Kelainan-Degeneratif-Tulang
description
Transcript of Kelainan-Degeneratif-Tulang
-
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu
kemunduran proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih
buruk diiringi dengan bertambahnya usia.
Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis
dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara eksponensial.
Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi sel
tulang, Berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit rematik yang
bersifat inflamatoir dengan yang degeneratif sukar dibedakan, karena reaksi inflamasi
juga kadang-kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif.
Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut,
melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan
kematian. Namun, demikian kelainan degeneratif lebih terlihat pada orang di atas usia 40
tahun.
Kelainan degeneratif pada kasus bedah orthopedic meliputi osteoporosis, osteoarthritis,
plantar fascia, trigger finger. Oleh karena itu, penyakit tersebut akan diterangkan pada bab
selanjutnya.
BAB II
1
-
KELAINAN DEGENERATIF TULANG
II.1. OSTEOPOROSIS
II.1.1 Definisi Osteoporosis
Kata osteoporosis berasal dari bahasa yunani yaitu osteo yang berarti tulang dan
porous yang berarti keropos. Penyakit osteoporosis adalah penyakit tulang yang dapat
menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang, yang disertai dengan penurunan kualitas
jaringan tulang yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan pada tulang.
Menurut World Health Organisation (WHO) dan ahli (seperti dikutip Ferdinan Zaviera
, 2007) mengartikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa
tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang menyebabkan kerapuhan
tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak
memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. Dapat disimpulkan bahwa
osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang membuat tulang menjadi tidak padat dan
rawan akan keretakan.
II.1.2. Etiologi Osteoporosis
Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan osteoporosis :
a. Usia. Massa tulang berkurang seiring melewati masa puncak tulang yaitu pada usia 25
30 tahun.
b. Keturunan. Bila dari garis keturunan memang ada osteoporosis (misalnya bungkuk),
maka risiko terkena osteoporosis kian besar.
c. Hormon. Setelah berhentinya haid, perempuan lebih rentan terhadap osteoporosis
karena terjadi perubahan hormonal yang dapat menurunkan drastis kemampuan tubuh
untuk menyerap kalsium.
d. Jenis kelamin. Wanita berisiko lebih tinggi karena wanita memiliki masa tulang yang
lebih rendah dan mengalami pengeroposan lebih cepat dibandingkan pria.
e. Perokok. Nikotin dalam rokok menimbulkan masalah pada pembentukan tulang
dengan cara mengganggu peran penting estrogen dan testosteron dalam
perkembangan.
2
-
f. Asupan alkohol yang berlebihan. Mengonsumsi minuman beralkohol secara
berlebihan mengganggu penyerapan kalsium dan aktivitas osteoblas dalam
pembentukan tulang.
g. Asupan kafein yang berlebihan. Pada penelitian menemukan bahwa risiko fraktur
pada panggul bertambah jika mengkonsumsi lebih dari dua cangkir kopi atau empat
cangkir teh per harinya. Tetapi pada dasarnya asupan kafein (1 2 porsi minuman
berkafein 10 per hari) tidak akan memengaruhi tulang jika diimbangi dengan asupan
kalsium dan vitamin D yang memadai.
h. Berat badan. Wanita ramping dan bertulang kecil berisiko lebih besar dibandingkan
wanita dengan kelebihan berat badan dan bertulang besar.
i. Nutrisi buruk. Tidak memadainya asupan kalsium, vitamin D, asam sitrat, dan fosfor
(atau asupan fosfor yang berlebihan) dapat menyebabkan tulang lemah dengan
berkurangnya massa tulang.
j. Gaya hidup sedentair (kurang gerak). Kurangnya berolahraga, meskipun tidak
memiliki faktor lain apapun. Tetap hal ini dapat mempercepat terkenanya
osteoporosis. Tulang memerlukan tekanan olahraga ataupun gerak tubuh agar
pembentukan tulang sebanding dengan keropos tulang.
II.1.3. Patogenesis Osteoporosis
Osteoporosis akan terjadi ketika berlangsungnya proses pengikisan tulang dan
pembentukan tulang menjadi tidak seimbang. Sel sel yang menyebabkan pengikisan tulang
mulai membuat kanal dan lubang dalam tulang lebih cepat daripada proses pembentukan
tulang yang dilakukan oleh sel sel pembentuk tulang yang membuat tulang baru untuk
mengisi lubang tersebut. Tulang menjadi rapuh dan kemungkinan akan patah.
Gbr 1. Matrix tulang pada orang osteoporosis
Sumber: Barrack, 2006.
II.1.4. Manifestasi Klinis Osteoporosis
3
-
Osteoporosis merupakan penyakit yang tidak terlihat secara langsung sebelum ada
bagian tulang yang patah. Menurunnya massa tulang tidak menyebabkan rasa sakit atau
gejala lain. Sakit pada punggung bukan berarti menurunnya massa tulang kecuali bila ada
tulang yang patah. Kepadatan tulang berkurang secara perlahan terutama pada penderita
senilis (ketuaan), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Jika
kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps dan hancur, makan akan
timbul nyeri dan kelainan bentuk (Rasjad,2007). Dampak osteoporosis antara lain:
- Penurunan kualitas hidup yang disebabkan fraktur pada tulang belakang
- Bertambah pendek, dan dalam beberapa kasus, deformitas pada punggung dapat
menimbulkan masalah fisik dan emosi
- Depresi dan ketakutan untuk melakukan banyak gerakan
- Terganggunya kesehatan secara keseluruhan
Gbr. 2 deformitas punggung
Sumber: (Barrack, 2006)
II.1.5. Penatalaksanaan
1. Bisphosphonates digunakan untuk prevensi atau penanganan osteoporosis. Efek
samping obat ini termasuk refluks asam, dan masalah pada oesofagus; efek samping
yang jarang namun serius adalah kerusakan tulang rahang.
2. Estrogen mengurangi insiden fraktur namun meningkatkan resiko beberapa jenis
kanker, stroke, dan endapan darah.
4
-
3. Obat non-estrogen yang berfokus terhadap reseptor estrogen (juga diketahui sebagai
SERM, atau selective estrogen receptor modulator) mencegah fraktur spinal namun
tidak mengurangi kecendrungan fraktur pinggul. Efek samping termasuk endapan
darah (blood cloth).
4. Kalsitonin
5. Teriparatide
6. Vitamin D dan suplemen kalsium, jika dikonsumsi bersamaan, memiliki efek yang
cukup terhadap fraktur. Tidak jelas seefektif bagaimana jika kombinasi obat tersebut
dikonsumsi sendiri-sendiri
II.1.6. Pencegahan Osteoporosis
Nutrisi yang tepat berfungsi menjaga tulang dan mencegah,beberapa nutrisi yang
berguna bagi tulang :
a. Kalsium
Asupan kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang sepanjang hidup kita.
Pada orang dewasa (sampai awal empat puluh tahun), asupan kalsium yang cukup dapat
membantu mempertahankan kepadatan tulang khususnya di bagian pinggul, tulang yang
rawan terjadi pengeroposan.
b. Vitamin D
Vitamin D berfungsi sebagai penyerap kalsium dan dapat berdampak langsung pada
tulang. Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak sehingga dapat disimpan lama
dalam tubuh.
c. Olahraga
Olahraga berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi tulang. Selain itu olahraga akan
memberikan manfaat jangka panjang jika dilakukan secara berkelanjutan.
II.2. Osteoartritis
II.2.1 Definisi
5
-
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan
patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita
OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia.
Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain
usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Barrack, 2006).
Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow progressive,
ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan
sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi.
Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti
dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan
peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk
efusi.
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor genetik, yaitu
adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah
OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan
makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti obesitas
dan sebagainya (Altmann, 2001).
II. 2.2 Patogenesis
Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan
peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi
makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi
kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi
aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.
Gbr 3. Osteoartritis
Sumber: Altman,2001
6
-
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.
Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit
berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta
berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,
mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini
dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk
menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang
rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab
penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan
mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan downregulasi respon
kondrosit terhadap sitokin anabolik.
Perubahan Tulang.
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi
meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga yang
menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini
muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang
berbentuk bulan sabit (crescent). Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari
pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari
penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga rongga
terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari
penyakit, tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal 7
-
dan padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang denuded dari sendi lawan.
Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan
dapat mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat (Chapman, 2001).
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan perubahan
tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan yang keras, fibrous,
dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul
pada permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi
(osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang
mengalami degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki
pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak
sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba,
nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi
memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis
biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan
osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap
proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan
sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik
kartilageneus
Gb 4. Lokasi tersering terjadinya OA
Sumber: Chapman, 2001.
Jaringan Periartikuler.
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium,
ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering
mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang 8
-
rawan sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya
penggunaan sendi dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini
sering mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.
II.2.3 Diagnosis
Laju endap darah biasanya normal.
Serum kolesterol sedikit meninggi.
Pemeriksaan faktor reumatoid negatif.
Pemeriksaan radiologis.
1. Foto polos.
Gambaran yang khas pada foto polos adalah:
Densitas tulang normal atau meninngi.
Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang rawan
sendi.
Sklerosis tulang subkondral.
Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral.
Osteofit pada tepi sendi.
2. Radionuklida scanning.
Dilakukan dengan menggunakan 99 Tc-HDP dan terlihat peningkatan aktivitas
tulang pada bagian subkondral dari sendi yang terkena osteoartritis. Dapat pula
ditemukan penambahan vaskularisasi dan pembentukan tulang baru. Juga terlihat
daerah perselubungan sendi vetebra apofisial.
9
-
Bentuk klasik osteoartritis monokuler berupa nyeri dan disfungsi dari 1 sendi, terutama
pada sendi yang menyokong beban tubuh yaitu pada sendi pinggul dan lutut. Pada
osteoartritis sekunder mungkin dapat ditemukan penyebab sebelumnya seperti displasia
asetabuler, penyakit Legg-Calve-Perthes, pasca trauma, atau fraktur pada daerah panggul.
Osteoartritis poli artikuler ditemukan pada wanita umur pertengahan dengan keluhan nyeri ,
kekakuan, pembengkakan pada sendi tangan yang terutama mengenai sendi karpometakarpal
pertama sendi interfalangeal dan oada tingkat awal disertai dengan reaksi inflamasi.
Mungkin ditemukan adanya pembengkakan jaringan lunak yang berupa nodus Herbeden dan
nodus Bouchard yang tampak sebagai benjolan.
II.2.4. Penatalaksanaan
1. Penanganan umum:
Pemakaian air panas atau air es dapat menghilangkan rasa nyeri sementara.
Mengurangi BB dengan diet.
Fisioterapi penting untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan kekuatan otot.
Latihan di rumah berupa latihan statis serta memperkuat otot-otot.
Istirahat yang teratur untuk mengurangi penggunaan beban pada sendi.
Pemakaian alat bantu seperti tongkat, penyangga leher.
Dukungan psikososial.
Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan OA di tulang belakang.
2. Medikamentosa.
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomtatik. Obat
antiinflamsi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgetik dan mengurangi
peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis.
10
-
Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4 g/ hari atau propksifen
HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan juga efek samping pada
saluran cerna dan ginjal.
Jika tidak berpengaruh, atau jika tidak terdapat tanda peradangan, maka OAINS seperti
fenoprofin, biasanya 1/2 -1/3 dosis penuh untuk RA. Karena pemakaian biasanya untuk
jangka panjang, maka ES adalah iritasi mukosa lambung.
Injeksi kortikosteroid intraartikular kadang membantu menghilangkan rasa nyeri.
Injeksi hyaluronat.
OAINS dosis rendah bila tidak terdapat kontraindikasi. Nyeri progresif yang tidak
responsif perlu OIANS dosis tinggi atau analgesik seperti dekstropropoksifen atau
tramadol.
Obat-obat analgetik yang dapat dibeli bebas, seperti aspirin, asteaminofen, dan ibuprofen
mempunyai kemampuan lebih dalam mengontrol sinovitis.
3. Tindakan operasi:
Untuk membuang badan-badan yang lepas, memperbaiki jaringan penyokong yang rusak,
atau untuk menggantikan seluruh sendi. Bedah artroskopi memungkinkan pelaksanaan
berbagai macam prosedur operasi. Penggantian sendi yang rusak dapat membantu .
Tindakan operasi dilakukan apabila:
Nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan lokal.
Sendi yang tidak stabil oleh karena adanya sublukasi atau deformitas pada sendi.
Adanya kerusakan sendi pada tingkat lanjut.
Untuk mengoreksi beban pada sendi agar distribusi beban terbagi sama rata.
Sendi lutut:
11
-
Osteotomi tinggi pada tibia untuk mengoreksi kelurusan pada sendi lutut dimana
belum ada kerusakan yang meyolok pada sendi.
Hermiartroplasti, bila kerusakan satu kompartemen sendi.
Artroplasti total, bila seluruh kpmpartemen rusak.
II.3. Plantar Fascitis.
II.3.1 Definisi
Plantar Fasciitis (Policemans Heel) adalah nyeri tumit disebabkan oleh
peradangan dari Plantar Fascia suatu jaringan disepanjang bagian bawah kaki yang
menghubungkan tulang tumit dengan ibu jari kaki kita. Berdasarkan kualifikasi penyakit
rematik menurut American Rematism Association, Plantar Fasciitis termasuk golongan
rematism non artikular, dimana akibat keluhan ini dapat mengganggu mobilitas dan aktifitas
kehidupan sehari-hari penderitanya (Singh D, 2007).
II.3.2 Faktor resiko
1. Aktivitas fisik yang berlebihan dan pada pekerjaan yang memerlukan banyak berdiri atau
berjalan berlebihan seperti pada pelari jarak jauh,atlet Jumping sport, Perawat, Guru,
Militer ,dll.
2. Sepatu yang tidak Ergonomis. Sepatu yang solnya tipis, longgar atau tidak ada dukungan
untuk lengkung kaki atau tidak ada kemampuan untuk menyerap hentakan akan
menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi. Jika anda sering memakai
sepatu dengan tumit tinggi (high heels) maka tendon Achilles yakni tendon yang melekat
pada tumit kita dapat berkontraksi/tegang dan memendek, menyebabkan strain pada jaringan
di sekitar tumit yang juga akan menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi.
3. Arthritis. Beberapa tipe Arthritis dapat menyebabkan peradangan pada tendon dari
telapak kaki, yang dapat menyebabkan Plantar Fasciitis.
12
-
4. Diabetes . Meskipun tidak diketahui mekanismenya, akan tetapi Plantar Fasciitis terjadi
lebih sering pada orang dengan diabetes.
5. Berat badan berlebihan. Berjalan-jalan dengan berat badan yang berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan jaringan lemak di bawah tulang tumit dan menyebabkan nyeri tumit.
Orang-orang yang naik berat badannya dengan cepat dapat menderita Plantar Fasciitis,
walaupun tidak selalu.
6. Kehamilan. Berat badan yang bertambah dan pembengkakan yang dialami pada saat
hamil dapat menyebabkan ligamen (jaringan pengikat) pada tubuh termasuk di kaki untuk
mengendur. Ini dapat menyebabkan permasalahan mekanikal dan peradangan
7. Kelainan anatomis kaki seperti telapak kaki leper/ceper (tanpa lengkung) , atau
sebaliknya, lengkungan berlebihan. Orang-orang dengan kaki datar mempunyai penyerapan
kejutan yang kurang, yang mana hal ini meningkatkan peregangan dan tegangan pada plantar
fascia. Orang-orang dengan lengkung kaki yang tinggi mempunyai jaringan plantar yang
lebih ketat, yang juga menyebabkan penyerapan kejutan yang kurang.
Gbr 5. Kelainan anatomis
Sumber: Capt. Danielle, 2009.
8. Pertambahan usia. Saat lengkungan mulai berkurang secara alamiah. Nyeri tumit
cenderung lebih umum dijumpai oleh karena penuaan menyebabkan lengkung kaki mulai
mendatar, menimbulkan stress pada plantar fascia.
II.3.3 Manifestasi Klinik
Keluhan utama pada kasus ini adalah nyeri pada tumit. Plantar Fasciitis menyebabkan
nyeri seperti ditusuk atau rasa terbakar yang terutama dirasakan waktu berdiri pada pagi hari,
sewaktu penderita mulai menapakkan kaki beberapa langkah pertama, hal ini disebabkan
13
-
karena fascia mengencang (berkontraksi) sepanjang malam. Segera setelah kita berjalan-jalan
beberapa saat, nyeri yang disebabkan oleh Plantar Fasciitis ini biasanya berkurang, tetapi
mungkin akan terasa nyeri kembali setelah berdiri beberapa lama atau setelah bangun dari
posisi duduk (Capt. Danielle, 2009).
Dalam keadaan normal, Plantar Fascia kita bekerja seperti sebuah serabut-serabut
penyerap kejutan (shock-absorbing bowstring), menyangga lengkung dalam kaki kita. Tetapi,
jika tegangan pada serabut-serabut tersebut terlalu besar, maka dapat terjadi beberapa
robekan kecil di serabut-serabut tersebut. Bila ini terjadi berulang-ulang maka fascia akan
menjadi teriritasi atau meradang.
II.3.4 Diagnosis
Pemeriksaan fisik diawali dengan menanyakan mengenai keluhan yang di derita dan
mencari titik-titik nyeri/kaku di kaki pasien. Ini dapat membantu untuk menyingkirkan
penyebab-penyebab lain nyeri tumit kaki, seperti Tendinitis, Arthritis, iritasi saraf atau
adanya suatu kista ataupun Kalkaneus Spur (Heel Spur) yang pada beberapa dekade terakhir
sering dianggap menjadi penyebab utama nyeri pada tumit kaki. Heel spur merupakan
penonjolan tulang pada plantar kaki/telapak kaki pada tulang kalkaneus, bentuknya seperti
jalu ayam.
Nyeri tumit kaki dapat di hilangkan tanpa melakukan operasi pengangkatan Spur tersebut.
Pembedahan untuk membuang Spur sangat jarang dilakukan. Selain melakukan pemeriksaan
fisik, disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan Rontgen
atau MRI untuk menyakinkan bahwa pasien tidak mengalami fraktur tekanan (Stress
Fracture) ataupun Arthritis.
14
-
II.3.5.Penatalaksanaan
A. Non Operatif.
1. Kompres es batu yang dibungkus dengan kain di daerah nyeri atau bekukan sebotol air
dan urutkan di atas daerah yang nyeri selama 20 sampai 30 menit, 3 atau 4 kali sehari atau
setelah melaksanakan aktivitas.
2. Obat-obatan golongan NSAID.
3. Kurangi Aktifitas olah raga. Alihkan aktivitas olah raga dengan pembebanan pada kaki
hingga nyeri mereda. Untuk mempertahankan kondisi atlet sebaiknya dianjurkan melakukan
bentuk-bentuk latihan alternatif, seperti aktivitas berenang ataupun bersepeda.
4. Latihan peregangan berkala. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda
turun dari tempat tidur di pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon
Achilles dengan cara menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki
anda. Jenis peregangan yang sering dilakukan untuk Plantar Fasciitis adalah dengan
melakukan Calf stretch dan Plantar fascia stretch .
15
-
Calf stretch Plantar fascia-specific stretching
5. Ortosis. Koreksi sepatu atau sandal membantu mengurangi rasa nyeri pada tumit sewaktu
menapak atau berjalan. Penyangga lengkungan kaki (Arch Support), yang bisa dipakai/
diletakkan dalam sepatu, ataupun bidai yang digunakan pada malam hari yang disebut Night
Splint, karena di gunakan saat tidur malam hari.
Soft heel pads can provide extra support.
16
-
Night Splint
6. Ultrasound Diathermy (US)
Untuk mengurangi nyeri pada Plantaris Fasciitis terapi Non Invasif yang sering
digunakan adalah dengan modalitas Ultrasound Diathermy (US). US adalah diatermi
berdasarkan konversi energi suara frekensi tinggi , dengan daya tembus paling dalam (3-5
cm) diantara diatermi lainnya, gelombang suara ini selain memberikan efek panas/termal,
juga ada efek non termal/mekanik yaitu Micromassage. Terapi ultrasound digunakan untuk
kasus plantar fasciitis karena efek panas dan efek mekanik pada gelombang ultrasound
menyebabkan peningkatan sirkulasi darah ke jaringan setempat. Radang pada plantar fascia
ini terjadi karena adanya trauma atau strain, sehingga terjadi perubahan pembuluh darah dan
perubahan sel leukosit. Pengaruh panas ultrasound juga dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri pada plantar fasciitis karena gelombang pulsed yang rendah intensitasnya dapat
memberikan efek sedative dan analgesik pada ujung-ujung saraf sensorik. US efektif dalam
mempercepat proses pembuangan infiltrat hasil inflamasi dan mengurangi perlengketan yang
terjadi.
7. Extracorporeal shockwave therapy (ESWT) / terapi gelombang kejut.
Gelombang kejut yang dihasilkan mesin ini mampu merangsang perbaikan aliran darah
ke daerah persendian yang mengalami peradangan, sehingga membantu menghilangkan rasa
sakit sendi. Selain itu, gelombang kejut juga berfungsi menipiskan perkapuran yang
menyebabkan rasa nyeri. Dengan ESWT, pasien tidak perlu rawat inap. Ia juga bisa
beraktivitas seusai terapi tanpa gangguan.
Terapi ini dimulai dengan intensitas paling rendah dan meningkat bertahap sampai
tahapan yang ditargetkan. Waktu terapi hanya sekitar 15-30 menit. Jumlah energi tergantung
pada berat ringannya penyakit pasien serta lokasi dari nyeri. rasa sakit yang dialami pasien
17
-
berkurang dalam 3 bulan setelah menjalani 3 kali ESWT dan perbaikan selanjutnya terus
berlangsung. Kekurangan alat ini hanyalah belum banyak ditemui di Rumah sakit.
B. Tindakan Operatif.
Jenis Operasi yang biasa dilakukan untuk mengatasi plantar fasciitis adalah dengan
melakukan Gastrocnemius recession atau plantar fascia release. Komplikasi lainnya adalah
terjadinya kerusakan pada syaraf dan terjadinya infeksi.
II.3.6.Pencegahan
1. Menjaga berat badan sehat ideal. Ini akan meminimalkan beban pada Plantar Fascia.
2. Memilih sepatu yang Ergonomis. Hindari sepatu dengan tumit yang terlalu rendah.
3. Mulailah aktivitas olahraga secara perlahan. Pemanasan sebelum memulai aktivitas
atletik atau olahraga apapun, dan mulailah suatu program latihan baru secara
bertahap, bertingkat dan berlanjut.
4. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda turun dari tempat tidur di
pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon Achilles dengan cara
menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki anda. Ini dapat
menolong untuk membalikkan kekencangan dari Plantar Fascia yang terjadi
sepanjang malam.
II.4. Frozen shoulder
II.4.1 Definisi 18
-
Penyakit kronis dengan gejala khas berupa keterbatasan lingkup gerak sendi bahu ke
segala arah, baik secara aktif maupun pasif oleh karena rasa nyeri yang dapat mengakibatkan
gangguan aktifitas kerja sehari-hari. Frozen shoulder merupakan penyakit dengan
karakteristik nyeri dan keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami
oleh orang berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan.
II.4.2 Etiologi
Tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh trauma, mobilisasi
yang lama sehingga terbentuk jaringan fibrous yang memicu terjadinya perlengketan pada
daerah bahu.
II.4.3 Patofisiologi
Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan respon
auto immobization terhadap hasil hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebab
utamanya idiopatik, banyak yang menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya
respon auto immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya
yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi
payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis
bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical
spondylisis, angina pectoris).
Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul artikularis
glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami
synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior
glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligamen
inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi
bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada kasus ini rotasi internal paling bebas,
abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler.
Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal
berupa inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat
formasi adhesive, sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi
peningkatan viskositas cairan sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya
sebesar 5-10ml, yang pada sendi normal bisa mencapai 20-30ml, dan selanjutnya kapsul 19
-
sendi glenohumeral menjadi mengkerut, pada pemeriksaan gerak pasif ditemukan
keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel dan inilah yang disebut frozen shoulder.
Histologis frozen shoulder yang terjadi pada sendi glenohumeral seperti telah
dijelaskan di atas adalah kehilangan ekstensibilitas dan termasuk abnormal cross-bridging
diantara serabut collagen yang baru disintesa dengan serabut collagen yang telah ada dan
menurunkan jarak antar serabut yang akhirnya mengakubatkan penurunan kandungan air dan
asam hyaluronik secara nyata. Pada pasca immobilisasi perlekatan jaringan fibrous
menyebabkan perlekatan atau adhesi intra artikular dalam sendi sinovial dan mengakibatkan
nyeri serta penurunan mobilitas.
II.4.4 Manifestasi Klinis
Reserve scapulohumeral rhytm yang terjadi pada penderita frozen shoulder
menyebabkan kompensasi skapulothorakal, kompensasi tersebut menyebabkan overstretch
karena penurunan lingkup gerak sendi skapulothoracik, hal tersebut juga membuat sendi
acromioclavicular menjadi hipermobile. Keterbatasan gerak yang ditimbulkan oleh frozen
shoulder dapat mengakibatkan hipomobile pada facet sendi intervertebral lower cervical dan
upper thoracal. Pada tahap kronis frozen shoulder dapat menyebabkan antero position head
posture karena hipomobile dari struktur cervico thoracal. Hipomobile facet lower cervical
dan upper thoracal juga dapat menyebabkan kontraktur pada ligamen supraspinosus,
ligamentum nuchae dan spasme pada otototot cervicothoracal , spasme tersebut bila
berkelanjutan dapat menyebabkan nyeri pada otototot cervicothoracal. Nyeri yang
ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme cervico thoracal akibat frozen shoulder dapat
menyebabkan terbentuknya vicious circle of reflexes yang mengakibatkan medulla spinalis
membangkitkan aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat menyebabkan spasme pada
pembuluh darah kapiler akan kekurangan cairan sehingga jaringan otot dan kulit menjadi
kurang nutrisi. Pengaruh refleks sistem simpatik pada otot pada tahap awal menunjukkan
20
-
adanya peningkatan suhu, aliran darah, gangguan metabolisme energi phospat tinggi dan
pengurangan konsumsi oksigen pada tahap akhir penyakit nonspesifik dan abnormalitas
histology dapat terjadi. Hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik akan membuat otot-otot
bahu menjadi lemah dan dystrophy. Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh
sistem muskulotendinogen , maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan
nyeri, menurunnya mobilitas, sehingga mengakibatkan keterbatasan LGS bahu.
II.4.5 Penatalaksanaan
1. Terapi ultrasound
Dengan pemberian modalitas ultra sonic dapat terjadi iritan jaringan yang
menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan, hal ini disebabkan oleh
efek mekanik dan thermal ultra sonik. Pengaruh mekanik tersebut juga dengan
terstimulasinya saraf polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga
memicu produksi P subtance untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau
dikenal neurogeic inflammation. Namun dengan terangsangnya P substance
tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga
mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.
Pengaruh nyeri terjadi secara tidak langsung yaitu dengan adanya pengaruh gosokan
membantu venous dan lymphatic, peningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga
menurunnya nyeri regang dan proses percepatan regenerasi jaringan.
2.Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
Cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit
dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri.
Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara peningkatan vaskularisasi
pada jaringan yang rusak tersebut , maupun melalui normalisasi saraf pada level spinal
maupun supra spinal, sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan
yang lebih ringan. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme 21
-
dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran viscous circle of reflex yang
pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.
TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan kecil
melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS
menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor.
Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak
bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah.
3.Contrax Relax and Stretching
Teknik terapi latihan khusus yang ditujukan pada otot yang spasme, tegang/memendek
untuk memperoleh pelemasan dan peregangan jaringan otot.Pada Contrax Relax and
Stretching posisi tangan dibelakang leher terjadi gerakan abduksi dan rotasi eksternal
mencapai pembatasan, posisi kapsul sendi mengarah ke inferior, terjadi peregangan pada
kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul posterior.
Sedangakan pada Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang punggung terjadi
gerakan rotasi internal mencapai pembatasan, posisi kaopsul sendi mengarah ke anterior,
terjadi terjadi peregangan pada kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi
peregangan pada kapsul posterior.
Gbr.
II.5 De Quervains tenosynovitis
II.5.1 Definisi
22
-
De Quervains syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus
stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abduktor polisis longus dan
ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut. De
Quervains syndrome atau tenosinovitis stenosans ini merupakan tendovaginitis kronik yang
disertai penyempitan sarung tendon. Sering juga ditemukan penebalan tendon.
II.5.2.Etiologi
Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi terhadap
perkembangan penyakit de Quervains syndrome. Aktivitas-aktivitas yang mungkin
menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan tangan termasuk faktor pekerjaan, tugas-
tugas sekretaris, olahraga golf, atau permainan olahraga yang menggunakan raket.
Faktor-faktor lain yang mungkin dapat memberikan kontribusi terjadinya de
Quervains syndrome antara lain : penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi inflamasi
tendon yang terjadi berhubungan dengan gesekan yang berlebihan / berkepanjangan antara
tendon dan pembungkusnya, terjadi misalnya pada wanita yang pekerjaannya memeras kain.
De Quervains syndrome adalah stenosis pada tendon sheath kompartemen dorsal pertama
pergelangan tangan. Kompartemen ini terdiri dari tendon otot abduktor polisis longus dan
otot ekstensor polisis brevis.
II.5.3 Patofisiologi
Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada jari-jari
tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon sheath yang
memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas cairannya. Akibatnya,
pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan otot dengan tendon sheath karena
cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi
jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath.
Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat
ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada
tendon sheath tersebut dan hal ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada
kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-
otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan 23
-
nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada penderita
penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis
brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius.
II.5.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan kedua
otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor polisis longus
dan otot ekstensor polisis brevis.
II.5.5 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus radius,
kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat penebalan pembungkus fibrosa
pada sedikit proksimal prosesus stiloideus radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari
pergelangan tangan dan ibu jari. Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi ulnar,
penderita merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di atas dan disebut uji Finkelstein
positif.
Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervains syndrome adalah tes Finkelstein
positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh pasien untuk mengepalkan tanganya di
mana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari lainnya. Pemeriksa kemudian
24
-
melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan tangan si pasien yang dicurigai di mana
dapat menimbulkan keluhan utama berupa nyeri pergelangan tangan daerah dorsolateral.
Lakukan tes Finskelstein secara bilateral untuk membandingkan dengan bagian yang
tidak terkena. Hati-hati memeriksa the first carpometacarpal (CMC) joint sebab bagian ini
dapat menyebabkan tes Finskelstein positif palsu. Selain dengan tes Finkelstein harus
diperhatikan pula sensorik dari ibu jari, refleks otot-otot, dan epikondilitis lateral pada tennis
elbow untuk melihat sensasi nyeri apakah primer atau merupakan referred pain.
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk menunjang diagnosis penyakit
ini. Kadang dilakukan pemeriksaan serum untuk melihat adanya faktor rheumatoid untuk
mengetahui penyebab penyakit ini, tetapi hal ini juga tidak spesifik karena beberapa penyakit
lain juga menghasilkan faktor rheumatoid di dalam darahnya.
Pemeriksaan radiologik secara umum juga tidak ada yang secara spesifik menunjang
untuk mendiagnosis penyakit ini. Akan tetapi, penemuan terbaru dalam delapan orang pasien
yang dilakukan ultrasonografi dengan transduser 13 MHz resolusi tinggi diambil potongan
aksial dan koronal didapatkan adanya penebalan dan edema pada tendon sheath. Pada
pemeriksaan dengan MRI terlihat adanya penebalan pada tendon sheath tendon otot ekstensor
polisis brevis dan otot abduktor polisis longus. Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai
untuk kasus-kasus trauma akut atau diduga nyeri oleh karena fraktur atau osteonekrosis.
II.5.5 Penatalaksanaan
25
-
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan terapi konservatif dan intervensi
bedah. Pada terapi konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya penderita menghindari pekerjaan
yang menggunakan jari-jari mereka. Hal ini dapat membantu penderita dengan
mengistirahatkan (immobilisasi) kompartemen dorsal pertama pada ibu jari (polluks) agar
edema lebih lanjut dapat dicegah. Idealnya, immobilisasi ini dilakukan sekitar 4-6 minggu.
Kompres dingin pada daerah edema dapat membantu menurunkan edema (cryotherapy). Jika
gejala terus berlanjut dapat diberikan obat-obat anti inflamasi baik oral maupun injeksi.
Beberapa obat oral dan injeksi yang diberikan sebagai berikut :
1. Nonsteroid anti-inflammatory drug misalnya ibuprofen yang merupakan drug of
choice untuk pasien dengan nyeri sedang. Bekerja sebagai penghambat reaksi
inflamasi dan nyeri dengan jalan menghambat sintesa prostaglandin. Dosis dewasa
200-800 mg, sedang dosis untuk anak-anak usia 6-12 tahun 4-10 mg/kgBB/hari.
Untuk anak > 12 tahun sama dengan dewasa. Adapun kontra indikasi pemberian obat
ini adalah adanya riwayat hipersensitif, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal
atau perforasi, insufisiensi ginjal, atau resiko tinggi terjadinya perdarahan. Interaksi
obat dengan aspirin dapat meningkatkan efek samping dari obat ini, kombinasi
dengan probenesid dapat meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah. Pada pasien-
pasien dengan hipertensi, dapat diberikan kombinasi antara obat ini dengan obat anti
hipertensi seperti captopril, beta blocker, furosemid, dan thiazid. Obat ini tidak aman
diberikan untuk wanita hamil terutama kehamilan pada trimester ketiga (berpotensi
untuk menyebabkan menutupnya duktus arteriosus).
2. Kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat mensupresi
migrasi dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah peningkatan permeabilitas
kapiler. Pada orang dewasa dapat diberikan dosis 20-40 mg metilprednisolon atau
dapat juga diberikan hidrokortison yang dicampur dengan sedikit obat anestesi lokal
misalnya lidokain. Campuran obat ini disuntikkan pada tendon sheath dari
kompartemen dorsal pertama yang terkena.
26