Kebijakan Industri Nasional

download Kebijakan Industri Nasional

of 5

description

Perekonomian Indonesia, Ekonomi, Kebijakan Industri NasionalMudrajad Kuncoro, FEB UGM, Akuntansi, Manajemen, Ilmu Ekonomi, Mahasiswa, buku, analisis kebijakan industri nasional,

Transcript of Kebijakan Industri Nasional

Kebijakan Industri NasionalMenurut Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, Visi pembangunan Industri Nasional adalah menjadi Negara Tangguh pada tahun 2025. Hal ini dilatarbelakangi oleh Deklarasi Bogor 1995 antar kepala negara APEC. Deklarasi ini menghasilkan keputusan bahwa di tahun 2025 nanti, leiberalisasi negara yang tergabung dengan negara APEC sudah harus diwujudkan.Suatu negara industry dapat dikatakan maju apabila mampu memenuhi beberapa criteria, antara lain :1. Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian IndonesiaBerikut adalah data PDB Indonesia dari 2010 2013.Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 20112013,Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Tahun 2013201120122013

PDB Industri Pengolahan1806.11972.52152.6

PDB Harga Berlaku7419.28229.49084

Kontribusi Industri Pengolahan terhapap PDB24.34%23.97%23.70%

Sumber : Diolah dari Berita Resmi Statistik No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 20112013,Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Tahun 2013

Sampai dengan tahun 2009, sektor Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik Bruto-PDB). Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2009 menyumbang sekitar 26,38 persen, diikuti oleh sektor Pertanian 15,29 persen dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,37 persen. Dari tahun 2005 sampai dengan 2009, kontribusi sektor Industri Pengolahan memberikan sumbangan rata-rata 27 persen, tetapi pada tahun 2009 turun mencapai 26,38 persen. Yang tampak memberikan kontribusi agak baik pada tahun 2009 adalah sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, Konstruksi serta Jasajasa

Arah Kebijakan Industri NasionalBerdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, disebutkan bahwa implementasi kebijakan industry nasional dilakukan secara bersinergi dan terintegrasi di seluruh daerah. Sinergi ini dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu pendekatan atas-bawah (top-down) dan pendekatan bawah atas (bottom up).

1. Pendekatan Atas-Bawah (Top-Down)Pendekatan Atas Bawah merupakan pendekatan yang menggunakan logika berpikir dari atas kemudian melakukan pemetaan ke bawah untuk melihat keberhasilan atau kegagalan suatu implementasi kebijakan. Pendekatan ini juga sering disebut sebagai pendekatan policy centered karena focus perhatian peneliti hanya tertuju pada kebijakan dan berusaha memperoleh fakta apakah kebijakan ini efektif atau tidak. Dalam pendekatan ini pemerintah sebagai aktor kunci yang memiliki peran sangat besar. Hal ini dapat terjadi karena pemerintah yang menetapkan suatu kebijakan tanpa membandingkan dengan pihak lain. Sehingga pemerintah daerah hanya sebagai pihak yang mengimplementasikan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat tersebut.Dalam pendekatan top down, pemerintah menetapkan Klaster IndustriPrioritas dari hasil pemetaan yang terdiri dari 35 industri prioritas dari 563 industri, dengan total output 78 persen dan total ekspor 83 persen, yang dipilih berdasarkan kemampuan nasional untuk bersaing di pasar domestik dan internasional. Dari 35 klaster industri prioritas tersebut, difokuskan pada enam kelompok yakni: a. Kelompok Klaster Indusri Basis Industri Manufaktur,b. Kelompok Klaster Industri Agro,Kelompok klaster industri agro diarahkan pada pemantapan dan pengembangan 12 cabang industri, yakni: kelapa sawit, karet dan barang karet, kakao, pengolahan kelapa, pengolahan kopi, gula, hasil tembakau, pengolahan buah, furnitur, pengolahan ikan, pengolahan kertas serta pengolahan susu. c. Kelompok Klaster Industri Alat Angkut,Kelompok Klaster Industri Alat Angkut difokuskan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas Industri Kendaraan Bermotor, Perkapalan, Kerdirgantaraan dan Perkeretaapian.d. Kelompok Klaster Industri Elektronika dan Telematika,Kelompok klaster ini difokuskan untuk mendukung pengembangan Industri Elektronika, Telekomunikasi serta Komputer dan Peralatannya.e. Kelompok Klaster Industri Kreatif dan Industri Kreatif Teretentu, danBeberapa tahun belakangan ini, Industri Kreatif yang umumnya Industri Kecil Menengah menunjukkan peningkatan inovasi karena meningkatnya koordinasi dari desainer, pengrajin, dan pemroses. Keunikan budaya dalam menghasilkan desain-desain unik bercirikan kedaerahan yang setelah dibina dengan bantuan teknologi pewarnaan dan kombinasi pemenuhan tren menghasilkan produk fashion yang berkarya tinggi. Kelompok ini terdiri dari Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, Fashion, dan Kerajinan & Barang Seni. Sebagai contoh untuk produk fashion desain yang terpaku pada motif tradisional diperbarui tanpa menghilangkan pola baku yang dianut, walau kelemahan dalam pemasaran masih terjadi dengan dibantu melalui Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah Tertentu.

f. Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah TertentuKelompok ini difokuskan pada 5 klaster, yaitu :1. Klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan2. Klaster Industri Garam3. Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias4. Klaster Industri Minyak Atsiri, dan5. Klaster Industri Makan Ringan.

2. Pendekatan Bawah-Atas (Bottom-Up)Keberagaman daerah di Indonesia dengan kekayaan alam sebagai keunggulan komparatif menghadirkan potensi daerah yang layak dikembangkan. Pembangunan daerah harus berdasarkan keunikan daerah tersebut dan mendorong kemandirian daerah yang tidak dapat ditiru daerah lain atau dikenal dengan basis Kompetensi Inti Industri Daerah. Kompetensi Inti Industri Daerah adalah sekumpulan keunggulan atau keunikan sumber daya termasuk sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk membangun daya saing dalam rangka mengembangkan perekonomian Provinsi dan Kabupaten/Kota menuju kemandirian. Karakteristiknya yakni merupakan produk unggulan di daerah atau yang memiliki potensi sebagai unggulan, memiliki keterkaitan yang kuat (baik keterkaitan horizontal maupun keterkaitan vertikal), produk memiliki keunikan lokal, tersedianya sumber daya manusia dengan keterampilan yang memadai.Kompetensi Inti yang dipilih haruslah memenuhi kriteria, yaitu: bernilai tambah tinggi, memiliki keunikan daerah, keterkaitan kuat dengan sumberdaya yang dimiliki daerah, serta berpeluang menembus pasar internasionalDengan kata lain, penentuan Kompetensi Inti suatu daerah haruslahmemberikan dampak yang besar dalam merangsang pertumbuhan ekonomidaerah.Dengan mengambil pemikiran mengenai konsep One Village OneProduct (OVOP) yang dikembangkan di Oita-Jepang dan konsep SAKASAKTI(Satu Kabupaten/Kota Satu Kompetensi Inti) yang berkembang di tanahair, maka untuk membangun daya saing daerah diperlukan penciptaanKompetensi Inti bagi daerah tersebut. Karenanya, pendekatan dari bawah- ke atas menjadi satu upaya untuk memperoleh masukan dari daerah yanglebih lanjut akan diselaraskan dengan program-program pemerintah yangdari atas ke bawah.Sesuai dengan analisis lingkungan strategis dan dengan memperhatikanVisi dan Misi Industri Nasional Indonesia, maka dapat dirumuskan kondisiyang diharapkan dapat diwujudkan oleh Industri Nasional. Kondisimendatang dibagi ke dalam tiga tahapan waktu, yaitu:a. Tahap 2020-2025 sebagai kurun waktu untuk mewujudkan Visipembangunan industri nasional jangka panjang menjadikanIndonesia negara industri tangguh di dunia;b. Tahap 2015-2019 sebagai kurun waktu untuk mewujudkan Visipembangunan industri nasional menjadikan Indonesia negaraindustri maju baru; danc. Tahap 2010-2014 sebagai perbaikan fundamental industri untukmencapai visi pemantapan daya saing basis industri manufakturyang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalanmasa depan.