Kebijakan Yan Anestesi
description
Transcript of Kebijakan Yan Anestesi
1
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 03.04.03 RUMAH SAKIT TINGKAT III 03.06.01 CIREMAI
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI
1. Pengertian
Standar pelayanan Anestesi merupakan suatu pelayanan medis
yang mengacu pada disiplin ilmu yang berlaku sehingga dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada seseorang sesuai dengan
jenis penyakitnya, terarah, rasional dan bermutu.
2. Tujuan
Mengatur proses pemberian pelayanan medis dan kontrol mutu
pelayanan
Mencegah terjadinya malpraktek dan pengobatan yang irrasionil
Membantu SMF dalam memberikan pelayanan kesehatan.
3. Prinsip
Menganamnesa
Melakukan pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan penunjang bila diperlukan
Memberikan terapi
Melakukan konsultasi pada SMF lain bila diperlukan
Mendiagnosa
Membuat Prognosa
Melakukan perawatan diruangan bila diperlukan
Memberikan inform konsen pada setiap tindakan
Waktu pelayanan Poliklinik mulai pukul 08.00 sampai 12.00 WIB
Waktu pelayanan UGD 24 jam
Waktu pelayanan ruangan perawatan 24 jam
Tempat pelayanan : Poliklinik
2
UGD
Ruang Perawatan
Ruang Instalasi
Jenis Pelayanan :
Ilmu Penyakit Dalam
Ilmu Bedah
Ilmu Kesehatan Anak
Ilmu Kebidanan & Kandungan
Ilmu Penyakit Mata
Ilmu Penyakit THT
Ilmu Penyakit Syaraf
Ilmu Kesehatan Gigi
Ilmu Penyakit Jantung
Ilmu Patologi Klinik
Ilmu Radiologi
Ilmu Patologi Anatomi
PERSIAPAN ANESTESI
3
Persiapan anestesi secara umum dapat terdiri dari :
I. Persiapan Pasien
Persiapan pasien adalah penilaian dan pemeriksaan pasien pra
anestesi ( Visite pre operatif Anestesi ), yang meliputi :
1. Anamnesa. Anamnesa ini dapat meliputi :
Nama / umur / alamat
Pekerjaan
Riwayat penyakit sekarang dan penyakit yang lalu
Riwayat terapi obat-obatan
Riwayat alergi
Riwayat anestesi sebelumnya
Kebiasaan merokok, alkoholik atau obat-obatan
2. Pemeriksaan
Fisik
- Pemeriksaan fisik lengkap termasuk semua system organ
secara umum
- Pemeriksaan khusus sesuai dengan riwayat penyakit yang
ada dan pemeriksaan fisik yang didapat secara umum.
Laboratorium
- Laboratorium rutin
- Laboratorium sesuai dengan penyakit yang ada.
Penunjang lain :
- Radiologi : Foto thorax
Screening test pra anestesi
Bila ada tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan kelainan
paru-paru / jantung.
- EKG : Pada pasien diatas usia 40 tahun
- Pada pasien yang menunjukkan adanya kelainan
kardiovaskuler walaupun usia dibawah 40 tahun.
4
Dari hasil pemeriksaan pra-anestesi diatas dapat digolongkan
dalam klasifikasi Status Fisik ASA anestesi yang akan
menunjukkan resiko anestesi yang dapat dialami penderita
sesuai dengan fisik ASA-nya.
Klasifikasi Status Fisik ASA :
ASA I :
Penderita sehat kecuali penyakit bedahnya saja.
ASA II :
Penderita dengan penyakit sistemik ringan terkontrol yang
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
ASA III :
Penderita dengan penyakit sistemik berat dengan aktivitas
yang terbatas.
ASA IV :
Penderita dengan penyakit sistemik yang lanjut dengan
suatu terapi yang terus menerus dan aktivitas yang sangat
terbatas.
ASA V :
Pasien yang hampir meninggal yang tak diharapkan dapat
bertahan dalam 24 jam.
ASA E :
Pasien dalam salah satu klasifikasi ASA yang menjalani
operasi emergensi.
Makin tinggi ASA seorang pasien makin tinggi resiko
anestesi yang dapat terjadi pada pasien tersebut.
3. Konsultasi
5
Konsultasi dengan dokter spesialis lain dilakukan bila ada
pemeriksaan praanestesi didapatkan penyakit sistemik atau
penyakit penyerta lainnya yang dapat menimbulkan resiko anestesi
pada pasien tersebut.
4. Premedikasi
Adalah pemberian obat-obat pada saat 1 atau 2 jam sebelum
induksi anestesi baik secara oral, intramuskuler, intrvena atau per-
rektal dengan tujuan :
( 1 ) Menghilangkan kecemasan dengan rasa takut
( 2 ) Mengurangi sekresi saluran nafas
( 3 ) Menambah efek hipnotik anestesi umum
( 4 ) Mengurangi mual dan muntah pasca bedah
( 5 ) Mengurangi penggunaan obat-obat anestesi
( 6 ) Amnesia
( 7 ) Analgesi
( 8 ) Mencegah vagal refleks.
Pemberian premedikasi ini dapat dilakukan di ruang perawatan oleh
staf perawatan ruangan sesuai dengan instruksi yang diberikan
pada saat visite/pemeriksaan pra-anestesi. Dapat juga diberikan
setelah pasien masuk kamar operasi.
5. Inform Consent
Pastikan bahwa inform consent ( ijin anestesi / operasi ) sudah
dimengerti dan ditandatangani oleh penderita dan keluarganya.
Jelaskan jenis anestesi yang akan digunakan sehingga penderita
mengerti dan tidak takut dan cemas dalam menghadapi
pembedahan.
II. Persiapan obat-obat anesthesi :
6
Dalam persiapan obat-obatan, dipilih obat-obat yang akan dipakai
sesuai dengan kondisi penderita, jenis dan lama operasi yang akan
dilakukan serta tehnik anestesi yang akan digunakan.
Adapun persiapan obat-obat anestesi ini dapat meliputi :
1. Obat-obat premedikasi yang harus dipersiapkan dapat berupa
a) Sulfas Atropin injeksi
b) Diazepam ( Valium ) tablet dan injeksi
c) Midazolam ( Dormicum ) / Hypnoz injeksi
d) Opioid ( Petidin/Fentanyl) injeksi
e) Droperidol /Ondavel /cendatron injeksi
f) Aminofilin supositoria atau injeksi
2. Obat-obat induksi :
Obat-obat induksi dipilih sesuai dengan keadaan pasien dan jenis
operasi.Obat-obat induksi terdiri dari :
- Obat-obat golongan Hipnotik :
Thiopental ( Pentothal )
Ketamine ( Ketalar )
Midazoluam / Dormicum
Diazepam / Valium
Propofol ( Safol / Recofol )
- Obat-obat golongan pelumpuh otot ( Muscle relaxant ) :
Succinyl Choline
Quelicine
Vercuronium ( Norcuron )
Pancuronium ( Pavulon )
Atracurium ( Tracurium )
Reculax
- Obat-obat golongan analgetik :
Meperidin ( Petidin )
7
Fentanyl
Ketorolax
Tramadol
3. Gas dan volatilene anestesi :
Gas volatile anestesi yang digunakan meliputi :
- Halothan
- Enfluran ( Ethrane )
- Isofluran
- N2O ( Nitrous Oxida )
- O2 ( Oksigen )
4. Obat-obat resusitasi
Obat-obat resusitasi harus dipersiapkan pada semua tindakan
anestesi baik umum maupun regional. Adapun obat-obat resusitasi
ini terdiri dari :
Sulfas Atropine injeksi
Adrenalin injeksi
Bicnat ( Meylon ) injeksi
Lidocain injeksi
Aminofilin injeksi
Dexamethazone injeksi
8
III. Persiapan alat-alat anestesi
Alat-alat anestesi harus dipersiapkan lebih dulu sebelum tindakan
anestesi dilakukan. Hal ini untuk menghindarkan kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan selama anestesi berlangsung. Persiapan alat-alat ini meliputi :
1. Persiapan mesin anestesi
Acoma
N2O
- Pastikan flow-meter berfungsi baik
- Pastikan vaporizer tidak bocor dan terisi baik oleh volatile
Halothan, Enfluran maupun Isofluran.
- Pastikan sirkuit aliran oksigen dan gas anestesi baik dan
tidak bocor.
- Pastikan balon reservoar tidak bocor dan ukurannya sesuai
dengan besarnya pasien.
- Pastikan Sodalime berfungsi baik, yaitu belum berubah
warna dan hangat bila diraba.
O2
- Pastikan tabung O2 terisi dengan regulator O2 tidak bocor
- Pastikan Flow-meter O2 berfungsi baik.
2. Persiapan alat-alat intubasi
Tube Endotracheal
- Berbagai ukuran sesuai dengan umur dan besar pasien
- Disiapkan tube endotracheal dengan ukuran satu nomor
lebih besar atau lebih kecil untuk tiap pasien yang akan
dilakukan anestesi.
- Periksa balon tube tidak bocor.
Oropharyngeal airway :
Dengan ukuran sesuai dengan umur pasien dan besarnya
mulut.
9
Laryngoscope
- Pediatric set, bila pasien anak-anak
- Adult set, bila pasien dewasa
- Pastikan lampu blade menyala
- Juga sediakan Mandrain, Magill Forceps dan sungkup muka
dengan ukuran sesuai dengan besar muka pasien. Mandrain
dan Magill Forceps harus selalu tersedia sebelum dilakukan
tindakan intubasi, untuk menghindari kesulitan intubasi.
IV. Penatalaksanaan Anestesi
Penatalaksanaan anestesi meliputi :
Premedikasi di kamar operasi
Indukasi dan intubasi
Monitoring selama operasi
Ekstubasi
Yang dimaksud dengan induksi anestesi adalah mulai masuknya obat-
obat anestesi secara intravena sampai saat akan intubasi, sedangkan
intubasi adalah saat masuknya tube endotracheal ke dalam trachea
Induksi anestesi dapat dilakukan dengan menggunakan :
Obat-obat hipnotik atau sedasi, antara lain :
- Thiopental ( Pentothal ) : 4-5 mg/kg/BB
- Midazolam / Dormicum : 0,15 mg/kg/BB
- Valium : 0,15 – 0,2 mg/kg/BB
- Propofol : 2-2,5 mg/kg/BB
- Ketamine : 1-2 mg/kg/BB
Golongan obat pelumpuh otot ( Muscle relaxant ), antara lain :
- Succinyl choline : 1 mg/kg/BB
- Quelicine : 1 mg/kg/BB
- Norcuron / Pavulon : 0,1 mg/kg/BB
- Atracurium ( Tracium ) : 0,5 mg/kg/BB
Golongan obat analgetik, antara lain :
10
- Petidin : 1 mg/kg/BB
- Fentanyl : 1 g/kg/BB
Setelah dilakukan pre-oksigenisasi selama 5 menit dilakukan
induksi anestesi dengan obat-obat golongan hipnotik / sedasi dan
setelah refleks bulu mata hilang, dilakukan pemompaan dengan O2
( Oksigen ) melalui sungkup muka.
Kemudian dilakukan intubasi setelah onset of action muscle
relaxant tercapai atau setelah penderita benar-benar relaks dengan
menggunakan laringoskop dan tube endotracheal yang dipakai harus
sesuai ukurannya dengan besar pasien. Setelah tube terpasang, balon
tube dikembangkan sampai titik terdengar suara berdesis atau bocor
apabila dipompa dan diperiksa VBS kiri dan kanan harus sama
kemudian fiksasi tube dengan plester setelah mayo (Oropheryngeal air
way ) dengan ukuran sesuai terpasang. Apabila VBS kiri lebih kecil dari
kanan tarik tube sedikit-sedikit sampai terdengar VBS kiri sama dengan
kanan.
Rumatan anestesi diberikan : O2 / N2O Halothan atau
Enfluran atau Isofluran bila menggunakan mesin N2O
Pemberian O2 : N2O 60 % : 40 %
50 % : 50 %
Selama maintenance anestesi ini, juga dapat diberikan obat-obat
lainnya seperti Muscle relaxant tambahan atau analgetik dan lain-lain
sesuai dengan keadaan pasien saat itu. Monitoring yang dilakukan
selama operasi berlangsung adalah :
Frekuensi nadi
Tekanan darah
Perfusi perifer
Saturasi oksigen ( bila ada Pulse Oxymetri )
EKG ( bila ada alat EKG )
Jumlah perdarahan
Urine output
11
Selama operasi selain monitoring, kita juga dapat melakukan
tindakan-tindakan yang kadang-kadang perlu dilakukan sesuai dengan
keadaan/kondisi pasien saat itu.
Ekstubasi dilakukan setelah operasi selesai dan saat akhir anestesi
yaitu saat penderita telah bernafas spontan baik dalam keadaan
bangun ( ekstubasi bangun ) atau dalam keadaan masih teranestesi
yang disebut ekstubasi dalam, ekstubasi dilakukan pada saat penderita
menarik nafas.
1. Anestesi Umum dengan N2O
a) Persiapan pasien :
Sesuai persiapan anestesi secara umum
b) Persiapan alat :
1) Siapkan dan pastikan mesin N2O berfungsi dengan baik,
tidak bocor, termasuk:
- Flowmeter O2 dan N2O
- Vaporizer
- Sistem penghantaran oksigen dan gas anestesi
- Sodalime
- Balon pompa
- Tabung oksigen dan N2O terisi dan tidak bocor
2) Siapkan alat-alat intubasi :
- Tube Endotracheal dengan ukuran yang sesuai
- Set Laringoskop sesuai dengan umur penderita
- Oropharingeal Airway sesuai ukuran
- Magill Forceps dan Mandrain
- Alat-alat suction
- Spuit balon dan plester
3) Siapkan alat-alat intravena line :
- Abocath dengan ukuran yang sesuai
12
- Transfusion set atau infusion set
- Cairan infus / darah
c) Persiapan obat
- Obat-obat Premedikasi :
- Sulfas atropin injeksi
- Diazepam / midozolam injeksi
- Aminofilin supp / injeksi
- Ondavel / Cendatron injeksi
d) Obat-obat induksi :
1) Obat hipnotik / sedasi :
Tiopenthal ( Pentothal )
Ketamine
Propofol
Diazepam / Valium
Midazolam ( Dormicum )
2) Obat pelumpuh otot ( Muscle relaxant )
Succinyl choline / Quelicin
Norcuron / Pavulon / Atracurium
Untuk fasilitas intubasi atau relaksasi selama operasi
3) Analgetika
Petidin
Fentanyl
Tramadol
1) Gas anestesi :
a) N2O
b) Oksigen ( O2 )
c) Halothan / Enfluran ( Ethrane ) / Isofluran
2) Obat-obat resusitasi :
Sulfas stropin injeksi
Adrenalin injeksi
13
Bic-nat ( Meylon ) injeksi
Lidocaine injeksi
Aminofilin injeksi
Dexamethazone injeksi
e) Penatalaksanaan anestesi :
Sesuai dengan penatalaksanaan anestesi umum
Anestesi Regional
Anestesi regional dapat berupa :
1. Spinal
2. Epidural
3. Caudal
A. Persiapan alat-alat
1. Siapkan alat-alat intra-venous line :
Abocath dengan ukuran yang sesuai
Transfusion set atau infusion set
Cairan infus atau darah
2. Siapkan alat-alat regional anestesi
Jarum spinal / epidural / kaudal
Spuit 2,5 mL / 5 ml / 10 mL
Kateter epidural untuk anestesi regional epidural
3. Persiapan alat-alat anestesi umum
B. Persiapan obat :
1. Obat-obat anestesi regional :
Lidocaine 5 % spinal
Lidocaine 2 % epidural / kaudal
Bupivacaine ( marcaine ) heavy 0,5 spinal / epidural / kaudal
Marcaine 0,75 % spinal
Bivanes 0,5 % / Regivel 0,5 % untuk Spinal
2. Obat-obat Vasokonstriktor :
Ephedrine injeksi
Adrenalin injeksi
14
C. Persiapan pasien :
Sesuai dengan persiapan pasien untuk anestesi umum
Sebelum dilakukan anestesi regional, diberikan loading cairan infus
Ringer’s Lactat sebanyak 500-1000 mL atau cairan kolloid 500 cc
D. Penatalaksanaan anestesi :
Posisi pasien dapat duduk dengan kaki ditekuk/ ditarik ke arah dada
atau posisikan pasien tidur miring dengan kedua kaki ditarik kearah
dada.
Daerah tempat tusukan jarum dan sekitarnya dibersihkan dengan
alcohol dan betadin
Tentukan daerah yang akan ditusuk L 2-3 / L 3-4 / 4-5 atau daerah
kaudal
Spinal :
- Tusuk dengan jarum spinal dengan arah tegak lurus terhadap
vertebra sampai terlihat keluar cairan bening dalam jarum
- Masukan obat anestesi regional dengan terlebih dahulu dilakukan
barbotase
- Cabut jarum dan tutup dengan gaas bethadin
- Penderita kembali ke posisi semula dan lakukan test apakah terjadi
analgesia atau tidak.
Epidural :
- Tusukan jarum epidural dengan arah tegak lurus dan ujung jarum
menghadap ke atas
- Pasang spuite 10 mL kosong pada ujung jarum dan untuk test
apakah jarum sudah masuk ke rongga epidural. Bila jarum sudah
berada di daerah epidural, maka udara dalam spuit tidaka ada
tahanan bila ditekan.
- Berikan test dose dengan Marcaine 0,5 % sebanyak 3 mL
- Masukan kateter epidural ke dalam jarum epidural sampai ukuran
yang tertentu
15
- Jarum epidural perlahan-lahan dicabut dengan mempertahankan
keteter tetap pada tempatnya dan kateter difiksasi
- Masukan obat anestesi local ke dalam kateter dengan jumlah
sesuai kebutuhan untuk menghasilkan analgesia.
E. Monitoring yang dilakukan selama anestesi regional adalah :
Tekanan darah
Nadi dan EKG ( bila ada alatnya )
Respirasi
Tingkat kesadaran
Selama operasi pasien diberikan O2 2-3 liter / menit melalui kanula
oksigen
V. Perawatan Pasca Anestesi
Perawatan pasca anestesi dilakukan diruang pemulihan ( RR ) yang ada
dikamar operasi dan di ruang perawatan asal atau di ruang rawat intensif.
Perawatan pasca anestesi ini dilakukan oleh staf perawat anestesi atau oleh
staf kamar operasi dan staf ruang perawatan asalnya atau staf perawatan
ruang rawat intensif, dengan mengacu pada instruksi pasca anestesi dan
pasca bedah yang diberikan oleh dokter ahli anestesi dan ahli bedah.
Kegiatan yang dilakukan di ruang pemulihan di kamar operasi adalah :
Observasi tanda-tanda vital pasien dan tingkat pulih sadar
Memberikan oksigen pada pasien sesuai instruksi
Mengganti / memberikan cairan infus atau transfusi darah sesuai instruksi
Mengamati dan memberikan tindakan yang diperlukan apabila timbul
penyulit / komplikasi anestesi atau bedah, seperti :
- Muntah
- Gelisah / delir
- Sianosis
- Perdarahan
- Apnoe
- Cardiac arrest
16
Dengan catatan telah lapor atau konsultasi dengan ahli anestesi atau ahli
bedah.
Setelah penderita sadar penuh dan tanda-tanda vital stabil, penderita
dipindahkan ke ruang perawatan asalnya.
Penilaian pemulihan anestesi ini dapat menggunakan Aldrete score yang
dinilai dari 5 kriteria penilaian pemulihan anestesi dengan score 10 untuk
pemulihan penuh sampai 0 pada pasien koma.
5 Kriteria pemulihan anestesi tersebut adalah
1. Aktivitas :
Dapat menggerakan semua anggota tubuh sesuai perintah
……………………………………………………………………( 2 )
Dapat menggerakan 2 ekstremitas sesuai perintah ………..( 1 )
Tidak dapat menggerakan ……………………………………..( 0 )
2. Respirasi :
Bernapas dalam dan batuk ……………………………...( 2 )
Dyspnoe, hipoventilasi …………………………………...( 1 )
Apnoe ………………………………………………………( 0 )
3. Sirkulasi :
Tekanan darah 20 % dari level pra-anestesi ………………………..(2)
Tekanan darah 20 %-50 % dari level pra-anestesi …………………(1)
Tekanan darah 50 % dari level pra-anestesi ………………………...
(0)
4. Kesadaran :
Sadar penuh …….…………………………...........................................(2)
Dapat dibangunkan………………………………………………………..(1)
Tidak berespon ………………………………(0)
5. Warna :
Merah muda / pink …………………………..(2)
17
Pucat…………………………………………..(1)
Cyanotik ………………………………………(0)
Perawatan / monitoring pasca operasi anestesi ini dilakukan hanya dalam 24
jam pertama pasca bedah.
Anestesi Pada Pediatrik
1. Anestesi pada anak :
Bayi
- Neonatus ( usia sampai 1 bulan )
- Bayi ( usia 1 –12 bulan )
Anak Usia 1- 12 tahun
2. Persiapan anestesi / operasi :
Persiapan psikologis :
Terutama untuk anak-anak yang lebih besar dari orang tua pasien
Penilaian pra-anestesi :
- Visite pra-anestesi
Sesuai dengan persiapan anestesi secara umum
- Pemeriksaan fisik
- Bicarakan pada orang tua anak, hal-hal yang menyangkut keadaan
anak / riwayat penyakit dahulu serta tindakan anestesi yang akan
dikerjakan
- Data laboratorium dan data-data penunjang lainnya.
Puasakan anak :
Biasanya puasa pada anak adalah 4 jam sebelum anestesi / operasi
berlangsung bagi anak-anak 5 tahun dan 4-6 jam pada anak-anak
yang lebih besar.
Persiapan alat-alat
- Abocath No.24 Bayi
Abocath No.22 Balita
18
Abocath No.20 Usia 6 tahun
- Transfusion set
- Infusion set mikrodrip untuk bayi dan balita
- Spuit 2,5 mL / 5 mL / 10 mL sesuai kebutuhan
- Stetoskop
- Laringoskop pediatrik
- Tube endotracheal baik jenis balon, spiral atau polos dengan ukuran
sesuai dengan umur bayi / anak
- Gaas basah untuk Pack mulut pada penggunaan tube jenis polos
- Plester dan spalk untuk infus
- Mesin N2O untuk bayi dan balita
3. Premedikasi :
Sulfas atropin 0,01 mg/kgBB bila perlu
Midazolam 0,5 mg/kgBB per oral mulai usia 6 bulan ke atas
4. Penatalaksanaan anestesi :
a. Induksi anestesi :
Inhalasi melalui sungkup muka ( face mask ) dengan O2 / N2O dan
Halothan/Ethrane/ Isofluran dengan konsentrasi gas dinaikkan
secara perlahan-lahan.
Bila anak dapat dipasang jalur infus ( intra vena line ) secara sadar
(awake), induksi dengan Propofol (Safol) 1-2 ml/KgBB /Theopenthal
( Pentothal ) 4-5 mg/kgBB
b. Intubasi endotracheal
Intubasi dalam keadaan sadar ( Awake intubation ) :
Indikasi :
- Neonatus
- Anak dengan airway bermasalah
- Anak dengan lambung penuh
Intubasi dalam NU :
- Dengan pelumpuh otot ( muscle relaxant )
19
- Tanpa pelumpuh otot
Setelah intubasi, periksa kedua paru apakah VBS kiri = kanan
EET difiksasi dengan baik sehingga menghindari lepasnya tube.
c. Maintenance / rumatan anestesi :
O2 / N2O / Halothan, Ethrane atau Isofluran
Napas spontan / dibantu ( assisted )
Napas kontrol dengan menggunakan pelumpuh otot ( muscle
relaxant )
Pemberian cairan infus pada pasien pediatric selama operasi
dihitung dengan menggunakan rumus 4 – 2 – 1
Rumus 4 – 2 – 1 :
- BB s/d 10 kg kebutuhan cairan : 4 mL/kgBB/jam
- BB 11-20 kg kebutuhan cairan : 40 + 2 mL/kgBB/jam
untuk tiap 1 kg diatas 10 kg
- BB > 20 kg kebutuhan cairan : 60 + 1 mL/kgBB/jam untuk
tiap 1 kg berat diatas 20 kg
Pemberian transfusi darah pada pediatric, biasanya dilakukan bila
perdarahan mencapai 10 % dari Estimate Blood Volume ( EBV )
EBV :
- Neonatus 90 mL/kgBB
- Bayi sampai 1 tahun 80 mL/kgBB
- Usia 1 tahun sampai adolescence 70-75 mL/kgBB
- Dewasa 55-65 mL/kgBB
Pemberian jumlah darah sesuai dengan perkiraan perdarahan yang
terjadi
Khusus pada operasi Laparatomi pada bayi / anak pemberian
cairan harus diperhitungkan dengan kehilangan cairan karena
penguapan dari usus yang terbuka.
Biasanya cairan yang diberikan :
- N4 /KA-EN IB untuk cairan maintenance dan ganti puasa
yaitu 4 mL/kgBB/jam
20
- RL untuk mengganti cairan yang hilang karena penguapan
dari usus yang terbuka dengan jumlah :
< 4 mL/kgBB/jam untuk operasi sedang
< 6 mL/kgBB/jam untuk operasi besar
< Diberikan tiap seperempat jam.
d. Monitoring
Yang dimonitor :
Nadi atau denyut jantung dengan menggunakan stetoskop
prekordial
Respirasi
Perfusi perifer
Perdarahan
Urine out put minimal 1 mL/kgBB
Suhu tubuh
Saturasi oksigen ( bila ada alatnya )
e. Ekstubasi :
Dilakukan dengan anestesi ringan ( Light anestesi ) setelah napas
spontan. Bila terjadinya laryngospasme umumnya diterapi dengan :
Tekanan positif
Succinyl choline secara intravena
f. Masa pemulihan / recovery
Yang harus diperhatikan secara khusus :
Patensi saluran nafas
Nafas adekuat
Stabilitas kardiovaskuler
Suhu tubuh
Anestesi Pada Operasi Mata
A. Ketentuan umum :
1. Anak-anak dilakukan dengan anestesi umum dengan intubasi tube
endotracheal
21
2. Dewasa dapat dengan anestesi umum atau local
3. Pemakaian epinefrin 1 : 200.000, hati-hati penggunaan Halothan pada
anestesi umum.
4. Oculacardiac refleks :
Sering terjadinya pada penekanan bola mata, tarikan oto-otot mata,
yang akan menyebabkan timbulnya
- Bradikardia
- Aritmia jantung cardiac arrest
Dapat dicegah dengan pemberian sulfas atrofin intra vena sebelum
operasi
5. Aberasi kornea dapat terjadi karena penekanan Face Mask
6. Penggunaan succinyl choline adalah kontra indikasi pada operasi intra
okuler.
Penggunaan succinyl choline pada penderita yang mendapat terapi
echotiopate, harus hati-hati karena akan memperpanjang apnoe.
B. Persiapan anestesi
Sesuai dengan persiapan anestesi secara umum
C. Penatalaksanaan anestesi :
1. Premedikasi :
Sulfas atropin : 0,01 mg/kgBB dilakukan di OK
Diazepam ( Valium ) : 0,2 mg/kgBB peroral
Midazolam ( Dormicum ) : 0,5 mg/kgBB per-oral untuk anak-anak
diberikan di OK
2. Induksi dan intubasi :
Hindari penggunaan Ketamin karena akan meningkatkan tekanan
darah, sehingga meningkatkan tekanan intra-okuler.
22
Hindari penderita tegang ( straining ) , batuk, muntah, obstruksi
napas.
Induksi dengan :
- Propofol ( Safol ) 1 % w/v atau Thiopental 2,5 % intra vena
- Muscle relaxant : Nurcuron / Tracrium untuk fasilitas intubasi
- O2 / N2O Halothan, Ethrane atau Isofluran dengan ventilasi
spontan / kontrol.
3. Monitoring
Nadi bradikardia atau aritmia karena ocolocardiac refleks
Tekanan darah pertahankan tekanan darah dalam batas normal
karena kenaikan tekanan darah akan menyebabkan kenaikan
tekanan intra okuler.
Hindari pasien bangun selama anestesi ( light anestesi ) karena
dengan anestesi yang dalam akan menurunkan tekanan intra-
okuler
Hiperventilasi akan menurunkan tekanan intra-okuler.
Anestesi Pada Operasi Kebidanan dan Ginekologi
A. Pada operasi kebidanan didapatkan :
1. Faktor Ibu :
Regurgitasi dan aspirasi asam lambung
Hipotensi karena kompresi pada Aorta dan Vena Cava
Hipoksemia karena metabolic rate meningkat dan menurunnya FRC
(Functional Residual Capasity )
Kemungkinan sulit intubasi.
Perdarahan karena atonia uteri
23
Awareness
2. Faktor janin :
Depresi janin karena obat-obatan yang melalui sawar plasenta
Hipoksia janin karena :
- Hipoksia ibu
- Hipotensi
- Kompresi aorta dan Vena Cava
- Vasokonstriksi uteri
B. Penilaian dan pemeriksaan pra-anestesi :
1. Penilaian pra-anestesi :
a. Visite pra-anestesi :
Adanya penyakit jantung
Adanya perdarahan ante-partum dengan hipvolemi
Adanya pre-eklampsi / eklampsi
Adanya Diabetes mellitus
Adanya masalah intubasi
b. Pemeriksaan penderita terutama untuk :
Jantung
Paru-paru
Nadi
Tekanan darah
EKG
Laboratorium :
- Rutin
- Khusus
2. Persiapan anestesi :
a. Premedikasi :
24
H2 antagonis untuk mengurangi sekresi asam lambung. Dapat
diberikan Metoclopropamid 10 mg per-oral atau intra vena, 1 – 2 jam
sebelum induksi.
b. Karena pada operasi kebidanan ( seskio sesarea ) biasanya bersifat
cito (emergensi), sehingga pasien sering tidak puasa. Oleh karena itu
untuk menghindari regurgitasi dan aspirasi cairan lambung sebaiknya
dipasang NGT.
c. Karena pada wanita hamil kemungkinan sulit intubasi sangat besar,
maka untuk antisipasi kegagalan intubasi disediakan mandrain dan
blade laringoskop berbagai ukuran
C. Penatalaksanaan anestesi
1. Anestesi umum
Pasien diletakan terlentang dengan bokong kiri lebih rendah
daripada yang kanan
Diberikan pre-oksigenisasi dengan O2 100% selama 3-5 menit
sebelum induksi.
Induksi dan intubasi dialkukan bila operator ( Dokter Kebidanan )
sudah siap, dengan cara induksi cepat ( Crush Induction ) dengan
penekanan Cricoid ( Selleck Manuver ). Induksi dilakukan dengan
menggunakan :
- Propofol ( Safol ) 1-2 ml/KgBB atau Thiopental ( Pentothal ) : 4 –
5 mg/kgBB
- Succinyl choline / Quelicin : 1 mg/kgBB
- Ketamine 1 mg/kgBB sebagai pengganti Pentothal pada pasien-
pasien hippovolemi atau asma
Operasi dimulai setelah intubasi. Hiperventilasi yang berlebihan
harus dihindari karena dapat mengurangi aliran darah uterus
( Utrine Blood Flow ) dan berhubungan dengan asidosis janin.
N2O : O2 50 % : 50 % dengan konsentrasi volatile ( Gas
anestesi ) yang rendah
25
Digunakan pelumpuh otot ( muscle relaxant ) dengan lama kerja
yang sedang ( intermediate ), seperti :
- Vervuronium : 0,05 mg/kgBB
- Atracurium : 0,05 mg/kgBB
Setelah bayi lahir diberikan :
- Opipoid ( petidin ) 1 mg/kgBB
- Oxytocin 10 – 20 unit kedalam cairan infus
Setelah plasenta lahir diberikan :
Methergin 0,2 mg secara intra vena
Pada akhir operasi dimana efek pelumpuh otot telah kembali dan
napas penderita telah spontan, NGT diangkat dan penderita
diekstubasi dalam keadaan sudah bangun.
2. Anestesi Regional
a. Kontraindikasi anestesi regional adalah :
Perdarahan ante-partum atau kecenderungan perdarahan.
Hipovolemik
Sepsis local didaerah tempat penusukan jarum, deformitas
tulang belakang atau penyakit neuropati
Pasien menolak
b. Subarachnoid block ( spinal ) dapat dipakai pada prosedur elektif
dan emergensi.
c. Epidural block hanya cocok untuk operasi-operasi yang tidak urgen
d. Persiapan anestesi :
Berikan pre-load cairan RL atau NaCl sebanyak 500 – 1000 cc
Siapkan obat-obatan vasokontriktor ( efedrin ) 50 mg yang
diencerkan dalam 10 cc aquades.
e. Pasien biasanya diletakan pada posisi lateral decubitus, suntikan
larutan :
Lidocaine Hyperbarik (5%) 60-90 mg atau
26
Buvivacaine Hyperbarik 12 – 15 mg dengan menggunakan
jarum spinal No.22 atau yang lebih kecil lagi.
Kemudian pasien diposisikan terlentang kembali dengan bokong
kiri lebih rendah daripada kanan.
f. Berikan oksigen 2 – 3 liter / menit dan tekanan darah diukur tiap 1 –
2 menit sampai keadaan stabil.
g. Bila terjadi penurunan tekanan darah lebih dari 30 % dari tekanan
darah sebelum anestesi, berikan vasokinstriktor ( efedrin ) 5 – 10
mg intra-vena
h. Monitoring selama anestesi :
Periksa nadi dan tekanan darah tiap 3 menit sampai lahir dan 5
menit setelah itu
Monitoring respirasi dan tingkat kesadaran
Ukur jumlah kehilangan darah
Bila nadi kurang dari 60 kali / menit berikan efedrin 5 mg
bolus sampai tekanan darah dapat diperbaiki
Bila penderita mengeluh nyeri dada, beri oksigen 100 %
Anestesi Pada Operasi THT
Masalah yang dihadapi :
1. Masalah Airway ( jalan napas )
Mempertahankan dan melindungi jalan napas / airway sementara operasi
berlangsung
2. Memperkecil perdarahan
A. Tonsilektomi
27
Persiapan pasien :
Visite pre-anestesi :
- Anamnesa
- Pemeriksaan fisik
- Laboratorium :
< Rutin
< Hb, L, BT, CT
Premedikasi :
- Sulfas Atropin 0,005 mg/kgBB intravena
- Dormicum 0,5 mg/kgBB pre-oral, untuk anak-anak dibawah 5
tahun
Penatalaksanaan anestesi :
Kanulasi intra-vena
Pre-oksigenasi paling sedikit selama 5 menit sebelum induksi
anestesi
Induksi dan intubasi dengan :
- Propofol ( Safol ) 1-2 ml/KgBB atau Thiopental ( Pentothal ) : 5
mg/kgBB dan
- Succinyl cholinee / Quelicin : 1mg/kgBB kemudian dilakukan
intubasi
- Analgetik dengan Opioid ( Petidin ) : 1 mg/kgBB bila
menggunakan mesin N2O
- Kepala ditinggikan dalam posisi ekstensi dengan meletakan
bantal dibawah bahu.
- Yakinkan patensi dan posisi tube endotracheal setelah posisi
kepala dan pemasangan Mouth Gag
- Memperkecil perdarahan dengan memposisikan kepada lebih
tinggi dan memberikan smooth anestesi.
28
Pasca bedah
- Bersihkan mulut, pharynx dan pasase hidung
- Ekstubasi tube hanya dilakukan setelah ada refleks bentuk
dengan posisi kepala lebih rendah dan posisi miring.
B. Operasi Telinga
Persiapan pasien : sama dengan persiapan operasi THT lainnya
Penatalaksanaan anestesi :
- Induksi dan intubasi sama dengan untuk operasi THT lainnya
- Memperkecil perdarahan dengan memposisikan kepala lebih
tinggi,IPPV (Intermittent Positive Pressure Ventilation ) dengan
pelumpuh otot ( muscle relaxant ) dan Halothan.
- Karena N2O lebih larut dalam darah dan sifatnya mengisi rongga
lebih cepat, maka selama dilakukan tympanoplasty, penggunaan N2O
sebaiknya dihentikan saat 5 menit sebelum penempatan graft.
Pasca bedah :
Sering terjadi mual dan muntah sehingga perlu dipertimbangkan
penggunaan antiemetik profilaksis.
C. Operasi Hidung
Persiapan anestesi : sama dengan persiapan operasi THT lainnya
Penatalaksanaan anestesi :
- Induksi dan intubasi sama dengan operasi-operasi THT lainnya
- Lindungi jalan napas ( airway ) dengan balon tube endotracheal
atau pack pharyngeal
- Kurangi peerdarahan dengan posisi kepala lebih tinggi dan
IPPV (Intermitte Positive Pressure Volume )
- Mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi yang baik
- Monitoring tensi, nadi, respirasi dan perdarahan selama operasi
berlangsung
- Ekstubasi setelah ada refleks batuk
Pasca bedah :
29
Pakai oropharingeal airway ( Mayo ) karena pasase hidung disubat
dengan pack