KEEFEKTIFAN TEKNIK OLAH SUKMA BERBASIS VIDEO … · tersebut pengajaran puisi juga mengalami...
Transcript of KEEFEKTIFAN TEKNIK OLAH SUKMA BERBASIS VIDEO … · tersebut pengajaran puisi juga mengalami...
KEEFEKTIFAN TEKNIK OLAH SUKMA BERBASIS VIDEO TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI DI KECAMATAN TEMPE KABUPATEN WAJO
Effectiveness of Olah Sukma Techniques Based Video on Poetry Writing Ability Student Class VIII State Middle School At Tempe Subdistrict
Wajo Regency
Tesis
Oleh:
SURIANA B.
Nomor Induk Mahasiswa : 1050412.024.17
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
2
KEEFEKTIFAN TEKNIK OLAH SUKMA BERBASIS VIDEO TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI DI KECAMATAN TEMPE KABUPATEN WAJO
EFFECTIVENESS OF OLAH SUKMA TECHNIQUES BASED VIDEO ON POETRY WRITING ABILITY STUDENT CLASS VIII STATE MIDDLE
SCHOOL AT TEMPE SUBDISTRICT WAJO REGENCY
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun dan diajukan oleh
SURIANA B. Nomor Induk Mahasiswa : 1050412.024.17
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
3
4
5
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Suriana B.
Nim : 1050412.024.17
Program Studi : Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan
pengembalian tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Juli 2019
Yang menyatakan, Suriana B.
6
ABSTRAK
SURIANA B. 2019. Keefektifan Teknik Olah Sukma Berbasis
Video Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri Di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, dIbimbing oleh A. Rahman Rahim dan Andi Sukri Syamsuri.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh, menganalisis, dan
mendeskripsikan data mengenai (1) tingkat kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik olah sukma berbasis video (2) tingkat kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik konvensional (3) keefektifan teknik olah sukma berbasis video (dalam meningkatkan kemampuan puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif jenis eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan yaitu equivalent control group pretest-posttest design. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo yang berjumlah 330 orang. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik tendesni dengan cara memilih dua kelas (Satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Sehingga total sampel sebanyak 64 orang yang terbagi dalam dua kelas. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan menulis puisi siswa. Analisis data menggunakan teknik statistik deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Tingakat hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik olah sukma berbasis video berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata kolektif sebesar 66,35 (2) Tingkat hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik konvensional berada pada kategori kurang dengan nilai rata-rata kolektif sebesar 55,81, (3) Teknik olah sukma berbasis video efektif dalam meningkatkan hasil menulis puisi kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Hal ini dibuktikan melalui uji T dimana nilai t teoretis (tabel) (7,643>1,668) yang artinya hipotesis Ha diterima.
Kata kunci: Teknik, Olah Sukma, Menulis, Puisi
7
8
KATA PENGANTAR
Sebagai pribadi yang memiliki keyakinan atas Tuhan Yang Maha
Esa, sepatutnya penulis mengucap syukur atas segala limpahan rahmat
dan hidayah yang diberikan oleh Allah Swt. yang telah dirasakan oleh
penulis dalam menjalani dan mengarungi hidup dan kehidupan ini. Allah
telah menjanjikan kepada setiap hamba-Nya derajat yang tinggi bagi
mereka yang berilmu. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan baik
lisan maupun dalam hati penulis kepada Nabi Muhammad saw., nabi yang
diutus oleh Allah Swt., di permukaan bumi ini untuk senantiasa
memberikan petunjuk dan pedoman kepada setiap hamba yang mengaku
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah Swt.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dari awal perencanaan
penelitian hingga pada tahap penyusunan tesis. Tetapi, berkat bantuan
berbagai pihak, maka tesis ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis
dengan bangga mempersembahkan tesis yang berjudul “Keefektifan
Teknik Olah Sukma Berbasis Video Terhadap Kemampuan Menulis Puisi
Siswa Kelas VIII SMP Negeri Di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo”.
Terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar
Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, M.M., Direktur Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar, Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag, atas saran dan
petunjuknya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada; Pembimbing
Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum dan Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum,
atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari
pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian, rancangan
penelitian, penulisan proposal sampai pada penulisan tesis. Ketua
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Hum, yang mendukung penuh segala
aktivitas yang penulis lalui dalam dunia perkuliahan dan penelitian.
9
Segenap Dosen dan Staf Administrasi Universitas Muhammadiyah
Makassar, terkhusus kepada dosen-dosen Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Rekan-rekan mahasiswa yang senantiasa
bersedia menjadi lawan bicara, bercanda, belajar, serta tempat mengaduh
kesulitan dalam menyelesaikan studi.
Ucapan terima kasih terkhusus buat Kepala Sekola SMPN 3
Sengkang, Bapak Umar Muhadi, S.Pd, M.Hum, dan Kepala Sekolah
SMPN 4 Sengkang, Ibu Dra. Hj. Andi Ebe Ibrahim, M.Pd. atas segala
kebaikan dan nasehat selama penulis melaksanakan penelitian.
Secara khusus ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis
yang telah melahirkan dan mendoakan penulis. Ucapan spesial teruntuk
suami tercinta yang selalu sabar memotivasi; Ambo Asse Sambas, S.Pd.,
MM, yang telah memberikan dukungan dan perhatian, bahkan
pengorbanan selama penulis menempuh studi hingga penyelesaian tesis
ini. Akhirnya, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Semoga segala bantuan,
petunjuk dan dorongannya dapat bernilai ibadah dan mendapatkan
rahmat dari Allah Swt. Amin
Makassar, Juli 2019
Penulis
10
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... iii
HALAMAN PENEGSAHAN................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ....................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................. x
DAFTAR ISI ........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS ...... 8
A. Kajian Pustaka ........................................................................... 8
B. Kerangka Pikir .......................................................................... 65
C. Hipotesis .................................................................................. 67
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 68
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 68
B. Variabel dan Desain Penelitian ................................................ 68
C. Definisi Operasional Variabel ................................................... 69
D. Populasi dan Sampel .............................................................. 70
E. Teknik Analisis Data Data ....................................................... 71
11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 72
A. Penyajian Hasil Analisis Data Penelitian ............................... 72
B. Pembahasan ......................................................................... 86
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 90
A. Simpulan ................................................................................ 90
B. Saran ..................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 91
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................ 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 93
12
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah Swt. telah mewajibkan hamba-Nya (manusia) untuk
belajar atau menuntut ilmu. Yang mana ilmu tersebut menjadi bekal
kehidupan di dunia maupun diakhirat bagi orang-orang yang belajar
tersebut. Oleh karena itu, memintalah kepada Allah sebab ilmu
pengetahuan tersebut sebab daripada-Nyalah semesta ilmu berasal
sebagaimana di dalam Q.S. Thaha ayat 114 berikut ini:
Artinya:
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan"
Pentingnya ilmu pengetahuan telah ditegaskan oleh Allawa
Swt. di dalam Al-quran surah Al-Mujadalah ayat 11 sebagai berikut;
1
14
Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Berdasarkan ayat tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa Allah
telah menjanjikan derajat kemuliaan bagi hamba-Nya yang beriman dan
berilmu pengetahuan. Untuk itu, belajar adalah kunci untuk meraih janji
Allah tersebut. Belajar dalam pandangan ini adalah segala sesuatu yang
dapat mendekatkan manusia kepada Tuhannya, tidak terkecuali
mempelajari sastra. Sebab, di dalam sastra mengandung nilai-nilai
kemanusiaan.
Demikian pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia untuk
meninggikan derajatnya di sisi Allah Swt. khususnya melalui ilmu-ilmu
sastra. Namun, hingga saat ini, pembelajaran apresiasi sastra di
sekolah dianggap gagal oleh para pemerhati, penggiat, dan
sastrawan dan berbagai lapisan masyarakat. Hal ini termasuk
pengajaran puisi. Sorotan mereka menunjukkan pembelajaran
apresiasi sastra di sekolah tidak kondusif. Anwar (2001) menyatakan
pengajaran apresiasi puisi di sekolah saat ini jalan di tempat dari
tingkat SD hingga SMU.
Gagalnya pengajaran apresiasi sastra di sekolah menurut
Taufik Ismail adalah: 1) Kurangnya hasil karya sastra siswa; 2)
Rendahnya penghargaan siswa terhadap karya sastra (ini dibuktikan
15
dengan minimnya pengetahuan siswa terhadap penyair Indonesia
dan hasil karyanya), dan, 3) Rendahnya minat siswa dalam
membaca karya sastra (puisi, cerpen, dan novel) (Ismail, dalam
Kompas, 2001). Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan
pengajaran apresiasi sastra di sekolah, antara lain hasil penelitian
Taufik Ismail sebagai berikut: 1) Minimnya minat siswa terhadap
karya sastra (motivasi). 2) Belum bakunya metode pengajaran sastra
di semua jenjang pendidikan. 3) Rendahnya minat baca siswa
terhadap karya sastra. 4) Kebijakan pemerintah yang terkesan
menganaktirikan pengajaran sastra, dan 5) Kurangnya keterampilan
guru dalam mengajarkan apresisi sastra (Ismail, dalam Kompas,
2001)
Ada dua faktor yang mengarah pada peran sentral guru,
sebagai pembina, pembimbing, dan pengajar sastra di sekolah,
yakni faktor yang kedua, (belum bakunya metode pengajaran sastra
di semua jenjang pendidikan) dari faktor kelima, (kurangnya
keterampilan guru dalam mengajarkan apresiasi sastra di sekolah).
Tidak dapat dimungkiri, bahwa puisi belum ditempatkan pada
tempat yang sebagaimana mestinya. Banyak orang yang
menganggap puisi sebagai suatu yang tidak penting. Menyebut kata
‘puisi’ tidak sedikit orang merasa kurang tertarik, bahkan alergi
mendengarnya. Itu bukan hanya terjadi pada orang awam,
melainkan juga para kaum intelektual seperti mahasiswa, politisi,
16
ekonom, teknokrat, apalagi pejabat. Bahkan kadang-kadang puisi
dianggap remeh.
Kondisi kegagalan di atas juga mengakibatkan karya sastra
termasuk puisi tidak mendapat tempat yang baik di hati masyarakat.
Jangankan mencintai dan meminati, menghargai pun tidak. Padahal,
jika dihayati hakikatnya, puisi dapat memberi sesuatu yang sangat
berarti dalam kehidupan manusia. Puisi dapat memberi nilai-nilai
hidup yang bermakna. Ia dapat menyejajarkan diri dengan berbagai
media lainnya untuk menyampaikan pesan-pesan kehidupan. Puisi
mempunyai nilai yang sangat tinggi. Puisi dapat bernada sinis, bisa
bernada simpati, antipati, dan sebagainya yang kesemuanya
mengandung makna yang sangat dalam sebagai suatu alat untuk
menyampaikan nilai-nilai moral yang diharapkan dapat dijadikan
pilihan bagi masyarakat untuk menentukan perilaku hidup yang baik.
Begitu tinggi nilai suatu puisi dalam kehidupan manusiaan
sehingga menurut Aftaruddin (1986: 37) bahwa antara puisi dan
hidup tidak ada jarak yang menceraikan. Tidak ada puisi tanpa
kehidupan. Masalah puisi adalah masalah hidup dan kehidupan.
Puisi mengalir dalam hidup, bergerak dalam hidup dan membuka,
mengembang, bersama keakuan kita lahir batin. Hidup manusia
adalah manifestasi puitis. Puisi adalah bahagian dari kehidupan
manusia itu sendiri. Tanpa puisi manusia tak dapat hidup. Hal ini
juga dikemukakan oleh Robert C. Lado (dalam Tarigan, 1985:143),
17
mengemukakan orang yang menutup telinga terhadap puisi akan
terpencil dari suatu dunia yang penuh dengan harta kekayaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka wajar jika sejak dini
puisi dijadikan salah satu aspek pengajaran berbahasa mulai dari SD
hingga SLTA. Namun, kenyataannya, pada pendidikan formal
tersebut pengajaran puisi juga mengalami berbagai permasalahan
sehingga hakikat yang diinginkan dalam pengajaran puisi juga tidak
tercapai dengan baik.
Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran apresiasi puisi
pada prinsipnya menyangkut seluruh komponen pengajaran, seperti
kurikulum, metode, guru, bahan penunjang dan sebagainya. Oleh
karena itu, jika ingin mencari solusi pengajaran puisi, maka sistem
harus diperbaiki. Untuk menuju ke arah perbaikan pengajaran sastra
maka setiap komponen perlu dikaji secara mendalam melalui suatu
penelitian. Salah satu aspek dalam komponen pengajaran puisi yang
dianggap sangat penting adalah metode pengajaran puisi. Oleh
karena itu, pemberlakuan metode atau teknik perlu dilakukan uji
coba secara akurat sehingga dapat dijadikan bahan masukan dalam
perbaikan pengajaran puisi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melalukakn
penelitian terhadap uji coba salah satu teknik pembelajaran puisi yaitu
Teknik Olah Sukma Berbasis Video pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3
Sengkang Kabupaten Wajo.
18
B. Rumusan Masalah
Berdsarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dibahas
dalam penelitian ini dirumukam sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat hasil belajar menulis puisi Siswa Kelas VIII SMP
Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik
olah sukma berbasis video?
2. Bagaimana tingkat hasil belajar menulis puisi Siswa Kelas VIII SMP
Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik
olah sukma berbasis konvensional?
3. Apakah teknik olah sukma berbasis video efektif dalam meningkatkan
hasil belajar puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk
memperoleh, menganalisis, dan menyajikan data mengenai hal
sebagai berikut:
1. Tingkat hasil belajar menulis puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri
di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik olah
sukma berbasis video.
2. Tingkat hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik olah
sukma berbasis konvensional.
19
3. Keefektifan teknik olah sukma berbasis video dalam
meningkatkan hasil belajar puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri di
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara
teoretis dan praktis, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Sebagai penambah bahan kepustakaan yang berkaitan
dengan hasil penelitian masalah kesusastraan khususnya
yang berkaitan dengan penelitian pembelajaran puisi.
b. Sebagai bahan penelitian lanjutan berkaitan dengan
pembelajaran menulis puisi.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi sumbangan pemikiran kepada guru di sekolah
menengah atas guna menentukan pilihan penggunaaan
metode pengajaran puisi sehingga pengajaran puisi dapat
tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
b. Menjadi bahan perbandingan bagi para guru dalam
mengembangkan teknik pembelajaran menulis puisi kreatif
lainnya.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran Bahasa Indonesia disuguhakan pada peserta didik
bertjuan untuk melatih peserta didik terampil berbahasa dengan
menuangkan ide dan gagasanya secara kreatif dan kritis. Namun
kenyataannya banyak guru terjebak dalam tatanan konsep sehingga
pembelajaran cenderung membahasa teori-teori bahasa. Sebagaimana
yang dikemukakan Slamet (2007: 6), bahwa pengajaran bahasa Indonesia
adalah pengajaran keterampilan berbahasa bukan pengajaran tentang
kebahasaan. Teori-teori bahasa hanya sebagai pendukung atau penjelas
dalam konteks, yaitu yang berkaitan dengan keterampilan tertentu yang
tengah diajarkan.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah
membelajarkan peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia
yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya. Menurut Atmazaki
(2013), mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai
dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai
dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya
dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa
8
21
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan
emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa, dan menghargai dan membanggakan sastra
Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mengimplementasikan tujuan mata pelajaran Bahasa
Indonesia tersebut, maka pembelajaran bahasa Indonesia dalam
kurikulum 2013 disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis
teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan. Teks
merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya
memiliki situasi dan konteks. Dengan kata lain, belajar Bahasa Indonesia
tidak sekadar memakai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi,
tetapi perlu juga mengetahui makna atau bagaimana memilih kata yang
tepat yang sesuai tatanan budaya dan masyarakat pemakainya.
Mahsun (2014: 39) menyatakan, dalam pembelajaran Bahasa ada
dua komponen yang harus dipelajarai, yaitu masalah makna dan bentuk.
Kedua unsur tersebut harus hadir secara stimulant dan keduanya harus
ada. Namun pemakai bahasa harus menyadari bahwa komponen makna
menjadi unsur utama dalam pembentuk bahasa, dan karena itu
bahasa menjadi sarana pembentukan pikiran manusia. Untuk itu guru
perlu menyadari, bahwa kemampuan berpikir yang harusnya dibentuk
dalam bahasa adalah kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris,
dan kritis. Secara stipulatif kemampuan berpikir tersebut disebut dengan
22
berpikir metodologis yang hanya dapat dicapai melalui pembelajaran teks
berdasarkan pendekatan ilmiah/saintifik.
Pada hakikatnya pembelajaan bahasa Indonesia di sekolah baik
sd SMP maupun SMA melingkupi empat keterampilan yaitu keterampilan
memabaca, menulis, menyimak, dan berbicara, serta kemampuan
apresiasi sastra. Keempat keterampialn berbahasa tambah sastra tersebut
tentu saling berkaitan. Pembelajaran bahasa Indonesia disuguhakan pada
peserta didik bertjuan untuk melatih peserta didik terampil berbahasa
dengan menuangkan ide dan gagasanya secara kreatif dan kritis. Namun
kenyataannya banyak guru terjebak dalam tatanan konsep sehingga
pembelajaran cenderung membahasa teori-teori bahasa. Sebagaimana
yang dikemukakan Slamet (2007: 6), bahwa pengajaran bahasa Indonesia
adalah pengajaran keterampilan berbahasa bukan pengajaran tentang
kebahasaan. Teori-teori bahasa hanya sebagai pendukung atau penjelas
dalam konteks, yaitu yang berkaitan dengan keterampilan tertentu yang
tengah diajarkan.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah
membelajarkan peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia
yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya. Menurut Atmazaki
(2013), mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai
dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai
dan bangga menggunakan bahasaIndonesia sebagai bahasa persatuan
23
dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya
dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan
emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa, dan menghargai dan membanggakan sastra
Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mengimplementasikan tujuan mata pelajaran Bahasa
Indonesia tersebut, maka pembelajaran bahasa Indonesia dalam
kurikulum 2013 disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis
teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan. Teks
merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya
memiliki situasi dan konteks. Dengan kata lain, belajar Bahasa Indonesia
tidak sekadar memakai bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi, tetapi perlu juga mengetahui makna atau bagaimana memilih
kata yang tepat yang sesuai tatanan budaya dan masyarakat pemakainya.
Mahsun (2014:39) menyatakan, dalam pembelajaran Bahasa ada
dua komponen yang harus dipelajari, yaitu masalah makna dan bentuk.
Kedua unsur tersebut harus hadir secara stimulant dan keduanya harus
ada. Namun pemakai bahasa harus menyadari bahwa komponen makna
menjadi unsur utama dalam pembentuk bahasa, dan karena itu
bahasa menjadi sarana pembentukan pikiran manusia. Untuk itu guru
perlu menyadari, bahwa kemampuan berpikir yang harusnya dibentuk
24
dalam bahasa adalah kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris,
dan kritis. Secara stipulatif kemampuan berpikir tersebut disebut dengan
berpikir metodologis yang hanya dapat dicapai melalui pembelajaran teks
berdasarkan pendekatan ilmiah/saintifik.
Pada kesempatan lain Mahsun (2014: 41) menyatakan, kehadiran
konteks budaya, selain konteks situasi yang melatarbelakangi lahirnya
suatu teks menunjukkan adanya kesejajaran antara pembelajaran
berbasis teks (konsep bahasa) dengan filosofi pengembangan Kurikulum
2013. Khusus yang terkait dengan rumusan kebutuhan kompetensi
peserta didik dalam bentuk kompetensi inti (KI) atas domein sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (sebagai penguatan dapat dilihat dalam
Standar Isi Permen Dikbud Tahun 2014). Kompetensi inti yang
menyangkut sikap, baik sikap spiritual (KI:1) maupun sikap sosial (KI:2)
terkait dengan konsep kebahasaan tentang nilai, norma kultural, serta
konteks sosial yang menjadi dasar terbentuknya register (bahasa sebagai
teks); kompetensi inti yang menyangkut pengetahuan (KI:3) dan
keterampilan (KI:4) terkait langsung dengan konsep kebahasaan yang
berhubungan dengan proses sosial (genre) dan register (bahasa sebagai
teks). Selain itu, antarkompetensi dasar (KD) yang dikelompokkan
berdasarkan KI tersebut memiliki hubungan pendasaran satu sama lain.
Ketercapaian KD dalam kelompok KI: 1 dan 2 ditentukan oleh
ketercapaian KD dalam kelompok KI: 3 dan 4. KD dalam kelompok KI: 1
25
dan 2 bukan untuk diajarkan melainkan implikasi dari ketercapaian KD
dalam kelompok KI: 3 dan 4.
Hal lain yang perlu dicermati oleh guru, bahwa karakteristik
pembelajaran terkait erat dengan Standar Kompetensi Lulusan dan
Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka
konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai, dan
Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan
pembelajaran yang dikembangkan dari tingkat kompetensi dan ruang
lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran
pembelajaran mencakup pengembangan domain sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang memiliki karakteristik berbeda untuk masing-masing
mata pelajaran.
Domain sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pencapaian kompetensi
tersebut berkaitan erat dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Untuk itu, guru harus merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan
kurikulum dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model
pembelajaran yang mendorong kemampuan peserta didik untuk
melakukan penyingkapan atau penelitian, serta dapat menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok.
Dengan memahami keterkaitan masing-masing kompetensi dalam
pembelajaran, khusunya pembelajaran bahasa Indonesia dengan
pembelajaran berbasis teks akan mampu mengembangkan kemampuan
26
berpikir peserta didik secara kreatif dan kritis. Di samping itu,
pembelajaran Bahasa Indonesia dapat berperan sebagai penghela dan
pengintegrasi ilmu lain.
2. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013
dengan pembelajaran berbasis teks bertujuan agar dapat membawa
peserta didik sesuai perkembangan mentalnya, dan menyelesaikan
masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis. Dalam
penerapannya, pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki prinsip, yaitu
sebagai berikut.
a. Bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata
kumpulan kata atau kaidah kebahasaan.
b. Penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk
kebahasan untuk mengungkapkan makna.
c. Bahasa bersifat fungsional, artinya penggunaan bahasa yang
tidak pernah dapat dipisahkan dari konteks, karena bentuk
bahasa yang digunakan mmencerminkan ide, sikap, nilai, dan
ideologi pemakai/penggunanya.
d. Bahasa merupakan sarana pembentukan berpikir manusia.
Dengan prinsip di atas, maka pembelajaran bahasa berbasis teks
membawa implikasi metodologis pada pembelajaran yang bertahap. Hal
ini diawali dari kegiatan guru membangun konteks, dilanjutkan dengan
kegiatan pemodelan, membangun teks secara bersama-sama, sampai
27
pada membangun teks secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan karena teks
merupakan satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur
yang lengkap. Guru harus benar-benar meyakini bahwa pada akhirnya
peserta didik mampu menyajikan teks secara mandiri. Secara rinci
tahapan tersebut sebagai berikut.
a. Membangun Konteks
Membangun konteks yaitu melalui kegiatan mengamati teks dalam
konteksnya dan menanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
teks yang diamatinya. Pada langkah membangun konteks peserta
didik dapat didorong untuk memahami nilai spiritual, nilai budaya, tujuan
yang melatari bangun teks. Dalam proses ini peserta didik mengeksplorasi
kandungan teks serta nilai-nilai yang tersirat di dalamnya. Di samping itu,
peserta didik dapat mengungkap laporan hasil pengamatan untuk bahan
tindak lanjut dalam kegiatan belajar.
b. Membentuk Model (Pemodelan)
Pemeodelan, yaitu melalui kegiatan mencoba dan menalar
merumuskan model strukur fonologi, gramatikal, leksikal, dan makna teks
dibacanya. Dalam langkah ini peserta didik didorong untuk meningkatkan
rasa ingin tahu dengan memperhatikan (1) simbol, (2) bunyi (3) tata
bahasa dan (4) makna. Melalui analisis fakta dan data pada teks yang
dipelajarinya peserta didik memperoleh model imbuhan, struktur imkata,
frase, klausa, kalimat, maupun paragraf. Semua kegiatan tersebut peserta
didik pelajari pada konteks pemakaiannya. Pada tahapan ini peserta
28
didik dapat mengeksplorasi jenis teks yang dipelajarinya serta mengenali
ciri-cirinya. Proses aktivitas pengenalan bukan sebagai tujuan akhir
pembelajaran, melainkan sebagai awal kegiatan untuk mengembangkan
daya cipta.
c. Membangun teks bersama-sama
Membangun teks bersama atau berkelompok, yaitu menyusun teks
bersama masih dalam kegiatan mencoba, menalar, dan mencipta secara
kolaboratif yang dilanjutkan dengan menyaji. Peserta menggunakan hasil
mengeksplorasi model-model teks untuk membangun teks dengan cara
berkolaborasi dalam kelompok. Melalui kegiatan ini diharapkan semua
peserta didik dapat memperoleh pengalaman mencipta teks sebagai
dasar untuk mengembangkan kompetensi individu.
d. Mengembangkan teks secara mandiri
Mengembangkan teks secara mandiri, yaitu dengan titik tekan pada
peserta didik dapat menunjukkan kompetensinya secara individual dalam
mencipta. Oleh karena itu, dimensi kegiatan pembelajaran bahasa
Indonesia wajib memenuhi empat langkah dasar, enam langkah
mengembangkan keterampilan beraktivitas secara saintifik, dua model
kegiatan koloboratif dan individual, dan berdimesi beraktivitas dan
berkarya.
Untuk implemetasi dalam pembelajaran, guru dapat menggunakan
model pembelajaran, antara lain model inkuiri based learning, discovery
based learning, problem based learning, dan project based
29
learning. Model-model tersebut masing-masing memiliki langkah kerja
yang sistematis dalam penerapannya. Dalam penerapan model tidak ada
satu model yang unggul dari model lain, namun guru perlu mencocokkan
dengan lingkup materi dan strategi pembelajaran yang digunakan.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 mengalami
perubahan yang mendasar, yaitu berbasis teks. Tujuannya adalah agar
dapat membawa peserta didik sesuai perkembangan mentalnya,
dan menyelesaikan masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis.
Prinsip penerapannya yaitu, bahasa dipandang sebagai teks, Penggunaan
bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasan untuk
mengungkapkan makna pembelajaran, bahasa bersifat fungsional, dan
bahasa merupakan sarana pembentukan berpikir manusia. Tahapan
pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, diawali
dengan membangun konteks, kegiatan pemodelan, membangun teks
secara bersama-sama, dan membangun teks secara mandiri. Dalam
pembelajarannya menggunakan pendekatan saintifik dengan
menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan guru.
Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, berkembang pula
perangkat pendidikan. Salah satu perangkat pendidikan yang terus
berkembang mengikuti kemajuan pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
30
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu yang bergerak dinamis. Kurikulum 2013
dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-
based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-
based curriculum).
Kurikulum 2013 menganut pembelajaan yang dilakukan guru (taught
curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan
pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat, serta pengalaman
belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar
belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman
belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya,
sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum
(Kemendikbud, 2013:6).
Bila terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses
mengajar. Setiap saat dalam kehidupan terjadi proses belajar mengajar,
baik sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak disadari. Dari
proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada
umumnya disebut hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan
pembelajaran atau hasil belajar. Tetapi agar memperoleh hasil yang
optimal, proses belajar mengajar harus dilakukan dengan sadar dan
sengaja serta terorganisasi secara baik (Sardiman, 2011: 19).
Semua pelajaran Bahasa Indonesia mulai jenjang sekolah dasar (SD)
sampai dengan sekolah menengah atas (SMA) berbasis teks. Dengan
31
berbasis teks, siswa menggunakan bahasa tidak saja hanya dijadikan
sebagai sarana komunikasi, tetapi sebagai sarana mengembangkan
kemampuan berpikir (Kemendikbud, 2013).
Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan guru (pendidik)
agar terjadi proses belajar pada diri siswa (Sutikno, 2013: 31). Secara
implisit, di dalam pembelajaran, ada kegiatan memilih, menetapkan, dan
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan. Pembelajaran adalah serangkaian proses yang dilakukan guru
agar siswa belajar. Dari sudut pandang siswa, pembelajaran merupakan
proses yang berisi seperangkat aktivitas yang dilakukan siswa untuk
mencapai tujuan belajar. Berdasarkan dua pengertian ini, pada dasarnya
pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna
mencapai hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan serta
motivasi dari seorang guru. Pembelajaran bukanlah proses yang
didominasi oleh guru. Pembelajaran adalah proses yang secara kreatif
menuntut siswa melakukan sejumlah kegiatan sehingga siswa benar-
benar membangun pengetahuan secara mandiri dan berkembang pula
kreativitasnya. Pembelajaran yang didominasi kerja guru adalah sebuah
proses pemasungan terhadap segala potensi yang dimiliki siswa.
Pandangan pembelajaran sebagai kegiatan yang hanya berorientasi pada
pewarisan pengetahuan sudah selayaknya ditinggalkan dan memahami
pembelajaran sebagai kegiatan yang tidak hanya mewariskan
pengetahuan tetapi kegiatan membangun pengetahuan pada diri siswa
32
(Abidin, 2012: 3). Berkaitan dengan pengertian pembelajaran,
pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai serangkaian
aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai keterampilan berbahasa
tertentu (Abidin, 2013:5)
Berdasarkan pendapat di atas, penulis mengacu pada (Sutikno, 2013:
31) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang
dilakukan guru (pendidik) agar terjadi proses belajar pada diri siswa.
Penulis mengacu pada pendapat tersebut karena pembelajaran
merupakan suatu proses yang mengharapkan adanya kamauan siswa
untuk memperoleh informasi baru yang memperkaya pengetahuannya.
Artinya, pembelajaran didapatkan karena adanya suatu proses untuk
memahami suatu hal yang dilakukan secara bekelanjutan.
Mahsun (2013) menyatakan, kehadiran konteks budaya, selain konteks
situasi yang melatarbelakangi lahirnya suatu teks menunjukkan adanya
kesejajaran antara pembelajaran berbasis teks (konsep bahasa) dengan
filosofi pengembangan Kurikulum 2013. Khusus yang terkait dengan
rumusan kebutuhan kompetensi peserta didik dalam bentuk kompetensi
inti (KI) atas domein sikap, pengetahuan, dan keterampilan (sebagai
penguatan dapat dilihat dalam Standar Isi Permen dikbud Tahun 2014).
Kompetensi inti yang menyangkut sikap, baik sikap spiritual (KI: 1 )
maupun sikap sosial (KI: 2) terkait dengan konsep kebahasaan tentang
nilai, norma kultural, serta konteks sosial yang menjadi dasar terbentuknya
register (bahasa sebagai teks); kompetensi inti yang menyangkut
33
pengetahuan (KI: 3) dan keterampilan (KI: 4) terkait langsung dengan
konsep kebahasaan yang berhubungan dengan proses sosial (genre) dan
register (bahasa sebagai teks). Selain itu, antarkompetensi dasar (KD)
yang dikelompokkan berdasarkan KI tersebut memiliki hubungan
pendasaran satu sama lain. Ketercapaian KD dalam kelompok KI: 1 dan 2
ditentukan oleh ketercapaian KD dalam kelompok KI: 3 dan 4. KD dalam
kelompok KI: 1 dan 2 bukan untuk diajarkan melainkan implikasi dari
ketercapaian KD dalam kelompok KI: 3 dan 4.
Hal lain yang perlu dicermati oleh guru, bahwa karakteristik
pembelajaran terkait erat dengan Standar Kompetensi Lulusan dan
Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka
konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai, dan
Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan
pembelajaran yang dikembangkan dari tingkat kompetensi dan ruang
lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran
pembelajaran mencakup pengembangan domain sikap, pengetahuan,
danketerampilan yang memiliki karakteristik berbeda untuk masing-masing
mata pelajaran.
Domain sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Domain pengetahuan
diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Domain keterampilan
diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar,
34
menyaji, dan mencipta. Pencapain kompetensi tersebut berkaitan erat
dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Untuk itu, guru harus
merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum dengan
menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang
mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan penyingkapan
atau penelitian, serta dapat menghasilkan karya kontekstual, baik
individual maupun kelompok.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikemjukakan bahwa
dengan memahami keterkaitan masing-masing kompetensi dalam
pembelajaran, khusunya pembelajaran bahasa Indonesia dengan
pembelajaran berbasis teks akan mampu mengembangkan kemampuan
berpikir peserta didik secara kreatif dan kritis. Di samping itu,
pembelajaran Bahasa Indonesia dapat berperan sebagai penghela dan
pengintegrasi ilmu lain.
3. Konsep Pembelajaran Sastra
a. Hakikat pembelajaran sastra
Pembelajaran sastra adalah pembelajaran yang materinya
berhubungan sastra (Samosir, 2008) Sedangkan Sabri (2012)
pembelajaran sastra adalah metode-metode/cara yang dapat
mempermudah pengajaran sastra dalam pendidikan dan dapat
menggugah minat siswa untuk menyenangi sastra.
Pembelajaran sastra tidak dapat diidentikkan dengan pembelajaran
keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis.
35
Walaupun demikian, pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi
dengan pembelajaran bahasa baik dengan keterampilan menulis,
membaca, menyimak, maupun berbicara. Dalam praktiknya, pengajaran
sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra, membaca
sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.
Berdasarkan hal di atas (Samosir, 2008) pembelajaran sastra
mencakup hal-hal berikut:
1) Pembelajaran menulis sastra. Penulisan sastra membutuhkan
penghayatan terhadap pengalaman yang ingin diekspresikan,
penguasaan teknik penulisan sastra, dan memiliki wawasan yang
luas mengenai estetika. Tujuan pembelajaran menulis sastra
adalah (a) agar siswa menguasai teori penulisan sastra yang
berkaitan dengan unsur-unsur dan (b) kaidah-kaidah dalam
penulisan sastra, teknik penulisan sastra, dan estetika, dan (c).
agar siswa terampil menulis sastra.
2) Pembelajaran membaca sastra. Salah satu syarat untuk dapat
memahami karya sastra dan membaca sastra dengan baik adalah
mempunyai pengetahuan yang baik tentang sastra. Sasaran
pembelajaran membaca sastra adalah pengembangan kompetensi
yang berkaitan dengan hakikat membaca, hakikat sastra dan
membaca sastra, teknik memahami dan mengomentari karya
sastra.
36
3) Pembelajaran menyimak sastra. Sasaran pembelajaran menyimak
sastra adalah pengembangan kemampuan mendengarkan,
memahami, dan menanggapi berbagai ragam wacana lisan.
Sasaran lain adalah pengembangan kemampuan siswa dalam
memahami pikiran, perasaan, dan imajinasi yang terkandung dalam
karya sastra yang dilisankan.
4) Pembelajaran berbicara sastra Kemampuan berbicara sastra
merupakan kemampuan melisankan karya sastra yang berupa
menuturkan, membawakan, dan membacakan karya sastra.
Kemampuan tersebut merupakan salah satu indicator dari
subkompetensi menguasai ekspresi sastra dalam berbagai jenisdan
bentuk.
b. Tujuan pengajaran sastra
Tujuan pembelajaran sastra pada akikatnya melingkupi dua hal. Sabri
(2012) mengemukakan tujuan pembelajaran sastra meliputi
1) Pengetahuan tentang sastra.
Secara garis besar tujuan pengajaran sastra bisa dibagi menjadi
dua bagian. Bagian pertama adalah memperoleh pengetahuan tentang
sastra, dan bagian selanjutnya adalah memperoleh pengalaman
bersastra. Pengetahuan tentang sastra mencakup pengetahuan tentang
teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Sedangkan pengalaman
bersastra mencakup kegiatan berapresiasi atau reseptip dan berekspresi
atau produktif. Cakupan pengetahuan tentang sastra adalah tentang teori
37
sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiga disiplin ilmu tersebut saling
terkait dalam pengkajian sastra. Dalam perkembangan ilmu sastra, pernah
timbul teori yang memisahkan antara ketiga disiplin ilmu tersebut.
Khususnya bagi sejarah sastra dikatakan bahwa pengkajian sejarah
sastra bersifat objektif sedangkan kritik sastra bersifat subjektif. Di
samping itu, pengkajian sejarah sastra menggunakan pendekatan
kesewaktuan, sejarah sastra hanya dapat didekati dengan penilaian atau
kriteria yang pada zaman itu. Bahkan dikatakan tidak terdapat
kesinambungan karya sastra suatu periode dengan periode berikutnya
karena dia mewakili masa tertentu. Walaupun teori ini mendapat kritikan
yang cukup kuat dari teoretikus sejarah sastra, namun pendekatan ini
sempat berkembang dari Jerman ke Inggris dan Amerika. Namun
demikian, dalam prakteknya, pada waktu seseorang melakukan
pengkajian karya sastra, antara ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait.
Wellek dan Warren (1989:38) menjelaskan bahwa teori sastra
adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria, sedangkan studi karya-karya
kongkret disebut kritik sastra (pendekatan statis) dan sejarah sastra. Dari
penjelasan tersebut dapat kita artikan bahwa teori sastra adalah cabang
ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum, kategori,
kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra.
Secara umum yang dimaksud teori adalah suatu sistem ilmiah atau
pengetahuan sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan
antara gejala-gejala yang diamati.
38
Kritik sastra juga merupakan bagian dari ilmu sastra, meskipun ada
istilah lain yang sering digunakan yaitu telaah sastra, analisis sastra,
penelitian sastra, dan kajian sastra. Untuk menjadi seorang kritikus sastra
diperlukan kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak
dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra, serta tentunya
penguasaan tentang teori sastra.
Berdasarkan penjelasan kritik sastra di atas, terkandung secara
jelas aktivitas kritik sastra. Aktivitas kritik sastra mencakup tiga hal, yaitu
menganalisis, menafsirkan, dan menilai karya sastra. Analisis adalah
menguraikan unsur-unsur yang membangun karya sastra dan menarik
hubungan antara unsur-unsur tersebut. Sementara menafsirkan dapat
diartikan kegiatan memperjelas maksud karya sastra. Adapun aktivitas
yang ketiga adalah penilaian. Penilaian dapat diartikan menunjukan nilai
karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan penafsiran yang telah
dilakukan. Wellek dan Warren (1989:316) menjelaskan bahwa apabila kita
berusaha menguraikan dengan rinci perhatian manusia pada sastra, kita
akan mengalami kesulitan untuk menjabarkannya. Dalam hal ini, penilaian
seorang kritikus sangat bergantung pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan
dasar-dasar kritik sastra yang dipahami seorang kritikus.
Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari
perkembangan sastra dari waktu ke waktu. Di dalamnya dipelajari ciri-ciri
karya sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang berkecimpung
pada masanya, karya-karya sastra yang bagus yang menghiasi dunia
39
sastra, serta kejadian-kejadian yang terjadi seputar masalah sastra.
Seorang sejarawan sastra selain harus mampu mendokumentasikan
karya sastra, dia juga harus mampu membuat pemilahan hasil
dokumentasinya berdasarkan ciri, gaya, klasifikasi, gejala-gejala yang
ada, pengaruh, karakter dan lain-lain. Pada hakikatnya, teori sastra
membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat dalam karya sastra
baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, pilihan kata, struktur
maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar
dan lainnya yang membangun sebuah karya sastra atau lazim juga
disebut unsur intrinsik. Di sisi lain kritik sastra merupakan ilmu sastra yang
mengkaji, menelaah, meneliti, men`gulas memberi pertimbangan, serta
memberikan penilaian terhadap karya sastra tersebut. Untuk memberikan
pertimbangan atas karya sastra, kritikus sastra bekerja sesuai dengan
konvensi bahasa dan konvensi sastra yang melingkupi karya sastra.
Begitu juga hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra.
Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari karya
sastra dari waktu ke waktu, sebagai bagian dari pemahaman terhadap
budaya bangsa. Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa atau suatu
daerah diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti
sastra yang menunjukan terjadinya perbedaan-perbedaan atau
persamaan-persamaan karya sastra pada periode tertentu.
Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori
sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra terjalin keterkaitan. Sebuah karya
40
sastra tidak akan mampu dipahami, dihayati, ditafsirkan dan dinilai secara
sempurna tanpa adanya intervensi dari ketiga bidang ilmu sastra tersebut.
Sebuah teori sastra tidak akan pernah sempurna jika tidak dibantu oleh
sejarah dan kritik sastra, begitu juga dengan sejarah sastra yang tidak
dapat dipaparkan apabila teori dan kritik sastra tidak jelas, dan kritik sastra
tidak akan mencapai sasaran apabila teori dan sejarah sastra tidak
dijadikan tumpuan.
2) Pengalaman bersastra
Di bagian awal telah dijelaskan bahwa tujuan pengajaran sastra
salah satunya adalah memperoleh pengalaman bersastra. Cakupan
pengalaman bersastra adalah kegiatan berapresiasi dan kegiatan
berekspresi. Istilah apresiasi berasal dari bahasa latin aprecatio yang
berarti mengindahkan atau menghargai. Secara terminologi, apresiasi
sastra dapat diartikan sebagai penghargaan, penilaian, dan pengertian
terhadap karya sastra. Dalam konteks yang lebih luas istilah apresiasi
mengandung makna pengenalan, pemahaman, dan pengakuan terhadap
nilai-nilai kehidupan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi sastra
adalah sebuah proses yang melibatkan tiga aspek yaitu, aspek kognitif,
aspek emotif, dan aspek evaluatif.
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelektual pembaca
dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif.
Unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif itu selain dapat
berhubungan dengan unsur-unsur yang secara internal terkandung dalam
41
suatu teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-
unsur di luar teks yang secara langsung menunjang kehadiran teks sastra
itu sendiri.
Aspek emotif berkaitan dengan unsur emosi pembaca dalam upaya
menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain
itu, unsur emosi juga sangat berperan dalam upaya memahami unsur-
unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu dapat berupa bahasa
paparan yang mengandung ketaksaan makna atau bersifat konotatif-
interpretatif serta dapat pula berupa unsur-unsur signifikan tertentu,
misalnya penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis.
Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian
terhadap baik atau buruk, indah atau tidak indah, sesuai atau tidak sesuai
serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah
karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca. Dengan
kata lain, keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum
sehingga setiap apresiator yang telah mampu merespon teks sastra yang
dibaca sampai pada tahapan pemahaman dan penghayatan, sekaligus
juga mampu melakukan penilaian.
Belajar apresiasi sastra pada dasarnya adala belajar tentang hidup
dan kehidupan. Melalui karya sastra, manusia akan memperoleh asupan
batin, sehingga sisi-sisi gelap dalam kehidupan bisa tercerahkan lewat
kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra tak
ubahnya sebagai layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia.
42
Seiring dengan dinamika peradaban yang terus bergerak maju.
Kehadiran sastra dirasa semakin penting untuk disosialisasikan melalui
institusi pendidikan. Karya sastra memiliki peranan yang cukup besar
dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang. Dengan bekal
apresiasi sastra yang memadai diharapkan para alumnus pendidikan
mampu bersaing pada era global dengan sikap arif, matang, dan dewasa.
Kegiatan berekspresi sastra diartikan sebagai kegiatan
mengungkapkan perasaan lewat karya sastra. Banyak cara yang
dilakukan seseorang ketika mengungkapkan perasaannya. Sekadar untuk
menyimak arus karya-karya yang sudah terlahir dari dunia pendidikan dan
yang ada di berbagai media, khususnya tentang perkembangan sastra.
Dari sekian banyak kerancuan dan pergolakan dalam dunia sastra, media
pembelajaran sastra merupakan sesuatu yang perlu dikaji dan ditilik
keberadaanya. Karena bukan tidak mungkin dari permasalahan ini akan
berimplikasi kepada hasil karya lainnya. Keterkucilan bidang sastra,
sekaratnya pasar dan lesunya penjualan buku sastra, dan keengganan
para siswa membaca buku-buku sastra, minimnya kuantitas dan kualitas
koreksi terhadap karya sastra. Hal ini berimbas kepada kemampuan untuk
berekspresi dalam sastra, sangat sulit kita temukan saat ini para anak
muda bangsa yang gemar membaca puisi, atau gemar bermain drama.
Keadaan sulit ini mesti menjadi pemikiran kita bersama. Karya sastra
mampu memberikan pelajaran kehidupan bagi penikmatnya. Tetapi
keadaan kurikulum sekarang ini di sekolah-sekolah lebih menekankan
43
kepada kemampuan berbahasa dengan lebih banyak mengorbankan
aspek apresiasi sastra. Tentu sebuah hal yang sangat ironis bagi
keberlangsungan sastra itu sendiri.
Secara garis besar tujuan pengajaran sastra adalah untuk
memperoleh pengetahuan tentang sastra dan memperoleh pengalaman
bersastra. Pengetahuan tentang sastra meliputi teori sastra, kritik sastra,
dan sejarah sastra. Meskipun sebenarnya masih banyak cabang-cabang
ilmu sastra yang lainnya, seperti, sifat sastra, fungsi sastra, gaya, stilistika
dan lain-lain. Tetapi dengan memahami teori, kritik, dan sejarah sastra
seorang penikmat sastra akan mampu menjadi seorang apresiator yang
baik.
Memperoleh pengalaman bersastra bisa diartikan memperoleh
pengalaman apresiasi dan ekspresi. Belajar apresiasi sastra pada
dasarnya adala belajar tentang hidup dan kehidupan. Apresiasi sastra
adalah sebuah proses yang melibatkan tiga aspek yaitu, aspek kognitif,
aspek emotif, dan aspek evaluatif.
Sedangkan berekspresi dalam sastra adalah kegiatan dimana kita
mampu mencurahkan perasaan lewat sastra, bisa dengan bahasa lisan
maupun dengan bahasa tulis. Seiring dengan dinamika peradaban yang
terus bergerak maju. Kehadiran sastra dirasa semakin penting untuk
disosialisasikan melalui institusi pendidikan. Karya sastra memiliki
peranan yang cukup besar dalam membentuk watak dan kepribadian
seseorang. Dengan bekal apresiasi sastra yang memadai diharapkan para
44
alumni pendidikan mampu bersaing pada era global dengan sikap arif,
matang, dan dewasa.
4. Konsep Hakikat Puisi
Hakikat, pengertian, atau definisi tentang puisi dengan tepat
tentu tidak mudah, jika mencermati perkembangan puisi. Puisi
dewasa ini sangat beragam. Suatu batasan tentang puisi terkadang
tepat untuk puisi tertentu, namun tidak tepat untuk puisi-puisi lainnya.
Batasan puisi yang lazim dipahami yaitu karangan yang terikat oleh
baris, bait, rima, ritma, dan jumlah kata dan suku kata, tentu tidak
relevan lagi dengan perkembangan puisi dewasa ini.
Meskipun demikian, untuk mendekati hakikatnya, maka dalam
penulisan ini dikemukakan beberapa pengertian puisi oleh beberapa
ahli. Dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan
membuat atau perbuatan, sebab lewat puisi pada dasarnya
seseorang telah menciptakan suatu dunia teresendiri, yang mungkin
berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, baik fisik maupun
batiniah. Aminuddin (1991:34) mengemukakan batasan puisi
sebagai berikut: Kata puisi berasal dari bahasa Yunani: “poeme”
berarti membuat atau poesis ‘berarti perbuatan’. Ralph (dalam
Tarigan, 1985:4) mengemukakan puisi merupakan upaya abadi
untuk mengekspresikan jiwa untuk menggetarkan tubuh yang kasar
dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkan ada.
45
Hal senada dikemukakan oleh, Hudson (dalam Aminuddin,
1991:134) mengemukakan sebagai berikut: Puisi adalah satu
cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media
penyampaian untuk membuatkan ilusi, imajinasi, seperti halnya
lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan
gagasan pelukisnya.
Tidak satu pun yang mempunyai penekanan yang sama dari
batasan puis di atas. Setiap ahli mempunyai penekanan berbeda.
Aminuddin sebagaimana petikan di atas, mengemukakan batasan
puisi dengan menekankan pada proses penciptaannya, yaitu
membuat atau perbuatan, Ralph sesuai kutipan di atas
mengemukakan batasan pusi dengan menekankan isi yang dibuat
yaitu upaya untuk mengekspresikan jiwa, sedangkan Hudson
mengemukakan batasan dengan menekankan pada suatu tataran
disiplin ilmu sastra yaitu cabang sastra yang menggunakan kata-kata
sebagi media.
Meskipun batasan puisi tidak sejelas batasan karya sastra lain
seperti novel dan cerpen, namun untuk memahami hakikat puisi,
dikemukakan unsur-unsur yang membangun suatu puisi sebagai
berikut.
Secara umum, ada tiga sudut pandang yang sering digunakan
dalam melihat unsur-unsur yang membangun sebuah puisi yaitu
unsur fisik dan unsur batin, bentuk dan isi, dan strata bunyi dan
46
makna. Berikut diuraikan secara ringkas berdasarkan beberapa
referensi.
a. Unsur Fisik dan Unsur Batin
Maryorie (dalam Akhdiat, dkk, 1991:179) membagi struktur
intrinsik puisi atau dua unsur besar, yaitu unsur fisik dan unsur
mental atau lahir batin. Unsur fisik merupakan penampilan di atas
kertas dalam bentuk larik-larik dan nada puisi, seperti; irama sajak,
intonasi, repetisi, serta perangkat bahasa lainnya. Sedangkan unsur
mental atau batin serdiri dari tema, urutan logis antarkata, antarlarik,
dan antarbait, pola asosiasi, pola citra, dan emosi. Kedua unsur ini
terjalin dan terkombinasi secara utuh dan memungkinkan sebuah
puisi secara utuh memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi
bagi pembacanya.
b. Bentuk dan Isi
Bentuk dan isi merupakan pembagian lain dalam puisi. Pada
hakikatnya pembagian ini tidak banyak berbeda dengan pembagian
pertama di atas dengan istilah unsur fisik dan mental. Bentuk adalah
suatu yang terlihat secara lahiriah, tipografi, kata-kata, dan bunyi
dalam puisi. Isi adalah makna yang terkandung dalam bentuk yang
terlihat secara visual.
c. Strata Bunyi dan Makna
Unsur lain yang membangun puisi yaitu lapisan-lapisan
terutama yang membangun lapisan tertentu yang membangun puisi
47
yang disebut lapis atau strata. Lapis pertama adalah lapis bunyi dan
lapis kedua adalah lapis makna. Di bawah lapis makna terdapat lagi
lapis lainnya yaitu lapis dunia dan lapis metafisis.
Untuk lebih jelasnya, secara ringkas strata tersebut
sebagaimana yang dikemukakan dalam berbagai referensi.
1) Lapis bunyi
Lapis bunyi ialah lapis pertama penampilan puisi dalam
bentuk bunyi-bunyi suara, seperti suara suku kata, suara kata, suara
frasa, dan suara kalimat dalam konvensi bahasa tertentu, dalam hal
ini bahasa Indoneisa. Lapisan bunyi yang dimaksud dalam
pembacaan puisi ialah lapisan bunyi yang bersifat khusus, istimewa,
yang dipergunakan untuk memberikan efek puitis atau nilai lambang
rasa dalam puisi.
2) Lapis metafisis
Lapis metafisis ialah lapis yang menimbulkan perasaan seperti
rasa haru, ngeri menakutkan, menyenangkan, dan suci. Setelah
membaca puisi, timbul perasaan yang dapat menjadi bahan
renungan bagi pembaca. Berikut dikemukakan contoh tentang rasa
tersebut.
“Adapun ibu tidak akan pernah pergi dari hati kita Bersyukurlah kita sebab kita akan selalu mengenangnya. Sebab pada hari ini, Tuhan telah selesai membangun rumah terindah buat ibu kita”
Puisi di atas kurang lebih mengetengahkan bahwa anak yang
baik adalah anak yang selalu berbakti kepada orang tuanya, anak
48
yang selalu mendoakan orang tuanya walaupun ia telah meninggal.
Inilah yang ditanamkan oleh ibu mereka dan ini pulalah yang yang
diingatkan oleh kakaknya bahwa mereka selalu mengenang ibu
mereka. Dengan demikian, kematian yang dialami sang ibu
merupakan sesuatu yang suci yang tidak perlu ditangisi. Dengan
larik “Bersyukurlah kita sebab kita akan selalu mengenangnya.” dan
“Sebab pada hari ini, Tuhan telah selesai membangun rumah
terindah buat ibu kita” mempertajam rasa bahwa sesuatu yang suci
bukan suatu yang harus ditangisi, kalau saja dipersiapkan selama
masih hidup. Inilah lapis metafisis yang dapat ditarik dalam puisi di
atas.
3) Lapis dunia
Lapis dunia adalah lapis dari titik pandang tertentu yang tak
perlu dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya suatu peristiwa
dalam sastra yang dapat terdengar atau terlihat oleh pancaindra.
Akan tetapi, di balik yang terlihat dan terdengar itu, tersirat watak
tokoh yang mengalami peristiwa tersebut.
Hal ini dapat dilihat dalam larik berikut. Adik-adikku yang manis Jangan kalian menangis Tak adalah yang patut ditangisi selain dosa kita. Larik-larik tersebut tertangkap rasa keimanan yang tinggi dari
penyairnya yang menyadarkan manusia akan arti hidup ini.
Walaupun puisi dibangun oleh lapis-lapis yang demikian, namun
masing-masing bukanlah berdiri sendiri. Lapis bunyi yag
49
didengungkan puisi tidak akan tertangkap kalau tidak diiringi oleh
makna bunyi-bunyi itu. Makna puisi akan menjaring tema, pesan
atau amanat yang ingin disampaikan oleh penyair melalui puisi itu.
Apresiasi puisi pada dasarnya merupakan sikap jiwa pembaca
terhadap puisi yang dibaca. Apresiasi puisi menyiratkan suatu kualitas
rohaniah menghadapi objek yang disikapi, yakni puisi. Pembelajaran
apresiasi puisi pada hakikatnya merupakan pembelajaran menggali nilai
yang terdapat dalam puisi tersebut. Hal yang termasuk kegiatan apresiasi
puisi antara lain 1) Membaca puisi, 2) Menganalisis puisi, 3) Membuat
ulasan mengenai suatu puisi, 4) Menampilkan puisi melalui deklamasi
atau musikalisasi puisi, 5) Menulis puisi (Patria, 2008)
Tujuan yang harus dicapai dalam pengajaran apresiasi puisi adalah
1) Siswa memperoleh kesadaran yang lebih baik terhadap dirinya sendiri,
orang lain, dan kehidupan di sekitarnya, 2) Siswa memperoleh
kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi, 3) Siswa memperoleh
pengetahuan dan pengertian dasar tentang puisi (Patria, 2008)
5. Pembelajaran Menulis Puisi
Kemampuan menulis tidak terlepas dari proses kreatif karena
proses kreatif yang akan melahirkan sebuah tulisan berharga bagi penulis
dan pembacanya. Tinggi rendahnya kualitas sebuah tulisan sangat
dipengaruhi oleh proses kreatif penulis. Lahirnya suatu tulisan karena
adanya ide-ide yang bertentangan yang tidak sepaham dengan pemikiran
seorang penulis. Menurut Jabrohim dkk (dalam www.academia.edu.com)
50
menulis puisi bermula dari proses kreatif, yakni mengimajikan atau
mengembangkan fakta-fakta empirik yang kemudian diwujudkan dalam
bentuk puisi. Selanjutnya, untuk menuangkannya menjadi sebentuk puisi,
terlebih dahulu memahami unsur-unsur pembentuk puisi.
Labih lanjut Jabrohim. (dalam www.academia.edu.com)
mengemukakan bahwa menulis puisi merupakan suatu kegiatan seorang
“intelektual”, yakni kegiatan yang menuntut seorang harus benar-benar
cerdas, harus benar-benar menguasai bahasa, luas wawasannya,
sekaligus peka perasaannya. Syarat-syarat tersebut menjadikan hasil
penulisan puisi berbobot intelektual, tidak sekedar bait-bait kenes,
cengeng, dan sentimental. Menulis puisi juga dapat menggabungkan
antara pengembangan fakta-fakta empirik dengan daya imajinasi menjadi
sebuah tulisan yang bermakna bagi manusia yang mempunyai kesadaran
eksistensial. Hal ini akan tercapai apabila penulis puisi (penyair) banyak
mengasah kepekaan kritisnya dan banyak melaksanakan proses kreatif.
Menurut Sayuti (dalam Ramli, 2013) sastra memberikan peluang-
peluang bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk menjadi
“kreatif” baik yang bertujuan apresiasi maupun ekspresi. Mengenai tahap-
tahap dalam proses (pemikiran) kreatif dalam menulis puisi, sejumlah ahli
menyimpulkan dan menunjuk sejumlah unsur serta urutan yang
kurang lebih sama.
a. Tahap Preparasi atau Persiapan
Pada tahap persiapan dan usaha, seseorang akan
51
mengumpulkan informasi dan data yang dibutuhkan. Persiapan berupa
pengalaman-pengalaman yang mempersiapkan seseorang untuk
melakukan tugas atau memecahkan masalah tertentu. Semakin banyak
pengalaman atau informasi yang dimiliki seseorang mengenai masalah
atau tema yang digarapnya, makin memudahkan dan melancarkan
pelibatan dirinya dalam proses tersebut. Pada tahap ini pemikiran kreatif
dan daya imajinasi sangat diperlukan. Olehnya konsentrasi sangat
diperlukan dalam pelibatan diri.
b. Tahap Inkubasi atau Pengendapan
Setelah informasi dan pengalaman yang dibutuhkan serta
berusaha dengan pelibatan diri sepenuhnya untuk membangun gagasan
sebanyak-banyaknya, biasanya akan diperlukan waktu untuk
mengendapnya. Pada tahap ini, seluruh bahan mentah diolah dan
diperkaya melalui akumulasi pengetahuan serta pengalaman yang
relevan.
b. Tahap Iluminasi
Jika pada tahap pertama dan kedua upaya yang dilakukan masih
bersifat mencari-cari, pada tahap ini iluminasi semuanya menjadi jelas,
tujuan tercapai, penulisan (penciptaan) karya dapat diselesaikan.
Seorang penulis akan merasakan suatu kelegaan dan kebahagiaan
karena apa yang semula masih berupa gagasan dan masih samar-
samar akhirnya menjadi suatu yang nyata.
52
c. Tahap Verifikasi atau Tinjauan secara kritis
Pada tahap ini penulis melakukan evaluasi terhadap karyanya
sendiri. Jika diperlukan, ia bisa melakukan modifikasi, revisi, dan lain-lain.
Pada tahap ini penulis seakan-akan mengambil jarak, melihat karyanya
secara kritis. Dari segi hakikatnya sajak sebagai perwujudan kreatif, pada
dasarnya merupakan konsentrasi dan intersifikasi dari pernyataan dan
kesan. Di dalam sajak, seorang berkata atau mengatakan sesuatu hal
dan bagaimana mengekspresikan sesuatu ini melalui ungkapan yang
berbeda- beda sesuai dengan pilihannya. Kata-kata dan sajak
dipertimbangkan ketepatannya dari berbagai segi: bunyi, bentuknya,
konteks tulisannya dalam unit yang lebih besar, arti dan maknanya. Hal di
atas merupakan konsep teoretis, namun banyak penulis puisi
mengabaikan konsep tersebut.Mereka menulis puisi secara bebas
mengikuti nuraninya masing-masing.
6. Pembelajaran Puisi di SMP
Kegiatan apresiasi karya sastra termasuk puisi di sekolah
menengah pertama harus ditekankan pada pengalaman langsung
terhadap puisi. Tidak perlu terlalu jauh bersentuhan dengan teori.
Oleh karena itu, dalam menggauli karya sastra termasuk puisi di
SMP harus disesuaikan dengan perkembangan anak. Di samping
puisi-puisi yang disajikan harus terpadu dan terintegrasi dengan
pelajaran lainnya.
53
Dengan kegiatan menggauli puisi dengan sungguh-sungguh
sesuai tingkat perkembangan jiwa siswa diharapkan tumbuh sikap
menghargai cipta sastra puisi yang merupakan bagian dari
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Melalui pengajaran sastra
puisi diharapkan mereka mengenal bentuk-bentuk dan isi karya
sastra termasuk puisi dan pada akhirnya mereka diharapkan dapat
merasakan bahwa karya tersebut mengandung unsur keindahan
dan kegunaan.
7. Penilaian Pembelajaran Puisi di SMP
Menurut Nurgiyantoro (2001) penilaian adalah suatu proeses untuk
mengukur kadar pencapaian tujuan. Penilaian merupakan alat ukur
untuk mengetahui seberapa jauh tujuan-tujuan pengajaran yang telah
ditetapkan dapat dicapai setelah siswa mengalami aktivitas belajar.
Dalam kaitan ini, penilaian merupakan salah satu bukti langsung, bukti
empiris, atau bukti nyata tentang kadar pencapaian tujuan, yaitu yang
berupa kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh masing- masing
siswa sehingga seorang guru tidak semena-mena memberikan nilai
kepada siswa karena telah memiliki kriteria yang telah ditentukan sebagai
pedoman penilaian.
Isnendes (dalam http://chyeretty.wordpress.com) penilaian sebuah
puisi berawal dari interpretasi. Interpretasi tentang keindahan dari satu
puisi. Karena indah itu sangat subjektif sifatnya, maka para ahli merasa
perlu menentukan yang disebut puisi indah itu apa. Walaupun pada
54
kenyataannya ketentuan itu kembali menjadi bermacam-macam
bergantung pada paradigma keilmuan dan perspektif para ilmuan yang
menentukannya.
Puisi bisa dinilai bergantung pada kepentingan apa kita ‘membaca’
puisi tersebut. Penilaian bagian dari kritikan atau apresiasi. Dua-duanya
bisa dipakai bergantung dari perspektif mana kita melihat. Penilaian pada
sebuah puisi dianggap bagian dari kritikan. Kritikan tertinggi. Sehingga
pembaca mampu menentukan puisi yang baik, bermutu itu seperti apa.
Penilaian sebuah puisi dianggap dari apresiasi.
Menghargai puisi (karya seni) dengan tingkat tinggi adalah dengan
menilai. Karena dari perspektif kritik dan apresiasi bermuara pada
evaluasi, maka kemudian berkembanglah perangkat penilaiannya.
Bermacam-macam aliran dan alat ukur ditawarkan para ahli (baik praktisi
maupun akademisi). Terutama di Barat, kriteria penilaian karya sastra
begitu beragam. Kalau para penyair konvesional menyebut keberhasilan
puisi cukup dengan membuat kita tertegun dan terkagum-kagum, itu tidak
salah, tetapi tidak bisa diuraikan bentuk ketertegunan dan keterkaguman
itu. Para ahli dari barat mensistematikakan penilaian tersebut dengan
kritreria-kriteria karya seni (walaupun sebenarnya sangat-sangat
terpengaruh filsafat positivistik; ideologi materi yang secara umum
diterapkan pada ilmu matematika dan pengetahuan alam; sain). Penilaian
estetik adalah menilai karya puisi dari struktur estetik, yaitu semua usaha
yang terlihat susunannya dalam puisi: rima, irama, diksi, gaya bahasa,
55
alur, konflik, humor, termasuk juga kebaruan dan kemampuan yang
membuat orang terpesona.
Penilaian ekstra estetik adalah penilaian dari bahan-bahan karya
puisi, yaitu: pemilihan kata-kata; bahasa, tingkah laku manusia, gagasan,
sikap (di antaranya spontanitas), intension (niat) dan apapun yang
sebelumnya berada di luar karya puisi itu sendiri. Dalam puisi yang
berhasil, bahan-bahan tersebut terjalin dalam hubungan-hubungan yang
bermacam-macam oleh dinamika-dinamika tujuan estetik. Sebuah karya
sastra yang bernilai tinggi, selain berdasarkan pada susunan yang terlihat
(estetik) juga berbahankan pada bahan-bahan yang besar.
Kebesarannya (agung) adalah bila puisi tersebut mengekspresikan
nilai yang besar. Nilai-nilai kehidupan yang besar itu diantaranya meliputi
pikiran-pikiran yang tinggi atau cemerlang, perwatakan yang kompleks,
cerita yang hebat, dan menawarkan renungan (kontemplasi). Dengan
demikian, sebuah puisi yang bernilai sastra (tinggi) adalah sebuah karya
yang indah dan mengandung kreativitas (estetik), juga memuat pikiran-
pikiran tinggi dan gambaran-gambaran kehidupan yang mempesonakan
(ekstra estetik).
Dengan demikian pula, kita tidak bisa menafikan puisi tersebut
dengan menyebut ‘tidak bermutu’, ‘tidak bernilai’, ‘tidak bernilai sastra’ dan
semacamnya bila kehilangan salah satu unsur kecil dari bagian unsur
besar (estetik & ekstra estetik) –karena tidak ada zat yang sempurna
kecuali pembuat manusia! Jika tidak ada salah satu dari keduanya (estetik
56
atau ekstra estetik tidak ada), penilai boleh menyebut bahwa puisi
tersebut ‘kurang bernilai atau kurang bernilai sastra’ bahkan ‘tidak bagus’.
Uraian di atas adalah melihat penilaian puisi dari keobjektifan
karya. Dalam kenyataannya menilai puisi juga bisa bergantung pada
penilai. Mampu tidaknya penilai menghadirkan jarak dirinya dari karya dan
penyairnya, atau menekan seminimal mungkin praduga negatif yang
memenuhi pikirannya dalam menilai puisi menjadi sesuatu yang penting
dikritisi. Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa soal keindahan adalah
soal subjektif yang sesuai dengan selera, penghayatan, dan pengalaman
pembaca kritis (penilai).
Apalagi bila dibebani dengan kepentingan-kepentingan lain, definisi
keindahan yang seharusnya diterapkan seobjektif mungkin menjadi bias.
Apalagi dengan ditambah kesan yang salah akan membentuk opini
pembaca lain terhadap puisi tersebut. Dari uraian di atas, ditarik
kesimpulan 1) puisi adalah karya sastra yang merupakan karya seni yang
bisa dinilai dengan kriteria objektif-walaupun tidak ada norma keindahan
yang objektif. Objektif di sini maksudnya berpegang pada teori atau kriteria
tertentu dengan definisi yang jelas, 2) menilai puisi adalah menilai karya
seni yang melandaskan penilaiannya pada unsur estetik dan ekstra estetik
(hal-hal yang tersusun; terlihat; terbaca oleh pembaca dan bahan-bahan
puisi; yang tidak terlihat dan kemudian diwujudkan melalui interpretasi
pembaca/penilai), 3) sikap penilai yang harus bersikap objektif-
meminimalisir subjektivitasnya selaku penilai dan menjelaskan maksudnya
57
dengan tidak taksa (ambigu) kepada pembaca lainnya sebagai bentuk
tanggung jawab keahliannya menilai.
Selain itu, Isnendes menyarankan 1) Penilai atau pembaca ahli
berpegang pada definisi-definisi yang bisa dipertanggungjawabkan karena
menilai berarti memberikan pengetahuan baru yang wajar dan jujur pada
pembaca, karena boleh jadi penilai dianggap ahli yang dirujuk
pernyataannya oleh pemaca awam.2) Penilai atau pembaca ahli
sepatutnya memperlihatkan hal-hal yang memperlihatkan keseimbangan
integritas dalam menilai (menguraikan kelebihan-kelebihan selain
menjelaskan kelemahan-kelemahan puisi atau karya).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman penilaian
puisi dengan menggunakan acuan indikator keterampilan menulis puisi.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada uraian terdahulu, bahwa puisi
mengadung unsur-unsur yang membangunnya.
Waluyo (2007) berpendapat bahwa struktur fisik puisi terdiri atas
baris-baris puisi yang bersama-sama mengandung bait-bait puisi.
Selanjutnya, bait-bait puisi itu membangun kesatuan makna di dalam
keseluruhan puisi sebagai wacana. Struktur fisik ini merupakan medium
pengungkap struktur batin puisi. Adapun unsur-unsur yang termasuk
dalam struktur fisik puisi menurut Waluyo adalah diksi, pengimajian, kata
konkret, majas (meliputi lambang dan kiasan), bersivikasi (meliputi rima,
ritma, dan metrum) dan tipografi. Sementara struktur batin puisi terdiri atas
tema, nada, perasaan, dan amanat. Dengan demikian, ada enam kriteria
58
dalam mengevaluasi kualitas fisik dari sebuah puisi. Struktur batin yang
telah disebutkan di atas, juga merupakan unsur yang dapat digunakan
sebagai pedoman pengevaluasian. Jadi antara struktur fisik dan struktur
batin menjadi kesatuan untuk mengetahui kualitas dari sebuah puisi.
Dari penjelasan di atas, maka indikator hasil pembelajaran menulis
puisi dapat disimpulkan bahwa dalam penulisan puisi harus terdapat
struktur fisik dan struktur batin puisi. Kedua unsur tersebut saling
melengkapi dari puisi tersebut. Jika dibuat dalam dalam rubrik penilaian
maka setiap unsur harus termuat sebagaimana uraian yang dikutip dari
Waluyo (1987) berikut.
a. Diksi
Dalam sebuah puisi, pemilihan kata yang tepat dapat lebih
mengungkapkan sesuatu, dapat memberikan imajinasi yang baik. Dengan
demikian, kesan yang timbul akan lebih jelas dan kuat. Untuk menulis
puisi bebas bergambar peristwa agar dapat menimbulkan imajinasi yang
baik, gunakan gaya tertentu. Misalnya, mengubah kata-kata yang
terdapat dalam gambar peristiwa yang akan dijadikan sebuah puisi
dengan membandingkan hal lain atau metafora. Selain itu, dapat juga
menggunakan gaya bahasa, yaitu pemakaian kata-kata yang berjiwa,
segar, dan dapat menggetarkan perasaan pembaca atau pendengar.
Dalam puisi, kata-kata sangat besar peranannya. Setiap kata
mempunyai fungsi tertentu dalam menyampaikan ide penyairnya. Meyer
dalam Arifuddin (2011) mengatakan bahwa dalam fungsinya untuk
59
memadatkan suasana, lembut, dan bersifat ekonomis. Kata-kata dalam
puisi hendaknya disusun sedemikian serupa sehingga dapat menyalurkan
pikiran, perasaan penulisanya dengan baik. Sehubungan dengan hal itu
diksi dibagi dalam tiga tingkat yaitu (1) diksi formal adalah bermartabat,
inpersonal dan menggunakan bahasa yang tinggi. (2) diksi pertengahan.
Diksi ini agak sedikit tidak formal dan biasanya kata kata yang digunakan
adalah yang dipakai oleh orang yang berpendidikan. (3) diksi informal
mencakup dua bahasa yaitu bahasa sehari-hari yang dalam hal ini
termasuk slang, dan dialek yaitu meliputi dialek geografis dan sosial.
b. Pengimajian
Pengimajian dapat memberi gambaran yang jelas, menimbulkan
suasana yang khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran, dan
penginderaan untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental
atau bayangan visual penyair, menggunakan gambaran-gambaran angan.
Imaji adalah gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental
atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya. Dalam
tangan penyair yang baik imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak
keindahannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya.
c. Kata konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk
menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan
maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Waluyo mengatakan
60
dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara
jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Misalnya saja
penyair melukiskan seorang gadis yang benar-benar pengemis gembel.
Penyair mempergunakan kata-kata gadis kecil berkaleng kecil.
d. Bahasa Figuratif/Majas
Bahasa figuratif adalah majas. Bahasa figuratif membuat puisi
lebih indah, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Majas mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata
atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna.
Kiasan juga dinamakan bahasa figuratif dan memasukkan metafora salah
satu bentuk kiasan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
pada umumnya bahasa figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan,
untuk mengkonkretkan dan lebih mengekspresikan perasaan yang
diungkapkan. Dengan demikian, pemakaian bahasa figuratif
menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat pada pembaca
karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan,
kedekatan, keakrabatan dan kesegaran.
Menurut Albernd (dalam Waluyo, 2007) bahasa figuratif
digolongkan menjadi tiga golongan, diantaranya sebagai berikut.
1) Simile.
Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal
dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Simile adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandigan yang demikian
61
dimaksudkan bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan yang
lainnya. Misalnya dengan menggunakan kata seperti, sama, sebagai,
bagaikan, laksana,dan lain-lain. Dari pengertian di atas smile adalah
membandingkan atau menyapakan dengan hal lain dengan menggunakan
kata kata yang artinya sama.
2) Metafora.
Metafora adalah bentuk bahasa figuratif yang memperbandingkan
sesuatu hal dengan hal lainnya yang pada dasarya tidak serupa. Jadi di
sini bahwa metafora itu membandinkan sesuatu yang tidak sama namun
disamakan.
3) Personifikasi.
Personifikasi adalah satu corak metofora yang dapat diartikan sebagai
suatu cara penggunaan atau penerapan makna. Jadi antara personifikasi
dan metafora keduanya mengandung unsu persamaan.
4) Epik Simile.
Epik Simile atau perumpamaan epos adalah pembandingan yang
dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan
sifat-sifat perbandingan lebih lanjut dalam kalimat atau frase-frase yang
berturut-turut.
5) Metonimi.
Metonimi adalah pemindahan istilah atau nama suatu hal atau benda
ke suatu benda yang lainnya yang mempunyai kaitan rapat. (6) Sinekdoki.
Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu bagian
62
penting dari suatu benda atau benda atau hal itu. Yang dimaksud di sini
bahwa sebuah benda pasti mempunyai bagian bagian yang tekandung di
dalamnya.
e. Versifikasi
Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum ritma
dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik panjang pendek, keras
lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dalam puisi sebagai
alunan yang dikesankan oleh perulangan dan pergantian kesatuan bunyi
dalam arus panjang pendeknya bunyi keras lembutnya tekanan, dan
tinggi rendahnya nada karena sering bergantung pada pola matra., irama
dalam persajakan pada umumnya teratur. Rima adalah pengulangan
bunyi di dalam baris atau larik puisi, paa akhir baris puisi atau bahkan
juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Adapun metrum adalah irama
yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu. Hal
ini disebabkan oleh (1) jumlah suku kata yang tetap,(2) tekanan yang
tetap, dan (3) alun suara menaik dan menurun yang tetap
f. Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat
dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Tipografi
merupakan bentuk dari puisi yang bermacam-macam tergantung yang
mengarangnya. Adapun fungsi tipografi adalah untuk keindahan indrawi
dan mendukung makna. Secara operasional kriteria itu dapat dilihat pada
rubrik berikut.
63
Tabel 1. Penilaian Pembelajaran Puisi
No Aspek Kategori Diskriptor
Skor Maksimum
.
Diksi dan kata Konkret
Sangat Baik
Menggunakan pilihan kata yang sangat tepat dan menggambarkan keadaan atau suasana batin yang membangkitkan imaji pembaca dengan baik
20
Baik
Menggunakan pilihan kata yang tepat dan menggambarkan keadaan atau suasana batin yang membangkitkan imaji pembaca dengan baik
15
Cukup
Menggunakan pilihan kata cukup yang tepat dan cukup menggambarkan keadaan atau suasana batin yang membangkitkan imaji pembaca
10
Kurang
Menggunakan pilihan kata yang kurang tepat menggambarkan keadaan atau suasana batin yang membangkitkan imaji pembaca
5
. Pengimajian
Sangat Baik
Memberi gambaran yang sangat jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran, dan penginderaan untuk menarik perhatian,
20
Baik
Memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran, dan penginderaan untuk menarik perhatian,
15
Cukup
Memberi gambaran yang cukup jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup gambaran
10
64
dalam pikiran, dan penginderaan untuk menarik perhatian,
Kurang
Memberi gambaran yang kurang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran, dan penginderaan untuk menarik perhatian,
5
Bahasa Figuratif/ Majas
Sangat Baik
Menggunakan majas yang sangat tepat menghidupkan lukisan dan mengkonkretkan serta mengekspresikan perasaan yang diungkapkan
20
Baik
Menggunakan majas yang tepat menghidupkan lukisan dan mengkonkretkan serta mengekspresikan perasaan yang diungkapkan
15
Cukup
Menggunakan majas yang cukup tepat menghidupkan lukisan dan mengkonkretkan serta mengekspresikan perasaan yang diungkapkan
10
Kurang
Menggunakan majas yang kurang menghidupkan luki-san dan mengkonkretkan serta mengekspresikan perasaan yang diungkapkan
5
Versifikasi /Persajakan (rima dan irama)
Sangat Baik
Menggunakan rima dan irama dalam puisi yang sangat selaras/tepat
20
Baik Menggunakan rima dan irama dalam puisi yang selaras/tepat
15
Cukup Menggunakan rima dan irama dalam puisi yang cukup selaras/tepat
10
Kurang Menggunakan rima dan irama dalam puisi yang kurang selaras/tepat
5
Amanat Sangat Bentuk puisi sangat indah 20
65
. Baik dan mendukung makna
Baik Bentuk puisi indah dan mendukung makna
15
Cukup Bentuk puisi cukup indah dan mendukung makna
10
Kurang Bentuk puisi kurang indah dan kurtang mendukung makna
5
(Diadaptasi dari: Waluyo, 2007)
8. Teknik Olah Sukma Berbasis Video
a. Hakikat Teknik Olah Sukma Berbasis Video dalam Pembelajaran Puisi
Olah sukma berbasis video adalah sebuah teknik yang
tujuannya untuk membantu dan memudahkan siswa dalam
mengapresiasi puisi. Strategi ini tercipta dari perenungan penulis
dalam menggeluti karya sastra (puisi) serta pengalaman penulis
dalam mengajarkan apresiasi sastra di SMP. Olah sukma berbasis
video dalam pembelajaran apresasi puisi adalah upaya untuk
merangsang ide, imajinasi, perasaan, dan intusi siswa. Donald
(dalam Anwar, 2001) menyatakan bahwa kemampuan apresiasi
sastra seseorang ditentukan oleh pergumulan rasa, ide, imajinasi,
dan intuasi yang terus menerus, dengan menjalani proses berpikir
yang paripurna.
Haris (2000) mengemukakan bahwa sala satu hal penting
dalam melairkan puisi adalah imajinasi pada seorang penyair. Hal ini
harus dibangun oleh konsentrasi teradap sesuatu yang akan
dituangkan. Puisi diciptakan dalam suasana perasaan yang intens, yang
menuntut pengucapan jiwa yang spontan dan padat. Ada saat-saat
66
tertentu yang pengucapan batin dengan puisi dan saat-saat lain yang
menuntut pengucapan batin. Bahasanya, selain indah juga padat, artinya
kata-kata yang digunakan mewakili banyak pengertian. Konsentrasi berarti
pemusatan. Seorang penyair akan mengalami proses konsentrasi dalam
menciptakan puisinya. Dalam proses konsentrasi, setiap komponen dalam
puisi harus berpusat, bertumpuh dan terfokus pada satupermasalahan
atau satu kesan. Proses konsentrasi terlihat dalam pemilihan kata,
penyusunan larik, dan pembentukan bait yang diperhitungkan dengan
cermat untuk mengungkapkan satu permasalahan atau yang
diperhitungkan dengan cermat untuk mengungkapkan satu permasalahan
atau satu kesan. Oleh karena itu, pemakaian kata dalam setiap puisi
selalu cermat dan padat tidak ada satu kata pun yang mubazir. Bahkan,
dengan sengaja penyair melakukan pelanggaran terhadap kaidah bahasa
tertentu untuk mengonsentrikan puisinya pada satu permasalahan atau
satu kesan.
Akibat dari proses konsentrasi, dalam karya puisi sering ditemukan
penghilangan imbuhan, kata depan, dan tanda baca. Hal ini sangat
berbeda dengan karya bukan puisi. Dalam cerpen atau drama misalnya,
dapat ditemukan permasalahan sampingan (anak tema) sebagai
penunjang permasalahan utama. Selain itu, kalimat, dan kaidah bahasa
juga harus utuh dan benar.
Proses intensifikasi adalah proses pengungkapan satu
permasalahan secara mendalam, mendasar, dan substansial. Semua
67
komponen yang ada dalam puisi saling menunjang dalam pengungkapan
tersebut. Pada puisi semua permasalahan diungkap secara intens dan
mendalam sebagai hasil dari suatu perenungan atau kontemplasi. Imaji
berarti juga citra. Jadi, pengimajian disebut juga pencitraan.
Pencitraan berarti pembentukan gambaran tentang sesuatu di dalam
pikiran. Sebuah puisi mencerminkan adanya proses pengimajian. Artinya
semua komponen puisi mulai rima, ritme, larik, dan pilihan kata berfungsi
untuk membangun suatu imaji atau gambaran tertentu yang terbentuk
dalam pikiran pembaca. Penyair membentuk imaji dengan menggunakan
kata konkret dan khas, majas dan idiom, serta gaya bahasa tertentu.
Pengimajian adalah penggunaan kata yang konkrit dan khas. Penataan
kata-kata dalam larik dan bait dilakukan sedemikian rupa sehingga
menggugah timbulnya imaji.
Pandangan lain sekaitan dengan teknik olah sukma adalah
penataan perasaan sebagai pengalaman pribadi. Arsyidin (2001)
menyatakan puisi lahir dari suatu pengalaman. Akan tetapi
pengalaman tidak cukup pengalaman membutuhkan manajemen
perasaan atau penataan jiwa yang mendalam. Oleh karena itu,
upaya mengelolah perasaan mendalam dapat menjadi jembatan
melahirkan puisi. Selain itu, dalam mengapresiasi sebuah karya
puisi, dibutuhkan ketajaman estetika serta konsentrasi yang
sempurna dari apresiator. Oleh karena itu, fantasi estetika dan nilai
rasa siswa harus ‘digali’ dicerahkan dan ‘dikibarkan’ seluas-luasnya
68
dalam mengapresiasi sebuah karya sastra puisi. Bernanrd Vercy
(dalam Anwar, 2001) mengemukakan bahawa mengapresiasi puisi
membutuhkan imajinasi yang sempurna, estetika, dan intuisi yang
halus serta bermakna. Dari beberapa pandangan di atas, maka
penulis telah mengujicobakan sebuah strategi yang dapat
mengembangkan nilai-nilai estetika siswa melalui pengolahan rasa
dan sukma berbasis video, serta merangsang daya imajinasi siswa
dengan baik. Secara teoritis, jika ‘perangsangan’ dan penggalian
imajinasi dilakukan dengan baik, maka akan memudahkan siswa
dalam mengembangkan idenya sesuai dengan ‘pengembaraan’
imajinasinya tersebut, yang pada akhirnya siswa mampu
menuangkannya dalam bentuk karya puisi.
Menurut Gazali (1990) Imajinasi atau daya fantasi merupakan
faktor utama bagi seorang seniman dalam menciptakan hasil karya
besar mereka. Dengan daya fantasi dan imajinasi itu pulalah siswa
mampu menulis dan menikmati karya sastra yang indah. Adalah hal
yang mustahil Chairil Anwar menciptakan puisi-puisi yang heroik
tanpa melalui pergumulan imajinasi yang mendalam. Juga kita tidak
akan menikmati sajak-sajak Khalil Gibran, Rabinranath Tagore,
Taufik Ismail, atau Sutardji Calsoum Bachri tanpa imajinasi mereka
yang kaya. Oleh karena itu, melatih dan mengembangkan daya
imajinasi, cita rasa dan daya fantasi siswa merupakan langkah
penting dalam upaya memparkaya ide siswa yang berujung pada
69
kemampuannya dalam mencipta dan mengapresiasi karya sastra
termask menulis sebuah puisi sebagai sebuah perguluman imajinasi
yang diolah secara mendalam.
Secara hakikik olah sukma berbasis video adalah membiasakan
diri berkonsentrasi untuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami
untuk membantu penjiwaan melalui refleksi terhadap video. Pemusatan
pikiran atau olah sukma perlu latihan seperti (1) Olah rasa dari panca
indera. Mengingat pengalaman panca indera seperti rasa panas, dingin,
luka, manis (3) pahit, lezat, melihat pemandangan indah, dan lain-lain (2)
Olah rasa dari jiwa. Mengingat pengalaman emosi dan jiwa seperti kagum,
percaya diri, sakit hati, kesal, bangga, geli, dan sebagainya. (4) Olah
ingatan. Mengingat kesan yang ditangkap dari seorang tokoh yang pernah
dilihat atau dibaca sesuai dengan karakter peran kita. Contohnya kesan
dari seorang raja yang gagah perkasa seperti pernah dibaca di komik.
Langkah-langkah untuk menumbuhkan sukma yang siap (a) Konsentrasi
dan fokus, (b) Observasi dan penyerapan (lingkungan-suasana-waktu) (c)
Imajinasi, (d) Penghayatan, (e) Improvisasi, (f) Pembangunan karakter
(Nurrobi. 2013).
b. Langkah-langkah pembelajaran olah sukma
Teknik olah sukma berbasis video, terdiri dari langkah atau
tahap, yakni: 1) persiapan; 2) pelaksanaan; dan 3) evaluasi. Berikut
ini akan dipaparkan langlah-langkah tersebut secara sistematis
70
1) Persiapan
Sebelum pembelajaran dimulai, terlebih dahulu dilakukan
persiapan. Yang dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan strategi
ini adalah mempersiapkan materi olah sukma dan jelajah ruang
imajinasi, materi-materi tersebut. Berupa puisi dan instrumen-
instrumen serta instruksi-instruksi yang merangsang imajinasi. Untuk
lebih jelasnya akan digambarkan secara secara lengkap pada tahap
pelaksanaan proses pembelajaran.
2) Pelaksanaan
Adapun tahap pelaksanaan strategi olah sukma dalam
pembelajaran apresasi sastra (puisi) siswa adalah sebagai berikut:
a) Langkah pertama, guru menjelaskan secara singkat proses
pembelajaran, dengan memberi penekanaan agar siswa
berkonsentrasi dan mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
b) Langkah kedua, siswa diperintahkan untuk berdiri tegak di tempat
masing-masing lalu menyaksikan video sesuai tema.
c) Langkah ketiga, guru memberikan instruksi-intruksi pendahuluan,
seperti seluruh siswa merentangkan tangan beberapa saat
lamanya, kemudian menurunkan tangan perlahan-lahan.
Selanjutnya, siswa diminta menengadah-kan kepala ke langit-
langit kelas, kemudian menatap langit-langit tersebut dengan
santai. Selanjutnya menurunkan pandangan perlahan-lahan
71
hingga menatap ujung kaki. Tujuannya agar siswa dilatih untuk
memusatkan perhatian.
d) Langkah keempat adalah pemusatan konsentrasi. Siswa
memejamkan mata kemudian guru memberikan instruksi-instruksi
seperti berikut ini:
“Pejamkan mata perlahan-lahan, kemudian rasakan kegelapan
yang tiba-tiba datang itu (irama suara guru harus menghayutkan).
Nikmati kegelapan itu… nikmati… Selanjutnya konsentrasikan
pikiran pada titik putih yang nampak. Perhatikan dengan baik titik
putih itu. Pusatkan perhatian semaksimal mungkin. (pemusatan
pikiran pada titik putih itu dilakukan ± 2 menit)”.
e) Langkah kelima adalah tahapan olah sukma dan penjelajahan
ruang imajinasi. Siswa masih berdiri dan memejamkan mata dan
terus memperhatikan titik putih yang tampak pada saat siswa
memejamkan mata, sementara pendengarannya dipusatkan pada
instruksi guru. Selanjutnya guru mulai mengolah sukma siswa
dengan memberikan instruksi-instruksi sesuai perencanaan yang
telah disiapkan oleh guru di rumah, misalnya seperti berikut ini:
“Sekarang bayangkan kalian sedang berada di pantai…
Bayangkan burung-burung camar terbang berkejar-
kejaran di atas ombak
Bayangkan kalian sedang berdiri di bibir laut yang landai
dengan pasir putih yang indah…
72
Bayangkan air laut menjilat-jilat kaki kalian…
Dingin… dingin…
Bayangkan sebatang pohon nyiur melambai-
melambaikan dahannya ditiup angin.
Rasakan seakan-akan angin sepoi-sepoi membelai
rambutmu
Rasakan kedamaian, ketentrama mengalir di sukmamau
Rasakan keindahan liukan ombak. Kepak sayap burung
camar…
Rasakan begitu agungnya ciptaan Tuhan. Begitu
agungnya (dan seterusnya sesuai dengan keinginan guru).
Boleh juga guru memberikan instruksi sesuai dengan tema
pembelajaran. Contoh di atas sesuai dengan tema lingkungan.
f) Langkah keenam, siswa terus dibuai dengan olahan-olahan
imajinasi yang menyentuh jiwanya secara langsung dan diberikan
sentuhan-sentuhan estetika pada diri siswa secara terus-
menerus. Dengan demikian, daya hayal, imajinasi, sukma, rasa,
dan karsanya terangsang. Guru mengupayakan adanya gugahan
terhadap pikiran dan perasaan yang keterakitannya lebih erat
pada imajinasi, sehingga membuat siswa mudah menerima
sugesti dan peka terhadap persoalan-persoalan dalam
imajinasinya.
73
g) Langkah ketujuh adalah perenggangan. Pada tahap ini siswa
dengan santai mengenang kembali peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam imajinasinya. Guru dapat memberikan instruksi
seperti berikut ini:
“Rekam kembali peristiwa-peristiwa yang meuncul dalam
imajinasi kalian tadi. Ingat kembali keadaan pantai, suasana laut,
burung camar, nyiur melambai, pasir putih, deburan ombak, kapal
nelayan, dan sebagainya (± 2 menit) selanjutnya perlahan-lahan
buka mata kembali!”
Setelah siswa membuka mata, berrati siswa telah kembali dari
‘pengembaraannya’. Siswa kini mempunyai kenangan indah di
pantai. Siswa telah memiliki pengalaman dan angan-angan
tentang pantai, laut, burung camar, perahu nelayan, pasir putih,
pohon nyiur dan sebagainya. Siswa kini telah memiliki ‘modal
besar‘ untuk menulis puisi tentang lingkungan (pantai)
h) Tahap kedelapan adalah penulisan (Compossing)
Setelah siswa memiliki ide dan gagasan untuk menulis puisi,
maka selanjutnya perintahkanlah siswa untuk mulai menulis puisi
berdasarkan imajinasi yang telah diolah melalui “pengembaraan
sukma” yang baru saja mereka lalui
i) Tahapan kesembilan adalah perbaikan (editing)
Pada tahap ini, siswa membacakan puisinya satu persatu, dan
siswa yang lain menanggapi puisi dan penampilan temannya.
74
Tanggapan siswa berkisar pada isi, bahasa, diksi, dan proses
kreatifnya. Guru bertugas sebagai moderator dan mengarahkan
jalannya diskusi. Selanjutnya, berdasarkan masukan dari teman-
temannya dan guru, siswa menulis kembali puisi tersebut. (rewriting)
Cara di atas hanya salah satu contoh, mengolah sukma dan
penjelajahan ruang imajinasi siswa. Bentuk dan variasinya boleh
dikembangkan guru sesuai dengan materi yang ingin diberikan.
Materi-materi tersebut bisa sesuai dengan tema pembelajaran,
seperti lingkungan, disiplin, olahraga, transportasi, teknologi dan
sebagainya. Dapat pula keluar dari tema, seperti tentang orang tua,
pengalaman pribadi yang menarik, binatang kesayangan, dan
sebagainya.
3) Evaluasi
Dalam pembelajaran ini, evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi
proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi proses belajar dilihat
dari tingkat keseriusan siswa dalam mengikuti pelajaran, dan
membacakannya. Sementara penialaian hasil diperoleh dari memberikan
soal-soal evaluasi, dan menulis puisi. Adapun hal-hal yang dinilai dalam
penilaian puisi adalah, bahasa, kesesuaian dengan tema, irama, diksi,
estetika dan pesan yang ingin disampaikan.
75
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting kedudukannya dalam suatu
penelitian. Penelitian terdahulu berkedudukan sebagai referensi tambahan
bagi peneliti selain sebagai panduan bagi pelaksanaan penelitian itu
sendiri. Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian
ini, seperti pada uraian berikut ini:
1. Penelitian Rahayu, Dirgantara, dan Suryanto (2016) dengan judul
“Efektifvitas Teknik Olah Sukma dalam Meningkatkan Kemampuan
Bermain Drama Siswa Kelas XI SMA Islam Atirah Kabupaten Bone”.
Dalam penelitian ini, teknik olah sukma digunakan oleh peneliti untuk
men-treatment dan berafing kemampuan siswa sebelum melakukan
kegiatan bermain drama. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan menghayati peran pada diri setiap pemain. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa teknik olah sukma sangat efektif
terhadap peningkakan kemampuan bermain drama siswa kelas XI di
SMA Islam Atiran Kabupaten Bone. Relevansi penelitian Rahayu dkk.
dengan penelitian ini terletak pada upaya meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengapresiasi sastra dengan memanfaatkan teknik olah
sukma. Perbedaannya terletak pada jenis sastra yang diapresiasi,
subjek penelitian, serta jenjang subjek yang diteliti.
2. Penelitian Kristianto, Yelfin, dan Yustinus (2016) dengan judul
“Implementasi Teknik Olah Sukma untuk Meningkatkan Kemampuan
Menghayati Peran pada Siswa Kelas XI di SMKS 2 Magelang”.
76
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengathuan baru terkait
strategi atau teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menghayati peran ketika melakukan
kegiatan apresiasi drama atau bermain drama. Penelitian ini bermula
pada temuan bahwa tingkat kemampuan siswa dalam mengapresiasi
peran untuk setiap karakter berbeda yang diperankan sangatlah lemah
sehingga berdampak pada kualitas hasil pentas yang ditampilkan.
Teknik yang dirasa tepat oleh peneliti adalah teknik olah sukam. Hasil
implemmentasi teknik ini dengan menggunakan metode penelitian
eksperimen pada satu kelompok tertentu menunjukkan bahwa teknik
oleh sukma efektif terhadap peningkatan kemampuan menghayati
peran setiap karakter atau tokoh di dalam sebuah drama pada siswa
kelas XI di SMKS 2 Magelang. Relevansi penelitian Kristanto dkk.
dengan penelitian ini terletak pada upaya meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengapresiasi sastra dengan memanfaatkan teknik olah
sukma. Perbedaannya terletak pada jenis sastra yang diapresiasi,
subjek penelitian, serta jenjang subjek yang diteliti.
3. Penelitian Subagyo (2001) dengan judul “Uji Coba Teknik Olah Sukma
dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Bermain Drama di SMA
Frater Mandailing Natal”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik
olah sukma sangat mudah diterapkan dalam pembelajaran apresiasi
drama di sekolah. Hasilnya pun menunjukkan adanya perubahan
kemampuan siswa kea rah yang lebih baik dalam mengapresiasi
77
drama khususnya dalam bermain drama. Hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa teknik olah sukma berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kemampuanbermain drama di SMA Frater
Mandailing Natal. Relevansi penelitian Subagyo dengan penelitian ini
terletak pada upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengapresiasi sastra dengan memanfaatkan teknik olah sukma.
Perbedaannya terletak pada jenis sastra yang diapresiasi, subjek
penelitian, serta jenjang subjek yang diteliti.
C. Kerangka Pikir
Tulisan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa metode pengajaran
puisi di SMP memang tidak ada yang baku dan hampir tidak jelas
bentuknya. Oleh karena itu, kecenderungan untuk menggunakan
sesuai dengan selera guru (konvensional) sangat dimungkinkan
seperti ceramah tentang nilai puisi dan pembacaan puisi seadanya.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran apresiasi puisi perlu digunakan
atau dikembangkan teknik kreatif dalam proses pembelajaran,
sehingga hasil yang dicapai efektif. Salah satu teknik yang dianggap
baik dikembangkan adalah olah sukmah berbasis video. Untuk
mengetahui keefektifan teknik ini, maka diadakan uji coba
yang hasilnya dibandingkan dengan strategi lain yang konvensional,
lalu ditarik sebuah kesimpulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada skema berikut.
78
Bagan Kerangka Pikir
1. Persiapan 2. Berdiri tegak 3. Memperhatian instruksi 4. Pemusatan konsentrasi
dan menyimak video . 5. Olah sukma dan
penjelajahan ruang imajinasi
6. Mengasah daya imajinasi, 7. Perenggangan. 8. Penulisan 9. Perbaikan
Aspek Kurikulum Kurang Waktu
Aspek Guru Pemerintah Kurang
Kreatif, Kurang Peduli
Analisis
Temuan
Teknik Olah Sukma Berbasis Video
Pembelajaran Menulis Puisi
Hasil Belajar Menulis Puisi
Rendah
Teknik Konvensional
Pilih topik Penjelasan konsep
Latihan menulis Revisi
Pembacaan
Uji Coba
79
D. Hipotesis
Sebagai pengarah penelitian ini dikemukakan hipotesis dan
kriterianya berdasarkan kerangka pikir di atas
Hipotesis: “Teknik olah sukma berbasis video efektif
meningkatkan hasil belajar menulis puisi siswa
kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo.
Kriteria Pengujian Hipotesis: “Teknik olah sukma berbasis video
dinyatakan efektif jika nilai empiris lebih besar daripada nilai teoretis
pada taraf signifikansi 5% (α0,05)
80
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen. Pada penelitian ini, peneliti menyelidiki keefektifan teknik olah
sukma dalam pembelajaran menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
B. Variabel Penelitian dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu teknik olah
sukma dan konvensional dalam pembelajaran puisi. Kedua variabel
tersebut merupakan variabel sejajar, yakni pengajaran puisi dengan
menggunakan teknik olah sukma berbasis video (X1) dan metode
konvensional (Y1). Variabel tersebut masing-masing mengandung
variabel bebas yakni kemampuan mengapresiasi puisi dengan
menggunakan teknik olah sukma berbasis video (X2) dan
kemampuan mengapresiasi puisi dengan metode konvensional (Y2).
2. Desain Penelitian
Kedua variabel tersebut di atas diteliti melalui desain penelitian
menggunakan metode eksperimen yang pelaksanaannya dilakukan
dengan mengujicobakan teknik olah sukma berbasis video dalam
68
81
pembelajaran puisi. Adapun pelaksanaan penelitian ini dilakukan
dengan desain sebagai berikut:
a. Penelitian dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksprimen
dan kontrol yang terlebih dahulu dilakukan penyamaan
kemampuan awal dalam membuat puisi
b. Pada kelas eksprimen diberikan pembelajaran apresiai puisi
dengan metode olah sukma berbasis video.
c. Pada kelas kontrol diberikan pembelajaran apresiai puisi
dengan metode sebagaimana biasa atau konvensional.
d. Kedua kelompok dilakukan pengetesan/penugasan penulisan
puisi dengan tema atau topik yang sama.
e. Asil kedua kelompok dibandingkan menggunakan analisis
efektivitas dengan rancangan uji t.
C. Definisi Operasional Variabel
Teknik olah sukma berbasis video yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah metode pengajaran puisi yang memberikan
penekanan pada pengolahan jiwa siswa sebelum menulis puisi
pembedahan berbagai unsur sesuai tingkat pemahaman siswa
melalui penghayatan terhadap perasaan siswa terhadap puisi
gersebut.
Metode konvesional: Metode konvesional adalah cara
mengajarkan puisi sebagaimana yang sudah lazim seperti ceramah
tentang unsur puisi, menentukan topik dan menulisnya.
82
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten
Wajo tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dua sekolah yaitu SMP
Negeri 3 Sengkang sebanyak 171 orang dan SMP Negeri 4
Sengkang sebanyak 162 orang sehingga jumlah seluruhnya 333
orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 3.1 Deskripsi Keadaan Populasi
No Kelas SMPN 3 SMPN 4 LK Pr Jumlah LK Pr Jumlah
1 VII.A 17 17 33 18 14 32 2 VIII B 18 16 34 17 15 32 3 VIII C 18 17 35 18 13 31 4 VIII D 19 15 34 19 13 31 5 VIII E 18 17 35 0 0 0 Jumlah 90 82 171 72 55 126
Sumber: Absen umum kelas VIII SMP Negeri 3 Sengkang dan SMP Negeri 4 Sengkang
2. Sampel
Karena populasi dalam penelitian ini jumlahnya cukup besar dan
karakteristik penelitian sebagai penelitian eksperimen, maka dalam
penelitian ini digunakan teknik sampel (sampling) yaitu sampel tendensi,
yaitu hanya mengambil sampel dua kelas dalam satu sekolah, satu kelas
eksperimen dan satu kelas kontrol. Adapun rincian jumlah sampel dapat
dilihat pada tabel berikut.
83
Tabel 3.2 Deskripsi Keadaan Sampel
No Kelompok SMPN 3 SMPN 4
1 Eksperimen 34 32 2 Kontrol 34 32
Jumlah 68 64
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui teknik tes hasil
belajar (tes menulis puisi). Untuk teknik ini, digunakan instrumen tes
unjuk kerja disertai dengan format dan pedoman penilaian menulis puisi
dengan beberapa indikator meliputi (1) keaslian isi; (2) diksi; (3)
persajakan; dan (4) pemakaian bahasa kiasan (konotasi). Adapun format
dan pedoman penilaian keterampilan menulis puisi siswa yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut’
Tabel 3.3 Format Penilaian Tes Menulis Puisi
No. Nama
Siswa
Aspek yang Dinilai
Skor Nilai Keaslian
isi Diksi Persajakan
Bahasa
Kiasan
1
2
....
Jumlah Nilai
Nilai Rata-rata
(%)
84
Tabel 3.4 Pedoman Penilaian Menulis Puisi
No Aspek Indikator Skor (1-3)
1 Keaslian isi isi puisi benar-benar orisinil isi puisi merupakan saduran isi puisi merupakan hasil peniruan
3 2 1
2 Diksi kata-kata yang digunakan padat, singkat, dan dapat mengekspresikan perasaan
kata-kata padat, singkat, namun kurang mampu mengekspresikan perasaan
kata-kata yang digunakan tidak mampu mengekspresikan perasaan
3 2 1
3 Persajakan banyak terdapat perulangan bunyi sehingga mampu menimbulkan efek keindahan tinggi
terdapat beberapa perulangan bunyi sehingga efek keindahan sudah terasa
tidak terdapat atau sedikit sekali perulangan bunyi di dalamnya sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek keindahan
3 2 1
4 Bahasa kiasan
banyak terdapat bahasa kiasan sehingga menghasilkan efek keindahan yang tinggi
terdapat beberapa bahasa kiasan sehingga efek keindahan sudah terasa
tidak terdapat atau sedikit sekali bahasa kiasan di dalamnya sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek keindahan
3 2 1
85
F. Teknik Analisis Data
1. Data Hasil Belajar
Data hasil belajar menulis puisi menggunakan teknik olah sukma
berbasis video maupun teknik konvensional dianalisis dengan teknik
presentasi (%) dengan rumus: n/Nx100 untuk rentang 10-100.
2. Uji efektivitas
Setelah data diolah dalam tabel distribusi, maka dibuat sebuah
tabel persiapan untuk aplikasi rumus yang digunakan dalam
menganalisis data. Dalam penelitian ini, rumus yang digunakan
adalah rumus t-test (dapat pula menggunakan aplikasi SPSS versi
20.
86
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data Penelitian
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dengan memaparkan bukti
empiris yang diperoleh dari hasil ujicoba yang telah dilakukan. Pemaparan
ini merujuk pada rumusan masalah yang telah dikemukakan pada Bab I.
Untuk menjawab masalah tersebut, maka data dalam penelitian ini
dianalisis sesuai dengan prosedur sebagaimana yang telah ditentukan
pada Bab III, dengan terlebih dahulu membuat hipotesis pembanding,
yaitu hipotesis nol (Ho). Hipotesis nol tersebut berbunyi: Teknik olah
sukma berbasis video tidak efektif meningkatkan hasil belajar menulis
puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
Adapun cara pengujian hipotesis adalah membandingkan antara
hasil pembelajaran menulis puisi menggunakan teknik olah sukma
berbasis video dan hasil pembelajaran menulis puisi menggunakan
metode konvensional. Teknik analisis yang digunakan adalah uji ”t”
dengan taraf kepercayaan 5%.
Adapun data yang dianalisis adalah hasil siswa kelompok
eksperimen (X) dan hasil tes menulis puisi siswa kelompok kontrol (Y).
Hasil analisis data tersebut terbagi dalam beberapa macam, yaitu skor
kemampuan menulis deskripsi menggunakan media penuntun deskripsi,
hasil pembelajaran menulis deskripsi menggunakan metode konvensional,
74
87
dan data perbandingan atau hasil uji “t” dari kedua data tersebut, serta
pengujian hipotesis. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut.
1. Tingkat Hasil Belajar Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri
di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo Menggunakan Teknik
Olah Sukma
Data tingkat hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP
Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo Menggunakan Teknik Olah
sukma berbasis video dibagi menjadi dua yaitu data SMP Negeri 3
Sengkang dan SMP Negeri 4 Sengkang dapat dilihat pada ringkasan
berikut.
SMP Negeri 3 Sengkang
Nilai maksimal : 100
Nilai tertinggi : 80
Nilai terendah : 50
Jumlah seluruh Nilai : 2256
Jumlah siswa : 34
Rata-rata Nilai : 66,35
Jadi, nilai rata-rata kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII
SMP Negeri 3 Sengkang adalah 66,35 dalam rentangan nilai 0-100.
Selanjutnya kategori nilai dikonversi pada pedoman penilaian sekolah
menengah pertama sebagai berikut.
Konversi nilai akhir/Skala 0 – 100 Kategori
81 -100 sangat memadai
88
Konversi nilai akhir/Skala 0 – 100 Kategori
71 – 80 Memadai
61-70 Sedang
51-60 Kurang
0-50 sangat kurang (Depdikbud, 2013:68)
Jika dilihat dari kategori nilai pada angket sebagaimana dijelaskan
di atas, maka tingkat kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP
Negeri 3 Sengkang menggunakan teknik olah sukma berbasis video
berada pada kategori sedang .
SMP Negeri 4Sengkang
Nilai maksimal : 100
Nilai tertinggi : 80
Nilai terendah : 50
Jumlah seluruh Nilai : 2101
Jumlah siswa : 32
Rata-rata Nilai : 65,66
Jadi, nilai rata-rata kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII
SMP Negeri 4 Sengkang adalah 65,66 dalam rentangan nilai 0-100.
Selanjutnya kategori nilai dikonversi pada pedoman penilaian sekolah
menengah pertama sebagai berikut.
Konversi nilai akhir/Skala 0 – 100 Kategori
81 -100 sangat memadai
71 – 80 Memadai
89
Konversi nilai akhir/Skala 0 – 100 Kategori 61-70 Sedang
51-60 Kurang
0-50 sangat kurang (Depdikbud, 2013:68)
Jika dilihat dari kategori nilai pada angket sebagaimana dijelaskan
di atas, maka tingkat kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP
Negeri 4 Sengkang menggunakan teknik olah sukmah berada pada
kategori sedang.
2. Tingkat Hasil Belajar Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri
di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo Menggunakan Teknik
Konvensional
Data tingkat hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri
di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo Menggunakan Teknik
Konvensional dibagi menjadi dua yaitu data SMP Negeri 3 Sengkang dan
SMP Negeri 4 Sengkang dapat dilihat pada ringkasan berikut.
SMP Negeri 3 Sengkang
Nilai maksimal : 100
Nilai tertinggi : 70
Nilai terendah : 42
Jumlah seluruh Nilai : 1933
Jumlah siswa : 34
Rata-rata Nilai : 56,85
90
Jadi, nilai rata-rata kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII
SMP Negeri 3 Sengkang adalah 56,85 dalam rentangan nilai 0-100.
Selanjutnya kategori nilai dikonversi pada pedoman penilaian sekolah
menengah pertama sebagai berikut.
Konversi nilai akhir/Skala 0 – 100 Kategori
81 -100 sangat memadai
71 – 80 Memadai
61-70 Sedang
51-60 Kurang
0-50 sangat kurang (Depdikbud, 2013:68)
Jika dilihat dari kategori nilai pada angket sebagaimana dijelaskan
di atas, maka tingkat kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP
Negeri 3 Sengkang menggunakan Teknik Konvensional berada pada
kategori kurang .
SMP Negeri 4Sengkang
Nilai maksimal : 100
Nilai tertinggi : 68
Nilai terendah : 45
Jumlah seluruh Nilai : 1786
Jumlah siswa : 32
Rata-rata Nilai : 55,81
91
Jadi, nilai rata-rata kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII
SMP Negeri 4 Sengkang adalah 55,81dalam rentangan nilai 0-100.
Selanjutnya kategori nilai dikonversi pada pedoman penilaian sekolah
menengah pertama sebagai berikut.
Konversi nilai akhir/Skala 0 – 100 Kategori
81 -100 sangat memadai
71 – 80 Memadai
61-70 Sedang
51-60 Kurang
0-50 sangat kurang (Depdikbud, 2013:68)
Jika dilihat dari kategori nilai pada angket sebagaimana dijelaskan
di atas, maka tingkat kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP
Negeri 4 Sengkang menggunakan Teknik Konvensional berada pada
kategori kurang.
3. Uji Keefektifan Teknik Olah Sukma Berbasis Video dalam Menulis
Puisi (Analisis Uji “t”)
Untuk menentukan keefektifan teknik olah sukma berbasis video
dalam pembelajaran menulis puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri di
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo maka data dari kelompok ekperimen
dan kelompok kontrol pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sengkang dan
kelas VIII SMP Negeri 4 Sengkang dianalisis dengan menggunakan tabel
kerja sebagai berikut.
92
Tabel 3. Tabel Kerja Uji t
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Sengkang
No X X2 Y Y2
1 71 5041 58 3364
2 61 3721 51 2601
3 80 6400 58 3364
4 65 4225 58 3364
5 72 5184 58 3364
6 60 3600 51 2601
7 70 4900 58 3364
8 70 4900 58 3364
9 70 4900 58 3364
10 71 5041 70 4900 11 61 3721 49 2401 12 80 6400 68 4624
13 61 3721 49 2401
14 72 5184 58 3364
15 60 3600 51 2601
16 61 3721 58 3364
17 50 2500 58 3364
18 63 3969 68 4624
19 71 5041 59 3481
20 61 3721 58 3364
21 80 6400 45 2025
22 61 3721 60 3600
23 72 5184 51 2601
24 60 3600 42 1764
25 71 5041 68 4624
26 73 5329 61 3721
27 58 3364 54 2916
28 58 3364 52 2704
29 57 3249 50 2500
30 60 3600 50 2500
93
No X X2 Y Y2
31 73 5329 70 4900
32 76 5776 58 3364
33 63 3969 51 2601
34 64 4096 67 4489
2256 151512 1933 111547
Selanjutnya dianalisis dengan langkah sebagai berikut.
Mx = X/n1
Mx = 2256/34
= 66,35
My = Y/n1
My = 1933/34
= 56,85
SSx = x2 – (x2)/n1
SSx = 151512-149692,2
= 1819,8
SSx = y2 – (y2)/n1
SSy = 111547-109896,7
= 1650,3
Selanjutnya, dianalisis dengan menggunakan rumus uji sebagai
berikut.
n2
1
n1
1
2 - n2) (n1
SSy SSx
Y
X t -
++
+=
94
66,3-56,85 t = √ (1819,8+1650,3) (1+1) 34+34-2 34+34
9,50 t = √ (3469,8) (2) 66 68 9,50 t = √ (52,67) (0,029) 9,50 t = √ 1,546257
t= 9,5/1,243
t = 7,643
Secara deskriptif teknik ini dapat dikemukakan bahwa data kedua
kelompok variabel diringkas berdasarkan hasil analisis data menunjukkan
sebagai berikut:
X : 66,35
Y : 56,85
SSx : 1819,8
SSy : 1650,3
ta : 7,643
tt : 1,668727
95
Tabel 4. Tabel Kerja Uji t Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Sengkang
No X X2 Y Y2
1 62 3844 55 3025 2 61 3721 51 2601 3 80 6400 58 3364 4 65 4225 58 3364 5 72 5184 58 3364 6 60 3600 51 2601 7 80 6400 58 3364 8 65 4225 58 3364 9 70 4900 58 3364 10 71 5041 60 3600 11 61 3721 49 2401 12 80 6400 68 4624 13 61 3721 49 2401 14 72 5184 58 3364 15 60 3600 51 2601 16 61 3721 58 3364 17 50 2500 58 3364 18 63 3969 68 4624 19 58 3364 59 3481 20 57 3249 48 2304 21 60 3600 45 2025 22 73 5329 60 3600 23 72 5184 58 3364 24 60 3600 58 3364 25 71 5041 58 3364 26 73 5329 51 2601 27 58 3364 58 3364 28 58 3364 52 2704 29 57 3249 50 2500 30 60 3600 50 2500 31 73 5329 55 3025 32 77 5929 60 3600
Jumlah 2101 139887 1786 100550
96
Selanjutnya dianalisis dengan langkah sebagai berikut.
Mx = X/n1
Mx = 2101/32
= 65,66
My = Y/n1
My = 1786/32
= 55,81
SSx = x2 – (x2)/n1
SSx = 139887-137943,8
= 1943,219
SSx = y2 – (y2)/n1
SSy = 100550- 99681,13
= 868,875
Selanjutnya, dianalisis dengan menggunakan rumus uji sebagai berikut.
65,66-55,81 t = √ (1943,219+868,875) (1+1) 32+32-2 32+32
9,85 t = √ (3469,8) (2) 62 64
n2
1
n1
1
2 - n2) (n1
SSy SSx
Y
X t -
97
9,85 t = √ (55,96452) (0,016) 9,85 t = √ 0,874
t= 9,85/0,935
t = 10,53476
Secara deskriptif teknik ini dapat dikemukakan bahwa data kedua
kelompok variabel diringkas sebagai berikut.
Hasil analisis data menunjukkan:
X : 65, 66
Y : 55,81
SSx : 1943,219
SSy : 868,875
ta : 10,53476
tt : 1,6698
4. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan di atas,
selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Dari bahwa hasil analisis data
SMP Negeri 3 Sengkang diperoleh nilai “t” empiris (hitung) sama dengan
7,643 sedangkan nilai teoretis pada taraf signifikan 0,05 dengan drajat
bebas (db) sama dengan 66 , ditemukan nilai tabel sebesar 1,668 . Hal ini
98
menunjukkan bahwa nilai t empiris lebih besar daripada nilai t teoretis
(tabel) (7,643>1,668). Oleh karena itu, berdasarkan kriteria pengujian
hipotesis yang telah dirumuskan yaitu apabila nilai empiris lebih besar
daripada nilai teoretis, maka hipotesis alternatif diterima dan
konsekwensinya hipotesis alternatif berbunyi: Teknik olah sukma berbasis
video efektif meningkatkan hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII
SMP Negeri 3 Sengkang” diterima. Dengan demikian, hipotesis nol yang
berbunyi: Teknik olah sukma berbasis video tidak efektif meningkatkan
hasil belajar menulis puisi kelas VIII SMP Negeri 3 Sengkang ditolak.
Demikian pula bahwa hasil analisis data SMP Negeri 4 Sengkang
diperoleh nilai “t” empiris (hitung) sama dengan ta: 10,53476 sedangkan
nilai teoretis pada taraf signifikan 0,05 dengan drajat bebas (db) sama
dengan 62 , ditemukan nilai tabel sebesar 1,6698. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai t empiris lebih besar daripada nilai t teoretis (tabel)
(10,53476>1,6698). Oleh karena itu, berdasarkan kriteria pengujian
hipotesis yang telah dirumuskan yaitu apabila nilai empiris lebih besar
daripada nilai teoretis, maka hipotesis alternatif diterima dan
konsekwensinya hipotesis alternatif berbunyi: Teknik olah sukma berbasis
video efektif meningkatkan hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII
SMP Negeri 4 Sengkang” diterima. Dengan demikian, hipotesis nol yang
berbunyi: Teknik olah sukma berbasis video tidak efektif meningkatkan
hasil belajar menulis puisi kelas VIII SMP Negeri 4 Sengkang ditolak.
99
Oleh karen itu, dapat dikemukakan bahwa teknik olah sukma
berbasis video efektif meningkatkan hasil belajar menulis puisi siswa kelas
VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo pada taraf
signifikansi 95%.
B. Pembahasan
Berdasarkan dari data dalam penelitian,dapat dijelaskan bahwa
hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik olah sukma berbasis
video khusus SMP Negeri 3 Sengkang adalah 66,35 dalam rentangan
nilai 0-100. Jika dikaitkan dengan kriteria kategorisasi nilai di SMP maka
nilai tersebut berada pada kategori sedang. Demikian halnya siswa kelas
VIII SMP Negeri 4 Sengkang memiliki nilai rata-rata adaah 65,66
juga berada pada kategori sedang. Sedangkan nilai hasil belajar menulis
puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo
menggunakan teknik konvensional khusus SMP Negeri 3 Sengkang
adalah 56,85 dalam rentangan nilai 0-100. Jika dikaitkan dengan kriteria
kategorisasi nilai di SMP maka nilai tersebut berada pada kategori kurang.
Demikian halnya siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Sengkang memiliki
nilai rata-rata adaah 55,81 juga berada pada kategori kurang.
Sementara itu, data pada hasil analisis keefektifan dalam uji t,
menunjukkan untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sengkang
mempunyai nilai empiris (to):7,643 sedangkan nilai teoretis (ta): 1,668
pada taraf sigrifikansi 95%, sehingga dinyatakan bahwa nilai t empiris
100
lebih besar daripada nilai t teoretis (tabel) yang berarti teknik ola sukma
efektif dalam meningkatkan hasil menulis puisi siswa kelas VIII SMP
Negeri 3 Sengkang. Demikian halnya data pada hasil analisis
keefektifan dalam uji t, menunjukkan untuk siswa kelas VIII SMP
Negeri 4 Sengkang mempunyai nilai empiris (to): 10,53476 sedangkan
nilai teoretis (ta): 1,66987 pada taraf sigrifikansi 95%, sehingga dinyatakan
bahwa nilai t empiris lebih besar daripada nilai t teoretis (tabel) yang
berarti teknik ola sukma efektif dalam meningkatkan hasil menulis puisi
siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Sengkang. Hal ini menunjukkan bahwa
baik siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sengkang maupun siswa kelas VIII
SMP Negeri 4 Sengkang dapat dinyatakan bahwa teknik olah sukma
efektif dalam meningkatkan hasil menulis puisi siswa. Oleh karena itu,
dapat disimpulknan bahwa teknik olah sukma efektif dalam meningkatkan
hasil menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dipahami bahwa salah satu
alternatif mengefektifkan pembelajaran menulis deskriptif di sekolah
menengah pertama adalah menggunakan teknik olah sukma berbasis
video. Hal ini telah dibuktikan dengan uji coba pada siswa kelas VIII SMP
Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo yang menunjukkan efektif.
Pembelajaran menulis puisi yang selama ini dianggap sulit bagi
siswa dapat dilatihkan dengan menggunakan teknik olah sukma berbasis
video. Selain hasil penelitian terdapat beberapa keunggulan antara lain
101
dalam pemanfaatan teknik olah sukma berbasis video adalah menarik
minat siswa karena dilakukan secara kontennstual dan dapat dilakukan
dengan lintas mata pelajaran. Hasil penelitian ini sesuai dengan konsep
yang dikemukakan oleh Sayuti (2010) bahwa kekuatan dalam
menciptakan puisi terletak pada penghayatan jiwa seorang penulisnya.
Oleh karena itu, pembelajaran menulis puisi diarahkan pada upaya
melakukan perenungan teradap masala atau topik yang akan ditulis dalam
bentuk puisi. Pandangan ini sejalan dengan Zahra (2009) bahwa puisi lair
dari penjiwaan sesuatu. Oleh karena itu, pembelajaran menulis puisi
hendaknya didorong untuk menggunakan mengolaan jiwa dalam
mengeksplor rasa dalam puisi. Selain itu, pandangan lain mengenai
menulis puisi dikemukakan oleh Iskandar (2011) bahwa bentuk paling
muda melatih siswa dalam emnulis puisi adalahh penghayatan terhadap
apa yanga akan ditulisnya.Akan tetapi tentu harus dilakukan secara
sunggung-sungguh.
102
BAB
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Tingkat hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik olah
sukma berbasis video berada pada kategori sedang.
2. Tingkat hasil belajar menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri di
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo menggunakan teknik
konvensional berada pada kategori kurang.
3. Teknik olah sukma berbasis video efektif dalam meningkatkan hasil
menulis puisi kelas VIII SMP Negeri di Kecamatan Tempe Kabupaten
Wajo
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan penambah khasanah keilmuan
bagi siswa tentang keterampilan menulis puisi dengan
menggunakan teknik olah sukma berbasis video
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan teoretis dalam
pembelajaran menulis secara umum.
90
103
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada rekan guru
untuk diterapkan dalam pembelajaran menulis puisi sehingga
dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan bagi guru
sehingga termotivasi untuk mengembangkan strategi atau teknik
yang menarik dan inovatif lainnya.
104
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP. Jakarta: Depdikbud
Aftaruddin, Pesu. 1986. Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa.
Ahmadi. 1981. Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud
Akhdiat, Abarti, dkk.1991. Apresiasi Puisi. Jakarta: Mediatama
Ali, Mohammad. 1990. Penelitian Pendidikan. Bandung:Angkasa
Aminuddin.1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Angkasa.
Amran, Aris.2012.”Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan Teknik Perenungan masa lalu di SMP Negeri 3 Surakarta.” Jurnal Sastra Unes. Volume IX.
Anwar, Habib.2001. Menulis Puisi itu Mudah. Jakarta; Gema Media
Arif, Gus. 2013 dalam http://nur-maunah.blogspot.com/2012/10/olah-sukma-dan-kebatinan.html. diakses. 21 November 2018.
Arsyidin, Muhammad. 2001. Puis dalam Kehidupan. Jakarta: Gema Media.
Atmazaki.1991. Analisis Sajak.Bandung: Angkasa.
BSNP, 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen) Pemerintah Nomor 22 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Dasar dan Menengah
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Direktorat Jenderal Mandikdasmen. 2007.Pedoman Penilaian Hasil Belajar di SMP. Jakarta: Direktorat pembinaan SMP
Eddy, Nyoman Tusthti. 1982. 15 Essei tentang Sastra. Denpasar: Nusa Indah
Gazali, Ahmad. 1990. Mari Menulis Puisi. Jakarta: Media Aksara
Hanum, Safnan. 2011. “Meningkatkan Hasil Pembelajaran Puisi di SMP Negeri 4 Malang melalui Refleksi Diri dengan Pengalaman Berkesan.” Tesis. Universitas Negeri Malang
Haris, Sutejo. 2000. Menulis Puisi Suatu Pengalaman. Surabaya: SIC
92
105
Isnendes, Chye Retty 2013. Menilai Puisi (dalam http://chyeretty. wordpress.com/ esai-budaya-sastra- indonesia/menilai-puisi) 11 Desember 2018.
Kadrianto, Agus. 2010. “Metode Jelajah Jiwa Strategi Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Siswa SMP Negeri 1 Majalengka.” Jurnal Aksara.
Kemendikbud, 2013. Kurikulum 2013. Jakarta: BSNP
Kompas 2001. “Masalah Pengajaran Sastra di Sekolah” 21 Oktober 2001.
Mahsun, Haris. 2014. Pembelajaran Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa
Mahyana, M. 1995. “Pengajaran Sastra Kesalahan Masa Lalu” dalam Kompas 22 September 1996.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Edisi 3) Yogjakarta: BPFE.
Nurrobi. 2013. dalam http://matakristal.com/latihan-dasar-olah-sukma. diakses. 21 November 2018
Patria, Bekti 2008. “Pengajaran Apresiasi Puisi di Sekolah” (online: http://bektipatria.wordpress.com/. diakses 1 Agustus 2018)
Ramli, Budi. 2013. http://buram91.wordpress.com/2012/02/14/pengertian-puisi-dan-fungsipuisi. 11 Desember 2018.
Samosir, aldon. 2008. Pembelajaran Sastra (Online: http://aldonsamosir. wordpress.com. / diakses, 1 Agustus 2018)
Sapari, Achmad. 1997. Memacu Kreativitas Guru dalam Pengajaran
Sastra. Surabaya: SIC
Sayuti, Suminto A. 2010. Pembinaan Menulis Sastra bagi Siswa . Jakarta: Depdiknas
Semi, M. Atar . 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa.
Slamet. 2007. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia: Jakarta: Gema Press
Sucahyo, Ahmad. 2007. “Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi melalui Teknik Pendalaman Perasaan bagi siswa Kelas X SMP Negeri 3 Surabaya.” Tesis. Surabaya: Universitas Surabaya
Sudirman. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakara: Analisa
Sutikno. 2013. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
106
Syamsuri, Andi Sukri. 1997. “Pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dalam Surat Menyurat Resmi Lembaga Pemerintah Dati II Kabupaten/Kotamadya se-Sulawesi Selatan.” Tesis, Makassar: Universitas Hasanuddin.
Tarigan, H.G. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tarigan, H.G. 2005. MenulisSsebagai Suatu Keterampilan: Bandung: Angkasa.
Wahab, Sabri. 2011. “Hakikat Pembelajaran Sastra” (online: dalam http:/ /guruoemarsabri. blogspot.com .html. diakses 1 Agustus 2018.
Waluyo, Herman J. 2007. Apresiasi Puisi dan Pengajarannya. Jakarta: Gramedia
Wellek, Rene dan Warren, Austin . 1989 . Teori Kesusastraan . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
www.academia.edu/.../ Kajian Poetika dan Retorika dalam Studi Sastra Lisan) Diakses, 11 Desember 2018.
107
BIOGRAFI PENULIS
Suriana B. Lahir di Desa Gilirang Kecamatan
Gilirang Kabupaten Wajo pada tanggal 31
Desember 1965. Menyelesaikan pendidikan
sekolah dasar pada SDN Gilirang, tamat tahun
1977. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan
di SMP Negeri Gilirang, tamat tahun 1984.
Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri
Paria, tamat tahun 1987.
Penulis melanjutkan pendidikan D2 Pendidikan Bahasa Daerah di
IKIP Ujung Pandang, selesai pada tahun 1990_kemudian melanjutkan D3
Bahasa Daerah di kampus yang sama dan selesai pada tahun 1998.
Setelah itu, penulis melanjutkan S1 Pendidikan Bahasa Indonesia di
STKIP Muhammadiyah Sidrap, selesai pada tahun 2004. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikan Magister Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Penulis terangkat sebagai ASN pada tahun 1991, dan saat ini
penulis aktif mengabdi sebagai guru SMPN 3 Sengkang Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
92
108
LAMPIRAN - LAMPIRAN
109
Lampiran 1
Nlai Mentah SMP Negeri 3 Sengkang
No Teknik Olah Sukma Teknik Konvensional
1 71 58
2 61 51
3 80 58
4 65 58
5 72 58
6 60 51
7 70 58
8 70 58
9 70 58
10 71 70
11 61 49
12 80 68
13 61 49
14 72 58
15 60 51
16 61 58
17 50 58
18 63 68
19 71 59
20 61 58
21 80 45
22 61 60
23 72 51
24 60 42
110
25 71 68
26 73 61
27 58 54
28 58 52
29 57 50
30 60 50
31 73 70
32 76 58
33 63 51
34 64 67
2256 1933
111
Lampiran 2
Nlai Mentah SMP Negeri 4 Sengkang
No Teknik Olah Sukma Teknik Konvensional
1 62 55
2 61 51
3 80 58
4 65 58
5 72 58
6 60 51
7 80 58
8 65 58
9 70 58
10 71 60
11 61 49
12 80 68
13 61 49
14 72 58
15 60 51
16 61 58
17 50 58
18 63 68
19 58 59
20 57 48
21 60 45
22 73 60
23 72 58
24 60 58
25 71 58
112
26 73 51
27 58 58
28 58 52
29 57 50
30 60 50
31 73 55
32 77 60
2101 1786
113
Lampiran 3
DOKUMENTASI PEMBELAJARAN
114
Gambar Siswa Memperagakan Baca Puisi Lisan
Gambar Siswa Memperagakan Baca Puisi
Menggunakan Teks
115
KISI-KISI INSTRUMEN TES PENELITIAN
KEMAMPUAN MENULIS PUISI
No Aspek Indikator Skor
1. Keaslian Isi
Isi puisi benar-benar orisinil Isi puisi merupakan saduran Isi puisi merupakan hasil peniruan
3 2 1
2. Diksi Kata-kata yang digunakan padat, singkat, dan dapat mengekspresikan perasaan
Kata-kata padat, singkat, namun kurang mampu mengekspresikan perasaan
Kata-kata yang digunakan tidak mampu mengekspresikan perasaan
3
2
1
3. Pesajak
an
Banyak terdapat perulangan bunyi sehingga menimbulkan efek keindahan tinggi
Terdapat beberapa perulangan bunyi sehingga efek keindahan sudah terasas
Tidak terdapat atau sedikit sekali perulangan bunyi di dalamnya sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek keindahan
3
2
1
4. Bahasa
Kiasan
Banyak terdapat bahasa kiasan sehingga menghasilkan efek keindahan yang tinggi
Terdapat beberapa bahasa kiasan sehingga efek keindahan sudah terasa
Tidak terdapat atau sedikit sekali bahasa kiasan didalamnya sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek keindahan
3
2
1
RUBRIK PENILAIAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI
No Nama Siswa
Aspek yang Dinilai Skor Nilai Keaslian
isi Diksi Persajakan Bahasa
Kiasan
1.
2.
....
Jumlah Nilai Nilai Rata-Rata
(%)
116
INSTRUMENT TES MENULIS PUISI
Petunjuk Menulis Puisi
1. Tulislah identitas anda dengan lengkap.
2. Anda tidak perlu bekerja sama dalam menulis puisi karena
merupakan bentuk karangan masing-masing individu.
3. Buatlah puisi dengan tema “Pengalaman yang Menyenangkan”
minimal tiga paragraf.
4. Waktu: 45 menit
5. Kerjakan dengan tenang dan tidak saling mengganggu dengan
teman yang lain.
Nama :
Kelas :
Sekolah :