Kelainan-Degeneratif-Tulang

26
BAB I PENDAHULUAN Kelainan degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu kemunduran proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih buruk diiringi dengan bertambahnya usia. Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara eksponensial. Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi sel tulang, Berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit rematik yang bersifat ‘inflamatoir” dengan yang ‘degeneratif” sukar dibedakan, karena reaksi inflamasi juga kadang-kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif. Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut, melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Namun, demikian kelainan degeneratif lebih terlihat pada orang di atas usia 40 tahun. Kelainan degeneratif pada kasus bedah orthopedic meliputi osteoporosis, osteoarthritis, plantar fascia, trigger finger. Oleh karena itu, penyakit tersebut akan diterangkan pada bab selanjutnya. BAB II 1

description

a

Transcript of Kelainan-Degeneratif-Tulang

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Kelainan degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu

    kemunduran proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih

    buruk diiringi dengan bertambahnya usia.

    Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat

    menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis

    dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara eksponensial.

    Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi sel

    tulang, Berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit rematik yang

    bersifat inflamatoir dengan yang degeneratif sukar dibedakan, karena reaksi inflamasi

    juga kadang-kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif.

    Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut,

    melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan

    kematian. Namun, demikian kelainan degeneratif lebih terlihat pada orang di atas usia 40

    tahun.

    Kelainan degeneratif pada kasus bedah orthopedic meliputi osteoporosis, osteoarthritis,

    plantar fascia, trigger finger. Oleh karena itu, penyakit tersebut akan diterangkan pada bab

    selanjutnya.

    BAB II

    1

  • KELAINAN DEGENERATIF TULANG

    II.1. OSTEOPOROSIS

    II.1.1 Definisi Osteoporosis

    Kata osteoporosis berasal dari bahasa yunani yaitu osteo yang berarti tulang dan

    porous yang berarti keropos. Penyakit osteoporosis adalah penyakit tulang yang dapat

    menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang, yang disertai dengan penurunan kualitas

    jaringan tulang yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan pada tulang.

    Menurut World Health Organisation (WHO) dan ahli (seperti dikutip Ferdinan Zaviera

    , 2007) mengartikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa

    tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang menyebabkan kerapuhan

    tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak

    memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. Dapat disimpulkan bahwa

    osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang membuat tulang menjadi tidak padat dan

    rawan akan keretakan.

    II.1.2. Etiologi Osteoporosis

    Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan osteoporosis :

    a. Usia. Massa tulang berkurang seiring melewati masa puncak tulang yaitu pada usia 25

    30 tahun.

    b. Keturunan. Bila dari garis keturunan memang ada osteoporosis (misalnya bungkuk),

    maka risiko terkena osteoporosis kian besar.

    c. Hormon. Setelah berhentinya haid, perempuan lebih rentan terhadap osteoporosis

    karena terjadi perubahan hormonal yang dapat menurunkan drastis kemampuan tubuh

    untuk menyerap kalsium.

    d. Jenis kelamin. Wanita berisiko lebih tinggi karena wanita memiliki masa tulang yang

    lebih rendah dan mengalami pengeroposan lebih cepat dibandingkan pria.

    e. Perokok. Nikotin dalam rokok menimbulkan masalah pada pembentukan tulang

    dengan cara mengganggu peran penting estrogen dan testosteron dalam

    perkembangan.

    2

  • f. Asupan alkohol yang berlebihan. Mengonsumsi minuman beralkohol secara

    berlebihan mengganggu penyerapan kalsium dan aktivitas osteoblas dalam

    pembentukan tulang.

    g. Asupan kafein yang berlebihan. Pada penelitian menemukan bahwa risiko fraktur

    pada panggul bertambah jika mengkonsumsi lebih dari dua cangkir kopi atau empat

    cangkir teh per harinya. Tetapi pada dasarnya asupan kafein (1 2 porsi minuman

    berkafein 10 per hari) tidak akan memengaruhi tulang jika diimbangi dengan asupan

    kalsium dan vitamin D yang memadai.

    h. Berat badan. Wanita ramping dan bertulang kecil berisiko lebih besar dibandingkan

    wanita dengan kelebihan berat badan dan bertulang besar.

    i. Nutrisi buruk. Tidak memadainya asupan kalsium, vitamin D, asam sitrat, dan fosfor

    (atau asupan fosfor yang berlebihan) dapat menyebabkan tulang lemah dengan

    berkurangnya massa tulang.

    j. Gaya hidup sedentair (kurang gerak). Kurangnya berolahraga, meskipun tidak

    memiliki faktor lain apapun. Tetap hal ini dapat mempercepat terkenanya

    osteoporosis. Tulang memerlukan tekanan olahraga ataupun gerak tubuh agar

    pembentukan tulang sebanding dengan keropos tulang.

    II.1.3. Patogenesis Osteoporosis

    Osteoporosis akan terjadi ketika berlangsungnya proses pengikisan tulang dan

    pembentukan tulang menjadi tidak seimbang. Sel sel yang menyebabkan pengikisan tulang

    mulai membuat kanal dan lubang dalam tulang lebih cepat daripada proses pembentukan

    tulang yang dilakukan oleh sel sel pembentuk tulang yang membuat tulang baru untuk

    mengisi lubang tersebut. Tulang menjadi rapuh dan kemungkinan akan patah.

    Gbr 1. Matrix tulang pada orang osteoporosis

    Sumber: Barrack, 2006.

    II.1.4. Manifestasi Klinis Osteoporosis

    3

  • Osteoporosis merupakan penyakit yang tidak terlihat secara langsung sebelum ada

    bagian tulang yang patah. Menurunnya massa tulang tidak menyebabkan rasa sakit atau

    gejala lain. Sakit pada punggung bukan berarti menurunnya massa tulang kecuali bila ada

    tulang yang patah. Kepadatan tulang berkurang secara perlahan terutama pada penderita

    senilis (ketuaan), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Jika

    kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps dan hancur, makan akan

    timbul nyeri dan kelainan bentuk (Rasjad,2007). Dampak osteoporosis antara lain:

    - Penurunan kualitas hidup yang disebabkan fraktur pada tulang belakang

    - Bertambah pendek, dan dalam beberapa kasus, deformitas pada punggung dapat

    menimbulkan masalah fisik dan emosi

    - Depresi dan ketakutan untuk melakukan banyak gerakan

    - Terganggunya kesehatan secara keseluruhan

    Gbr. 2 deformitas punggung

    Sumber: (Barrack, 2006)

    II.1.5. Penatalaksanaan

    1. Bisphosphonates digunakan untuk prevensi atau penanganan osteoporosis. Efek

    samping obat ini termasuk refluks asam, dan masalah pada oesofagus; efek samping

    yang jarang namun serius adalah kerusakan tulang rahang.

    2. Estrogen mengurangi insiden fraktur namun meningkatkan resiko beberapa jenis

    kanker, stroke, dan endapan darah.

    4

  • 3. Obat non-estrogen yang berfokus terhadap reseptor estrogen (juga diketahui sebagai

    SERM, atau selective estrogen receptor modulator) mencegah fraktur spinal namun

    tidak mengurangi kecendrungan fraktur pinggul. Efek samping termasuk endapan

    darah (blood cloth).

    4. Kalsitonin

    5. Teriparatide

    6. Vitamin D dan suplemen kalsium, jika dikonsumsi bersamaan, memiliki efek yang

    cukup terhadap fraktur. Tidak jelas seefektif bagaimana jika kombinasi obat tersebut

    dikonsumsi sendiri-sendiri

    II.1.6. Pencegahan Osteoporosis

    Nutrisi yang tepat berfungsi menjaga tulang dan mencegah,beberapa nutrisi yang

    berguna bagi tulang :

    a. Kalsium

    Asupan kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang sepanjang hidup kita.

    Pada orang dewasa (sampai awal empat puluh tahun), asupan kalsium yang cukup dapat

    membantu mempertahankan kepadatan tulang khususnya di bagian pinggul, tulang yang

    rawan terjadi pengeroposan.

    b. Vitamin D

    Vitamin D berfungsi sebagai penyerap kalsium dan dapat berdampak langsung pada

    tulang. Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak sehingga dapat disimpan lama

    dalam tubuh.

    c. Olahraga

    Olahraga berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi tulang. Selain itu olahraga akan

    memberikan manfaat jangka panjang jika dilakukan secara berkelanjutan.

    II.2. Osteoartritis

    II.2.1 Definisi

    5

  • Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan

    patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita

    OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia.

    Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain

    usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Barrack, 2006).

    Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow progressive,

    ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan

    sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi.

    Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti

    dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan

    peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk

    efusi.

    Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA

    sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor genetik, yaitu

    adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah

    OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan

    makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti obesitas

    dan sebagainya (Altmann, 2001).

    II. 2.2 Patogenesis

    Tulang rawan sendi

    Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan

    peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi

    makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi

    kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi

    aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.

    Gbr 3. Osteoartritis

    Sumber: Altman,2001

    6

  • Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.

    Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit

    berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta

    berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,

    mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini

    dapat berlangsung selama bertahun-tahun.

    Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk

    menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang

    rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab

    penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan

    mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan downregulasi respon

    kondrosit terhadap sitokin anabolik.

    Perubahan Tulang.

    Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi

    meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga yang

    menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini

    muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang

    berbentuk bulan sabit (crescent). Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari

    pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari

    penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga rongga

    terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari

    penyakit, tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal 7

  • dan padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang denuded dari sendi lawan.

    Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan

    dapat mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat (Chapman, 2001).

    Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan perubahan

    tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan yang keras, fibrous,

    dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul

    pada permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi

    (osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang

    mengalami degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki

    pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak

    sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba,

    nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi

    memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis

    biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan

    osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada

    pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap

    proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan

    sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik

    kartilageneus

    Gb 4. Lokasi tersering terjadinya OA

    Sumber: Chapman, 2001.

    Jaringan Periartikuler.

    Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium,

    ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering

    mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang 8

  • rawan sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya

    penggunaan sendi dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini

    sering mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.

    II.2.3 Diagnosis

    Laju endap darah biasanya normal.

    Serum kolesterol sedikit meninggi.

    Pemeriksaan faktor reumatoid negatif.

    Pemeriksaan radiologis.

    1. Foto polos.

    Gambaran yang khas pada foto polos adalah:

    Densitas tulang normal atau meninngi.

    Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang rawan

    sendi.

    Sklerosis tulang subkondral.

    Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral.

    Osteofit pada tepi sendi.

    2. Radionuklida scanning.

    Dilakukan dengan menggunakan 99 Tc-HDP dan terlihat peningkatan aktivitas

    tulang pada bagian subkondral dari sendi yang terkena osteoartritis. Dapat pula

    ditemukan penambahan vaskularisasi dan pembentukan tulang baru. Juga terlihat

    daerah perselubungan sendi vetebra apofisial.

    9

  • Bentuk klasik osteoartritis monokuler berupa nyeri dan disfungsi dari 1 sendi, terutama

    pada sendi yang menyokong beban tubuh yaitu pada sendi pinggul dan lutut. Pada

    osteoartritis sekunder mungkin dapat ditemukan penyebab sebelumnya seperti displasia

    asetabuler, penyakit Legg-Calve-Perthes, pasca trauma, atau fraktur pada daerah panggul.

    Osteoartritis poli artikuler ditemukan pada wanita umur pertengahan dengan keluhan nyeri ,

    kekakuan, pembengkakan pada sendi tangan yang terutama mengenai sendi karpometakarpal

    pertama sendi interfalangeal dan oada tingkat awal disertai dengan reaksi inflamasi.

    Mungkin ditemukan adanya pembengkakan jaringan lunak yang berupa nodus Herbeden dan

    nodus Bouchard yang tampak sebagai benjolan.

    II.2.4. Penatalaksanaan

    1. Penanganan umum:

    Pemakaian air panas atau air es dapat menghilangkan rasa nyeri sementara.

    Mengurangi BB dengan diet.

    Fisioterapi penting untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan kekuatan otot.

    Latihan di rumah berupa latihan statis serta memperkuat otot-otot.

    Istirahat yang teratur untuk mengurangi penggunaan beban pada sendi.

    Pemakaian alat bantu seperti tongkat, penyangga leher.

    Dukungan psikososial.

    Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan OA di tulang belakang.

    2. Medikamentosa.

    Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomtatik. Obat

    antiinflamsi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgetik dan mengurangi

    peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis.

    10

  • Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4 g/ hari atau propksifen

    HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan juga efek samping pada

    saluran cerna dan ginjal.

    Jika tidak berpengaruh, atau jika tidak terdapat tanda peradangan, maka OAINS seperti

    fenoprofin, biasanya 1/2 -1/3 dosis penuh untuk RA. Karena pemakaian biasanya untuk

    jangka panjang, maka ES adalah iritasi mukosa lambung.

    Injeksi kortikosteroid intraartikular kadang membantu menghilangkan rasa nyeri.

    Injeksi hyaluronat.

    OAINS dosis rendah bila tidak terdapat kontraindikasi. Nyeri progresif yang tidak

    responsif perlu OIANS dosis tinggi atau analgesik seperti dekstropropoksifen atau

    tramadol.

    Obat-obat analgetik yang dapat dibeli bebas, seperti aspirin, asteaminofen, dan ibuprofen

    mempunyai kemampuan lebih dalam mengontrol sinovitis.

    3. Tindakan operasi:

    Untuk membuang badan-badan yang lepas, memperbaiki jaringan penyokong yang rusak,

    atau untuk menggantikan seluruh sendi. Bedah artroskopi memungkinkan pelaksanaan

    berbagai macam prosedur operasi. Penggantian sendi yang rusak dapat membantu .

    Tindakan operasi dilakukan apabila:

    Nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan lokal.

    Sendi yang tidak stabil oleh karena adanya sublukasi atau deformitas pada sendi.

    Adanya kerusakan sendi pada tingkat lanjut.

    Untuk mengoreksi beban pada sendi agar distribusi beban terbagi sama rata.

    Sendi lutut:

    11

  • Osteotomi tinggi pada tibia untuk mengoreksi kelurusan pada sendi lutut dimana

    belum ada kerusakan yang meyolok pada sendi.

    Hermiartroplasti, bila kerusakan satu kompartemen sendi.

    Artroplasti total, bila seluruh kpmpartemen rusak.

    II.3. Plantar Fascitis.

    II.3.1 Definisi

    Plantar Fasciitis (Policemans Heel) adalah nyeri tumit disebabkan oleh

    peradangan dari Plantar Fascia suatu jaringan disepanjang bagian bawah kaki yang

    menghubungkan tulang tumit dengan ibu jari kaki kita. Berdasarkan kualifikasi penyakit

    rematik menurut American Rematism Association, Plantar Fasciitis termasuk golongan

    rematism non artikular, dimana akibat keluhan ini dapat mengganggu mobilitas dan aktifitas

    kehidupan sehari-hari penderitanya (Singh D, 2007).

    II.3.2 Faktor resiko

    1. Aktivitas fisik yang berlebihan dan pada pekerjaan yang memerlukan banyak berdiri atau

    berjalan berlebihan seperti pada pelari jarak jauh,atlet Jumping sport, Perawat, Guru,

    Militer ,dll.

    2. Sepatu yang tidak Ergonomis. Sepatu yang solnya tipis, longgar atau tidak ada dukungan

    untuk lengkung kaki atau tidak ada kemampuan untuk menyerap hentakan akan

    menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi. Jika anda sering memakai

    sepatu dengan tumit tinggi (high heels) maka tendon Achilles yakni tendon yang melekat

    pada tumit kita dapat berkontraksi/tegang dan memendek, menyebabkan strain pada jaringan

    di sekitar tumit yang juga akan menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi.

    3. Arthritis. Beberapa tipe Arthritis dapat menyebabkan peradangan pada tendon dari

    telapak kaki, yang dapat menyebabkan Plantar Fasciitis.

    12

  • 4. Diabetes . Meskipun tidak diketahui mekanismenya, akan tetapi Plantar Fasciitis terjadi

    lebih sering pada orang dengan diabetes.

    5. Berat badan berlebihan. Berjalan-jalan dengan berat badan yang berlebihan dapat

    menyebabkan kerusakan jaringan lemak di bawah tulang tumit dan menyebabkan nyeri tumit.

    Orang-orang yang naik berat badannya dengan cepat dapat menderita Plantar Fasciitis,

    walaupun tidak selalu.

    6. Kehamilan. Berat badan yang bertambah dan pembengkakan yang dialami pada saat

    hamil dapat menyebabkan ligamen (jaringan pengikat) pada tubuh termasuk di kaki untuk

    mengendur. Ini dapat menyebabkan permasalahan mekanikal dan peradangan

    7. Kelainan anatomis kaki seperti telapak kaki leper/ceper (tanpa lengkung) , atau

    sebaliknya, lengkungan berlebihan. Orang-orang dengan kaki datar mempunyai penyerapan

    kejutan yang kurang, yang mana hal ini meningkatkan peregangan dan tegangan pada plantar

    fascia. Orang-orang dengan lengkung kaki yang tinggi mempunyai jaringan plantar yang

    lebih ketat, yang juga menyebabkan penyerapan kejutan yang kurang.

    Gbr 5. Kelainan anatomis

    Sumber: Capt. Danielle, 2009.

    8. Pertambahan usia. Saat lengkungan mulai berkurang secara alamiah. Nyeri tumit

    cenderung lebih umum dijumpai oleh karena penuaan menyebabkan lengkung kaki mulai

    mendatar, menimbulkan stress pada plantar fascia.

    II.3.3 Manifestasi Klinik

    Keluhan utama pada kasus ini adalah nyeri pada tumit. Plantar Fasciitis menyebabkan

    nyeri seperti ditusuk atau rasa terbakar yang terutama dirasakan waktu berdiri pada pagi hari,

    sewaktu penderita mulai menapakkan kaki beberapa langkah pertama, hal ini disebabkan

    13

  • karena fascia mengencang (berkontraksi) sepanjang malam. Segera setelah kita berjalan-jalan

    beberapa saat, nyeri yang disebabkan oleh Plantar Fasciitis ini biasanya berkurang, tetapi

    mungkin akan terasa nyeri kembali setelah berdiri beberapa lama atau setelah bangun dari

    posisi duduk (Capt. Danielle, 2009).

    Dalam keadaan normal, Plantar Fascia kita bekerja seperti sebuah serabut-serabut

    penyerap kejutan (shock-absorbing bowstring), menyangga lengkung dalam kaki kita. Tetapi,

    jika tegangan pada serabut-serabut tersebut terlalu besar, maka dapat terjadi beberapa

    robekan kecil di serabut-serabut tersebut. Bila ini terjadi berulang-ulang maka fascia akan

    menjadi teriritasi atau meradang.

    II.3.4 Diagnosis

    Pemeriksaan fisik diawali dengan menanyakan mengenai keluhan yang di derita dan

    mencari titik-titik nyeri/kaku di kaki pasien. Ini dapat membantu untuk menyingkirkan

    penyebab-penyebab lain nyeri tumit kaki, seperti Tendinitis, Arthritis, iritasi saraf atau

    adanya suatu kista ataupun Kalkaneus Spur (Heel Spur) yang pada beberapa dekade terakhir

    sering dianggap menjadi penyebab utama nyeri pada tumit kaki. Heel spur merupakan

    penonjolan tulang pada plantar kaki/telapak kaki pada tulang kalkaneus, bentuknya seperti

    jalu ayam.

    Nyeri tumit kaki dapat di hilangkan tanpa melakukan operasi pengangkatan Spur tersebut.

    Pembedahan untuk membuang Spur sangat jarang dilakukan. Selain melakukan pemeriksaan

    fisik, disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan Rontgen

    atau MRI untuk menyakinkan bahwa pasien tidak mengalami fraktur tekanan (Stress

    Fracture) ataupun Arthritis.

    14

  • II.3.5.Penatalaksanaan

    A. Non Operatif.

    1. Kompres es batu yang dibungkus dengan kain di daerah nyeri atau bekukan sebotol air

    dan urutkan di atas daerah yang nyeri selama 20 sampai 30 menit, 3 atau 4 kali sehari atau

    setelah melaksanakan aktivitas.

    2. Obat-obatan golongan NSAID.

    3. Kurangi Aktifitas olah raga. Alihkan aktivitas olah raga dengan pembebanan pada kaki

    hingga nyeri mereda. Untuk mempertahankan kondisi atlet sebaiknya dianjurkan melakukan

    bentuk-bentuk latihan alternatif, seperti aktivitas berenang ataupun bersepeda.

    4. Latihan peregangan berkala. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda

    turun dari tempat tidur di pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon

    Achilles dengan cara menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki

    anda. Jenis peregangan yang sering dilakukan untuk Plantar Fasciitis adalah dengan

    melakukan Calf stretch dan Plantar fascia stretch .

    15

  • Calf stretch Plantar fascia-specific stretching

    5. Ortosis. Koreksi sepatu atau sandal membantu mengurangi rasa nyeri pada tumit sewaktu

    menapak atau berjalan. Penyangga lengkungan kaki (Arch Support), yang bisa dipakai/

    diletakkan dalam sepatu, ataupun bidai yang digunakan pada malam hari yang disebut Night

    Splint, karena di gunakan saat tidur malam hari.

    Soft heel pads can provide extra support.

    16

  • Night Splint

    6. Ultrasound Diathermy (US)

    Untuk mengurangi nyeri pada Plantaris Fasciitis terapi Non Invasif yang sering

    digunakan adalah dengan modalitas Ultrasound Diathermy (US). US adalah diatermi

    berdasarkan konversi energi suara frekensi tinggi , dengan daya tembus paling dalam (3-5

    cm) diantara diatermi lainnya, gelombang suara ini selain memberikan efek panas/termal,

    juga ada efek non termal/mekanik yaitu Micromassage. Terapi ultrasound digunakan untuk

    kasus plantar fasciitis karena efek panas dan efek mekanik pada gelombang ultrasound

    menyebabkan peningkatan sirkulasi darah ke jaringan setempat. Radang pada plantar fascia

    ini terjadi karena adanya trauma atau strain, sehingga terjadi perubahan pembuluh darah dan

    perubahan sel leukosit. Pengaruh panas ultrasound juga dapat digunakan untuk mengurangi

    nyeri pada plantar fasciitis karena gelombang pulsed yang rendah intensitasnya dapat

    memberikan efek sedative dan analgesik pada ujung-ujung saraf sensorik. US efektif dalam

    mempercepat proses pembuangan infiltrat hasil inflamasi dan mengurangi perlengketan yang

    terjadi.

    7. Extracorporeal shockwave therapy (ESWT) / terapi gelombang kejut.

    Gelombang kejut yang dihasilkan mesin ini mampu merangsang perbaikan aliran darah

    ke daerah persendian yang mengalami peradangan, sehingga membantu menghilangkan rasa

    sakit sendi. Selain itu, gelombang kejut juga berfungsi menipiskan perkapuran yang

    menyebabkan rasa nyeri. Dengan ESWT, pasien tidak perlu rawat inap. Ia juga bisa

    beraktivitas seusai terapi tanpa gangguan.

    Terapi ini dimulai dengan intensitas paling rendah dan meningkat bertahap sampai

    tahapan yang ditargetkan. Waktu terapi hanya sekitar 15-30 menit. Jumlah energi tergantung

    pada berat ringannya penyakit pasien serta lokasi dari nyeri. rasa sakit yang dialami pasien

    17

  • berkurang dalam 3 bulan setelah menjalani 3 kali ESWT dan perbaikan selanjutnya terus

    berlangsung. Kekurangan alat ini hanyalah belum banyak ditemui di Rumah sakit.

    B. Tindakan Operatif.

    Jenis Operasi yang biasa dilakukan untuk mengatasi plantar fasciitis adalah dengan

    melakukan Gastrocnemius recession atau plantar fascia release. Komplikasi lainnya adalah

    terjadinya kerusakan pada syaraf dan terjadinya infeksi.

    II.3.6.Pencegahan

    1. Menjaga berat badan sehat ideal. Ini akan meminimalkan beban pada Plantar Fascia.

    2. Memilih sepatu yang Ergonomis. Hindari sepatu dengan tumit yang terlalu rendah.

    3. Mulailah aktivitas olahraga secara perlahan. Pemanasan sebelum memulai aktivitas

    atletik atau olahraga apapun, dan mulailah suatu program latihan baru secara

    bertahap, bertingkat dan berlanjut.

    4. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda turun dari tempat tidur di

    pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon Achilles dengan cara

    menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki anda. Ini dapat

    menolong untuk membalikkan kekencangan dari Plantar Fascia yang terjadi

    sepanjang malam.

    II.4. Frozen shoulder

    II.4.1 Definisi 18

  • Penyakit kronis dengan gejala khas berupa keterbatasan lingkup gerak sendi bahu ke

    segala arah, baik secara aktif maupun pasif oleh karena rasa nyeri yang dapat mengakibatkan

    gangguan aktifitas kerja sehari-hari. Frozen shoulder merupakan penyakit dengan

    karakteristik nyeri dan keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami

    oleh orang berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan.

    II.4.2 Etiologi

    Tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh trauma, mobilisasi

    yang lama sehingga terbentuk jaringan fibrous yang memicu terjadinya perlengketan pada

    daerah bahu.

    II.4.3 Patofisiologi

    Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan respon

    auto immobization terhadap hasil hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebab

    utamanya idiopatik, banyak yang menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya

    respon auto immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya

    yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi

    payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis

    bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical

    spondylisis, angina pectoris).

    Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul artikularis

    glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami

    synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior

    glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligamen

    inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi

    bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada kasus ini rotasi internal paling bebas,

    abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler.

    Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal

    berupa inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat

    formasi adhesive, sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi

    peningkatan viskositas cairan sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya

    sebesar 5-10ml, yang pada sendi normal bisa mencapai 20-30ml, dan selanjutnya kapsul 19

  • sendi glenohumeral menjadi mengkerut, pada pemeriksaan gerak pasif ditemukan

    keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel dan inilah yang disebut frozen shoulder.

    Histologis frozen shoulder yang terjadi pada sendi glenohumeral seperti telah

    dijelaskan di atas adalah kehilangan ekstensibilitas dan termasuk abnormal cross-bridging

    diantara serabut collagen yang baru disintesa dengan serabut collagen yang telah ada dan

    menurunkan jarak antar serabut yang akhirnya mengakubatkan penurunan kandungan air dan

    asam hyaluronik secara nyata. Pada pasca immobilisasi perlekatan jaringan fibrous

    menyebabkan perlekatan atau adhesi intra artikular dalam sendi sinovial dan mengakibatkan

    nyeri serta penurunan mobilitas.

    II.4.4 Manifestasi Klinis

    Reserve scapulohumeral rhytm yang terjadi pada penderita frozen shoulder

    menyebabkan kompensasi skapulothorakal, kompensasi tersebut menyebabkan overstretch

    karena penurunan lingkup gerak sendi skapulothoracik, hal tersebut juga membuat sendi

    acromioclavicular menjadi hipermobile. Keterbatasan gerak yang ditimbulkan oleh frozen

    shoulder dapat mengakibatkan hipomobile pada facet sendi intervertebral lower cervical dan

    upper thoracal. Pada tahap kronis frozen shoulder dapat menyebabkan antero position head

    posture karena hipomobile dari struktur cervico thoracal. Hipomobile facet lower cervical

    dan upper thoracal juga dapat menyebabkan kontraktur pada ligamen supraspinosus,

    ligamentum nuchae dan spasme pada otototot cervicothoracal , spasme tersebut bila

    berkelanjutan dapat menyebabkan nyeri pada otototot cervicothoracal. Nyeri yang

    ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme cervico thoracal akibat frozen shoulder dapat

    menyebabkan terbentuknya vicious circle of reflexes yang mengakibatkan medulla spinalis

    membangkitkan aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat menyebabkan spasme pada

    pembuluh darah kapiler akan kekurangan cairan sehingga jaringan otot dan kulit menjadi

    kurang nutrisi. Pengaruh refleks sistem simpatik pada otot pada tahap awal menunjukkan

    20

  • adanya peningkatan suhu, aliran darah, gangguan metabolisme energi phospat tinggi dan

    pengurangan konsumsi oksigen pada tahap akhir penyakit nonspesifik dan abnormalitas

    histology dapat terjadi. Hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik akan membuat otot-otot

    bahu menjadi lemah dan dystrophy. Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh

    sistem muskulotendinogen , maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan

    nyeri, menurunnya mobilitas, sehingga mengakibatkan keterbatasan LGS bahu.

    II.4.5 Penatalaksanaan

    1. Terapi ultrasound

    Dengan pemberian modalitas ultra sonic dapat terjadi iritan jaringan yang

    menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan, hal ini disebabkan oleh

    efek mekanik dan thermal ultra sonik. Pengaruh mekanik tersebut juga dengan

    terstimulasinya saraf polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga

    memicu produksi P subtance untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau

    dikenal neurogeic inflammation. Namun dengan terangsangnya P substance

    tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga

    mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.

    Pengaruh nyeri terjadi secara tidak langsung yaitu dengan adanya pengaruh gosokan

    membantu venous dan lymphatic, peningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga

    menurunnya nyeri regang dan proses percepatan regenerasi jaringan.

    2.Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)

    Cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit

    dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri.

    Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara peningkatan vaskularisasi

    pada jaringan yang rusak tersebut , maupun melalui normalisasi saraf pada level spinal

    maupun supra spinal, sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan

    yang lebih ringan. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme 21

  • dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran viscous circle of reflex yang

    pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.

    TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan kecil

    melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS

    menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor.

    Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak

    bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah.

    3.Contrax Relax and Stretching

    Teknik terapi latihan khusus yang ditujukan pada otot yang spasme, tegang/memendek

    untuk memperoleh pelemasan dan peregangan jaringan otot.Pada Contrax Relax and

    Stretching posisi tangan dibelakang leher terjadi gerakan abduksi dan rotasi eksternal

    mencapai pembatasan, posisi kapsul sendi mengarah ke inferior, terjadi peregangan pada

    kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul posterior.

    Sedangakan pada Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang punggung terjadi

    gerakan rotasi internal mencapai pembatasan, posisi kaopsul sendi mengarah ke anterior,

    terjadi terjadi peregangan pada kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi

    peregangan pada kapsul posterior.

    Gbr.

    II.5 De Quervains tenosynovitis

    II.5.1 Definisi

    22

  • De Quervains syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus

    stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abduktor polisis longus dan

    ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut. De

    Quervains syndrome atau tenosinovitis stenosans ini merupakan tendovaginitis kronik yang

    disertai penyempitan sarung tendon. Sering juga ditemukan penebalan tendon.

    II.5.2.Etiologi

    Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi terhadap

    perkembangan penyakit de Quervains syndrome. Aktivitas-aktivitas yang mungkin

    menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan tangan termasuk faktor pekerjaan, tugas-

    tugas sekretaris, olahraga golf, atau permainan olahraga yang menggunakan raket.

    Faktor-faktor lain yang mungkin dapat memberikan kontribusi terjadinya de

    Quervains syndrome antara lain : penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi inflamasi

    tendon yang terjadi berhubungan dengan gesekan yang berlebihan / berkepanjangan antara

    tendon dan pembungkusnya, terjadi misalnya pada wanita yang pekerjaannya memeras kain.

    De Quervains syndrome adalah stenosis pada tendon sheath kompartemen dorsal pertama

    pergelangan tangan. Kompartemen ini terdiri dari tendon otot abduktor polisis longus dan

    otot ekstensor polisis brevis.

    II.5.3 Patofisiologi

    Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada jari-jari

    tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon sheath yang

    memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas cairannya. Akibatnya,

    pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan otot dengan tendon sheath karena

    cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi

    jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath.

    Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat

    ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada

    tendon sheath tersebut dan hal ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada

    kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-

    otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan 23

  • nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada penderita

    penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis

    brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius.

    II.5.4 Manifestasi Klinis

    Gejala yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan kedua

    otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor polisis longus

    dan otot ekstensor polisis brevis.

    II.5.5 Diagnosis

    Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus radius,

    kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat penebalan pembungkus fibrosa

    pada sedikit proksimal prosesus stiloideus radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari

    pergelangan tangan dan ibu jari. Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi ulnar,

    penderita merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di atas dan disebut uji Finkelstein

    positif.

    Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervains syndrome adalah tes Finkelstein

    positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh pasien untuk mengepalkan tanganya di

    mana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari lainnya. Pemeriksa kemudian

    24

  • melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan tangan si pasien yang dicurigai di mana

    dapat menimbulkan keluhan utama berupa nyeri pergelangan tangan daerah dorsolateral.

    Lakukan tes Finskelstein secara bilateral untuk membandingkan dengan bagian yang

    tidak terkena. Hati-hati memeriksa the first carpometacarpal (CMC) joint sebab bagian ini

    dapat menyebabkan tes Finskelstein positif palsu. Selain dengan tes Finkelstein harus

    diperhatikan pula sensorik dari ibu jari, refleks otot-otot, dan epikondilitis lateral pada tennis

    elbow untuk melihat sensasi nyeri apakah primer atau merupakan referred pain.

    Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk menunjang diagnosis penyakit

    ini. Kadang dilakukan pemeriksaan serum untuk melihat adanya faktor rheumatoid untuk

    mengetahui penyebab penyakit ini, tetapi hal ini juga tidak spesifik karena beberapa penyakit

    lain juga menghasilkan faktor rheumatoid di dalam darahnya.

    Pemeriksaan radiologik secara umum juga tidak ada yang secara spesifik menunjang

    untuk mendiagnosis penyakit ini. Akan tetapi, penemuan terbaru dalam delapan orang pasien

    yang dilakukan ultrasonografi dengan transduser 13 MHz resolusi tinggi diambil potongan

    aksial dan koronal didapatkan adanya penebalan dan edema pada tendon sheath. Pada

    pemeriksaan dengan MRI terlihat adanya penebalan pada tendon sheath tendon otot ekstensor

    polisis brevis dan otot abduktor polisis longus. Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai

    untuk kasus-kasus trauma akut atau diduga nyeri oleh karena fraktur atau osteonekrosis.

    II.5.5 Penatalaksanaan

    25

  • Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan terapi konservatif dan intervensi

    bedah. Pada terapi konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya penderita menghindari pekerjaan

    yang menggunakan jari-jari mereka. Hal ini dapat membantu penderita dengan

    mengistirahatkan (immobilisasi) kompartemen dorsal pertama pada ibu jari (polluks) agar

    edema lebih lanjut dapat dicegah. Idealnya, immobilisasi ini dilakukan sekitar 4-6 minggu.

    Kompres dingin pada daerah edema dapat membantu menurunkan edema (cryotherapy). Jika

    gejala terus berlanjut dapat diberikan obat-obat anti inflamasi baik oral maupun injeksi.

    Beberapa obat oral dan injeksi yang diberikan sebagai berikut :

    1. Nonsteroid anti-inflammatory drug misalnya ibuprofen yang merupakan drug of

    choice untuk pasien dengan nyeri sedang. Bekerja sebagai penghambat reaksi

    inflamasi dan nyeri dengan jalan menghambat sintesa prostaglandin. Dosis dewasa

    200-800 mg, sedang dosis untuk anak-anak usia 6-12 tahun 4-10 mg/kgBB/hari.

    Untuk anak > 12 tahun sama dengan dewasa. Adapun kontra indikasi pemberian obat

    ini adalah adanya riwayat hipersensitif, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal

    atau perforasi, insufisiensi ginjal, atau resiko tinggi terjadinya perdarahan. Interaksi

    obat dengan aspirin dapat meningkatkan efek samping dari obat ini, kombinasi

    dengan probenesid dapat meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah. Pada pasien-

    pasien dengan hipertensi, dapat diberikan kombinasi antara obat ini dengan obat anti

    hipertensi seperti captopril, beta blocker, furosemid, dan thiazid. Obat ini tidak aman

    diberikan untuk wanita hamil terutama kehamilan pada trimester ketiga (berpotensi

    untuk menyebabkan menutupnya duktus arteriosus).

    2. Kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat mensupresi

    migrasi dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah peningkatan permeabilitas

    kapiler. Pada orang dewasa dapat diberikan dosis 20-40 mg metilprednisolon atau

    dapat juga diberikan hidrokortison yang dicampur dengan sedikit obat anestesi lokal

    misalnya lidokain. Campuran obat ini disuntikkan pada tendon sheath dari

    kompartemen dorsal pertama yang terkena.

    26