Kebijakan Semakin Kapitalistik

4
Kebijakan Semakin Kapitalistik, Indonesiaku Terancam Neoliberalisme Sinta Wulandari Fakultas Ekonomi Universitas Jember Indonesia Primadona Dunia Indonesia saat ini menjadi rebutan negara-negara di dunia. Indonesia, oleh dunia, dikenal sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, yang ini mejadi daya tarik tersendiri untuk berinvestasi. Presiden Jokowi, dalam pembukaannya di Asian African Business Summit (AABS) yang merupakan bagian dari rangkaian Konferensi Asia Afrika (KAA) di JCC Senayan, mengajak negara-negara Asia dan Afrika, membuka peluang investasi dengan regulasi yang lebih ramah. Jokowi mengatakan, “...saya juga mengajak untuk mempermudah dan mendorong sektor swasta dengan investasi. Indonesia juga menciptakan dan menyederhanakan proses perizinan untuk investasi.” Dengan kekayaan alam yang melimpah dan kran investasi yang begitu mudah, maka wajar jika Indonesia menjadi primadona dunia untuk berinvestasi. Secara ekonomi, Indonesia juga termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, yaitu mencapai 5,14% di tahun 2014. Tapi menurut pengamat ekonomi dari Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong anomali.

description

kebijakan semakin kapitalistik, Indonesiaku terancam neoliberalisme

Transcript of Kebijakan Semakin Kapitalistik

Kebijakan Semakin Kapitalistik, Indonesiaku Terancam Neoliberalisme

Sinta Wulandari

Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Indonesia Primadona Dunia

Indonesia saat ini menjadi rebutan negara-negara di dunia. Indonesia, oleh dunia, dikenal sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, yang ini mejadi daya tarik tersendiri untuk berinvestasi. Presiden Jokowi, dalam pembukaannya di Asian African Business Summit (AABS) yang merupakan bagian dari rangkaian Konferensi Asia Afrika (KAA) di JCC Senayan, mengajak negara-negara Asia dan Afrika, membuka peluang investasi dengan regulasi yang lebih ramah. Jokowi mengatakan,

...saya juga mengajak untuk mempermudah dan mendorong sektor swasta dengan investasi. Indonesia juga menciptakan dan menyederhanakan proses perizinan untuk investasi.

Dengan kekayaan alam yang melimpah dan kran investasi yang begitu mudah, maka wajar jika Indonesia menjadi primadona dunia untuk berinvestasi.

Secara ekonomi, Indonesia juga termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, yaitu mencapai 5,14% di tahun 2014. Tapi menurut pengamat ekonomi dari Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong anomali. Alasannya karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Akibat Kebijakan Kapitalistik

Dengan dibukanya kran investasi yang sangat luas bagi dunia dan pertumbuhan ekonomi yang baik, apakah membawa Indonesia menjadi negara maju yang sejahtera? Ternyata, hingga detik ini Indonesia masih dibelit dengan berbagai persoalan yang tak kunjung selesai.

Angka kemiskinan semakin besar. Pada September 2014 BPS mencatat ada sekitar 27.730.000 jiwa atau 10,96% dari jumlah penduduk negeri ini dan data ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya angka pengangguran juga tak kunjung menurun. Tercatat sebanyak 7.244.905 jiwa yang berstatus sebagai pengangguran terbuka. Akibatnya kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin semakin menganga.

Negara ini juga masih memiliki beban utang yang sangat besar. Tercatat selama Februari 2015 utang Indonesia adalah sebesar 2.744,36 triliun rupiah, dan jika kita bagi beban utang ini kepada penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 253.000.000 jiwa maka setiap orang termasuk bayi yang baru lahir sekalipun akan menanggung utang sebesar 10,85 juta per orang.

Indonesia juga menghadapi permasalahan ekonomi terkait kenaikan harga-harga yang menyengsarakan rakyat. Harga beras naik sekitar 30% pada bulan Februari dan hanya sedikit turun memasuki bulan Maret. Memasuki bulan Maret, harga cabai, bawang dan sebagian sayuran juga naik lagi. Harga gas juga naik. Pertamina menaikkan harga gas 12 kg menjadi Rp134.000 per tabung. Sebagian orang lantas beralih ke gas 3 kg. Gas 3 kg di beberapa daerah pun langka. Harganya naik menjadi Rp20.000 pertabung.

Harga BBM mulai 1 Maret 2015 untuk jenis premium juga naik. Seakan kurang, masih ada lagi yang akan dinaikkan oleh Pemerintah seperti tarif listrik, tarif tol dan iuran BPJS. Tarif listrik akan dinaikkan lagi agar sama dengan harga keekonomian. Pemerintah pun akan mengenakan PPN 10% untuk tarif tol per 1 April. Semua itu diperparah oleh nilai mata uang rupiah yang terus terpuruk. Jelas, penyebab utama kenaikan harga-harga itu adalah kebijakan Pemerintah yang sangat kapitalistik. Akibatnya, rakyat makin tercekik.

Indonesiaku Terancam Neoliberalisme

Jika kita melihat kondisi Indonesia, ternyata dibukanya kran investasi dan naiknya pertumbuhan ekonomi tidak lantas membuat Indonesia maju. Sebaliknya, Indonesia saat ini tengah berada dalam ancaman neoliberalisme. Dalam sistem neolib, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu atau korporat. Privatisasi sektor publik adalah salah satu cirinya. Kekayaan alam yang melimpah yang sejatinya adalah milik rakyat tapi diberikan kepada asing untuk mengelolanya. BUMN yang sejatinya adalah perusahaan negara malah dijual. Lengkaplah, SDA dikuasai asing, BUMN diduduki oleh orang-orang asing. Makin parahnya, Pemerintah mengambil kebijakan untuk mecabut subsidi komoditas strategis seperti migas, listrik, pupuk dan lainnya.

Tidak cukup itu, rakyat pun dipalak dengan pajak. Karena pembiayaan APBN bertumpu pada pajak dan utang. Target pajak di RAPBN-P 2015 dinaikkan menjadi 1.489,3 triliun rupiah. Dan untuk mencapai itu semua maka objek pajak baik orang maupun barang akan semakin diperluas. Dengan ini pajak akan semakin tinggi dan mencekik rakyat.

Jelas sekai negeri ini perlu segera diselamatkan. Negeri ini tidak lagi butuh pergantian rezim atau pemimpin baru. Lebih dari itu, negeri ini butuh pergantian sistem. Nyata sekali sistem kapitalisme neoliberal adalah sistem rusak dan merusak. Maka sudah sepantasnya untuk dibuang dan diganti dengan sistem yang memanusiakan manusia.