KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

20
Orasi Ilmiah Wisuda Program Diploma YPA-Handayani 04 November 2010 ”KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL TENTANG KECAKAPAN HIDUP DAN IMPLIKASINYA PADA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT” Oleh: Dr. H. Moh. Alifuddin Penghadir yang mulia, Izinkan saya memulai orasi ilmiah ini dengan memaparkan sedikit background tentang Yayasan Pendidikan Alifuddin Handayani, disingkat YPA-Handayani. YPA-Handayani merupakan penyelenggara pendidikan nonformal yang berbasis di Indonesia Timur. Yayasan ini menyelenggarakan beberapa rumpun jenis kursus atau pelatihan. Didirikan sejak tahun 1982 atau 28 tahun silam dan hingga kini terus berkembang dan tersebar di beberapa provinsi dan kabupaten/kota antara lain: Makassar, Bulukumba, Sinjai, Bone, Palopo, Wajo, Pare-pare, Mamuju, Majene, Kendari, Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe Selatan, Bombana, Raha, Bau-Bau dan Buton. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari strategi manajemen yang diterapkan yang sifatnya unik, antara lain tampak dari orientasi penyelenggaraan, pola rekrutmen peserta, pelaksanaan proses belajar-mengajar, pembiayaan pelatihan, keluaran (output), penyaluran para alumni, pemberian modal kerja kepada para alumni, sampai pada pembinaan pengembangan alumninya. Dalam hal orientasi penyelenggaraan, YPA peduli (concern) pada kebutuhan aktual 1

Transcript of KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Page 1: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

”KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

TENTANG KECAKAPAN HIDUP DAN IMPLIKASINYA PADA

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT”

Oleh: Dr. H. Moh. Alifuddin

Penghadir yang mulia,

Izinkan saya memulai orasi ilmiah ini dengan memaparkan sedikit

background tentang Yayasan Pendidikan Alifuddin Handayani, disingkat YPA-

Handayani. YPA-Handayani merupakan penyelenggara pendidikan nonformal

yang berbasis di Indonesia Timur. Yayasan ini menyelenggarakan beberapa

rumpun jenis kursus atau pelatihan. Didirikan sejak tahun 1982 atau 28 tahun

silam dan hingga kini terus berkembang dan tersebar di beberapa provinsi dan

kabupaten/kota antara lain: Makassar, Bulukumba, Sinjai, Bone, Palopo, Wajo,

Pare-pare, Mamuju, Majene, Kendari, Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe

Selatan, Bombana, Raha, Bau-Bau dan Buton. Perkembangan tersebut tidak

terlepas dari strategi manajemen yang diterapkan yang sifatnya unik, antara

lain tampak dari orientasi penyelenggaraan, pola rekrutmen peserta,

pelaksanaan proses belajar-mengajar, pembiayaan pelatihan, keluaran

(output), penyaluran para alumni, pemberian modal kerja kepada para alumni,

sampai pada pembinaan pengembangan alumninya. Dalam hal orientasi

penyelenggaraan, YPA peduli (concern) pada kebutuhan aktual calon

konsumen yang didasarkan pada kebutuhan daerah setempat. Untuk di daerah

perkotaan misalnya, YPA memberikan kursus-kursus yang sesuai kebutuhan

masyarakat kota seperti kursus Bahasa Jepang, kursus Bahasa Inggris, kursus

komputer dan lain-lain yang selaras dengan kebutuhan aktual masyarakat kota.

Sedangkan untuk daerah perdesaan, YPA memberikan kursus atau pelatihan

mengemudi, nelayan, pertanian, perkebunan, menjahit, memasak, industri

rumah, kerajinan tradisional, anyaman, penggergajian, pandai besi, montir,

elektronika, dan kursus/pelatihan kerja sesuai kebutuhan masyarakat setempat.

Dengan orientasi penyelenggaraan seperti itu, maka dalam proses pengerahan

1

Page 2: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

(recruitment) peserta YPA menerapkan pola jemput bola, yakni dengan

mendatangi daerah-daerah yang masyarakatnya membutuhkan kursus atau

pelatihan.

Pelaksanaan proses belajar-mengajar bukan hanya dilakukan secara

klasikal di kelas, tetapi juga di lapangan. Kursus-kursus bahasa, akuntansi dan

komputer misalnya diselenggarakan di kelas, sedangkan pelatihan mengemudi,

nelayan, pertanian, perkebunan, kerajinan, anyaman atau penggergajian

dilaksanakan di lapangan (sawah, pegunungan, pinggir pantai, teras rumah

warga masyarakat atau di bawah pepohonan). Pola pelaksanaan seperti ini

dilakukan dalam rangka menciptakan para alumni yang betul-betul memiliki

kecakapan hidup (life skill), dalam arti siap kerja atau siap berwirausaha.

Penyelenggaraan pendidikan nonformal yang dilakukan YPA

mencerminkan suatu strategi manajemen pendidikan berbasis konteks

(context). Konteks dalam artian ini sekurang-kurangnya mengacu pada

kebutuhan masyarakat lokal (setempat) dan pola penyelenggaraan kursus atau

pelatihan yang dilakukan di kelas dan di lapangan, yang ditopang oleh pola

rekrutmen, proses belajar-mengajar, pembiayaan pelatihan, penyaluran kerja,

pemberian modal kerja dan pembinaan pengembangan alumni yang seluruhnya

didedikasikan untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan yang berbasis

konteks tersebut.

Fenomena penyelenggaraan pendidikan nonformal pada YPA yang

menggunakan strategi manajemen pendidikan berbasis konteks ini cukup unik

(dibandingkan dengan penyelenggaraan pendidikan nonformal pada lembaga-

lembaga pendidikan lain) sehingga layak atau memenuhi unsur keunikan suatu

penelitian ilmiah, khususnya penelitian kebijakan (policy research). YPA dalam

menyelenggarakan kursus dan pelatihan juga mengacu pada kebijakan

pendidikan nonformal yang berlaku di Indonesia, namun dalam

penyelenggaraannya tidak seluruhnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan

penyelenggaraan pendidikan nonformal, baik yang terkait dengan orientasi

penyelenggaraan, pola rekrutmen peserta, proses belajar-mengajar, keluaran

(output), penyaluran para alumni, pembiayaan, pemberian modal kerja maupun

pembinaan pengembangan alumni. Dalam beberapa aspek ini, YPA memiliki

2

Page 3: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

kebijakan yang unik dan dari keunikannya tersebut YPA tumbuh dengan pesat.

Hingga kini telah meluluskan alumni sebanyak ± 850.000 (delapan ratus lima

puluh ribu) orang dan hampir semua telah bekerja di berbagai instansi

pemerintah, swasta, dalam dan luar negeri.

Fenomena tersebut sekurang-kurangnya mengundang tiga pertanyaan:

(1) Bagaimana kebijakan pendidikan nonformal dalam menanggapi kebutuhan

kecakapan hidup perserta didik? (2) Bagaimana kebijakan pendidikan

nonformal yang diterapkan YPA dalam meningkatkan kecakapan hidup para

alumninya? (3) Bagaimana implikasi kecakapan hidup sebagai keluaran

(output) pelaksanaan kebijakan pendidikan nonformal oleh YPA pada

kesejahteraan para alumninya?

Bapak/ibu/sdr/sdr(i) yang saya muliakan,

Untuk menjawab tiga pertanyaan tersebut, kiranya perlu sedikit dibahas

mengenai teori yang relevan sebagai pijakan ilmiah, yakni mengenai kebijakan,

kecakapan hidup, dan kesejahteraan.

Mengenai kebijakan, Mintzberg (dalam Scott dan Davis, 2007: 319)

menjelaskan bahwa kebijakan merujuk pada: (a) rencana – cara bertindak yang

sengaja ditetapkan; (b) permainan – manuver yang dimaksudkan untuk

menyesatkan orang lain; (c) pola – kumpulan tindakan yang konsisten, apakah

bertujuan atau tidak; (d) posisi – lokasi atau wadah yang menunjuk bidang

tindakan; dan (e) perspektif – cara memandang dunia. Sedangkan bagi

Schermerhorn, Hunt dan Osborn (2005: 390), kebijakan merupakan pedoman

bertindak yang menguraikan sasaran penting dan secara luas menunjukkan

bagaimana aktivitas dapat dikerjakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan

merefleksikan pedoman bertindak yang menguraikan sasaran penting dan

secara luas menunjukkan bagaimana aktivitas dapat dikerjakan serta

menunjukkan standar tingkah laku yang mengakibatkan orang-orang

mengambil tindakan dengan cara tertentu.

Kebijakan tidak akan ada gunanya tanpa dilaksanakan. Pelaksanaan

kebijakan merupakan sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting

daripada sekedar pembuatan kebijakan. Implementasi kebijakan bukan sekedar

3

Page 4: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

bersangkut-paut dengan mekanisme penjabaran berbagai keputusan politik ke

dalam mekanisme prosedur secara rutin lewat saluran-saluran birokrasi,

melainkan juga menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang

memperoleh apa dari suatu kebijakan. Van Meter dan Van Horn (dalam

Nakamura and Smallwood, 1980: 112) menjelaskan bahwa implementasi

kebijakan merupakan “tindakan oleh publik dan individu (atau kelompok) yang

ditujukan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan

sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan

hal yang sangat penting dan vital.

Implementasi kebijakan minimal terkait dengan tiga hal. Pertama,

adanya tujuan atau sasaran kebijakan. Kedua, adanya aktivitas atau kegiatan

pencapaian tujuan. Ketiga, adanya hasil kegiatan. Ini berarti bahwa

implementasi kebijakan merupakan suatu proses dinamis, di mana pelaksana

kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya

mendapatkan suatu hasil sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan.

Untuk melihat kebehasilan implementasi kebijakan diperlukan suatu

evaluasi, semacam penaksiran, pemberian angka atau penilaian

, kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam

arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan

produksi informasi mengenai nilai atau kebijakan manfaat hasil kebijakan. Oleh

karena itu evaluasi kebijakan dimaksudkan untuk mengetahui empat aspek,

yaitu: proses pembuatan kebijakan, proses implementasi, konsekuensi

kebijakan, dan efektivitas dampak kebijakan (Dunn, 1997: 608).

Evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari

metode-metode analisis kebijakan lainnya, yaitu: fokus pada nilai,

interdependensi fakta nilai, orientasi masa kini dan masa lampau, dan dualitas

nilai (dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara) (Dunn, 1997: 608-609).

Menurut Dunn (1997: 429-430), paling tidak terdapat enam tipe kriteria evaluasi

kebijakan, yaitu: efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas, dan

ketepatan.

Untuk evaluasi kebijakan diperlukan riset kebijakan, yang menurut

Majchrzak (1984: 13) disebut sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk

4

Page 5: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang

bersifat fundamental, dilakukan secara teratur untuk membantu pengambil

kebijakan memecahkan masalah dengan jalan menyediakan rekomendasi yang

berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatik. Menurut Majchrzak

(1984: 18-20), riset kebijakan memiliki lima karakteristik, yakni: fokus pada

multidimensional, menggunakan pendekatan induktif empiric, fokus pada

variabel-variabel yang lunak, tanggap terhadap pengguna studi, dan secara

eksplisit menyertakan nilai-nilai. Riset kebijakan dilakukan berdasarkan

tahapan-tahapan tertentu.

Ikhwal kecakapan hidup, Brolin mengatakan bahwa kecakapan hidup

(life skills) merupakan kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan

oleh seseorang agar berfungsi secara independen dalam kehidupannya.

Sedangkan United States Labor Office menyatakan bahwa life skills adalah

kecakapan sehari-hari yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam

kehidupannya. Kemudian Tim Broad-Based Education (Depdiknas, 2002)

mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang

untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar

tanpa merasa tertekan, proaktif, kreatif mencari solusi untuk mengatasinya

(Subijanto, 2007: 365).

Pada hakikatnya kecakapan hidup adalah kemampuan, keterampilan

dan kesanggupan yang diperlukan seseorang dalam menghadapi dan

menjalankan kehidupan nyata (Subijanto, 2007: 365).

Kecakapan hidup dapat dikelompokkan dalam lima aspek, yaitu (1)

kecakapan mengenal diri atau kemampuan pribadi, (2) kecakapan sosial atau

kecakapan antarpribadi, (3) kecakapan berpikir rasional, (4) kecakapan

akademik, dan (5) kecakapan vokasional, yang dilakukan pada jalur pendidikan

sekolah dan luar sekolah dengan penekanan yang berbeda pada setiap

jenjangnya (Analisa Situasi dan Kondisi Pendidikan Untuk Semua Tahun 2005:

59).

Untuk membangun kecakapan hidup dengan spesifikasi seperti itu

diperlukan usaha ekstra melalui jalur pendidikan. Dalam konteks ini, program

pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal

5

Page 6: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja,

peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat.

Kecakapan hidup ini memiliki cakupan yang luas, berinteraksi antara

pengetahuan yang diyakini sebagai unsur penting untuk hidup lebih mandiri

(Anwar, 2005: 20).

Kecakapan hidup dalam lingkup pendidikan nonformal ditujukan pada

penguasaan keterampilan kejuruan, yang intinya terletak pada penguasaan

khusus untuk keterampilan tertentu. Apabila dipahami dengan baik, maka dapat

dikatakan bahwa kecakapan hidup dalam konteks kepemilikan keterampilan

khusus, sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti bahwa program

kecakapan hidup dalam pemaknaan program pendidikan nonformal diharapkan

dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri dan kepercayaan diri mencari

nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya (Anwar, 2005: 21).

Departemen Pendidikan Nasional membagi kecakapan hidup menjadi

empat jenis, yaitu: (1) kecakapan pribadi (personal skills) yang mencakup

kecakapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional

(social skills); (2) kecakapan sosial (social skills); (3) kecakapan akademik

(academic skills); dan (4) kecakapan vokasional (vocational skills) (Anwar,

2005: 28).

Pendidikan life skills memberikan manfaat secara pribadi bagi peserta

didik dan manfaat sosial bagi masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan

kecakapan hidup dapat meningkatkan kualitas berpikir, kualitas kalbu, dan

kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada akhirnya akan dapat

meningkatkan pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir,

penghasilan, pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang,

pengembangan diri, kemampuan kompetitif, dan kesejahteraan pribadi. Bagi

masyarakat, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kehidupan yang

maju dan mandiri, peningkatan kesehatan sosial, pengurangan perilaku

destruktif sehingga dapat mereduksi masalah-masalah sosial, dan

pengembangan masyarakat yang secara harmonis mampu memadukan nilai-

nilai agama, teori, solidaritas ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa) (Subijanto,

2007: 368).

6

Page 7: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

Tentang kesejahteraan, Spicker et al mengatakan kesejahteraan antara

lain mengandung makna sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini

menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai sebuah

kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley et al (dalam

Hamzah, 2007: 172) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “…a

condition or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi manakala

kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi,

kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta

manakala manusia memperoleh perlindungan dari risiko-risiko utama yang

mengancam kehidupannya.

Ini berarti bahwa kesejahteraan adalah kondisi kehidupan manusia yang

aman dan bahagia karena terpenuhinya kebutuhan material dan non-material

yang meliputi: gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, pendapatan dan

memperoleh perlindungan dari risiko dan ancaman.

Di Indonesia, pendidikan nonformal dan kecakapan dihidup di atur

dalam paket peraturan perundang-undangan. Menurut UU Nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan nonformal

adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan

secara terstruktur dan berjenjang. Menurut pasal 26 ayat (3), pendidikan

nonformal antara lain meliputi pendidikan kecakapan hidup.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan

Luar Sekolah antara lain disebutkan lembaga kursus untuk memperoleh

keterampilan bekerja. Ini merupakan pendidikan kecakakan hidup.

Menurut Permendiknas Nomor 49 tahun 2007 tentang Standar

Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal, tujuan satuan

pendidikan nonformal meliputi: (1) Menggambarkan pencapaian tingkat mutu

yang seharusnya dicapai dalam program pembelajaran; (2) Mengacu pada visi,

misi dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan

pemberdayaan masyarakat; (3) Diputuskan oleh pengelola dan/atau

penyelenggara pendidikan nonformal dengan memperhatikan masukan dari

berbagai pihak; dan (4) Disosialisasikan kepada segenap pihak yang

berkepentingan.

7

Page 8: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

Dalam Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nonformal

disebutkan bahwa kelembagaan kursus dan kursus para-profesi yang

berorientasi pada peningkatan kecakapan hidup (PKH) yang bermutu dan

relevan dengan kebutuhan masyarakat serta pelayanan yang semakin meluas,

adil dan merata, khususnya bagi penduduk miskin dan penganggur terdidik,

dapat bekerja dan/atau berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional

(Suryadi, 2007: 9). Sejalan dengan hal itu, maka pembangunan pendidikan

non-formal antara lain bertujuan agar: terwujud kelembagaan kursus dan

pelaksanaan kursus para profesi yang bermutu dan berorientasi kecakapan

hidup (PKH), khususnya bagi penduduk penganggur usia produktif untuk dapat

bekerja dan atau berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional (Suryadi,

2007: 9-15). Dalam kebijakan ini ditegaskan bahwa penyelenggaraan kursus

diorientasikan pada upaya peningkatan kecakapan hidup yang bermutu dan

relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Kemudian dalam Renstra Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah

2005-2009 antara lain dinyatakan program kursus dan pendidikan kecakapan

hidup (Suryadi, 2007: 15).

Hadirin yang saya muliakan,

Metode yang digunakan dalam penelitian yang diorasikan ini adalah

evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan antara lain bertujuan untuk mengetahui

implementasi sebuah kebijakan sehingga dapat diperoleh informasi apakah

pelaksanaannya telah sesuai yang diharapkan. Dalam penelitian ini, evaluasi

kebijakan dimaksudkan untuk mengetahui implementasi dan dampak atas

kebijakan pendidikan nonformal pada YPA di Sulawesi Selatan dalam rangka

meningkatkan kecakapan hidup dan implikasinya pada kesejahteraan

masyarakat.

Penghadir yang mulia,

Ada temuan penting yang perlu dikemukakan dalam kesempatan ini.

Pertama, pendidikan nonformal sudah memiliki payung hukum yang cukup

8

Page 9: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

kuat. Setidaknya ada tiga landasan hukum yang mengatur tentang pendidikan

nonformal, yakni PP Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah,

UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 khususnya pada Pasal 26 ayat (1) sampai

dengan ayat (6), dan Permendiknas No. 49 tahun 2007 tentang Standar

Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal. Selain itu, juga

disinggung dalam rencana strategik yang dikembangkan oleh Direktorat

Jenderal Pendidikan Luar Sekolah 2005-2009 yang antara lain menyatakan

bahwa program kursus dan pendidikan kecakapan hidup.

Namun, apabila dicermati dalam setiap peraturan tersebut, tidak

ditemukan adanya penjelasan rinci yang mengatur secara khusus tentang

pendidikan kecakapan hidup. Hal itu dapat terjadi karena dalam pendidikan

kecakapan hidup sangat bervariasi, sehingga dalam prakteknya diserahkan

kepada lembaga penyelenggara. Penyelenggaraan pendidikan kecakapan

hidup juga terus berkembang, sehingga jika diatur secara ketat justru

mematikan kreativitas penyelenggara pendidikan nonformal. Dalam hal ini

tugas pemerintah hanyalah mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan

pendidikan nonformal oleh lembaga-lembaga penyelenggara.

Secara eksplisit pendidikan kecakapan hidup disinggung dalam undang-

undang, namun tidak diuraikan secara jelas. Hal ini menyebabkan dalam

implementasinya kurang mendapatkan perhatian, sehingga hasilnya kurang

sesuai dengan harapan. Kondisi ini menyiratkan suatu fakta empirik bahwa

pendidikan kecakapan hidup yang diatur dalam peraturan terkait belum

sepenuhnya dapat mengantisipasi kebutuhan kecakapan hidup yang

berkembang di masyarakat. Selain dari faktor muatan yang kurang, dari segi

implementasinya juga belum maksimal.

Kedua, secara umum kebijakan yang dikembangkan YPA berusaha

memberikan bekal bagi setiap peserta didik dengan keterampilan nyata yang

dibutuhkan di masyarakat. Hal tersebut terlihat dalam tujuan yang diwujudkan

YPA, yakni: (1) kursus plus, yaitu memberikan bekal pengetahuan

kewirausahaan selain materi inti, (2) program profesi 1 tahun, program ini

disebut 3 in 1, karena selain materi inti (aplikasi komputer, teknologi komputer,

otomotif, teknologi HP, dll) dibekali juga dengan pengetahuan kewirausahaan

9

Page 10: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

dan bahasa Inggris, dan (3) program profesi 6 bulan, program ini ditujukan bagi

orang yang sibuk bekerja atau yang ingin cepat bekerja sehingga konsentrasi

program ini adalah pada materi inti dan kewirausahaan.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, YPA berusaha membekali

peserta didik di tengah-tengah masyarakat dengan kebutuhan keterampilan dan

kecakapan hidup aktual sehingga dapat bermanfaat dalam rangka meraih

kesuksesan dan kesejahteraan hidup. Untuk itu YPA mengembangkan

berbagai keterampilan khusus, seperti: menjahit, kursus komputer, kursus

teknisi, kursus otomotif, kursus bahasa, dan keterampilan-keterampilan khusus

lainnya. Namun, dalam implementasinya, ternyata masih terkendala

sejumlah faktor seperti masalah budaya lokal yang melekat di masyarakat,

seperti orientasi untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

YPA menggunakan prinsip pemberian otonomi secara luas kepada pihak

pengelola, khususnya para Direktur YPA seluruh Indonesia, dalam mengelola

pendidikannya. Hal itu bertujuan untuk mendorong kreativitas para pengelola,

sehingga diharapkan dapat menyukseskan pencapaian visi dan misi YPA.

Secara operasional hal itu dilakukan dengan cara menyiapkan sarana dan

prasarana, menyiapkan tenaga instruktur, menjalankan pelatihan secara disiplin

dan berusaha menyalurkan alumni dalam dunia kerja. Satu kendala yang masih

dihadapi adalah pandangan hidup masyarakat lokal, yaitu orientasi yang sangat

besar untuk menjadi PNS, sehingga dorongan itu mengurangi minat dan

keseriusan untuk memanfaatkan pendidikan nonformal.

Ketiga, program kecakapan hidup yang dikembangkan YPA berhasil

meningkatkan kesejaheraan hidup alumni. Kesejahteraan tersebut dapat

diperoleh karena alumni mudah mendapatkan pekerjaan ketika selesai

mengikuti pelatihan keterampilan di YPA. Hal itu masuk akal karena

berdasarkan data yang dimiliki oleh pihak yayasan, tingkat keterserapan lulusan

mencapai 95%. Lulusan ada yang bekerja di swasta, menjadi PNS, dan juga

wiraswasta. Sebagian besar (±60%) peserta didik yang masuk YPA belum

bekerja, sehingga belum memiliki bekal ketarampilan. Sementara sisanya

(±40%) sudah bekerja dan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang

sudah dimiliki dan juga ingin mendapatkan keterampilan baru.

10

Page 11: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

Bapak/ibu/sdr/sdr(i) yang saya banggakan,

Dengan temuan tersebut, maka kesimpulannya adalah: Pertama,

kebijakan pendidikan nonformal dalam menanggapi kebutuhan kecakapan

hidup perserta didik telah diantisipasi dengan terbitnya beberapa produk

peraturan hukum menyangkut pendidikan nonformal, yaitu: Undang-Undang

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan

Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional No. 49 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan

Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal, dan Rencana Strategik

Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah 2005-2009. Secara eksplisit

pendidikan kecakapan hidup disinggung dalam peraturan perundang-undangan

tersebut, namun dalam implementasinya belum sesuai dengan harapan. Dalam

prakteknya banyak lembaga pelatihan yang hanya bertanggung jawab sampai

keluaran (output), tanpa mau berusaha menyalurkan atau mempekerjakan

peserta didik setelah lulus.

Kedua, YPA telah mengimplementasikan dengan baik peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan pendidikan nonformal

terutama menyangkut pendidikan kecakapan hidup. Hal itu salah satunya

diwujudkan dalam bentuk kebijakan umum YPA yaitu berusaha membekali

peserta didik dengan kebutuhan keterampilan dan kecakapan hidup aktual

sehingga bermanfaat dalam meraih kesuksesan dan kesejahteraan hidup.

Kurikulum yang dikembangkan mengacu pada kurikulum standar nasional

dengan menambahkan muatan lokal. Konsep pendidikan nonformal yang

dikembangkan YPA sudah sejalan dengan peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan pendidikan nonformal, khususnya Undang-undang Nomor

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ketiga, program kecakapan hidup yang dikembangkan oleh YPA telah

berhasil meningkatkan kesejaheraan hidup alumni. Kesejahteraan tersebut

dapat diperoleh karena alumni mudah mendapatkan pekerjaan ketika selesai

mengikuti pelatihan keterampilan di YPA. Tingkat keterserapan lulusan dalam

dunia kerja mencapai 95% yang terdistribusi dalam berbagai sektor pekerjaan,

11

Page 12: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

seperti swasta, PNS, dan wiraswasta. Penghasilan yang diperoleh sangat

bervariasi tergantung dari perusahaan atau instansi tempat mereka bekerja

atau usaha yang digeluti. Penghasilan yang diperoleh umumnya tidak hanya

untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga berhasil memberikan

kontribusi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan saudara-

saudaranya. Dengan demikian pendidikan kecakapan hidup yang

dikembangkan YPA mampu memberikan implikasi yang positif terutama bagi

kesejahteraan alumni beserta keluarganya.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka rekomendasi yang relevan

untuk dikemuKakan adalah:

Pertama, menanggapi beberapa pandangan kalangan yang melihat

masih banyaknya lembaga pendidikan nonformal yang hanya memanfaatkan

situasi menguntungkan, bermunculan ketika hanya ada proyek pemerintah,

maka pihak Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal Departemen Pendidikan

Nasional perlu bersikap tegas. Bagi lembaga pendidikan nonformal yang

terbukti hanya memanfaatkan keuntungan sepihak, kiranya layak dicabut

izinnya. Selain itu, Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal Departemen

Pendidikan Nasional juga perlu melakukan evaluasi pada sejumlah lembaga

penyelenggara pendidikan nonformal. Hal ini khususnya untuk melihat

komitmen setiap lembaga pendidikan nonformal untuk ikut serta menyalurkan

lulusan ke dunia kerja. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang

mengharuskan setiap lembaga pendidikan nonformal memberikan laporan

secara periodik tentang tingkat keterserapan lulusan dalam dunia kerja dan

juga yang berhasil menciptakan usaha sendiri atau berwiraswasta. Dengan

cara ini, maka dapat diketahui kinerja dari setiap lembaga pendidikan

nonformal, sehingga jika kinerjanya buruk perlu diberikan teguran, sedangkan

bagi lembaga yang kinerjanya baik perlu diberikan penghargaan.

Kedua, kiranya ditinjau kembali apakah biaya yang dikenakan pada

peserta didik memang tidak terjangkau oleh kalangan bawah. Jika demikian,

berarti YPA telah mereduksi fungsi sosialnya dan lebih berorientasi keuntungan

(profit oriented). Filosofi ini tentu berseberangan dengan status organisasi yang

berbentuk yayasan, yang seharusnya justru banyak membantu kalangan

12

Page 13: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

kurang mampu. Perlu pula dievaluasi kembali apakah hal itu memang

disebabkan oleh sosialisasi yang tidak menyentuh kalangan bawah, sehingga

kalangan bawah tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang manfaat

lembaga pendidikan nonformal.

Ketiga, YPA membenahi kondisi perpustakaan, sehingga dapat

dioptimalkan oleh peserta didik untuk meningkatkan pengetahuannya.

Pembenahan yang perlu dilakukan yaitu dengan menciptakan ruang

perpustakaan yang nyaman, memperbanyak koleksi, menyediakan pustakawan

yang kompeten dan selalu memperbarui koleksi perpustakaan.

Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini, semoga

bermanfaat, terutama sebagai upaya untuk mematut pendidikan nonformal

dalam rangka meningkatkan kecakapan hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Dan khususnya para wisudawan, sekali lagi saya ucapkan selamat, semoga

kecakapan hidup yang telah dimiliki dapat berimplikasi positif untuk

kesejahtraan masyarakat khususnya keluarga, sekian wabillahi taufik wal

hidayah assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Referensi

Analisa Situasi dan Kondisi Pendidikan Untuk Semua Tahun 2002, Sekretariat Forum Koordinasi Nasional Jakarta .

Anwar. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta, 2005.

Dunn, N. William. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Terjemahan Samodra Wibawa, dkk. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000.

Hamzah, Fahri. Negara BUMN dan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2007.

Majchrzak, Ann. Methods for Policy Research. London: Sage Publishing, 1984.

Nakamura, Robert T. & Frank Smallwood. The Politics of Policy Implementation. New York: Martin Press, 1980.

Schermerhorn, John R. Jr., James G. Hunt & Richard N. Osborn. Organizational Behavior (Danvers: John Wiley & Sons., Inc., 2005.

Scott, Richard W. & Gerald F. Davis. Organizations and Organizing. New Jersey: Pearson Education, 2007.

Subijanto, “Program Pendidikan Life Skills Bagi Siswa Sekolah Menengah Atas di Wilayah Pesisir,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun ke-13, No. 066, Mei 2007.

13

Page 14: KEBIJAKAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Orasi Ilmiah Wisuda Program DiplomaYPA-Handayani 04 November 2010

Suryadi, Ace. Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Pendidikan Non Formal Tahun 2007.

14