasi melalui pergerakan gigi dan aktivitas otot akan

berlangsung dan kelainan jeringan terbentuk. Namun hal ini tidak selalu demikian,

dan remaja atau dewasa muda harus senantiasa waspada terhadap tanda-tanda dan

gejala-gejala kelainan yang berasal dari gangguan perkembangan (Thompson, 2007).

Page 5: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

2.1.2.2 Gangguan Fungsional

a. Maloklusi sekunder

Ini adalah posisi gigi yang berubah akibat tanggalnya satu atau beberapa gigi

atau akibat penyakit periodontium. Tanggalnya gigi mengakibatkan migrasi gigi atau

gigi-gigi di dekatnya hanya jika oklusi di antara gigi-gigi ini dan gigi antagonisnya

kurang stabil untuk mencegah terjadinya keadaan tersebut. Beberapa migrasi biasanya

berlangsung sampai diperoleh kembali oklusi yang stabil dan keadaan ini bisa

mengakibatkan timbulnya satu atau beberapa kelainan yang lain. Modotnya gigi-gigi

yang tidak ber¬antagonis pada situasi ini merupakan kejadian yang umum walaupun

bisa dicegah dengan gaya otot lidah atau pipi. Kerusakan jaringan pendukung

periodontium gigi yang tidak memiliki antagonis me¬rupakan efek yang umum dan

bisa berkembang menjadi kelainan Perawatan dengan mengganti gigi yang tanggal

sangat sulit dilakukan. Suatu gangguan yang tidak mungkin di¬rawat secara restoratif

tetapi masih belum menimbulkan. Contoh gigi tidak berantagonis yang bisa

menim¬bulkan kelainan aktivitas otot atau sendi adalah gigi molar terakhir. Pasien ini

mengalami nyeri hebat pada regio sendi kanan yang reda jika molar ketiga kiri

dicabut. Jika ada penyakit periodontium, dengan atau tanpa disertai tanggalnya gigi,

fungsi oklusal bisa mengakibatkan mi¬grasi yang selanjutnya bisa berkembang

menjadi maloklusi sekunder (Thompson, 2007).

b. Fungsi Unilateral Dan Fungsi Yang Berkurang

Gigi-gigi yang tanggal, sakit, atau gigi-gigi yang tajam, kelainan gingiva atau

mukosa bisa menyebabkan mastikasi terbatas hanya pada satu sisi atau bahkan pada

segmen labial. Meskipun demikian, fungsi unilateral pada gigi tiruan lengkap cukup

sering ditemukan sehingga bisa, dianggap normal dan adakalanya disebut sebagai

mastikasi "kidal" atau "normal". Keadaan ini tidak dianggap sebagai faktor

perkembangan karena kedua sendi berhubungan dengan satu tulang. Adaptasi

terhadap fungsi unilateral biasanya sudah cukup untuk mencegah terjadinya kelainan,

tetapi seba¬liknya, restorasi fungsi bilateral sering kali merupakan tindakan

perawatan yang membantu jika timbul sakit pada salah satu atau kedua regio sendi.

Salah satu perluasan dari gangguan ini adalah kurangnya dukungan gigi posterior

Page 6: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

yang umumnya diasosiasikan dengan sindrom disfungsi mandi¬bula. Manifestasi

gangguan ini adalah tanggalnya satu atau beberapa gigi pada segmen bukal; dan

kadang-kadang kerusakan permukaan oklusal sudah cukup menimbulkan nyeri pada

daerah sendi. Pertanyaan yang di¬ajukan kepada Pasien mengenai efisiensi

kemampuan pengunyahannya sering dijawab sebagai: "Saya tidak bisa menggigit"

atau "gigi-gigi saya tidak saling menyentuh." Berkurangnya fungsi mastikasi

merupakan gangguan yang sering ditemukan dan gangguan ini jarang langsung

me¬nimbulkan kelainan. Sebaliknya, restorasinya kerap bermdnfaatjika gang¬guan

ini telah mengenai otot-otot (Thompson, 2007).

c. Supra dan Infrakontak

Suprakontak antara gigi-gigi yang berantagonis akan timbul jika tumpatan

atau mahkota memiliki kontur yang berlebihan atau telah tereksfoliasi akibat abses

periodontium. Kontak dapat membentuk satu-satunya kontak sindrom disfungsi

mandibula dan mencerminkan adanya respons yang tidak menguntungkan dari otot-

otot terhadap perubahan pola menutup atau mengunyah. Dengan kata lain, keadaan

ini bisa menimbulkan kelainan (Thompson, 2007).

Mengapa gigi yang tanggal tidak menimbulkan gejala seperti tersebut

sedangkan infrakontak bias, masih belum diketahui. Mungkin, proprioseptor di

sekitar gigi yang infraoklusi mneruskan stimulus yang lebih lemah daripada

raangsang yang telah menimbulkan aktifitas otot secara reflex pada kasus tertentu dan

bahwa keadaan ini akan mengubah pola otot secara tidak menguntungkan. Pada gigi

yang tanggal tidak terdapat proprioseptor dan akan diadopsi pola baru yang stabil

(Thompson, 2007).

d. Interfensi Tonjol

Ini adalah kontak anatara sebuah tonjol dan gigi antagonis yang menghalangi

diperolehnya gerak menutup maupun buka mulut (Thompson, 2007).

Penyebab interferensi tonjol adalah :

gigi-gigi yang dalam proses reposisi (sesudah tanggalnya gigi

sebelahnya)

Page 7: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

gigi-gigi yang menjadi goyang karena kerusakan pendukung

periodontiumnya

gigi-gigi yang direstorasi kurang akurat (suprakontak)

gigi yang telah berpindah karena kebiasaan parafungsi

penyusunan gigi yang tidak tepat pada jembatan atau gigi tiruan

(Thompson, 2007).

Efek interferensi tonjol umumnya salah satu dari berikut ini. Pertama,

melalui respons neuromuskular untuk menghindari interfensi agar kenyamanan dan

efesiensi dapat dipertahankan dan ini bisa dicapai melalui aktifitas perpindahan

dimana mandibula mengadopsi posisi interkuspa yang telah berubah ; hal ini

menimbulakan kontak awal yang diikuti dengan pergeseran mandibula. Kedua, gigi

yang bersangkutan mungkin bergeser pada saat kontak meluncur dan kembali ke

posisi semula ketika kontak sudah terlewati. Ketiga, satu atau kedua gigi yang

bersangkutan bisa bergerak keposisi yang baru, jadi bisa menimbulkan kontak

prematur yang diikuti dengan reposisi. Keempat, kebiaasaan menggerenyot

(grinding) dapat timbul untuk menghilangkan interfensi ini dan karena itu,

memperparah apa yang merupakan penyebab interfensi (Thompson, 2007).

Efek total merupakan kombinasi lebih lanjut dari satu respons dan sistem

biasanya bisa beradaptasi tanpa kelainan. Meskipun demikian, respons yang kurang

menguntungkan bisa terjadi pada otot, sendi, rahang, atau jaringan periodontium

(Thompson, 2007).

Interfensi ini tonjol bisa berlangsung selama mastikasi, penelanan, atau

selama aktifitas parafungsi dari clenching, menggerenyot, atau tapping.

Selama mastikasi interfensi tonjol dapat terjadi :

1. Pada sisi kerja ketika mandibula bergerak ke IP. Jika terjadi, interferensi

ini biasanya dihindari dan dilakukan gerak menutup yang lebih langsung

(chopping) ke IP.

2. Pada sisi nonkerja ketika mandibula miring pada bidang koronal dan

menyebabkan respon otot yang tidak menguntungkan.

Page 8: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

3. Selama gerak menutup protrusi antara gigi-gigi insisivus yang saling

berantagonis. Ini umumnya dihindari melalui gerak menutup langsung

walaupun keadaan ini lebih cenderung menimbulkan kebiasaan

parafungsi.

4. Pada gerak langsung menutup langsung habitual ke IP, khususnya selama

menelan, ketika mandibula terdefleksi atau gigi-gigi yang terkena

bergeser.

5. Pada penutupan lengkung retrusi ketika mandibula akan terdefleksi baik

kedepan maupun kesamping, tergantung pada apakah interferensi tersebut uni- atau

bilateral. Jika defleksi ini ke lateral, akan terjadi respons ototo yang kurang

menguntungkan (Thompson, 2007).

Selama interfensi tonjol dapat terjadi parafungsi :

1. Pada sisi kerja atau nonkerja ketika mandibula terdorong meluncur dari

satu sisi ke sisi yang lain yang efeknya dapat membahayakan gigi-gigi

atau otot karena respon reflek protektif cenderung terlampaui.

2. Pada segmen anterior, ketika mandibula terdorong untuk meluncur

kebelakang atau kedepan(Thompson, 2007).

Ada kebanyakan gigi-geligi asli dan beberapa gigi tiruan umumnya terdapat

sedikit artikulasi seimbang, karena adanya perlindungan dari bimbingan anterior.

Gerak meluncur parafungsi biasanya mengakibatkan gaya otot yang mengenai satu

gigi. Oleh karena itu, efek tersebut makin membesar, khususnya jika luncuran itu

menjadi pengerotan. Kebiasaan parafungsi ini biasanya dijumpai pada anak-anak,

khusunya selama tidur, dan interferensi selama tonjol berfungsi baik untuk membawa

gigi keoklusi yang stabil atau menjadi tereposisi seuai dengan perkembangannya.

Selain kebiasaan ini ruang yang tersedia untuk gigi yang sedang berkembang bisa

merupakan penyebab berubahnya relasi gigi. Ketika gigi terdorong keluar dari

lengkung rahang, iterfernsi merupakan akibat umum yang terjadi(Thompson, 2007).

Biasanya interfernsi tonjol selama mastikasi mengakibatkan kontak defleksi

yang berjalan dan timbulnya adaptasi. Selama parafungsi, interferensi akan lebih

Page 9: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

persisten dan lebih kuat sehingga lebih membahayakan. Bahkan kebiasaan menggerot

parafungsi pun bisa menggerakan gigi-gigi yang dan menyebabkan interfensi tonjol

(Thompson, 2007).

e. Perubahan Posisi Interkuspa

Ini adalah IP yang sudah berubah karena interferensi tonjol, keausan atau

tanggalnya gigi geligi. Semua posisi interkuspa umumnya bersifat habitual jika

dihubungkan dengan oklusi pada lengkung retrusi dan ada kecenderungan bagi IP

untuk tetap berubah karena permukaan oklusal dan interproksimal terus mengalami

keausan sepanjang hidup. Dalam kaitannya dengan hal ini rekonstruksi dari gigi

geligi asli bisa dibenarkan karena keausan oklusal dan interproksimal dapat

dihentikan dan peluang untuk memperoleh IP yang stabil meningkat. Defleksi

(pergeseran) mandibula bervariasi dan kadang-kadang hanya kecil saja, dan adaptasi

biasanya cukup memadai untuk mencegah terjadinya respon otot yang tidak

menguntungkan.Walaupun demikian perubahan ini umumnya dikaitkan dengan nyeri

sendi mandibula yang penyebabnya bersumber pada daerah insersi otot pada jaringan

sendi. Diagnosis interverensi tonjol dan IP yang berubah bisa ditentukan dengan

mengamati arah penutupan dan posisi istirahat ke IP habitual dan dari oklusi retrusi

ke IP (Thompson, 2007).

f. Overclosure mandibula

Ini adalah IP yang dicapai ketika arah penutupan dari posisi istirahat melebihi

jarak antar oklusal (3-4 mm). secara matematis dapat diekspresikan sebagai berikut:

RVR + OVR <4 mm. perbedan antara normal dan abnormal tidak tegas dan para

peklinik harus terampil dalam menilai apa yang dianggap abnormal bagi indikasi

perawatan. Banyak metode pengukuran yang bisa digunakan tetapi posisi penting

yang perlu diketahui adalah posisi istirahat endogen (berlawanan dengan habitual),

yang merupakan tempat pengukuran arah penutupan. Untuk memegang insisivus

bawah pada ketinggian yang ditinggikan sering diperlukan suatu overlai insisal

sementara saat pasien akan memberikan respons terhadap analisis “yang lebih baik

atau lebih buruk”. Penapakan tumpang-tindih pada radiograf kondilus akan member

Page 10: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

banyak manfaat ketika melakukan diagnosis. Pada penutupan yang normal terdapat

persitumpangan lineal; pada overclosure kondilus terletak lebih ke distal dalam

hubungannya dengan IP (Thompson, 2007).

Overclosure mandibula bisa bersifat perkembangan atau didapat. Overclosure

perkembangan biasanya dikaitkan dengan relasi rahang kelas II yang perkembangan

jaringan dentoalveolar posteriornya terlambat. Jika overclosure bersifat

perkembangan, adaptasi selama pertumbuhan hampir selalu bisa mencegah terjadinya

respons yang kurang menguntungkan. Walaupun demikian, tanggalnya gigi-gigi akan

meningkatkan overclosure, dan menimbulkan kelainan. Arah gerak kondilus yang

curam dan kenaikan overlap vertical gigi-gigi insisivus atas sering dikaitkan dengan

kondisi ini dan setiap prosedur restorasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati

(Thompson, 2007).

Overclosure dapat terjadi sesudah tanggalnya gigi-gigi posterior dan

mewakili adanya perubahan vertical dari IP. Kelainan yang timbul mencakup rasa

tidak enak karena hilangnya dukungan gigi posterior, lecet atau ulserasi mukosa

palatal atau labial bawah, dan nyeri sendi mandibula (Thompson, 2007).

g. Parafungsi (bruksisme)

Ini adalah suatu gangguan yang perlu dianggap sebagai kondisi klinis

tersendiri, karena timbul tanpa bergantung pada gangguan oklusal atau iritasi mulut

yang lain. Stimulus yang direlai dari pusat otak yang lebih tinggi dapat menyebabkan

hiperaktivitas otot. Jika otot yang terkena adalah otot sistem mastikasi, akibatnya

adalah parafungsi clenching atau grinding dari gigi. Impuls yang mengakibatkan

aktivitas ini dianggap sebagai bentuk dari gangguan emosional atau kecemasan dan

bisa termanifestasikan pada kelompok otot yang lain. Contohnya adalah kepalan

tangan, menghentakan kaki keras kelantai dan aktivitas-aktivitas lain yang sering kali

lebih berbahaya. Teori lain yang bisa diterima adalah bahwa aktifitas yang tidak

relevan terjadi pada regio yang memiliki kelemahan atau efek, seperti pada mulut

dengan interferensi tonjol atau pada punggung yang otot-ototnya mungkin kurang

mampu mendukungnya. Ini mungkin merupakan alasan yang spekulatif namun

terdapat sedikit keraguan bahwa aksi otot akan memberikan “keluaran” untuk

Page 11: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

keadaan emosional semacam rasa tidak puas, frustasi, kemarahan dan kecemasan

(Thompson, 2007).

Adanya iritasi pada rongga mulut merangsang aktivitas-aktivitas tersebut atau

berperan sebagai pemicu timbulnya aktivitas itu melalui sistem umpan balik,

gangguan oklusi dapat memberikan rangsangan seperti itu. Pemakaian gigi tiruan

yang tidak stabil dapat menimbulkan iritasi lain seperti dan efeknya pada gigi tiruan

adalah ketidakstabilan lebih lanjut dan rasa tidak enak. Aktivitas parafungsi sistem

memastikan selama tidur dan tidak mudah dijelaskan kecuali melalui aktivitas dari

sistem ini menjadi penyebab atau membangkitkan aktivitas otot yang tidak relevan,

yang mengakibatkan clenching gigi-gigi. Selain itu, postur pagu pada bantal juga bisa

memperlama regangan dari satu atau beberapa otot, yang menimbulkan stimulus

untuk kontraksi (Thompson, 2007).

h. Atrisi Permukaan Oklusal

Proses ini dimulai segera setelah gigi bererupsi dan bervariasi sesuai dengan

kualitas diet, kebiasaan mengunyah dan kebiasaan parafungsi. Atrisi bisa terjadi

setempat yakni hanya mengenai satu atau dua gigi yang saling beranatagonis atau

menyeluruh pada gigi geligi. Oleh karena itu, perubahan kecil pada posisi interkuspa

ini akan berlangsung berkeseimbangan. Adaptasi terhadap hilangnya dimensi

ventrikal oklusal ini bisa timbul dalam bentuk erupsi lebih lanjut melalui deposit

sementum diatas permukaan akar atau respon neuromuskular terhadap IP yang sudah

berubah. Juga pada pulpa gigi bersangutan memberi respon dengan mendepositkan

dentin sekunder. Gigi tiruan, akrilik dan porselen sama-sama beresiko terkena

gangguan ini (Thompson, 2007).

i. Impaksi Makanan Dan Plunger Cusp

Hal ini merupakan suatu gangguan fungsi dan pada umumnya diasosiakan

dengan berubahnya tit ik kontak anatara dua gigi dan tonjol pendukung antagonis

yang beroklusi pada ruang antara lingir marginal dar gigi-gigi yang terkena. Partikel

makanan dapat terdorong diantara gigi oleh tonjolan tersebut, yang sering kali disebut

sebagai plunger cusp. Perlu diingat bahwa empat dari enam tonjol pendukung dari

Page 12: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

keempat gigi posterior biasanyya beroklusi pada daerah lingirmarginal gigi

antagonisnya dan merupakan plunger cusp yang potensial. Relasi titik kontak bisa

diubah atau aproksimal restorasi yang tidak tepat. Pendalaman col epitelium

interdental juga bisa menimbulkan gangguan ini yang akan terjadi jika makanan

terdorong oleh lidah kedaerah diantara gigi selama gerak menelan. Impaksi makanan

sangat mengganggu dan bisa menimbulkan kelainan pada epitelium interdental

(Thompson, 2007).

j. Gangguan Gigi Tiruan

Gigi tiruan sebagian dan lengkap merupakan subjek dari berbagai gangguan

yang telah ada tetapi responnya jelas terbatas karena tidak adanya akar dan reseptor

periodontium. Kelainan pada mukosa pendukung dapat terjadi tetapi gigi tiruan

untungnya bisa dilepas (Thompson, 2007).

Deskripsi dan diskusi gangguan ini menekankan perlunya ketelitian observasi

dokter dan digunakannya pendekatan konservatif dalam perawatan yang akan bisa

mencegah kelainan yang munkin terjadi. Berkembangnya gangguan menjadi kelainan

ini dapat berkurang sehingga perawatan perlu dilakukan. Sebaliknya perawatan yang

terlalu dini atau berlebihan juga bisa mengakibatkan kelainan dan istillah “iatrogenik”

tidak jarang ditemukan pada bidang kedokteran gigi (Thompson, 2007).

2.1.2.3 Kelainan

Seperti sudah disebutkan di atas, kelainan oklusi adalah respon terhadap

gangguan sehingga timbul perubahan patologis pada jaringan sistem mastikasi.

Dalam mempertimbangkan kelainan sebagai suatu kelompok keadaan, perlu ide yang

jelas mengenai gangguan yang sudah ada karena sebuah gangguan umumnya

merupakan akibat dari gangguan yang lain. Kelainan-kelainan yang akan dibicarakan

adalah :

1. Atrisi (keausan) dari permukaan oklusal dan insisal,

2. Ulserasi epitelium interdental,

3. Respons periodontium terhadap tekanan oklusal,

4. Mobilitas, jiggling, dan migrasi,

Page 13: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

5. Nekrosis pulpa,

6. Ulserasi mukosa,

7. Stagnasi yang cukup besar dan atrofi (insufisiensi mastikasi),

8. Kelainan iatrogenik,

9. Ketidakstabilan gigi tiruan dan rasa tidak enak, dan

10. Trauma oklusal. (Thompson, 2007).

Kelainan-kelainan ini memperlihatkan kegagalan beradaptasi terhadap satu

atau beberapa gangguan, seringkali disertai dengan penyebab tambahan. Keadaan ini

umumnya menjadi alasan pasien untuk mencari pertolongan dokter gigi (dokter

umum), dan seperti pada penyakit karies, jika keadaan ini sudah menimbulkan nyeri,

kerusakan pasti sudah terjadi. Pada kelainan oklusi, nyeri bukanlah satu-satunya

gejala; gejala lainnya juga bisa sama merusak dan sering kali sulit dirawat

(Thompson, 2007).

a. Atrisi (Keausan) Permukaan Oklusal Dan Insisal

Gangguan ini menjadi suatu kelainan ketika dentin terpajang dan menjadi

berlubang. Gigi menjadi sensitif secara intermiten dan relasi vertikal oklusal

perlahan-lahan mengecil. Penampilan gigi-gigi menjadi kurang menarik.

Penyebabnya adalah kombinasi dari grinding parafungsi, kualitas diet dan produksi

asam oleh aktivitas bakteri terhadap karbohidrat yang dikonsumsi. Hasil akhirnya

kadang-kadang terlihat berupa permukaan gigi yang datar dengan kurva monson

terbalik yang menunjukkan keausan yang besar dari tonjol pendukung. Keadaan ini

umumnya timbul perlahan-lahan namun kelainan tersebut bisa dipercepat oleh adanya

kebiasaan grinding yang berlebihan dari gigi-geligi (Thompson, 2007).

Efek lain dari gaya parafungsi adalah retaknya gigi yang sering kali

merupakan penyebab umumnya dari nyeri gigi, walaupun hal ini sering luput dari

perkiraan. Kelainan ini juga bisa mengakibatkan terjadinya fraktur gigi longitudinal

atau kerusakan pulpa yang memerlukan perawatan. Peringatan yang bertujuan

preventif harus diberikan kepada pasien sedini mungkin dan pesawat overlai peerlu

dibuat agar dipakai pasien sewaktu tidur malam hari (Thompson, 2007).

Page 14: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

b. Ulserasi epitelium interdental

Kelainan ini berasal dari gangguan impaksi makanan dan plunger cusp.

Perkembangan suatu ulkus pada epitelium di antara gigi-gigi sering kali ditentukan

oleh bentuk col tetapi hilangnya titik kontak yang efektif dan oklusi tonjol-lingir

biasanya merupakan penyebab yang mempercepat berkembangnya kelainan tersebut.

Jika dibiarkan tidak dirawat, akan timbul kelainan periodontium dan oklusi (biasanya

oleh plunger cusp) akan terus bertindak sebagai faktor pemberat. Gejalan yang timbul

adalah akan tidak enak, perdarahan, rasa pahit pada mulut, dan bau mulut.

Perawatannya adalah dengan merestorasi embrasur, walaupun tindakan ini sulit

dilakkukan karena adanya kecenderungan bagi gigi yang terletak lebih posterior

untuk bergeser ke distal. Pembuatan splin untuk gigi-gigi yang bersangkutan

merupakan indikasi (Thompson, 2007).

c. Respons periodontium terhadap gaya oklusal

Ini disebutkan hanya untuk membedakannya dari kelainan periodontium, dan

akan dibahas lebih lanjut di bawah masalah trauma oklusal. Pendapat yng mengatakn

bahwa kelainan jaringan periodontium berasal dari gaya oklusal yang merugikan dan

berlarut-larut tanpa ada faktor pendorong lainnya, belum bisa dibuktikan. Walaupun

demikian, gaya ini tetap tidak bisa dianggap bukan faktor yang memperparah lesi

yang sudah ada pada jaringan periodontium (Thompson, 2007).

d. Mobilitas, jiggling, dan migrasi

Mobilitas atu goyangya gigi bisa disebabkan oleh gaya oklusal yang

berlawanan, tetapi dalam keadaan tanpa lesi gingiva atau periodontium, gigi akan

kembali stabil jika gaya oklusalnya hilang. Jika ada lesi periodontium dan eksfoliasi

dalam derajat tertentu, gaya oklusal bisa memperberat mobilitas. Oleh karena itu,

interferensi tonjol bisa disebabkan oleh kerusakan perodontium dan merupakan

penyebab kontak prematur dan pergeseran gigi. Jadi, dengan demikian, terciptalah

lingkaran setan sebab-akibat (Thompson, 2007).

Jiggling adalah istilah yang kurang ilmiah namun deskriptif untuk

menggambarkan gerak gigi pada satu arah akibat suatu gaya (otot, gigi, atau pesawat)

Page 15: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

dan reposisinya akibat gaya yang berlawanan (gigi, otot atau pesawat yang dilepas).

Jadi, gigi insisivus atas yang periodontium pendukungnya sudah rusak bisa terdorong

ke depan oleh insisivus bawah antagonisnya dan bisa kembali ke posisi semula oleh

aktivitas otot bibir. Contoh lain adalah retraksi insisivus atas yang proklinasi

(biasanya dengan dukungan bibir yang kurang memadai) akibat pemakaian pesawat

lepasan yang dipakai di malam ari dan kembali ke posisinya selama siang hari akibat

kekuatan lidah atau gigi antagonis ketika pasien melepas pesawat. Pada contoh

pertama, lesi periodontium merupakan faktro predisposisi; pada contoh kedua,

perawatan adalah penyebabnya. Suatu kelainan bisa timbul pada kasus terakhir, jika

“perawatan” berlarut-larut akibat nekrosis traumatik jaringan periodontiumnya.

Aktivitas ini juga merangsang timbulnya gangguan pada pembentukan akar gigi-gigi

pada pasien remaja. Oklusi interkuspa dan kebiasaan parafungsi akan memperberat

kedua contoh tersebut dan seperti pada mobilitas, gigi akan mulai mengalami

lingkaran setan sebab-akibat (Thompson, 2007).

Migrasi mengacu pada gerakan gigi dengan periodontium yang rusak yang

disebabkan karena aksi gigi antagonis atau otot tanpa bisa mengalami reposisi. Gigi

akan bergerak sampai mencapai kese=tabilan posisi antara otot-otot atau gigi yang

berlawanan. Kondisi ini biasanya mengenai gigi insisivus atas yang akan bermigrasi

ke depan atau ke lateral. Seal bibir yang kurang baik biasanya juga ikut menyebabkan

keadaan tersebut. Tidak jarang gigi-gigi ini bergeser ke luar dari bibir, dan

sesudahnya bibir bawah akan menjadi kekuatan tambahan untuk menggeser gigi.

Pada kasus semacam itu, perawatan konservatif sulit dilakukan atu bahkan tidak

mungkin dilakukan. Pada kelainan-kelainan ini selalu ada kombinasi berbagai

penyebab dan selain lesi periodontium, gaya oklusal dan muskular, sering disertai

pula oleh tanggalnya gigi-gigi posterior dan overclosure mandibula. Respons patologi

lebih lanjut adalah nekrosis jaringan periodontium yang timbul setelah terjadinya

jiggling yang lama, yang tidak mesti didahului oleh lesi gingiva dan lesi periodontium

yang kelak timbul. Ini adalah komplikasi yang langka (Thompson, 2007).

Page 16: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

e. Nekrosis pulpa

Kelainan ini bisa disebabkan oleh kebiasaan clenching yang persisten pada

gigi individual ketika pembuluh darah yang melewati apeks gigi terganggu dan

akhirnya rusak. Kematian pulpa akan terjadi dan mengakibatkan nekrosis steril.

Toksin dari pulpa bisa keluar dari apeks gigi ke jaringan periodontium, menyebabkan

respons patologis. Bakteri yang beredar dalam darah akan merangsang terjadinya

kondisi penyakit yang nantinya akan dibuat lebih parah olehadanya tekanan oklusal.

Kondisi ini umumnya tidak sakit dan untuk mendeteksinya diperlukan radiografi atau

berdasarkan pada perubahan warna gigi. Meskipun demikian, nyeri yang samar akan

terasakan dari waktu ke waktu, dan perlu diperhatikan dalam pemeriksaan riwayat

penyakit (Thompson, 2007).

f. Ulserasi mukosa

Ini adalah akibat cedera karena insisivus bawah mengenai mukosa dibalik

gigi-gigi insisivus atas mengenai epitelium labial di depan gigi-gigi insisivus bawah.

Penyebabnya adalah overclosure progeresif dari mandibula dan biasanya

berhubungan dengan tanggalnya gigi-gigi posterior. Selain rasa nyeri sewaktu

menutup mulut dan iritasi sewaktu mengunyah, mukosa juga akan terlepas dari

permukaan gigi tang terkena. Ini adalah suatu kondisi ang memburuk perlahan-lahan

dan dokter gigi seringkali segan merawatnya sampai akhirnya penyakit sudah terlalu

terlambat untuk dirawat dengan efektif (Thompson, 2007).

g. Disuse stagnation dan atrofi (insufisiensi mastikasi)

Berkurangnya fungsi akan merangsang terjadinya penumpukan sisa makanan

pada gigi-gigi dan epitelium di sekitarnya. Akibatnya yang bisa terjadi adalah karies

dan iritasi gingiva. Ulserasi dan perdarahan epitelium yang terkena akan mengikuti

keadaan tersebut, baik sewaktu gigi-gigi disikat atau terjadi kadang-kadang ketika

mengunyah makanan yang keras (Thompson, 2007).

Disuse atrophy bisa berkembang jika gigi sudah sama sekali keluar dari

kontaknya dengan gigi antagonis atau lingir residual. Kondisi ini paling sering

mengenai molar kedua dan ketiga. Perubahan bisa terjadi pada membran

Page 17: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

periodontium: fibroblas cenderung muncul dan serabut kolagen digantikan dengan

retikulum dari jaringan ikat fibrosa. Tulang alveolar cenderung memiliki trabekula

yang lebih sedikit dan lebih tipis dan gigi-gigi tersebut tidak memberi respons dengna

baik terhadap fungsi yang telah dipulihkan jika gigi sudah tidak berfungsi dalam

waktu lama. Penggantian serabut periodontium dengan jaringan ikat fibrosa akan

membuat gigi tidak bisa menahan daya oklusal atau abutment dan tulang

membutuhkan perbaikan lebih cepat daripada yang bisa disediakan untuk kebutuhan

fungsional yang mendadak tersebut. Meskipun demikian, jika fungsinya bisa

diperbaiki perlahan-lahan, misalnya dengan memasang basis gigi tiruuan tanpa gigi

untuk beberapa waktu, baru kemudian menambahkan elemen gigi, pemulihan

jaringan tersebut bisa terjadi (Thompson, 2007).

h. Kelainan iatrogenik

Kelainan iatrogenik adalah suatu respons patologis terhadap perawatan.

Kelainan ini dikelompokan menjadi beberapa bentuk yaitu :

1. Tergagnggu karena keberadaan gigi. Ini bisa terjadi jika tumpatan atau

mahkota yang terlalu tinggi gagal dikoreksi (suprakontak). Pengasahan tonjol

antagonis (biasanya tonjol pendukung) dan bukan fosa tumpatan akan bisa

mengakibatkan berubahnya posisi interkuspa. Hal ini tidak bisa ditoleransi oleh

pasien yang sampai saat tersebut, tidak terganggu dengna keberadaan giginya

(Thompson, 2007).

2. Oklusi gigi yang tidak memadai. Ini bisa disebabkan oleh restorasi dengan

kontur yang tidak memadai (infrakontak) dan bisa mengakibatkan makanan terjebak

pada restorasi atua tersalurkan ke daerah kontak. Keduanya tidak bisa ditolelir dan

mengakibatkan timbunan makanan di interdental. Infrakontak juga bisa berfungsi

sebagai faktor yang mempermudah terjadinya sindrom disfungsi mandibula,

khususnya jika jembatan atau gigi tiruan dibuat dengan gigi-pontik yang tidak

beroklusi (Thompson, 2007).

Page 18: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

3. Gigi yang nyeri. Tidak jarang terjadi reaksi pulpa akibat diasahnya gigi

asli dan jika ini disertai dengna perubahan yang tidak bisa diterima dari posisi

interkuspa, pasien bisa merasa nyeri (Thompson, 2007).

4. Sindrom disfungsi mandibula (MDS). Ini ditimbulkan oleh dokter gigi

dalam prosedur restorasidan pembuatan gigi tiruan, karena tidak bisa diteolransinya

OVR yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Perubahan horizontal posisi interkuspa

bisa menyebabkan kebiasaan parafungsi antara gigi-gigi, yang akhirnya

mengakibatkan timbulnya sindrom (Thompson, 2007).

5. Lecet atu ulserasi pada mukosa. Bisa terjadi di bawah gigi tiruan jika

interferensi tonjol menyebabkan basis gigi tiruan bergeserdan membuat mukosa

pendukung lecet. Sering kali, upaya untuk memperbaiki kelainan semacam ini

dilakukan dengan mengasah tepi atau permukaan pendukung gigi tiruan padahal

perawatan yang benar adalah menghilangkan interferensi dan membuat oklusi yang

tepat (Thompson, 2007).

Salah satu resiko yang perlu dihindari dalam setiap perawatan restorasi yang

melibatkan permukaan oklusal dari satu atau beberapa gigi adalah kegagalan dalam

mengkoreksi gangguan yang adasebelum membuat restorasi dan dengan demikian

mendorong berkembangnya gangguan lebih lanjut dan mungkin suatau kelainan

(Thompson, 2007).

Sehubungan dengan pekerjaan dokter gigi yang tidak lepas dari kepedulian

dan sopan santun, jangna dilupakan masalah etika. Hendaknya diingat bahwa

pekerjaan seseorang tidak lepas dari penilaian sejawatnya. Sebaliknya, jangan sampai

kita lupa menghargai hasil kerja kolega kita (Thompson, 2007).

j. Ketidakstabilan gigi tiruan dan rasa kurang enak

Ketidakstabilan gigi tiruan sudah disebutkan sebagai salah satu ragam

gangguan dan seringkali bisa ditolerir oleh pasien yang memiliki kemampuan

beradaptasi dan mengontrol gigi tiruan yang tidak memiliki retensi maupun stabilitas.

Page 19: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

Kemampuan adaptasi ini biasanya berhubungan dengan gigi-gigi pada gigi tiruan

yang disusun pada posisi stabil dalam hubungannya dengan otot lidah, pipi, dan bibir.

Keadaan ini tentu harus selalu menjadi tujuan dalam penyususnan gigi. Jika hal ini

tidak bisa diperoleh dan hubungan oklusal serta artikular pada gigi tiruan tidak sama

dengan posisi rahang dan gerakannya, gaya pergeseran timbul pada gigi-gigi dan

basis gigi tiruan akan bergerak atau menekan mukosa pendukungnya. Ketidakstabilan

atau rasa tidak enak yang diakibatkannya merupakan suatu kelainan. Atau, jika basis

pas, mandibula bisa saja terdorong ke posisi interoklusal yang berubah, tetapi otot

tidak bisa menolerir perubahan tersebut, seperti kadang terjadi pada gigi-geligi asli.

Ini juga merupakan suatu kelainan. Akhirnya, patahnya gigi tiruan atas yang

berulangkali terjadi hampir selalu disebabkan oleh ketidakseimbangan oklusal

ditambah dengan kebiasaan parafungsi (Thompson, 2007).

k. Trauma oklusal

Istilah ini mendominasi studi mengenai oklusi, sejak diperkenalkan oleh

Stillman dan McCall (1927) sebagai “oklusi traumatik.” Istilah ini barangkali tidak

bisa dipertukarkan karena istilah yang pertama menunjukkan cedera akibat oklusi

sedangkan yang lain berkonotasi oklusi yang menyebabkan cedera. Walaupun

demikian, keduanya tidak bisa disingkirkan dari daftar gangguan atau kelainan oklusi.

Namun, istilah ini banyak menimbulkan kerancuan dan sebaiknya digunakan bukan

sebagai suatu dogma (Thompson, 2007).

Istilah ini didefinisikan sebagai cedera pada jaringan periodontium gigi akibat

gaya oklusal gigi atau gigi-gigi antagonis. Trauma oklusal diklasifikasikan sebagai

primer atau sekunder: trauma oklusal primer mengacu pada efek gaya abnormal pada

jaringan periodontium yang sehat, sedangkan trauma oklusal sekunder mengacu pada

efek gaya oklusal pada periodontium yang memang sudah berpenyakit. Istilah ini

sering menimbulkan pertentangn dan salah pengertian di kalangan peklinik dan

ilmuwan, dan alasannya tidak sulit ditemukan: istilah ini menimbulkan pertanyaan;

ini mengacu pada fakta yang belum terbukti, yaitu bahwa gaya oklusal menyebabkan

cedera apda periodontium. Ada anggapan bahwa hal ini kelihatannya terjadi, dan

karena itu istilah tersebut digunakan. Hipotesis ini belum pernah benar-benar diuji,

Page 20: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

apalagi dibuktikan. Memang benar, gaya oklusal menyebabkan gigi bergerak dan

menjadi goyang jika gaya dibiarkan tetap ada; namun gigi-gigi akan kembali stabil

jika gaya ditiadakan. Gaya semacam ini akan memperberat lesi periodontium yang

sudah ada tetapi belum terbukti bisa mengakibatkan munculnya lesi semacam itu

kecuali jika lesi gingiva sebelumnya memang sudah ada. Pada situasi tersebut, gaya

oklusal akan memicu kerusakan peirodontium. Demikian pula, lesi periodontium

akan sembuh, jika defek periodontiumnya diperbaiki (Thompson, 2007).

Gaya oklusal, khususnya yang diarahkan sepanjang bidak aksial, dapat

menyebabkan terjepitnya pembuluh yang masuk dan keluar dari kamar pulpa gigi

melalui apeks sehingga mengakibatkan kematin pulpa. Cedera juga bisa disebabkan

karena tekanan insisivus pada gingiva antagonis, seperti sudah disebutkan di atas,

namun tidak satupun digunakan sebagai alasan terjadinya keausan permukaan oklusal

akibat kebiasaan parafungsi. Istilah “oklusi traumatogenik”, yang digunakan oleh Box

(1930) dan berimplikasi kemungkinan menimbulkan trauma, lebih bersifat

pengandaian. Istilah ini menimplikasikan bahwa cedera bisa disebabkan oleh gaya

oklusal lateral yang mengaeai membran periodontium, dan ini belum pernah terlihat

terjadi tanpa ada sebab lain (Thompson, 2007).

“Trauma oklusal” adalah suatu istilah yang dapat diterapkan untuk keausan

permukaan oklusal gigi-gigi, nekrosis pembuluh pulpa, dan cedera gingiva atau

mukosa palatal, tetapi bukan untuk kerusakan jaringan peiodontium (Thompson,

2007).

2.2 Dampak Kelainan Oklusi Terhadap Sendi Temporomandibula

Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi

yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara

biologis, yang umumnya merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini

terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya

menerima rangsangan yang menyimpang tersebut(Aryanti, 2007).

Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya permukaan oklusal

gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal, atau resorpsi alveolar setempat.

Page 21: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot

atau jaringan sekitar telah terlampaui (Aryanti, 2007).

Berapa lama zona adaptasi ini akan berlangsung sangat berbeda antara

individu yang satu dan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan psikologis. Setelah

batas toleransi fisiologis ini terlampaui, respon jaringan itu menimbulkan perubahan

yang sifatnya lebih patologis atau disebut juga pathofunction. Pada fase ini respon

jaringan (sendi, jaringan periodontal, ataupun otot-otot) sifatnya patologi. Keluhan

dapat dirasakan pada otot-otot penggerak mandibula, atau dapat pula pada sendi

temporomandibula (Aryanti, 2007).

Gejala kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi, rasa nyeri, bunyi

dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang paling sering menyebabkan pasien

mencari perawatan. Rasa nyeri bersifat subjektif dan sulit untuk dievaluasi. Setiap

orang memiliki ambang batas yang berbeda dan penerimaan yang berbeda terhadap

rasa nyeri, dan mungkin juga terdapat faktor psikogenik (Aryanti, 2007).

Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan

fungsi akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya

penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi

(disfungsi). Kelainan STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak

dijumpai adalah disfungsi(Aryanti, 2007).

STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan kerusakan pada

strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus,

diskus, dan eminensia, yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh,

atau kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi tanpa rasa

sakit dan bunyi pada sendi(Aryanti, 2007).

2.2.1 Kelainan Struktural STM

Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan

struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit

infeksi, atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai. Gangguan pertumbuhan

kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran yang

menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran. Umumnya

Page 22: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

gangguan pertumbuhan tersebut terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan

selain pada bentuk wajah yang menimbulkan masalah estetis juga masalah

fungsional(Aryanti, 2007).

Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang mana cacat ini

dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan

permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah,

peradangan, dan kelainan stuktural. Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi

karena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional

meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya

perubahan pergerakan (Aryanti, 2007).

Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada

diskus. Tekanan berlebihan yang terus menerus pada akhirnya menyebabkan

perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat mendorong

terjadinya perubahan pada permukaan artikular (Aryanti, 2007).

Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan dari tahun ke

tahun, namun yang paling sering terjadi adalah(Aryanti, 2007) :

1. Perubahan tempat diskus dengan reduksi

Diskus yang mengalami pengurangan dalam pergerakan membuka mulut,

pada umumnya terjadi clicking sewaktu membuka dan menutup mulut(Aryanti,

2007). .

2. Perubahan tempat diskus tanpa reduksi

Perubahan ini menunjukkan gangguan pada diskus yang terjadi secara

meluas, biasanya ada rasa sakit, bunyi, dan pengurangan pergerakan. Dalam hal ini

tidak ada korelasi antara variasi diskus-kondilus dengan gejala klinis. Pada beberapa

pasien dibuktikan bahwa kelainan pada diskus menimbulkan gejala sedikit,

sedangkan pada pasien lain gejala terjadi lebih banyak tanpa ada perubahan pada

STM secara struktural(Aryanti, 2007). .

Kelainan struktural akibat trauma pada STM dapat menyebabkan

kerusakan pada jaringan, kondilus, ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin

terjadi adalah dislokasi,hemarthrosis, atau fraktur kondilus. Pasien yang mengalami

Page 23: Kelainan Oklusi Terhadap Tmj

dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terdapat kelainan open bite anterior, serta

dapat tekanan pada satu atau kedua saluran pendengaran(Aryanti, 2007).

Kelainan struktural akibat trauma pada STM juga dapat menyebabkan

suatu edema atau hemorrhage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan

fraktur mandibula, pada umumnya pasien akan mengalami pembengkakan pada

daerah STM, sakit bila digerakkan, dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini

kadang-kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis (Aryanti, 2007).

Kelainan struktural akibat penyakit infeksi dapat mempengaruhi sistem

musculoskeletal yang banyak melibatkan STM, penyakit-penyakit tersebut antara

lain osteoarthritis/ osteoarthrosis dan rheumatoid arthritis. Osteoarthritis adalah suatu

kelainan STM noninflamasi dengan kondisi asimtomatik dan pada awalnya

melibatkan cartilage dan lapisan subchondrial dari sendi. Rheumatoid arthritis adalah

suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekeliling STM(Aryanti, 2007).

2.2.2 Gangguan Fungsional STM

Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat

fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-

geligi, atau otot-otot kunyah. Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut

orthofunction yakni batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran

mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian

antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal

sebagai zona toleransi fisiologik(Aryanti, 2007)