Kejang Demam OK

17
LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM Program Studi Pendidikan Dokter Disusun oleh : Putri Ardian 11101-071 Pembimbing: dr. May Valzon M.sc MODUL KEPANITERAAN JUNIOR PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

description

kjhhjk

Transcript of Kejang Demam OK

Page 1: Kejang Demam OK

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Program Studi Pendidikan Dokter

Disusun oleh :

Putri Ardian

11101-071

Pembimbing:

dr. May Valzon M.sc

MODUL KEPANITERAAN JUNIOR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

2015

Page 2: Kejang Demam OK

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : An. B

Umur : 2 tahun 1 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Limbungan baru

Nama Ayah : Tn. A

Umur : -

Pendidikan : -

Pekerjaan : Swasta

Nama Ibu : -

Umur : -

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

II. ANAMNESIS

An. B berusia 2 tahun 1 bulan datang diantar ayah dan ibunya ke RSIA Zainab dengan

keluhan kejang 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Menurut pengakuan ibunya, An.

B mengalami kejang ± 7 menit, setelah kejang An. B sadar dan menangis. Sebelumnya An. B

mengalami demam dan batuk sejak 3 hari ini. Dokter memutuskan untuk memperbaiki

keadaan umum.

Page 3: Kejang Demam OK

Riwayat pribadi :

Riwayat kehamilan dan persalinan

- Riwayat kehamilan : -

- Riwayat persalinan : -

- Riwayat pasca lahir : -

Riwayat makanan : -

Pertumbuhan dan perkembangan anak : -

Mental/intelegensia : -

Emosi dan perilaku : -

Imunisasi : -

Riwayat penyakit dahulu : -

Social ekonomi dan lingkungan : -

Anamnesis sitem : -

III. PEMERIKSAAN JASMANI

A. PEMERIKSAAN UMUM

Kesan umum : tampak sakit sedang

Tanda utama : Nadi 120x/menit, RR 36x/menit, TD (-), Suhu 39©

Status gizi : BB 12 kg

Panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas (-)

Kulit : -

Kelenjar limpa : -

Otot : -

Tulang : -

Page 4: Kejang Demam OK

Sendi : -

B. PEMERIKSAAN KHUSUS : -

IV. LABORATORIUM DASAR :

- Hb : 11,7 g/dl

- Leukosit : 11.100 mm3

Diff. Count (Eosinofil 0, basofil 0, Netrofil batang 7, Netrofil Segmen 71, limfosit 15,

monosit 5)

- Trombosit : 273.000 mm3

- Hematokrit : 33,4%

V. RINGKASAN DASAR : -

VI. DAFTAR PERMASALAHAN

- Masalah aktif : kejang

- Masalah pasif : demam dan batuk

VII. DIAGNOSIS BANDING

- Kejang demam

- Meningitis

VIII. DIAGNOSIS

Kejang demam

IX. TERAPI

- IVFD RL 15 tpm (mikro)

- Asam Valproat (Depaken) syrup 360 mg/hari dalam 3 dosis = 3x1/2 cth

- Paracetamol syrup 120 mg: 3x1 cth

Page 5: Kejang Demam OK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kejang demam

No. ICPC 2 : N07 Convulsion/seizure

No. ICD X : R56.0 Febrile convulsions

Tingkat kemampuan : 4A

2.1 Definisi

Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal >38 ©) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan

demam, tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain1,2. Kejang demam

terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan–5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa

demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang

disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului

demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan

terjadi bersama demam2.

2.2 Klasifikasi1,2

Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Kejang demam sederhana

1. Kejang generalisata (tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal)

2. Durasi: < 15 menit dan akan berhenti sendiri

3. Kejang tidak disebabkan oleh adanya meningitis, encephalitis, atau

penyakit yang berhubungan dengan gangguan di otak

4. Kejang tidak berulang dalam 24 jam.

Page 6: Kejang Demam OK

5. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

b. Kejang demam kompleks

1. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

2. Durasi: > 15 menit

3. Dapat terjadi kejang berulang atau lebih 1 kali dalam 24 jam.

2.3 Gejala dan tanda

Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit

sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau

penyebab kejang. Umumnya kejang demam pada anak dan berlangsung pada permulaan

demam akut, berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada

tanda-tanda neurologi post iktal. Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya,

kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis,

nyeri atau cedera akibat kejang1.

2.4 Faktor risiko

a. Demam

1. Demam yang berperan pada KD, akibat:

• Infeksi saluran pernafasan

• Infeksi saluran pencernaan

• Infeksi saluran air seni

• Roseola infantum

Page 7: Kejang Demam OK

• Paska imunisasi

2. Derajat demam:

• 75% dari anak dengan demam ≥ 39 ©

• 25% dari anak dengan demam > 400C

b. Usia

1. Umumnya terjadi pada usia 6 bulan – 6 tahun

2. Puncak tertinggi pada usia 17 – 23 bulan

3. Kejang demam sebelum 5 – 6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi

SSP

4. Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile

seizure plus (FS+).

c. Gen

1. Risiko meningkat 2 – 3x bila saudara kejang demam

2. Risiko meningkat 5% bila orang tua menderita kejang demam

2.5 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut

kepala, dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan

neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk

mencari faktor penyebab1.

2.6 Pemeriksaan penunjang1

Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan

beberapa pemeriksaan penunjang antara lain, yaitu:

a. Laboratorium darah, seperti: kadar gula darah, elektrolit, dan hitung jenis. Pemeriksaan ini

dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama.

b. Pemeriksaan urin direkomendasikan pada pasien yang tidak memiliki kecurigaan fokus

infeksi.

c. Pungsi lumbal2

Page 8: Kejang Demam OK

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk me negakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada

bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena

manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

d. Elektroensefalografi (EEG)2

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh

karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan

kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari

6 tahun, atau kejang demam fokal.

e. Pencitraan2

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau

magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas

indikasi seperti:

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledema

2.7 Diagnosis Klinis1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2.8 Diagnosis Banding

a. Meningitis

Page 9: Kejang Demam OK

b. Ensefalitis

c. Epilepsi

d. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.

2.9 Komplikasi1

a. Kerusakan sel otak

b. Risiko kejang atipikal apabila kejang demam sering berulang

2.10 Penatalaksanaan1

a. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan

prognosisnya.

b. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya adalah dengan:

1. Diazepam per rektal (0,5 mg/kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera

diberikan jika akses intravena tidak dapat dibangun dengan mudah.

2. Buccal midazolam (0,5 mg/kg, dosis maksimal = 10 mg) lebih efektif daripada

diazepam per rektal untuk anak.

3. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena dengan efek

samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang

tonik klonik akut. Bila akses intravena tidak tersedia, midazolam adalah pengobatan

pilihan.

Page 10: Kejang Demam OK

2.11 Konseling dan Edukasi

Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga mengatasi

pengalaman menegangkanakibat kejang demam dengan memberikan informasi

mengenai:

a. Prognosis dari kejang demam.

b. Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan

intelektual akibat kejang demam.

c. Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan

otak.

d. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.

Page 11: Kejang Demam OK

e. Rendahnya risiko terkena epilepsi dan kurangnya manfaat menggunakan terapi obat

antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.

Edukasi pada orang tua2

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus

dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek

samping

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang2

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau

lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan

sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Page 12: Kejang Demam OK

Kriteria Rujukan

a. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat antikonvulsi.

b. Apabila kejang demam sering berulang disarankan EEG.

2.12 Prognosis1

Prognosis umumnya dubia ad bonam, namun sangat tergantung dari kondisi pasien saat

tiba, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya.

- Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya

normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian

kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang

berulang baik umum atau fokal.

- Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang

demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya

10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

- Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi

epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

Page 13: Kejang Demam OK

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-

6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-

49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada

kejang demam

Page 14: Kejang Demam OK

DAFTAR PUSTAKA

1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes Nomor 5 tahun 2014 tentang

Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

2 Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan

Dokter Anak Indonesia 2006.