KEBIJAKAN AMIR SJARIFUDDIN TERHADAP ANGKATAN … PDF/F. Sastra/Ilmu... · ANGKATAN PERANG TAHUN...
Transcript of KEBIJAKAN AMIR SJARIFUDDIN TERHADAP ANGKATAN … PDF/F. Sastra/Ilmu... · ANGKATAN PERANG TAHUN...
KEBIJAKAN AMIR SJARIFUDDIN TERHADAP
ANGKATAN PERANG TAHUN 1946-1948
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Ilmu Sejarah
Oleh :
Y.Anjar Triantara
NIM : 994314020
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
MOTTO
• Dalam kehidupan ini ada kawan yang memuji dan ada lawan yang
menguji
• Love is no something, only but some the live’s idea because live without
the idea
Isn’t useful, and the idea without love would die.
• Jangan kau tangisi hari kemarin, karena hidup adalah perjuangan tanpa
henti
• The only way to have a friend is to be one.
• Kekuatan cinta adalah rasa ingin memiliki dimana rasa itu ada pasti
ada cinta.
• Jangan pernah takut sama bayangan kita sendiri sebab kita tidak akan
bisa maju dalam menyikapi jaman.
• “Tentu saja banyak wanita di dunia, beberapa diantaranya cantik.
Namun di mana lagi akan kudapatkan wajah yang setiap raut, bahkan
setiap kerutannya, mengingatkan pada memori-memori paling indah
dan manis dalam hidupku” Karl Marx.
PERSEMBAHAN
Dengan segala rasa cinta dan rasa syukur kepeda Tuham YME skripsi ini di
persembahkan kepada:
1. Bapak (Sugiyanto HS) dan Ibu (Maria Warsiyem) yang tercinta atas
pendampingan dan dukungan spritual dan material.
2. Untuk Istriku yang tercinta Bernadeta Pindah Herwati yang selalu mendukungku
pada setiap saat, dimana suka maupun duka kau selalu ada di hatiku.
3. Untuk anak-anakku yang Ganteng Alvin dan Maxi Bapak semoga sukses selalu
dalam mengarungi hidup ini.
4. Untuk kakakku Dodok, Wawan makasih banget atas motifasinya selalu.
5. Untuk Mereka yang terkasih dalam Tuhan Yesus yang kucintai.
6. Untuk bangsaku yang harus bangkit, terus jangan menyerah dalam hidup.
ABSTRAK
Judul :Kebijakan Amir Sjarifuddin Terhadap Angkatan Perang Tahun 1946-
1948.
Oleh : Y. Anjar Triantara
Permasalahan yang dibahas antara lain : faktor-faktor pendorong berdirinya
angkatan perang , perkembangan angkatan perang pada masa pemerintahan Amir
Sjarifuddin pada tahun 1946-1948, dan bentuk konkret kebijakan Amir Sjarifuddin.
Tujuan penulisan adalah untuk mendeskripsikan tentang angkatan perang yang
muncul akibat dari kolonialisme dan fasisme, setelah Amir Sjarifuddin menjabat
menjadi menteri pertahanan maka akan di alihkan fungsikan dan tujuannya menjadi
tentara berorientasi revolusioner.
Metode penulisan mengunakan metode sejarah, yaitu proses menguji dan
menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, untuk
menghasilkan suatu tulisan sejarah, maka ada beberapa langkah yaitu : pemilihan
subyek, pengumpulan sumber, kritik sumber, analisis data, dan penulisan.Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan Politik dan social. Penulisan ini mengunakan
metode deskripti analisis.
Kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap angkatan perang adalah suatu bentuk
dari indoktrinnasi politik, sebab langkah tersebut berguna untuk menguasai nilai-nilai
keamanan dan pertahanan negara. Langkah yang dilakukan Amir, merupakan
usahanya supaya dapat menghilangkan unsur fasisme Jepang dalam diri tentara
rakyat.Pembentukan Pepolit dalam badan pendidikan yaitu untuk memberikan bekal
tentara tentang bagaimana mereka bisa loyal terhadap pemerintah dan tidak bertindak
sendiri tanpa ada perintah dari pusat.
Amir Sjarifuddin adalah tokoh yang sangat menentang nilai-nilai fasisme
Jepang , sebab pernah merasakan sendiri menjadi tawanan Jepang pada waktu itu.
Rasa benci yang begitu dalam akan diwujudkannya setelah ia menjadi menteri
pertahanan, dan memberikan konsepsi menyangkut ketentaraan supaya ditanamkan
pada aspek pertahanan dan keamaman. Maka banyak sekali masalah-masalah yang
dihadapinya semasa menjabat menteri. Usaha yang dilakukannya untuk
mengabungkan antara pamerintah dengan tentara dan tidak ada perbedaan dalam
berpolitik serta bertangung jawab dengan badan pekerja dan KNIP, karena mendapat
mandat dari Presiden Soekarno, saat pemerintahan dalam keadaan kacau.
ABSTRACT
Title ; The Amir Sjarifuddin’s policy of armed forces in 1946 until 1948.
By : Y. Anjar Triantara.
The problems that discussed for example : supporting factors the formed of
armed forces, the growth of armed forces on the governance of Amir Sjarifuddin in
1946-1948, and the concrete form of Amir Sjarifuddin’s policy. This writing target to
describe about armed forces which appear because the effect of colonialism and
fascism, after Amir Sjarifuddin become a Minister of Defender it will be displaced
function and the target is become the army orient revolutionary.
The writing method is using the history method, it is a process to test and analyze
the critically record and an old world omission, to produce a history article, so there
are some steps they are : subject election, gathering sources, criticize the source,
analyze the data, and writing. The approach that used is political and social approach.
This writing is use the analyze description method.
Amir Sjarifuddin’s policy of armed forces is a from of political endocrines.
Because, the step is use to master defence and security values state. The step that
conducted by Amir, is representing his effort to eliminate the element of Japan
fascism on people military. Forming Pepolit in education institute is to give the
military’s knowledge how they loyal to the government and do not take any actions
without order from the center.
Amir Sjarifuddin is a figure who opposing the values of Japan fascism, because
he has felt become the Japan captive in the past. The deep hates will realize after he
become a Minister of Defence, and give the conception concerning to army that
inculcated on defence and security aspect. So there are a lot of problems that faced
when he become a Minister of Defence. The effort that he does is joining the
government with military and there is not a difference in politic and responsibility
with labour institute and KNIP, because getting mandate from President Soekarno,
when the governance in disorder condition.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Y. Anjar Triantara
Nomor Mahasiswa : 994314020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, aya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul : KEBIJAKAN AMIR
SJARIFUDDIN TERHADAP ANGKATAN PERANG TAHUN 1946-1948
berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolayan dalam bentuk Pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selam tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 2 Juni 2008
Menyatakan
( Y. Anjar Triantara)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan karunianya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kebijakan Amir Sjarifuddin Terhadap
Angkatan Perang Tahun 1946-1948.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan meraih gelar sarjana sastra di
Unversitas Sanata Dharma, Fakultas Sastra, Jurusan Ilmu Sejarah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan
ijin atas penulisan skripsi ini.
2. Ketua Progaram Studi Ilmu Sejarah Univesitas Sanata Dharma, yang telah
memberikan kesempatan dalam penulisan ini.
3. Bapak Prof. Dr. P.J. Soewarno, S.H., selaku pembimbing I yang telah
membimbing dan mengoreksi skripsi ini hingga selesai.
4. Bapak Drs. H. Purwanta M.A, selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan, bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan tugas
belajar.
5. Para Dosen Ilmu Sejarah, yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan dan
bimbingan bagi penulis selama menyelesaikan tugas belajar.
6. Staf Perpustakaan USD yang telah memberikan pelayanan kepada penulis untuk
mendapatkan referensi.
7. Teman-teman mahasiswa Ilmu Sejarah angkatan 99, serta semua sahabat atas
dukungan, persahabatan, kerjasama dan kebersamaanya selama penulis
menyelesaikan studi di Univesitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari atas kekurangan dan kelemahan terhadap penulisan skripsi
ini.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
sebagai upaya penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi
Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya.
Yogyakarta, 24 November 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Halaman Persetujuan Pembimbing...................................................................... ii
Halaman Pengesahan .......................................................................................... iii
Halaman Motto ................................................................................................... iv
Halaman Persembahan........................................................................................v
Pernyataan Keaslian Karya .................................................................................vi
Abstrak ...............................................................................................................vii
Abstract ..............................................................................................................viii
Lembar pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah
untuk kepentingan akademis ............................................................................... ix
Kata Pengantar....................................................................................................x
Daftar Isi.............................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1
B. Rumusan masalah..............................................................................5
C. Tujuan Penelitian...............................................................................5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................6
E. Tinjauan Sumber ...............................................................................6
F. Landasan Teori..................................................................................10
G. Hipotesis ...........................................................................................12
H. Metode dan Pendekatan Penelitian.....................................................15
1. Pengumpulan Data.......................................................................15
2. Analisis Data ...............................................................................17
I. Sistematika Penulisan ........................................................................19
BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDORONG BERDIRINYA ANGKATAN
PERANG ................................................................................................21
A. Faktor Politik.....................................................................................26
B. Faktor Ekonomi.................................................................................29
C. Faktor Sosial .....................................................................................32
BAB III PERKEMBANGAN ANGKATAN PERANG PADA MASA
PEMERINTAHAN PEMERINTAHAN AMIR SJARIFUDDIN
PADA TAHUN 1946-1948 ...................................................................36
A. Awal Mula Amir Sjarifuddin Masuk dalam Politik ............................36
1. Menjadi wakil Badan Pekerja ......................................................36
2. Tujuan dan Langkah Badan Pekerja .............................................43
B. Amir Sjarifuddin Menjadi Menteri Pertahanan ..................................44
1. Pelaksanaan Kekuasaan ...............................................................44
C. Amir Sajrifuddin Merencanakan Reorganisasi Pemerintahan .............45
1. Hubungan Militer Tentara Rakyat Dengan Tentara Reguler .........45
2. Pendidikan Militer dalam angkatan Perang (Pepolit) ....................46
BAB IV BENTUK KONKRIT KEBIJAKAN AMIR SJARIFUDDIN ................49
A. Hubungan Angkatan Perang Dengan Amir Sjarifuddin ......................49
B. Angkatan Darat Sebagai Kekuatan Politik Pasif.................................58
BAB V KESIMPULAN.....................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, proklamasi kemerdekaan dan perang
kemerdekaan akan tercatat sebagai puncak-puncak yang berkilau dan merupakan
dasar dari perjuangan. Keinginan untuk mengakhiri penjajahan akaibat dari
imperalisme Jepang dan Belanda adalah sama usianya dengan penjajahan itu
sendiri sebab : sejak permulaan penjajahan dengan mengadakan pemberontakan-
pemberontakan dan kemudian usaha-usaha itu dilanjutkan dengan bentuk
pergerakan nasional. Baru dalam tahun 1949 maka memperoleh pengakuan dunia
terhadap kemerdekaan.1
Adanya situasi vacuum of power di Indonesia itu menimbulkan persoalan:
bagaimana proklamasi kemerdekaan akan dilakukan. Di satu pihak, Sukarno dan
Hatta serta lain-lainnya dalam menghadapi saat-saat seperti itu belum mau
melakukan Proklamasi dengan berbagai pertimbangannya sendiri. Di lain fihak
kalangan pemuda yang bergerak di bawah tanah seperti Sjahrir, Chairul Saleh
dan lainya mendesak kepada Sukarno dan Hatta yang mereka pandang sebagai
pemimpin agar supaya proklamasi kemerdekaan dilakukan secepat mungkin dan
sekarang itu juga tanpa menghubung-hubungkannya dengan pertemuan semacam
di Dalat
1 T.B Simatupang, 1954, Pelopor Dalam Perang, Pelopor Dalam Damai, Jajaran Pustaka Militer,
Jakarta.hlm. 47.
Sukarno sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia kemudian
mengundang badan tersebut untuk bersidang membicarakansaat proklamasi.
Setelah melihat keragu-raguan serta kelunakan sikap yang ada pada Sukarno dan
Hatta untuk menyatakan Proklamasi dan merasa khawatir kalau Panitia
Persiapanmenjadi ragu-ragu serta lunak pula, maka para pemuda yang bergerak
di bawah tanah segera memutuskan untuk mengadakan tindakan pressure yang
keras.
Pada tanggal 16 Agustus 1945, malam hari kalangan pemuda tersebut dengan
pimpinan Sukarni “menculik” Sukarno dan Hatta ke basis pertahanan pasukan
Pembela Tanah Air (PETA) di luar Jakarta, Rengasdengklok. Di situ pemimpin
itu dipaksa oleh anak buahnya agar Sukarno-Hatta mengumumkan Proklamasi
Kemerdekaan secepat-cepatnya pada saat itu juga. Para pemuda itu tidak mau
mendasarkan pengumuman proklamasi pada pertimbangan hasil pertemuan
Jepang , sebab Jepang telah tidak berkuasa di wilayah Indonesia sedangkan
Sekutu tidak berada di wilayah Indonesia. Sukarni memberikan jaminan kepada
Sukarno-Hatta, bahwa sebanyak puluhan ribu pemuda bersenjata siap bergerak
ke Jakarta mengiringi proklamasi.2
Ada tiga hal yang menyebabkan propaganda kemerdekaan Indonesia
mendapatkan pengakuan dunia antara tahun 1945 samapai 1949. yang pertama
ialah kekuatan yang ada pada kita, baik moral maupun material. Yang kedua
ialah keadaan internasional yang mengandung syarat-syarat yang menguntungkan
bagi propaganda, dan yang ketiga ialah kedudukan Belanda dalam tahun 1945
2 Goerge McT, Kahin, 1966, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta. Hlm.
135.
yang terlalu lemah, baik moral maupun material untuk menegakkan kembali
kekuasaannya di Indonesia.
Pemahaman sejarah Indonesia kita selanjutnya khususnya dalam
perkembangan Angkatan Perang , perjuangan kemerdekaan akan tetap
merupakan sumber inspirasi dan sumber perkembangan tradisi. Bagi Angkatan
Perang sejarah perjuangan kemerdekaan itu mengandung pula bahan-bahan
untuk mengembangkan teori-teori tentang masalah taktik dan organisasi. Oleh
sebab itu kita harus berusaha untuk mencatat perjuangan kemerdekaan selengkap
mungkin.
Di dalam sebuah negara hubungan antara sipil dan militer harus dilihat dalam
kerangka sistem politiknya yang berlaku, baik dari segi kewibawaannya maupun
dari jenis pemerintahannya. Untuk menkaitkan interaksi sipil dan militer dengan
tingkat kebudayaan politik di dalam masyarakat maka perlu pembentukan sistem
politik.
Setelah berakhirnya pemerintahan Jepang maka Sukarno mencoba untuk
membentuk pemerintahan yang baru ,agar dapat menjalankan pemerintahan
dengan baik. Pada waktu itu pemerintahan Sukarno menghadapi dua masalah
yang mendesak :menjernihkan posisinya terhadap tentara Jepang yang masih
berada di Indonesia; dan menegakkan wibawa pemerintah.
Munculnya masalah antara tentara reguler dangan tentara laskar adalah
sebagai hal yang dilatari dengan pencarian makan dan duwit. Jadi tentara pada
umumnya tidak suka sama laskar bukan atas dasar politik, tetapi karena merasa
bahwa laskar punya senjata yang seharusnya mereka miliki, jadi ini konflik yang
mendasar.3
Pada saat minggu-minggu pertama sesudah proklamasi kemerdekaan kita
berhasil merebut kembali dan menjadi modal perjuangan selajutnya berupa
penguasaan daerah-daerah di Indonesia, sekalipun tidak seluruhnya. Cita-cita
kemerdekaan telah tersebar luas dikalangan rakyat, selama pendudukan Jepang
dan paling sedikit setengah juta pemuda-pemuda yang bersedia untuk membela
Republik dengan mempertaruhkan jiwanya dan kebanyakan diantaranya telah
memperoleh latihan militer selama pendudukan Jepang, memberikan dasar cukup
kuat untuk perjuangan Republik selanjutnya.
Dapat dikatakan sesudah prokalamasi tersusun pula dasar-dasar kekuatan
yang berusaha akan menghancurkan Republik. Dasar-dasar kekuatan yang
berusaha akan menghancurkan republik itu diletakan pada penguasaan daerah
diluar Jawa dan Madura oleh Belanda, dan menempatkan pasukan-pasukan di
kota-kota besar pada minggu pertama sesudah proklamasi. Pasukan-pasukan itu
kemudian disusul oleh pasukan Belanda dengan kejadian-kejadian selanjutnya
melalui Linggarjati, Serangan Belanda yang pertama, Renville, Serangan
Belanda yang kedua, dan Persetujuan Rum-van Royen serta KMB adalah
perkembangan dari keadaan yang tercipta setelah proklamasi kemerdekaan
3 Benedict Andeson,1999, Revolusi Pemuda , tentang Revolusi Kemerdekaan, dalam Mencari
demokrasi. ISAI, Jakarta . hal. 24.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa faktor-faktor pendorong berdirinya Angkatan Perang ?
2. Bagaimana perkembangan Angkatan Perang pada masa pemerintahan Amir
Sjarifuddin pada tahun 1946-1948 ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk konkrit kebijakan Amir Sjarifuddin tentang
Angkatan Perang ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan tentang kebijakan yang diambil oleh Amir
Sjarifuddin alam Angkatan Perang tahun 1946-1948 terhadap perkembangan
pemerintahan Indonesia pada saat itu. Dalam kaitannya dengan pertahanan
sipil-militer.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis, faktor-faktor pendorong
kebijakan Amir Sjarifuddin.
b. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis, perkembangan Angkatan
Perang dengan munculnya sebuah kebijakan.
c. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis, bentuk konkrit terhadap
kebijakan-kebijakan Amir Sjarifuddin
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang kebijakan Amir
Sjarifuddin terhadap Angkatan Perang 1946-1948. Dan melihat realitas yang
ada kondisi Angkatan Perang pada saat itu.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma.
Penelitian, ini diharapkan akan dapat membantu wawasan dan
melengkapi karya tulis Ilmiah di Universitas Sanata Dharma.
3. Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan.
Penelitian, ini dapat menambah wawasan dan memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan tentang kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap Angkatan Perang.
E. Tinjauan Sumber
Dalam penulisan ini penulis mengguraikan sumber tertulis berupa buku-buku
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penulisan sejarah
sumber-sumber yang digunakan di bagi menjadi 2 yaitu sumber primer dan
sumber sekunder. Sumber primer berupa buku-buku dan arsip yang berisi tentang
data-data asli sebagai hasil dari kesaksian pelaku-pelaku peristiwa itu sendiri,
yaitu menyangkut tentang kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap Angkatan Perang.
Sedang sumber-sumber sekunder berupa majalah dan buku-buku sebagai sumber
pelengkap untuk membahas permasalahan, merupakan kesaksian dari seorang
yang tidak terlihat langsung dalam peristiwa tersebut.
Buku-buku sebagai acuan pokok atau sumber primer antara lain; buku yang
berjudul Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia, karangan Goerge Mc Turnan
Kahin, yang merupakan terjemahan dan diterbitkan oleh Sebelas Maret
University Press, berkerja sama dengan Pustaka Sinar Harapan tahun 1995.
Dalam buku ini menguraikan pengetahuan faktual serta cerita (naratif) deskriptif
mengenai proses perkembangan pergerakan nasional, pendudukan Jepang, dan
pergolakan serta perjuangan bangsa Indonesia masa Revolusi.
Buku Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai, karangan T.B
Simatupang, diterbitkan oleh Jajasan Pustaka Militer, 1945. Dalam buku ini
meguraikan perjalanan sejarah Angkatan Perang dari awal masa kedudukan
Jepang, Belanda dan bentuk-bentuk serta langkah-langkah yang dilakukan oleh
Angkatan Perang dalam pembangunan pertahanan untuk Negara Republik
Indonesia.
Buku Tentara Nasional Indonesia, Jilid Pertama dan Kedua karangan Abdul
Haris Nasution, diterbitkan oleh Seruling Masa, Jakarta, 1968. Dalam buku ini
menguraikan tentang masa liberalisme ABRI/ TNI selau mengemukakan untuk
kembali ke UUD 1945 sebagai suatu syarat mutlak untuk mengatasi kesukaran-
kesukaran dalam Negara dan dengan demikian diharapkan bersatunya potensi
nasioanal untuk Ampera.Kewajiban ABRI/TNI sebgai tulang punggung Negara
selamanya harus tetap memperkuat dan mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan.
Sumber sekunder yaitu; Buku berjudul Politik Militer Indonesia 1945-
1967,Menuju Dwi Fungsi ABRI, karangan Ulf Sundhausen dan diterbitkan oleh
LP3ES tahun 1986.Dalam buku ini menguraikan tentang pemahaman arah
mengenai hubungan sipil-militer di Negara-negara yang sedang berkembang
pada umumnya, dengan menyelidiki sebab campur tangan militer di Indonesia.
Buku Perkembangan Militer Dalan Politik Di Indonesia, 1945-1966.
Karangan Yahya A. Muhaimin dan diterbitkan oleh Gajah mada Universitas
Press.Dalam buku ini menguraikan tentang bagaimana untuk dapat memahami
hubungan antara politik militer di Indonesia dengan mengunakan gaya bahasa
lain”mengapa tentara Indonesia memainkan peranan politik sampai kemudian
memegang oposisi dominan,dan bagaimana proses perkembangan itu
berlangsung”.
Buku Revolusi Pemuda Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-
1946. Karangan Ben Anderson dan diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan
Jakarta. Dalam buku ini menguraikan tentang asalnya revolusi di Indonesia
mengungkapkan sifat-sifat khas yaitu dengan memasukan melalui analisa Marxis
yang konvesional atau dipandang baik dari segi “keterasingan para cerdik pandai
maupun frustasi terhadap harapan-harapan yang semakin memuncak”, Ia
menjelaskan pusat dari kekuatan revolusi dalam tahap awal yaitu kemerdekaan,
bahkan yang menentukan adalah tangan pemuda Indonesia.
Buku Perintah Presiden Sukarno, Rebut Kembali Madiun, Siliwangi
Menumpas Pemberontakan PKI/Muso 1948, karangan Hirmawan Soetanto dan
diterbitkan oleh Pustaka harapan Jakarta, 1994. Dalam buku ini menguraikan
tentang nilai pragmatis yang merupakan suatu nilai sejarah sangat bermanfaat
untuk menghidupkan sejarah agar tidak menjadi deretan kronologis sejarah yang
mati dan tiada arti. Bagi TNI sejarah merupakan ilmu pengetahuan untuk benar-
benar dapat dirasakan manfaatnya bagi pengembangan tugas yang
dihadapi.Dapat dikatakan gerak juang Siliwangi merupakan perjalanan sejarah
militer yang pada saatnya menjadi bagian dari sejarah.
Buku Perjuangan Politik Bangsa Indonesia, Linggarjati, karangan K.M.L
Tobing, diterbitkan oleh Gunung Agung Jakarta, 1986. Dalam buku ini
menguraikan perjuangan politik kemerdekaan yang dilalui hanyalah unsur yang
lahir dari potensi bangsa, secara formal mereka tidak memiliki sarana dan ilmu
yang dapat diandalkan. Perjuangan politik revolusi dipastikan pada puncak
peristiwa yang sangat mempengaruhi perjuangan kemerdekaan dengan demikian
lebih jelas diperoleh gambaran tentang tidak adanya tolak ukur moral dalam
politik materialisme terhadap generasi penerus.
Buku Menentang Mitos Tentara Rakyat, karangan Coen Husain Pontoh,
Resist Book, Yogyakarta, 2005. Dalam buku ini menguraikan persoalan
dwifungsi ABRI diartikan masuk dalam politik praktis yang mengenai fungsi
pertahanan dan merumuskan arah politik nasional. Legitimasi penempatan posisi
militer yang setara dengan pemerintahan sipil, melihat ruang gerak tentara
sebagai alat negara dan nilai-nilai pertahanan nasional.
Perbedaan yang mendasar adalah statement dan jalan pikiran antara penulis
dan pembaca cukup berbeda, sebab daya serap masing-masing peryataan yang di
cerna dalam pikiran antara buku yang satu dengan yang lain sangat
seknifikan.Jadi kemungkinan untuk alasan pemilihan judul atau topik memang
kurang ada dukungan dari sumber-sumber yang ada. Alangkah baiknya apabila
ada rekan mahasiswa yang mau memperbaikainya dengan membandingkan
kembali atau melihat kembali kekurangan dan kelebihan yang perlu untuk di
jelaskan kembali.
F. Landasan Teori
Dalam penulisan skripsi ini, yang dibahas adalah kebijakan Amir Sjarifuddin
terhadap Angkatan Perang tahun 1946-1948.Maka dalam usaha mencari jawaban
atau pengertian yang berhubungan dengan judul Skripsi agar lebih mudah
pemahamannya.
Dalam penulisan ini yang akan diperjelas adalah bentuk-bentuk kebijakan
yang diambil oleh Amir terhadap Angkatan Perang, dan kondisi juga strukturisasi
Angkatan Perang pada saat sebelum dan sesudah menjadi Menteri Pertahanan.
Kebijakan adalah rangkaian konsep dasar yang menjadi garis besar rencana
dalam pelaksanaan suatu perjalanan, itu merupakan tujuan atau prinsip pedoman
untuk menjamin usaha mencapai sasaran.4 Maka dapat dilihat menurut Anderson
telaah rincinya mengenai periode ini merupakan salah satu sumber utama
mengenai hubungan antara tentara dan kabinet sosialis yang pertama ,niat Amir
untuk memberikan indoktrinasi politik kepada tentara itu didasarkan pada
pengalaman pribadinya dengan orang-orang Jepang di masa pendudukan, dan
hasratnya agar tentara Indonesia tidak mengembangkan apa yang dianggap
sebagai nilai-nilai yang militeristik dan otoriter dari tentara Kekaisaran dengan
kemampuannya untuk mencampuri urusan politik.5
4 Kamus Besar Bahasa Indonesia , Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, 1993, Balai
Pustaka, Jakarta. 5 ULF Sundhaussen,1986, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Menuju Dwifungasi ABRI, :LP3ES
Jakarta. hlm.45-46.
Bentuk kebijakan tersebut yaitu dengan memberikan pendidikan politik
kepada korps perwira tentara, baik dalam upaya yang sangat tulus untuk
’mendemokrasikan’ dan ‘mensosialkan’ pandangan mereka , maupun dengan
sendirinya memperkuat kedudukan terhadap komandan-komandan yang dekat
kepada Sudirman. Melakukan kampanye memberikan ‘keyakinan politik’ kepada
tentara dengan upaya untuk mengikat mereka kepada pemerintahan, tidak
sekedar sebagai alat sembarang pemerintah yang kebetulan sedang berkuasa,
melainkan juga memberikan pendidikan ideologis kepada mereka untuk berada
dalam jangkuan golongan yang berorientasi sosialis yang dipimpin oleh Amir
Sjarifiuddin.6
Pada tanggal 19 Febuari 1946 Amir mengumumkan bahwa staf pendidikan
telah dibentuk dalam lingkungan kementrianya, tugasnya adalah untuk meletakan
garis-garis pedoman bagi pendidikan politik tentara. Staf pendidikan dikepalai
oleh Soekono Djojopraktiknjo, seorang bekas pegawai kantor pos,dan anggota
partai sosialis terdiri dari 3 orang sosialis lainya, tiga politisi Islam dari Masjumi
dan Dr. Mustopo orang yang agak eksentrik dan bekas komandan BKR Surabaya.
Dengan demikian hanya golongan Sosialis dan Masjumi yang terwakili dalam
staf pendidikan. Kecuali Mustopo yang pernah menjabat komandan bataliyon
PETA, tidak seorangpun yang berpendidikan militer. Walaupun demikian
Soekono diberi pangkat letjen yang merupakan pangkat yang disandang oleh
Oerip Sumoharjo pada waktu itu sebagai Kepala Staf di Markas Besar Tentara
6 Ben Anderson,1988, ‘Revoluisi Pemuda’ Pendudukan jepang perlawanan di jawa 1944-1988, Sinar
Harapan, Jakarta. hlm. 359..
dan semua orang lainya mendapat pangkat mayor jendral setaraf dengan
panglima divisi.
Bentuk konkrit dari kebijakan yang dilakukan oleh Amir Sjarifuddin adalah
rasa ketidak puasan terhadap tentara yang kurang begitu loyal dengan Negara
karena mereka merupakan bagian terpenting dari pemerintahan Republik
Indonesia. Secara de fakto angkatan perang merupakan unsur utama dalam
pemerintahan, sebab itu adalah kangkah kuat untuk menunjukan bahwa negara
itu maju dan berkembang apabila bisa diakui oleh negara lain secara de
yure.Hubungan diplomasi antar negara menjadikan kuat akan pengakuan
kekuasaan yang mutlak bahwa Indonesia itu ada, bukan dari hadiah dari Belanda
melainkan perjuangan kedaulatan dan kekuatan militer juga diplomasi politik.
G. Hipotesis
Dari uraian diatas maka diambil hipotesis sebabai berikut:
1. Kalau berdirinya angkatan perang menandai awal munculnya tentara regular
dan laskar rakyat, maka pemerintah akan mendirikan angkatan perang.
Jatuhnya pemerintahan Jepang di Indonesia menyebabkan munculnya
gerakan pemuda yang terjalin pada organisasi-organisasi perjuangan yang
dikenal dengan nama “lasykar”. Kurangnya persenjataan,tidak terlatih,
ketidakdisiplinan ,dan tidak memiliki pemimpin yang berpengalaman.
Faktor politik, merupakan bentuk sedang keterkaitan antara pemrintah
dengan tentara baik langsung maupun tidak langsung. Tetapi pada
kenyataannya tentara laskar atau rakyat berdiri sendiri dan tidak mau
diperintah oleh pemerintah, karena sering berselisih paham dengan
pemerintah Sukarno dan tidak mau menerima perintah dari pemimpin
nasional yang tidak bersikap tegas dalam menentang pendaratan pasukan-
pasukan Sekutu dan Belanda. Demikian juga pemerintah menekan semangat
mereka para pemuda yang tergabung dalam lascar rakyat untuk bertindak.
2. Kalau Amir Sjarifuddin mengangap faktor politik penting, maka diadakan
reorganisasi struktur pemerintahan dan tentara yang mencakup biro perjuang.
Mereka yang sudah masuk dalam pendidikan militer Amir sehingga
tergabung dalam wadah perjuangan.
Idiologi yang ada adalah bagaimana antara tentara dan Negara saling
berhubungan tidak ada jurang pemisah yang sangat tajam, sebab langkah
yang ditempuh oleh Amir ialah mempolitikkan tentara dan menjadikan alat
negara yang tangguh.
Perkembangan angkatan perang pada masa pemerintahan Amir
Sjarifuddind dengan dilakukannya reorganisasi dalam struktur pemerintahan
antara tentara dan laskar rakyat dalam satu wadah politik, yang berupa
penghabungan anatara keduannya digabungkan menjadi satu untuk sistem
pertahanan. Membentuk sebuah “Biro Perjuangan”di dalam lingkungan
kementerian yang bertangungjawab atas urusan kelaskaran. Berbagai badan
perjuangan yang ada pada waktu itu di organisasikan menjadi brigade-brigade
ditempatkan di bawah pengaruh Biro perjuangan yang juga membentuk
inspektorat di daerah-daerah.
Dalam hal ini Amir tidak saja berhasil untuk tetap mengontrol atas bagian
terbesar dari pasukan, dia juga telah mengembangkan sebuah konsep untuk
menempatkan tentara reguler dibawah pengaruhnya, tujuannya itu hendak
dicapai dengan melalui indoktrinasi politik. Pembentuk staf pendidikan
membawakan korps Pepolit yang tugasnya adalah meletakkan pedoman bagi
pendidikan politik tentara dalam pembentukkan pemerintahan. Pedoman
tersebut merupakan arah dan tujuan yang sesungguhnya dari kebijakan
Menteri Pertahanan.
3. Kalau Amir Sjarifuddin menganggap tentara rakyat bermafaat dalam sistem
politik pertahanan dan keamanan maka dia akan megabungkan tentara rakyat
dan tentara reguler dalam angkatan perang Indonesia.
Kebijakan angkatan perang yang diambil oleh Amir Sjarifuddin dengan
mengantikan sistem politik militer yang ada menjadi suatu kekuatan politk
untuk membangun sebuah negara. Langkah-langkah yang ditempuh dengan
melihat kinerja tentara yang kurang begitu loyal terhadap pemerintah tentang
arti kedaulatan bersifat menyeluruh. Usaha yang dilakukan Amir yaitu,
pendidikan politik untuk tentara merupakan usaha pemerintah untuk
gabungan kedua belah pihak untuk mewujudakan dindoktinasi politik dalam
pemerintahan.
Bentuk konkrit yaitu dengan mengantikan sistem politik pertahanan
keamanan melalui reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang dalam
struktur pemerintahan yakni mengabungkan antara tentara rakyat dangan
tentara sipil, menjadi lembaga pertahanan negara. Pengantin nama dan fungsi
tentara rakyat menjadi BKR,TKR TRI dan TNI.
H. Metode dan Pendeketan Penelitian
Metode.
1. Pengumpulan Data
Penulisan ini memiliki 2 ciri yaitu pertama mengandung praspektif
historis dan kedua bersifat politik. Oleh karena itu data yang digunakan harus
memenuhi dua kriteria tersebut.Pertama, mengandung prespektif historis
berarti data yang digunakan berupa kumpulan fenomena-fenomena yang
dibatasi dalam ruang dan waktu. Berarti data pada penulisan ini berdasarkan
pada fenomena yang terjadi dalam suatu tempat dan dibatasi oleh waktu.
Kedua, sifat dari penulisan ini adalah politik sehingga data yang digunakan
berupa pertanyaan-pertanyaan atau tulisa mengenai hubungan pemerintahan
dan angkatan perang.
Data pada penulisan ini diperoleh melalui studi pustaka. Studi pustaka
merupakan suatu metode penulisan dimana penulis mengali dan mengolah
data yang sudah berbentuk tulisan atau pertanyaan menjadi suatu
historiografi. Ini berarti menandakan bahwa data yang digunakan sudah ada
kemudian mencari, mempelajari, dan memperdalam.
Dalam penulisan sejarah, sumber-sumber yang digunakan dibagi menjadi
2 yaitu sumber primer dan sumber sekunder.Sumber primer adalah kesaksian
dari seorang saksi dengan mata kepala sendiri menyaksikan peristiwa
tersebut atau pelaku-pelaku peristiwa itu sendiri. Sedangkan sumber sekunder
adalah kesaksian dari seorang yang tidak mengunakan mata kepala sendiri
atau dari seorang yang tidak menyaksikan sendiri dalam peristiwa yang
dikisahkannya.
Langkah berikutnya adalah kritik sumber. kritik sumber merupakan tahap
setelah pengumpulan data. Kritik bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
kredibilitas sumber.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik adalah
pengujian terhadap data pada penulisan sejarah.7
Kritik sumber pada penulisan sejarah merupakan sesuatu yang harus
dilakukan. Hal ini untuk mengindari adanya kepalsuan dan keberpihakan
suatu sumber dan data pada penulisan ini. Sumber primer di dapatkan dari
Buku karya Kahin, T.B Simatupang, Nasution, sebab mereka sendiri
mengalami dan menyaksikan bagaimana peristiwa tersebut. Sebagin besar
merupakan sumber sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber
yang merupakan pengunaan sumber lain. Jadi, sumber ini merupakan sumber
kedua, yaitu, buku karya Ben Anderson, Ulf Sundhausen,Yahya A.
Muhaimin, Hirmawan Soetanto, K.M. L Tobing, oleh karena itu penulis
memperlakukan sumber sedemikian rupa sehingga hasilnya mendekati
kebenaran.
Salah satu cara yang ditempuh penulis untuk kritik interen adalah
membandingkan antar sumber.Bila parbandingan ini kesemuanya ke arah
metodologi topik yang akan dibahas maka sumber tersebut diakuki
7Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (terj.Nugroho Notosusanto),1983, Universitas Indonesia Pres,
Jakarta. hlm. 75.
kredibilitasnya, sedangkan untuk melakukan kritik ekstern sumber tertulis
dilakukan dengan meneliti jenis tulisan, gaya bahasanya, setelah itu baru
diteliti isinya,apakah isi pernyataan, fakta-fakta dan ceritanya dapat
dipercaya, untuk itu perlu pula di identifikasi penulisannya hal ini
menyangkut apakah seorang panulis ini berkompeten terhadap masalah-
masalah.
Sumber primer adalah sumber yang didapatkan dari kejadian tersebut dan
bukan dari manipulasi keadaan atau pada waktu peristiwa berlangsung
terjadi. Seperti tokoh-tokoh yang menulis buku tersebut dan mengalami
sendiri peristiwa itu, dan melihat realita yang ada. Sepeti Nasution,
Simatupang dan kahin. Perjalanan sejarah perjuangan yang ditulis oleh
tokoh-tokoh tersebut merupakan sumber primer, sebab di karenakan menjadi
dasar baik secara ruang dan waktu.
2. Analisis Data
Data yang telah diseleksi dan diuji dilanjutkan dengan analisis. Analisis
merupakan tahap yang paling penting dan menentukan dalam suatu
penulisan. Jenis analisa ditentukan oleh sifat data yang dikumpulkan.Apabila
data yang dikumpulkan itu berwujud kasus-kasus maka analisanya bersifat
kualitatif.8
Hasil analisis akan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu penulisan.
Penulis berusaha menempatkan data secermat mungkin supaya hasil
penulisan ini bisa mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengolahan data
8 Koentjaraningrat,1993, Metode-metode Penelitian Masyarakat, : P.T. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. hlm. 296.
secara cermat diharapkan mampu mengurangi subjektivitas yang biasanya
muncul dalam sebuah historiografi,
sebab sejarah dalam arti objektif (peristiwa) yang diamati dan dirumuskan
dalam pikiran subjek tidak akan pernah murni tetapi lebih diberi warna sesuai
kacamata subjek.9
Penulisan ini mengunakan model deskriftif analisis, sumber-sumber yng
dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan permasalahan yang sedang diteliti. Melalui model penulisan
tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu tulisan sejarah yang dapat
dipercaya.
Pendekatan.
Sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah dapat tersebut
masalah pendekatan. Penggambaran mengenai suatu peristiwa di lihat dari segi
mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana
yang di ungkapkan. Pendekatan politikologis menyoroti struktur kekuasaan, Jenis
pemimpin, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan dan lain-lain. Dengan bantuan
pengetahuan konsep dan teori ilmu-ilmu sosial, yaitu sosiologi, antropologi, dan
ilmu politik.10
Pendekatan yang digunakan adalah sejarah politik, sebab di sini mengupas
tentang kiprah orang yang berkuasa pada waktu itu. Termasuk dalam teori
orang-orang besar. Sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah
9 Sartono Kartodirdjo,1992, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi sejarah, : Gramedia, Jakarta.
hlm.62. 10 Ibid, hlm.4 dan 166
dapat disebut masalah pendekatan. Pengambaran kita mengenai suatu peristiwa
sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita memandangnya,
dimensi mana yang di perhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan.
Dalam menghadapi gejala histories yang kompleks, diperlukan penyaringan
data yang diperlukan. Maka suatu seleksi akan dipermudah dengan adanya
konsep-konsep yang berfungasi sebagai kriteria, antara lain teori-teori ilmu-ilmu
sosial, yaitu ilmu politik. Maka kerangka konseptual referensi lebih luas dan
analisis lebih mendalam. Di sini sejarah politik dalam bentuk sejarah analitis
akan mampu menerangkan kejadian politik secara lebih mendalam. Melihat
sistem politik berserta proses dan stuktur politik yang terdapat didalamnya maka
hal ini membawa implikasi motodologis ialah mencakup pendekatan sistem.
Konsep yang dipergunakan ialah bentuk-bentuk dari teori-teori ilimu-ilmu
sosial yang mendukung konsep penganalisanya maupun bentuk dasar dari gejala
sejarah yang komplek. Sejarah politik menjadi acuan pokok yang bisa
menunjukan langkah nyata untuk membentuk sebuah kerangka berfikir.
I. Sistematika Penulisan
Penulisan ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut; Bab I adalah
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjuan
pustaka, landasan teori, hipotesa, metode dan pendekatan.
Bab II, Antara lain berisi : Faktor-faktor pendorong munculnya angkatan
perang, ditinjau dari Faktor politik,ekonomi dan sosial yang mendasar.
Bab III, berisi : Perkembangan Angkatan Perang dengan munculnya
kebijakan pemerintah pada masa pemerintahan Amir Sjarifuddin tersebut.
Bab IV, berisi : Bagaimana bentuk-bentuk konkrit kebijakan yang telah
dilaksanakan Amir Sjarifuddin.
Bab V, Berisi : Penutup dan kesimpulan.
BAB II
FAKTOR – FAKTOR PENDORONG BERDIRINYA
ANGKATAN PERANG
Proklamasi kemerdekaan adalah merupakan suatu tindakan yang revolusioner.
Dengan kata bahwa kita menyatakan berdirinya suatu negara nasional yang meliputi
seluruh wilayah yang sebelumnya terkenal sebagai Hindia-Belanda. Maka
proklamasi sebagai tolak ukur utama dimana menghapus hak-hak kehidupan Belanda
di Indonesia. Kebebasan negara Indonesia setelah proklamasi memberikan nuansa
kepada rakyat berasa bahwa negara berdaulat sebagai tuan rumah, yang telah lepas
dari kekuasaan Jepang dan Belanda. Tujuan dari proklamasi kemerdekaan ialah
memberikan kebebasan hak untuk dapat berkarya yang lebih sempurna, kecerdasan
tinggi dan kesejahteraan serta kebahagiyaan cukup besar kepada manusia
Indonesia.11
Akar dari perjuangan bangsa Indonesia yang dilakukan oleh para pemuda ialah
mendesak pemerintah untuk bertindak memproklamasi kemerdekaan dengan cara
paling efektif dan militan.12 Pada waktu itu pemuda merupakan golongan yang
istimewa didalam masyarakat kita, baik di desa maupun dari golongan terpelajar
yang pernah mengikuti latihan militer, semuanya merasakan adanya ikatan khusus
yaitu untuk memelopori perjuangan kemerdekaan. Dapat dikatakan para pemuda
disemua tempat berkumpul memelopori penaikan bendera Merah Putih,dan merebut
11 T.B, Simatupang, 1945, Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai, Yayasan Pustaka Militer,
Jakarta hlm 25 12 T.B Simatupang, ibid, hlm. 109.
kembali kekuasaan dikantor-kantor milik Jepang serta melucuti senjata-senjata
tentara jepang untuk membentuk barisan-barisan pemuda bersenjata.
Istilah laskar dapat diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan soldier, militia,
atau army. Namun pada masa revolusi fisik istilah itu bermakna satuan bersenjata di
luar tentara regular, yang pada umumnya berkonotasi pada orientasi politik
tertentu.13
Dalam sejarah laskar sejak semula adalah sejarah yang bersifat aspirasi politik,
yaitu menuju Indonesia merdeka. Ketika Jepang mendarat di tanah Jawa, para aktivis
nasionalis curiga pada niat baik “saudara tua” itu memutuskan untuk melawan dua
arah. Pertama,golongan Soekarno-Hatta yang memilih berjuang secara resmi di atas
tanah (terang-terangan); dan kedua golongan pemuda yang bergerak dibawah tanah
(secara diam-diam) Dalam kenyataannya bahwa Hatta dan Sjahrir, bertemu dan
membicarakan strategi yang harus ditempuh dalam penegakan pemerintahan sangat
berlainan dan menyebabkan perang idiologi untuk membentuk suatu stabilitas
pertahanan. Hasilnya Soekarno-Hatta akan berkerja sama dengan jepang, sedangkan
Sjahrir akan menempuh garis non-kooperasi.
Mengenai gerakan bawah tanah Kahin14dan Anderson
15 menjelaskan pada masa
pendududkan Jepang terdapat empat kekutan bawah tanah. Pertama terbersar adalah
gerakan bawah tanah Amir Sjarifuddin, seorang bekas ketua gerakan rakyat
Indonesia (Gerindo), yang paling konsisten melawan fasisme, dan merupakan
13 Robert B. Crib, 1999, Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949 Pergulatan antara Otonomi dan
Hegemoni, P.T. Pustaka uatama graffiti. Jakarta. Hlm. 61. 14 Goerge, McT. Kahin,1995, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Sinar Harapan Indonesia.,
Jakarta. Hlm141-143 15 benedict R.O.G. Anderson, 1988, Revolusi pamuda Pendududkan Jepang dan Perlawanan di Jawa
1944-1946, Harta Mitra Pustaka Kayu, Jakarta. Hlm 58-71.
kekuatan yang ditakuti oleh jepang. Kedua, gerakan yang dipimpin oleh Soetan
Sjahrir. Ketiga, adalah gerakan bawah tanah Persatuan Mahasiswa, di Jakarta
terutana di fakultas kedokteran. Keempat, gerkan bawah tanah yang diketuani oleh
Sukarni , yang bermarkas diasrama angkatan baru Indonesia.jalan Menteng Raya 31
Jakarta.
Tujuan utama dari keempat gerakan bawah tanah adalah masuk ke dalam Peta
dan ke dalam organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang. Ada dua tujuan
utama dari perembesan itu :16
1. Sebanyak mungkin memegang kendali dalam unit-unit semua organisasi itu lewat
pemegang posisi kunci yang dapat dipercaya.
2. Menggiring anggotanya ke arah anti Jepang dan Pro Sekutu, terutama
menyiapkan mereka untuk bangkit melawan Jepang bila invasi sekutu bakal
datang.
Perembesan gerakan bawah tanah di imbangi dengan mendapat lahan yang subur
pada gelora pemuda, terutama setelah Jepang takluk pada Sekutu. Pemuda-pemuda
itu merasa terpangil untuk menyelamatkan revolusi dan membela kehormatan
Republik. Mereka rela mengenyampingkan kepentingan dan kenikmatan pribadinya
demi tegaknya republik yang baru merdeka.
Dalam sejarah bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan dan perang
kemerdekaan akan menjadi dasar untuk membangun sebuah negara yang kuat.,
apabila terdukung oleh dibentuknya angkatan perang kuat. Keinginan untuk
membentuk pertahanan negara dilakukan dengan berbagi faktor yaitu; faktor
16 Ibid. hlm 144.
politik,ekonomi,sosial yang cukup kuat agar terbentuklah angkatan perang. Ada tiga
hal yang dapat menyebabkan perjuang bangsa Indonesia ; pertama kekuatan pada
diri sendiri (baik moral maupun material), kedua keadaan Internasional saat itu
menguntungkan perjuangan, ketiga kedudukan Belanda saat itu sangat lemah baik
moril maupun materiel, maka langkah tersebut untuk menegakan kembali kekuasaan
di Indonesia.
Perkembangan angkatan perang dalam sejarah bangsa Indonesia dan khususnya
berdirinya angkatan perang ialah perjuangan kemerdekaan akan merupakan sumber
inspirasi dan sumber perkembangan tradisi. Karena pada waktu itu sangat menjujung
tinggi kebersamaan dalam berjuang untuk mengusir penjajah baik Jepang maupun
Belanda. Terliahat dari sistem komado yang dilakukan oleh penguasa atau bentuk
feodalisme yang cukup dominan dalam kehidupan masyarakat. Bagi angkatan
perang sejarah perjuangan itu mengandung pula bahan-bahan untuk mengembangkan
teori-teori tentang taktik dan organisasi. Oleh sebab itu berusaha mencatat sejarah
perjuangan kemerdekaan dengan selengkap mungkin dan jujur.
Dalam periode minggu-minggu pertama sesudah proklamasi kemerdekaan
pemuda berhasil merebut modal perjuangan selanjutnya berupa senjata dan
pengusaan daerah-daerah yang luas di Indonesia, meskipun tidak seluruhnya. Cita-
cita kemerdekaan yang tersebar luas di kalangan rakyat selama pendudukan Jepang,
jadi paling sedikit setengah juta pemuda yang bersedia untuk membela Republik
dengan mempertahankan jiwanya. Mereka semua diantaranya telah memperoleh
latihan militer selama pendudukan Jepang, memberikan dasar-dasar cukup kuat
kepada perjuangan Republik selanjutnya.
Selanjutnya dalam minggu pertama telah tersusun pula dasar-dasar kekuatan
yang barusaha akan mnghancurkan republik. Dasar-dasar kekuatan itu diletakan
kepada penguasaan daerah di luar Jawa dan Madura oleh Belanda dan menempatkan
pasukan-pasukan sekutu di seuruh kota-kota besar pada minggu pertama sesudah
proklamasi, pasukan itu kemudian di susul oleh pasukan Belanda.17
Kejadian-kejadian selanjutnya mulai Linggarjati, serangan Belanda pertama,
Renvile, serangan Belanda kedua, dan persetujuan Rum-van Royen, serta KMB
adalah perkembangan dari keadaan yang tercipta pada minggu-minggu pertama
sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Perjuangan kemerdekaan membuktikan bahwa
negara Barat tidak dapat lagi memaksakan kekuasaannya terhadap bangsa Timur,
dengan mempergunakan angkatan laut,angkatan darat, angkatan udara. Suatu bangsa
yang mempunyai keisyafan nasional yang meluas dikalangan rakyat yang telah
memiliki kemahiran kemilteran dan senjata tidak dapat lagi dijajah. Pencobaan
untuk menjajah hanya akan melahirkan chaos, hal ini adalah penting bagi hubungan
antar negara-negara sedang berkembang dan negara maju pada waktu akan datang.
Pemakaian tenaga pemuda yang jumlahnya lebih dari setengah juta dan pemakain
senjata-senjta rampasan dari Jepang tidak dapat diatur dengan efisiens oleh karena
tidak diadakan suatu organisasi yang sangup memimpin meliputi semua tenaga-
tenaga dalam waktu singkat. Tenaga manusia dan senjata disusun dalam beratu-ratus
pasukan yang masing-masng bertindak sendiri. Pertentangan-pertentangan pribadi
antar daerah dan pusat, serta faktor politik, kurangnya tenaga kerja yang
17 Ibid, hlm.99.
berpengalaman dalam pekerjaan mengatur dan memimpin organisasi militer yang
besar.
Pengalaman-pengalaman yang membuktikan bahwa untuk melawan pasukan-
pasukan Belanda yaitu diperlukan pasukan bernilai tinggi mempunyai persenjataan
yang kuat,dan dapat bertindak seperti mobil.Yakni bergerak dari satu daerah ke
daerah lain untuk menyerang kedudukan musuh. Di samping itu diperlukan pasukan
yang terpencar di semua daerah-daerah, bertugas untuk memberikan perlindungan
kepada pamongpraja agar bisa meneruskan pemerintahan dimana-mana. Oleh sebab
itu diadakanlah reorganisasi dan rasionalisasi dalam angkatan perang.
Suasana persatuan antara rakyat dan laskar-laskar begitu kental karena bersama
rakyat mereka membela dan mempertahankan kemerdekaan,sebab pemuda-pemuda
yang tergabung dalam laskar rakyat lebih militan dan lebih radikal melawan tentara
Sekutu maupun NICA.mereka cepat mendapat dukungan dari rakyat dari pada
tentara regular. Badan perjuangan (laskar) yang sesunguhnya merupakan lambang
dari rakyat yang bersenjata, dengan kata lain, tentara yang lahir dari rakyat , besar
barsama rakyat, dan revolusi adalah laskar rakyat. menurut Anderson.18
A. Faktor Politik
Angkatan perang dilahirkan oleh Proklamasi kemerdekaan adalah anak
kandung dari revolusi. Oleh sabab itu apabila kita hendak memahami fungsi
angkatan perang , maka muncul pertanyaan : apakah fungsi angkatan perang kita
dalam hubungan cita-cita Proklamasi kemerdekaan dan revolusi. Tentu saja ada
kaitanya karena merupakan suatu mata rantai yang saling berhubungan. Dapat
18 Ibid. hlm 294.
dijelaskan bentuk dari angkatan perang bukan merupakan tujuan dalam dirinya,
malainkan tidak untuk kepentingan anggota-anggotanya saja tetapi sebagai alat
dari negara yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan oleh
negara maka angkatan perang adalah alat untuk memajukan kepentingan rekyat
dan sebagai alat abadi dari rakyat.
Pengertian angkatan perang mengenai fungsinya ialah bersumber dari
UUD 1945 bagian dari pembukaan yang berisi hal berikut: “kemudian dari
pada itu untuk membentuk sustu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan
kehidupan bangsa, dan ikut melakukan keteriban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial , maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susuna negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia
dan kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusywaratan
perwakilan , serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonasia.”
Disini dapat kita pahami pemerintah menjalankan pertahanan keluar dan
memelihara keamanan serta ketertiban dalam negeri. Tentara merupakan alat
Juga sarana pelatihan keprajuritan bagi rakyat, yang dimaksud adalah dalam
hubungan wajib-militer dan wajib-latih, ini berarti negara membuktikan latihan
keprajuritan kepada rakyat dapat dipergunakan dengan sadar dan sistematis
sebagai bagian dari usaha untuk mecerdaskan kehidupan bangsa.
Sebelum pendudukan Jepang keinginan untuk merdeka telah memperoleh
bentuk yang nyata berupa pergerakan nasional dan memperoleh isi terang sebagai
cita-cita untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia. Saat tentara pernah menjadi
bagian dari tentara pasukan Jepang yang merupakan tulang punggung satu-
satunya dalam organisasi tidak menyerah, atau dengan kata lain ialah tenaga-
tenaga yang mempunyai kemahiran militer untuk bertempur dan semangat
berjuang yang luas tersebar, terutama dikalangan pemuda-pemuda. Akan tetapi
tidak ada suatu pusat atau suatu staf umum yang memimpin dan mengtur
seluruhnya; tidak ada rangka organisasi, tidak ada saluran untuk memimpin dan
mengawasi seluruhnya. Banyak pemuda-pemuda yang mau bertempur
mengunakan juga senjata-senjata tetapi tidak ada organisasi yang mengaturnya.
Apa yang dijalankan oleh Jepang pendidikan bidang militer di Indonesia selama
zaman pendudukan masih sangat jauh bagi persiapan untuk mendirikan suatu
Tentara Nasional. Tidak ada suatu keseimbangan di dalam usaha Jepang antara
pembentukan pasukan-pasukan dan penyebarluasan kemahiran militer pada
suatu pihak dan usaha untuk mempersiapkan personil yang akan memimpin
seluruhnya itu pada pihak lain kondisi demikian mempunyai pengaruh yang
masih akan lama terasa dalam perkembangan angkatan perang Indonasia yang
didirikan sesudah Proklamasi Kemerdekaan.
Melalui bebagai organisasi semi militer dan organisasi militer, di antaranya
Peta kemahiran militer dan sifat-sifat militan tersebar luas di kalangan bangsa
Indonesia, terutama di kalangan pemuda-pemuda. Hal ini sangat besar artinya
bagi perjuangan kemerdekaan.
Penyebarluasan kemahiran militer selama penddudukan Jepang berlansung
dengan tentara Jepang sebagai satu-satunya organisasi sentral yang mengawasi
dan memimpin kegiatan-kegiatan militer bangsa Indonesia yaitu rakyat Indonesia
termasuk Peta, dipersiapkan hanya untuk membantu tentara Jepang secara
sedaerah demi sedaerah.
Dengan hilangnya tentara Jepang dalam susunan diatas, sesudah kapitalisme
Jepang, ditambah lagi dengan dibubarkanya batalyon-batalyon Peta sebagai
batalyon yang teratur, maka usaha-usaha untuk mendirikan angkatan perang yang
mempunyai pusat dapat mengatur dan mengawasi semua pasukan, merupakan
syarat mutlak bagai organisasi militer dari tiap-tiap negara, dan harus dimulai
dari permulaan sekali.19
Faktor politik yang terdapat di negara Indonesia pada waktu itu meliputi,
keadaan geografis, kemampuan keuangan, tingkat kecerdasan dan semangat
rakyat, keadaan perekonomian, tingkat kemajuan teknik dan industri. Semua ini
sangat menentukan dalam pemecahan masalah pembentukan angkatan perang.
Dalam kenyataan revolusi melahirkan kediktatoran, oleh karena itu tidak
heran lagi apabila tidak ada hubungan baik antara pejabat-pejabat politik dan
pemimpin militer.Jalannya perjuangan kemerdekaan terutama sesudah serangan
militer Belanda kedua, dimana hampir semua pemimpin-pemimpin politik
tertawan atau tidak dapat lagi berbuat apa-apa sedangkan angkatan perang
melanjutkan perjuangan bersama rakyat di desa-desa dan memperkuat lagi
perasaan kalangan anggota-anggota angkatan perang bahwa mereka tidak dapat
dianggap alat saja, yang hanya menjalankan keputusan saja tetapi bukan
mengenai jalannya perjuangan.
B. Faktor Ekonomi
19 Ibid, hlm. 263-276.
Setelah kemerdekaan negara Indonesis mengalami berbagai rintangan yang
memang menjadi dasar untuk bisa maju mencapai kedaulatan. Sangat jelas akibat
revolusi ini menyebabkan sistem perekonomian Indonesia mengalami
kemerosotan, karena situasi negara yang belum jelas atas pengakuan secara de
fakto ataupun de yure dalam dunia Internasional. Maka muncul banyak sekali
bekas-bekas tentara KNIL dan PETA, yang secara ekonomi mereka pernah
bekerja dan ikut organisasi pertahanan yang dipimpin oleh Belanda dan Jepang.
Sebagai negara yang.merdeka dan berdaulat rakyat Indonesia akan tetap
menhadapi masalah pertahanan. Karena masalah pertahana negara Indonesia
sesudah pengakuan kedaulatan harus ditinjau dalam hubungan yang lebih luas.
Dapat dikatakan bahwa keadaan ekonomi pada waktu itu memang dibawah
pemerintahan Jepang, akibatnya segala hal yang berhubungan dengan nilai-nilai
pertahanan tidak bisa digerakan secara luas.
Ada jaminan bahwa tanah yang akan dibagikan oleh petani itu akan terbatas
kepada hak milik dari orang asing yang menjadi musuh, dan dari bangsawan-
bangsawan yang menjadi antek Belanda. Tak seorang pun akan kehilangan tanah
yang diperlukan untuk sumber nafkahnya sendiri, tetapi setiap jengkal yang
melebihi keperluan itu akan diberikan kepada orang-orang miskin dan yang
tidak mempunyai tanah. Penguasaan buruh atas perusahaan akan membantu
meningkatkan produksi dan mengembangkan dukungan politik bagi rezim
revolusioner, tetapi kaum buruh juga akan dilibatkan dalam suatu organisasi
politik yang terkoordinasi supaya kegiatan mereka dapat dikaitkan dengan
rencana ekonomi berjuang.
Hubungan pembagian tanah dengan Angkatan Perang adalah jelas sesuai
dengan hak milik masing-masing dari tentara,sebab sudah dari aturan yang
ditetapkan oleh pemerintah pada waktu itu (Belanda) setiap anggota tentara
Belanda mendapatkan haknya terhadap pemilikan tanah, jadi apabila hak tersebut
melebihi hak kepemilikan mendapatkan sangsi yaitu untuk orang-orang yang
tidak memiliki tanah (orang-orang miskin).
Hubungan buruh dengan Angkatan Perang adalah bertolak dari peningkatan
produksi pangan membuat keadaan ekonomi menjadi lebih baik karena
penguasan buruh atas perusahaan akan membantu meningkatkan produksi dan
mengembangkan aspek politik,sebab kaum buruh merupakan motorisasi ekonomi
politik dalam pemerintahan.Langkah yang ditempuh yaitu peningkatan produksi,
penambahan lahan pangan, peningkatan pertahanan dan keamanan.
Jatuhnya pemerintahan Jepang membuat bangsa Indonesia bangkit kembali
untuk membentuk tentara pertahanan yang kuat, guna menjalankan roda
perekonomian pada berbagai bidang.Munculnya rasa dan jiwa kemerdekaan oleh
rakyat Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan, mengakibatkan adanya rasa
kesatuan yang tumbuh pada kalangan masyarakat, karena kebebasan untuk
membela pemerintah republik menjadi lebih kuat serta bersemangat. Pengambil
balik oleh sistem pemerintahan, menjadikan aspek ekonomi tumbuh berkembang
dari terkecil menjadi besar. Langkah yang dilakukan oleh para pemuda dalam
menciptakan sistem ekonomi yang maju terlihat dari usaha-usaha meraka untuk
membentuk pemerintahan berdaulat, tidak ada pemisahan fungsi dari nilai
kesatuan dan keadilan untuk merdeka.
Dalam aspek ekonomi pemerintahan Indonesia berusaha untuk
mensejahterakan petani dan buruh melalui berbagai usaha-usaha yang dilakukan
terutama dalam bidang pertanian seperti peningkatan produksi
pangan.Peningkatan perekonomian demi tercapainya tujuan maka dilakukan
peningkatan kebutuhan Angkatan Perang dalam sektor pangan,peningkatan taraf
hidup dan kesejahteraan.Jadi usaha yang dilakukan oleh Pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan Angkatan Perang melalui perbaikan ekonomi
(peningkatan pertanian) dan prasarana kebutuhan pangan untuk tentara maupun
petani.
C. Faktor sosial
Pada tingkat pemerintahan negara, organisasi harus menjamin bahwa segi
pertahanan selalu cukup diperhatikan dalam mengambil keputusan-keputusan
penting mengenai nasib negara. Selanjutnya haruslah terjamin bahwa semua
sumber kekuatan negara dipersiapkan dan apabila perlu dapat dikerahkan dalam
waktu yang singkat dan teratur untuk kepentingan pertahanan negara.
Pada tingkat angkatan perang, organisasi harus menjamin bahwa ketiga
angkatan dari angkatan perang dibangun,dipelihara dan dipergunakan menurut
pokok-pokok pikiran yang sama, sebab ketiga-tiganya pada akhirnya dipelajari
dari sumber yang sama dan ketiganya diperuntukkan tujuan sama.
Sudah barang tentu organisasi angkatan perang harus disesuikan dengan
tugas-tugas yang dihadapi. Penetapan kekuatan dari masing-masing angkatan
haruslah tergantung dari peran yang ditentukan bagi masing-masing angkatan
dalam memenuhi tugas harus diselasaikan oleh angkatan perang.
Perlu untuk di catat hal yang dihadapi oleh tentara pada waktu ini dan masa
depan yaitu ; tugas keamanan dalam negeri, memberikan sumbangan untuk
mencapai stabilitas di Indonesia, memberikan sumbangan dalam usaha
pembangunan, mempersiapkan diri untuk pertahan rakyat, meletakkan sendi-
sendi bagi pembanguna angkatan perang.
Angkatan perang harus terdiri dari tenaga-tenaga sukarelawan dan tenaga
wajib-militer. Ketentuan ini harus dilengkapkan dengan ketentuan lebih lanjut
tentang cara menerima tenaga-tenaga sukarela tentang syarat yang harus mereka
penuhi.
Adanya nilai rasa tentang wajib-militer dan latihan militer merupakan bentuk
konkrit dari angkatan perang dalam mewujudkan suatu pertahanan yang kolektf
di dalam angkatan perang. Kemungkinan terjadi pembedeaan fungsi dan tujuan
adalah kendala yang ditanganai oleh para anggota-anggota angkatan perang..
Peralihan fungsi pada masa pemerintahan Jepang diganti dengan system
pemerintahan Republik terbukti dari proklamasi kemerdekaan Indonesia yang
dipelopori oleh para pemuda-pemuda yang anti Jepang (fasisme). Ini semua
memberikan kontribusi terhadap pemerintahan Indonesia selanjutnya. Jalannya
proklamasi mempunyai nilai kepuasan yang total dan utuh agar tercapainya
kedaulatan yang mutlak. Munculnya fasisme dan kolonialisme di Indonesia
sudah berkurang akibat dari usaha-usaha para pemuda-pemuda Indonesia untuk
mendapatkannya kebebasan hak berbangsa dan bernegara.
Sikap militan yang dilakukan oleh para pemuda dalam menegakkan kembali
Indonesia, adalah reaksi dari rasa perjuangan untuk merdeka, bebas dari
penjajahan dan kebersamaan untuk meciptakan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Ada dua hal yang penting sesudah pengakuan kedaulatan, yaitu
menegakkan stabilitas dengan mengusahakan adanya harmoni antara
pemerintah,masyarakat dan angkatan perang.
Jadi, fakor berdirinya angkatan perang menandai awal dari munculnya
tentara regular dan laskar rakyat. Berdirinya angkatan perang ini dapat
dicerminkan dengan beberapa faktor pendorong, yang ditinjau dari faktor politik
menuntut pertahanan yang kuat maka pemerintah akan mendirikan angkatan
perang. Jatuhnya pemerintahan Jepang di Indonesia menyebabkan munculnya
gerakan pemuda yang terjalin pada organisasi-organisasi perjuangan yang
dikenal dengan nama “laskar”. Kurangnya persenjataan, tidak terlatih,
ketidakdisiplinan, dan tidak memiliki pemimpin yang berpengalaman.
Maka, faktor berdirinya angkatan perang didorong oleh faktor antara lain;
faktor politik, untuk menjelaskan keberadaan laskar rakyat pertama harus
melihat bagaimana metode perlawanan yang dilakukan oleh rakyat ketika
menghadapi tentara pendudukan Jepang, terutama gerakan bawah tanahnya,
Kedua ialah mengabungkan pada gairah dan gelora pemuda yang menyala-nyala
yang tidak bisa ditampung oleh suatu organisasi bersenjata yang teratur, disiplin
dan hirarkis. ditunjukan dengan adanya pengakuan de fakto dan de yure oleh
pemerintah Indonesia dengan munculnya proklamasi kemerdekaan sebagai
tonggak perjuangan untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan dari pihak luar.
Faktor ekonomi adanya mobilisasi sistem ekonomi ketidakmampuan dalam
pemulihan sistem perekonomian rakyat untuk bebas dalam melakukan aktifitas
ekonomi, baik secara langsung dan tidak langsung. Rakyat diberi kebebasan
untuk mengolah lahan produksi dengan adanya pembagian tanah kepada petani-
petani miskin untuk mewujudkan hak buruh menguasai produksi. Keterkaitan
hubungan antara petani dan buruh dalam mobilisasi system ekonomi kuat, karena
petani memegang peranan ekonomi dan aktifitas ekonomi sedangkan buruh
hanyalah fasilitator saja dikarenakan hak buruh dan petani sama memegang
peranan ekonomi rakyat. Faktor sosial, adanya kebebasan dalam mengikuti wajib
militer tidak ada batasan baik petani atau buruh dalam mengikuti pendidikan
militer. Kebebasan yang diberikan oleh para anggota angkatan perang tidak
dilihat dari asal mulanya tetapi rasa akan cinta tanah air untuk mewujudkan nilai-
nilai keadilan dan persatuan.
BAB III
PERKEMBANGAN ANGKATAN PERANG
PADA MASA PEMERINTAHAN AMIR SJARIFUDDIN
PADA TAHUN 1946-1948
A. Awal Mula Amir Sjarifuddin Masuk dalam Politik
1. Menjadi Wakil Badan Pekerja
Pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah menelurkan dekrit tentang
dibentuknya Badan Keamana Rakyat atau BKR. Badan keamana rakyat
berfungsi sebagai alat untuk menjamin keamanan dalam negeri. Ini
merupakan awal terbentuknya angkatan perang. Kemudian diganti dengan
TKR yaitu Tentara Keamana Rakyat berfungsi sebagai alat bersenjata yang
diatur oleh oraganisasi militer dan besifat sentralistis.
Menjelang akhir September 1945 telah menjadi jelas bahwa BKR bukan
lagi merupakan organisasi-organisasi yang efektif atau berguna untuk
mengatsi masalah militer. Ketidakpastian mengenai kesatuan-kesatuan militer
melemahkan menjadikan mereka untuk menciptakan ketegangan-ketegangan
dengan pemimpin sipil yang resmi membawakannya.
Selain itu mengalirnya senjata-senjata Jepang ke dalam tangan-tangan
pemuda, yang kebanyakan bukan anggota BKR, memakasa kabinet Sukarno
memikirkan dengan susnguh-sunguh mengenai penggantian BKR itu dengan
suattu organisasi yang lebih hirarkis dan teknis militer , langsung dibawah
pengawasanya.
Pada bulan November 1945 pemerintah republik menyusun pimpinana
tentara Yogyakarta, sedangkan kementrian luar negari tetap tinggal di Jakarta
memperlihatkan wajah diplomasi, sedangkan Yogyakarta memperlihatkan
wajah militer Akan sering terjadi perbedaan paham mengenai saling ketidak
percayaan diantar kedua belah pihak yang menuduh pandangan orang dalam
picik, sedangkan kurangnya percaya diri dari pemerintah akan kekuatan
sendiri.
Kekuatan republik berpokok pada pemuda-pemuda sejak proklamasi
kemerdekaan telah mempelopori perjuangan untuk menegakkan dan
membela negara Indonesia. Terlihat dari bergabungnya para pemuda yang
meninggalkan bangku sekolah, pekerjaan sawah dan ladangnya menjadi satu
wadah badan perjuangan.
Dalam kenyataannya meskipun sudah ada hubungan bekas perwira-
perwira KNIL, dengan pemimpin-pemimpin tinggi pemerintah, dalam segi
lain kedududkam mereka masih sangat lemah. Akhirnya Penggabungan
anggota bekas KNIL yang telah cerai-berai adalah faktor cukup penting
dalam perjuangan untuk mengusai Angkatan Darat baru. Masalah yang
dihadapi oleh Urip dan kelompoknya bukan saja dibubarkanya peta oleh
Jepang dan perkembangan cepat dari gerakan pemuda bersenjata, tetapi tidak
ada badan pengawas pusat yang efektif untuk mewujudkan rencanaya..
Dari segi lain bekas anak buah Peta mendapat latihan lapangan yang
cukup intensif dan kurangnya pendidikan formal mereka mengenai sejarah
dan strategi militer, dan juga karena Peta tidak mempunyai kesatuan-kesatuan
diatas tingkat batalyon, atau staf pusat, akibatnya kurang mamapu untuk
melayanai eselon-eseon tentara nasional yang baru untuk melawan veteran
KNIL. Di tengah sepektrum ini berdiri bekas anak buah peta, yang walaupaun
mempunyai beberapa ciri profesionalisme dan pandangan militernya orang
KNIL cenderung setidak-tidaknya pada tahap-tahap awal revolusi untuk
merasakan suatu ikatan batin dengan badan perjuangan, karean dua golongan
itu telah tumbuh dari pengalaman yang sama dan sekarang sama-sam
mengalami bahaya dalam penderitaan digaris depan. Baru lama kemudian
setelah mengalami kekalahan-kekalah yang parah dari Belanda , bekas anak
buah Peta dan KNIL mulai meninggalkan ketidakpercayaan dan iri hati
mereka , dan berkerja sama menentang badan perjuangan , melucuti dan
membubarkan mereka guna menggabungkannya dalam struktur komando
yang semakin hirarkis.
Adanya permasalahan-permasalah yang seolah-olah kesulitan ditimbulkan
oleh keanekaragaman dan persaingan dari golongan-golongan kader perwira
berbeda. Maka Urip masih juga dihadapkan kepada kenyataan bahwa staf
yang baru itu sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk menguasai
pembagian senjata dalam tentara nasional yang baru , seperti yang dikatakan
oleh Nasution tentang perkembangan tentara nasional tumbuh dari bawah
keatas bukan dari atas kebawah. Fakta ini lebih banyak dari faktor lainnya
yang mempengaruhi politik militer pada waktu itu dan menentukan garis-
garis perkembangan TKR selanjutnya.
Munculnya permasalahan pokok legitimasi antara tentara dan badan
perjuangan sangat erat hubungannya dengan adanya laskar rakyat, sebab
keduanya merupakan satu unsur untuk membentuk badan pertahanan
keamanan rakyat. Sesuai dengan pembagian kekuasaan dan fungsi maka
pemimpin tentara merasa terpaksa untuk cepat-cepat menentukan peranan
dan tugas-tugasnya sendiri berhadapan dengan laskar supaya membatasi
konflik dan persaingan.
Pada tanggal 6 Desember Urip Sumoharjo mengeluarkan pengumuman
istimewa mengenai hubungan antara TKR dan laskar,sebab menjadi pokok
perdebatan yang terus berkembang dalam waktu ini. Untuk menghilangkan
salah paham dan keraguan yang sedang timbul antara barisan rakyat dengan
TKR atau sebaliknya, Maka akan di uraikan sebagai berikut;
a. TKR adalah sebagian dari masyarakat yang diserahkan kewajiban untuk
mempertahankan kesatuan republik Indonesia; untuk sanggup memenuhi
kewajiban ini sebaiknya tentara dibebaskan dari pekerjaan lain kecuali
pertahanan negara dan hidupnya ditanggung oleh masyarakat.
b. Hak dan kewajiban untuk mempertahankan keamanan keluar dan
kedalam bukanlah monopoli tentara. Sesungguhnya dalam usaha untuk
mempertahankan negara, masyarakat seluruhnya yang berjuang dengan
tentaranya, tenaga produksinya, tenaga pengangkutannya dan kerelaan
untuk berkorban.
c. Banyak diantara rakyat yang merasa tidak puas untuk melakukan
pekerjaanya sehari-hari yaitu pekerjaan biasa dan mereka membentuk
laskar-laskar, barisan, gerakan-gerakan perjuangan yang semuanya
membuktikan kemampunnya untuk turut serta dengan aktif dalam usaha
menjamin kesentosaan negeri.
d. Pembentukan laskar rakyat telah dianjurkan oleh TKR, apabila kita harus
menetang penjajahan maka tidak cukup untuk memajukan tentara saja,
rakyat seharusnya berjuang dengan tentara sebagai tulang punggungnya.
e. Adanya persiapan dalam berjuang;
1) Pembentukan barisan yang disiplin dan mempunyai pimpinan yang
rapi.
2) Latihan dan persenjataan
3) Rencana perjuangan dan latihan koordinasi diantara semua golongan
yang berjuang.
f. Laskar rakyat tetap merupakan organisasi-organisasi rakyat. TKR tidak
mencampuri pemilihan pimpinan dan aturan rumah tangga, TKR tidak
akan melucuti senjata rakyat tetapi ingin mempersatukannya. 20
Akan tetapi, meskipun ada pengumuman ini ketegangan dan persaingan
berlangsung terus karena manipulasi-manipulasi politik dan kelangkaan
sumber masih ada.Dalam sejumlah daerah berbagai badan perjuangan
setempat cukup sadar terhadap kepentingan mereka bersama sehingga
mampu membentuk struktur kepemimpinana federatif melalui langkah
dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka. Dengan demikian
mereka dapat betul-betul mengimbangi kesatuan-kesatuan tentara setempat,
20 Benedict R. O. G. Anderson,1988, Revolusi Pemuda Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa
1944-1946, Sinar Harapan, Jakarta ,hlm, 295-296
yang sering tidak begitu baik terorganisasi.Hubungan yang sebenarnya
antara badan perjuangan dan tentara di setiap daerah cenderung dalam jangka
panjang untuk berbeda sesuai dengan keterpaduan ideologi dan organisasi
militer , serta kekuatan-kekuatan dari saingan mereka.
Sikap yang ingin ditunjukan oleh Urip tentang keadaan rasa tidak senang
mulai tumbuh dan berkembang di kalangan tentara, dimana para perwira
tentara mendesak agar kalangan militer mengambil prakarsa untuk
mereorganisasikan pimpinan puncak lembaga pertahanan jika pemerintah
bersikap tak acuh. Ketiadaan kerja sama dan koordinasi nantinya akan
menimbulkan krisis besar yang pertama dalam hubungan sipil dengan militer.
Pemindahan markas besar tentara ke Yogyakarta dan pemerintahan di
Jakarta akan menyebabkan dampak hubungan dengan sipil-militer menjadi
sangat sulit dalam menentukan kebijakan yang akan diambil dari masing-
masing badan tersebut.
Masuknya Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam pencalonan menjadi
menteri pertahanan dan Sudirman menjadi panglima tentara yang
memperoleh dukungan dari para perwira Jawa, membuat reaksi keras dari
Sjahrir karena dalam kenmyataan itu Soekarno menyuruhnya untuk
membentuk parlemen baru guna membenahi sistem pemerintahan
presisdensil kacau. Konsekwensi yang dilakukan oleh Soekarno terhadap
Sjahrir tentang wewenang dalam legistatif dengan persetujuan presiden
membentuk kabinet parlementer diketuai oleh Sjahrir dan Wakil Amir
Sjarifuddin. Sjahrir memperkenalkan kabinetnya dengan menteri pertahanan
di duduki oleh Amir Sjarifuddin meskipun kenyataanya sudah di jabat oleh
Sri Sultan.HB IX. Hal ini mengakibatkan sikap konfrontasi terhadap
tentara.21
Motif Sjarir untuk berkonfrontasi dengan tentara kareana hak sebagai
perdana menteri sudah di akui oleh parlemen dan pemerintah sebab ini
merupakan syarat yang di ajukan oleh Sjahrir sebelum masuk dalam
parlemen. Usaha Sjahrir ini merupakan langkah untuk menegakan supermasi
sipil atas militer,oleh sebab itu tindakan tentara untuk memilih menteri
pertahanan harus di tolak sebagai soal prinsip.
Ada tiga alasan mengenai dwitunggal Sjahrir dan Amir yang telah
memasukan anti fasis dengan sengketa mereka dalam tentara,22 pertama
memperkuat kedudukan mereka dalam menghadapi sekutu:suatu sikap tegas
terhadap perwira didikan Jepang akan memperjelas lagi bahwa kabinet baru
terdiri dari orang-orang yang telah menolakuntuk bekerja sama dengan
Jepang, kedua mengecam tentara sebagai fasis Jepang dimaksudkan untuk
mencegah para perwiranya menjadi terlalu mandiri dengan jalan
menunjukkan kesalahan mereka di masyarakat, ketiga bahwa antara Amir dan
Sjahrir adalah benci Jepang dan sistem politiknya.
Adanya badan pekerja yang disetujui oleh Soekarno, sebagai badan yang
bertujuan untuk mengubah KNIP menjadi badan dengan fungsi-fungsi
legistaif bertanggungjawab secara keseluruhan. Maka badan tersebut memilih
21 George, McT. Kahin, 1995, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, hlm.
243-244 22 Ulf SundHaussen, 1986, Politik Militer Indonesis 1945-1967 Menuju Dwifungsi TNI, LP3ES,
Jakarta. Hlm. 36-37.
Sjahrir dan Amir Sjarifuddin menjadi pemimpin sesuai dengan keinginana
para pemuda menginginkan reorganisasi KNIP.
Untuk menghindari salah pengertian status dan fungsinya tanggal 17
Oktober, Presiden mengeluarkan, tentang tugas dan kewajiban badan pekerja
sebagai berikut; 23
a. Ikut ambil bagian dalam menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara,
berarti bersama-sama presiden, menanamkan dasar Garis-garis Besar
Haluan Negara yang luas. Namun badan pekerja tidak berhak ikut
campur dalam perincian usaha pencarian kebijakan tersebut karena ini
adalah hak tunggal presiden.
b. Bersama-sama dengan presiden , menyusun hukum-hukum yang bertalian
dengan semua bidang pemerintahan. Hukum-hukum tersebut harus
dijalankan oleh pemerintah, yaitu presiden dibantu para menteri dan para
pejabat pembantu masing-masing.
2. Tujuan dan langkah Badan Pekerja
Pertimbangan pokok yang mendasari perubahan perubahan srtuktur
pemerintahan dan praktek yang diprakarsai oleh Sjahrir dan para pengikutnya
adalah keinginan untuk menyelamatkan Republik itu dari apa yang mereka
pandang sebagai penyimpangan yang buruk kea rah pemerintahan otoriter
serta organisasi politik yang otoriter dan totaliter. Secara khusus mereka
23 Loc. cit. Hlm. 192-193.
berusaha untuk menghancurkan organisasi yang hebat sedang dibina oleh
Subarjo dan beberapa koleganya, baik di dalam maupun diluar kabinetnya.
Pada prinsipnya perubahan-perubahan di pemerintahan ini dijadikan
sarana untuk mencapai tujuan akhir politik. Di balik kebijakan ini masih ada
suatu pertimbangan yang penting namun bersifat sekuler, yaitu keinginan
untuk sedapat mungkin menghapus noda kolaborator dari pemerintah, karena
mereka yakin bahwa cara ini akan memperkuat kedudukan Internasional
republik ini dalam megadakan perundingan dengan Belanda.
Langkah yang ditempuh oleh badan pekerja yaitu pertama, mempertegas
pengawasan yang memadai dari pemerintah pusat atas KNI setempat (lokal)
dan menyelaraskan aktivitas pemerintah pusat dengan aktivitas KNI
setempat. Kedua,dengan mengusulkan perundang-undangan berikutnya yaitu
menyarankan agar system partai tunggal di ganti dengan sistem multi-partai
di mana semua aliran politik yang berkepentingan punya perwakilan .24
B. Amir Sjarifuddin Menjadi Menteri Pertahanan
1. Pelaksanaan kekuasaan
Persiapan yang dilakukan oleh Amir Sjarifuddin dalam menjabat menjadi
menteri pertahanan adalah menggabungkan antara tentara rakyat dengan
tentara sipil dalam satu wadah, dan mendapat pendidikan secara politik.
Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh Amir merupakan usahanya dalam
24 Ibid. hlm 193-194
mewujudkan satu tentara yang solid dan tangguh untuk dapat
mempertahankan negara dalam maupaun luar.
Pembebasan unsur-unsur militeristik gaya Jepang oleh Amir dalam
angkatan perang menjadi kuat didukung dengan adanya pendidikan terhadap
tentara. Membentuk biro perjuangan ialah untuk bertanggung jawab atas
segala unsur kelaskaran, karena inisiatif ini untuk mengatur kebebasan
laskar-laskar.Berbagai badan perjuangan yang ada pada waktu itu
diorganisasikan menjadi brigade-brigade dan di beri nama Tentara Nasional
Indonesia Masyarakat. Brigade-brigade itu ditempatkan dibawah pengarahan
biro perjuangan yang juga membentuk inspektorat di daerah-daerah.
Suatu perbandingan mengenai jumlah personil antar pasukan yang berada
di bawah komando biro perjuangan dan markas besar tentara sampai tingkat
tertentu menunjukan kekuatan Amir Sjarifuddin lebih dominan sebab berhasil
untuk tetap memegang kontrol atas sebagain besar dari pasukan , dia juga
mengembangkan sebuah konsep untuk menempatkan tentara regular dibawah
pengaruhnya. Tujuan itu hendak di capai melalui indoktrinasi politik.
C. Amir Sjarifuddin Merencanakan Reorganisasi Pemerintahan
1. Hubungan militer tentara rakyat dengan tentara regular
Hubungan militer tentara rakyat dengan tentara regular adalah berbeda
karena, masing-masing merasa mempunyai kekuatan sendiri yang dapat
digunakan untuk melawan penjajahan. Tentara rakyat sangat militan sebab
mereka tidak ada yang mengkoordinir apa saja yang dilakukan adalah untuk
kepentingan bersama, sedangkan tentara regular adalah tentara bekas didikan
Jepang atau Belanda yang pernah mengenyam pendidikan militer yang
cukup.Mereka berfikir sistematis karena langkah-langkah yang dilakukan
menjadi dasar selanjutnya.Kurangnya pendidikan formal dalam tentara rakyat
menjadikan mereka bertindak sesuai dengan pikiran dan tujuan mereka tanpa
ada rencana yang matang untuk mejalankan tugas sebaik mungkin. Jadi
Semula Amir sangat berniat untuk memberikan pendidikan politik kepada
korp perwira tentara baik dalam upaya yang sangat tulus untuk”
mendemokrasikan dan mensosialkan” pandangan mereka dengan sendirinya
untuk memperkuat kedudukanya sendiri tethadap komandan-komandan yang
dekat dengan Sudirman.
Kampanye untuk membrikan kekuatan politik kepada tentara terlihat
sebagai suatu upaya untuk mengikat mereka kepada pemerintah, tidak
sekedar sebagai alat sembarang pemerintah yang kebetulan sedang berkuasa,
melainkan juga untuk memberikan pendididkan ideologis kepada mereka
sehingga untuk seterusnya akan berada dalam jangkauan golongan yang
berorientasi sosialis yang dipimpin oleh Amir.25
2. Pendidikan Militer dalam Angkatan Perang (Pepolit)
Pada tanggal 19 Febuari1946 Amir Sjarifudin mengumumkan sebuah staf
pendidikan telah dibentuk di dalam lingkungan kementeriannya, tugasnya
adalah untuk meletakkan garis-garis pedoman bagi pendidikan politik tentara.
Dalam pengumuman itu dikemukakan bahwa; pendidikan itu materinya tidak
25 Anderson, op. cit.hlm. 359.
akan berupa pandangan-pandangan politik dari satu partai politik atau
pendapat dari satu golongan, melainkan ideologi yang sudah tercakup dalam
UUD. Garis-garis besar ideologi ini akan ditetapkan oleh sebuah komisi
untuk menjamin bahwa seluruh materi yang diberikan kepada anggota-
anggota tentara akan mempunyai landasan ideoligi yang terdapat dalam
UUD. Di antara para pendidiknya akan terdapat juga ahli-ahli mengenai
agama Islam,sehingga segala propaganda bagi tentara di dalam staf
pendidikan akan dapat diselaraskan dengan ajaran agama.
Staf pendidikan dikepalai oleh Soekono Djojopratiknjo, seorang bekas
pegawai kantor pos dan anggota partai sosialis, juga politisi islam tiga orang
dari masjumi. Dengan demikian hanya golongan sisoalis dan masjumi yang
menjadi staf pendidikan. Walaupun demikian Soekono mendaptkan pangkat
letnan jendral yaitu pangkat yang sama seperti pernah di sandang oleh Urip
sebagi kepala staf di Markas Besar Tentara, dan semua orang yang lain
mendapat pangkat mayor jendral, setaraf dengan panglima devisi.Staf
pendidikan membawakan korps pepolit( pendidikan politik tentara) yang
terdiri dari 55 opsir politik semuanya diambil dari Pesindo sampai partai-
partai lain yang memprotes pengangkatan yang sepihak itu. Mereka disebar
keseluruh Indonesia kepada tiap-tiap devisi diperbantukan lima orang,
kedudukan mereka dalam devisi bebas sama sekali dari panglima devisi,
untuk menjamin agar indoktrinasi dapat dilaksanakan bebas dari campur
tangan markas Besar Tentara.
Masalah yang dihadapi oleh staf pendidikan ialah bagaimana mereka
masuk dalam Markas besar Tentara dan para panglima devisi, banyak perwira
yang memprotes keberadaan perwira pepolit campur tangan dalam devisi-
devisi.Sebaba pada waktu itu Markas Besar belum siap untuk mengajukan
suatu pemecahan , maka para panglima devisi menentukan sikapnya sendiri
dalam persoalan.sementara sejumlah panglima mengijinkan opsir-opsir
politik untuk memperoleh pengaruh didalam devisi mereka, yang lainnya
mencegah melaksanakan tugas mereka sendiri.
Perkembangan angkatan perang pada masa pemerintahan Amir
sjarifuddin yaitu dengan memberikan pendidikan politik bagi tentara untuk
dapat maju bukan sekedar sebagai pertahanan melainkan bisa masuk dalam
politik tanpa ada perbedaan mendasar.Pendidikan politik yang di berikan oleh
Amir adalah memberikan pendidikan politik bagi tentara baik sipil maupun
militer bisa mendapatkan hak sama dalam politik.
Membentuk biro perjuangan yang mengetengahkan bidang poltik bagi
tentara, untuk masuk dalam pemerintahan tanpa ada batasan, yang jelas guna
mewujudkan stabilitas politik yang berkembang sesuai dengan keinginan
Amir Sjarifuddin sebagai menteri pertahanan
Amir Sjarifuddin membawahi tentara rakyat sebagai langkah awal
masuknya unsur politiknya dalam pemerintahan melalui pepolit yang
dibentuk agar pendidikan tentara dapat berkembang dengan cepat sesuai
ideologi dan indoktrinasi politik.
BAB IV
BENTUK KONKRET KEBIJAKAN ANGKATAN PERANG AMIR
SJARIFUDDIN
A. Hubungan Angkatan Perang dengan Amir Sjarifuddin
Angkatan perang adalah bentuk penggabungan dari berbagai jenis laskar-
laskar rakyat yang bergabung menjadi satu, untuk melawan Jepang dan Belanda
yang ada di Indonesia. Amir Sjarifuddin melihat hubungan antara tentara rakyat
dengan tentara regular tidak baik, sebab mereka merasa belum ada pemimpin
yang bisa mengatur dan mengkoordinir bagaimana bentuk-bentuk sistem
pertahanan yang baik, melalui pendidikan militer.
Langkah yang dilakukan oleh Amir Sjarifuddin adalah tidak akan
memberikan jarak antara tentara rakyat dan regular untuk mendapatkan hak
dalam politik.Meskipun masing –masing tentara memilki dasar pendidikan yang
berbeda yaitu model Peta dan KNIL, tapi oleh Amir mereka diberikan
indoktrinasi politik yang sifatnya demokratis tidak berbentuk fasis dan
memberikan bentuk strukturisasi dalam tentara untuk membentuk hirarkisiatas
dalam angkatan perang.26
Untuk menjelaskan keberadaan laskar rakyat, kita pertama harus melihat
bagaimana metode perlwanan yang dilakukan oleh tentara ketika menghadapi
kedudukan Jepang, terutama gerakan bawah tanahnya., sedangkan kedua ialah
26 Ulf Sundhaussen, 1986, Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju dwifungsi TNI, LP3ES,
Jakarta, hlm. 53-55
menghubungkan bagaimana semangat dan yang menyala-nyala yang tidak bisa
ditampung oleh suatu organisasi bersenjata yang teratur, disiplin, dan hirarkis.
Dalam pandangan Amir Sjarifuddin setelah menempati sejumlah angkatan
udara dan angkatan laut di bawah pengawasanya langsung, juga mengembangkan
korps polisi mobil menjadi suatu pasukan tempur militer yang tangguh. Dalam
hal ini Amir tidak saja berhasil untuk tetap memegang kontrol atas bagian
terbesar dari pasukan yang ada didalam angkatan perang Indonesis.Maka ia juga
akan mengembangkan konsep untuk menempatkan tentara reguler di bawah
pengaruhnya. Tujuan ini hendak dicapai melalui indoktrinasi politik.
Pidato yang di lakukan oleh Amir Sjarifuddin pada tanggal 17 November
1945, menyebutkan tentang keberadaan tentara bekas KNIL dan Peta adalah
tentara tanpa ada keyakinan politik dan anggota-anggotanya hanya serdadu
bayaran. Pandangan kiri Amir tentang tentara yang berbau komunis yaitu tentara
harus menjadi sebuah tentara dengan suatu ideologi dan dengan landasan politik
yang kuat , sehingga mereka akan mengetahui dengan pasti kewajiban-kewajiban
dan hak-hak mereka dalam zaman revolusi
Sejak semula pendidikan yang di berikan Amir untuk tentara adalah cita-cita
untuk bisa mnegambil semua kedudukan yang ada dalam Markas Besar Tentara,
di bawah pengaruhnya. Tetapi kenyataan para perwira yang ada sangat sulit
dipengaruhi sebab mereka tidak suka melihat tentara rakyat dimasukkan dalam
satu devisi. Sikap penolakan oleh para perwira terhadap campur tangan pepolit
dalam tubuh devisi-devisi dalam tentara.27
27 Ibid, hlm. 44-45.
Keterlibatan Sudirman terhadap angkatan perang adalah upaya untuk
mempertahankan tentara memberikan ruang gerak Amir Sjarifuddin yang sempit,
dalam usahanya ingin menguasai angkatan perang.Amir merasa bahwa Sudirman
adalah lawan yang sulit untuk ditaklukan, karena pengaruhnya dalam angkatan
perang cukup tinggi
Adanya tawaran tentara agar tetapkan batasan yang tegas mengenai peran,
fungsi dan progresif semua pihak yang bersangkutan, yakni tentara, pemerintah
dan organisasi-organisasi kelaskaran., dalam jangka pendek akan menguntungkan
Sudirman, tetapi dalam jangka panjang juga akan memberikan manfaat kepada
pemerintah dan Negara secara keseluruhan.
Ketiadaan koordinasi dan otonomi fungsional adalah merupakan ancaman
tidak hanya bagi kemampuan pertahanan Republik yang masih muda tetapi juga
bagi sistem politik itu sendiri.Ketiadaan koordinasi telah memaksa semua
organisasi dan lembaga yang terlibat dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pertahanan untuk memperluas lingkup kegiatan dan perhatian mereka sehingga
mencakup pula fungsi-fungsi yang ada disetiap tatanegara sudah diberi batasan-
batasan baik.
Kedudukan sementara kabinet berupaya untuk mencampuri hirarki dan
struktur militer juga mengotak-atik peran utamanya sebagai alat pertahanan
tentara regular dan pasukan-pasukan tidak resmi , akibat tidak adanya batasan
tegas mengenai fungsi. Keterlibatam untuk membela adalah melanggar progratif
kaum politisi untuk mengariskan kebijakan negara.
Gejala yang mendasar mencerminkan perselisihan antara pemerintah dan
tentara mengenai peranan pihak kaum politisi adalah perdebatan, bukan
mengenai soal apakah militer harus berperan politik atau tidak melainkan
mengenai soal bagaimana peran politik itu seharusnya. Amir Sjarifuddin
berpendapat bahwa ‘ tentara revolusioner harus berpartisipasi secara luas dalam
politik agar tidak menjadi sekedar alat mati di tangan pemerintah sebagaimana
halnya dengan tentara Kolonial dulu’ . Disini Amir melihat kedudukan tentara
pada waktu itu cuma sebagai pertahanan saja tidak bisa masuk dalam
pemerintahan atau dalam politik , yang dapat memberikan peranan cukup luas
dalam mewujudkan sistem pertahanan nasional.
Pemilihan Sultan sebagai menteri keamanan rakyat oleh militer dua hari
sebelum pembentukan kabinet Sjahrir, di terima sebagai tantangan pribadi dan
langsung kepada perdana menteri, yang mengumumkan keinginannya untuk
mengangkat Amir Sjarifuddin menduduki posisi tersebut, dan menjelaskan
dengan tegas bahwa tidak akan menerima apa yang dianggapnya sebagai suatu
pola gaya Jepang yang militeristik.28 Ahkirnya tentara mundur meskipun setelah
banyak kata-kata pedas saling di lemparkan. Akan tetapi mengenai kedudukan
Sudirman , tentara tidak akan mau bergeser sedikitpun, dan akhirnya pada
tanggal 18 Desembar hampir enam minggu setelah konpensasi Yogyakarta,
pemerintah Sjarir dengan rasa enggan mengumumkan pengangkatannya secara
resmi sebagai panglima besar.
28 Benedict R.O.G. Anderson, 1988, Revolusi Pemuda Pendudukan Jepang dan Perlawanan Di Jawa
19944-1946, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 276-277.
Pelantikan kabinet baru menjadikan masalah baru di tandai pertentangan dan
persaingan yang akan berlangsung lama antara pemerintah dengan komando
tinggi militer. Sudirman dan kawan-kawannya merasa tersinggung karena
tuduhan-tuduhan yang terselubung dari pemerintah dengan menggabungkan
keputusan bentuk militerisme dan fasisme,dan merasa terhina akan penangguhan
yang lama untuk menegaskan pengangkatan Sudirman sebagai panglima besar.
Langkah yang dilakukan oleh Amir dan Sjahrir dalam tubuh tentara adalah
untuk mengerogoti kewibawaan Sudirman dan juga membatasi langkah-langkah
nya agar terjadi permusuhan di markas besar.Oleh sebab itu Sudirman dijadikan
daya tarik untuk berbagai golongan politik yang menentang pemimpin-pemimpin
kabinet.
Akan tetapi di belakang persaingan-persaingan ini nampak dua pandangan
yang berbeda mengenai apa yang sepantasnya menjadi watak dan peran tentara
nasional.Konsepsi yang dirumuskan oleh Amir setelah menjabat menjadi
menteri, yaitu membahas watak TKR, Amir menekankan perbedaan yang ia lihat
antara Angkatan Darat baru dan dua Angkatan Darat “Indonesia” sebelumnya
KNIL dan Peta . Dengan sengit ia memberikan ciri kepada KNIL sebagai tentara
bayaran yang anggota-anggotanya rela digunakan oleh pemerintah Belanda
untuk menindas bangsanya sendiri. Sementara Peta hanya sekedar alat Jepang
untuk mencapai tujuan-tujuan kolonialnya.
Sebaliknya pemuda Indonesia yang masuk Tentara Keamanan Rakyat
mempunyai dasar dan keyakinan politk, Keyakinan ingin mengembangkan apa
saja yang ada padanya untuk menjaga keamanan negara, sudah tentu jauh
bedanya dengan kedua tentara yang sudah kita gambarkan diatas.Di sini Amir
menarik kontras antara pemuda Nazi dan pemuda Rusia selama perang yang
mempertalikan keberhasilan Rusia kepada keyakinan-keyakinan politik yang
tangguh dari Tentara Merah. Keyakinan pemuda-pemuda yang masuk Tentara
Keamanan Rakyat pada waktu itu semangatnya mirip pemuda Rusia yang masuk
Tentara Merah.29
Sikap yang dilakukan oleh Amir Sajrifuddin dalam angkatan bersenjata
Indonesia ialah menekankan perlunya jiwa kerakyatan, sebab pengaruh-pengaruh
kejiwaan dari latihan Jepang terhadap pemuda dan tentara Indonesia. Karena itu
sejak semula ia bermaksud untuk mendidik korps perwira Angkatan Darat secara
politik, kedunnya untuk “mendemokrasikan”dan “mensosialisasikan” pandangan
mereka dan juga membangun wewenangnya sendiri sebagai menteri keamanan
rakyat berhadapan dengan markas besar tentara.
Gerakan untuk memberikan keyakinan-keyakinan politik kepada tentara
dimaksudkan sebagai suatu upaya bukan hanya untuk menghubungkan korps
perwira dengan erat kepada pemerintah yang sedang berkuasa, tetapi juga
memberikan mereka suatu orientasi ideology yang akan membuat mereka tetap
berada dalam jangkuan golongan-golongan sosialis.
Pola tentara merah yang dikutip dalam pengumuman Amir bukan dipilih
begitu saja, meskipun hanya sedikit mungkin hanya sedikit saja ia mempunyai
pengertian yang jelas bagaimana dalam prakteknya Tentara Merah itu
diorganisasikan, Amir Sjarifuddin menganggapnya sebagai tentara patriotik dan
29 Ibid. hlm. 278.
militan yang diilhami dengan tujuan-tujuan sosialis,dan di bawah bimbingan
politik secara tetap dari suatu partai pemerintah yang kuat.
Ditinjau dalam prespektif politik dapat dimengerti bahwa tentara nasional
adalah tentara rakyat, lebih demokratis dan bersifat sama-rata sama-rasa
dariapada yang dimiliki oleh partai politik.kalau membayangkan tentara sebagai
kekuatan yang revolusioner yang tidak lepas dari solidaritas nasioanl.Jiwa
revolusioner adalah usaha-usaha untuk mewujudkan stabilisasi pertahanan
nasioal yang utuh dan kompleks terciptanya tujuan nasional.
Langkah politik Amir Sjarifuddin dalam tubuh tentara, setelah menjabat
menjadi menteri pertahanan mengumumkan akan membentuk staf pendidikan
dalam TKR. Lamgkah ini menurut penjelasan resmi adalah jawaban kepada
keinginan rakyat bahwa: “ tentara mesti menjadi tentara yang berideologi dan
cukup dasar politiknya, sehingga yakin akan kewajibannya dan haknya didalam
jaman revolusi ini. Isi pendidikan itu tidak bercorak politik suatu partai atau
pendapat satu golongan, tetapi ideology yang telah tertera dalam Undang-undang
dasar. Garis-garis dari hal pendidikan itu akan ditentukan oleh komisi, sehingga
dijamin, bahwa segala bahan yang akan disampaikan kepada para anggota tentara
berdasarkan ideologi yang terdapat di dalamUndang-undang dasar. Diantara para
pendidik terdapat juga ahli agama Islam dalam Staf pendidikan itu segala
propaganda bagi tentara dapat disesuaikan dengan dasar keagamaan”.30
Tugas staf pendidikan adalah membuat setiap prajurit sadar akan perannya
sebagai mana apa yang dinamakan oleh Presiden alat negara. Pelajaran yang
30 Ibid. hlm 280.
diberikan oleh staf pendidikan berbagai mata pelajaran yang seragam untuk
seluruh tentara. Semua media penghubung akan digunakan untuk menanamkan
gagasan yang benar, sementara korps perwira akan diberikan latihan khusus
sebagai guru.Hal penting lagi yaitu masuknya staf pendidikan akan menjadi
bagian dari kementrian pertahanan, bukan lagi bagian dari markas besar tentara.
Kepemipinan dalam Staf pendidikan terdiri dari tujuh anggota yaitu;
Soekono Djojopartiknjo, Anwar Tjokroaminoto, Wijono, dr. Mustopo, Faried
Ma’ruf, H. Abdul Mukti, dan Sumarsono.Dalam kelompok ini partai Sosialis dan
Masyumi diwakili secara baik, sementara organisasi-organisasi politik lainnya
sama sekali tidak. Dalam lingkungan tentara perkembangbiakan yang pesat
terjadi dengan bermunculannya kelompok-kelompok pemuda yang berskala kecil
setempat dan tidak tetap, sifatnya sebagian militer dan sebagian politik yang sulit
untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Pemikiran yang semakin banyak diberikan
kepada pemusatan dan penyaluran tenaga pemuda ke dalam bentuk organisasi
baru, lebih patuh dan tunduk pada pemerintah pusat.
Gerakan pemuda adalah suatu bentuk ancaman bagi pemerintah yang ingin
mengkonsolidasikan wewenangnya dan merundingkan suatu penyelesaian
terhadap Belanda, tetapi upaya untuk berhasil sangat terbatas. Usaha Amir dalam
kongres yang menyatakan tentang suatu gerakan (persatuan) pemuda Indonesia
yang bersifat fusi berazas sosialites bertujuan menegakkan negara republik
Indonesia berdasarkan kedaulatan rakyat.
Keputusan yang dilakukan Oleh Amir, dalam sidang untuk memberika pidato
tentang ;’hai pemuda jika kamu memegang bedil di tangan kanan, maka haruslah
tangan kirimu memegang sabit”. Ini adalah langkah yang akan digunakan oleh
Amir untuk menciptakan bentuk tentara yang akan mendukungnya dalam
pemerintahan. Propaganda politik yang dilancarkan oleh Amir didalam angkatan
perang memberikan dampak yang tidak memuaskan sebagian banyak yang tidak
mau untuk mengikuti langkah-langkah dan ideologi yang akan ditempuh oleh
Amir. Masuknya unsur dalam tentara mengakibatkan masalah-masalah baru baik
secara diplomatik maupun pemerintahan. Usaha yang dilakukan Amir untuk
mengabungkan tentara dengan pemerintahan dalam satu komando yang
dipertanggungjawabkan pada badan pekerja dan KNIP, secara diplomasi dan
politk mempunyai peranan yang sama.
Bentuk konkret kebijakan Amir Sjarifuddin yaitu, memberikan pendidikan
politik dalam tentara dan memasukan indoktrinasi politik militer untuk
menciptakan tentara yang handal seperti Tentara Merah. Reorganisasi tentara
dalam pemerintahan, berdampak hubungan politik antar tentara rakyat dan
tentara sipil.
Kedudukan tentara dan pemerintah yang cukup jauh oleh Amir Sjarifuddin di
persempit dengan memasukan unsur militer dalam pemerintahan, guna
mendukung usahanya untuk menguasai angkatan perang di Indonesia. Tetapi
langkah tersebut tidak begitu memuaskan, sebab banyak sekali yang harus
dilakukan oleh Amir untuk mewujudkan usahanya, seperti memberikan
pendidikan politik, kepada para perwira-perwira didalam markas besar tentara.
B. Angkatan Darat Sebagai Kekuatan Politik Pasif
Apa sebenarnya yang memotivasi terjunnya angkatan darat ke area politik?
Apakah sekedar menyelamatkan rakyat dan bangsa ini dari tepi jurang
keruntuhannya ataukah ada motivasi politik tertentu yang mendorong angkatan
darat berpolitik praktis.Pernyataan-pernyataan ini harus diajukan untuk menguji
klaim-klaim tentang motivasi kemurniaan angkatan darat dalam mengabdikan
dirinya pada kedaulatan rakyat.
Menurut pendapat Ruth T. McVery seorang pakar tentang Indonesia
mengatakan, sejak semula Angkatan Darat menolak supermasi pemerintahan
sipil, terutama kendali sipil dalam urusan militer. Penolakan asas supermasi sipil
ini bisa dilacak pada masa awal-awal pembentukan TNI, terutama karena
pengaruh didikan militer Jepang pada eks-Peta.
Dalam tradisi kemiliteren Jepang, kedudukan seorang perwira tergantung
penilaian bawahnya bukan pada pemerintahan bawahanya. Dalam relasi sipil-
militer keyakinan ini melahirkan pandangan sesuai warisan militer Jepang tidak
wajib orang militer untuk tunduk pada pemerintahan sipil. Hal ini memang sesuai
dengan keadaan politik di Jepang pada masa Perang Dunia II, bahwa militer
merupakan lembaga yang paling dominan secara politik.
Di bawah bimbingan tradisi fasisme Jepang ,ketika kemerdekaan
diproklamasikan segara tampak bahawa angkatan darat yang didominasi oleh
eks-Peta tak mau tunduk sepenuhnya pada pemerintah sipil.Namun demikian
selain soal warisan fasisme jepang, ketidakpatuhan itu juga disebabkan
kecurigaan yang berlebihan terhadap upaya-upaya pemerintah terutama kabinet
sosialis dalam menata hubungan antara pemerintah dengan militer.Kecurigaan itu
semakin memuncak, jika mereka mengenang kembali ungkapan Perdana Menteri
Sjahrir, yang dimuat dalam brosur berjudul Perdjoeangan Kita. Dalam pamflet
politik itu Sjahrir sebagai seorang anti fasis dengan keras, tegas dan tajam
menyatakan ketidak-setujuannya terhadap antek-antek yang saat itu sedang
berkuasa dan kecenderungan militerisme di kalangan rakyat. berikut adalah
supermasi pamflet itu;
“Tahun-tahun yang kemudian ini, kita terlalu merasakan kekuatan militer.
Tak kurung hal ini dan didikan militer yang diberikan kepada pemuda-
pemuda serta rakyat kita umumnya, dapat menimbulkan kekeliruan, seolah-
olah perjuangan kita ini perjuangan militer.Hanya pengertian tentang dasar
kemasyarakatan pejuang kita ini, dapat menghindarkan kekeliruan ini.
Dalam perjuangan kita yang berupa dan memakai alat negara Indonesia,
kita terpaksa harus mengadakan alat perjuangan kenegaraan, yaitu bala
tentara. Itu tak boleh berarti bahwa kita menjadi abdi kenegaran atau
menjadi abdi kemiliteran, alias fasis dan militeris. Batas-batas hal ini dengan
semangat revolusi kerakyatan kita, harus ditajamkan sehingga jangan kita
membunuh semangat serta revolusi kita oleh karena ikita sesat pada
militerisme dan fasisme”31
Serangan telak Sjarir itu begitu menghujam ulu hati tentara sehingga
dirasakan sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan Sudah tentu tudingan keras
itu mereka tolak, sehingga konfrontasi antara tentara dan pemerintah sipil,
khususnyadengan kabinet-kabinet Sosialis, bersemi sudah. Ketika menelaah masa
awal kemerdekaan,di mana sistem presisdensil diganti dengan sistem perlementer
pada 14 november 1945, TNI memandang bawha sistem parlementer ternyata
tidak menguntungkan kelangsungan hidup Negara dan bangsa. Bagi mereka
liberalisme Baratadalah sebuah prilaku politik yaitu ditandai oleh kekacauan,
pemberontakan, disintegrasi.
31 Ibid. hlm. 22-223.
Konfrontasi pertama antara perwira TNI dengan pemerintah sipil di bawah
pimpinan Sjarir, dimulai ketika para perwira angkatan darat tersebut
menyelenggarakan konfrensi militer pertama di Yogyakarta, pada 12 November
194. Di kota itu, mereka menggakat Jendral Sudirmandan Sri-Sultan HB IX,
masing-masing sebagai Panglima Besar Tentara dan Menteri Pertahana. Dan
sesuai trasisi kemiliteran jepang pengangkatan para pemimpin puncak TNI itu
tidak dikonsultasikan pada pemerintahan sipil di Jakarta. Di pihalk lain
pemerintah yang agak tidak mengerti hasil keputusan para perwira angkatan
darat, pada tanggal 14 mengangkat Urip Sumohardjo, sebagai panglima angkatan
darat dan Amir Sjarifuddin, sebagai Menteri Pertahanan
Perbedaan ini menimbulkan konflik. Terjadi tarik menarik antara kedua belah
pihak, yang kemudian diselesaikan dengan jalan kompromi. Pemerintah akhirnya
memerima jendral Sudirman sebagai Panglima Besar dan sebagai imbalannya
angkatan darat melepaskan jabatan menteri pertahanan dari Sri-Sultan HB IX
kepada Amir Sjarifuddin. Menurut Ulf Sundhaussen ada tiga hal yang
menyebabkan kenapa Sjarir menolak hasil pilihan tentara. 32Pertama hak Perdana
Menteri untuk memilih anggota-anggota kabinetnya sudah diakui di kalangan
parlemen dan pemerintah; kedua, guna menegakan bentuk pemerintahan yang
demokratis berarti menegakkan supremasi sipil dan militer oleh sebab itu
tindakan tentara untuk memiih Menteri Pertahanan harus ditolak sebagai suatu
prinsip.; ketiga, sjarir sudah terikat janji untuk memberikan jabatan Menteri
Pertahanan kepada Amir sjarifuddin yang telah memperlihatkan perhatiannya
32 Ulf Sundhaussen Op. Cit, hlm. 35.
kepada unsure militer ketika ia masih menjadi menteri penerangan dalam
pemerintahan Soekarno.
Di lain pihak motivasi tebtara untuk memilih sendiri pemimpinnya, menurut
Salim Said, merupakan konsekuensi dari tentara yng membentuk dirinya sendiri
dan lemahnya institusi-institusisi sipil. Tetapi kita coba mamasuki jantung
semangat TNI yang didomina eks-Peta, pemilihan pemimpin tentara pada tanggal
12 november itu dicerminkan usaha mereka untuk merealisasikan gagasan
kemiliteran Japang dalam kebudayaan Indonesia. Menurut Andeson menulis;
“Peta telah disusun dengan tradisi Jepang dan dengan trasisi itu, paling
sedikit pada zaman terakhir kekaisaran Jepang, kepala angkatan darat yang
efektif (kastaf) dipilih melalui perundingan dikalangan perwira-perwira
senior tanpa diikutsertakanya orang sipil siapapun juga. Selain itu Kastaf
tidak menjadi cabinet joang , melainkan langsung dilaporkan kepada
Kaisar.Seajak semula Sudirman berusaha keras untuk berbuat sesui dengan
tradisi ini. menganggap dirinya setingkat dengan pemimpin-pemimpin
cabinet, tidak berada dibawah mereka, dan dalam tafsiran perannya ini ia
mendapat dukungan kuat dari dalam tentara”33
Kompromi teryata tidak meredakan ketegangan, apalagi menyelesaikan
konflik antara pemerintah sipil dengan angkatan darat.materi perseturuan malah
telah beralih pada urusan bagaimana seharusnaya kedudukan tentara dalam
negara. Pemerintah sipil lewat Kementerian Pertahanan yang djabat oleh Amir
Sjarifuddin mengajukan konsepsi menyangkut ketentaraan sebagai berikut;
Tentara Belanda dan jepang karena berjiwa kolonial gampang bertindak
fasis, sewenang-wenang dan kejam terhadp rakyat. ini dipermudah karena untuk
menjadi opsir mesti dipenuhi syarat-syarat ijazah yang hanya dapat dipenuhi
orang-orang mampu artinya, orang yang biasanya berkepentingan banyak dengan
33 Anderson, Op Cit. hlm. 275.
si penjajah atau orang-orang yang biasanya tidak bergaul dengan rakyat biasa.
Keadaan di jaman penjajahan itu pasti membawa bekas di jaman republik. Oleh
karena itu tentara perlu didemokratisasikan.ikhtiar ini sekarang dapat dilihat di
Negara-negara lain di mana pemerintah dapat dipengaruhi oleh organisasi masa,
yaitu organisasi buruh, tani , dan pemuda progresif.
Jalan supaya dapat didemokratisasi :
1. Memperbesar upaya tentara menjadi volk-leger (tentara rakyat)artinya tentara
bagi rakyat bisa dengan ;
a. Mendidik tentara dengan asas-asas demokrasi supaya tentara dicintai
rakyat dan menjauhkan diri dari sifat membenci bangsa lain. Yang
dibenci adalah imperialismenya bangsa-bangsa lain.
b. Menghilangkan tinggkah kalu colonial dan fasis di kalangan tentara.
c. Memperbaiki dan memperbanyak pendidikan umum dan pemberantasan
buta huruf di kalangan tentara.
2. Cara promosi (naik pangkat) harus didemokratiskan, artinya supaya
dikalangan opsir juga ditahan atau disamakan dengan orang-orang yang
asalnya dari buruh dan tani, maka supaya promosi dimudahkan, yaitu
mempermudah promosi dari pangkat-pangkat rendahan dengan tidak
terutama menekankan ijazah dan sudahberapa tahun lamanya di tentara
penjajahan Belanda kemudian tentara Jepang dan lalu di tentara republik,
tetapi didasarkan atas jasa dalam pertempuran.
3. Tentara tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, melainkan menjalankan politik
pemerintah.
4. Mempererat hubungan antara tentara, laskar dan rakyat dengan kewajiban
tentar dan laskar berkerja guna keperluan umum untuk rakyat di waktu yang
lapang (membentu panen, membantu pabrik, memperbaiki jalan)
5. menjamin tentara dan laskar sepenuhnya dalam hal kesejahteraan,
perlengkapan lainya, dan juga alat pengangkutan.
6. Menghargai jasa para pahlawan di garis depan dengan sepenuhnya sebagai
berikut :
a. Keluarga mereka harus dicukupi akan hal jaminan dan keluarga pahlawan
yang gugur dapat jaminan luar biasa.
b. Mereka harus dicukupi dalam hal makanan dan pakaian.
c. Mengubah cara kerja supaya langsung memberi manfaat bagi prajurit.
7. Memberi hukuman yang patut kepada prajurit dan opsir yang terbukti
a. Tidak memenuhi kewajiban dalam mempertahankan garis depan.
b. Melakukan korupsi.
c. Dengan sengaja menganjurkan cara-cara fasisme dan kolonial dalam
tentara.34
Konsepsi Amir Sjarifuddin ini ditanggapi dingin dan sinis oleh kalangan
tentara. Sudirman sendiri sebagai panglima yang dipilh oleh bawahannya selalu
berusaha untuk bersikap otonom dari pemerintah. Karena itu para pemimpin
angkatan darat juga mempunyai konsepsi sendiri mengenai kedudukan tentara
revolusi yang harus berpolitik secara luas dan bukan yang mati dari pemerintah.
34 Soe, Hok Gie, 1997, Orang-orang di Persimpangan Kiri jalan, Bantang Budaya, Yogyakarta, hm.
91-93.
Tentara juga menggulirkan wacana banhwa soal pertahanan negara bukanlah
semata-mata urusan politik, aspek militer harus perlu diperhitungkan. Dan dalam
penyusunan pertahanan negara harus disusun suatu organisasi tentara yang
efisien dan mempunyai garis komando yang ketat. Bertempur bukan semata-mata
soal keberanian belaka, tetapi soal perhitungan yang cermat dan teliti untuk
menghindari korban yang minimal guna meraih kemenangan. Tentara juga
melihat bahwa dengan didikan laskar-laskar bersenjata di samping rakyat, akan
merupakan hambatan dalam perjuangan besenjata. Mereka laskar-laskar
bersenjata, ini bertempur tidak atas dasar komando yang sentral dan perhitungan
yang teliti, tatapi atas komando garis induknya, yaitu partai politik. Atau juga
atas dasar pertimbangan sesuka hati para komandannya sehingga, hal ini jelas
belawanan dengan kehendak untuk membangun sebuah organisasi militer yang
efisien, yang menganut garis komando yang ketat dan disiplin.
Penjelasan Soeparjo Roestam, mantan ajudan Sudirman menjelaskan sikap
tentara terhadap pemerintah; “ Tentara (maksudnya Sudirman) tidak menyangkal
posisinya sebagai alat negara tetapi bersama dengan itu tentara juga merasa
dirinya sebagai pejuang kemerdekaan seperti banyak kelompok pejuang
kemerdekaan yang lain diluar tentara. (Sayangnya) pemerintah menganggap
tentara sebagai alat Negara. Perbedaan pendapat antara tentara dan pemerintah
sangat disadari Sudirman. Seringkali ia membahas hal itu dengan kami.
Sudirman tidak ingin dipermainkan. Ia tidak ingin kalau pemerintah hanya
memberi perintah. Ia menghendaki musyawarah. Ia tidak ingin melaksanakan
perintah tanpa mengetahui mengapa perintah itu diberikan.”
Jika kita lihat secara cermat kedua konsepsi ini terlihat jelas betapa dalamnya
jurang perbedaan di antara mereka. Kementerian pertahanan menghendaki agar
tentara mengikuti politik pemerintah, sementara tentara berpendapat, mereka
bukan alat mati pemerintah. Pemerintah berusaha mewujudkan sebuah tentara
yang demokratis tapi, tentara menginginkan suatu organisasi militer yang efisien,
dengan pola kepemimpinan yang sentralistis berdasarkan garis komando yang
ketat. Pemerintah berharap agar tentara dan laskar bisa berkerja sama, sedangkan
tentara menghendaki agar laskar dibubarkan atau dilebur dalam tentara regular.
Dengan jurang perbedaan yang sangat prinsipil ini, kompromi menjadi barang
langka dan mahal harganya.
BAB V
KESIMPULAN
Kebijakan adalah bentuk sikap yang diambil oleh Amir Sjarifuddin terhadap
angkatan perang di Indonesia.. Sebab pada waktu itu secara politik pemerintah
mengalami disintegrasi antara tentara dan pemerintah. Ini dipicu oleh sikap tentara
yang tidak mau dikontrol oleh pemerintah, dan mereka merasa bahwa tentara punya
wewenang sendiri untuk bisa mengatur gerak dan langkah apa yang harus diambil
oleh tentara itu sendiri.
Unsur kecurigaan antara pemerintah dengan tentara membuat jurang pemisah
yang cukup tajam. Akibatnya banyak sekali tentara rakyat yang melakukan tindakan-
tindakan yang sangat merugikan rakyat itu sendiri. Kurangnya kesadaran akan peran
tentara dalam masyarakat membuat semakin jauh hubungan mereka dengan
organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Kelemahan yang ditimbulkan oleh pemerintah akibat kesewenang-wenangan dari
tentara karena mengakibatkan banyak masalah yang muncul di tubuh tentara. Sikap
sadar diri dikalangan anggota-anggota tentara akan fungsi dan tujuan
mereka,membuat semakin sulit untuk di kendalikan. Langkah yang di tempuh oleh
Amir Sjarifuddin sebagai Menteri pertahanan ingin memberikan peluang bagi tentara
untuk masuk dalam dunia politk dan ikut berperan serta dalam mengatur
pemerintahan.
Adanya faktor pendorong terhadap angkatan perang adalah setelah peranan
pemerintah Jepang di Indonesia mulai berkurang akibat dari datangnya sekutu yang
dibantu oleh Inggris yang akan masuk di Indonesia mengakibatkan kondisi politik,
sosial dan ekonomi pada waktu itu cukup memprihatinkan. Dapat dikatakan
lemahnya nilai-nilai pertahanan pada masa itu sangat mudah sekali terjadi
pembrontakan-pembrontakan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia , sebab merasa
terusik dalam benak mereka akan kemerdekaan yang utuh.. Masuknya unsur
militerisme Jepang ditentara Indonesia sangat kuat, karena jiwa-jiwa fasisme eks-
Peta sangat dominan. Dan juga unsur kolonialisme Belanda yang ada juga
mempengaruhi pola pikir masyarakat terutama para tentara atau perwira yang
merasakan didikan Jepang dan Belanda.
Secara politik kementrian pertahanan menghendaki agar tentara mengikuti politik
pemerintah,sementara tentara berpendapat, mereka bukan alat mati
pemerintah.Pemerintah berusaha untuk mewujudkan sebuah tentara yang demokratis
tapi, tentara menginginkan suatu organisasi yang efisien, dengan pola
kepemimpinan yang sentralistik berdasarkan garis komando yang kuat. Pemerintah
berharap agar tentara dan laskar bisa bekerja sama,sedangkan tentara menghendaki
agar laskar dibubarkan atau dilebur kedalam tentar regular.
Langkah konkret yang ditempuh Amir Sjarifuddin adalah dengan mendirikan
badan pekerja bersama Sjahrir untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah agar
terwujud apa yang di inginkan pemerintah harus memberikan wewenangnya untuk
bekerja sama dengan KNIP untuk membuat kebijakan-kebijakan yang akan diambil
oleh pemerintah..
Pentingnya badan pendidikan tentara sebenarnya merupakan rekomendasi dari
pertemuan TKR di Yogyakarta. Karena dianggap sebagai kebutuhan yang masuk
akal, tetapi ketika rekomendasi itu mau dijalankan oleh Amir Sjarifuddin yang
menganut supermasi sipil, tentara memandang badan pendidikan itu menyimpang
dari rekomendasi.
Kecurigaan angkatan darat melihat Pepolit, dalam penjelasan pemerintah
menyebutkan bahwa staf pepolit bertugas mencetak setiap prajurit agar sadar akan
peranannya sebagai apa yang dinamakan oleh Presiden alat negara. Usaha untuk
menempatkan tentara sebagi sekedar alat negara itulah yang ditolak oleh angkatan
darat, karena sejak semula mereka tidak mau jadi alat mati di tanggan sipil.
Indoktrinasi terhadap tentara akibat dari konsepsi Amir, sebagai menteri
pertahanan memberikan permusuhan yang tajam diantara mereka yang ingin berdiri
sendiri tanpa ada campurtangan dari pemerintah. Oleh sebab itu muncul kecurigaan-
kecurigaan yang ada dalam kubu pemerintah dengan tentara akan semakin sulit untuk
terpusatkan.
Keinginan Amir Sjarifuddin membentuk tentara yang sesuai dengan tentara
Rusia, yang memberikan loyalitasnya terhadap pemerintah agar tercipta suasana
yang sama-rasa sama-rata, yang adil menurut pendapat tersebut. Sebenarnya itu sulit
sebab menduduki kursi dan menjalankan roda pemerintahan adalah tujuan utama
Amir, untuk menguasai seluruh angkatan perang yang ada di markas besar tentara
dan perwira-prewira tentara yang berpengaruh di dalamnya.
Dari pemahaman penulis tentang kebijakan Amir terhadap Angkatan Perang
terbukti jelas bab II yang menunjukkan suatu pola hubungan dalam kubu tentara.
Langkah ini merupakan bagaimana mencari peluang dalam penganalisaan
keterkaitan antara perkembangan dari masa sebelum dan sesudah terbentuknya
Angkatan Perang. Sedangkan bab I II dan IV, menunjukkan hubungan keterkaitan
meskipun hanya terbukti sebagian oleh penulis tetapi semuanya ini merupakan
bagian dari pembandingan-pembandigan unsur dan bentuk dari berbagai pernyataan
buku-buku. Jadi apabila ada penulis lain ingin memperbaikinya maka saya akan
berterimakasih atas sumbangan dan kritikannya untuk menemukan hal yang baru lagi
dalam strategi dan pembentukan Angkatan Perang.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ben
1988 : Revolusi Pemuda., Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Coen, Huasain Pontoh,
2005 : Menentang Mitos Tentara Rakyat, Resist Book, Yogyakarta.
Gottschalk, Louis,
1983 : Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, Univesitas Indonesia press,
Jakarta.
Koencaraningrat,
1993 : Metode-metode Penelitan Masyarakat, P.T Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Kuntowijoyo,
1995 : Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Yayasan Bandung Budaya.
Moedjanto,G,
1989 : Indonesia Abad Ke-20, jilid 2, Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai
PELITA III, Kanisius, Yogyakarta.
Mc Turnan, Kahin, Goerge
1995 : Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia , terj Nationalism And Revolution
In Indonesia, UNS Press dan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Nasution, A.H.
1977 : Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 2, Diplomasi Atau bertempur,
Angkasa, Bandung.
………………….,
1977 : Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 3 , Dilplomasi Sambil
Bertempur, Angkasa, Bandung.
…………………..,
1977 : Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 4 , Periode Linggarjati,
Angkasa, Bandung.
……………………,
1968 : Tentara Nasional Indonesia, Jilid 1 dan 2, Seruling Masa, Jakarta.
Sartono kartodirdjo,
1992 : Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, PT Gramedia, Jakarta
------------------------,
1982 : Pemikiran Dan Perkembangan Historiografi Indonesia, suatu alternative, PT
Gramedia, Jakarta.
Simatupang,T.B
1981 : Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai, Yayasan Pusataka Militer,
Jakarta.
…………………….,
1960 : Pemerintah Masyarakat Angkatan Perang”Pidato-pidato dan karangan-
karangan tahun 1955-1958”, P.T. Indra, Jakarta.
…………………….,
1956 : Soal-Soal Politik Militer Di Indonesia,Gaya Raya Limited, Jakarta.
Soe, hok Gie,
1997 : Orang-orang di Persimpangan Kiri jalan, Bentang Budaya , Yogyakarta.
Salim Said,
2001, Militer Indonesia dan Politik Dulu, Kini dan Kelak, Pusataka Pintar harapan,
Jakarta.
Sundhaussen, ULF.
1986 : Politik Militer Indonesia 1945-1967, menuju dwifungsi ABRI, LP3ES,
Jakarta.
Yahya A. Muhaimin,
1982 : Perkembangan Militer Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Lampiran I
Reorganisasi tentara dimulai dengan keluarnya maklumat Presiden
Soekarno pada tanggal 25 Januari 1946 yang merubah Tentara Keselamatan
Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia. Dengan ini ditegaskan bahwa
TKR harus menyesuaikan dirinya sebagai alat negara, alat Republik Indonesia
yang harus patuh kepada pemimpin negara, yakni Pemerintah Republik
Indonesia.
Maklumat itu berbunyi sebagai berikut :
Kami Presiden Republik Indonesia, setelah mendengar nasehat dari Dewan
Kementerian yang berapat di Yogyakarta pada tanggal 24 Januari 1946; menimbang ,
bahwa di dalam saat perjuangan politik negara Republik Indonesia sekarang mesti
diperhatikan kesatuan susunan ketentaraan.
Menetapkan :
1. Nama Tentara Keselamatan Rakyat, dahulu Tentara Keamanan Rakyat, dirobah
jadi Tentara Republik Indonesia.
2. Tentara Republik Indonesia adalah satu-satunya organisasi militer negara
Republik Indonesia.
3. Tentara Republik Indonesia akan disusun atas dasar militer internasional.
4. Tentara Keselamatan Rakyat yang sekarang, yang mulai hari pengumuman
maklumat ini disebut Tentara Republik Indonesia, akan diperbaiki susunannya
atas dasar dan bentuk ketentaraan yang sempurna.
5. Untuk melaksanakan pekerjaan yang disebut di dalam fatsal 4, maka oleh
pemerintah akan diangkat sebuah panitia, yang terdiri dari para ahli militer dan
ahli lain yang dianggap perlu.
Presiden Republik Indonesia
ttd
Soekarno.
Menteri pertahanan
td
Amir Sjarifuddin.
(Dr. A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan, Indonesia, 1977, Angkasa,
Bandung, hlm. 123-124.)
Lampiran II
Keanggotaan kabinet Sjarifuddin yang semula adalah sebagai
berikut :
Kedudukan Nama Partai
Perdana Menteri Amir Sjarifuddin Sosialis
Wakil Perdana Menteri Dr. A.K. Gani PNI
Wakil Perdana Menteri Setiadjit Buruh
Menteri Dalam Negeri Wondoamiseno PSII
Wakil Menteri Dalam Negeri Mr. Abdulmajid Sosialis
Menteri Luar Negeri Hadji Agoes Salim Non-Partai
Wakil Menteri Luar Negeri Mr. Tamzil Sosialis
Wakil Menteri Perekonomian Kasimo katolik
Wakil Menteri Perekonomiaan Dr. A. Tjokronegoro Sosialis
Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifuddin Sosialis
Wakil Menteri Pertahanan Arudjikartawinata PSII
Menteri Pendidikan Mr. Ali Sastroamijoyo PSII
Menteri keuangan Mr. A.A. Maramis PNI
Wakil menteri Keuangan Dr. Ong Eng Djie Sosialis
Menteri Penerangan Sjahbudin Latif PSII
Wakil Menteri Penerangan Setiadi Non-partai
Menteri Perhubungan Ir. Juanda Non-Partai
Menteri Perkerjaan Umum Ir. Moch Enoch Non-Partai
Wakil Menteri pekerjaan umum Ir. Laoh PNI
Menteri Kesehatan Dr. J. Leimena Kristen
Wakil Menteri Kesehatan Dr. Satrio Buruh
Menteri Sosial Suprojo Buruh
Wakil Menteri Sosial Sukoso Wirjosaputro PSII
Menteri Kehakiman Mr. Susanto Tirtoprojo PNI
Menteri Agama Kiaji Achmad Asj’ri PSII
Wakil Menteri Agama H. Anwarudin PSII
Menteri Perburuhan Nona S.K. Trimurti Buruh
Wakil MenteriPerburuhan Mr. Walipo PNI
Menteri Negara Sri Sultan HB Non-Partai
Menteri Negara Wikanan Kongres
pemuda
Menteri Negara Sojas Legiun
Petani
Menteri Negara Siauw Giok Tjhan Komunitas
Cina
Menteri Negara Maruto Marusman PKI
(Goerge , McT . Kahin, Nasionalisme Dan Revolusi di Indonesia,1995 Sinar
Harapan Jakarta, hlm. 265-266.)
Lampiran III
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
Presiden Republik Indonesia , Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Mengingat : Putusan Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional
Indonesia.
Menimbang : Bahwa pada saat ini telah tiba waktunya untuk meresmikan
berdirinya Tentara nasioanl Indonesia ;
Menetapkan : I. Mulai tanggal 3 Juni 1947, kami syahkan dengan resmi
berdirinya Tentara Nasional Indonesia.
II. Segenap anggota angkatan Perang yang ada sekarang dab
segenap anggota Laskar yang sudah atautidak tergabung di
dalam Biro Perjuanganmulai saat ini dimasukan serentak ke
dalam Tentara Nasional Indonesia.
III. Pemimpin Tertinggi dari Tentara Nasional Indonesia terdiri
dari :
1. Kepala : Panglima Besar Angkatan Perang.
2. Anggota : Letnan-Jenderal Urip Sumoharjo.
3. Anggota : Laksamana-Muda Nazir.
4. Anggota : Sutomo.
5. Anggota : Ir. Sakirman.
6. Anggota : Jokosuyono.
IV. Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia menjalankan tugas
kewajiban yang mengenai siasat dan organisasi Tentara
Nasional Indonesia sedang berjalan;
V. Semua satuan-satuan Angkatan Perang dan satuan-satuan laskar
yang mulai hari tanggal penetapan ini menjelma menjadikan
satu Tentara Nasional Indonesia diwajibkan taat dan tunduk
pada segal perintah dan instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk
Pimpinan Tentara Nasional Indonesia.
Ditetapkan dan dikeluarkan di Yogyakarta pada tanggal 3 Juni 1947.
Presiden Republik Indonesia
Panglima Tertinggi Angkatan Perang
ttd
Soekarno
Menteri Pertahanan
ttd
Amir Sjarifuddin
(Dr. A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 4, Periode
Linggarjati,1977, Angkasa, Bandung, hlm.445