Kebijakan Public Revenue

16
KARAKTERISTIK PENERIMAAN NON- PAJAK DAN KEBIJAKAN PUBLIC REVENUE Oleh: FANDY ANGGARA PUTRA (11) HARIS JUNAIDI (15) DIPLOMA IV AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

description

Kebijakan Public Revenue

Transcript of Kebijakan Public Revenue

KARAKTERISTIK PENERIMAAN NON-PAJAK DAN KEBIJAKAN PUBLIC REVENUE

KARAKTERISTIK PENERIMAAN NON-PAJAK DAN KEBIJAKAN PUBLIC REVENUE

Oleh:FANDY ANGGARA PUTRA (11)HARIS JUNAIDI (15)

DIPLOMA IV AKUNTANSISEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

A. Karakteristik Penerimaan Negara Bukan PajakPenerimaan negara dari sektor perpajakan yang merupakan andalan penerimaan negara untuk membiayai seluruh pengeluaran atau belanja negara sampai saat ini masih belum mampu menutup seluruh biaya yang diperlukan untuk membiayai pengeluaran negara. Oleh karena itu, pemerintah terus mencoba menggali sumber-sumber penerimaan dalam negeri lainnya, antara lain adalah penerimaan negara bukan pajak. Berkaitan dengan PNBP ini, pemerintah senantiasa berusaha meningkatkan jumlahnya dari tahun ke tahun, untuk menopang penerimaan dalam negeri. Dan ini perlu dioptimalkan, karena sampai dengan saat ini PNBP masih dipandang dengan sebelah mata, dalam arti PNBP belum digali secara maksimal oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang memiliki PNBP.1. Definisi Penerimaan Negara Bukan PajakBerdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, pengertian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.2. Dasar Hukum Penerimaan Negara Bukan PajakSebagaimana penerimaan perpajakan, pemungutan PNBP harus didasarkan pada undang-undang. Dalam pelaksanaannya, pemerintah telah mengesahkan Undang-undang mengenai PNBP ini, yaitu Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, sebagai payung dalam pelaksanaan pemungutan, penyetoran, penatausahaan dan pertanggungjawaban pengelolaan PNBP oleh kementerian negara/lembaga.3. Klasifikasi Penerimaan Negara Bukan PajakUntuk tujuan klasifikasi, PNBP dapat dibagi kedalam dua jenis klasifikasi, yaitu berdasarkan Undang-undag nomor 20 tahun 1997 dan berdasarkan bagan akun standar. Berdasarkan Undang-undag nomor 20 tahun 1997, PNBP meliputi:1. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;1. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;1. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;1. penerimaan dari kegiaatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;1. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;1. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;1. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.Sedangkan klasifikasi berdasarkan bagan akun standar, PNBP dapat dibagi kedalam: 1) penerimaan sumber daya alam (SDA), 2) penerimaan bagian Pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 3) PNBP lainnya, dan 4) pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).Berdasarkan sumbernya, PNBP diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu:a. Penerimaan sumber daya alam (SDA)PNBP yang berasal dari sumber daya alam terdiri atas penerimaan sumber daya alam (SDA) migas dan non-migas. Pendapatan SDA migas merupakan pendapatan yang diperoleh dari bagian bersih pemerintah atas kerjasama pengelolaan sektor hulu migas. Pendapatan SDA non-migas berasal dari pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan.b. Penerimaan bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN)Penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN merupakan imbalan kepada pemerintah pusat selaku pemegang saham BUMN yang dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap laba bersih BUMN.c. PNBP lainnyaPada prinsipnya, PNBP lainnya meliputi berbagai jenis penerimaan yang dipungut oleh Kementerian Negara/Lembaga atas produk layanan yang diberikan kepada masyarakat. Secara garis besar, PNBP lainnya terbagi dalam beberapa jenis penerimaan, antara lain: 1) pendapatan dari pengelolaan BMN, 2) pendapatan jasa, 3) pendapatan bunga, 4) pendapatan kejaksaan dan peradilan, 5) pendapatan pendidikan, 6) pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi, 7) pendapatan iuran dan denda, serta 8) pendapatan lain-lain. Termasuk di dalam kelompok ini adalah pendapatan atas pengurusan SIM, STNK, dan surat nikah dll. Pungutan yang dilakukan oleh instansi pemerintah tersebut dilakukan atas dasar Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada K/L tertentu. Tidak kurang dari sepuluh ribu jenis dan tarif PNBP yang dikenakan secara sah oleh instansi pemerintah.d. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU)Pendapatan BLU merupakan pendapatan Satuan Kerja (Satker) instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum (PPK-BLU), yaitu pendapatan yang diperoleh atas penjualan barang dan/atau jasa produk instansi pemerintah bersangkutan kepada masyarakat pengguna untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bedanya, pendapatan yang diperoleh melalui mekanisme BLU ini dapat langsung digunakan oleh instansi yang bersangkutan. Selain itu, jenis dan tarif PNBP BLU tidak ditetapkan melalui PP melainkan Peraturan Menteri Keuangan.

4. Realisasi dan Target Penerimaan Negara Bukan PajakPenerimaan negara bukan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat. Data realisasi PNBP dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 sebagai berikut:(dalam trilyun rupiah)JENIS PNBPTAHUN ANGGARAN

20082009201020112012Semester I 2013

SDA Migas212126153193205,8261,6

SDA Non-migas1313162020,0211,5

Deviden BUMN2926302930,8027,1

PNBP Lainnya6354596973,4629,9

Pendapatan BLU48112021,706,86

TOTAL321227269331351,80137,05

Sedangkan untuk target penerimaan PNBP tahun 2014 adalah sebagai berikut:(dalam trilyun rupiah)URAIAN PNBPTARGET 2014

SDA Migas171,3

SDA Non-migas26,7

Deviden BUMN37,0

PNBP Lainnya91,1

Pendapatan BLU24,8

TOTAL350,9

B. Kebijakan Public Revenue1. Kebijakan Penerimaan Pajaka. Kebijakan Administratif PerpajakanPada intinya, Administrasi Perpajakan merupakan instrumen dari pelaksanaan hukum pajak khususnya ketentuan formal perpajakan, atau dengan kata lain bahwa dalam melaksanakan administrasi pajak, aparatur pajak sebagai pelaksana pemungutan pajak pada dasarnya adalah beracara dengan wajib pajak dalam sistem perpajakan yang menganut sistem self assessment. Oleh karena itu tata pelaksanaan administrasi pajak haruslah tetap menjamin agar Wajib Pajak termotivasi dengan baik dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan melalui suatu kegiatan yang terkendali, dengan cara pelaksanaan tata administrasi pajak haruslah disusun dengan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:1) Transparan, artinya pelaksanaan tata usaha harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan kemauan Undang-Undang serta fakta yang benar-benar terjadi.2) Sederhana, artinya tata usaha harus bersendikan kepada kesederhanaan yang meliputi antara lain mudah, lancar, cepat, tidak berbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.3) Kepastian atau kepastian hukum, artinya administrasi pajak sebagai administrasi hukum haruslah mengabdi kepada adanya kepastian hukum.4) Efisien, artinya pelaksanaan tata usaha perpajakan harus dilaksanakan dan dibatasi dengan hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan.5) Ekonomis, artinya sejalan dengan salah satu asas pemungutan pajak yaitu harus dilakukan dengan ekonomis6) Berkeadilan, artinya pelaksanaan tata usaha pelayanan yang bersifat umum dan merata.7) Tepat Waktu, artinya pelaksanaan pelayanan dilaksanakan dengan tepat waktu dan tidak bertele-tele, yaitu waktu yang pantas dan wajar untuk penyelesaian.Dalam perpajakan, administrasi secara garis besar penggunaannya adalah dalam rangka pelayanan, pengawasan dan pembinaan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban dan haknya,yang antara lain meliputi:a. Pelayanan Penerimaan Surat Masuk dan Pemberian Bukti Tanda Terimab. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak / Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak c. Bukti Pembayaran Pajak / Surat Setoran Pajak (SSP)d. Pengelolaan Surat pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Tahunan.e. Pengawasan Pembayaran Masaf. Penerbitan Surat Ketetapan Pajakg. Piutang Pajak dan Penagihannyah. Keberatan dan Pengurangan Pajaki. Restitusi Pajakj. Pemeriksaan Pajakk. Sistem Kearsipanl. Pengolahan DataReformasi dalam administrasi perpajakan, yang secara singkat disebut modernisasi sudah dimulai sejak tahun 2002. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Jika program modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner.Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut:1) Struktur OrganisasiUntuk melaksanakan perubahan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus mencapai tujuan organisasi yang diinginkan, penyesuaian struktur organisasi DJP merupakan suatu langkah yang harus dilakukan dan sifatnya cukup strategis. Struktur organisasi harus juga diberi fleksibilitas yang cukup untuk dapat selalu menyesuaikan dengan lingkungan eksternal yang sangat dinamis, termasuk perkembangan dunia bisnis dan teknologi.Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi DJP perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Perubahan tersebut antara lain Untuk memudahkan Wajib Pajak, ke tiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan demikian Wajib Pajak cukup datang ke satu kantor saja untuk menyelesaikan seluruh masalah perpajakannya Unit vertikal DJP dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama.Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi dan pendekatan terhadap wajib pajakpun dapat disesuaikan dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal Khusus di kantor operasional, terdapat posisi baru yang disebut Account Representative, yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak, memberitahukan peraturan perpajakan yang baru, dan mengawasi kepatuhan wajib pajak. Struktur Kantor Pusat DJP (KP DJP) ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal di bawahnya. Ke depannya KP DJP dirancang sebagai Pusat Analisis dan Perumusan Kebijakan (Center of Policy Making and Analysis) atau hanya menjalankan tugas dan pekerjaan yang sifatnya non operasional.2) Business Process dan Teknologi Informasi dan KomunikasiPerbaikan business process, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full automation, akan tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena administrasi menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak, baik dari segi kualitas maupun waktu. Business process dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN. Di samping itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui sistem yang ada.Langkah-langkah perbaikan business process antara lain; Penulisan dan dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP yang dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi para pegawai. Penerapan e-system untuk memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dilakukan antara lain dengan dibukanya fasilitas e-filing (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran online untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet). Untuk sistem administrasi internal saat ini terus dilakukan pengembangan dan penyempurnaan Sistem Informasi DJP (SIDJP).3) Manajemen Sumber Daya ManusiaFokus program Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan adalah perbaikan sistem dan manajemen SDM, dan direncanakan perubahan yang dilakukan sifatnya lebih menyeluruh. Diharapkan ke depannya DJP dengan sistem administrasi perpajakan modern akan dapat didukung oleh sistem SDM yang berbasis kompetensi dan kinerja.Hal ini nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat sistem jenjang karir, khususnya sistem mutasi dan promosi, serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil, dan akuntabel. Dengan sistem dan manajemen SDM yang lebih baik dan terbuka akan dapat menghasilkan SDM yang juga lebih baik, khususnya dalam hal produktivitas dan profesionalisme. Dapat dilihat bahwa perbaikan remunerasi hanyalah salah satu bagian akhir dari program reformasi birokrasi yang sebelumnya didahului dengan perbaikan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem manajemen sumber daya manusia.4) Pelaksanaan Good GovernanceDJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya menerapkan prinsip-prinsip good governance yang penerapannya antara lain; Pembuatan dan penegakan Kode Etik Pegawai yang secara tegas mencantumkan kewajiban dan larangan bagi para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk sanksi-sanksi bagi setiap pelanggaran Kode Etik Pegawai tersebut. Penyediakan berbagai saluran pengaduan yang sifatnya independen untuk menangani pelanggaran atau penyelewengan di bidang perpajakan. Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah dibentuk dua Subdirektorat yang khusus menangani pengawasan internal di bawah Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, yaitu Subdirektorat Kepatuhan Internal yang sifatnya lebih ke pencegahan (preventif) dan Subdirektorat Investigasi Internal yang sifatnya lebih ke pengusutan dan penghukuman (reaktif). Pembentukan complaint center di masing-masing Kanwil modern untuk menampung keluhan Wajib Pajak merupakan bukti komitmen DJP untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajaknya sekaligus pengawasan bagi internal DJP. Dalam hal efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme dan akuntabilitas organisasi, adanya penerapan manajemen organisasi modern melalui pembuatan dan penerapan siklus perencanaan, implementasi, dan evaluasi, yang disertai alat ukur yang jelas untuk menilai keberhasilan program tersebut.b. Kebijakan Optimalisasi Penerimaan PajakKebijakan yang diambil untuk dapat mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak Dan Intensifikasi Pajak, yang dimaksud dengan:Ekstensifikasi Wajib Pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak1) EkstensifikasiKegiatan ekstensifikasi dilakukan dengan memberikan NPWP kepada wajib pajak Orang Pribadi yang memiliki penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Tujuan ekstensifikasi adalah untuk meningkatkan basis pajak/menggali potensi pajak yang selama ini belum tersentuh dan untuk pemutakhiran data wajib pajak.Kegiatan Ekstensifikasi yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2011 adalah Sensus Pajak Nasional (SPN). SPN adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional, selain untuk memperluas basis pajak, SPN juga bertujuan untuk pemutakhiran data WP.2) IntensifikasiKegiatan intensifikasi dilakukan dengan mencermati apakah wajib pajak telah melaporkan seluruh obyek pajak yang ada padanya dengan jumlah yang sebenarnya. Titik beratnya adalah masalah teknis pemungutan pajak. Secara umum dilakukan dengan penyuluhan, dengan beragam cara dan melalui berbagai media. Secara khusus untuk wajib pajak tertentu, bisa dalam bentuk himbauan, konseling, penelitian, pemeriksaan dan bahkan penyidikan apabila terdapat indikasi adanya pelanggaran hukum.2. Kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)a. Kebijakan Administratif PNBPAda beberapa peraturan yang mengatur tentang administrasi PNBP ini yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran PNBP yang Terhutang, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Penyetoran PNBP dari Hasil-Hasil Kekayaan Negara yang Dipisahkan. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 telah diubah dengan Paraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 terkait dengan jenis-jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan, yang mengubah penerimaan dari iuran hasil hutan menjadi penerimaan dari provisi sumber daya hutan.Menurut Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 1997, instansi pemerintah yang ditunjuk untuk menagih dan memungut PNBP yang terutang dan Wajib Bayar wajib mengadakan pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penghitungan PNBP. Pencatatan wajib diselenggarakan di Indonesia dalam satuan mata uang rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau mata uang asing dan bahasa asing yang diizinkan Menteri. Buku, catatan, dan dokumen lainnya yang menjadi dasar perhitungan wajib disimpan selama 10 tahun. Adapun, proses administrasi Penerimaan Negara Bukan Pajak dimulai dari proses pembayaran, penyetoran, sampai dengan pertanggungjawaban.

b. Kebijakan Optimalisai PNBP1) PNBP Sumber Daya AlamPNBP SDA Migas besarnya sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: a) harga minyak mentah internasional, b) kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, c) cost recovery, dan d) lifting minyak dari bumi Indonesia. Adapun kendala/tantangan yang dihadapi dalam rangka optimalisasi PNBP Migas antara lain: a) adanya penurunan alamiah produksi migas (decline rate) yang dapat mempengaruhi lifting minyak, b) masih tingginya biaya cost recovery, dan c) adanya ganguan pada fisilitas produksi yang berakibat pada aktivitas produksi.Jadi, untuk optimalisasi penerimaan sumber daya alam, upaya dan kebijakan pemerintah Indonesia terutama difokuskan kepada:a) pemberian fasilitas fiskal dan non-fiskal terhadap kegiatan usaha sektor hulu migas guna meningkatkan lifting minyak bumi dan gas alam;b) penerbitan peraturan pemerintah tentang cost recovery dalam kegiatan usaha hulu migas dengan tetap menghormati kontrak yang berlaku;c) memperkuat penagihan dan pengawasan dari sektor migas oleh Badan Pelaksana Migas;d) meningkatkan produksi dan revisi tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada sektor sumber daya mineral;e) menggali potensi-potensi penerimaan yang ada di sektor kehutanan dengan tanpa merusak lingkungan dan mempertahankan kelestarian hutan; danf) mengoptimalkan penerimaan dari sektor perikanan dengan mempertimbangkan peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pesisir nelayan.2) PNBP Bagian Pemerintah atas Laba BUMNPNBP bagian pemerintah atas laba BUMN besarnya sangat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: a) laba bersih yang didapat BUMN, b) payout ratio, dan c) besarnya kepemilikan saham pemerintah.Untuk itu, dalam rangka meningkatkan PNBP dari bagian pemerintah atas laba BUMN ini diadakan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:a) pemerintah melakukan penyehatan dan peningkatan kinerja BUMN;b) perlu melakukan efisiensi biaya operasional BUMN;c) optimalisasi deviden pay-out ratio;d) penyelesaian audit oleh Kantor Akuntan Publik atas laporan keuangan BUMN yang harus selesai lebih awal dari peraturan yang ada guna mengetahui secara awal definitif atas laba/rugi bersih BUMN;e) peningkatan sinergi antar BUMN guna meningkatkan daya saing; danf) menjaga keseimbangan antara capital expenditures dan sharing deviden kepada APBN, mengingat BUMN juga memberikan sumbangan penerimaan pajak yang besar kepada negara.3) PNBP LainnyaPNBP lainnya besarnya sangat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: a) kuantitas dan kualitas pelayanan yang diberikan kementerian negara/lembaga (K/L), b) besaran tarif pelayanan, dan c) ketepatan waktu penyetoran ke rekening kas negara.Untuk itu, dalam rangka meningkatkan PNBP lainnya ini diadakan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:a) Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan meminta kepada seluruh K/L, agar melakukan inventarisasi potensi PNBP yang ada pada masing-masing K/L. Selanjutnya K/L diminta agar mengusulkan potensi PNBP tersebut untuk diterbitkan PP sebagai landasan pemungutannya. Pengusulan ini dilakukan K/L dengan menerbitkan surat permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran;b) memberikan sanksi yang tegas kepada K/L yang melakukan pemungutan PNBP tanpa dasar hukum, dan Menteri Keuangan agar memerintahkan kepada K/L yang bersangkutan untuk menyampaikan usulan PP sebagai landasan pemungutan PNBP oleh K/L yang bersangkutan, apabila telah nyata diketahui ada K/L yang melakukan pemungutan tanpa dasar hukum tersebut; danc) untuk masalah pengawasan PNBP, agar dapat terlaksana dengan baik, bisa dilakukan oleh pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai satker yang salah satu tugas dan fungsinya melaksanakan monitoring dan evaluasi PNBP di daerah, untuk melakukan tugas pengawasan dan monitoring PNBP tersebut.4) Pendapatan BLUPendapatan BLU sangat dipengaruhi oleh a) volume kegiatan pelayanan, b) tarif atas kegiatan pelayanan yang dilaksanakan dan ditetapkan Menteri Keuangan, c) kualitas pelayanan, dan d) administrasi pengelolaan BLU.Kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan BLU dilakukan dengan:a) meningkatkan pelayanan publik melalui peningkatan sumber daya manusianya;b) meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan keuangan BLU; danc) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan instansi pemerintah.

Sumber:www.bppk.depkeu.go.idwww.anggaran.depkeu.go.idwww.pajak.go.idUndang-undang nomor 20 Tahun 1997Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2014