Kedudukan Dan Fungsi BI
description
Transcript of Kedudukan Dan Fungsi BI
1
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia di Indonesia
A. Standar Kompetensi
Memiliki pemahaman yang ememadai mengenai kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
B. Kompetensi Dasar
Memahami fungsi-fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa negara.
C. Indikator
1. Menggambarkan masalah kebahasaan di Indonesia
2. Mendeskripsikan alasan dirumuskannya kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
3. Menjabarkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Menjabarkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
5. Mengidentifikasi perbedaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara.
Kd. Devi Kalfika Anggria Wardani, S.Pd., M.Pd.
2
1. Pendahuluan
Kedudukan bahasa adalah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai yang
dirumuskan atas dasar sosial yang dikaitkan dengan bahasa yang bersangkutan, sedangkan
fungsi bahasa adalah nilai pemakaian atau peranan bahasa yang bersangkutan dalam
masyarakat pemakainya (Halim, 1980, Alwi dan Sugono, 2003).
Norma dan nilai selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena bahasa tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan, status dan nilai itu pun selalu melekat padanya. Dengan
demikian, pemakai bahasa akan memerlakukan bahasa sesuai dengan “label” (status nilai) yang
disandangnya. Kejelasan “label” yang diberikan akan memngaruhi masa depannya, dan
masyarakat dwibahasawan akan memilah-milah sikap dan pemakaian bahasa-bahasa yang
digunakannya, tidak memakai secara sembarangan, tergatung pada situasi yang dihadapi.
Dengan begitu, perkembangan bahasa itu akan terarah. Demikian juga halnya dengan bahasa
Indonesia.
Mengapa kedudukan dan fungsi bahasa perlu dirumuskan? Rumusan kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia diperlukan karena perumusan itu memungkinkan penutur bahasa
Indonesia mengadakan pembedaan antara kedudukan dan fungsi bahasa pada satu pihak serta
kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa lain (bahasa daera hdan bahasa asing yang digunakan di
Indonesia) pada pihak yang lain. Kekaburan pembedaan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia dengan kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa lain itu tidak saja akan merugikan bagi
pengembangan dan pembakuan bahasa Indonesia, tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya
kekacauan dalam cara berpikir para penutur (terutama penutur pemula) yang dwibahasawan.
Salah satu akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kekaburan pembedaan kedudukan
dan fungsi itu adalah mengalirnya unsur-unsur bahasa, yang pada dasarnya tidak diperlukan,
dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Demikianlah, terjadinya pembajiran bahasa
Indonesia oleh unsur-unsur bahasa dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia, terutama
bahasa Inggris. Dengan mengalirnya unsur-unsur bahasa dari bahasa-bahasa lain ke dalam
bahasa Indonesia, pembakuan bahasa Indonesia menjadi jauh lebih sulit daripada yang
semestinya. Pembedaan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia memungkinkan mengatur
masuknya unsur-unsur baru dari bahasa lain itu sedemikian rupa sehingga hanya unsur-unsur
yang benar-benar dibutuhkan bagi pemerkaya bahasa Indonesia sajalah yang diterima.
Meniadakan sama sekali masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia tentu
tidak mungkin dilakukan, karena adalah suatu kenyataan bahwa apabila dua buah bahasaatau
lebih dipergunkaan daam masyarakat yang sama, terjadilah kontak bahasa, yang mau tidak mau,
mengakibatkan terjadinya hubungan timbal-balik yang saling memengaruhi.
Dengan demikian, yang perlu dilakukan adalah pengaturan hubungan timbal-balik itu
sedemikian rupa sehingga tidak perlu terjadi kepincangan dalam pengembangan bahasa- bahasa
yang bersangkutan, dan setiap bahasa tetap mempertahankan identitasnya masing-masing.
3
Selain itu, masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia yidak perlu
dihindarkan sama sekali, asalkan saja pemasukannya sesuai dengan keperluan dalam upaya
mengembangkan dan membakukan bahasa Indoensia. Dengan kata lain, bahasa Indonesia
sebagai bahasa modern hendaklah bersifat terbuka, dengan pengertian memberikan tempat bagi
unsur-unsur bahasa lain yang diperlukannya, yang apabila perlu dipungut dari bahasa-bahasa
lain memerlukan penyerasian dengan sistem bahasa Indonesia itu sendiri, dan pada saat yang
sama, tetap mempertahankan identitasnya. Untuk hal itulah, perlu dirumuskan kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia secermat-cermatnya.
Bahasa Indonesia menyandang dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara. Masing-masing dijelaskan di bawah ini.
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Kedudukan sebagai bahasa nasional ini disandang oleh bahasa Indonesia sejak
dcetuskannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sebagaimana diketahui, isi bagian
ketiga sumpah itu berkenaan dengan “Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Istilah
“Indonesia” yang dicantumkan di belakang kata “bahasa” pada sumpah itu jelass-jelas
berkonotasi politik, sejalan dengan cita-cita kaum pergerakan bangsa Indonesia pada saat itu.
Sesungguhnyalah, yang dimaksudkan sebagai “bahasa Indonesia” pada saat itu tidak lain adalah
bahasa Melayu.
Apakah ada perbedaan antara bahasa melayu pada 27 oktober 1928 dan bahasa
Indonesia pada 28 Oktober 1928? Dari segi wujud, baik struktur, sistem, maupun kosakatanya
jelas tudak berbeda. Hal yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum sumpah
pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau kemelayuan. Akan
tetapi, pada saat (dan setelah) Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa yang tadinya kedaerahan
itu sudah menjadi bersifat nasional atau berjiwa keindonesiaan. Pada saat itulah, bahasa Melayu
yang berjiwa dan bersemangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
Hasil perumusan Seminar Bahasa Nasional (Jakarta, 25-28 Februari 1975), yang
kemudian dikukuhkan dalam Seminar Politik Bahasa (Cisarua, Bogor, 8-12 November 1999),
antara lain, menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional,
(3) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, dan
bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa nasional, bahasa Indonesia
mencerminkan sekaligus memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia.
Dengan keluhuran nilai sosial budaya yang dicerminkan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
harus bangga terhadapnya, bangsa Indonesia harus menjunjungnya, memelihara,
4
mengembangkan, dan mempertahankannya. Kebanggaan memakainya senantiasa harus
ditumbuhkembangkan dalam diri setiap insan Indonesia. Sebagai realisasi kebanggan itu,
bangsa Indonesia harus menggunakannya tanpa rasa rendah diri, tanpa rasa malu, dan tanpa
rasa acuh tak acuh.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan “lambang” bangsa
Indonesia. Dalam hal ini, bahasa Indonesia dapat dikatakan memiliki kedudukan yang setara
dan serasi dengan lambang kebangsaan yang lain, seperti bendera merah putih, Garuda
Pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia menyatakan jati dirinya, menyatakan sifat, perangai, dan wataknya sebagai bangsa
Indonesia. “Bahasa menunjukkan bangsa”, kata pepatah. Melalui bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia menyatakan kepribadian dan harga dirinya. Karena fungsinya yang demikian itu,
bangsa Indonesia harus menjaganya; jangan sampai ciri kepribadian bangsa Indonesia tidak
tercermin di dalamnya; jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa
Indonesia yang sebenarnya. Implikasinya adalah bahwa bahasa Indonesia haruss memiliki
identitasnya sendiri. identitas itu baru bisa dimiliki hanya jika masyarakat pemilik dan
pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga ia bersih dari unsur-
unsur bahasa lain terutama bahasa asing (seperti bahasa Inggris) yang tidak benar-benar
dibutuhkan.
Fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional berkaitan
erat dengan fungsinya yang ketiga, yaitu sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya
penyatuan berbagai suku bangsa yang mempunyai latar belakang sosial, budaya, dan bahasa
daerah yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat, bersatu dalam cita-
cita dan rasa nasib yang sama. Dalam hubungan dengan hal ini, bahasa Indonesia
memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang
bersatu dengan tidak perlu meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai
sosial, budaya, latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Malahan lebih daripada itu,
dengan bahasa nasional itu, bahasa Indonesia dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di
atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang sosial dan latar belakang bahasa daerah yang berbeda-beda itu tidak
pula menghambat adanya perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Berkat adanya bahasa
nasional, mereka (masyarakat yang berbeda-beda latar belakang etnis, budaya, dan bahasa
daerah) dapat berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai
akibat perbedaan latar belakang itu tidak perlu dikhawatirkan. Setiap orang dapat bepergian
dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di tanah air ini dengan memanfaatkan bahasa
Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi. Kenyataan ini dan meningkatnya
penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya telah dimungkinkan pula oleh peningkatan sarana perhubungan
5
darat, laut, dan udara; oleh bertambah luasnya penggunaan sarana komunikasi massa seperti
radio, televsi, internet, surat kabar, dan majalah; oleh peningkatan arus perpindahan penduduk,
baik dalam bentuk perantauan perseorangan maupun dalam bentuk trasmigrasi yang berencana;
oleh peningkatan jumlah perkawinan antarsuku; serta oleh pemindahan pejabat-pejabat negara,
baik sipil maupun militer, dari satu daerah ke daerah yang lain.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya,
bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya sebagai alat pengungkapan
perasaan. Jika pada awalnya, ada yang merasa bahwa bahasa Indonesia belum sanggup
mengungkapkan nuansa perasaan-perasaan yang halus, kini tersaji kenyataan bahwa seni sastra
dan drama- baik yang dituliskan maupun yang dilisankan- serta dunia perfilman dan sinema
elektronik (sinetron) telah pula berkembang sedemikian rupa, sehingga nuansa perasaan yang
betapa pun halusnya dapat diungkapkan dengan memakai bahasa Indonesia. Kenyataan ini
tentulah menambah tebalnya rasa bangga insan Indonesia akan kemampuan bahasa
nasionalnya.
3. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Sejalan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, ditetapkan pula bahasa Indonesa sebagai
bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam UUD 1945, bab XV, pasal 36. Pemilihan sebuah
bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak hal yang harus
dipertimbangkan. Salah satu timbang akan berakibat bagi tidak stabilnya negara.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa menjadi bahasa
negara antara lain (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebgaian besar penduduk negara
itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh persebarannya, (3) bahasa tersebut
diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Faktor-faktor tersebut, terutama butir ketiga, tidak
ada di negara Malaysia, Singapura, Philipina, dan India. Masyarakat multilingual di negraa-
negara itu saling ingin mencalonkan bahasa kelompoknya sendiri sebagai bahasa resmi
negaranya. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketiga faktor penentu itu sudah
dimiliki bahasa Indonesia sejal tahun 1928; bahkan sebelumnya, bahasa Indonesia sudah
menjalankan fungsinya sbegaai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi bangsa Indonesia bukanlah
persoalan. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia patut bersyukur kepada Tuhan atas anugrah yang
besar ini.
Hasil seminar Politik Bahasa Nasional (Jakarta, 2-28 Februari 1975) yang
disempurnakan dengan hasil Seminar Politik Bahasa (Cisarua, Bogor, 8-12 November 1999)
merumuskan bahwa kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3)
6
bahasa remi di dalam perhubungan pada tingkat nasional, (4) bahasa resmi untuk
pengembangan kebudayaan nasional, (5) sarana dalam pengembangan kebudayaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern, (6) bahasa media massa, (7) pendukung
sasttra Inodnesia, dan (8) pemerkaya bahasa dan sastra daerah. Kedelapan fungsi itu harus
dilaksanakan, sebab, minimal, delapan fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa suatu
bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara (Alwi dan Sugono, 2003).
Dalam hubungan dengan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia
dipergunakan dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan
maupun tertulis. Dokumen-dokumen, keputusan-keputusan, dan surat-menyurat yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti DPR, MPR, DPD,
MA, BPK, dan Setneg ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato, terutama pidato
kenegaraan, ditulis dan diucapkan dalam bahasa Indonesia. Hanya dalam keadaan tertentu,
demi keperluan komunikasi antarbangsa, kadang-kadang pidato resmi kenegaraan ditulis dan
diucapkan dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Begitu pula halnya dengan pemakian
bahasa Indonesia oleh warga Indonesia dalam berhubungan dengan upacara, peristiwa dan
kegiatan kenegaraan. Dengan perkataan lain, komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat berlangsung dengan mempergunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaik-
baiknya, pemakaian bahasa Indonesia dalam melaksanakan administrasi pemerintahan perlu
senantiasa dibina dan dikembangkan; penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu
faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan; seperti penerimaan karyawan baru,
keaikan pangkat (baik sipil maupun militer); dan pemberian tugas-tugas khusus baik di dalam
maupun di luar negeri. Di samping itu, mutu kebahasaan siaran radio dan televisi perlu
senantiasa dibina dan ditingkatkan.
Sebagai bahasa remi, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi.
Hanya saja, untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah, yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah), mempergunakan bahasa pengantar bahasa daerah
anak didik yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan sampai dengan kelass tiga sekolah dasar.
Sebagai konsekuensi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar lembaga
pendidikan tersebut, materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan meneerjemahkannya dari buku-buku yang
berbahasa asing atau menyususnnya sendiri. jika hal itu dilakukan, tentulah akan sangat
membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu.
Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
berhubungan erat dengan fungsinya sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanan pembangunan nasional dan untuk kepentingan
7
pelaksanaan pemerintahan. Dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indinesia dipakai bukan
saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan amsyarakat luas, bukan saja
sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat perhubungan
intradaerah dan intrasuku; dengan perkataan lain, sebagai alat perhubungan dalam masyarakat
yang sama latar sosial budaya dan bahasanya. Dari sudut sosiolinguistik, dapat diketahui bahwa
salah satu faktor dalam pemilihan suatu bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang
mengenal pemakaian dua bahasa atau lebih adalah pokok persoalan yang diperkatakan. Jadi,
apabila pokok persoalan yang diperkatakan itu adalah masalah yang menyangkut masalah
tingkat nasional, bukan tingkat daerah, ada kecenderungan untuk digunakan bahasa nasional,
bukan bahasa daerah, apalagi di antara orang-orang yang bersangkutan terdapat jarak sosial
yang cukup besar.
Dalam hubungan dengan fungsinya sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional,
ilmu pengetahuan, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan
nasional yang beragam karena berasal dari masyarakat yang beragam pula, tidaklah mungkin
dapat disebarkanluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain
selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang
Sunda, Aceh, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tentulah tidak mungkin. Hal demikian juga
berlaku juga dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya
lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi itu, baik yang melalui buku-buku pelajaran, buku-
buku popular, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan
bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak perlu bergantung sepenuhnya
pada bahasa-bahasa asing dalam usahanya untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern serta untuk ikut serta dalam usaha pengembangannya. Pelaksanan ini
memiliki hubungan timbal balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat
lembaga-lembaga pendidikan, khususnya melalui perguruan tinggi.
Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan masyarakat
Indonesia membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga
kebudayaan itu memiliki identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah.
Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia digunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai
sosial budaya nasional Indonesia.
Media massa memiliki peranan yang penting, bahkan sekaligus berkewajiban untuk
turut serta membina bahasa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa persebaran bahasa
Indonesia dewasa ini sudah sampai ke pelosok-pelosok desa, karena bantuan perkembangan
teknologi informasi, khususnya di bidang komunikasi, seperti radio, televisi, koran, dan
majalah. Sebagaimana diketahui, misi media massa adalah memberikan pendidikan,
penerangan (informasi), dan hiburan. Dalam hal inilah, peranan medi amassa sangat berarti bagi
pembinaan (dan pengembangan) bahasa Indonesia. Media massa memperkenalkan bahasa
8
Indonesia kepada masyarakat luas. Implikasinya adalah bahwa media massa dituntut untuk
memiliki sikap ositif dalam menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dalam media
massa diharapkan dapat menjadi anutan (contoh, model) oleh penutur dalam hal penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pemakaian bahasa di media massa (radio dan televisi)
di negara-negara maju memiliki standar. Sekalipun yang digunakan berupa bahasa tutur, ia
masih dalam standar kaidah bahasa yang benar (Tobing, 2000). Pelaksanaan fungsinya sebagai
bahasa media massa senantiasa berkaitan erat dengan pelaksanan fungsi-fungsinya yang lain,
baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara, sebab segala
sesuatu yang merupakan pelaksanaan fungsi bahasa Indonesia tersebut dapat
diimplementasikan melalui media massa. Dalam hal ini, bahasa Indonesia harus mampu
menunjukkan kestabilan dan kedinasmiannya serta mampu menjaga identitasnya.
Dalam hubungan dengan fungsinya sebagai pendukung sastra Indonesia, bahasa
Indonesia tidak diragukan lagi. Bahasa merupakan media sosial primer sastra. Tidak ada sastra
tanpa bahasa. Karena mempergunakan bahasa, sastra menjadi lebih komunikatif dibandingkan
dengan karya-karya seni yang lain. Demikian halnya dukungan bahasa Indonesia terhadap
sastra Indonesia. Dengan bahasa Indoneisa, sastra Indonesia diciptkan; dengan bahasa
Indonesia sasttra Indonesia disebarluaskan; dengan bahasa Indonesia pula, sastra Indonesia
mengejawantahkan fungsi dan peranannya sebagai sarana pendidikan humaniora bagi
masyarakat bangsanya. Pada saat yang lain, dalam perjalanannya yang panjang, sastra,
akhirnya, tidak selalu menerima khasanah kata dan nilai dari bahasa; pada jenjang tertentu,
sastra juga bisa memberikan jasa terhadap ibu yang melahirkannya.
Terhadap bahasa daerah dan sastra daerah, bahasa Indonesia juga memberikan
dukungannya. Dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dapat saling memberi dan menerima.
Pengembangan bahasa Indonesia pun dapat memperkaya khasanah bahasa daerah sebagai alat
komunikasi antarkeluarga dan antaranggota masyarakat daerah yang bersangkutan. Oleh karena
sastra daerah didukung oleh bahasa daerah, termasuk bahasa daerah yang telah diperkaya
bahasa Indonesia, bahasa Indonesia pun dapat dikatakan memberikan dukungannya kepada
sastra daerah. Di samping itu, dengan bahasa Indonesia, sastra daerah dapat diperkenalkan
kepada masyarakat yang memiliki latar belakang bahasa daerah yang berbeda-beda.
Berbedakah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dnegan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara? Jika dicermati, di samping perbedaan fungsi sebgaaimnaa telah
dipaparkan di atas, ada juga perbedaan dari segi wujud dan proses terbentuknya.
Dari segi wujudnya, dapat dibedakan antara bahasa Indonesia yang digunakan dalam
pidato-pidato kampanye (pembangunan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan oleh pejabat
negara ataupun oleh pemimpin organisasi sosial politik) dan bahasa Indonesia dalam dokumen-
dokumen resmi, peraturan-peraturan pemerintah, dan surat keputusan. Setidak-tidaknya,
perbedaan itu tampak pada penggunaan istilah dan perbendaharaan katanya. Hal itu disebabkan
9
oleh bidang lapangan pembicaraan yang berbeda-beda. Dalam lapangan politik, dibutuhkan
kosa kata yang digunakan dalam bidang lapangan administrasi. Begitu pula dalam lapangan
ekonomi, sosial, dan budaya. Walaupun demikian, secara umum terdapat kesamaan, yaitu
digunakannya bahasa Indonesia yang berciri baku.
Dari segi proses terbentuknya, secara eksplisit, perbedaan itu terlihat dari terbentuknya
kedua kedudukan bahasa Indonesia, yakni sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
Dari paparan terdahulu, kiranya dapat dipahami bahwa latar belakang timbulnya kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Bangsa
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlak guna mewujudkan suatu
kekuatan. Untuk itu, diperlukan sarana penunjang; salah satunya berupa sarana komunikasi
yang disebut bahasa. Dengan berabgai pertimbangan seperti telah dipaparkan di depan,
ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Terbentuknya dilatari oleh kondisi bahasa Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar
penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia yang telah disepakati oleh
pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga ketika ditetapkannya sebagai bahasa
negara, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia tersebut
menerimanya dengan suara bulat.
Dengan memahami, menghayati, dan melaksanakan fungsi-fungsi bahasa Indonesia
dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara, diharapkan bida
diwujudkan adanya integrasi nasional dan harmoni sosial di kalangan penutur bahasa Indonesia
yang sifatnya heterogen dari segi etnis, agama, bahasa daerah, dan latar belakang budaya
daerah.
Daftar Pustaka
Alwi, Hassan dan Dendy Sugono (ed.). 2003. Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa.
Badudu, J.S. 1993. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung:Pustaka Prima
Halim, Amran. 1980. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia (dalam Halim [ed.]). Politik
Bahasa Nasional. Jakarta:Balai Pustaka.
Masnur M. dan Suparno. 1987. Bahasa Indonesia: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan dan
Pengembangannya. Bandung:Jemmars.
Kridalaksana, Harimurti. 1978. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende-Flores:Nusa Indah.
10
Moeliono, Anton M.2000. Kedudukan dan Fungsi bahasa Indonesia (dalam Hassan Alwi dan
Dedy Sugono [ed.]). Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi. Jakarta: Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Depdiknas.
Slametmulyana. 1965. Politik Bahasa Nasional. Jakarta:Jambatan
Sudiara, I Nyoman Seloka. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Modul
(tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Suharianto, S. 1981. Kompas Bahasa:Pengantar Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar.
Surakarta: Widya Duta.