KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI...

74
1 KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARIAH LAPORAN PENELITIAN Peneliti: Drs. Agus Triyanta, MA.,MH,PhD. (Ketua) (NIK 934100105) Tovan Kurniawan (Anggota) (NIM 06410165) PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2011

Transcript of KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI...

Page 1: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

1

KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARIAH

LAPORAN PENELITIAN

Peneliti:

Drs. Agus Triyanta, MA.,MH,PhD. (Ketua) (NIK 934100105)

Tovan Kurniawan (Anggota) (NIM 06410165)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2011

Page 2: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

2

Page 3: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

3

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah swt yang telah

memberikan kenikmatan dan kemurahan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

Penelitian ini berjudul “Kedudukan Barang Jaminan Dalam Transaksi Mudharabah Pada Perbankan

Syaiah”.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana konsep jaminan dalam Hukum Islam serta

bagaimana implementasi transaksi mudharabah pada perbankan syariah, sehingga akan diketahui dan

diungkap, bagaimanakah status jaminan serta urgensinya bagi transaksi ini. Lebih dari itu, akan dilihat

juga bagaimana implementasinya pada perbankan syariah.

Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Hukum Universitas islam Indonesia

2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

3. Kepada para teman di Fakultas Hukum UII.

4. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan secara khusus.

Berbagai pihak tersebut telah banyak memberikan bantuan baik berupa pendanaan bagi terselenggaranya

penelitian ini maupun berbagai bantuan dalam bentuk lain yang baik moril maupun spiritual. Kepada

mereka penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapatkan

balasan di sisiNya. Amin.

Yogyakarta, 10 Januari 2011

Page 4: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

4

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …….………...……………………………….............

PENGESAHAN ………………………....………………………………............

DAFTAR ISI ……………………….....………………………………................

ABSTRAK ……………………………………...……………………………….....

BAB I P E N D A H U L U A N ……………………………………

1.1. Latar Belakang Masalah ...……………………………….....

1.2. Rumusan Masalah ……......……………………………….......

1.3. Tujuan Penelitian ……….....………………………………......

B II TINJAUAN PUSTAKA ………….....……………………………….....

BAB III METODE PENELITIAN ...……………………………………………...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...…………………………...

4.1. Tinjauan Umum Mengenai Akad Mudharabah ...……………………..

4.1. Barang Jaminan dalam Akad Mudharabah ……………………………..

4.3. Implementasi Akad Mudharabah di Perbankan Syariah ...........................

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...………………………………...

5.1. Kesimpulan ……………………...………………………………..........

5.2. Rekomendasi ……………...……………………………….....................

DAFTAR PUSTAKA ...………………………………..........................................

i

ii

iii

v

1

1

10

11

12

18

20

20

38

5

56

56

58

59

Page 5: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

5

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul ““Kedudukan Barang Jaminan Dalam Transaksi Mudharabah Pada Perbankan

Syaiah”. Fokus penelitian dari penulisan ini adalah mengetahui bagimana konsep mudharabah dalam

hukum Islam, berikut konsep barang jaminan bagi akad mudharabah dalam hukum Islam. Di samping

itu, implementasi akad mudharabah pada perbankan syariah.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, ialah penelitian hukum yang akan mlihat

bagaimana pengaturan transaksi valuta asing di Malaysia dan Indonesia dalam tinjauan hukum Islam.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu dengan cara mempelajari pandangan-

pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum untuk menelaah latar belakang lahirnya dan

perkembangan pengaturan mengenai masalah yang diteliti. Bahan hukum yang diteliti terdiri dari bahan

hukum primer : bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-

hadts, kitab-kitab klasik, fatwa dewan syari’ah, kitab undang-undang, Bahan hukum sekunder berupa

literatur, jurnal dan data elektronik, serta bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi. Cara

pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi pustaka, serta dengan studi dokumen, yakni dengan

mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Analisis hasil

penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian

dikelompokan dan dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat

menjawab perumusan masalah yang ada. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi

analisis dokumen dan catatan-catatan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa di dalam Islam mudharabah merupakan akad kerjasama

dengan keharusan adanya pembagian keuntungan dan tanggungan bersama akan resiko yang terjadi.

Terkait dengan barang jaminan, Islam mengenal dan memperbolehkan adanya barang jaminan dalam

perjanjian muamalah, namun untuk akad mudharabah, pada asalnya tidak dikenal adanya jaminan.

Dalam implementasinya papa perbankan syariah, mudharabah masih sangat minim. Terkait dengan

implementasi barang jaminan, dalam perbankan syariah hari ini, diterapkan adanya barang jaminan. Hal

ini didasarkan pada fatwa yang dikeluarkan oleh DSN Majelis Ulama Indonesia. Adapun

rekomendasinya adalah bahwa seharusnya, mulai diintrodusir upaya perbaikan penerapan akad

mudharabah, yakni dengan meminimalisir adanya jaminan.

Kata Kunci: jaminan, mudharabah, perbankan syariah

Page 6: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Maraknya perbankan syar’iah dewasa ini bukan merupakan gejala baru dalam

dunia bisnis syari’ah. Keadaan ini ditandai dengan semangat tinggi dari berbagai kalangan, yaitu: ulama, akademisi dan praktisi untuk mengembangkan perbankan

tersebut dari sekitar pertengahan abad 20. Perkembangan bank syar’iah tersebut juga

sampai di negeri Indonesia.

Belakangan ini Bank Syari’ah sedang menjadi pilihan bagi pelaku bisnis

perbankan sampai dengan pertengahan tahun 2001. Di Indonesia telah berdiri sepuluh

bank umum syari’ah (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD Jabar, Bank IFI, BRI,

Danamon, BII dan BPD DKI), dengan sekitar 85 kantor cabang, ditambah lagi

dengan 88 BPR Syari’ah (Bank Indonesia, 2004). Dari produk yang ditawarkan oleh

bank syari’ah dan “dibeli” oleh masyarakat pengguna di Indonesia masih kecil

dibandingkan dengan produk bank konvensional.

Keadaan ini dipengaruhi oleh seberapa banyak produk yang dapat

dikembangkan dan diaplikasikan oleh bank syari’ah. Berdasarkan prinsip dasar

produk bank syari’ah memiliki pembiayaan berupa produk bagi hasil yang

dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Meskipun

jenis produk pembiayaan dengan akad jual beli dan sewa juga dapat dioperasionalkan namun kenyatannya bank syari’ah tingkat dunia maupun di Indonesia produk

pembiayaannya masih didominasi oleh produk pembiayaan dengan akad jual beli.

Page 7: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

7

Sebagaimana dinyatakan oleh Karim (2001) bahwa: “hampir semua bank

syari’ah di dunia didominasi dengan produk pembiayaan murabahah sedangkan

sistem bagi hasil sangat sedikit diterapkan, kecuali di dua negara yaitu Iran (48 %)

dan Sudan (62%). Disamping itu, Ibrahim Wade (1999: 199) menggambarkan bahwa

perkembangan pembiayaan bagi hasil baru mencapai 15% per tahun. Pertumbuhan

share keuangan perbankan syari’ah di Indonesia pada tahun 2002 untuk pembiayaan

mudharabah sebesar 14,33% dan pembiayaan musyarakah sebesar 2,86%. Sementara

pembiayaan murabahah sebesar 72,21%. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan

antara konsep teori dengan praktek bank syari’ah. Faktor ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: faktor internal perbankan syari’ah dan faktor eksternal bank

syari’ah. Secara internal perbankan syari’ah mungkin belum dipahami secara baik

oleh kalangan internal perbankan mekanisme kerja produk mudharabah.1

Dengan perkembangan pembangunan nasional memerlukan sumber

pendanaan yang tidak kecil guna mencapai sasaran-sasarannya, misalnya pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, kesempatan kerja, distribusi

pendapatan dan lain-lain. Sasaran ini terus diupayakan untuk meningkatkan kualitas

dari waktu kewaktu. Untuk itu upaya untuk memperbaiki dan memperkuat sektor

keuangan khususnya industri perbangkan menjadi sangat penting.2

Perbankan merupakan salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif dalam

menunjang kegiatan pembangunan nasional atau regional. Peran itu diwujudkan

dalam fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi atau institusi perantara antara

1 Muhammad, Ekisonline.com 2 Mulhadi, Prinsip Kehati-hatian dalam Kerangka UU Perbankan Indonesia, USU Repasitory, 2006.

Page 8: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

8

debitor dan kreditor. Pelaku ekonomi yang demikian membutuhkan dana untuk

menunjang kegiatannya dapat terpenuhi dan kemudian roda perekonomian bergerak.3

Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi.

Kondisi sektor perbangkan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari

kebijakan disektor perbankan. Peran sektor perbangkan dalam pembangunan juga

dapat dilihat pada fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Perbankan

juga merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarakan transaksi

pembayaran baik nasional maupun internasional. Mengingat pentingnya fungsi ini

maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbangkan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. Industri perbankan merupakan suatu industri

yang sangat bertumpu pada kepercayaan masyarakat yang memiliki uang untuk disimpan.4

Meninjau lebih dalam tentang peranan, fungsi dan usaha bank, maka dalam

undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah menjelaskan secara umum bank

memiliki peranan sebagai penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

seperti giro, deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta bank berperan

sebagai penerbit surat pengakuan hutang, membeli, menjual atau menjamin atas

resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya, seperti surat-

surat wesel dan surat pengakuan hutang. Selain itu bank juga dapat berperan sebagai

penyaluran kredit pada perusahaan-perusahaan dan masyarakat.5

3 Http://One.Indoskripsi.com/Content/Peranan/Bank/Pada/Masyarakat. 4 Hikmahanto Juana, Analisa Ekonomi Atas Hukum Perbankan, Jurnal Hukum dan Pembangunan. Ed 1-3.

Tahun XXVIII. 1998. Hlm 86 5 Http://Hukumpositif.com/Node/147

Page 9: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

9

Penerapan pelaksanaan pembiayaan dengan akad mudharabah dalam seluruh

kegiatan di perbankan syariah merupakan salah satu cara untuk menciptakan

perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap

perekonomian secara menyeluruh antara pihak bank sendiri dan mudhorib (pemilik

usaha). Implementasi prinsip ini harus menyeluruh, tidak hanya menyangkut masalah

pemberian modal usaha bagi orang yang ingin melakukan usaha tetapi tidak

mempunyai modal.6

Dunia perbankan syari’ah yang melaksanakan pembiayaan dengan transaksi

atau akad Mudharabah memiliki beberapa implementasi diantaranya adalah:7 a. Nasabah yang ingin mengelola usaha, dan tidak mempunyai dana sama sekali,

maka nasabah bisa datang ke bank dan mengajukan permohonannya.

b. Setelah itu bank akan memberikan seluruh modalnya 100% kepada nasabah untuk

mengelola usaha dan bank tidak ikut campur dalam mengelola usahanya tersebut

dan yang mengelola usahanya adalah nasabah.

c. Nasabah melangsungkan pengelolaan usaha.

d. Setelah hasil pengelolaan mendapatkan hasil keuntungan, maka hasil tersebut

dibagi sesuai margin yang disepakati di awal akad.

e. Jika hasil pengelolaan itu mengalami kerugian, maka kerugian tersebut

ditanggung sepenuhnya oleh bank selama tidak ada kecurangan dan kekeliruan

dari pihak nasabah dan bank bebas dalam menghentikan pengelolaan tersebut.

f. Berjalan waktu dan pengelolaan usaha, nasabah harus mengembalikan modal

milik bank sepenuhnya 100%.

6 Http://Penulis.Bloggaul.com/Aspek-Aspek/Hukum/Keuangan/dan/Perbankan 7 Mutawalli, ( Http://Hukumpositif.com )

Page 10: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

10

Pengawasan dan pembinaan terhadap perbankan dilakukan oleh bank sentral.

Sesuai dengan pasal 23 D Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia hanya ada satu

Bank sentral yaitu bank Indonesia.8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang

Bank Indonesia memberikan definisi bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral

Republik Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang independent dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah atau

pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang

tersebut. Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-Undang.9

Sebagai bank sentral, Bank Indonesia harus memberikan pengawasan serta

pembinaan tersebut secara optimal agar bank sebagai sektor penting dalam keuangan

negara dapat berjalan dengan baik dan tidak menyimpang dari aturan-aturan yang

telah ada. Peran Bank Indonesia tidak hanya pada bank umum atau bank

konvensional akan tetapi Bank Indonesia juga harus memberikan pengawasan dan

pembinaan terhadap perbankan syari’ah.

Perbankan syari’ah adalah lembaga perbankan yang kegiatan usahanya

berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah.10 Visi perbankan syariah umumnya adalah

menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang igin melakukan investasi dengan

sistem bagi hasil secara adil sesuai dengan prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan

bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah visi utama

8 Andi Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Ctk. 1. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, Hlm 56.

9 UU No 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Pasal 4.

10 Burhanudin Susanto, Hukum Perbankan Syari’ah di Indonesia, Ctk. 1, UII Press, Jakarta, 2008, Hlm 17.

Page 11: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

11

bank syari’ah.11 Saat ini penyesuaian dan penyempurnaan ketentuan perbankan syari’ah telah memperoleh pijakan yang kuat yaitu dengan telah disahkannya

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah pada tanggal 16

Juli 2008, setelah disahkannya Undang-Undang tersebut maka keberadaan perbankan

syariah di Indonesia sebagai alternatif jasa perbankan bagi masyarakat Indonesia

menjadi semakin diterima dan diakui oleh masyarakat dapat memberikan kontribusi

yag optimal dalam rangka menunjang pembangunan ekonomi nasional.12

Salah satu perbankan syariah di Indonesia yang kegiatan usahanya

berdasarkan prinsip-prinsip syariaah adalah BNI Syariah. Sejarah lahirnya BNI

syariah berawal karena adanya demand (kebutuhan) dari masyarakat terahadap perbankan syariah, selain itu untuk mewujudkan visinya menjadi universal banking.

BNI membuka layanan perbankan yang sesuai denga prinsip syariah dengan konsep

dual banking system, yakni menyediakan layanan perbankan umum dan syariah

sekaligus. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang

memungkinkan bank-bank umum untuk membuka layanan syariah. Pembentukan

Tim Bank Syariah diTahun 1999 mengawali Bank Indonesia mengeluarkan ijin

prinsip dan usaha utuk beroprasinya Unit Usaha Syariah BNI.Setelah itu BNI Syariah

menerapkan strategi pengembangan jaringan cabang syariah dan hingga saat ini telah tersebar di berbagai kota di Indonesia.13

11 Karnaen Perwataatmadja, Gamaladewi, Wirdyaningsih dan Yenny Salma Barlinti, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, Hlm 17.

12 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/17/PBI/2008 Tentang Bank Umum Syari’ah 13 Http://BNIsyari’ah.tripod.com/Profile.Html

Page 12: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

12

Penentuan harga atau untuk mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan

prinsip syariah adalah sebagai berikut:14

1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)

2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)

3. Prinsip jual beli barang denga memperoleh keuntungan (murabahah)

4. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilih (ijarah)

5. atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa

dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina)

Produk pembiayaan bank syariah berdasarkan prinsip bagi hasil mudharabah

merupakan salah satu pembeda antara bank syariah dan bank konvensional.

Pembiayaan mudharabah bertujuan untuk menghindari riba atau bunga yang

umumnya terdapat pada perbankan konvensional.

Muhammad Syafii Antonio15 mengungkapkan tentang konsep bunga dan

keunggulan bank syariah dalam menghindari bunga dengan memberi alternatif

sebuah sistem yang islami yakni prinsip kerjasama dengan model bagi hasil mudharabah. Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Penerapan

prinsip bagi hasil atau mudharabah agar selalu sesuai dengan prinsip syariah haruslah

mendapatkan peran aktif dari Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan. Selain

itu Bank Indonesia sebagai bank sentral harus berperan aktif memberikan pembinaan apabila nantinya timbul penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh

perbankan syariah yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian pada pembiayaan

14 Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Ctk 1, Alpabet, Jakarta, 1999, Hlm 213.

15 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, Hlm. 54.

Page 13: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

13

mudharabah. Peran Bank Indonesia terhadap perbankan syariah adalah untuk

memberikan pengawasan terhadap aspek kesehatan bank agar senantiasa sesuai

dengan prinsip syariah. BNI syariah merupakan salah satu perbankan syariah di

Indonesia yang dalan menjalankan seluruh kegiatannya harus berdasarkan pada

prinsip syariah. Salah satu pembiayaan di BNI Syariah yang sesuuai dengan prinsip

syariah adalah adanya pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah dalam

perbankan syariah lebih dikenal dengan prinsip bagi hasil dan tidak mengenal riba.

Pembiayaan mudharabah agar berjalan sesuai dengan ketetapan yang ada maka perlu

mendapatkan pengawasan dan pembinaan dari Bank Indonesia. Idealitanya Bank Indonesia harus selalu memantau kegiatan perbankan syariah agar sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkannya dengan cara melakukan pengawasan dan pembinaan.

Menurut peraturan Bank Indonesia pengawasan dapat dilaksanakan dengan cara

online sistem yang dilakukan setiap bulannya, dan pengawasan langsung oleh Bank

Indonesia dilakukan sekurang-kurangnya setahun sekali. Realita yang terjadi saat ini,

pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia cabang Yogyakarta terhadap BNI

syariah sudah terlaksana hanya saja pelaksanaannya masih kurang optimal, dimana

hanya sebatas online system yang dilakukan setiap bulan dan pengawasan langsug

kurang dalam pelaksanaanya. Realita inilah yang menjadi permasalahan hukum dan

perlu untuk dibahas lebih lanjut.

Bank dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat melalui pembiayaan

mudharabah idealnya menjalankan prinsip yang telah diatur oleh Bank Indonesia

yang dianggap sebagai Bank Sentral Republik Indonesia agar tetap sehat karena bank

harus melindungi kepentingan dan kehendak nasabah penyimpen. Sementara bank

Page 14: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

14

juga harus melindungi kepentingan usahanya, sehingga bank harus berusaha

semaksimal mungkin agar dapat menarik dana nasabah sebesar-besarnya kemudian

disalurkan dananya kepada masyarakat yang membutuhkan, oleh karena itu bank

yang seharusnya melaksanakan pembiayaan dengan prinsip-prinsip yang telah

ditentukan oleh Bank Indonesia, namun kenyataannya prinsip-prinsip itu belum

sepenuhnya diterapkan oleh bank syariah. Hal ini dimungkinkan karena belum

adanya aturan hukum atau regulasi atau batasan-batasan yang tegas tertentu mengenai

prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Batasan –batasan

mengenai prinsip-prinsip tentang bank syariah yang telah ada tersebut dapat menjadikan nasabah lebih paham apa yang harus dilakukan untuk melakukan

pembayaran dengan cara mudharabah. Tindakan banker maupun nasabah yang

melanggar aturan tersebut dapat diartikan sebagai tindakan melawan hukum, namun

kenyataannya belum ada aturan hukum atau regulasi atau batasan-batasan yang tegas

tentang prinsip ini yang harus diikuti oleh smua pelaku usaha perbankan. Seharusnya

pemerintah atau intansi terkait harus secepatnya membuat kebijakan yang lebih tegas

mengenai aturan-aturan atau batasan-batasan yang harus dilakukan oleh banker

maupun oleh nasabah atau konsumen bank mengenai pembiayaan mudharabah

tersebut. Supaya tidak terjadi kesalah pahaman antara pihak bank dan konsumen

bank yang mengikatkan diri pada bank tersebut. Dengan adanya peraturan-peraturan

atau prinsip-prinsip yang telah jelas dan pasti akan kepastian hukumnya maka akan

mewujudkan bank yang sehat dan dapat menarik ketertarikan nasabah yang akan

melakukan kerjasama usaha. Nasabah juga tidak merasa kawatir jika semua aturan-

aturan atau prinsip-prinsip itu sudah jelas akan kepastian hukumnya.

Page 15: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

15

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dan

memberikan pemahaman terhadap masyarakat tentang penerapan asas mudharabah

yang baik dan benar sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman antara pihak bank

dan masyarakat sendiri.

Pengertian bank di atas dapat dijelaskan secara lebih luas bahwa bank

merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas

perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan uraian latar belakang yang diatas, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah terkait dengan akad mudharabah pada perbankan syariah

di Indonesia yaitu:

1. Bagaimana konsep Hukum Islam tentang mudharabah ?

2. Bagaimanakah konsep barang jaminan pada akad mudharabah?

3. bagaimanakah implementasi akad mudharabah serta jaminannya pada perbankan syariah?

dengan transaksi atau akad mudharabah ?

Page 16: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

16

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis : 1. Konsep mudharabah dalam Hukum Islam.

2. Konsep barang jaminan dalam akad mudharabah menurut Hukum Islam.

3. Implementasi akad mudharabah dan jaminannya pada perbankan syariah.

Page 17: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak dan memberikan pemahaman terhadap masyarakat tentang penerapan

asas mudharabah.16

Pengertian bank diatas dapat dijelaskan secara lebih luas bahwa bank

merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas

perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan.17

Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan

nilai dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan dan berlanjut

sampai sekarang dimana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa

keuangan. Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi

bank diberikan oleh otoriter supervise keuangan dan memberikan hak untuk

melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.18

Kata bank berasal dari bahasa Italia banca atau uang. Biasanya bank

menghasilkan untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman.19

Ibid 19 Ibid 16 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang

Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan 17 Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Bank

Page 18: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

18

Bank Indonesia adalah bank sentral yang ada di Indonesia. Bank sentral

disuatu Negara, pada umumnya adalah instansi yang bertanggungjawab atas

kebijakan moneter di wilayah negara tersebut. Bank setral berusaha untuk menjaga

stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan dan sistem finansial secara keseluruhan.20

Perbankan syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank

Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah, yang mencakup tentang kelembagaan, kegiatan

usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.21

Kehadiran perbankan syari’ah bertujuan untuk menghindari riba. Al-Quran

Allah telah memberikan petunjuk yang jelas:22

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata

(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah

sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum

datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka

kekal di dalamnya”.

20 Http://Id.Wikipedia/Wiki/Bank Central 21 UU RI No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah Pasal 1 (1) 22 Surat Albaqarah 275, Quran Karim dan Terjemahannya, UII Press.

Page 19: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

19

13

Menjawab permasalahan mengenai riba, perbankan syari’ah menawarkan

produk yang tidak mengenal istilah riba akan tetapi adanya suatu pembiayaan yang

berdasarkan pembiayaan dengan akad atau transaksi mudharabah.

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana

pemilik modal (shahibulnmaal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola

(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama

dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari

pengelola. Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam menejemen projek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-

hati dan bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi atas kelalaian dan tujuan

penggunaan modal utuk usaha yang halal. Sedangkan shahibul maal diharapkan untuk

mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan modal laba yang optimal.23

Pelaksaan pembiayaan dengan transaksi atau akad mudharabah agar sesuai

dengan prinsip syari’ah dan tidak menyimpang dari prinsip syari’ah memerlukan

pembinaan dan pengawasan dari Bank Indonesia. Hal ini bertujuan agar kegiatan

usaha suatu perbankan syari’ah sesuai dengan prinsip yang telah ditentukan oleh

Bank Indonesia sebagai bank sentral.

Pengawasan dan pembinaan bank dilakukan oleh Bank Indonesia, hal ini didasarkan pada Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 juncto

23 Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Mudharabah

Page 20: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Fokus penelitian

Fokus penelitian dari penulisan ini adalah mengetahui bagimana konsep

mudharabah berikut dengan jaminan barang dalam pembiayaan mudharabah

ditinjau dari prespektif hukum Islam. Selain itu, bagaimana implementasi akad

mudharabah dalam perbankan syariah juga akan dianalisis dengan proporsional.

3.2. Sumber bahan hukum

1) Sumber hukum primer : bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-hadts, kitab-kitab klasik, fatwa dewan

syari’ah, kitab undang-undang .

2) Bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal dan data elektronik :

a) literatur berupa buku-buku yang memberikan penjelasan mengenai

pembahasan transaksi valuta asing di indonesia dan malaysia.

b) Jurnal, makalah dan hasil seminar yang berhibungan dengan pembahasan

transaksi valuta asing di indonesia dan malaysia.

c) Wawancara dengan nara sumber yang berkompeten.

d) Data-data yang berasal dari internet.

3) Bahan-bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi.

Page 21: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

19

3.3. Cara pengumpulan bahan hukum

1) Studi pustaka, yakni dengan mengkaji berbagai peraturan (fatwa dewan

syariah) atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

2) Studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen yang terkait

dengan permasalahan yang akan diteliti.

3) Wawancara, yakni dengan nara sumber dan praktisi perbankan syariah,

khususnya pada BNI Syariah Yogyakarta.

3.4. Metode pendekatan

Adapun data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu dengan cara mempelajari

pandangan-pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, serta

menggunakan pendekatan historis yaitu menelaah latar belakang lahirnya dan

perkembangan pengaturan mengenai masalah yang diteliti.

3.5. Analisis hasil penelitian

Data yang terkumpul dari studi kepustakawanan, dianalisis dengan metode

kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokan dan

dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat

menjawab perumusan masalah yang ada. Data dihimpun dengan pengamatan yang

seksama, meliputi analisis dokumen dan catatan-catatan. Penelitian kualitatif ini

dengan mempergunakan cara berpikir secara induktif, yaitu pola pikir dan cara

pengambilan kesimpulan yang dimulai dari suatu gejala dan fakta satu persatu,

yang kemudian dapat diambil suatu generalisasi ( ketentuan umum ) sebagai suatu

kesimpulan.

Page 22: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

20

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Tinjauan Umum Mengenai Akad Mudharabah

4.1.1. Pengertian Mudharabah

Latar belakang filosofi pola kemitraan mudharabah adalah bahwa modal

menurut pandangan Islam bukanlah semata-mata hanya dinilai dari jumlah uang

saja, yang sebenarnya masih merupakan modal potensi.25 Uang yang dijadikan modal tersebut memerlukan jasa atau bantuan dari bentuk-bentuk aktifitas

potensial yang lain, seperti keahlian wirausaha yang diperlukan untuk

menjalankan modal tersebut menjadi suatu aktifitas produktif. Gagasan untuk

memperoleh keuntungan sebagaimana mendepositokan uang di bank tidak dapat

dibenarkan menurut islam.26 Uang harus ditempatkan dalam kerangka

penggunaan produktif dan resiko harus diambil untuk mendapatkan keuntungan.

Setiap aktivitas usaha mengandung resiko, maka penentuan keuntungan tidak

boleh dipatok di depan.

25 Jusmaliani dkk, Investasi Syariah, Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2008, hlm. 41 26 Ibid

Page 23: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

21

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.

Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang

memukul kakinya dalam menjalankan usahanya.27

Istilah Fiqh muamalah berpendapat bahwa mudharabah adalah suatu bentuk

perniagaan dimana si pemilik modal (shahibul maal) menyetorkan modalnya

kepada pengusaha yang selanjutnya disebut mudharb untuk diniagakan dengan

keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak,

sedangkan jika ada kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal.28

Menurut Latifa M.Algaoud dan Mervyn K.Lewis, mudharabah dapat

didefinisikan sebagai sebuah perjanjian diantara dua pihak, dimana satu pihak,

pemilik modal (shahib al-mal atau rabb al-mal), mempercayakan sejumlah dana

kepada pihak lain, pengusaha (mudharib), untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha.29

Afzalur Rahman berpendapat bahwa syirkah mudharabah atau qiradh, yaitu

berupa kemitraan terbatas adalah perseroan antara tenaga dan harta, seseorang

(pihak pertama/supplier/pemilik modal/mudharib) memberikan hartanya kepada

pihak lain (pihak kedua/pemakai/pengelola/harib) yang digunakan untuk bisnis,

dengan ketentuan bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh akan dibagi oleh

masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan. Bila terjadi kerugian, maka

27 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank… op cit., hlm. 37 28 Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah, Institute Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, Ctk kedua, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 164 29 Algaoud, M. Latifa dan Mervyn K. Lewi, Perbankan Syari’ah, Prinsip, Praktek dan Prospek, (Terjemahan Burhan Wirasubrata), PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005. hlm. 66

Page 24: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

22

ketentuannya berdasarkan sara’ bahwa kerugian dalam mudharabah dibebankan

kepada harta, tidak dibebankan sedikitpun kepada pengelola yang bekerja.30

Penjelasan terminology mudharabah :

Definisi para Ulama Fiqh mendefinisikan mudharabah atau Qiradh

dengan:31 “Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja

(pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi

milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”.

Definisi Hanafi: mereka secara tekstual menegaskan bahwa syarikat

mudharabah adalah suatu akad (kontrak) dan meraka menjelaskan unsur-unsur

pentingnya yaitu berdirinya syarikat ini atas usaha fisik dari satu pihak dan atas

modal dari pihak yang lain, namun tidak menjelaskan dalam definisi tersebut

cara pembagian keuntungan antara kedua orang yang bersyarikat itu.

Sebagaimana mereka juga tidak menyebutkan syarat yang harus dipenuhi pada

masing-masing pihak yang melakukan kontrak dan syarat yang harus dipenuhi

pada modal.

Definisi Maliki: dalam definisi mereka telah disebutkan berbagai persyaratan

dan batasan yang harus dipenuhi dalam mudharabah dan cara pembagian

keuntungan yaitu dengan jelas dan tertentu sesuai kesepakatan antara kedua

orang yang bersyarikat. Definisi Maliki menyebutkan bahwa mudharabah adalah

pembayaran (penyerahan modal) itu sendiri. Definisi ini telah menetapkan

30 Dewi, Gemala dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 119 31 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Gaya Media Indonesia, Jakarta, hlm. 175-176

Page 25: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

23

wakalah bagi pihak mudharib (amil) sebelum pengelola modal mudharabah dan

mempengaruhi keabsahannya bukannya sebelum akad.

Mudharib menyumbangkan tenaga, waktu, dan mengelola sesuai dengan

syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama mudharabah adalah bahwa jika ada

keuntungan akan dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang

telah disepakati sebelumnya, dan apabila mengalami kerugian maka ditanggung

sendiri oleh pihak investor.32

4.1.2. Dasar Hukum Mudharabah

Bank syariah merupakan bank yang cukup baru atau mulai berkembang di

Indonesia. Bank syariah harus selalu melaksanakan prinsip-prinsipnya syariah

baik dalam hal operasionalnya maupun produk-produk yang dikeluarkannya.

Regulasi atau paying hukum merupakan pedoman yang diperlukan oleh

perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan keuangannya.

Ketentuan-ketentuan dalam Al-Quran yang dapat menjadi rujukan

pelaksanaan mudharabah adalah : a). QS. Al-Muzaamil 73:20 :

yang artinya “Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari

sebagian karunia Allah SWT”. Wajhud-dilalah atau argumandari surat Al-

32 Jaziri, Fiqh III, hal. 34; Saleh, Unlawful Gain, hal. 103; Abd. Al-Qadir, Fiqh al-Mudharabah, hal. 8- 9; Abu Saud, Money, Interest and Qiradh, hlm. 66; El-Asyker, The Islamic Bussines Enterprise, hal. 75, dikutip dari Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari’ah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, hal. 77

Page 26: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

24

Muzaamil 20 tersebut adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar

kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. QS. Al-

Baqarah 11:48 Allah juga berfirman bahwa hendaklah kita melakukan

syafa’at bagi orang lain, yang berarti: “Dan jagalah dirimu dari (azab) hari

(kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain,

walau sedikitpun, dan begitu pula tidak diterima syafa’at33 dan tebusan dari

padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong” (QS. Al-Baqarah 11:48).

b). QS. Al-Jumuah 62:10

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka

bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya

kamu beruntung” (Al-Jumuah:10)

Ayat tersebut menerangkan bahwa manusia dianjurkan untuk selalu berusaha

untuk mencari karunia Allah. Sebagaimana disebutkan dalan firman Allah

sebagai berikut: “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu

dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT. Demikian pula dalam surat (Al- Baqarah:198), yang artinya “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia

(rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari

‘arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu, dan

33 Syafa’at adalah usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharab bagi orang lain. Syafa’at tidak diterima di sisi Allah adalah syafa’at bagi orang kafir

Page 27: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

25

sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”(Al-Baqarah:198).

Berdasarkan pada kedua ayat tersebut diatas keduanya mendorong kaum

muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha, diantaranya dengan tidak

membiarkan modal yang berhenti, melainkan digunakan untuk melakukan

kegiatan usaha. Ayat Al-Quran juga menganjurkan setiap muslimin melakukan

usaha di siang hari dalam mencari karunia Allah dapat kita temukan pada firman

Allah dalam surat (Al-Israa’:12).

Artinya: “Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami

hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu

mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-

tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah kami terangkan denga jelas” (Al-Isaa).

Adapun Al-hadist yang dapat dijadikan rujukan pelaksanaan mudharabah

adalah :

a. Hadist Riwayat Thabrani yang berbunyi:

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta mudharabah, ia

mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak

menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu

dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan

yang ditetapkan itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”

(HR Thabrani dari Ibnu Abbas).

Page 28: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

26

b. Hadist Nabi Riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib yang berbunyi:

“Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak

secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan

jejawut untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual”.(HR.Ibnu Majah

dari Shuhaib).

Ijma akan keabsahan mudharib terlihat dalam Imam Zailani dalam kitabnya

Nasbu ar-Rayah (4/13) telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus

akan legitimasi pengolahan harta anak yatim secara mudharabah. Kesepakatan

para sahabat ini sejalan dengan spirit hadis yang dikutip Abu Ubaid dalam

kitabnya al-Amwal (454):

”Rasulullah SAW, telah berkhotbah di depan kaumnya seraya berkata wahai

para wali yatim, bergegaslah untuk menginvestasikan harta amanah yang ada

ditanganmu janganlah didiamkan sehingga termakan oleh zakat”.

Indikasi dari hadist ini adalah apabila menginvestasikan harta anak yatim

secara mudharabah sudah dianjurkan apalagi mudharabah dalam harta sendiri. Adapun pengertian zakat di sini seandainya harta tersebut diinvestasikan, maka

zakatnya akan diambil dari return on investment (keuntungan) bukan dari modal.

Dengan demikian harta amanah tersebut akan senantiasa berkembang bukan berkurang.

Page 29: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

27

4.1.3. Rukun dan Syarat Mudharabah

Mudharabah sebagai sebuah kegiatan kerjasama ekonomi antara dua pihak

mempunyai beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka mengikat

jalinan kerjasama tersebut dalam kerangka hukum. Adapun unsur rukun dan

syarat perjanjian mudharabah tersebut adalah:34

a. Ijab dan qabul

Pernyataan kehendak yang berupa ijab dan qabul antara kedua pihak

memiliki syarat-syarat yaitu :

1) Ijab dan qabul itu harus jelas menunjukan maksud untuk melakukan

kegiatan mudharabah, dapat menggunakan kata mudharabah, qiradh,

muqarabah, muamalah, atau semua kata yang semakna dengannya. Bisa

pula tidak menyebutkan kata mudharabah dan kata-kata sepadan

lainnya, jika maksud dari penawaran tersebut sudah dapat dipahami.

2) Ijab dan qabul harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama harus

diterima dan disetujui oleh pihak kedua. Sebagai ungkapan kesediaan

tersebut bias diungkapkan dengan kata-kata atau gerakan tubuh (isyrat)

lain yang menunjukkan kesediaan. Misalnya “ya, saya terima”, atau

“saya setuju” atau dengan isyarat-isyarat setuju yang lain seperti

menganggukkan kepala, diam, atau senyum. Peristiwa ini harus terjadi

dalam satu majelis akad agar tidak terjadi kesalahpahaman.

34 Muhammad, Konstruksi Mudharab dalam Bisnis Syari’ah, ctk pertama, Pusat Studi Ekonomi Islam STIS Yogyakarta, Yogyakarta, 2003, hlm. 59-66

Page 30: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

28

3) Ijab dan qabul harus sesuai dengan maksud pihak pertama dan sesuai

dengan keinginan pihak kedua. Secara lebih luas ijab dan qabul tidak

saja terjadi dalam soal kesediaan dau pihak untuk menjadi pemodal dan

pengusaha tetapi juga kesediaan untuk menerima kesepakatan-

kesepakatan lain yang muncul lebih terinci. Ijab (penawaran) tidak

selalu diungkapkan oleh pihak pertama begitu juga sebaliknya.

Keduanya harus saling menyetujui, artinya jika pihak pertama

melakukan ijab (penawaran) maka pihak kedua melakukan qabul

(penerimaan), begitu juga sebaliknya. Ketika kesepakatan-kesepakatan

itu disetujui maka terjadilah hukum.

b. Adanya dua pihak (pihak penyedia dana dan pengussaha)

Pihak penyadia dana dan pengusaha dikenal dengan istilah Shahib al-

Mal/Shahibul Maal dan Mudharib.

Syarat-syarat para pihak antara lain:

1) Cakap bertindak hukum secara syar’I, artinya shahibul maal memiliki

kapasitas untuk menjadi pemodal dan mudharib memiliki kapasitas

menjadi pengelola. Jadi, mudharabah yang disepakati oleh shahibul

maal yang memepunyai penyakit gila temporer tidaklah sah, namun jika

dikuasakan kepada orang lain maka sah. Bagi mudharib, asalkan ia

memahami maksud kontrak saja sudah cukup sah mudharabahnya.

2) Memiliki wilayah al-tawkil wa al-wakilah (memiliki kewenangan

mewakilkan/memberi kuasa dan menerima pemberian kuasa), karena

Page 31: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

29

penyerahan modal oleh pihak pemberi modal kepada pihak pengelola

modal merupakan suatu bentuk pemberian kuasa untuk mengolah

pemberian tersebut.

c. Adanya modal

Modal-modal yang disyaratkan sebagai berikut :

1) Modal harus jelas jumlah dan jenisnya dan diketahui oleh kedua belah

pihak pada waktu dibuatnya akad mudharabah sehingga tidak

menimbulkan sengketa dalam pembagian laba karena ketidakjelasan

jumlah. Kepastian dan kejelasan laba itu penting dalam kontrak ini.

2) Harus berupa uang (bukan barang) mengenai modal harus berupa uang

dan tidak boleh barang adalah pendapat mayoritas para ulama. Mereka

beralasan mudharabah dengan barang itu dapat menimbulkan

kesamaran. Alasannya karena barang tersebut umumnya bersifat

fluktuatif, sedangkan jika barang tersebut bersifat tidak flukuatif seperti

emas dan perak, mereka berbeda pendapat.

3) Uang bersifat tunai (tidak hutang). Mengenai keharusan uang dalam

bentuk tunai (tdak hutang) bentuknya adalah misalnya shahib maal

memiliki piutang kepada seseorang tertentu. Piutang tersebut kemudian

dijadikan modal mudharabah bersama si berhutang. Ini tidak dibenarkan

karena piutang itu sebelum diterimakan oleh siberhutang kepada

siberhutang masih merupakan milik siberhutang. Jadi apabila ia

menjalankan dalam suatu usaha berarti ia menjalankan dananya sendiri

Page 32: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

30

bukan dana siberhutang. Selain itu hal ini bias membuka pintu kea rah

perbuatan riba, yaitu memberi tanggungan kepada siberhutang yang

belum mampu membayar hutangnya dengan kompensasi siberhutang

mendapatkan imbalan tertentu.

d. Adanya usaha (al-mal)

Sebagian ulama khususnya Syafi’i dan Maliki mensyaratkan bahwa usaha itu

hanya berupa usaha dagang (commercial). Mereka menolak usaha yang

berjenis kegiatan industri (manufacture) dengan anggapan bahwa kegiatan

industri itu termasuk kontrak persewaan (ijarah) yang mana semua kerugian

dan keuntungan ditanggung oleh pemilik modal (investor). Sementara para

pegawai digaji secara tetap. Tetapi Abu Hanifah membolehkan usaha apa

saja selain berdagang, termasuk kegiatan kerajinan atau industri. Seseorang

dapat memberikan modalnya kepada pekerja yang akan digunakannya untuk

membeli bahan mentah yang kemudian dibuat produk dan kemudian dijual.

Keuntungan ini dapat dibagi dua antara keduanya. Contoh tersebut memang tidak termasuk jenis perdagangan murni, di mana seseorang hanya terlibat

dalam pembelian dan penjualan. Tetapi hal tersebut dapatdibenarkan sebab

persekutuan antara modal dan tenaga menjadi kegiatan ini. Bahkan

mengenai keuntungan kadang-kadang lebih dapat dipastikan sehingga bagi

hasilkan selalu dapat diwujudkan.

Apabila ditarik lebih jauh ke era modern ini, maka perdagangan

menjadi meluas. Semua kerja ekonomi yang mengandung kegiatan membuat

Page 33: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

31

atau membeli produk atau jasa kemudian menjualkannya atau menjadikan

produk atau jasa tersebut menjadi sebuah keuntungan merupakan arti dari

perdagangan. Jadi sesungguhnya dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jenis

usaha yang diperbolehkan adalah semua jenis usaha. Tentu saja tidak hanya

menguntungkan tetapi juga harus sesuai dengan ketentuan syariah sehingga

merupakan usaha yang halal.

Dalam menjalankan usaha ini shahibul maal tidak boleh ikut campur

dalam teknis oprasional dan menejemen usaha dan tidak boleh membatasi usaha mudharib sedemikian rupa sehingga mengakibatkan upaya

memperoleh keuntungan maksimal tidak tercapai.

e. Adanya keuntungan

Mengenai keuntungan disyaratkan :

1) Keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan prosentase dari jumlah

modal yang diinvestasikan, melainkan hanya keuntunganny saja setelah

dipotong besarnya modal. Peritungan harus dilakukan secara cermat.

Setiap keadakan yang membuat ketidakjelasan perhitungan akan

membawa kepada suatu kontrak yang tidak sah.

2) Keuntungan untuk masing-masing pihak tidak ditentukan dalam jumlah

nominal, misalnya satu juta, dua juta dan seterusnya. Karena jika

ditentukan dengan nilai nominal berarti shahibul maal telah mematok

untuk perolehan keuntungan tertentu dari sebuah usaha yang belum jelas

untung ruginya, ini akan membawa pada perbuatan riba.

Page 34: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

32

3) Nisbah pembagian ditentukan dengan prosentase minimal 60:40 % atau

50:50 % dan seterusnya. Penentuan prosentase tidak harus terikat pada

bilangan tertentu. Artinya, jika nisbah bagi hasil tidak ditentukan pada

saat akad, maka masing-masing pihak memahami bahwa keuntungan itu

akan dibagi secara sama, karena aturan umum dalam perhitungan ini

adalah kesamaan. Namun tindakan berupa penyebutan nisbah bagi hasil

pada awal kontrak adalah lebih baik untuk menghindari munculnya

kesalahpahaman.

4) Keuntungan harus menjadi hak bersama sehingga tidak boleh

diperjanjikan bahwa seluruh keuntungan untuk salah satu pihak. Pada

dasarnya mudharabah memang membagi keuntungan berdasarkan

kesamaan. Namun jika seseorang mudharib mensyaratkan seluruh

keuntungan untuk dirinya para fuqaha berbeda pendapat. Imam Malik

membolehkannya, karena cara itu merupakan kebaikan atau

kesukarelaan shahibul maal. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Imam

Syafi’i, Imam Syafi’i melarangnya. Imam Syafi’i menganggap cara

seperti itu sebagai suatu kesamaan, karena jika terjadi kerugian shahibul

maal pun telah menanggung modalnya. Jadi menurut Imam Syfi’i beban

resiko yang ditanggung shahibul maal itu telah berat dan tidak boleh

ditambahi lagi. Sedangkan menurut Abu Hanifah, dalam kaitannya

dengan hal tersebut berpendapat bahwa hal itu tidak termasuk kategori

mudharabah melainkan qard (pinjaman). Artinya pelimpahan seluruh

pinjaman, maka dari itu jika terjadi kejadian yang sebaliknya (kerugian)

maka seluruh kerugian ditanggung oleh mudharib.

Secara singkat rukun dari mudharabah adalah:

Page 35: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

33

a. Shahibul maal adalah yang mempunyai modal

b. Mudharib adalah yang menjalankan usaha

c. Amal adalah pekerjaan atau usahanya

d. Maal adalah modal

e. shighot, perintah atau usaha dari yang menyuruh berusaha

f. Hasil (bagi hasil/keuntungan)

4.1.4. Jenis Mudharabah

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis:35

a. Mudharabah Muthlaqah

Transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul

maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dibatasi oleh spesifikasi

jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Pembahasan fiqih ulama Salafus Saleh

sering kali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu)

dan shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.

b. Mudharabah Muqayyada

Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted

mudharabah/ specified mudharabah adalah kebaikan dari mudharabah

muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan betas an jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan

kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha. ________________

35 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank…. op cit., hlm. 97

Page 36: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

34

4.1.5. Mudharabah sebagai Produk Pembiayaan Perbankan Syariah

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi lain penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada :36

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksud untuk tujuan khusus,

seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya.

b. Deposito special (special investment), di mana dana yang dititipkan nasabah

khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:

a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa

b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana

khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah

ditetapkan oleh shahibul maal.

4.1.6. Manfaat dan Resiko Mudharabah

Manfaat Mudharabah antara lain :

a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha

nasabah meningkat.

b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan

secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapat/ hasil usaha bank sehingga

bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cashflaw/arus kas usaha

nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

36 Ibid

Page 37: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

35

d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-

benar halal dan menguntungkan, karena keuntungan yang konkrit dan benar-

benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan bunga tetap, di mana

bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap

berapapun keuntungannya yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan

terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan resiko yang terdapat dalam mudharabah terutama dalam penerapan

pembiayaannya dapat dikatakan relatif tinggi, antara lain:

a. Side Streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan tidak sesuai

dengan yang disebut dalam kontrak

b. Lalai dan kesalahan yang disengaja

c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah. Hal ini erat kaitannya dengan

kejujuran nasabah.

4.1.7. Berakhirnya Akad Mudharabah

Lamanya kerjasama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas, tetapi

semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerjasama dengan

memberitahukan pihak lain. Akad mudharabah dapat berakhir karena hal sebagai berikut:37

37 Safira, Akuntansi untuk Produk Pembiayaan Mudharabah, Modul 14 Akuntansi Syari’ah, Universitas Mercu Buana

Page 38: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

36

a. dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir

pada waktu yang telah ditentukan;

b. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri;

c. Salah satu pihak meninggal dunia atau ilang akal;

d. Modal sudah tidak ada;

e. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk

mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang

mengemban amanah ia harus ber’tikad baik dan hati-hati;

Kontrak mudharabah dapat dilakukan untuk satu periode tertentu. Menurut

fiqh pengikut Hanafi, Hambali dan Syafi’i, berakhirnya periode ini berarati

otomatis kontrak tersebut berubah tanpa adanya keputusan baru yang diambil,38

akan tetapi munurut para ahli fiqh pengikut Maliki, spesifikasi suatu periode

waktu dapat membatalkan perjanjian tersebut. Pertanyaan yang sering muncul

berkaitan dengan hal ini adalah apakah seorang mitra uasaha dapat mengakhiri

satu kontrak yang waktunya telah ditentukan sebelum habis masanya. Semua ahli fiqih sependapat bahwa hal tersebut tergantung pada hal untuk mengakhiri, dan

hal ini tidak akan menghapuskan hak setiap pihak untuk mengakhiri kontrak.

Mendukung prinsip hak untuk mengakhiri kontrak yang telah dikemukakan

di atas, semua ahli fiqh setuju bahwa meskipun kontrak-kontrak itu waktunya

telah ditentukan, setiap pihak mempunyai hak untuk mengakhiri kontrak kapan

38 Nejatullah Siddiqi, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1996, hlm. 99

Page 39: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

37

saja. Berdasarkan kutipan dari ahli-ahli fiqh pengikut Hambali dan Maliki yang

telah disebutkan di atas, hal tersebut juga jelas bahwa jika semua pihak mengikat

diri mereka untuk tidak mengakhiri kontrak sebelum waktu yang ditentukan,

maka kontrak itu dianggap tidak sah.

Suatu kontrak mudharabah berakhir disebabkan oleh kematian seseorang

yang pernah menjadi bagian dalam kontrak tersebut. Kontrak tersebut dapat

dilanjutkan apabila terdapat lebih dari 2 mitra usaha dengan persetujuan dari

orang-orang yang masih ada.

Semua mahzab hukum setuju terhadap prinsip ini sebagaimana yang

dijelaskan pada kutipan-kutipan di bawah ini:

Ali al Khafiif menyebutkan:39

“Ketika seorang mitra meninggal dunia, maka pengembangan sahamnya

dalam kemitraan usaha dan kontraknya menjadi berakhir, dengan demikian

bagian tersebut diserahkan kepada ahli warisnya, dan kontrak yang telah

dilakukan dengan almarhum menjadi terhapus”

Pengikut Hambali mengatakan :40

“Apabila salah seorang dari kedua mitra usaha tersebut meninggal seorang

ahli waris yang berkompeten mempunyai hak untuk melanjutkan kontrak dan

39 Nejatullah Siddiqi, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakart, 1996, Hlm. 99. 40 Ibid

Page 40: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

55

mitra usahanya akan mengijinkan untuk dilaksanakan transaksi-transaksi yang

dilakukan kemudian, serta adanya hak untuk membagi asset”.

Kedua pendapat tersebut dapat menjadi alasan penguat bahwa berakhirnya

kontrak akad mudharabah karena kematian dapat diwariskan kepada ahli waris

yang berkompeten untuk melaksanakan akad mudharabah yang sedang berlangsung.

4.2. Barang Jaminan Dalam Akad Mudharabah

4.2.1. Tradisi Tata Cara berhutang di zaman Jahiliyah

Adanya terminologi tentang “riba jahiliyah” menunjukkan bahwa pada masa pra-Islam tradisi

berhutang sudah ada. Bahkan, model hutang-piutang yang dilakukan juga menunjukkan cara yang khas, ialah

selalu berorientasi pada mencari keuntungan dengan cara menghutangkan atau meminjamkan uang kepada

orang lain. Mengapa dapat disimpulkan demikian?. Hal ini dikarenakan bahwa keberadaan hukum akan

sesuatu perkara sebenarnya terkait erat dengan praktik kehidupan yang ada. Maka ketika Islam melakukan

pengecaman terhadap riba pada masa jahiliyah, hal itu menunjukkan adanya kebiasaan buruk yang terjadi

dan menjadi sebuah fenomena yang biasa.

Dalam al-Qur’an, kecaman terhadap riba tersebut sangat jelas, antara lain pada QS. Ai Imran yang

artinya: “wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan

bertawakkallah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”1

Diriwayatkan oleh Faryabi yang bersumber dari Atta’, bahwa di zaman jahiliah Tsaqif berhutang

kepada Bani Nadhir. Ketika waktu tiba waktu membayar, Tasqif berkata, “kami bayar bunganya dan

undurkan waktu pembayarannya.2

1 Al-Qur’an, Surat Ali Imran: 130

Page 41: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

56

Dari Ibnu Zaid, ayahnya mengutarakan bahwa riba yang terjadi pada masa jahiliah, atau sebelum datangnya

Islam adalah dalam pelipatgandaan dan umur hewan. Apabila seseorang yang memberikan pinjaman materi

atau uang (kreditur) mendatangi untuk menagih sementara orang yang meminjam (debitur) belum bisa

membayarnya, berkatalah kreditur kepadanya “bayarlah atau kamu tambah untukku” dan apabila peminjam

tidak mampu maka yang harus dikembalikan akan lebih berlipat di masa selanjutnya, begitu seterusnya setiap

masa sampai peminjam mampu untuk membayar.3 Dan inilah yang menjadikan riba jahiliyah itu disebut

dengan riba ganda berganda.

Ringkasnya, pada masa pra-Islam, hutang piutang yang dipraktikkan adalah cara hutang-piutang

yang eksploitatif, dimana penambahan jumlah uang harus diberikan pada saat pengembalian uang hutang.

Dan ini lah yang dimaksudkan dengan riba jahiliyah.

4.2.2. Keberadaan jaminan dalam hutang masa Jahiliyah

Penerapan jaminan atas hutang adalah praktek yang sudah terjadi di masa Pra-Islam. Dan terkait hal

ini, Islam tidak berkeberatan untuk menerimanya. Utang dengan jaminan ini pernah dilakukan oleh Nabi

Muhammad Rasulullah saw. Anas ra. memberitahukan,"Rasulullah saw telah menjaminkan baju besi beliau

kepada seorang Yahudi di Madinah, sewaktu beliau utang sya’ir (gandum) dari seorang Yahudi untuk

keluarga beliau." (HR.Ahmad, Bukhori, Nasai, dan Ibnu Majah).

Dalam perkembangannya, jaminan seperti ini disebut dengan rahn. Rahn ini juga dapat

diterjemahkan sebagai gadai. Namun sebenarnya, substansi gadai juga sama dengan jaminan atas hutang.

Menurut bahasa gadai (al-rahn) berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Ada pula yang

menjelaskan bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat. 4

2 Mardani , ayat-ayat dan hadits ekonomi syariah, jakarta utara pt raja grafindo persada,2011 hlm 19 3 M qurais shihab, membumikan al-qur’an.mizan media utama, bandung, 2009 Hlm 410-411 4 Lihat Kifayat al-Akhyar hlm.261, lihat pula Idris Ahtllad, Fiqh al-Syafi’iyah. hlm. 59.

Page 42: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

57

Dalam terminologi yang berkembang, ada berbagai pemaknaan terhadap jaminan atau rahn ini. Hal ini

wajar, karena pensyaratan adanya barang untuk menjamin sebuah utang memang dapat dilihat dari dua sudut

pandang tersebut, jaminan atau gadai. Menurut berbagai sumber, yang dimaksud dengan rahn adalah :

1) Akad yang obyeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan

sempurna darinya. 5

2) Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara’ sebagai jaminan atas hutang selama ada

dua kemungkinan untuk mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian benda itu.6

3) Gadai adalah akad pinjaman meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.7

4) Menjadikan harta sebagai jaminan hutang.8

5) Menjadikan zat suatu benda sebagai jaminan hutang.9

6) Gadai adalah menjadikan harta benda sebagai jaminan atas hutang.10

7) Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat kepercayaan dalam hutang

piutang.11

8) Gadai adalah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang,

dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian hutang dapat diterima.12

5 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm. 86-87. 6 Sayyid Sabiq dalam Fiqh Al-Sunnah, hlm.187. 7 Lihat Masyfuk Zuhdi dalam Masail F’iqhiyah, CV.Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hlm.153. 8 Abi Bakr Ibn Muhammad Taqiy al-Din, dalam Kifayah al-Ahyar, Alma’arif Bandung, tth., hlm 263. 9 Lihat Muhammad Khatib al-Syarbini, dalam kitab al-iqna fi Hal al-Alfazh Ahi Syuja’, Dar al-Ihya al-Kutub al-Arabiyah

Indonesia, ttp., tth., hlm.23. 10 Idris Ahmad dalam Fiqh Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, th.1986, hlm.58. 11 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, 1985, hlm.295. 12 Ahmad Azhar Basyir, Riba, Utang-Piutang dan Gadai,Alma’arif, Bandung, 1983, hlm.50.

Page 43: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

58

4.2.3. Dasar Hukum Rahn

Jika dicermati dalam al-Qur’an, sebagai referensi atau landasan hukum pinjam-meninjam dengan

jaminan (borg) adalah firman Allah SWT sebagai berikut : “Apabila kamu dalam perjalanan dan tidak

ada orang yang menuliskan utang, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang.”13

Dalam praktik kehidupan Nabi saw, juga dijumnpai bahwa Nabi juga memberikan barang jaminan ketika

melakukan hutang-piutang. Diriwayatkan oleh Ahmad Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a., ia

berkata: “Rasulullah Saw. menjaminkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau

mengutangkan gandung dari seorang Yahudi.”14

4.2.4. Rukun Mudharabah

Di kalangan para ulama, rukun akad mudharabah relatif sama. Namun, pendapat Imam Hanafi

merupakan salah satu pendapat yang cukup banyak dirujuk. Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah

adalah ijab dan qabul, dengan menggunakan kata-kata ungkapan atau lafadh yang menunjukan kepada

arti mudharabah. Lafadh yang digunakan untuk ijab adalah lafal mudharabah, maqaradhah, dan

muamalah, serta lafal-lafal lain yang artinya sama dengan lafal-lafal tersebut. Sebagai contoh , pemilik

modal mengatakan : Ambillah modal ini dengan mudharabah, dengan ketentuan keuntungan yang

diperoleh dibagi di antara kita berdua dengan nisbah setengah, seperempat, atau sepertiga.”15

13 QS. Al-Baqarah, 283. Pemaknaan bahwa ayat tersebut sebagai landasan utama dalam masalah ini ada dalam beberapa

sumber, antara lain, Rahmad Syafei, Fiqh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hlm.165, Lihat juga dalam Fiqh

Muamalah, Hendi Suhendi, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm 107. 14 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Amzah, Jakarta, 2010, hlm.288, Lihat juga dalam Fiqh Muamalah, Hendi

Suhendi, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm 107, lihat juga dalam Rahmad Syafei, Fiqh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung,

2006, hlm.161. 15 ‘Alaudin Al-Kasani, Badai Ash-Shanai’ fi Tartib Asy Syarai’, Juz 6, Dar Al-Fikr, Beirut, cet.I, 1996, hlm.121.

Page 44: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

59

Adapun lafadh qabul yang digunakan oleh amil mudharib(pengelola) adalah lafal: saya ambil, atau saya

terima, atau saya setujui dan semacamnya.16 Apabila ijab dan qabul telah terpenuhi maka akad

mudharabah telah dapat dinyatakan sebagai akad yang sah.

Sehingga, menurut jumhur ulama atau mayoritas ulama, rukum mudharabah ada tida, yaitu :

a. Aqid, yaitu pemilik modal dan pengelola (amil / mudharib),

b. Ma’qud ‘alaih, yaitu modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan, dan

c. Shighat, yaitu ijab dan qabul.

Lain lagi menurut madzhab Syafi’i. Para ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa rukun mudharabah ada

lima yaitu :

a. Modal,

b. Tenaga (pekerjaan),

c. Keuntungan,

d. Shighat, dan

e. Aqidain.17

Terlepas dari perbedaan keduanya, namun dalam masalah yang pokok, kedua pendapat tadi tetap menguskan

keberadaan orang yang berakad, obyek yang diperjanjikan, serta lafadh yang menyatakan perjanjiannya.

4.2.5. Jaminan (Dhaman)

Di samping terminologi rahn yang tercantum di atas, hukum Islam atau muamalah juga dikenal

istilah dhaman. Dhaman, ialah jaminan atas beban seseorang yang menjadi kewajibannya / bebannya.

Lantas, di manakah perbedaan antara keduanya?. Letak perbedaannya adalah bahwa jika rahn itu adalah titik

beratnya pada barang, sedangkan dhaman titik beratnya pada orang yang menjamin.

16 Ibid, Juz 6. 17 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, Juz 4, Dar Al-Fikr, Dmaskus, cet.III, 1989, hlm.180.

Page 45: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

60

Dhaman atau jaminan itu mengenai jaminan urusan yang menyangkut pribadi seseorang, seperti

makanannya, pakaiannya, dan biaya keluarganya atau yang menyangkut kepada orang lain, seperti : jaminan

untuk membayar utang seseorang atau sebagainya, atau jaminan untuk menyampaikan tugas seseorang

seperti menyampaikan amanat orang lain kepadanya yang harus disampaikan kepada seseorang lagi. Hukum

asaln dari penerapan jaminan ini adalah sunnat. Jika demikian, tidak menjadi keharusan adanya jaminan,

namun jaminan ini menjadi suatu pilihan atau prioritas.

Di antara pernyataan Nabi yang menjadi rujukan dalam hal ini adalah pernyataan beliau yang

artinya: “Barang siapa yang mati meninggalkan utang, akulah yang membayarnya.” Di samping itu, dalam

sebuah kesempatan, Nabi saw. telah dihadapkan kepada seorang mayit untuk dishalatkan, lalu beliau

berkata : “apakah dia mempunyai utang? “ jawab sahabat : “iya, dua dinar.” Berpalinglah Nabi dari mayit

itu.” Lalu kemudian Abu Qitadah berkata : “saya tanggung utangnya.” Sabda Nabi saw. : “penuhilah

kewajiban orang yang berhutang, supaya bebas mayit itu dari utangnya.”

Jika dilihat dari berbagi sumber yang ada, elemen yang harus ada atau yang disebut dengan rukun

dhaman ada lima perkara, ialah :

1) Ada orang yang menjaminnya

2) Ada orang yang dijaminnya

3) Ada utang atau beban yang akan ditanggungnya

4) Ada barang untuk menjaminnya

5) Ada ijab qabul atau ikrar saja dari yang menjamin

Sedangkan yang menjadi objek dhaman terbagi dua :

1) Beban seperti utang atau biaya yang sudah positif

2) Beban yang belum positif, seperti menjamin dengan uang untuk membeli sesuatu

Namun, ada hal yang harus diingat terkait hal ini, bahwasanya dhaman tidak dapat diberlakukan untuk

semua perkara. Dhaman hanya diperbolehkan bagi persoalan yang bertalian dengan urusan manusia ialah

Page 46: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

61

masalah muamalah, dhaman tidak diperbolehkan dalam urusan ibadah. Bahkan lebih dari itu dhaman juga

tidak diperkenankan untuk masalah jinayat atau terkait dengan hukuman pidana. Misalnya saja seseorang

menggantikan untuk menjalani hukuman pidana bagi orang lain. Untuk masalah ini, terdapat pernyataan

Nabi yang dengan tegas melarangnya. Nabi Muhammad bersabda: “Tiada tanggungan bagi hukuman.”

(Riwayat Baehaqie)18

Hal lain yang penting untuk dipertimbangkan dalam masalah jaminan ini adalah harus adanya

kesepakatan bersama dalam pemberlakukan jaminan atau tanggungan. Tanggungan menjadi penting ketika

shahib al-maal khawatir akan munculnya penyelewengan dari mudharib. Namun pertanyaan yang perlu

diajukan adalah apakah dalam suatu kerjasama yang saling membutuhkan jaminan menjadi suatu yang

urgen?. Sekilah memang antara kepentingan bersama dan sikap saling percaya ini memang semstinya paralel.

Namun, tingkat kejujuran setiap orang dari yang menjalin kesepakatan tersebut tidaklah sama.

Jika dilihat masalah kerugian yang akan muncul dari kesepakatan usaha bersama tersebut pun dapat

dikaitkan dengan pertanyaan apakah setiap kerugian itu berarti penyelewengan?. Para ulama berbeda

pendapat mengenai keharusan adanya tanggungan dalam mudharabah ini. Para fuqaha pada dasarnya tidak

setuju dengan adanya tanggungan ini. Alasannya mudharabah merupakan kerjasama saling menanggung,

satu pihak menanggung modal dan pihak lain menanggung kerja, dan mereka akan mempercayai serta jika

terjadi kerugian semua pihak merasakan kerugian tersebut. Atas dasar inilah maka terdapat pendapat yang

kuat bahwa jaminan harus ditiadakan.19 Namun jaminan menjadi perlu ketika modal yang rusak melampaui

batas.20 Tetapi bagaimana batasan suatu dianggap melampaui batas, para ulama pun berbeda pendapat.

Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i, jika shahib al-maal bersikeras terhadap adanya jaminan dari Shahib

al-maal dan menetapkannya sebagai bagian dari kontrak, maka kontrak menjadi tidak sah.21

18 Moh. Anwar, Fiqh Islam (Muamalah, Munakahat, Faroid, & Jinayah), PT. Alma’arif, 1988, hlm.67-69. 19 Ibnu Qudamah, Al-Mughni ala al-Syarh al-Kabir, vol.V, (Mesir: al-Manar, 1347 H, p.68. 20 Ibnu rusyd, Bidayah al-Mujtahid, vol.I,p. 178. 21 Ibid 179.

Page 47: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

62

4.2.6. Jaminan menurut ahli hukum islam

Dalam hal kemestian adanya jaminan dalam mudharabah, memang menarik untuk dilihat dalam

prakteknya hari ini. Meskipun sebagaimna disebutkan di atas, para ulama klasik tidak membolehkan adanya

jaminan dalam mudharabah, namun dalam perkembangannya hari ini sangat berbeda. Pendapat ulama

kontemporer membolehkan adanya jaminan , akan tetapi pembahasannya belum sampai pada faktor-faktor

yang dijadikan alasan pada pembolehan adanya jaminan pada akad mudharabah22.

Dalam hal ini, Makhalul Ilmi menjelaskan hubungan antara pemilik modal dan penglola modal yang

didasarkan pada akad mudharabah akan tetapi pembahasanya belum sampai kepada faktor yang

mempengarui adanya jaminan dalam pembiayaan mudhorobah.23

Salah seorang ulama terkemuka, Ibnu Rusyd, menjelaskan permasalahan-permasalahan dalam akad

mudharabah menurut imam madzhab salah satunya mengenai adanya tanggungan pada mudharib. Di mana,

tanggungan ini tidak diperbolehkan menurut imam Syafi’i dan Imam Maliki. Meski demikian dalam

permasalahan tersebut, beliau tidak menjelaskan adanya alasan yang melarang adanya jaminan pada akad

mudharabah.24

Demikian halnya dalam pandangan Sayyid Sabiq. Dalam karyanya, Sayyid Sabiq menjelaskan

konsep mudharabah dengan penekanan pada masalah “amanah.” Sehingga dalam masalah ini, sohib al mal

tidak boleh meminta jaminan, akan tetapi hanya kepercayaan mudharib.25 Namun, sekali lagi,

pembahasanya belum menyentuh pada aspek larangan hukum jaminan menurut para imam madzhab

sehingga tidak dapat ditemukan alasan larangan penyertaan jaminan pada akad mudharabah.

22 Abdullah saeed, bank islam dan bunga (studi kritis dalam interpetasi kontemporer tentang riba dan bunga ) alih bahasa

muhammad ufuqul mubin cet ke-2 yogyakarta ,pustaka pelajar, 2004, hlm. 97 23 Makhalul ilmi, teori dan praktek lembaga mikro syariah ,cet ke1, yogyakarta, uii pres. 2002, hlm 32 24 Ibn rusyd dalam bidayah al mujtahid wa nihayah al muqtasid .hlm 179 25 As sayid sabiq, fiqh as sunnah (libanon , dar-al kitab al-arabiyyah .t.t ),III hlm 144

Page 48: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

63

Persoalan jaminan dalam mudharabah tidak ada dalil yang menunjukkan pembolehan atau pelarangan dalam

syara’ namun hukum muamalah memiliki prinsip-prinsip sebagai acuan hukum yakni sebagai berikut :26

1) Pada dasar nya hukum muamalah adalah mubah , kecuali yang ditentukan lain oleh alqur’an dan

sunah rosul

2) Muamalah dilakukan atas dasar sukarela tanpa ada unsur pemaksaan

3) Muamalah dilakukan atas dasar mendatangkan manfaat dan menghindarkan madharat dalam hidup

masyarakat

4) Muamalah harus didasarkan unsur-unsur keadilan menghindari unsur-unsur penganiayaaan, unsur-

unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.

Ulama fiqih seperti Imam Malik dan Imam Syafii merespon hukum jaminan pada akad mudharabah

dengan menggunakan metode ijtihadnya. Yang hal tersebut tentunya dilakukan dengan tidak terlepas dari

konteks sosial masyarakat pada waktu itu sehingga beliau mengatakan bahwa hukum jaminan dalam akad

mudharabah itu tidak diperbolehkan atau dilarang dikarenakan hal itu akan menjadikan tidak sahnya akad

yang dibuat.27

Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya membolehkan adanya jaminan pada dalam akad mudharabah

hanya saja syaratnya batal.28 Pendapat ini agak unik, karena membolehkan tetapi menyatakan bahwa

penetapan syarat jaminan itu adalah syarat yang batal.

Jika dianalisis secara seksama, maka akan dapat ditarik suatu benang merah bahwa pendapat para imam

madzhab diatas mempunyai perbedaan dengan pendapat Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai sebuah

lembaga fatwa, atau bahkan lebih dari itu merupakan satu-satunya lemba yang fatwanya menjadi rujukan

26 Ahmad azhar basyir , asas asas hukum islam , yogyakarta ,uii, 1993 hlm 15-16 27 Ibn rusyd dalam bidayah al mujtahid wa nihayah al muqtasid ,II, hlm 179

28 ibid

Page 49: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

64

bagi transaksi perbankan syariah. Hal tersebut nampak dalam fatwa DSN no 7/DSN-MUI/IV/2000 yang

menjelaskan bahwa pada “prinsipnya pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib

tidak melakukan penyimpangan, bank dapat meminya jaminan ini hanya dapat di cairkan jika mudharib

terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati.”29

Sama halnya dengan munculnya berbagai pendapat di atas yang tidak dapat dilepaskan dari konteks yang

melatarbelakanginya, maka fatwa DSN tersebut sebenarnya juga memiliki konteks sosial dan ekonomi juga.

Sehingga, memang kondisi masyarakat yang berbeda dengan masa lalu, di mana tngkat kejujuran dan

kepercayaannya juga berbeda, termasuk dalam memegang dan menunaikan sebuah amanah juga telah

mengalami banyak pergeseran.

4.2.7. Jaminan dalam hukum perdata

Istilah jaminan jika dirunut, sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu Zekerheid

atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhi tagihannya, di

samping tanggung jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Dalam hukum dan perundang-undangan

yang ada, istilah jaminan juga dikenal dengan agunan. 30

Hal ini dijumpai misalnya dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, defenisi agunan adalah:

“Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.” Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan

(accessoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank, yang diserahkan oleh debitur

kepada bank. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggerakan di Yogyakarta,

29 Dewan syariah nasional majelis ulama indonesia, himpunan fatwa dewan syariah nasional mui, cet ke4 jakarta, dewan

syariah nasional majelis ulama indonesia 2006 30 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Creditverban, Gadai, dan Fiducia, Cet. IV, Alumni: Bandung, 1987, hlm.

227.

Page 50: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

65

disimpulkan pengertian jaminan adalah: “Menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang

yang timbul dari suatu perikatan hukum.”31

Defenisi di atas hampir sama dengan defenisi yang dikemukakan oleh M. Bahsan yang berpendapat

bahwa jaminan adalah: “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu

utang piutang dalam masyarakat”.32

Jaminan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Jaminan perorangan (personal/coorporate guarantee) diatur dalam pasal 1820-1864 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.

2. Jaminan Kebendaan

Adapun pengertian dari Jaminan Perorangan jdalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada

perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitur

umumnya. Jaminan perorangan memberikan hak verbal kepada kreditor, terhadap benda keseluruhan dari

debitor untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Yang termasuk jaminan perorangan adalah : 33

1) Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih;

2) Tanggung menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng;

3) Perjanjian garansi.

Adapun yang dimaksudkan dengan Jaminan Kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas

suatu benda yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa

pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Sedangkan jika dilihat dari tujuannya, maka jaminan

yang bersifat kebendaan bermaksud atau bertujuan untuk memberikan hak verbal (hak untuk meminta

pemenuhan piutangnya) kepada sorang atau sebuah kreditur, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu

31 ibid 32 M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung: Jakarta, 2002, Hlm 148. 33 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika, hlm.112.

Page 51: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

66

dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Selain itu hak kebendaan dapat dipertahankan (dimintakan

pemenuhan) terhadap siapa pun juga,, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas

hak yang umum maupun khusu, juga terhadap para kreditor dan pihak lawannya. Jaminan kebendaan dapat

dilakukan pembebanan dengan :34

1) Gadai (pand), yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUHPer.;

2) Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUHPer.;

3) Credietverband, yang diatur dalam Stb.1908 No.542 sebagaimana telah diubah dengan Stb.1937

No.190;

4) Hak Tanggungan, sebagaimana diatur dalam UU No.4 Tahun 1996;

5) Jaminan Fidusia, sebagaimana diatur dalam UU No.42 Tahun 1999.

Dari kedelapan jenis jaminan di atas, jaminan kebendaan yang masih berlaku adalah gadai, jaminan fidusia

dan Hak Tanggungan.

4.2.8. Mengapa diperlukan jaminan menurut hukum perdata

Diperlukannya, atau bahkan diwajibkannya keberadaan jaminan dikarenakan jaminan mempunyai

kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan

lembaga ini dapat memberikan manfaat, bukan saja terbatas bagi kreditur, namun bagi debitur pun juga

demikian. Manfaat bagi kreditur adalah :

1) Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup.

2) Memberikan kepastian hukum terhadap kreditur, ialah bahwa barang jaminan tersedia setiap waktu

untuk di eksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutang dari penerima

(pengambil) kredit.35

34 Ibid 35 Subekti, aneka perjanjian,citra adiya bhakti, bandung , 1996, hlm 73 lihat juga dalamsri soedewi masjhoen sofwan, hukum

jaminan di indonesa :pokok-pokok hukum jaminan dan jaminan perorangan, yogyakarta, liberti, 1980, hlm 2, lihat juga

dalam titi triwulan tutik, hukum perdata dalam sistem hukum nasional, kencana prenada media group, jakarta, 2008, Hlm 176

Page 52: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

67

4.2.9. Fatwa MUI tentang Jaminan

Jika dilihat dari bagaimana fatwa DSN MUI dapat memperbolehkan jaminan dalam akad

mudharabah, maka perlu dicermati bagaimana fatwa tersebut memberikan kesimpulan hukum yang

sedemikian itu.

Di antara konsideran dari fatwa tersebut adalah Hadist Nabi yang artinya: “tidak boleh membahayakan diri

sendiri maupun orang lain.” (HR.Ibnu Majah, Dara Qutni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri). Di

isamping mengambil hadith Nabi Muhammad sebagai dasar pijakannya, terdapat juga dalil yang berupa

Kaidah Fiqh. Kaidah yang dimaksud adalah “Pada dasarnya semua bentuk muamalah dapat dilakukan

kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Sehingga, fatwa yang muncul kemudian memberikan kebolehan bagi penerapan jaminan ini. Pada

angka tujuh tentang ketentuan pembiayaan dalam fatwa Dewan Syariah Nasional NO.07/DSN-MUI/IV/2000

mengenai ketentuan pembiayaan pada No.7 disebutkan pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah

tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari

mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya bisa dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan

pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.36

Namun perlu disebutkan juga bahwasanya DSN bukan tidak menyadari adanya larangan bagi

pemberlakuan jaminan untuk akad semacam ini. Karena disebutkan juga dalam fatwa tersebut bahwa pada

dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah kecuali dari

kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.37 Dicantumkan juga, bahwa jika salah satu

pihak tidak melakukan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka

36 Dikutip dari Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah. 37 Ketentuan dalam hukum pembiayaan point 3, Dikutip dari Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.07/DSN-MUI/IV/2000

tentang pembiayaan mudharabah.

Page 53: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

68

penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.38

4.2.10. Kedudukan jaminan dalam perjanjian pembiayaan Mudharabah yang dipraktekkan

Untuk memahami mengapa dalam akad mudharabah jaminan diberlakukan, perlu dilihat bagaimana

pertimbangan yang diberikan. Jika dianalisa, resiko yang terdapat dalam akad mudhorobah, terutama pada

penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi diantaranya :

1) Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan yang seperti disebut dalam kontrak.

2) Lalai dan kesalahan yang disengaja

3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah nya tidak jujur39

Untuk itulah maka kemudian bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko

apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian dan/atau

kecurangan. Terlebih lagi, jika dilihat dari prinsip prudensial yang harus dipatuhi juga sama dengan yang

berlaku pada perbankan konvensional. Berarti bahwa prinsip dalam analisis pembiayaan di bank syariah juga

menekankan 5C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition. Prinsip keempat (collateral)

artinya bahwa bank dalam melakukan pendekatan analisis pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan

kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam.40

Maka dari itu, dapat diambil kesimpulan bahwa jaminan difungsikan sebagai perlindungan hak-hak LKS yakni

agar mudharib tidak melakukan penyimpangan terkait tentang hal-hal yang telah disepakati bersama dalam Akad.41

38 Ketentuan dalam hukum pembiayaan point 4, Dikutip dari Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.07/DSN-MUI/IV/2000

tentang pembiayaan mudharabah. 39 Syafii antonio, bank syariah dari teori ke praktek, gema insani, jakarta, 2001, hlm 98 40 Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Jakarta: UPP AMP YMKN, 2002) h. 304. 41 Dikutip dari Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah.

Page 54: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

69

Di samping berbagai pertimbangan tersebut, DSN menyebutkan bahwa jaminan dapat dicairkan jika

terjadi penyimpangan dan pelanggaran. Secara umum, penyimpangan timbul karena adanya moral hazard.

Moral hazard terjadi ketika masalah moral dan etika dalam berbisnis tidak diindahkan.42

4.3. Implementasi Akad Mudharabah di Perbankkan Syari’ah

4.3.1. Tujuan Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Akad Mudharabah

a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama golongan

masyarakat ekonomi lemah.

b. Meningkatkan pendapatan perkapita.

c. Menambah lapangan kerja terutama di kecamatan-keamatan. d. Mengurangi urbanisasi.

42 Latifa M. Algaoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah; Prinsip, Praktik, Prospek, h.112

Page 55: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

70

e. Membina semangat ukhuwah islamiah melalui kegiatan ekonomi.51

Tingginya suku bunga pada bank konvensional menyebabkan masyarakat

dan dunia usahakurang berminat untuk mendapatkan kredit pada bank

konvensional hal ini sangat berbeda dengan bank syariah yang menerapkan

sistem bagi hasil pada kegiatan pembiayaannya. Salah satu bentnk pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah adalah pembiayaan.

50 Safira, Akuntansi untuk Produk Pembiayaan Mudharabah, Modul 14 Akuntansi Syari’ah, Universitas Mercu Buana 51 Wawancara dengan Bapak Hadi Suseno Bagian Pemasaran BNI Syari’ah Yogyakarta, hari kam

is, tanggal 2 Desember 2010, jam 11.00

Page 56: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

55

mudharabah. Sistem pembiayaan memiliki peranan yang sangat penting bagi

dunia usaha perbankan karena merupakan salah satu aktifitas utama

perbankan. Dengan penerapan sistem bagi hasil pada sistem pembiayaan

mudharabah diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dan dunia usaha.

Dari sudut ekonomi Bank Syari’ah Indonesia memiliki produk penyaluran

dana yang cukup di gemari yaitu Mudharabah yang merupakan kontrak yang

melibatkan antara dua kelompok, yaitu pemilik modal (investor) yang mempercayakan modalnya kepada pengelola (mudharib) untuk di gunakan

dalam aktivitas perdagangan. Mudharib dalam hal ini memberikan konstribusi

pekerjaan, waktu dan mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang di

capai dalam kontrak, salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan yang

di bagi antara pihak investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah di

setujui bersama, namun apabila terjadi kerugian yang menanggung adalah

pihak investor saja. Jadi pelaksanaan pembiayaan dengan Mudharabah

merupakan sarana tolong menolong antara sesama manusia. Mudharabah

adalah salah satu bentuk muamalah Islamiyah, tetapi apakah di dalam

pembiayaan dengan Mudharabah sudah dapat memenuhi persyaratan

sebagaimana yang di atur di dalam Undang-undang No 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah.52

52 Wawancara dengan Bapak Hadi Suseno Bagian Pemasaran BNI Syari’ah Yogyakarta, hari kamis, tanggal 2 Desember 2010, jam 11.00

Page 57: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

56

4.3.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Serta Upaya Untuk Mengatasi

Hambatan Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Akad Mudharabah

Adapun faktor pendukung dan penghambat serta upaya untuk mengatasi

hambatan dalam pelaksanaan dengan akad Mudharabah adalah sebagai berikut:

a. Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Akad

Mudharabah, antara lain yaitu :

1. Telah lahirnya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah. Isinya antara lain tentang keharusan melepas (spin off) divisi

syariah dalam 15 tahun, atau ketika pangsa pasar syariah mencapai 50%.

2. Diterbitkanya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk pada

Agustus 2008.

3. Beroperasinya lembaga-lembaga pendidikan syariah dan pendirian

Fakultas Ekonomi Syariah oleh berbagai perguruan tinggi di

Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencetak sumberdaya manusia

untuk mengisi kekurangan sdm di sektor perbankan syariah.

4. Beroperasinya lembaga keuangan hasil joint venture dengan pemodal

timur tengah. Hal ini membuka jalan masuknya dana-dana investasi

berbasis syariah dari timur tengah.

Page 58: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

57

5. Pertumbuhan indikator keuangan syariah di Indonesia tertinggi

dibanding negara lain. Hal ini bisa menjadi modal bagi pertumbuhan

yang pesat di masa mendatang.

b. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Akad

Mudharabah, antara lain yaitu: 1. Minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara komprehensif

segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan syariah. Sehingga

dalam prakteknya, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan

aktivitas transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.

2. Belum adanya suatu Bank Sentral Syariah sebagai penyokong

selaiknya Bank Indonesia yang menjadi bank-nya lembaga-lembaga

perbankan yang mampu memerankan diri seperti peran Bank Indonesia

tetapi dengan prinsip Islam

3. Masih ada kesan di sebagian masyarakat bahwa Bank syariah bersifat

ekslusif dalam artian bahwa bank syariah hanya ditujukan untuk

masyarakat muslim dan melibatkan kaum yang beragama muslim saja.

4. Kejujuran para nasabahnya

5. Kekurang pahaman tentang pengembalian pinjaman

6. Pemahaman masyarakat terhadap bank syariah belum optimal dan

menyeluruh. Hal ini mungkin disebabkan karena disseminasi atau

sosialisasi masih kurang untuk memaparkan keunggulan produk syari’ah.

Page 59: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

58

c. Upaya Untuk Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pembiayaan Dengan

Akad Mudharabah.

Bank melakukan promosi atau seminar-seminar bersama dengan

bank syari’ah lainnya untuk memberikan penjelasan mengenai bank

syari’ah dan produk-produknya, setelah semua itu dilakukan kemudian

pihak bank baru mempromosikan kepada masyarakat umum supaya

masyarakat umum paham akan produk-produk yang ditawarkan oleh bank syari’ah.53

4.3.3 Syarat-Syarat Mengajukan Permohonan Melakukan Pembiayaan

Dengan Akad Mudharabah

Setiap mengajukan permohonan pembiayaan mudharabah pada Bank BNI

Syari’ah cabang Yogyakarta harus diajukan secara tertulis dengan mengisi

Formulir Surat Keterangan Permohonan Pembiayaan (SKPP) yang telah

disediakan dan dilengkapi data yang diperlukan untuk bahan penilaian,seperti

di bawah ini :

a. Mengisi formulir permohonan pembiayaan disertai :

1) Foto copy KTP suami & istri @ 2 lembar

2) Foto copy Kartu Keluarga 1 lembar

3) Foto copy Surat Nikah 1 lembar

4) Pas foto suami & istri @ 1 lembar

53 Wawancara dengan Bapak Wahid Bagian Pemasaran BNI Syari’ah Yogyakarta, hari senin, tanggal 6 Desember 2010, jam 13.00

Page 60: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

59

5) Foto copy legalitas usaha

6) Foto copy Rekening giro/tabungan 3 bulan terakhir

7) Foto copy SPK/proyek-proyek yang pernah dijalani

8) Foto copy jaminan

b. Menyerahkan foto copy bukti-bukti proyek/usaha yang akan dibiayai.

c. Menyerahkan proyeksi keuangan atas proyek/usaha yang diajukan beserta

asumsi yang dipakai.54

4.3.4 Keuntungan Dalam Pelaksanaan Akad Mudharabah Di Bank BNI

Syari’ah

Tentunya akan banyak sekali manfaat yang akan diperoleh dengan

menjadi nasabah BNI Syariah. Dari sisi pendapatan, masyarakat akan

memperoleh bagi hasil yang menguntungkan, sesuai dengan pendapatan yang

diperoleh Bank Syariah. Jika pendapatan yang diperoleh Bank tinggi tentunya

akan menyebabkan bagi hasil yang diperoleh nasabah juga menjadi tinggi.

Namun yang lebih penting lagi, masyarakat akan terbebas dari keraguan akan

bunga bank, sehingga menjadi lebih tenang.Dana yang disimpan akan

disalurkan kepada sektor-sektor yang halal dan menguntungkan dan tidak

bertentangan dengan syariah Islam.

Dengan kata lain dengan menabung di bank syariah, masyarakat akan

memperoleh keuntungan baik di dunia maupun untuk bekal akhirat kelak.55

54 “Syarat Mengajukan Pembiayaan Akad Mudharabah”, Bank BNI Syariah.

Page 61: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

60

4.3.5. Prinsip-Prinsip Perbankkan Syari’ah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara

bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan

usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah

antara lain :

a) Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai

pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

b) Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat

hasil usaha institusi yang meminjam dana.

c) Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya

merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki

nilai intrinsik.

d) Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah

pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari

sebuah transaksi.

55 Wawancara dengan Bapak Wahid Bagian Pemasaran BNI Syari’ah Yogyakarta, hari senin, tanggal 6 Desember 2010, jam 13.00

Page 62: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

61

e) Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan

dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh

perbankan syariah.56

4.3.6. Pelaksanaan Akad Mudharabah Di BNI Syari’ah Di Lihat Dari Hukum

Islam 1. Pelaksanaan Akad Mudharabah Di BNI Syari’ah Di Lihat Dari Hukum Islam.

a) Dilihat dari syarat-syarat pelaksanaan pembiayaan akad mudharabah sudah

sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada pada Al-Quran, Hadis, Fatwa-

fatwa, dan peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia dan Dewan

Pengawas Syariah. Dan masyarakat sendiri sudah tahu akan maksud syarat-

syarat yang diajukan pihak bank kepada masyarakat umum yang akan

melakukan pembiayaan dengan akad mudharabah di perbankan syari’ah

pada umumnya.

b) Dilihat dari bentuk kontraknya pembiayaan mudharabah adalah sistem bagi

hasil yang merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan

bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut

diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat

antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan

syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat dan

56 Wawancara dengan Bapak Prof. Syamsul Anwar, Fakultas Syari’ah UIN Yogyakarta, hari Rabu, tanggal 24 November 2010, jam 09.30

Page 63: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

62

didalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan hasil usaha harus ditentukan

terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan

porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan

bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan dimasing-masing pihak

tanpa adnya unsur paksaan.

Selama didirikan dan diterapkan pada masyarakat umum pembiayaan

akad mudharabah di perbankan syari’ah sudah sesuai dengan hukum islam

karena sudah sesuai pada peraturan-peraturan yang ada pada Al-Quran, Hadis,

fatwa-fatwa , dan peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia untuk perbankan

syari’ah, selain itu selama 1 tahun Bank Indonesia dan Dewan Pengawas

Syari’ah juga selalu mengawasi kinerja yang dilaksanakan dan diterapkan

oleh bank syari’ah pada masyarakat umum.Dari tahun ketahun perbankan

syariah makin banyak digemari oleh masyarakat umum untuk melakukan

kegiatan usaha, terutama dalam kegiatan perdagangan yang menggunakan prinsip bagi hasil, yang dapat meringankan beban ekonomi masyarakat yang

ingin melakukan kegiatan perdagangan.57

2. Pengawasan Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Akad Mudharabah Di

Bank BNI Syari’ah Yogyakarta.

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang diubah, yang ditindak

lanjuti dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

57 Wawancara dengan Bapak Hadi Suseno Bagian Pemasaran BNI Syari’ah Yogyakarta, hari kamis, tanggal 2 Desember 2010, jam 11.00

Page 64: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

63

32/34/KEP/DIR dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

32/36/KEP/DIR, maka pengawasan terhadap bank syariah dilakukan secara

rangkap, berupa :

a. Pengawasan Umum

Pengawasan umum adalah pengawasan yang dilakukan oleh Bank

Indonesia terhadap bank konvensional dan bank syari’ah sebagai

wewenang bank sentral yang ada di Indonesia.Pengawasan dilakukan

dengan cara mengawasi secara langsung dan dengan cara online system

terhadap kinerja perbankan konvensional maupun perbankan syari’ah

pada setiap bulannya atau setiap setahun sekalinya.

Pengawasan umum terhadap bank syari’ah dilakukan oleh Bank

Indonesia, sama seperti bank konvensional pada umumnya. Bank

Indonesia bertindak mengawasi bank syari’ah selaku pemegang otoritas

Pembina dan pengawas bank. Disamping itu, secara internal bank syari’ah diawasi oleh Dewan Komisaris, Dewan Pengawas, atau

Pengawas Bank yang bersangkutan.

b. Pengawasan Khusus

Pengawasan khusus terhadap bank syari’ah dilakukan oleh Dewan

Syari’ah Nasional(DSN) dan Dewan Pengawas Syari’ah(DPS) yang ada

pada setiap bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip

syari’ah. Dewan Syari’an Nasional dibentuk oleh Majelis Ulama

Indonesia yang bertugas dan memiliki wewenang untuk memastikan

Page 65: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

64

kesesuaian produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan prinsip syari’ah.

Sedangkan Dewan Pengwas Syari’ah berkedudukan di kantor pusat bank

yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah. Dengan

demikian, Dewan Pengawas Syari’ah ini:

a. Berfungsi untuk mengawasi kegiatan usaha bank syari’ah agar sesuai

dengan prinsip syari’ah.

b. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Dewan Pengawas Syari’ah wajib

mengikuti fatwa Dewan Syari’ah Nasional.

c. Kedudukan Dewan Pengawas Syari’ah bersifat independent, yang

dibentuk oleh Dewan Syari’ah Nasional, dengan tugas yang diatur oleh

Dewan Syari’ah.

d. Dewan Pengawas Syari’ah wajib dimiliki oleh setiap bank yang

melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah.

Dahulu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992,

pengawasan khusus terhadap bank berdasarkan prinsip bagi hasil hanya

dilakukan oleh Dewan Pengawas Syari’ah, yang dalam organisasi bank yang

bersangkutan bersifat independent dan terpisah dari kepengurusan bank

sehingga tidak mempunyai akses terhadap oprasional bank. Pembentukan

Dewan Pengawas Syari’ah dilakukan oleh bank yang bersangkutan

berdasarkan hasil konsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah

para ulama.

Page 66: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

65

Adapun tugas Dewan Pengawas Syari’ah ini adalah melakukan

pengawasan secara intern atas produk perbankan dalam menghimpun dana

dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat, agar sesuai dengan

prinsip syariat. Dengan kata lain, Dewan Pengawas Syari’ah mempunyai

tugas menentukan boleh tidaknya suatu produk atau jasa dipasarkan atau suatu kegiatan dilakukan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil tersebut, ditijau

dari sudut syariat. Oleh karena itu, anggota-anggotaDewan Pengawas Syari’ah

harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai syari’ah. Dan

dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Dewan Pengawas Syari’ah dapat

berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia(MUI).

Dengan demikian, dapat dikatakan kalau fungsi Dewan Pengawas

Syari’ah dalam bank berdasarkan prinsip bagi hasil berbeda dengan fungsi

Dewan Komisaris, Dewan Pengawas atau Pengawas Bank, yang juga dimiliki

oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil tersebut. Fungsi Dewan Pengawas Syari’ah semata-mata terbatas pada meneliti dan menetukan suatu produk,

jasa, atau kegiatan uasaha yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan,

apakah sudah sesuai atau belum dengan prinsip syari’ah. Sebaliknya, fungsi

Dewan Komisaris, Dewan Pengawas atau Pengawas Bank melakukan

pengawasan terhadap seluruh kegiatan oprasional dan manajemen bank

berdasarkan prinsip syari’ah.58

58 Rochmadi Usman, SH., Aspek-aspek Hukum Perbangkan Islam di Indonesia, hlm. 57-59

Page 67: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

66

3. Cara Penyelesaian Sengketa Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Akad

Mudharabah Di Bank BNI Syari’ah Yogyakarta.

Pada dasarnya penyelesaian sengketa diperbangkan syari’ah dapat

dilakukan melalui proses litigasi dan non litigasi(arbitrase) dalam hal ini

badan Arbitrase Syari’ah Nasional.59

a. Litigasi

Sempat terjadi perdebatan diberbagai kalangan mengenai badan

Peradilan Agama yang berwenang menyelesaikan perselisihan jika terjadi

sengketa perbankan syari’ah, apakah menjadi kewenangan Pengadilan

Umum atau Pengadilan Agama, hal ini dikerenakan pada waktu itu belum

ada undang-undang yang secara tegas mengatur hal tersebut, sehingga

masing-masing mencari landasan hukum yang tepat.

Dengan dirubahnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama oleh Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, maka

kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Perbankan Syari’ah menjadi

kopetensi absolute Peradilan Agama.60

59 Wawancara dengan Bapak Hadi Suseno Bagian Pemasaran BNI Syari’ah Yogyakarta, hari jumat, tanggal 3 Desember 2010, jam 10.00 60 Suhartono, Paradigma Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah, Sinar Grafika, Jakarta 2009

Page 68: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

67

b. Badan Arbitrase Syariah Nasional

Arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa di luar

pengadilan. Suatu lembaga Arbitrase disebut juga dengan Pengadilan

Swasta, karena kedudukannya yang bukan merupakan pelaksana kekuasaan

kehakiman Negara.

Definisi arbitrase Undang-Undang Nomor 30 Tahum 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa pada pasal 1 ayat 1 bahwa

“Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh

para pihak yang bersengketa.61

Selama didirikan dan diterapkan pada masyarakat umum pembiayaan akad

mudharabah di perbankan syari’ah sudah sesuai dengan apa yang ada pada

uraian di atas mengenai produk-produk yang ditawarkan, pelaksanaan,

penerapan, manfaat dan tujuan, keuntungan, factor penghambat dan

pendukung, cara penyelesaian sengketa, serta cara pengawasan dan sudah

sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada pada Al-Quran, Hadis, fatwa-

fatwa ,dan peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia untuk perbankan

syari’ah yang melakukan kegiatan syari’ah.

61 Harimurti Adinugroho, Penyelesaian Sengketa pada Perbankan Syari’ah melalui Peradilan Agama dan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional. Skripsi Fak. Hukum Universitas Airlangga, 2006

Page 69: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

68

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

1. Pembagian ketentuan dalam pembiayaan mudharabah sesuai dengan nisbah

yang telah disepakati dan dihitung berdasarkan pendapatan kotor dari hasil pendapatan usaha mudharib, karena dana yang digunakan dalam pembiayaan

mudharabah sebgian besar berasal dari dana masyarakat, sehingga bank

syariah harus melakukan cara-cara agar dana dari nasabah penyimpan dana

yang digunakan dalam pembiayaan tidak dirugikan karena resiko dalam

pembiayaan bagi hasil relatif tinggi. Bank syari’ah dalam menangani

pembiayaan bermasalah melakukan upaya penyelamatan dan penyelesaian

pembiayaan bermasalah. Upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah

dilakukan dengan restrukturasi pembiayaan melalui penjadwalan kembali

pembiayaan, menambah fasilitas, pembiayaan dan penyertaan modal sementara. Sedangkan upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan

penyelesaian melalui jaminan, hapus buku pembiayaan dan penyelesaian

sengketa baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi(arbitrase).

2. Selama didirikan dan diterapkan pada masyarakat umum pembiayaan akad

mudharabah di perbankan syari’ah sudah sesuai dengan apa yang ada pada

uraian di atas mengenai produk-produk yang ditawarkan, pelaksanaan,

penerapan, manfaat dan tujuan, keuntungan, factor penghambat dan

Page 70: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

69

pendukung, cara penyelesaian sengketa, serta cara pengawasan dan sudah

sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada pada Al-Quran, Hadis, fatwa-

fatwa ,dan peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia untuk perbankan

syari’ah yang melakukan kegiatan syari’ah.

3. Hambatan dan Upaya untuk Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pembiayaan

dengan Akad Mudharabah

Hambatan : Pertama, Minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan syariah.

Sehingga dalam prakteknya, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan

aktivitas transaksi yang tidak sesuai dengan syariah, kedua belum adanya

suatu Bank Sentral Syariah sebagai penyokong selaiknya Bank Indonesia yang menjadi bank-nya lembaga-lembaga perbankan yang mampu

memerankan diri seperti peran Bank Indonesia tetapi dengan prinsip Islam,

ketiga masih ada kesan di sebagian masyarakat bahwa Bank syariah bersifat

ekslusif dalam artian bahwa bank syariah hanya ditujukan untuk masyarakat

muslim dan melibatkan kaum yang beragama muslim saja, keempat kejujuran

para nasabahnya, kelima kekurang pahaman tentang pengembalian pinjaman,

keenam pemahaman masyarakat terhadap bank syariah belum optimal dan

menyeluruh. Hal ini mungkin disebabkan karena disseminasi atau sosialisasi

masih kurang untuk memaparkan keunggulan produk syari’ah.

Page 71: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

70

Sedangkan upaya yang dilakukan pihak Bank untuk mengatasi hambatan ialah

melakukan promosi atau seminar-seminar bersama dengan bank syari’ah

lainnya untuk memberikan penjelasan mengenai bank syari’ah dan produk-

produknya, setelah semua itu dilakukan kemudian pihak bank baru

mempromosikan kepada masyarakat umum supaya masyarakat umum paham

akan produk-produk yang ditawarkan oleh bank syari’ah.

5.2. Rekomendasi

1. Dalam kerangka berfikir dengan niat amar ma’ruf nahi mungkar, diperlukan

komitmen penuh bagi pihak-pihak terkait dengan perbankan syari’ah dalam

meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai keberadaan prinsip-prinsip

syari’ah dalam dunia perbankan. Hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia

beragama muslim serta tidak adanya larangan barmuamalah dengan orang

selain muslim.

2. Dengan tingginya resiko dalam pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, maka

diperlukan upaya secara berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia(SDM) pengelola dan pengambil kebijakan perbankan

syari’ah agar bias menerapkan ketentuan perbankan syari’ah di Indonesia dan

keberadaan peratuaran perundang-undangan yang mengatur konsep dan

operasional perbankan syari’ah sangat diperlukan sebagai pembeda yang jelas

antara prinsip-prinsip operasional bank syari’ah dan bank konvensional.

Page 72: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

71

DAFTAR PUSTAKA

Andi Soemitra,Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah,ctk 1,Kencana Prenada

Media Group,Jakarta,2009.

Burhanudin Susanto,Hukum Perbankan Syari’ah diIndonesia,ctk 1 UII Press,Jakarta,2008.

Dadan Muttaqien dan Fakhruddin Cikman, Penyelesaian Sengketa Perbankan

Syariah, Cetakan I, Total Media, Yogyakarta 2008.

Harimurti Adinugroho, Penyelesaian Sengketa pada Perbankan Syari’ah melalui

Peradilan Agama dan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional. Skripsi Fak. Hukum

Universitas Airlangga, 2006

Hikmahanto Juwana,Analisa Ekonomi Atas Hukum Perbankan,Jurnal Hukum dan

Pembangunan,Ed 1-3

Ismail Hasan Anshari, Samir Mutawalli. 1993. Perbankan Islam, Sejarah, Prinsip

dan Operasional, Alih bahasa Syahril Mukhtar Muhammad, Cet. 1. Jakarta: Minaret.

Karnaen Perwataatmadja,Gumaladewi,Widyaningsih dan Yenny Salma Barlinti,Bank dan Asuransi Islam diIndonesia,Kencana Jakarta,2005.

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dan Teori Praktik,Gema Insani,Jakarta,2001.

Mulhadi,prinsip kehati-hatian dalam kerangka UU perbankan Indonesia,USU

Repasitory 2006

Rochmadi Usman, SH., Aspek-aspek Hukum Perbangkan Islam di Indonesia

Suhartono, Paradigma Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah, Sinar Grafika,

Jakarta 2009

Sutan Remy Sjahdaeni, Perbankan Islam

Syafira, Akuntansi Untuk Produk Pembiayaan Mudharabah, Modul 14 Akuntansi

Syari’ah, Universitas Mercu Buana

Zainul Arifin,Memahami Bank Syari’ah Lingkup,Peluang,Tntangan dan Prospek,ctk.1,Alpabet,Jakarta,1999.

Page 73: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

72

Muhammad, ekisonline.com Http://one.Indoskripsi.com/content/Bank/Pada/Masyarakat Http://Hukumpositif.com/node/147 Http://penulis,bloggaul.com/Aspek-aspek/hukum/keuangan/dan/perbankan

http://Hukum positif.com/Mutawalli Http://BNISyariah.com/profil.Hlm.1 Http://id.wikipedia.org/wiki/bank Http://id.wikipedia.org/wiki/bank Http://id.wikipedia.org/wiki/bank

Http://id,wikipedia.org/wiki/bank sentral Http://wikipedia.org/wiki/mudharabah

Http://Eai.fe.umy .ac.ad/index.php?id=153&item=3317option=page

UU no.3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Pasal 4

Penjelasan Atas Perubahan Bank Indonesia Nomor 11 / 17 / PBI / 2008 Tentang Bank

Umum Syari’ah

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan

UU RI no.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah Pasal 1(1)

Surat AL baqoroh 275,Quran Karim dan Terjemahan,UII Press

Page 74: KEDUDUKAN BARANG JAMINAN DALAM TRANSAKSI …law.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/agustriyanta/laporan... · BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD

lxxiii