Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

15
KEBIJAKAN MIGAS DI INDONESIA DAN PERBANDINGAN DENGAN BEBERAPA NEGARA LAIN 1. ANNISA RAHMA DEWI 2. HARYATI SAPUTRI 3. RINI AFRIANI 4. SHINTA FEBRIANI 5. WIDYA PANGESTIKA 6. YOGI ERIANTO Materi: TUGAS KELOMPOK REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS Nama Anggota: REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS Kelompok 3

Transcript of Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

Page 1: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

KEBIJAKAN MIGAS DI INDONESIA DAN PERBANDINGAN DENGAN BEBERAPA NEGARA LAIN

1. ANNISA RAHMA DEWI2. HARYATI SAPUTRI3. RINI AFRIANI4. SHINTA FEBRIANI5. WIDYA PANGESTIKA6. YOGI ERIANTO

Materi:

TUGAS KELOMPOK REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Nama Anggota:

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

Page 2: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

Industry migas merupakan industry yang pada modal (high cost), pada teknologi (high technology), padat resiko (high risk). Karena sifatnya yang demikian, maka meskipun kekayaan migas merupakan milik Negara, pengusahaan migas selalu dilakukan melalui kerjasama dengan kontraktor untuk berbagai resiko.Sepanjang sejarah pengusahaan minyak di Indonesia, terdapat 3 model kontak kerja sama antara Pemerintah dan kontraktor, yaitu :

1.Sistem Konsensi (Concession)2.Sistem Kontrak Karya (Contract Of Work)3.Bagi Hasil produksi (Production Sharing Contract)

Page 3: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

1.Sistem Konsensi (Concession)

Prinsip – prinsip kerjasama didalam system konsesi secara umum adalah sebagai

berikut:

Kepemilikan sumberdaya minyak dan gas bumi dihasilkan berada ditangan

kontraktor (mineral right).

Kontraktor diberi wewenang penuh dalam mengelola operasi pertambangan

(minning right).

Dalam batas-batas tertentu, kepemilikan asset berada ditangan kontraktor.

Negara mendapatkan sejumlah royalty yang dihitung dari pendapatan kotor.

Kontraktor diwajibkan membayar pajak tanah dan pajak penghasilan dari

pengahasilan bersih.

Page 4: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

Kontrak karya sedikitnya memuat 5 ketentuan pokok :

2.Sistem Kontrak Karya (Contract Of Work)

Setiap perusahaan minyak harus bertindak menjadi salah satu

kontraktor perusahaan Negara.

Perusahaan sudah beroperasi sebelumnya diberikan masa

kontrak 20 tahun untuk melanjutkan eksploitasi didaerah konsesi

yang lama.

Fasilitas pemasaran dan distribusi diserahkan kepada

perusahaan Negara yang mengontrak dalam jangka waktu lima

tahun dengan harga yang telah disetujui bersama.

Fasilitas kilang akan diserahkan kepada Indonesia dalam waktu

10 sampai 15 tahu dengan nilai yang disetuji bersama.

Sipil antara pemerintah dan kontraktor asing sebesar 60:40.

Page 5: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

3.Bagi Hasil produksi (Production Sharing Contract)

Merupakan skema penegelolaan sumber daya migas dengan berpedoman kepada bagi hasil produksi, antara si pemilik sumber daya migas(pemerintah) dan investor.

Page 6: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

INDISCHE MIJN WET

Indonesia mengadopsi Indische Mijn Wet atau yang dikenal sebagai undang-undang tambang dari negeri belanda pada awal abad 20. Undang-undang ini diterapkan hingga pertengahan 1960-an dan menjadi acuan bagi pelaksanaan aktivitas pertambangan termasuk kesejahteraan bangsa pada saat itu. Karena adopsi Belanda, maka tak lepas dari unsure kolonialisme sehingga terkesan kental dengan nuansa kapitalisme penjajahan.

Tahun 1960 Mr. H.T.M.Hasan pada tahun 1951 yang kala itu menjabat Ketua Komisi A DPR RI waktu itu, mengajukan mosi kepada Presiden melalui suratnya No. Agd.1446/RM/DPR-RI/1951 tanggal 17 Juli 1951, yang berisi pokok- pokok pikiran antara lain :

1) “Bahwa Indische Mijn Wet (Stb.1899 No.214), sebagai Undang-undang Pertambangan Kolonial sudah tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan yang berhajat kepada pembangunan dan kemakmuran rakyat”2) “Bahwa bahan galian tambang bila diusahakan dengan sungguh-2, maka hasilnya tentu dapat menutup sebagian besar dari Anggaran Belanja Negara”. Hal ini berarti mengurangi dan meringankan beban rakyat dalam kewajiban untuk membayar pajak buat Negara1.

Page 7: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

Pokok kebijakan pemerintah yang memungkinkan ikut sertanya modal asing dalam usaha pertambangan di Indonesia diatur dalam pasal 8 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang PMA dan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang nomor 11 tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan. Pasal 8 ayat (1) UU No.1 tahun 1967 :

“Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku”.

Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 :

“Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah atau perusahaan negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan”.

Page 8: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

KONTRAK KARYA DARI GENERASI KEGENERASI

Sejak 1967 hingga saat ini, kontrak karya terbagi atas delapan generasi. Pada kontrak karya yang pertama, poin pokoknya, antara lain, pembagian hasil dalam bentuk uang dalam jumlah bebas (tidak ditentukan besarnya). Manajemen maupun operasional dalam me lakukan eksplorasi itu berada di tangan kontraktor. Sementara jangka waktu kontrak selama 30 tahun dan dapat diperpanjang.

Pada kontrak karya generasi II (1968-1983) terdapat sedikit perubahan, yakni kontraktor pertambangan dapat bekerja sama dengan pihak lain yang telah memegang kuasa pertambangan.

Untuk kontrak karya pada generasi III (1983-1986) terdapat kesamaan dengan generasi sebelumnya, yakni manajemen dan operasional kontrak karya ditanggung oleh kontraktor. Kontrak karya pada generasi IV (ta hun 1986-1994), pemegang kuasa pertambangan sama dengan generasi II. Begitu pula soal operasional dan manajemen, semuanya berada di tangan kontraktor.

Page 9: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

Kontrak karya pada generasi V (1994-1996) tidak ada perubahan perizinan, begitu pula soal manajemen dan operasional. Meskipun demikian, terdapat aturan tambahan soal rasio kewajaran utang yang dimiliki kontraktor. Pembagian hasil mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 1166.K/ 844/ MPE/1992 tanggal 12 September 1992 dan jangka waktu kontrak masih 30 tahun.

Generasi VI (1996-1998) tidak ada perubahan perizinan, manajemen, maupun operasional perusahaan yang mendapat kontrak karya. Pembagian hasil masih sama dengan generasi V dengan jangka waktu kontrak 30 tahun.

Kontrak karya pada generasi VII (1998-2004) nyaris tidak ada perubahan dari kontrak karya sebelumnya.

Baru pada kontrak karya generasi VIII terdapat perubahan jangka waktu kontrak yakni hanya 20 tahun untuk daerah kontrak lama.

Page 10: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

Kebijakan Migas di Beberapa Negara ( Suatu Perbandingan)

1. Jenis Kontrak

Menurut Jhonston kontrak pengusahaan perminyakan di dunia secara garis besar dibedakan atas system yang didasarkan pada royalty / tax system (konsesi) dan system kontrak. System kontrak dibagi atas service contract dan production sharing contract. Service contract kemudian dibagi menjadi system yang berdasar atas ree yang flat dan pembagian mengacu pada profit

Perbandingan Negara – Negara yang mneggunakan system konsesi, PSC dan risk service pengusahaan sector migas menunjukan bahawa sebagian besar Negara menggunakan system konsesi, disusul psc. Hanya sedikit Negara yang menggunakan system risk service, sebagian besar adalah Negara-negara amerika latin.

Page 11: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

2. Konsensi

Konsesi secara terminologinya , pemerintah melimpahkan kepada investor hak untuk mengksplorasi, memproduksi dan menjual minyak dan mengelola operasi. Sebagai imbalannya pemerintah menerima royalty dan pajak penadapatan.

Konsesi (dengan kemungkinan partisipasi oleh Negara –negara atau perusahaan patungan) yang mempunyai pangsa minyak 38 persen dan gas 49 persen dianut oleh kebanyakan Negara barat (Australia , kanada, Amerika serikat , inggris, Norwegia, dan sebagainya), Abu Dabi, Angola, Argentina, Kolumbia, Brazil, Gabon, Nigeria, Rusia dll.

Page 12: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

3. KONTRAK BAGI HASIL

Pada kontrak bagi hasil, hasil yang didapat antara pemerintah dan kontraktor, disamping terdapat beberapa macam bentuk government take lainnya. Bentuk ini adlah yang paling fleskibel karena kebanyakan hak dan kewajiban dinyatakan dalam peraturan kontrak yang dinegosiasikan. Kontrak bagi hasil yang mempunyai pangsa minyak 10 persen dan gas 8 persen dianut oleh Angola, aljazir, azerbajin, cina ,kongo, mesin, gabon, Indonesia, Malaysia Libya, peru, Nigeria, dll.

4. KONTRAK JASA

Dalam kontrak jasa investor beroperasi lebih sebagai sub kontraktor atas nama pemerintah setempat, biasanya bekerja untuk perusahaan nasional. Sebagai gantinya investor dibayar dengan fee, biasanya per barel minyak yang dihasilkan.

Page 13: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

Berita Kebijakan migas Negara lain

MALAYSIA

Perusahaan nasional minyak asal Malaysia yaitu Petronas saat ini jauh lebih maju dari Pertamina. Ini karena mereka sukses meniru sistem bagi hasil kontrak minyak di Indonesia. Siapa pencetus sistem ini?1. Widjajono Partowidagdo

Almarhum Widjajono Partowidagdo mengatakan, ide production sharing contract (sistem bagi hasil) ini pencetus awalnya adalah Presiden Soekarno atau Bung Karno. 

2. Bung Karno

"Bung Karno mendapatkan ide tersebut berdasarkan praktik yang berlaku di pengelolaan pertanian di Jawa. Kebanyakan petani bukan pemilik sawah. Petani mendapatkan penghasilannya dari bagi hasil. Pengelolaan ada di tangan pemiliknya," tutur Widjajono.

Page 14: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

3. Ibnu Sutowo

"Ibnu Sutowo dalam bukunya 'Peranan Minyak dalam Ketahanan Negara' (1970) menyatakan yang dibagi adalah minyak atau hasilnya, bukan uangnya," jelas Widjajono.

Dalam bukunya, Ibnu Sutowo mengatakan: "Soal minyak terserah pada kita sendiri, apakah kita mau barter, mau refining sendiri atau mau dijual sendiri. Atau kita minta tolong pada partner untuk menjualkannya untuk kita,"

Intinya, menurut Widjajono, Indonesia harus menjadi tuan di rumah kita sendiri. Itu sebabnya dalam kontrak bagi hasil, manajemen ada di tangan pemerintah.

Page 15: Kebijakan Migas Di Inodnesia Dan Perbandingan Dengan Beberapa

REGULASI DAN LINGKUNGAN MIGAS

Kelompok 3

SEKIAN DAN TERIMA KASIH