Kedudukan dan Ragam Dialek Bahasa Cirebon

2
KEDUDUKAN BAHASA CIREBON Bahasa Cirebon merupakan bahasa daerah seperti bahasa-bahasa daerah lainnya yang terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, bahasa Cirebon merupakan salah satu unsur yang memperkaya khazanah kebudayaan khazanah kebudayaan Nasional yang dipelihara oleh para pemakainya. Karena itu, bahasa Cirebon dilindungi dan dipelihara oleh negara sebagaimana penjelasan Pasal 36 Bab XV Undang-Undang Dasar 1945. Bahasa Cirebon berfungsi sebagai lambang kebanggaan dan identitas suatu daerah, alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat daerah, terutama daerah pedesaan. Selain itu, bahasa Cirebon merupakan bahasa pengantar atau bahasa ibu, serta bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar pada tingkat permulaan (kelas 1-3 sekolah dasar). Sebagaimana disinggung di muka, pada zaman Kesultanan Cirebon (dibangun oleh Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati atau Sunan Jati pada 1475) bahasa Cirebon menjadi bahasa resmi di kerajaan khususnya, dan Puser Bumi sebagai pusat pemerintahan Wali Sanga yang berkedudukan di Cirebon. Bahasa yang dipakai para wali untuk menyebarkan Islam hingga berkembang di wilayah pesisir utara pulau Jawa. Saat itu, bahasa Cirebon merupakan bahasa yang telah digunakan dalam pemerintahan dan penyebaran Islam yang terus berkembang melalui jalur perdagangan dan pertanian. RAGAM DIALEK BAHASA CIREBON Setelah Indonesia merdeka, bahasa Cirebon merupakan salah satu etnis budaya Cirebon yang berkedudukan sebagai bahasa daerah dan masih digunakan oleh masyarakat, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa Cirebon sejak zaman para Wali Sanga penyebar agama Islam di pulau Jawa telah resmi digunakan sebagai bahasa pemerintahan dan penyebaran Islam, terutama dalam penafsiran ajaran-ajaran Islam melalui ijmak dan qias. Bahasa Cirebon juga menjadi bahasa tutur di kalangan masyarakat petani dan para nelayan di Pesisir Utara Pulau Jawa. Ragam bahasa Cirebon diantaranya bahasa lisan dan tulisan. Dalam bahasa lisan, bahasa Cirebon memiliki banyak dialek dan logat, meskipun dalam bahasa tulisan dialek-dialek itu tidak menimbulkan kelainan makna dan nampak satu rumpun. Salah satu contoh dialek adalah mengucapkan kata-kata yang dalam bahasa tulisan diakhiri dengan huruf /a/, tetapi diucapkan dengan huruf /o/. Juga ada huruf-huruf tertentu yang tidak diucapkan (pengucapannya lemah), padahal dalam bahasa tulisan, huruf itu harus dicantumkan. Misalnya, kata “ning kana” [di sana] dibaca “ning kano”; “unggal dina” [setiap hari] dibaca “unggal dino”. Ciri-ciri khas yang termuat dalam dialek bahasa Cirebon, selain pemakaian huruf, juga mencakup tekanan kalimat, turun naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa yang membangun aksen yang berbeda-beda. Sebagai Kota Wali, Cirebon banyak meninggalkan warisan budaya yang bernilai tinggi. Hingga kini telah banyak ditemukan naskah-naskah kuno yang berbahasa Cirebon [arab pegon]. Peninggalan karya tulis berbahasa Cirebon yang berupa manuskrip-manuskrip itu berisikan qias dan ijmak yang nilainya masih relevan dan sangat efektif dalam proses pembentukan manusia seutuhnya, terutama

description

Bahasa, Cirebon, Kedudukan, Ragam, Dialek

Transcript of Kedudukan dan Ragam Dialek Bahasa Cirebon

Page 1: Kedudukan dan Ragam Dialek Bahasa Cirebon

KEDUDUKAN BAHASA CIREBON

Bahasa Cirebon merupakan bahasa daerah seperti bahasa-bahasa daerah lainnya yang terdapat di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, bahasa Cirebon merupakan salah satu unsur

yang memperkaya khazanah kebudayaan khazanah kebudayaan Nasional yang dipelihara oleh para

pemakainya. Karena itu, bahasa Cirebon dilindungi dan dipelihara oleh negara sebagaimana

penjelasan Pasal 36 Bab XV Undang-Undang Dasar 1945.

Bahasa Cirebon berfungsi sebagai lambang kebanggaan dan identitas suatu daerah, alat

perhubungan dalam keluarga dan masyarakat daerah, terutama daerah pedesaan. Selain itu, bahasa

Cirebon merupakan bahasa pengantar atau bahasa ibu, serta bahasa pengantar dalam kegiatan

belajar mengajar pada tingkat permulaan (kelas 1-3 sekolah dasar).

Sebagaimana disinggung di muka, pada zaman Kesultanan Cirebon (dibangun oleh Syekh Syarif

Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati atau Sunan Jati pada 1475) bahasa Cirebon menjadi bahasa

resmi di kerajaan khususnya, dan Puser Bumi sebagai pusat pemerintahan Wali Sanga yang

berkedudukan di Cirebon. Bahasa yang dipakai para wali untuk menyebarkan Islam hingga

berkembang di wilayah pesisir utara pulau Jawa. Saat itu, bahasa Cirebon merupakan bahasa yang

telah digunakan dalam pemerintahan dan penyebaran Islam yang terus berkembang melalui jalur

perdagangan dan pertanian.

RAGAM DIALEK BAHASA CIREBON

Setelah Indonesia merdeka, bahasa Cirebon merupakan salah satu etnis budaya Cirebon yang

berkedudukan sebagai bahasa daerah dan masih digunakan oleh masyarakat, baik dalam bentuk

lisan maupun tulisan. Bahasa Cirebon sejak zaman para Wali Sanga penyebar agama Islam di pulau

Jawa telah resmi digunakan sebagai bahasa pemerintahan dan penyebaran Islam, terutama dalam

penafsiran ajaran-ajaran Islam melalui ijmak dan qias. Bahasa Cirebon juga menjadi bahasa tutur di

kalangan masyarakat petani dan para nelayan di Pesisir Utara Pulau Jawa.

Ragam bahasa Cirebon diantaranya bahasa lisan dan tulisan. Dalam bahasa lisan, bahasa Cirebon

memiliki banyak dialek dan logat, meskipun dalam bahasa tulisan dialek-dialek itu tidak

menimbulkan kelainan makna dan nampak satu rumpun. Salah satu contoh dialek adalah

mengucapkan kata-kata yang dalam bahasa tulisan diakhiri dengan huruf /a/, tetapi diucapkan

dengan huruf /o/. Juga ada huruf-huruf tertentu yang tidak diucapkan (pengucapannya lemah),

padahal dalam bahasa tulisan, huruf itu harus dicantumkan. Misalnya, kata “ning kana” [di sana]

dibaca “ning kano”; “unggal dina” [setiap hari] dibaca “unggal dino”. Ciri-ciri khas yang termuat

dalam dialek bahasa Cirebon, selain pemakaian huruf, juga mencakup tekanan kalimat, turun

naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa yang membangun aksen yang berbeda-beda.

Sebagai Kota Wali, Cirebon banyak meninggalkan warisan budaya yang bernilai tinggi. Hingga kini

telah banyak ditemukan naskah-naskah kuno yang berbahasa Cirebon [arab pegon]. Peninggalan

karya tulis berbahasa Cirebon yang berupa manuskrip-manuskrip itu berisikan qias dan ijmak yang

nilainya masih relevan dan sangat efektif dalam proses pembentukan manusia seutuhnya, terutama

Page 2: Kedudukan dan Ragam Dialek Bahasa Cirebon

dalam pembentukan budi pekerti. Sebagian manuskrip-manuskrip itu bergaya tutur prosa (gancaran,

puisi atau macapat) dengan sekian banyak gaya bahasa.

Bahasa Cirebon yang sekarang telah menjadi bahasa daerah dan muatan lokal di sekolah dasar

adalah milik masyarakat Cirebon. Karena itu, pelestariannya merupakan tanggung jawab pemerintah

daerah dan seluruh masyarakat. Untuk itu, agar dapat dicapai upaya-upaya yang efektif dalam

pelestarian bahasa Cirebon sebagai bahasa daerah adalah melalui jalur pendidikan, yakni proses

sosialisasi lewat kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah, khususnya sekolah dasar dan

menengah di daerah-daerah yang berkepentingan.

Melalui sosialisasi dalam kegiatan belajar mengajar itu fungsi bahasa Cirebon sebagai bahasa tutur

sehari-hari terwujudkan. Melalui cara itu pula bahasa Cirebon dapat menggali nilai-nilai budaya yang

adiluhung peninggalan zaman Islam yang disebarkan para wali.

Sumber : Wyakrana – Tata Bahasa Cirebon

poetra-asjap