Kehamilan abdomina

download Kehamilan abdomina

of 13

description

4r

Transcript of Kehamilan abdomina

BAB I PENDAHULUAN

Kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik dalam arti yang sebenarnya karena ia merupakan suatu kehamilan yang terletak sama sekali di luar sistem reproduksi. Kehamilan ektopik merupakan masalah kesehatan yang penting bagi perempuan pada usia reproduktif karena merupakan penyebab utama kematian ibu dan janin pada trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat, yaitu 9% dari seluruh kematian pada kehamilan. Frekuensi kehamilan ektopik adalah 1% dari seluruh kehamilan dan 90% kasus terjadi pada tuba Fallopii. Selain di tuba Fallopii, kehamilan ektopik dapat juga terjadi di ovarium, serviks, atau rongga abdomen. Penyebab terjadinya kehamilan ektopik melibatkan banyak faktor. Teoritis, semua faktor yang mengganggu migrasi embrio ke dalam rongga endometrium dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Obstruksi merupakan penyebab separuh kasus kehamilan ektopik. Obstruksi dapat terjadi karena inflamasi kronik, tumor intrauterin, dan endometriosis. Komplikasi kehamilan ektopik sering terjadi karena salah diagnosis, keterlambatan diagnosis atau kesalahan terapi. Komplikasi terburuk kehamilan ektopik adalah ruptur uteri atau tuba yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif, syok, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), dan kematian.(1,2,4)Diagnosis klinik kehamilan ektopik dapat ditegakkan dari ditemukannya trias klinik klasik, yaitu nyeri abdomen, amenore, dan perdarahan pervaginam. Tetapi pada kenyataanya hanya 50% penderita yang menunjukkan trias klinik klasik. Nyeri abdomen dialami oleh 75% penderita, sedangkan perdarahan vagina hanya didapatkan pada 40-50% penderita. Kehamilan ektopik harus didiagnosis banding dengan apendisitis, salfingitis, ruptur kista korpus luteum atau kistafolikel ovarium, abortus spontan atau abortus iminen, torsi ovarium, dan gangguan traktus urinarius. Tetapi kadang-kadang gejala kehamilan ektopik hanya menyerupai gejala-gejala hamil muda. Sedangkan kehamilan abdominal merupakan salah satu jenis kehamilan ektopik yang mempunyai risiko paling tinggi dibandingkan dengan kehamilan ektopik di tempat lain. Frekuensi kehamilan abdominal 1:10.000 kelahiran hidup.Angka kematian pada kehamilan abdominal adalah 7,7 kali bila dibandingkan dengan kehamilan tuba dan 90 kali dari kehamilan intrauterina. Tetapi kehamilan abdominal justru merupakan diagnosis klinik kehamilan ektopik yang paling sulit ditegakkan, padahal kehamilan abdominal membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Kesalahan dan keterlambatan diagnosis akan sangat meningkatkan mortalitas pada kehamilan abdominal. Diagnosis kehamilan abdominal umumnya baru ditegakkan setelah dilakukan laparotomi, hanya kurang dari separuh kasus kehamilan abdominal yang dapat ditegakkan sebelum laparotomi.(1,2,3,4)Pada tulisan ini akan dilaporkan kasus seorang perempuan usia 20 tahun yang didiagnosis kehamilan abdominal.

I. Definisi

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga abdominal, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang tidak biasa misalnya dalam serviks, pars interstisialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.(1)Kehamilan abdominal merupakan salah satu varian kehamilan ektopik yang sangat terjadi. Kehamilan abdominal dapat dibagi menjadi 2 yaitu kehamilan abdominal primer dan kehamilan abdominal sekunder. Diagnosis kehamilan abdominal primer dapat ditegakkan bila tuba Falopii dan ovarium dalam keadaan normal, tidak adanya fistula dari uterus yang ruptur, perlekatan haasil konsepsi hanya pada peritonneum. Sedangkan kehamilan abdominal sekunder terjadi bila plasenta dari kehamilan di tuba, kornu dan uterus meluas dan melekat pada jaringan serosa sekitarnya.(1,2,3)

II. EtiologiDalam sebagian besar kasus, kehamilan abdominal yang terjadi merupakan akibat dari implantasi sekunder dari suatu kehamilan tuba yang pecah. Jarang sekali dijumpai kehamilan abdominal primer langsung dari kavum abdomen.1Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak diketahui karena secara patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luarendometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini.(1,2,3,4)Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tubamenyempit atau buntu. Keadaan uterus yang hipoksia dan saluran tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik. Faktor tuba yang lain adalah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik. (1,4)Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yangkontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar. Pil KB dan semua alat kontrasepsi yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah tua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.(1)

III. PatofisiologiPada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini: (1)Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsiPada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan embrio dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, embrio dan selaputnya dikeluarkan ke dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh luman pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat lebih mudahmengikuti pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung dan akhirnya dapat menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan membentuk hematokel retrouterina.Ruptur dinding tubaRuptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang sedikit dan kadang banyak, sampai bisa menyebabkan syok dan kematian. Bila pseukokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan pada lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal. Bila pada abortus dalam tuba ostium tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Ketika ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil,perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam keadaan anemia atau syok akibat hemoragia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum Douglasi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak di operasi dan tidak meninggal akibat perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya dan bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion.Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan dapat tumbuh terus dalam perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya kesebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

IV. Gejala dan TandaWanita dengan kehamilan abdominal selama trimester satu dapat mempunyai gejala dan tanda yang menyerupai kehamilan tuba yang terganggu seperti amenorrhea, nyeri perut, perdarahan pervaginam dan tes kehamilan positif. 1,2,3,4Tabel 1. Gejala kehamilan abdominal. 1

GejalaPersentase

Rahman (1982)Delke (1982)Costa (1991)

AmenorrheaNyeri perutMual dan muntahMalaiseNyeri pada gerakan janinPerdarahan uterus abnormal-100704040-10010040--70-7920204831

Wanita yang telah melahirkan beberapa anak (multipara) mungkin akan mengatakan kehamilannya yang sekarang ini tidak seperti biasanya. Karena tipisnya kantong janin, maka gerakan janin menimbulkan rasa nyeri cukup keras pada penderita; selain itu bahaya perdarahan dan ileus selalu mengancam. 1,2,3,4,5,6Tempat pertumbuhan janin yang tidak sempurna menyebabkan kematian janin, atau janin tidak dapat tumbuh secara normal. Jika pada kehamilan yang sudah lanjut janin meninggal, maka tidak selalu terjadi resorbsi seluruhnya dan terjadi mumifikasi atau kalsifikasi janin; ada pula kemungkinan terjadi infeksi dengan pembentukan abses. 4Pada palpasi mudah diraba bagian-bagian tubuh janin dan gerakan janin terlihat jelas di dinding perut, namun ini juga dapat dijumpai pada kehamilan intra uterin terutama pada multipara. Janin terletak tinggi dari biasanya, sering letak lintang, serviks biasanya bergeser dari tempat yang biasanya. Bagian-bagian janin atau kepala janin dapat teraba di forniks posterior (Gambar 3). 1,4,5Rangsangan atau masase pada dinding perut tidak menyebabkan timbulnya kontraksi uterus sebagaimana halnya pada kehamilan intra uterin. 1,3,4,6Pada pemeriksaan dalam ternyata bahwa pembukaan tidak menjadi besar paling-paling sebesar 1 2 jari dan cervix tidak merata, kalau kita masukan jari ke dalam cavum uteri maka teraba uterus yang kosong. Kalau keadaan ini tidak lekas ditolong dengan laparatomi maka anak akhirnya mati. 5

V. DiagnosisKesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan abdominal sangatlah besar sehingga banyak pasien yang mengalami abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnosis yang dapat digunakan adalah ultrasonografi, laparoskopi, atau kuldoskopi. (1)Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin danjumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin danhematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak 1 jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit, diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat terdukung. Perlu disadari bahwa peningkatan kadar Human chorionic gonadotropin (HCG) pada kehamilan ektopik lebih rendah dari kehamilan yang normal. (1,5)Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalamkavum Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Cara ini dengan melakukan pungsi pada kavum Douglasi, dimana hasilnya positif jika ada darah terisap ketika dipungsi. (1,5)Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara perabdominal atau pervaginam.Umumnya kita akan mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada kantong gestasinya dan didapatkan gambaran kantong gestasi yang berisi embrio di luar uterus. Apabila sudah terganggu (ruptur) maka bangunan kantong gestasi sudah tidak jelas, tetapi akan mendapatkan bangunan masa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan di sekitarnya didapati cairan bebas (gambaran darah intraabdominal). Gambaran USG kehamilan ektopik sangat bervariasi, tergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur, abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi janin yang letaknya di luar kavum uteri. Namun gambaran ini hanya dijumpai pada 5-10% kasus. (1,5)Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik. Uterus mungkin besarnya tidak normal atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua. Kavum uteri sering berisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin anekoik yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestasional sac). Berbeda dengan kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris di kavum uteri dan tidak menunjukkan struktur cincin ganda. (1)Sering kali dijumpai masa tumor di daerah adneksa, yang gambarannya sangatbervariasi. Mungkin terlihat kantong gestasi yang masih utuh dan berisi janin, mungkin hanya berupa masa ekogenik dengan batas iregular, ataupun masa kompleks yang terdiri atas sebagian ekogenik dan anekoik. Gambaran masa yang tidak spesifik ini mungkin sulit dibedakan dari gambaran yang disebabkan oleh peradangan adneksa, tumor ovarium, ataupun masa endometrium. Perdarahan intraabdomen yang terjadi akibat kehamilan ektopik terganggu juga tidak memberikan gambaran spesifik, bergantung pada banyak dan lamanya proses perdarahan. Gambarannya dapat berupa masa anekoik di kavum douglasi yang mungkin meluas sampai ke bagian atas rongga abdomen. (1)Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir, apabilahasil penilaian prosedur diagnosis yang lain meragukan. Melalui prosedur ini, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglasi dan ligamentum latum. Adanya darah dalamrongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi. (1,4)

VI. PenatalaksanaanPenanganan kehamilan abdominal pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. (1,2,3,4,5)Laparatomi adalah operasi yang dibutuhkan jika terjadi perdarahan internal yang tidak terkontrol, tempat kehamilan ektopik yang sulit terlihat dengan menggunakan laparoskop atau ahli bedah yang kurang terlatih untuk operasi laparokopi. (1)Pada kehamilan abdominal, pada saat melakukan laparatomi hendaknya tidakmelepaskan perlekatan plasenta, karena jika hal itu dilakukan maka akan terjadi perdarahan hebat. Oleh karena itu, harus dihindari untuk mengeksplorasi sekitar organ. Jika memungkinkan plasenta dilepaskan secara aman, atau jika sudah terjadi perdarahan pada tempat implantasi, dan kemudian pengangkatan dilakukan secara langsung. Dan jika memungkinkan, pembuluh darah yang mensuplai plasenta seharusnya dilakukan ligasi terlebih dahulu.(3,4) Jika plasenta tetap ditinggalkan pada cavum abdominal, plasenta biasanya akan menyebabkan infeksi disertai abses, perlengketan, obstruksi intestinal, dan luka.

BAB III PEMBAHASAN

Kehamilan abdominal merupakan peristiwa yang sangat langka dan memiliki insiden 1 dari 402 kehamilan di negara berkembang dan 1 dari 10000 kehamilan di negara maju. Hal ini terjadi akibat dari hasil ruptur tuba atau aborsi tuba (kehamilan abdominal sekunder) atau lebih jarang implantasi langsung pada peritoneum dengan tuba falopi yang normal, ovarium yang normal dan tidak ada fistula pada tuba (kehamilan abdominal primer).(2,4)Angka kematian ibu terkait dengan kehamilan abdominal telah dilaporkanpada kisaran 0,5% sampai 18%. Kematian maternal dihubungkan dengan terjadinya perdarahan, infeksi, anemia, disseminated intravascular coagulation, emboli paru dan fistula pada organ pencernaan yang timbul dari adanya tulang janin. Sedangkan kematian perinatal berada pada kisaran 40% sampai 95%, bahkan jika kehamilan aterm 20% sampai 40% janin telah menjadi malformasi, karena sebagian besar oligohidramnion. Terkait kehamilan abdominal yang saat ini terjadi terutama di negara-negara berkembang, kemungkinan dikarenakan tingginya insidens penyakit radang panggul yang tidak diobati secara optimal.(2,5)Kehamilan abdominal merupakan salah satu varian dari kehamilan ektopikyang jarang dijumpai tetapi mengancam jiwa. Hal tersebut terjadi bila kantong kehamilan berimplantasi di luar uterus, ovarium dan tuba Fallopii. Kehamilan abdominal dapat dibagi menjadi dua, yaitu kehamilan abdominal primer dan kehamilan abdominal sekunder. Kehamilan abdominal primer lebih jarang terjadidibanding yang sekunder, diagnosisnya harus memenuhi kriteria, yaitu: tuba Fallopi dan ovarium dalam keadaan normal, tidak adanya fistula dari uterus yang ruptur, perlekatan hasil konsepsi hanya pada peritoneum. Kehamilan abdominal sekunder terjadi bila plasenta dari kehamilan di tuba, kornu dan uterus meluas dan melekat pada jaringan serosa sekitarnya.(2)Kehamilan ektopik pada prinsipnya disebabkan oleh segala hal yangmenghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanis yang menghambat adalah infeksi rongga panggul, perlekatan tuba akibat operasi non ginekologis seperti apendektomi, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), ligasi tuba yang tidak sempurna, teknik-teknik reproduktif misalnya fertilisasi in vitro dan penggunaan obat-obatan untuk menginduksi ovulasi. Faktor fungsional yang juga berperan adalah perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor hormonal, defek fase luteal dan meningkatnya usia seorang perempuan. Secara khas kehamilan abdominal berawal dari kehamilan ektopik lainnya, yang menyebar keluar dari tuba dan melekat pada jaringan di sekitarnya, tetapi dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio Caesaria. Untuk mendiagnosis kehamilan abdominal bukanlah hal yang mudah. Langkah pertama untuk mendiagnosis adalah dengan anamnesa, pada kehamilan abdominal primer bila ditemukan gejala nyeri atau kram pada abdomen dan perdarahan vagina kita harus curiga, sayangnya tidak semua perempuan menunjukkan gejala yang khas seperti itu. Pada kasus ini, penderita datang dengan kehamilan abdominal sekunder tanda yang harus kita curigai adalah nyeri perut yang berulang, mual muntah yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga, gerakan janin yang menimbulkan rasa sakit pada ibu, bagian janin mudah diraba dan presentasi janin yang tidak normal. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan serum dan urin HCG. Pemeriksaan kadar HCG serial dapat membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan intrauterin normal. Pada usia kehamilan 6-7 minggu, kadar HCG serum meningkat dua kali lipat pada kehamilan intrauterin normal. Peningkatan 66% dijumpai pada 85% kehamilan yang non viable. Bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kavum uteri yang kosong, hal tersebut menandakan adanya kehamilan ektopik. Tetapi pemeriksaan serial tersebut tidak memberi keuntungan klinis karena memperlambat penegakkan diagnosis, berakibat tingginya komplikasi yang dapat terjadi. Pemeriksaan kadar serum progesteron juga dapat membedakan kehamilan intrauterin normal dan kehamilan yang abnormal, kadar serum progesteron yang terlalu tinggi atau terlalu rendah curiga adanya kehamilan ektopik. Dari sebuah studi yang besar, kadar progesteron>25ng/ml menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik dengan sensitifitas 97,4%. Kadar progesteron 5ng/ml menyingkirkan kehamilan intrauterin normal dengan sensitivitas 100%. Progesteron juga bermanfaat untuk menentukan prognosis, bila kadarnya karena rasa nyeri pada abdomen, tetapi tidak mengalami perdarahan pervaginam. Pada kehamilan posterior uterus dicurigai perdarahan. Tindakan tersebut dinilai tepat karena dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut pada ibu. Bagaimana tatalaksana plasenta pada kehamilan abdominal masih menjadi perdebatan. Pelepasan plasenta sebagian dapat mengakibatkan perdarahan yang hebat. Pengangkatan plasenta secara utuh dilakukan hanya bila pembuluh darah yang mendarahi plasenta tersebut dapat diidentifikasi dandilakukan ligasi. Regresi total plasenta akan terjadi sempurna dalam waktu 4 bulan. Pemberian Methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta dianjurkan dalam 2 minggu setelah laparatomi. Sebagai ringkasan, telah dilaporkan satu kasus kehamilan abdominal. Kehamilan abdominal merupakan kasus yang jarang terjadi dan membawa resiko yang tinggi bagi penderita baik infeksi, sepsis, perdarahan, syok, DIC dan kematian. Risiko bagi janin adalah kelainan kongenital janin dan kematian janin. Sehingga kewaspadaan terhadap terjadinya kehamilan abdominal dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achenani M, Kouach J, Mezzane S. Abdominal Pregnancy: Case Report.Science Journal of Clinical M. 2014;3(2):1720.

2. Baffoe P, Foffie C, Gandau BN. Term Abdominal Pregnancy with HealthyNewborn: a Case Report. Ghana Medical Journal. 2011;

3. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Patologi Obstetri. Elstar Offset. Bandung; 32-36.

4. Bertrand G, Ray CL, Emond LS, Dubois J, Leduc L. Imaging in the Management of Abdominal Pregnancy: A Case Report and Review of the Literature. JOGC Janvier. 2009;

5. Cunningham G, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.Obstetri Williams. 23rd ed. Jakarta: EGC; 2012.

6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka; 2014.

7. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo J. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGI. Jakarta. 2001; 563-65.

8. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. PT Gramedia. Jakarta. 1997; 258-61.