KEBERLANJUTAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT...
-
Upload
dangkhuong -
Category
Documents
-
view
219 -
download
1
Transcript of KEBERLANJUTAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT...
KEBERLANJUTAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty DI KECAMATAN BINAMU
KABUPATEN JENEPONTO
SUSTAINABILITY CULTIVATION OF Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty SEAWEED IN SUBDISTRICT BINAMU JENEPONTO
Nur Rahmah Yusuf,1A. Niartiningsih 2,Chair Rani. 2
1Bagian Manajemen Lingkungan, Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Universitas Hasanuddin, 2Bagian Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin.
Alamat Korespondensi: Nur Rahmah Yusuf, S.Si Pengelolaan Lingkungan Hidup Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 081343545723 Email: [email protected]
Abstrak
Kegiatan budidaya rumput laut di pesisir Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto berkembang dengan pesat seiring menurunnya hasil tangkapan dan budidaya yang mudah dengan biaya rendah. Untuk itu perlu dikaji tingkat keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status dan indeks keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu dari lima dimensi keberlanjutan . penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2012 di wilayah pesisir Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto yang terdiri dari lima Kelurahan yakni Kelurahan Biringkassi, Kelurahan Pabiringa, Kelurahan Monro-monro, Kelurahan Sidenre dan Kelurahan Empoang Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan dokumen dari berbagai instansi terkait dengan penelitian. Sedangkan data primer didapatkan melalui observasi, pengukuran langsung di lapangan maupun analisa di laboratorium dan hasil pendapat para pakar (wawancara langsung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto berada dalam kategori cukup berkelanjutan. Dimensi ekologi (58.56%), dimensi ekonomi (52.19%), dimensi sosial-budaya (52.85%), dimensi kelembagaan (57.45%) berada pada status cukup berkelanjutan, dimensi kelembagaan (48.02%) berada pada status kurang berkelanjutan. Atribut-atribut yang sensitif dan berpengaruh atau perlu diintervensi terhadap peningkatan indeks dan status keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu sebanyak 14 atribut dari 35 atribut.
Kata kunci: rumput laut, indeks keberlanjutan, status keberlanjutan Abstract
Seaweed cultivation in coastal Binamu District of Jeneponto Regency grown rapidly with decreasing catches and aquaculture are easily at low cost. For it is necessary to study the level of sustainability of seaweed farming in Binamu. This study aims to analyze the status and sustainability index of seaweed farming activities in the District Binamu of the five dimensions of sustainability. This study was conducted in May-July 2012 in the coastal region Binamu District consists of five Sub-District namely, Biringkassi, Pabiringa, Monro-monro, Sidenre and Empoang Selatan Villages. The study used descriptive qualitative method. The data used are primary data and secondary data. Secondary data obtained through the study of literature and documents from various agencies associated with the research. While the primary data obtained through observation, measurement directly in the field or in the laboratory analysis and the results of the experts' (interview). The results showed that the level of sustainability of seaweed farming in the district Binamu Jeneponto are in the category of sustainable enough. Ecological dimension (58.56%), the economic dimension (52.19%), socio-cultural dimension (52.85%), the institutional dimension (57.45%) in this state is quite sustainable, institutional dimension (48.02%) are in less sustainable status. Attributes that are sensitive and should intervene to affect or increase the sustainability index and status of seaweed farming activities in the Binamu District many as 14 attributes of 35 attributes.
Key words : seaweed, sustainability index, sustainability status
PENDAHULUAN
Salah satu sumberdaya hayati laut yang cukup potensial adalah rumput
laut atau dikenal dengan sebutan lain seaweeds, ganggang laut, atau agar-agar.
Jenis rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis dan sudah banyak
dibudidayakan secara intensif di wilayah pesisir adalah jenis Kappaphycus
alvarezii atau dikenal dengan Euchema cottonii. Hasil proses ekstraksi rumput
laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan tambahan
untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain
itu digunakan pula sebagai pupuk hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan
(Sujatmiko, 2003; Ma’ruf, 2005).
Kecamatan Binamu merupakan salah satu dari 11 Kecamatan di
Kabupaten Jeneponto yang secara geografis berbatasan langsung dengan Laut
Flores, dan sebanyak 5 Kelurahan di Kecamatan ini merupakan daerah pesisir
pantai sehingga masyarakat memanfaatkannya untuk budidaya rumput laut dan
menjadikan Kabupaten Binamu sebagai penghasil rumput laut yang cukup
potensial.
Kegiatan budidaya rumput laut berkembang seiring dengan semakin
menurunnya hasil tangkapan dan semakin mahalnya harga bahan bakar minyak
(BBM) yang digunakan untuk mencari hasil laut. Perkembangan budidaya rumput
laut di Kecamatan Binamu bisa dilihat dengan luas areal budidaya dan jumlah
produksi rumput laut yang terus meningkat, pada tahun 2009 luas areal budidaya
206 Ha dengan total produksi 1.316, 82 ton dan pada tahun 2010 meningkat
menjadi 3.392,3 ton (BPS, 2011).
Saat ini kegiatan budidaya rumput laut bukan lagi hanya sekedar
pekerjaan sampingan untuk mendapatkan penghasilan tambahan, akan tetapi telah
menjadi salah satu mata pencaharian utama. Hasil penelitian Crawford (2002) di
Sulawesi Utara dan Filipina, mendapatkan kegiatan budidaya rumput laut telah
menjadi mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir dan nelayan skala
kecil. Didukung dengan penelitian Aziz (2011) di Bantaeng kegiatan budidaya
rumput laut bahkan menjadi tumpuan harapan baru untuk memperbaiki kondisi
ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan mereka yang selama ini identik
dengan kemiskinan.
Masyarakat di pesisir Kecamatan Binamu juga memanfaatkan setiap
jengkal laut pesisir untuk budidaya rumput laut yang diduga tanpa
memperhitungkan azas kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan. Apabila
hal itu terus berlanjut, maka kemungkinan akan terjadi degradasi lingkungan yang
bisa menurunkan produktivitas dan kualitas rumput laut yang dihasilkan.
Sehingga kegiatan budidaya rumput laut ini yang menjadi tumpuan harapan baru
bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Binamu untuk meningkatkan
kesejahteraannya bisa terancam keberlanjutannya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis status keberlanjutan wilayah pesisir dengan lima dimensi
keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya,
dimensi teknologi dan dimensi kelembagaan serta mengindentifikasi faktor-faktor
dan atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap keberlanjutan kegiatan
budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Rencana penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode eksploratif dengan melakukan
survey dengan jenis kuantitatif untuk menganalisa data-data yang diperoleh
dengan rumus dan metode kualitatif untuk menggambarkan kondisi kegiatan
budidaya rumput laut serta pengukuran langsung dilapangan. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui
studi kepustakaan dan dokumen dari beberapa instasi terkait dengan penelitian.
Sedangkan, data primer didapatkan melalui observasi, pengukuran langsung
dilapangan maupun analisa di laboratorium dan hasil pendapat para pakar
(wawancara langsung). Beberapa pertimbangan dalam menentukan pakar yang
akan dijadikan responden, menggunakan kriteria seperti berikut (Thamrin, 2007)
: (a) mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji;
(b) memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang
yang dikaji; dan (c) memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia atau berada di
lokasi yang dikaji. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2012 di
wilayah pesisir Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto yang terdiri dari lima
Kelurahan yakni Kelurahan Biringkassi, Kelurahan Pabiringa, Kelurahan Monro-
monro, Kelurahan Sidenre dan Kelurahan Empoang Selatan.
Prosedur kerja
Jenis dan sumber data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan, metode penelitian
dan analisis yang digunakan.
Teknik pengumpulan data
Sesuai jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu data primer
dan data sekunder, maka penulis menggunakan 3 (tiga) teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara (interview), pengamatan
(observasi) yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang gejala-
gejala yang dialami dan teknik dokumentasi dengan melakukan pengumpulan data
berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, baik berupa laporan catatan, berkas,
atau bahan-bahan tertulis lainnya yang merupakan dokumen resmi yang relevan
dalam penelitian ini.
Analisis data
Keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut dianalisis secara statistic
multivariate dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS). Analisis
keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii ini ditujukan untuk
mengetahui kemungkinan keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut K.
alvarezii untuk pemanfaatan yang optimal.
Keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut dianalisis dengan
mengunakan metode RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for Fisheries),
untuk menilai status keberlanjutan budidaya rumput laut. Dalam pengunaan
Rapfish dilakukan pemilihan atribut dari berbagai dimensi yang merupakan
representasi terbaik bagi peluang keberlanjutan dari masing-masing dimensi yang
menjadi fokus analisis (Adrianto et al, 2005; Pitcher et al, 2001).
Penilaian (scoring) setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria
keberlanjutan setiap individu. Rapfish didesain secara objektif, transparan dan
multidisiplin. Penyusunan indeks keberlanjutan berdasarkan indeks setiap dimensi
dikategorikan menurut Kavanagh, et al (2004) sebagai berikut : (a) Nilai indeks 0
– 24,99 (kategori tidak berkelanjutan); (b) Nilai indeks 25 – 49,00 (kategori
kurang berkelanjutan); (c) Nilai indeks 50 – 74,99 (kategori cukup berkelanjutan);
(d) Nilai indeks 75 – 100 (kategori berkelanjutan). Analisis sensitivitas dapat
memperlihatkan atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap
indeks keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut dengan melihat perubahan
bentuk Root Mean Square (RMS) ordinasi pada sumbu x. Semakin besar
perubahan nilai RMS, maka semakin sensitif atribut tersebut dalam pengelolaan
kegiatan budidaya rumput laut (Fauzi dkk, 2002).
HASIL
Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Status keberlanjutan dimensi ini adalah cukup berkelanjutan (58.56%),
atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan
pada dimensi ekologi terdiri dari Sembilan atribut, yaitu (1) Keterlindungan, (2)
fosfat, (3) Kecepatan arus, (4) kedalaman, (5) kecerahan, (6) nitrat, (7) mutu bibit,
(8) Ketersediaan bibit, serta (9) Luasan areal yang sesuai untuk budidaya rumput
laut. Dari Sembilan atribut tersebut berdasarkan analisis Leveraging, diperoleh
hasil bahwa atribut yang cukup sensitif pada dimensi ini adalah (1) kecerahan, (2)
fosfat dan (3) kedalaman dapat dilihat pada Gambar 1.
Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Status keberlanjutan pada dimensi ekonomi adalah cukup berkelanjutan
dengan nilai indeks 52.19%. Atribut yang berpengaruh pada dimensi ini terdiri
dari lima atribut yaitu (1) kelayakan budidaya rumput laut, (2) keuntungan
budidaya rumput laut, (3) kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah, (4) rantai
pemasaran rumput laut, serta (5) jumlah pasar. Adapun hasil dari analisis
leveraging diperoleh tiga atribut yang paling sensitif mempengaruhi dimensi
ekonomi, yaitu (1) Kelayakan budidaya rumput laut, (2) keuntungan budidaya
rumput laut, serta (3) kontribusi terhadap PAD dapat dilihat pada Gambar 2.
Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya
Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial budaya sebesar 52.85%
dengan status cukup berkelanjutan. Atribut yang diperkirakan memberikan
pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan dimensi sosial-budaya adalah (1) tingkat
pendidikan, (2) jumlah rumah tangga pembudidaya rumput laut, (3) sistem sosial
dalam pengelolaan budidaya rumput laut, (4) kemandirian petani, (5) partisipasi
keluarga dalam kegiatan budidaya rumput laut, (6) sosialisasi pekerjaan, (7)
Alternatif usaha selain menanam rumput laut, serta (8) tingkat pemberdayaan
masyarakat. Berdasarkan hasil analisis leveraging diperoleh tiga atribut yang
sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya, yakni (1)
partisipasi keluarga dalam kegiatan budidaya rumput laut, (2) sosialisasi pekerjaan
dan (3) jumlah RT petani rumput laut dapat dilihat pada Gambar 3.
Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi
Status keberlanjutan dari enam atribut dimensi teknologi memberikan nilai
indeks keberlanjutan sebesar 48,02% dengan status kurang berkelanjutan. Atribut
yang memiliki peranan pada dimensi ini antara lain (1) dukungan sarana dan
prasarana, (2) standarisasi mutu rumput laut, (3) tingkat penguasaan teknologi
budidaya RL, (4) ketersediaan teknologi informasi, (5) ketersediaan industri
pengolahan hasil RL, dan (6) ketersediaan basis data RL. Analisis leverage
dilakukan untuk melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh
terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi, hasilnya diperoleh tiga
atribut yang paling sensitif memberikan pengaruh antara lain (1) standarisasi mutu
rumput laut, (2) tingkat penguasaan budidaya rumput laut, (3) Ketersediaan
industri pengolahan hasil RL dapat dilihat pada Gambar 4.
Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan
Dimensi kelembagaan dengan tujuh atribut yang telah dianalisis
menggunakan Rapfish menghasilkan nilai indeks keberlanjutan sebesar 57,45%
dengan status cukup berkelanjutan. Atribut yang diperkirakan memberikan
pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan dimensi kelembagaan adalah (1)
Ketersediaan lembaga kelompok tani rumput laut, (2) ketersediaan zonasi
peruntukan lahan wilayah pesisir, (3) Ketersediaan perda, (4) Ketersediaan aturan
adat dan agama/kepercayaan, (5) adanya tokoh panutan yang segani, (6)
Ketersediaan lembaga keuangan/sosial, dan (7) Keberadaan balai penyuluh untuk
budidaya rumput laut. Berdasarkan hasil analisis leveraging yang dilakukan untuk
melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks
keberlanjutan pada dimensi kelembagaan diperoleh dua atribut yang paling
sensitif diantaranya (1) ketersediaan perda, (2) Ketersediaan zonasi untuk lahan di
wilayah pesisir dapat dilihat pada Gambar 5.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan status cukup berkelanjutan untuk kegiatan
budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Atribut yang
sensitif pada dimensi ekologi yakni kecerahan, fosfat dan kedalaman pada hasil
pengukuran dilapangan menunjukkan nilai yang sesuai untuk budidaya rumput
laut, hanya ada beberapa lokasi yang mengalami sedikit kekeruhan dimana tingkat
kecerahan berhubungan dengan kedalaman perairan dan tingkat kecerahan yang
rendah berada pada kedalaman perairan yang dangkal sehingga pengadukan
terjadi sampai ke dasar perairan. Untuk perbaikan kedua atribut di atas sebaiknya
penanaman dilakukan pada kedalaman air pada saat surut terendah 0,40 meter
(Anggadiredja, 2006) sehingga rumput laut yang ditanam tidak mengalami
kekeringan.
Kandungan zat hara pada suatu perairan selain berasal dari perairan itu
sendiri juga tergantung pada keadaan sekelilingnya, seperti sumbangan dari
daratan melalui sungai serta serasah mangrove dan lamun. Zat hara adalah zat-zat
yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan
hidup organisme terutama zat hara fosfat dan nitrat. Kedua zat hara ini berperan
penting terhadap sel jaringan jazad hidup organisme serta dalam proses
fotosintesis (Ulqodry, 2010), sehingga mangrove yang tumbuh di pesisir pantai
harus tetap dijaga, begitu pula limbah domestik sebaiknya tidak dibuang
sembarangan karena akan mempengaruhi kualitas perairan.
Keuntungan kegiatan budidaya rumput laut merupakan atribut yang paling
sensitif dari dimensi ekonomi, hasil perhitungan diperoleh pendapatan rata-rata
responden dalam satu kali produksi adalah Rp. 8.903.792, hal ini menggambarkan
bahwa rata-rata petani pembudidaya rumput laut telah memiliki pendapatan yang
sudah di atas ketentuan UMR sebesar Rp. 1.200.000 – Rp. 1.400.000 tahun 2012.
Sedangkan untuk kelayakan kegiatan budidaya rumput laut di pesisir Kecamatan
Binamu didapatkan nilai Benefit Cost of Ratio (BCR) adalah 4,15, dimana BCR >
1, maka kegiatan budidaya rumput laut layak untuk dikembangkankan.
Atribut sensitif lainnya dari dimensi ekonomi yaitu kontribusi terhadap
PAD, kontribusi kegiatan budidaya rumput laut terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Jeneponto sampai saat ini masih rendah, karena tidak ada iuran yang
dibebankan kepada pembudidaya atas lahan yang digunakan. Kegiatan budidaya
rumput laut yang saat ini sudah cukup berkembang diharapkan memberikan
kontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Berdasarkan penelitian Azis (2011),
atribut ini juga termasuk atribut yang paling sensitif pada pengelolaan sumberdaya
rumput laut di Kabupaten Bantaeng. Kontribusi langsung kegiatan budidaya
rumput laut hanya berupa retribusi lahan sebesar Rp. 50.000/ha/tahun dan retribusi
angkutan produksi rumput laut sebesar Rp. 20.000/truk dan satu truk berisi 10 –
20 ton rumput laut kering.
Atribut sensitif pada dimensi sosial-budaya yakni partisipasi keluarga,
dalam kegiatan budidaya rumput laut ini bisa dilihat dari kenyataan dilapangan
bahwa kaum pria dalam keluarga seperti ayah dan anak laki-laki melakukan
pekerjaan di laut seperti penyiapan lahan, pemeliharaan dan pemanenan,
sedangkan kaum perempuan seperti ibu dan anak perempuan lebih banyak
berperan pada pekerjaan di darat seperti pembuatan tali, pengikatan bibit dan
menjemur rumput laut. Sedangkan sosialisasi pekerjaan selain dilakukan bersama
keluarga juga dilakukan secara berkelompok atau bergotong royong perlu
dipertahankan. Selain itu, bagi masyarakat pesisir tidak terlalu banyak pilihan
pekerjaan yang bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecuali jika
masyarakat pembudidaya rumput laut mencari pekerjaan diluar wilayahnya
sehingga tingkat ketergantungan terhadap kegiatan budidaya rumput laut cukup
tinggi. Karena itu jumlah rumah tangga petani rumput laut setiap tahun semakin
bertambah banyak. Hasil penelitian menunjukkan populasi RTP rumput laut lebih
dari 75% dari komunitas penduduk wilayah pesisir. Pertambahan rumah tangga
petani rumput laut ini harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
masalah dikemudian hari.
Atribut yang paling sensitif pada dimensi teknologi adalah standarisasi
mutu rumput laut, yang menurut penyuluh dari Dinas Kelautan dan Perikanan
sudah diterapkan di Kabupaten Jeneponto. Akan tetapi para petani/pembudidaya
tidak mengetahui dengan pasti perbedaan penampilan fisik rumput laut yang
bermutu baik atau bermutu jelek dalam hal ini kandungan agar dan karaginan
tetapi informasi yang mereka peroleh dari Dinas Perikanan setempat bahwa
rumput laut yang dipanen pada masa pemeliharaan 45 hari lebih bagus mutunya
dibandingkan pada masa pemeliharaan 30-40 hari. Hal ini dikarenakan
bagaimanapun kondisi atau kualitas rumput laut yang mereka hasilkan pedagang
pengumpul tetap membeli dengan harga yang sama dan juga keinginan untuk
memperoleh hasil yakni uang tunai untuk memenuhi kebutuhan hidup, Akibatnya
pembudidaya rumput laut tidak terlalu mementingkan masa pemeliharaan dan cara
penjemuran sehingga mutu produk yang dihasilkan bermutu rendah.
Secara khusus, belum ada Perda di Kabupaten Jeneponto yang mengatur
kegiatan budidaya rumput laut padahal kegiatan ini telah alam berkembang dan
pesat sehingga perlu aturan-aturan agar kedepannya kegiatan budidaya rumput
laut bisa berkembang dan berkelanjutan tanpa menimbulkan konflik yang bisa
merugikan bukan hanya bagi masyarakat pembudidaya rumput laut tetapi juga
masyarakat luas pada umumnya serta pemerintah secara keseluruhan. Begitu pula
perda yang mengatur zonasi peruntukan perairan pesisir agar semua yang
memanfaatkan perairan bisa mengakses perairan tersebut secara adil dan
berkelanjutan, khususnya dalam pengelolaan kegiatan budidaya rumput laut. Tata
letak unit budidaya rumput laut belum teratur, jalur-jalur untuk perahu nelayan
dan untuk pembudidaya rumput laut sendiri belum ditata dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kami menyimpulkan bahwa tingkat keberlanjutan kegiatan budidaya
rumput laut di Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto berada dalam kategori
cukup berkelanjutan. Dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya dan kelembagaan
berstatus cukup berkelanjutan, kecuali dimensi teknologi berada dalam status
kurang berkelanjutan. Atribut-atribut yang sensitif berpengaruh atau perlu
diintervensi terhadap status keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut di
Kecamatan Binamu sebanyak 14 atribut dari 35 atribut. Perlu dilakukan penelitian
lebih mendalam mengenai penilaian serta penambahan dimensi dan atribut dalam
analisis keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut jenis K. alvarezii agar dapat
memberikan masukan rekomendasi pengelolaan yang lebih spesifik. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang permodelan kegiatan budidaya rumput
laut di Kecamatan Binamu untuk mengetahui berapa lama kegiatan tersebut bisa
terus berkelanjutan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tulisan ini merupakan laporan lengkap hasil penelitian analisis
keberlanjutan budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty di
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Dalam pelaksanaan studi ini penulis
banyak mendapatkan bantuan baik dari perorangan ataupun instansi/lembaga baik
swasta maupun pemerintahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi
penasehat, instansi terkait dan teman-teman yang telah banyak memberikan
petunjuk pengarahan dan bimbingan sejak dimulainya hingga pada akhir
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto L, Matsuda Y. and Sakuma Y. (2005). Assesing Local Sustainability of Fisheries System: A Multi-Criteria Participatory Approach With The Case of Yaron Island, Kagoshima Prefecture, Japan. Marine Policy 29:9-23
Anggadiredja, J. T., Zatnika, A., Purwoto, H. dan Istini, S. (2006). Rumput laut: Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Azis, H. Y. (2011). Optimasi Pengelolaan Sumberdaya Rumput Laut di Wilayah
Pesisir Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. Disertasi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
BPS (Biro Pusat Statistik) Sulawesi Selatan. (2012). Kecamatan Binamu Dalam
Angka. BPS Provinsi Sulawesi Selatan. Crowford, B. (2002). Seaweed Farming: An Alternative Livelihood Small-Scale
Fishers. Working Paper. Coastal Resources Center. University Of Rhode Island.
Fauzi, A. dan Anna, S. (2002). Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan
Perikanan. Aplikasi Pendekatan Rapfish (Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan Volume 4 No. 3:43-54
Kavanagh, P. and Pitcher, T. J. (2004). Implementing Microsoft Excel Software
For Rapfish: A Technique For The Rafid Appraisal Of Fisheries Status. Fisheries Centre Reports 12(2). University of British Columbia.
Ma’ruf, W. F. (2005). Alih Teknologi Industri Rumput Laut Terpadu. Pusat Riset
Pengelolaan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Sujatmiko, W. Dan W.I. Angkasa. (2003). Teknik Budidaya Rumput Laut Dengan
Metode Tali Panjang. Pengkajian Ilmu Kehidupan-BPPT. Jakarta. Thamrin. (2007). Analisis Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-
Malaysia Untuk Pengembangan Wilayah Agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi Volume 25 No. 2. 103-124
Ulqodry, T. Z, Yulisman, M. Syahdan dan Santoso. (2010). Karakteristik dan
Sebaran Nitrat Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa. Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 1(D) 13109, 35-41.
Pitcher, T. J. and Preikshot D. (2001). RAPFISH: a rapid appraisal technique to
evaluate the sustainability status of fisheries. Fisheries Research 49:225-270.
Gambar 1. Peran masing-masing atribut dimensi ekologi dalam keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut
Gambar 2. Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi dalam
keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut
Gambar 3. Peran masing-masing atribut dimensi sosial budaya dalam
1.44
2.95
3.25
3.44
0.31
2.03
2.05
1.98
1.88
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Keterlindungan
Kedalaman
Fosfat
Kecerahan
Kecepatan arus
Nitrat
Mutu bibit
Ketersediaan bibit
Luas areal yangsesuai budidaya RL
Atrib
ut
Perubahan Root Mean Square (RMS) Ketika Salah Satu Atribut Dihilangkan
11.79
11.62
8.03
3.82
9.72
0 2 4 6 8 10 12 14
Keuntungan kegiatanbudidaya RL
Kontribusi terhadap PAD
Pasar rumput laut
Rantai pemasaran
Kelayakan kegiatanbudidaya RL
Atribu
t
Perubahan Root Mean Square (RMS) Ketika Salah Satu Atribut Dihilangkan
6.07
3.42
3.54
6.63
4.31
2.91
5.16
6.32
0 1 2 3 4 5 6 7
Kualitas SDM tingkatpendidikan
Jumlah rumah tangga petaniRL
Sistem sosial dalampengelolaan budidaya RL
Kemandirian petani
Partisipasi keluarga dalambudidaya RL
Sosialisasi pekerjaan
Alternatif usaha selainmenanam RL
Pemberdayaan masyarakat
Atrib
ut
Perubahan Root Mean Square (RMS) Ketika Salah Satu Atribut Dihilangkan
keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut
Gambar 4. Peran masing-masing atribut dimensi teknologi dalam keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut
Gambar 5. Peran masing-masing atribut dimensi kelembagaan dalam
keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut
3.12
8.94
2.84
2.03
7.65
6.54
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dukungan sarana danprasarana
Standarisasi muturumput laut
Ketersediaan basisdata RL
Ketersediaan informasiRL
Tingkat penguasaanbudidaya RL
Ketersediaan industrihasil RL
Atrib
ut
Perubahan Root Mean Square (RMS) Ketika Salah Satu Atribut Dihilangkan
12.19
12.26
4.16
6.84
6.09
5.56
6.66
0 2 4 6 8 10 12 14
Ketersediaankelompok tanibudidaya RL
Zonasi peruntukanlahan/perairan
budidaya
Ketersediaan perda
Ketersediaan aturanadat dan
agama/kepercayaan
Adanya tokoh panutan yang disegani
Ketersediaan lembagakeuangan/sosial
Keberadaan balaipenyuluh
Atribut
Perubahan Root Mean Square (RMS) Ketika Salah Satu Atribut Dihilangkan