KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS ...

5
ABSTRAK Kromoblastomikosis merupakan infeksi mikosis kronis yang sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis, akibat implantasi fungal traumatik. Gambaran klinis ditandai oleh lesi nodular verukosa, terutama pada ekstremitas bawah. Penyakit tersebut sulit disembuhkan dan belum ada terapi baku emas. Seorang petani laki-laki berusia 36 tahun datang dengan luka dan kutil pada tungkai kanan. Sejak 12 tahun lalu kutil bertambah banyak dan menyebar dengan lambat mulai dari kaki bagian bawah hingga paha. Satu bulan sebelum rawat inap, kutil pecah menjadi luka. Lesi berupa papul, dan nodus verukosa dan multipel dengan ukuran bervariasi, pada tungkai kanan. Kerokan kulit lesi black dot dengan kalium hidroksida 10% memperlihatkan muriform cell (sclerotic bodies). Pemeriksaan histopatologis menunjukkan proses inflamasi kronis tidak spesifik. Biakan pada media agar Sabouraud dextrose dengan kloramfenikol mendapatkan Phialophora verrucosa. Pasien diobati dengan ketokonazol 200 mg sehari 2 kali, dan memberikan hasil yang baik pada minggu ke 12 tanpa gangguan fungsi hepar. Diagnosis kromoblastomikosis ditegakkan berdasarkan atas riwayat, pemeriksaan fisis, histopatologis dan kultur. Petani yang bekerja tanpa alas kaki merupakan faktor predisposisi. Walaupun hanya sedikit laporan yang berhasil diobati dengan ketokonazol, obat tersebut masih dipertimbangkan sebagai terapi kromoblastomikosis, dengan observasi yang cermat terhadap fungsi hepar. (MDVI 2014; 41/3:119 - 123) Kata kunci: Kromoblastomikosis, ketokonazol, fungsi hepar ABSTRACT Chromoblastomycosis is a chronic mycotic infection, most commonly found following traumatic fungal implantation in the tropics and subtropics, It is characterized by nodular, verrucous lesions, often at the lower extremities. The disease is very difficult to treat and there is no gold standard of treatment. A 36-year-old male farmer, complained of wound and warts on the right leg. The warts were slowly increasing in number and spreading from lower to upper right leg since 12 years before. One month prior to consultation the warts were broken into a wound. On the right leg there were multiple verrucous papules and nodules varying in size. Direct microscopic examination aided with 10% potassium hydroxide on scraped materials from black dot lesions revealed muriform cell (sclerotic bodies). Histopathological examination showed non specific chronic inflammation process. Sabouraud dextrose agar with chloramphenicol culture revealed Phialophora verrucosa. Treatment with ketoconazole 200 mg 2 times daily gave good result in 12 weeks with no abnormality on liver function. The diagnosis of chromoblastomycosis was based on history, clinical finding, histolopathology and culture. Barefoot farmer was a predisposing factor. Although there were very few reported cases successfully treated with ketoconazole, this agent can still be considered as a drug choice in chromoblastomycosis, given with precaution for disturbance in liver function. (MDVI 2014; 41/3:119 - 123) Keywords: chromoblastomycosis, ketoconazole, liver function Laporan Kasus KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS KROMOBLASTOMIKOSIS KRONIS Bagus Haryo Kusumaputra, M. Yulianto Listiawan Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Airlangga - RSUD Dr. Soetomo Surabaya Korespondensi : Jl . Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya 60285 Telp : (031) 5501609 Fax : (031) 5501709 Email : [email protected] 119

Transcript of KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS ...

Page 1: KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS ...

ABSTRAK

Kromoblastomikosis merupakan infeksi mikosis kronis yang sering ditemukan di daerahtropis dan subtropis, akibat implantasi fungal traumatik. Gambaran klinis ditandai oleh lesinodular verukosa, terutama pada ekstremitas bawah. Penyakit tersebut sulit disembuhkan danbelum ada terapi baku emas.

Seorang petani laki-laki berusia 36 tahun datang dengan luka dan kutil pada tungkaikanan. Sejak 12 tahun lalu kutil bertambah banyak dan menyebar dengan lambat mulai darikaki bagian bawah hingga paha. Satu bulan sebelum rawat inap, kutil pecah menjadi luka. Lesiberupa papul, dan nodus verukosa dan multipel dengan ukuran bervariasi, pada tungkai kanan.Kerokan kulit lesi black dot dengan kalium hidroksida 10% memperlihatkan muriform cell (scleroticbodies). Pemeriksaan histopatologis menunjukkan proses inflamasi kronis tidak spesifik. Biakanpada media agar Sabouraud dextrose dengan kloramfenikol mendapatkan Phialophora verrucosa.Pasien diobati dengan ketokonazol 200 mg sehari 2 kali, dan memberikan hasil yang baik padaminggu ke 12 tanpa gangguan fungsi hepar.

Diagnosis kromoblastomikosis ditegakkan berdasarkan atas riwayat, pemeriksaan fisis,histopatologis dan kultur. Petani yang bekerja tanpa alas kaki merupakan faktor predisposisi.Walaupun hanya sedikit laporan yang berhasil diobati dengan ketokonazol, obat tersebut masihdipertimbangkan sebagai terapi kromoblastomikosis, dengan observasi yang cermat terhadapfungsi hepar. (MDVI 2014; 41/3:119 - 123)

Kata kunci: Kromoblastomikosis, ketokonazol, fungsi hepar

ABSTRACT

Chromoblastomycosis is a chronic mycotic infection, most commonly found followingtraumatic fungal implantation in the tropics and subtropics, It is characterized by nodular,verrucous lesions, often at the lower extremities. The disease is very difficult to treat and there is nogold standard of treatment.

A 36-year-old male farmer, complained of wound and warts on the right leg. The warts wereslowly increasing in number and spreading from lower to upper right leg since 12 years before.One month prior to consultation the warts were broken into a wound. On the right leg there weremultiple verrucous papules and nodules varying in size. Direct microscopic examination aidedwith 10% potassium hydroxide on scraped materials from black dot lesions revealed muriform cell(sclerotic bodies). Histopathological examination showed non specific chronic inflammationprocess. Sabouraud dextrose agar with chloramphenicol culture revealed Phialophora verrucosa.Treatment with ketoconazole 200 mg 2 times daily gave good result in 12 weeks with no abnormalityon liver function.

The d iagnosis of chromoblastomycosis was based on history, clinical finding,histolopathology and culture. Barefoot farmer was a predisposing factor. Although there werevery few reported cases successfully treated with ketoconazole, this agent can still be considered asa drug choice in chromoblastomycosis, given with precaution for disturbance in liver function.(MDVI 2014; 41/3:119 - 123)

Keywords: chromoblastomycosis, ketoconazole, liver function

Laporan Kasus

KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATUKASUS KROMOBLASTOMIKOSIS KRONIS

Bagus Haryo Kusumaputra, M. Yulianto Listiawan

Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFK Universitas Airlangga - RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Korespondensi :Jl . Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8Surabaya 60285Telp : (031) 5501609Fax : (031) 5501709Email : [email protected]

119

Page 2: KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS ...

120

MDVI Vol. 41 No. 3 Tahun 2014; 119 - 123

PENDAHULUAN

Kromoblastomikosis merupakan infeksi jamur kronispada kulit dan jaringan subkutan akibat implantasi jamurberpigmen atau dematiaceous pada dermis yang berasal darilingkungan.1,2 Bila tidak terdiagnosis sejak awal dapatmenyebabkan beberapa masalah, misalnya sulitnyapenatalaksanaan terapi karena kekambuhan penyakit dankualitas hidup yang rendah serta kesulitan bekerja padapasien. Manifestasi klinis berupa lesi nodular, verukosa,sering pada ekstremitas bawah. Organisme penyebabkromoblastomikosis adalah jamur saprofitik yang terdapatpada tanah, kayu, tumbuhan vegetasi, dan lumpur.3,4,5

Organisme penyebab tersering, antara lain Fonsecaeapedrosoi, F. compacta, Phialophora verrucosa, Cladospo-rium carrionii and Rhinocladiella aquaspersa.6,7

Penyakit tersebut tersebar di seluruh dunia, tetapiterbanyak ditemukan pada daerah tropis dan subtropis.Prevalensi tertinggi di Amerika Tengah dan Selatan, tetapijuga muncul di Afrika selatan, Asia, dan Australia. Jumlahterbanyak yang pernah dilaporkan berasal Brasil, Costa Ricadan Madagaskar.8,9 Pada penelitian retrospektif terhadapmikosis subkutan yang diobati dirawat inap RSUD Dr.Soetomo tahun 2000-2009, terdapat 6 kasus (18,7%)kromoblastomikosis dari total 32 kasus mikosis subkutan.Pada 4 pasien terdapat riwayat penyakit selama lebih dari 5tahun, dan 2 pasien kurang dari 5 tahun.10 Diagnosiskromoblastomikosis berdasarkan manifestasi klinis, adanyasel muriform di jaringan, dan isolasi serta identifikasiorganisme penyebab.7 Lesi biasanya muncul beberapa bulanatau tahun sebelum pasien mencari pengobatan danterdiagnosis.3,9

Kromoblastomikosis sangat sulit untuk disembuhkan.Beberapa regimen pengobatan, misalnya pemanasan lokal,nitrogen cair, eksisi bedah atau antifungal sistemik telahdigunakan. Belum ada terapi baku emas dan hasil terapisangat bervariasi bergantung pada organisme penyebab,

manifestasi klinis dan keparahan penyakit. Beberapapenelitian mengemukakan keunggulan terapi kombinasi,antara obat jamur, cryotherapy, pembedahan dan pemanasanlokal.3,11,12 Namun demikian, hanya sedikit laporan mengenaikeberhasilan ketokonazol dalam terapi kromoblastomikosis.

Kami melaporkan kasus kromoblastomikosis di tungkaikanan yang disebabkan Phialophora verrucosa, padaseorang laki-laki berusia 36 tahun, yang mendapat perbaikanklinis dengan pengobatan ketokonazol.

LAPORAN KASUS

Laki-laki berusia 36 tahun datang dengan keluhan lukadan kutil pada tungkai kanan. Awalnya sekitar 12 tahun laluterdapat kutil kecil pada telapak kaki kanan. Kutil bertambahbanyak dan menyebar dengan lambat dari tungkai bawahhingga tungkai atas. Terkadang kutil terasa gatal tetapi tidaknyeri. Satu bulan sebelum rawat inap, kutil pecah menjadiluka. Terdapat riwayat pembedahan kutil tersebut 10 tahunlalu, awalnya kutil menghilang tetapi muncul kembali setelahbeberapa bulan. Pasien adalah seorang petani dan jarangmenggunankan alas kaki saat bekerja.

Pada pemeriksaan fisis keadaan umum pasien baik,tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 84 kali permenit,suhu tubuh aksila 36,4oC dan frekuensi nafas 20 kali permenit.Tidak terdapat tanda anemia, sianosis, ikterus dan dispnea.Tidak ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan jantung,paru, abdomen dan genitalia. Status dermatologis pada regiofemoralis dan genu dekstra terdapat papul dan nodus,hiperkeratotik, verukosa, multipel, ukuran bervariasi, dansikatrik; pada regio pedis dektra terdapat ulkus berdiametersekitar 4 x 7 x 0,3 cm, tepi tidak rata, lunak, eksudatif danterdapat papul dan nodus hiperkeratotik, verukosa multipeldengan ukuran bervariasi.

Pemeriksaan darah menunjukkan hemoglobin 14,9 g/dL, leukosit 8,01x103/µL, trombosit 299x103/µL,laju endap

Gambar 1. Kromoblastomikosis pada tungkai kanan

Page 3: KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS ...

darah 10 mm/jam, serum glutamic oxaloacetic transaminase(SGOT) 27 U/L, serum glutamic pyruvate transaminase(SGPT) 23 U/L dan albumin 3,6 g/dL. Pemeriksaan urin rutindalam batas normal.

Pada pemeriksaan kerokan kulit lesi black dot dengankalium hidroksida (KOH) 10% memperlihatkan muriform cell(sclerotic bodies), berwarna coklat dan multisepta. Hasilbiakan dari biopsi jaringan pada agar Sabouraud dextrosedengan kloramfenikol menunjukkan koloni gelap yangtumbuh lambat, muncul setelah inkubasi selama 2 minggu.Pemeriksaan hasil kultur dengan pewarnaan Lactophenolcotton blue memperlihatkan flask-shaped phialides,bersepta, dan konidia ovoid pada ujung phialides, yangmerupakan ciri Phialophora verrucosa. Pemeriksaanhistopatologis dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (LHE)memperlihatkan hiperkeratosis dan akantosis pada epider-mis, serta infiltrasi limfosit, sel plasma, eosinofil dengan septafibrotik pada dermis yang menunjukkan inflamasi kronis nonspesifik. Tidak ditemukan elemen jamur dengan pewarnaanperiodic acid-Schiff.

Pasien diobati dengan ketokonazol 200 mg, 2 kali seharidan perawatan luka untuk ulkus. Pada minggu ke-12, terdapatrespons yang baik dengan pengobatan ketokonazol tersebut.Ulkus menutup menjadi jaringan parut dan papul serta no-dus verukosa berkurang secara drastis. Pemeriksaan fungsihepar mendapatkan hasil normal, yaitu SGOT 14 U/L danSGPT 9 U/L.

PEMBAHASAN

Kromoblastomikosis merupakan infeksi jamur kronispada jaringan kulit dan subkutan.13 Pada sebagian besarkasus, kromoblastomikosis muncul pada laki-laki usia 30-60tahun sedangkan anak jarang terkena.13 Pria 4 kali lebih seringterkena dibandingkan dengan wanita,dan pekerjaan petanimenempati hampir 75% kasus kromoblastomikosis.14 Tiga

Gambar 2. Pemeriksaan KOH 10%: sclerotic bodies atau muriform cell

belas kasus kromoblastomikosis di Nepal didapatkan rasiopria dibandingkan dengan wanita adalah 6:1, sebagian besarberusia 21-40 tahun (38,5%), dan 41-60 tahun (38,5%).15 Prialebih sering terkena kromoblastomikosis diduga karenabanyaknya pekerja pria yang berkerja ditempat terbukasehingga meningkatkan pajanan.3 Pada serial kasus 325pasien kromoblastomikosis di daerah Amazon di Brasil, 86,1%di antaranya adalah pekerja agrikultur dan 93,2% di antaranyaadalah laki-laki.16 Minotto, dkk (2001) pada penelitiannya diBrasil terhadap 100 pasien kromoblastomikosis jugamenemukan 72% di antaranya adalah petani dan 78% diantaranya adalah laki-laki.17 Pada laporan kasus ini terdapatriwayat adanya kutil yang tumbuh dengan lambat selama 12tahun dan pasien sering bekerja di sawah tanpamenggunakan alas kaki, yang merupakan faktor predisposisipasien tersebut. Kromoblastomikosis berkembang lambatdan progresif.3,13,14 Minotto dkk. menemukan periodetersingkat sejak awal terjadi hingga kromoblastomikosisterdiagnosis adalah 2 bulan, dan periode terlama adalah 40tahun. Rerata waktu antara lesi muncul dan terdiagnosisadalah 14 tahun.17 Pada laporan kasus lainnya di Sao Paulo,rerata waktu yang dibutuhkan dari awal terjadi hinggaterdiagnosis pada pekerja dipedalaman adalah sekitar 109,33bulan (sekitar 9 tahun) dengan standard deviasi 93,23 bulan.18

Lesi muncul pada tempat terjadinya trauma minor. Pasienyang terinfeksi biasanya seorang pekerja di lapangan atauyang jarang menggunakan alas kaki. Trauma karena produkkayu dan pajanan tanah menyebabkan implantasiorganisme.3,14 Pada kasus ini berdasarkan epidemiologis,riwayat dan durasi penyakit, pasien memiliki risiko tinggidan dugaan kuat terhadap kromoblastomikosis.

Pada pasien ini ditemukan papul dan nodushiperkeratotik, verukosa, multipel yang tidak nyeri, terdapathanya pada tungkai kanan. Kromoblastomikosis biasanyamengenai salah satu ekstremitas bawah, khususnya kaki,pergelangan kaki, dan tungkai bagian bawah. Lesi munculakibat inokulasi langsung dari organisme ke dalam kulit.3,14

Correia dkk (2010) melaporkan dari 27 pasienkromoblastomikosis sebagian besar lesi ditemukan padatungkai bawah (59,2%), diikuti tungkai atas (29,6%).18

Pradhan dkk (2007) pada penelitiannya terhadap kasuskromoblastomikosis juga melaporkan, 11 dari 13 pasien lesiterjadi pada ekstremitas bawah.15 Lesi berkembang lambatdan asimptomatik pada hampir seluruh kasus. Dapat timbulgejala bila pruritus dan nyeri, tetapi jarang.3,19 Pada penelitianChandran dkk (2012) misalnya dari total 35 kasuskromoblastomikosis terdapat 21 kasus bermanifestasi padatungkai bawah, 11 pada tungkai atas, dan 3 kasus pada badan.Pada 35 kasus, 24 di antaranya asimptomatik, sedangkan 11kasus terdapat gejala gatal, nyeri atau keduanya.20 Minottodkk (2001) juga melaporkan 70% kasus kromoblastomikosisasimptomatik.17 Bentuk klinis lesi kromoblastomikosisbermacam-macam. Pada pasien yang sama dapat ditemukan2 atau lebih dari lima bentuk klinis lesi kromoblastomikosis.

121

BH Kusumaputra & MY Listiawan Keberhasilan pengobatan ketokonazol pada kromoblastomikosis kronis

Page 4: KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS ...

122

5 bentuk lesi tersebut antara lain: (1) lesi nodular denganpermukaan menonjol dan tertutup skuama seperti bunga kol(cauliflower-like scabs); (2) lesi tumor ekstensif; (3) lesihiperkeratotik verukosa iregular ekstensif; (4) plakkemerahan, datar, bersisik; (5) lesi kulit atrofik dan sikatrik.Bentuk lesi yang paling sering adalah nodular danhiperkeratotik verukosa.21 Lesi kecil dapat menyerupai com-mon warts.14 Ulkus dapat muncul bila terjadi infeksi sekunderatau jejas pada lesi sebelumnya.7 Penyebaran lesi dapat terjadikarena autoinokulasi akibat garukan atau penyebaranlimfatik. Penyebaran hematogen sangat jarang.3 Berdasarkantemuan klinis, kasus ini sesuai dengan kromoblastomikosistipe nodula dan hiperkeratotik verukosa.

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan atasriwayat pasien, temuan klinis histopatologis dan kultur.Berdasarkan kepustakaan, diagnosis kromoblastomikosisditegakkan berdasarkan lesi kulit yang khas dan adanyamuriform cell atau sclerotic bodies pada pemeriksaanhistopatologis.3 Penegasan diagnosis secara mikrobiologissangat penting. Pada kasus ini pemeriksaan KOH 10% padalesi black dot memperlihatkan muriform cell (sclerotic bod-ies) berwarna kecoklatan dan multisepta. Chandran dkk (2012)pada serial kasusnya menemukan hasil positif denganpemeriksaan KOH 10% terhadap muriform cell sebanyak42,8% dari 35 pasien. Pemeriksaan KOH 10% merupakanteknik pemeriksaan yang murah dan mudah serta tidakmembutuhkan peralatan yang canggih.13 Pemeriksaanhistopatologis pada kasus ini memperlihatkan hiperkeratosisdan akantosis di epidermis, infiltrasi imfosit, sel plasma,eosinofil dengan septa fibrotik pada dermis. Padakromoblastomikosis pemeriksaan histopatologis dari biopsijaringan akan memperlihatkan hiperplasiapseudoepiteliomatosa dengan parakeratosis, spongiosis,dan terkadang abses. Di dermis terdapat granulomatuberkuloid atau supuratif dengan limfosit, sel plasma,neutrofil, eosinofil, makrofag, dan sel raksasa multinukleus.

Fibrosis muncul pada kasus yang lama.19,21

Identifikasi yang tepat terhadap pertumbuhan fjamurdibutuhkan untuk memastikan diagnosiskromoblastomikosis. Kultur pada kasus kromoblastomikosismembutuhkan media yang mengandung antibiotik, misalnyamedia agar Sabouraud's dextrose dengan kloramfenikol dansikloheksimid, karena kontaminasi bakteri sering terjadi.3

Biakan jamur akan menunjukkan koloni gelap, tumbuh lambatdan bertumpukan. 14 Biakan jamur pada kasus inimemperlihatkan koloni gelap yang tumbuh lambat yangtampak setelah inkubasi selama 2 minggu. Pemeriksaanmikroskopis memperlihatkan spesies Phialophoraverrucosa. Hasil kultur pada kasus ini menegaskan diagno-sis kromoblastomikosis. Pada satu laporan kasus, hasilbiakan positif didapatkan pada 88,5% dari 31 kasuskromoblastomikosis.20

Terapi yang digunakan pada kasus ini adalahketokonazol 200 mg sehari 2 kali. Lesi kromoblastomikosissangat sulit disembuhkan, sehingga menjadi tantangan dalam

Gambar 3. Pemeriksaan biakan. Kiri: Koloni gelap pada media; kanan: Pewarnaan Lactophenol cotton blue:Phialophora verrucosa

Gambar 4. Pemeriksaan jaringan dengan HE, pembesaran100x

MDVI Vol. 41 No. 3 Tahun 2014; 119 - 123

Page 5: KEBERHASILAN PENGOBATAN KETOKONAZOL PADA SATU KASUS ...

DAFTAR PUSTAKA

1. Hay RJ. Deep Fungal Infection. Dalam: Wolff K, GoldsmithLA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting.Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8.New York: The McGraw-Hill Companies; 2011. h. 2315-6.

2. Hay RJ, RCP. Fungal infections. Clin Dermatol. 2006; 24:201-12.

pengobatan.11,14 Terapi diberikan biasanya karena alasanestetik atau fungsional, tetapi terapi juga dibutuhkan untukmencegah komplikasi. Respons klinis berkisar 10-80%,bergantung pada tahap penyakit. Pada pasien dengan lesiyang ekstensif, rasio kesembuhan sangat rendah dan tidakjarang terjadi kekambuhan.3 Pada beberapa serial kasus,hanya 30% pasien sembuh dan hampir 60% mengalamiperbaikan.14 Sampai saat ini belum ada terapi baku emaskromoblastomikosis, tetapi terdapat beberapa pilihan terapimisalnya antijamur sistemik tunggal atau dikombinasikan caralain yaitu, pembedahan, pemanasan lokal, atau dengan ni-trogen cair.11 Modalitas terapi kromoblastomikosis sulitdievaluasi karena sedikitnya laporan kasus, variasi dalamtahap penyakit, dan kurangnya penelitian mengenai terapikromoblastomikosis secara acak.3

Secara umum terapi antijamur kromoblastomikosisjarang berhasil dan dibutuhkan waktu terapi yang lama.Antijamur sistemik juga dapat digunakan pada lesi di areafleksor di mana krioterapi tidak dapat dilakukan.3

Senyawa azol memiliki kerja invitro maupun invivo padajamur dematiaceous, termasuk kromoblastomikosis. Prinsipmekanisme kerjanya dengan menghambat 14-demethylasedan pembentukan lanosterol menjadi ergosterol, suatukomponen vital pada membran sel.11 Pada satu kepustakaandikatakan bahwa ketokonazol oral tidak memiliki efek yangbermakna pada pengobatan kromoblastomikosis. Monoterapidengan ketokonazol memberikan perbaikan pada 32-47%kasus.19 Kepustakaan lain tidak merekomendasikanketokonazol untuk terapi kromoblastomikosis karena efektoksisitas pada hepar dan endokrin.11 Walaupun hanyasedikit kasus yang melaporkan keberhasilan ketokonazol,namun pada kasus ini terdapat perkembangan yang baikselama 12 minggu dan tidak ditemukan kelainan pada fungsihepar saat minggu ke 16 terapi.

Kromoblastomikosis walaupun jarang harusdipertimbangkan sebagai salah satu diagnosis banding lesikulit kronis pada daerah tropis. Ketokonazol masih dapatdipertimbangkan sebagai terapi kromoblastomikosis denganobservasi yang ketat terhadap fungsi hepar.

3. Baddley JW and Dismukes WE. Chromoblastomycosis.Dalam: Kauffman CA, Pappas PG, Sobel JD, Dismukes WE,penyunting. Essential of Clinical Mycology. Edisi ke-2. NewYork: Springer Science-Business Media; 2011. h. 427-31.

4. Rivitti EA, Aoki V. Deep Fungal Infections in TropicalCountries. Clin Dermatol 1999; 17: 171-90.

5. Lupi O, Trying SK, McGinnis MR. Tropical dermatology:Fungal tropical diseases. J Am Acad Dermatol. 2005; 53 (6):938-9.

6. Hay RJ and Ashbee HR. Mycology. Dalam: Burns T,Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook'sTextbook of Dermatology. Edisi ke-8. Oxford United Kingdom:Blackwell Publishing; 2010. h. 36.75-6.

7. Matsumoto T. Chromoblastomycosis andphaeohyphomycosis. Dalam: Guerrant RL, Walker DH, andWeller PF. Tropical Infectious Diseases. Edisi ke-2.Philadelphia: Elsevier; 2006. h. 898-902

8. Richardson MD, Warnock DW. Fungal Infection, Diagnosisand Management. Edisi ke-3. Oxford United Kingdom:Blackwell Publishing; 2003. h. 288-92.

9. Queiroz-Telles F, McGinnis MR, Salkin I, Graybill JR.Subcutaneous mycoses. Infect Dis Clin N Am. 2003; 17: 59-85.

10. Prasetyo AD dan Suyoso S. Penelitian retrospektif: mikosissubkutis di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2000-2009 (periode 10tahun). Surabaya: Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminApril. 2011; 23 (1): 17-24.

11. Esterre P and Queiroz-Telles F. Management ofchromoblastomycosis: novel perspectives. Curr Opin InfectDis. 2006; 19:148-152.

12. Doherty CB, Doherty SD, Rosen T. Thermotherapy indermatologic infections. J Am Acad Dermatol. 2010; 62: 917-8.

13. Ameen M. Chromoblastomycosis: clinical presentation andmanagement. Clin Exper Dermatol. 2009; 34: 849-854

14. James WD, Elston DM, Berger TG. Andrews' Diseases ofThe Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Philadelphia:Elsevier Inc; 2011. h. 313-4

15. Pradhan SV, Taiwar OP, Gosh A, Swami RM, KC Shiva Raj,Gupta S. Chromoblatomycosis in Nepal: a Study of 13 cases.Indian J Dermatoly, Venerol, and Leprol. 2007; 73: 176-8.

16. Silva JP, De Souza W, Rozental S. Chromoblastomycosis: aretrospective study of 325 cases on Amazonic Region (Brazil).Mycopathologia. 1998;143:171-5

17. Minotto R, Bernardi CDV, Mallmann LF, Edelweiss MIA,Scroferneker ML, Chromoblastomycosis: A review of 100cases in the state of Rio Grande do Sul, Brazil. J Am AcadDermatol. 2001;44:585-92.

18. Correia RTM, Valente NYS, Criado PR, Martins JEC.Chromoblastomycosis: report of 27 cases and review ofmedical literature. An Bras Dermatol. 2010; 85(4): 448-54.

19. Torres-Guerrero E, Isa-Isa R, Isa M, Arenas R.Chromoblastomycosis. Clin Dermatol. 2012; 30: 403-8.

20. Chandran V, Sadanandan SM, Sobhanakumari.Chromoblastomycosis in Kerala, India. Indian J Dermatol,Venerol, and Leprol. 2012; 78: 728-33.

21. Martínez RL, Tovar LJM. Chromoblastomycosis. ClinDermatol. 2007; 25: 188-94.

123

BH Kusumaputra & MY Listiawan Keberhasilan pengobatan ketokonazol pada kromoblastomikosis kronis