KEBEBASAN INFORMASI MENURUT UNDANG-UNDANG …
Transcript of KEBEBASAN INFORMASI MENURUT UNDANG-UNDANG …
KEBEBASAN INFORMASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN
INFORMASI PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Asep Sholihin
NIM : 104045201496
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
i
KATA PENGANTAR
الرحیم الرحمن االله بسم
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa
Rahmat dan Inayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini,
walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Shalawat beriringan sanjungan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, yang diutus membawa misi
islam keseluruh pelosok dunia sampai akhirat.
Selanjutnya menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Asmawi, M.Ag selaku Ketua Jurusan dan Afwan Faizin, MA selaku
Sekertaris Jurusan Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dan
melayani dalam penyelesaian skripsi dan melengkapi persyaratan administrasi.
3. Yang terhormat Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum dan Masyrofah, S.Ag, M.Si.
selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan
tenaga untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
ii
4. Segenap pengurus Perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan fasilitasnya.
5. Yang teristimewa pengorbanannya Abah dan Mih tercinta selaku orang tua yang
telah memberikan segalanya baik formil maupun materil serta do’anya tanpa
balas jasanya sampai penulis menyelesaikan masa studi S1.
6. Ayah Isa dan Bunda Erna (almh) selaku orang tua angkat yang selalu penulis
banggakan, H. Said, H. Abdy, H. Abbas, H. Eddy, H. Ade selaku paman yang
banyak memberikan dukungan serta doanya. Adik-adik tersayang H. Ivan, Indra,
Bella, Febby, Hazel, Raihan yang sudah banyak memberikan dukungan beserta
doanya yang tulus ikhlas kepada penulis.
7. Teman-teman Alisansi SS 2004 yang Penulis banggakan: Bang Otink SHI selaku
Kepala suku yang secara aklamasi terpilih menjadi Pemimpin dengan sendirinya
sekaligus Ulama tertampan pada masanya, Bang Ajay calon Kepala Daerah
kawasan Serpong dengan nomor punggung 79, Mas Joko SHI yang bercerita
panjang x lebar dan mampu menjiwai setiap karakter tokoh yang menjadi obyek
ceritanya kepada pendengar yang budiman (bkn budi nanggerang) sehingga
mampu membuat pendengar larut terhanyut dalam ceritanya karna tidak ada
endingnya, Bang bauk el-Marsosepilamits selaku Ustadz berjalan yang siap
bersaing di dunia akhirat sampai dunia maya, Bang Herdud SHI yang dengan
santai menyikapi semua persoalan dengan dialek khasnya yang padat dan simpel
“oh”, Bang Cumi SHI dengan mimiknya yang ketus suka dengan hal yang besar
iii
(besar keingin tahuannya) bukan bangor tak sedap dipandang tp memang bawaan
sejak lahir di dunia fana ini, Bang Arman Mekanik perangkat keras lunak, Bang
Jaki Satria bergitar yang kedua tangannya adalah aset yang sangat berharga
baginya, Bang Dodon SHI, Bang Arul, Mba Rini SHI yang banyak membantu
penulis thanks ya nee, Mba atul SHI yang lg berjuang ngelarin S2 nya tp
terhambat gara-gara mikirin soal Parampaa dan kebanyakan makan Ronde(haha
juskid) klo udah waktunya juga kelar, Mba Uweh SHI yang penulis khawatirkan
jari-jari ditangannya pada kiting karna kebanyakan chating, Mba Santi SHI atau
lebih terkenal dengan sebutan nama “Bak” gelar itu didapat langsung dari pria-
pria tampan SS semoga menjadi bekal klo laper, Mba Putri dan Ibu Dira ayolah
cepet kelarin, Tak lupa pula penulis ucapkan trimakasi kepada teman
seperjuangan: Bang Amed, Bang Ipunk SHI, Bang Nyamuk, Bang Onay SHI
atlet nyendok racun, Bang Iam SHI beserta antek-anteknya Bang Mamet the
fuxx, Bang Abdy, Thanks for all kawan Semoga harapan dan keinginan kalian
tercapai, Amin.
8. Teman-teman Alumni Darr el-Iman :Lukman Dokter kacau beliau yang jadi
anggota militer, Toplik Kyai muda anti bid’ah yang berdakwah pake media kayu
berjalan, Suga, Faiz, Agung, Aris, Hendra, Muin, Iman, Dodi, Nazwah, Erna,
Eha, Intan, Ita, Lia, Elis, Ipong, Ade, Gele, Oncom, Maria terimakasih atas
semua kebersamaannya dan doanya.
9. Teman-teman Club Jazzvanza Honda Jazz celup mampxx, Banditcious, KNC
04(Kawasaki Ninja Club), FNC 09(Freedom Ninja Club) Depok, Monster
iv
Energy 250 Depok, Bromocora, MM motor kalimalang, Pim1, Bm1, Dragg
motor cacing 05 Poltangan, Panjul Dokter motor, Mas Ivi, Dablenk, Lege, Bule,
Iwan, Piyan, Pandul, Rizal, Adank, Edi dan semuanya, terimakasi atas
kebersamaan dan keceriaannya selama ini.
10. Babeh Udin selaku pemegang kunci kostn alias tangan kanan Omah yang penulis
anggap seperti orang tua sendiri yang kadang penghuni kostn suka naro kunci di
sepatu liar alias nganggur dengan moodnya masing-masing penghuni, terimakasi
atas kebaikan dan doanya.
Kebaikan yang telah semua berikan kepada penulis, tak mampu penulis
membalasnya hanya Allah SWT yang akan membalasnya dengan pahala berlipat
ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaatbagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Jakarta, Maret 1432 H/2011 M
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 9
D. Metode Penelitian ............................................................ 10
E. Tinjauan Pustaka .............................................................. 11
F. Sistematika Penulisan....................................................... 12
BAB II TINIJAUAN UMUM TENTANG KETERBUKAAN
INFORMASI DALAM HUKUM ISLAM
A. Konsep Amanah dan Kekuasaan dalam Perspektif al-Qur’an ...... 14
B. Kebebasan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia......... 19
BAB III BATASAN INFORMASI PUBLIK
A. Ruang Lingkup Hak Atas Informasi ................................. 25
B. Hak-Hak Memperoleh Informasi ...................................... 34
C. Pertanggungjawaban Negara ............................................ 35
vi
BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP UNDANG-
UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG
INFORMASI KETERBUKAAN PUBLIK
A. Ketentuan Keterbukaan Informasi publik dalam undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 ........................................ 40
B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Informasi
Keterbukaan Publik ......................................................... 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 57
B. Saran-saran ...................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap negara sudah dipastikan sangat memerlukan berfungsinya keamanan
nasional (national security). Maka dalam rangka berfungsinya keamanan nasional
tersebut, berkaitan dengan informasi, negara diberikan kewenangan menentukan
klasifikasi mengenai informasi-informasi apa saja yang bersifat rahasia (secrecy),
yang dapat membahayakan keamanan nasional apabila dibuka. Akses publik untuk
mendapatkan informasi yang serupa itu dengan demikian tertutup. Pembatasan ini
dibenarkan demi perlindungan terhadap keamanan nasional, namun harus
diseimbangkan dengan hak atas kebebasan memperoleh informasi.
Demokrasi secara sederhana diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat.
Demokrasi berdiri berdasarkan asumsi bahwa dalam sebuah negara yang berdaulat
adalah rakyat. Secara teoritis, demokrasi mendapatkan pembenaran berdasarkan teori
perjanjian sosial membentuk organisasi negara untuk kepentingan seluruh rakyat (res
publica). Dari sisi hukum, perjanjian tersebut terwujud dalam bentuk konstitusi
sebagai hukum tertinggi yang mendapatkan otoritas dari constituent power, yaitu
rakyat itu sendiri.
Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistem demokrasi harus
dijamin bahwa rakyatlah yang sesungguhnya memiliki negara dengan segala
kewenangannya untuk menjalankan semua fungsi kekuasaan negara, baik di bidang
2
legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Rakyatlah yang sesungguhnya berwenang
merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukan pengawasan serta menilai
pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.1
Untuk dapat benar-benar menjalankan kedaulatannya, rakyat harus
mengetahui segala hal tentang penyelenggaraan negara yang menyangkut
kepentingan seluruh rakyat, atau yang disebut sebagai kepentingan publik. Hal ini
sekaligus sebagai pertanggungjawaban lembaga-lembaga penyelenggara negara
kepada publik yang telah memberikan kekuasaan dan kewenangan melalui konstitusi
kepada organ-organ negara.
Jika publik tidak mengetahui segala sesuatu tentang penyelenggaraan negara,
maka dengan sendirinya tidak dapat menjalankan fungsi kedaulatannya. Akibatnya,
negara menjadi organ yang terpisah dan otonom dari publik. Pemerintahan berubah
menjadi pemerintahan birokratik otoriter.2 Demokrasi mensyaratkan adanya
keterbukaan yang meliputi keterbukaan informasi publik dan keterbukaan berupa hak
untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Keterbukaan atau transparansi dalam perkembangannya menjadi salah satu
prinsip atau pilar negara demokrasi demi terwujudnya kontrol sosial. Transparansi
dan kontrol sosial dibutuhkan untuk dapat memperbaiki kelemahan mekanisme
kelembagaan demi menjamin kebenaran dan keadilan. Partisipasi secara langsung
1 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Konstitusii Press, hal. 144 2 Roberto Mangabeira Unger, Law In Modern Society: Toward a Criticism of Social Theory, (New York: The Free Press, 1976), hal. 58
3
sangat dibutuhkan karena mekanisme perwakilan di parlemen tidak selalu dapat
diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Ini adalah bentuk
representation in ideas yang tidak selalu inherent dalam representation in presence.3
Mengingat pentingnya informasi, maka hak atas informasi dan berkomunikasi
diakui sebagai hak asasi manusia. Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.4 Ketentuan tersebut menunjukkan
pentingnya informasi bagi setiap orang, tidak saja terkait dengan penyelenggaraan
negara tetapi juga dalam mengembangkan kehidupan pribadi dan kelompok. Sebagai
hak asasi, maka adalah kewajiban negara untuk memajukan, menjamin, memenuhi
dan melindungi hak-hak tersebut.5
Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang
menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menilai bahwa hak ini penting bagi perjuangan
3 Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, hal. 161-162. Bandingkan dengan pendapat Robert A. Dahl yang menyatakan sumber informasi alternatif sebagai salah satu ciri negara demokrasi modern. Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Judul Asli: On Democracy, Penerjemah: A. Rahman Zainuddin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal. 118. 4 Hasil Perubahan Kedua UUD 1945. Ketentuan ini merupakan penguatan dan pengulangan dari Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3886. 5 Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Hasil Perubahan Kedua.
4
hak-hak yang lainnya. Hak ini menjadi sokoguru pemerintahan yang transparan dan
partisipatoris, yang dengannya menyediakan jalan lempang bagi tersedianya jaminan
pemenuhan hak-hak fundamental dan kebebasan lainnya. Dengan pertimbangan itu
pula, maka hak atas informasi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat kemudian
dimasukkan ke dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Di dalam
Pasal 19 DUHAM dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat
dan menyatakan pendapat. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada
suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa
memandang batas-batas wilayah.
Penguatan atas hak informasi ini dinyatakan dalam Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik 1966 (Kovenan Sipol) yang sudah diratifikasi
melalui UU No. 12 Tahun 2005. Di dalam Pasal 19 Kovenan Sipol dinyatakan bahwa
setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk
kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide apapun,
tanpa memperhatikan medianya, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan,
dalam bentuk seni, atau melalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya. Norma
yang tercantum di dalam instrumen-instrumen pokok ini mengikat Negara Indonesia
dan berlaku sebagai hukum nasional (supreme law of the land). Pemerintah Indonesia
selanjutnya mempunyai kewajiban untuk menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut.
Kewajiban yang diembannya terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati (to respect),
melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil). Kewajiban untuk menghormati
5
(obligation to respect) adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak
melakukan intervensi, kecuali atas hukum yang sah (legitimate).
Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam Pasal
19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia6 sebagai cakupan dari hak atas kebebasan
berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga ditegaskan dalam
Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).7 Hak atas
informasi juga menjadi materi amandemen pertama konstitusi Amerika Serikat.8
Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berpendapat pada November 1999
dalam pertemuan Global Campaign for Free Expression menyatakan sebagai
berikut:9“ Yang tersirat pada kebebasan memperoleh informasi adalah hak
masyarakat dalam membuka jalan untuk memperoleh informasi dan untuk tahu apa
yang sedang pemerintah lakukan atas nama mereka. Tanpa hal-hal itu, kebenaran
akan merana dan partisipasi masyarakat pada pemerintahan akan tetap sepenggal-
sepenggal.”
Namun disadari bahwa setiap hak asasi manusia memiliki batasan, kecuali
untuk hak-hak yang digolongkan dalam rumpun non-derogable rights. Paling tidak
6 Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) 10 Desember 1948. 7 Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 2200 A (XXI) 16 Desember 1966. 8 The Journal of College and University Law, Focus on Secrecy And University Research, The National Association of College And University Attoneys And The Notre Dame Law School, Volume 19, Number 3, 1993. 9 Toby Mendel, Kebebasan Memperoleh Informasi, Sebuah Survey Perbandingan Hukum, Judul Asli: Freedom of Information: A Comparative Legal Survey, Penerjemah: Tim Kawantama, (Jakarta: UNESCO, 2004), hal. 3.
6
batasannya adalah hak asasi manusia orang lain, dan dalam konteks kehidupan sosial
dan bernegara batasannya adalah ketertiban sosial dan keamanan. Batasan ini tertuang
dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan hak
dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.10
Terhadap hak atas informasi juga berlaku batasan tersebut. Batasan untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain, keadilan,
pertimbangan moral, dan nilai-nilai agama adalah batasan yang terkait dengan
informasi privat. Sedangkan batasan berdasarkan pertimbangan keamanan dan
ketertiban umum adalah batasan dalam lingkup informasi publik.
Dalam proses perjanjian sosial, tidak semua hal masuk dalam wilayah yang
diperjanjikan. Terdapat hal-hal yang sifatnya pribadi yang tetap menjadi masalah
tiap-tiap orang. Informasi yang sifatnya pribadi tersebut pada prinsipnya bersifat
rahasia. Hal ini diakui dalam Pasal 28G UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta bendanya.
Namun masing-masing informasi dan prinsipnya tersebut tentu tidak dapat
dipisahkan secara tegas. Negara yang mengelola urusan-urusan publik dituntut juga 10 Batasan ini juga tercantum dalam Pasal 29 UDHR
7
untuk mengetahui, walaupun tidak berarti mencampuri, hal-hal yang bersifat privat
secara terbatas.11
Sedangkan hal-hal yang diperjanjikan baik dalam pactum subjectionis
maupun pactum unionis menjadi urusan publik. Hal-hal inilah yang kemudian
penyelenggaraannya diserahkan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan. Oleh
karena itu, pada prinsipnya segala informasi yang terkait dengan negara adalah
informasi publik. Warga negara berhak mengetahui informasi tersebut.
Namun, terkait dengan tugas negara untuk memelihara ketertiban umum dan
menjaga keamanan dan kedaulatan negara dan warga negara, terdapat beberapa
informasi yang jika diberikan kepada publik akan diketahui oleh pihak-pihak tertentu
atau negara lain. Hal ini dikhawatirkan akan digunakan untuk melakukan sesuatu
yang mengganggu ketertiban dan keamanan serta mengancam eksistensi negara. Oleh
karena itulah, informasi tersebut “disimpan” untuk waktu tertentu dan baru
disampaikan kepada publik setelah melewati waktu tersebut. Inilah yang disebut
dengan “rahasia negara”.
Dengan demikian rahasia negara adalah informasi publik yang untuk
sementara waktu dirahasiakan kepada publik. Rahasia negara adalah batasan atau
pengecualian dari hak atas informasi sebagai hak asasi manusia. Pengecualian ini
harus ditentukan dengan undang-undang. Namun prinsipnya adalah bahwa semua
informasi publik, termasuk informasi yang dimiliki negara, adalah milik publik.
Sebagai suatu pengecualian tentu sifatnya harus terbatas dan limitatif dan berlaku 11 Lihat ketentuan Pasal 17 ICCPR.
8
pada jangka waktu tertentu saja. Agar pengecualian tersebut tetap menjadi satu
kesatuan dan tidak bertentangan dengan hak atas informasi sebagai prinsip utama,
maka sudah sewajarnya dibuat dalam satu produk hukum, bukan diatur dalam produk
hukum tersendiri.
Untuk menetapkan perkecualian tersebut, berdasarkan prinsip artikel 19
UDHR, Toby Mendel mengemukakan uji tiga bagian yang harus dilakukan, yaitu:12
1. Informasi yang bersangkutan harus terkait dengan salah satu sasaran yang
tercantum dalam undang-undang tersebut.
2. Pengungkapannya pasti mengancam timbulnya kerugian yang besar terhadap
tujuan undang-undang itu sendiri.
3. Kerugian pada tujuan itu harus lebih besar dari pada kepentingan masyarakat
untuk memiliki informasi tersebut.
Selain itu, sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi, rakyat juga harus
dilibatkan melalui mekanisme tertentu untuk menentukan informasi apa saja yang
masuk kategori rahasia negara dan diberi hak untuk mengajukan keberatan terhadap
keputusan rahasia negara yang dibuat secara sepihak oleh negara.
Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, karya ilmiah ini berusaha
mengelaborasi lebih lanjut kebebasan informasi dalam konteks Undang-undang
Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, menurut perspektif
12 Toby Mendel,. Kebebasan Memperoleh Informasi, Sebuah Survey Perbandingan Hukum,, hal. 29
9
hukum Islam, maka penulis tertarik untuk, mengkaji lebih dalam bentuk sebuah
skripsi atau karya ilimiah dengan judul
“Kebebasan Informasi Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif Hukum Islam”
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Untuk mengkaji lebih dalam dan mendasar tentang Undang-undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, terutama mengenai ketentuan
keterbukaan informasi publiki, maka penulis perlu membatasi masalah, sedangkan
batasan skripsi yang penulis simpulkan adalah berkisar pada permasalahan yang
berhubungan dengan keterbukaan informasi dalam pandangan hukum Islam.
Dari pembatasan di atas, permasalahan yang hendak dijawab oleh penulis
adalah :
1. Bagaimana aturan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan
informasi publik?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap Undang-undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui aturan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi publik
2. Untuk menjelaskan secara jelas perspektif hukum Islam terhadap Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik dalam
10
hal kebebasan informasi
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi hukum di
Indonesia dalam hal keterbukaan informasi publik
2. Bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengembangkan Studi Ketatanegaraan
Islam (Siyasah Syar’iyyah), serta memberikan kontribusi yang positif bagi
kelangsungan hidup umat manusia
3. Merupakan sumber referensi dan saran pemikiran akademisi dan praktisi di
dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat bagi penelitian
yang lain sebagai bahan perbandingan
D. Metode Penelitian
Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan karya ilmiah adalah
penerapan metodologi yang tepat yang di gunakan sebagai pedoman penelitian dalam
mengungkap fenomena serta mengembangkan hubungan antara teori yang
menjelaskan gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya.
Penelitian ini dapat di golongkan sebagai penelitian normatif, yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder. Teknik pengumpulan data
penelitian ini menggunakan studi dokumenter. Dalam penelitian ini sumber data
dibagi tiga yaitu:13Pertama, sumber data primer meliputi Undang-undang Republik
13 Soerjono Soekamto dan Sri Mujdi, “Penelitian Hukum Normatif ; Suatu Tinjauan Singkat”,
(Jakarta : PT Raja Grafindo 2006), hal. 24.
11
Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik Kedua, Bahan
hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer, seperti, buku-buku tentang keterbukaan informasi, kebebasan
informasi, dan ketatanegaraan Indonesia serta hukum Islam. Ketiga, baha tersier,
yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder seperti, kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif.
Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini , penulis menggunakan
metode teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti.
Artinya, dalam penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat
diperoleh pula pecanderaan yang sisitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi yang diteliti. Pedoman yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
UIN syarif Hidayatullah Jakarta 2008”.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam proposal
skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi
pertimbangan yang diantaranya yaitu, yaitu :
1. Buku yang berjudul Keterbukaan Informasi dan kebebasan Pers, penulis
Ichlasul Amal yang memuat diantaranya pemikiran-pemikiran mengenai
Undang-undang keterbukaan informasi, kemerdekaan pers, akses terhadap
informasi dan pemberdayaan masyarakat.
12
2. Buku yang berjudul Negara Hukum , penulis Muhammad Tahir Azhary yang
menjelaskan tentang negara dalam perspektif hukum Islam,meliputi prinsip
nomokrasi Islam serta konsep-konsep negara hukum kemudian prinsip-prinsip
negara hukum menurut al-Qur’an dan Sunnah.
3. Buku yang berjudul Hak Asasi Manusia, penulis Shalahuddin Hamid, yang
salah satunya menjelaskan nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan,
meliputi kesetaraan, pruralisme, kebebasan, keadilan dan toleransi.
4. Buku yang berjudul “Komunikasi Politik dan Komunikasi Publik” penulis
Effendi Gazali, diantaranya memuat tentang konteks komunikasi politik
Indonesia terkini meliputi kepentingan publik, menunjukkan arah kebijakan,
strategi komunikasi detail.
5. Buku putih pertahanan Negara Republik Indonesia yang diberi judul
“INDONESIA mempertahankan tanah air memasuki abad 21” penulis matori
Abdul Djalil, yang memuat tentang bentuk upaya perubahan pada sisitem
pertahanan negara, konsep, pengawasan serta perubahan yang berkaitan
dengan pertahanan negara di Indonesia.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disajikan dalam 5 (lima) bab yang mana antar bab satu
dengan yang lain ada kesinambungan dan saling melengkapi. Adapun setiap bab
merupakan penekanan atau spesifikasi tambahan mengenai topik-topik tertentu yang
terdiri atas; Bab (I), pendahuluan. Pada bab ini penulis menguraikan tentang dasar
13
pemikiran yang menjadi latar belakang masalah, kemudian pembatasan dan
perumusan masalah , tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan yang menjelaskan alur berfikir penulis. Bab dua. Penulis
menjelaskan tinjauan umum tentang keterbukaan informasi dalam perspektif al-
Qur’an dan hadits, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai Amanah dan
Kekuasaan sebagai konsep dalam hukum Islam kemudian akan dijelaskan mengenai
kebebasan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Bab tiga, penulis
menguraikan tentang kebebasan informasi publik, dalam bab ini meliputi tentang
ruang lingkup keterbukaan informasi publik, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan
tentang hak-hak memperoleh informasi, serta pada akhir bab ini akan dijelaskan
mengenai pertanggungjawaban negara. Selanjutnya, dalam bab empat, penulis
menjelaskan tentang keterbukaan informasi publik dalam pandangan hukum Islam,
dalam bab ini meliputi penjelasan mengenai keterbukaan informasi publik dalam
pandangaan hukum Islam terhadap undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi publik. Terakhir adalah bab lima. Dalam bab ini, penulis
membagi dalam dua sub bab yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.
Kesimpulan dan rekomendasi diletakkan oleh penulis di akhir penulisan
dengan pertimbangan sistematis penulisan skripsi agar mudah dibaca kandungan isi
skripsi ini.
14
BAB II
TINIJAUAN UMUM
TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DALAM HUKUM ISLAM
A. Konsep Amanah dan Kekuasaan dalam Perspektif al-Qur’an
Perkataan amanah yang dalam bahasa Indonesia disebut “amanat” dapat diartikan
“titipan” atau “pesan”1. Dalam konteks “kekuasaan negara” perkataan amanah itu dapat
dipahami sebagai suatu pendelegasian atau pelimpahan kewenangan dan karena itu
kekuasaan dapat disebut sebagai “mandat” yang bersumber atau berasal dari Allah. Adapun
“Amanah pengertiannya mengacu kepada rasa takut kepada Allah, tidak menjual ayat-ayat
Allah dengan harga yang sedikit dan tidak merasa gentar terhadap manusia.2Rumusan
kekuasaan dalam bahasa agama Islam adalah:3
“Kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah yang merupakan suatu amanah
kepada manusia untuk dipelihara dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan dicontohkan
oleh Sunnah Rasulullah. Kekuasaan itu kelak harus dipertanggungjawabkan kepada
Allah”.
Dalam Islam, kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah. Artinya, ia
merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima kekuasaan itu maupun bagi
rakyat nya. Karena itu, kekuasaan adalah amanah dan setiap amanah wajib disampaikan
kepada mereka yang berhak menerimanya, maka kekuasaan wajib disampaikan kepada
mereka yang berhak menerimanya, dalam arti dipelihara dan dijalankan atau diterapkan
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 29 2 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta:Paramadina, 2000), hal. 557
3 M. Daud Ali, M. Tahir Azhary dan Habibah Daud, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hal. 116
15
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang digariskan dalam al-Qur’an
dan dicontohkan dalam tradisi Nabi. Dari pengertian di atas, kajian tentang kekuasaan
sebagai amanah tercantum dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 58
Artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya dan memerintahkan kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS.
An-Nisa : 58)
Apabila ayat tersebut dirumuskan dengan menggunakan metode pembentukan garis
hukum sebagaimana diajarkan oleh Hazairin dan dikembangkan oleh Sayjuti Thalib4, maka
dari ayat tersebut dapat ditarik dua garis hukum yaitu:
Garis hukum pertama : Manusia diwajibkan menyampaikan amanah atau amanat kepada
yang berhak menerimanya.
Garis hukum kedua : Manusia diwajibkan menetapkan hukum dengan adil.
Penyampaian amanah dalam konteks kekuasaan mengandung suatu implikasi bahwa
ada larangan bagi pemegang amanah itu untuk melakukan suatu abuseatau penyalahgunaan
kekuasaan yang ia pegang. Apapun bentuk penyalahgunaan terhadap kekuasaan itu dalam
Islam tidak dapat dibenarkan. Semua bentuk penyalahgunaan terhadap kekuasaan dapat
4 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Qur’an dan Hadits (Jakarta: Tintamas, 1982), hal 6-10
16
dianggap melanggar garis hukum yang pertama dan yang kedua sebagaimana disebutkan
diatas. Kecuali itu, garis hukum yang kedua berkaitan erat dengan garis hukum yang pertama.
Menegakkan keadilan adalah suatu perintah Allah, apabila kekuasaan itu dihubungkan
dengan keadilan, maka dalam Islam implementasi kekuasaan negara melalui suatu
pemerintahan yang adil merupakan suatu kewajiban penguasa dalam pengertian luas
(eksekutif, legislatif, yudikatif, badan hukum dan lain-lain) denagn keadilan merupakan dua
sisi yang tidak dapat dipisahkan. Kekuasaan harus selalu didasarkan kepada keadilan, karena
prinsip keadilan dalam Islam menepati posisi yang sangat berdekatan dengan
takwa.5Sedangkan takwa adalah merupakan suatu tolak ukur untuk menempatkan seorang
manusia yang beriman (muslim) pada posisi yang paling tinggi dalam pandangan Allah yang
Dia namakan sebagai “orang yang termulia di antara manusia” sebagaimana ditegaskannya
dalam QS.al-Hujarat ayat 13
Artinya “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (QS.al-Hujarat :13)
Perkataan atqaakum dalam ayat ini mengandung makna “orang yang paling takwa”.
Maka dapat dipahami bahwa seseorang penguasa yang menegakkan keadilan berarti ai telah
5 QS. al-Maaidah/5:8.
17
mendekatkan dirinya pada posisi takwa yang akan mengantarkannya pada suatu derjat
tertinggi di sisi Allah, seperti telah dikemukakan di atas bahwa setiap kekuasaan yang
dilaksanakan dengan adil dipandang dari sudut Islam akan merupakan rahmat dan
kesejahteraan bagi setiap orang termasuk si penguasa itu sendiri. Sebaliknya, apabila
kekuasaan itu diterapkan secara zalim (tiran, diktator, otoriter atau absolut) maka kekuasaan
itu akan menjadi bumerang dalam bentuk bencana, malapetaka dan laknat (kutukan) dari
Allah yang akibatnya tidak akan terlepas bagi si penguasa itu sendiri.6
Di atas telah disebutkan bahwa dalam Islam kekuasaan adalah amanah. Prinsip ini
ditegaskan oleh Rasulullah dalam suatu ucapannya kepada seorang sahabatnya yang bernama
Abu Dzar. Nabi berkata:
“Hai Abu Dzar, engkau adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya jabatan
sebagai pemimpin adalah amanah yang berat dan kelak pada hari kiamat ia akan menjadi
penyebab kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang telah mengambilnya dengan cara
yang benar dan melunasi kewajiban-kewajiban yang harus dipikulnya”.
Ada beberapa hal yang memerlukan penjelasan tentang hadits Rasulullah itu. Pertama,
jabatan sebagai pimpinan di sini adalah pimpinan formal yang berkaitan dengan jabatan
kenegaraan atau jabatan pada instansi pemerintah. Jabatan sebagai pemimpin dalam hadits ini
tentu tidak terbatas pada pemimpin tertinggi dalam suatu struktur pemerintahan. Tetapi juga
bagi setiap orang yang diserahi kekuasaan yang berkaitan dengan jabatannya itu. Pengertian
ini dapat dihubungkan atau disimpulkan dari suatu hadits lain yang berbunyi:7
“Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan dimintai
pertanggungjawaban mengenai orang yang dipimpinnya. Seorang kepala negara adalah
pemimpin bagi rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai rakyatnya”. 6 Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan., terjemahan Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan, 1984), hal 98 7 Bukhari, Kitab al-Ahkam, Bab I. Muslim, Kitab al-Imarah, Bab 5, al-Maududi, hal 98
18
Secara eksplisit dalam hadits di atas Nabi mengkualifisir bahwa setiap muslim adalah
pemimpin dalam arti formal dan non-formal. Dalam arti formal yang dimaksud dengan
pemimpin ialah setiap orang yang menduduki suatu jabatan dalam struktur pemerintahan.
Dalam arti non-formal setiap orang yang memegang pimpinan, baik sebagai kepala keluarga
(seorang ayah atau suami, maupun sebagai pemimpin masyarakat (suatu kelompok atau
sejumlah orang yang merupakan suatu kumpulan yang tidak resmi). Hal yang kedua
berkaitan dengan hadits Abu Dzar itu ialah jabatan pemimpin yang mengandung kekuasaan
itu adalah merupakan sutu amanah yang berat karena ia dituntut kelak di akhirat untuk
mempertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pertanggungjawaban seorang pemimpin
berkaitan dengan sejauh makna ia telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya dalam
hubungan dengan kekuasaan yang dipegangnya. Apabila kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepadanya sebagai pemimpin telah dilaksanakannya sebagaimana mestinya,
maka bebaslah ia dari pertanggungjawaban itu.
Ketiga, sehubungan dengan hadits Abu Dzar itu, dengan sangat jelas Nabi
mengingatkan bahwa jabatan sebagai pemimpin selalu diiringi oleh pertanggungjawaban
terhadap kewajiban-kewajibannya. Hal ini berarti bahwa dalam Islam, seorang pejabat negara
yang memegang kekuasaan, memegang pula kewajiban dan kewenangan. Dengan demikian
dapat pula disimpulkan bahwa makna kekuasaan dalam Islam adalah kewajiban dan
kewenangan (otoritas). Jadi, kekuasaan tidak hanya mengandung makna sempit yaitu otoritas
atau kewenangan belaka, namun kekuasaan adalah kewajiban di samping kewenangan.
Dalam implementasinya, kewajiban harus didahulukan dari kewenangan yang merupakan
hak-hak penguasa.8Yang dimaksud dengan hak-hak penguasa di sini ialah hak-hak yang
timbul atu lahir dari kewenangannya. Dalam Islam kewajiban dan kewenangan penguasa
8 Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal 163-164
19
harus ditempatkan secara proporsional,sehingga terjamin suatu implementasi kekuasaan yang
dipegangnya secara adil dan jujur.
B. Kebebasan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia
Prinsip kebebasan (Al-Hurriyah) benar benar mendapat tempat dalam presepsi Islam.
Jadi keliru apabila Islam dianggap menyebarkan agama dengan pedang. Rasulullah tidak
melarang sahabat untuk berbeda pendapat denagan beliau. Hal ini tampak dalam penyusunan
strategi perang yang diikuti nabi. Sebagai contoh Perang Badar dan Perang Uhud. Dalam
perang Badar Nabi memutuskan posisi bagi beliau dan pasukan Islam pada suatu tempat
dekat mata air. Kemudian seorang dari kelompok Ansor, bernama Hubab bin Mundhir datang
menghadap Nabi dan menayakan apakah keputusan Nabi itu atas petunjuk Allah, sehingga
beliau dan pasukan Islam tidak boleh bergeser dari tempat itu, atau keputusan itu beliau ambil
sebagai pemikiran strategi perang biasa. Nabi menjawab bahwa keputusan itu semata-mata
perhitungan beliau dan tidak atas petunjuk Allah, “Kalau demikian halnya”, kata Hubab,
“Wahai utusan Allah tempat ini kurang tepat. Sebaiknya kita lebih maju ke muka, ke mata air
yang paling depan. Kita bawa banyak tempat air untuk kita isi dari mata air itu, kemudian
mata air kita tutup dengan pasir. Kalau nanti misalnya terpaksa mundur kita masih dapat
minum, sedangkan musuh tidak”. Nabi menerima baik saran Hubab itu. Beliau bangun dan
bergerak maju dengan pasukan islam menuju lokasi yang ditunjukkan oleh Hubab.9
Islam memberikan hak kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat bagi umat
Islam, sepanjang kebebasan tersebut digunakan untuk menyebarluaskan kebenaran dan
kebajikan dan bukan untuk kejahatan dan kekejian, seperti di gambarkan dalam QS. Saba
ayat 46
9 Sjadzali Munawir, Islam dan Tata Negara.(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1993), hal. 17
20
Artinya “Katakanlah (Muhammad) sesungguhnya aku menasehati kamu dengan satu hal
yaitu agar kalian menegakkan (urusan) untuk Allah berdua-dua (berserikat) atau sendiri-
sendiri”. (QS. Saba : 46)
Konsepsi kebebasan berpendapat ini ditunjukan untuk amar ma’ruf dan nahi munkar.
Untuk soal kebaikan, hak ini telah menjadi kewajiban untuk disampaikan kepada seluruh
ummat manusia. Kewajiban untuk menyampaikan yang benar dan menjauhi yang batil. Jadi
arah kebebasan itu jelas, kebebasan yang bertanggungjawab.” (QS. At-Taubah : 9: 71)
Artinya “(yaitu) mereka yang mengajak kepada kebajikan dan melarang kemungkaran”. (QS.
At-Taubah : 9: 71).
Kemudian al-mawardi lebih lanjut membagi larangan kepada manusia dari kemungkaran
kedalam tiga bagian ;
1. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak-hak Allah Ta’ala.
2. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak-hak manusia.
3. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak bersama antara hak-hak Allah
Ta’ala dan hak-hak manusia.10
Menurut al-Mawardi, manusia dilarang berbuat kemungkaran yang terkait dengan
hak-hak Allah Ta’ala dan hak manusia. Dari pemaparan yang dikemukakan al- 10 Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-sulthaniyyah. Ter. Fadli Bahri, hal. 412
21
Mawardi di atas menjadi jelas bahwa segala bentuk kemungkaran yang terkait dengan
hak-hak Allah maupun manusia itu sangat dilarang.
Dalam Islam hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi juga dilindungi
sepenuhnya. Karena itu, dalam hubungannya ini al-Qur’an secara tegas menggariskan antara
lain dalam surah al-Isra/17:70:
Artinya “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam kami tebarkan mereka
di darat dan di laut serta Kami anugerahi mereka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna daripada kebanyakan makhluk yang telah kami
ciptakan”. (QS. Al-Isra : 70)
Yang dimaksud dengan anak-anak Adam di sini adalah manusia sebagai keturunan
nabi Adam. Ayat tersebut di atas dengan jelas mengekspresikan kemuliaan manusia yang di
dalam teks al-Qur’an disebut karamah (kemuliaan). Mohammad Habsi Ash-Shiddieqy
membagi karamah itu kedalam tiga kategori yaitu (1) kemuliaan pribadi atau karamah
fardiyah (2) kemuliaan masyarakat atau karomah ijtimaiyah; dan (3) kemuliaan politik atau
karomah siyasiyah.11Dalam kategori pertama, manusia dilindungi baik pribadinya maupun
hartanya. Dalam kategori kedua “status persamaan manusia dijamin sepenuhnya” dan dalam
kategori ketiga Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak-hak itu sepenuhnya bagi
setiap orang warga negara, karena kedudukannya yang di dalam al-Qur’an disebut “khalifah
Tuhan di bumi.12
11 Sebagaimana dikutip Ahmad Syafii Maarif,op.cit.,hal. 169 12 ibid
22
Proklamasi al-Qur’an melalui ayat-ayat tersebut di atas mengandung kebebasan dan
perlindungan terhadap hak-hak dasar yang dikaruniakan Allah kepadanya. Kebebasan dan
perlindungan terhadap hak-hak tersbut dalam Islam ditekankan pada tiga hal yaitu (1)
persamaan manusia; (2) martabat manusia; dan (3) kebebasan manusia. Dalam persamaan
manusia sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an telah menggariskan dan menetapkan
suatu status atau kedudukan yang sama bagi semua manusia. Karena itu, al-Qur’an
menentang dan menolak setiap bentuk perlakuan dan sikap yang mungkin dapat
menghancurkan prinsip persamaan, seperti diskriminasi dalam segala bidang kehidupan,
feodalisme, kolonialisme dan lain-lain.
Tentang martabat manusia berkaitan erat dengan karamah atau kemulian yang
dikaruniakan Allah kepadanya. Manusia diciptakan Allah dengan suatu martabat yang sangat
berbeda dengan makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya, manusia memiliki atribut atau
perlengkapan fisik dan rohani tersendiri yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lainnya.
Salah satu ciri yang memberikan martabat dan kemuliaan kepada manusia adalah
kemampuan manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya bagai suatu atribut yang
hanya dimiliki manusia. Dengan struktur fisik atau naluri memiliki martabat dan kemuliaan
yang harus diakui dan dilindungi.
Tentang kebebasan manusia dalam Islam sekurang-kurangnya ada lima kebebasan
yang dapat dianggap sebagai hak-hak dasar manusia. Lima macam kebebasan itu adalah (1)
kebebasan beragama; (2) kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat sebagai “buah
pikirannya”; (3) kebebasan untuk memiliki harta benda; (4) kebebasan untuk berusaha dan
memilih pekerjaan; dan (5) kebebasan untuk memilih tempat tempat kediaman. Lima macam
kebebasan tersebut di atas bukan hanya diakui tetapi juga wajib dilindungi dalam negara
hukum menurut al-Qur’an dan sunnah.
23
Kebebasan berpikir, menyatakan pendapat dan memperoleh informasi termasuk
dalam kategori kebebasan yang universal. Islam mengakui dan melindungi kebebasan ini.
Kebebasan berpikir erat kaitannya dengan kebebasan untuk memperoleh informasi dan
menyatakan pendapat. Ia termasu dalam kebebasan setiap manusia. Dalam al-Qur’an cukup
banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir. Ia merupakan salah satu
esensi ajaran Islam. Agama Islam sendiri bersendikan akal, sebagaimana ditegaskan oleh nabi
Muhammad: “al-diinu ‘aqlun”, artinya: “Agama (Islam) adalah akal” karena sesuai dengan
sifatnya yang rasional. Semua ajaran dalam agama Islam sejak dari konsep tentang Tuhan
sampai pada gambaran tentang hari kiamat, semuanya dapat diserap dan dicerna dengan
menggunakan logika. Posisi akal dalam Islam sangat dihargai, sehingga ia dapat merupakan
salah satu sumber dalam hukum Islam sendiri yaitu sebagai sumber hukum Islam ketiga.
Kebebasan berpikir merupakan salah satu fitrah manusia atau watak aslinya.
Termasuk dalam pengertian ini adalah kebebasan manusia menggunakan pikirannya untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah dijumpai suatu kenyataan bahwa hanyalah
Islam yang sejak semula lahirnya mendorong setiap manusia untuk menuntut ilmu dan
menggunakan pikirannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an sendiri berisi
banyak informasi sebagai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang ditawarkan kepada manusia
untuk dipikirkan dan dikembangkan dengan akal pikirannya.13
Dalam ajaran Islam kebebasan berpikir sangat dihargai, sehingga orang yang berani
menyatakan pendapatnya yang benar di hadapan orang penguasa yang otoriter, tiram atau
zalim dinilai sebagai suatu perjuangan yang paling mulia. Hal ini ditegaskan dalam hadits
Nabi:
13 Kata-kata al-ilm atau ‘ilmun disebut dalam al-Qur’an hampir 100 kali
24
“Perjuangan yang paling mulia adalah mengucapkan atau menyatakan kebenaran di hadapan
seorang penguasa yang zalim (tiran)”.14
Kebebasan berpikir dan kebebasan menyatakan pendapat harus berdasarkan kepada
tanggung jawab yang tidak boleh mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan suasana
permusuhan dikalangan manusia sendiri.15Dengan perkataan lain, kebebasan berpikir tidaklah
berarti bahwa setiap orang bebas menghina, atau memperolok-olokan orang lain. Kebebasan
berpikir dan kebebasan menyataakn pendapat dalam Islam haruslah dipahami dalam konotasi
yang positif.
Bagan di bawah ini memuat suatu konsep dasar yang tidak menutup kemungkinan
bagi pengembangan hak-hak itu, sesuai dengan kemaslahatan manusia. Namun sebagai inti
hak-hak asasi dalam Islam adalah (1) kemuliaan, (2) hak-hak pribadi dan (3) kebebasan
manusia.
Bagan Hak-hak Manusia dalam Hukum Islam Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Kemulian Hak-hak pribadi Kebebasan
Pribadi
Masyarakat
Politik
Persamaan
Martabat
Kebebasan
Beragama
Berpikir
Menyatakan pendapat
Berbeda pendapat
Memiliki harta benda
Berusaha
Memilih pekerjaan
Memilih tempat
kediaman
14 Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam”, terjemahan A.Rahman Zaenuddin dalam The Review,
International Commission of Jurist, June, 1974 hal 12 15 Berdasarkan prinsip “Amar ma’ruf nahi munkar” (QS. Ali Imran/3:104).
25
BAB III
BATASAN INFORMASI PUBLIK
A. Ruang Lingkup Hak Atas Informasi
Pada era reformasi terjadi perubahan yang cepat dalam sistem Pemerintah Indonesia.
Pada masa ini pemerintah mulai membuka kran keterbukaan informasi bagi masyarakat.
Sehingga masyarakat memiliki ruang lebih terbuka untuk memperoleh informasi dari Badan
Publik Pemerintah maupun Badan Publik non-Pemerintah dalam menjalankan fungsi, tugas
dan wewenangnya.1 Dengan semakin diperlukannya keterbukaan informasi, upaya
Pemerintah bersama DPR berhasil melahirkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Keterbukaan informasi bagi publik yang diatur dalam undang-undang tersebut
merupakan sebuah jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait dengan
penyelenggaraan negara. Hak mendapatkan informasi juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28F
yang berbunyi, ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Keterbukaan informasi sejalan dengan salah satu pilar reformasi yakni transparansi.
Secara komprehensif UU KIP mengatur mengenai kewajiban badan/pejabat publik dan bagi
lembaga masyarakat/ badan publik non Pemerintah lainnya untuk dapat memberikan
pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
Lahirnya UU KIP ini juga mengubah paradigma berpikir, baik masyarakat maupun
1 Henri Subagyo, Acces to Information Law in Indonesia,(Yogyakarta :Tiara Wacana,2005), hal .297
26
penyelenggara negara. Sebelun UU KIP lahir paradigma terhadap informasi penyelenggaraan
negara yang terjadi adalah ”Informasi penyelenggaraan negara bersifat rahasia, kecuali
sebagian kecil yang dibuka untuk masyarakat”. Setelah UU KIP lahir paradigma tersebut
harus berubah menjadi ”Setiap informasi penyelenggaraan negara bersifat terbuka , hanya
sebagian kecil yang dikecualikan.”
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik akan memaksa
tradisi pemerintahan yang tertutup untuk berubah menjadi tradisi yang terbuka. Mandat yang
harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk membuka informasi yang selama ini dikatakan
sebagai rahasia negara jelas disampaikan dalan undang-undang ini. Bahkan tidak hanya
terhadap birokrasi (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) saja, tetapi juga penyelenggara
negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi
nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti
lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau
menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional,
universitas merupakan sebuah badan publik penyelenggara negara dalam bidang pendidikan
yang mengurusi jenjang pendidikan tinggi. Anggaran bagi pelaksanaan universitas juga
ditopang oleh APBN dan pembayaran biaya pendidikan oleh mahasiswa. Tentunya jika
merujuk pada pengertian badan publik dalam UU KIP, universitas merupakan salah satu
badan publik yang wajib membuka informasi bagi masyarakat. Dengan kata lain, sejak UU
27
KIP ini berlaku per 30 April 2010, maka Universitas wajib menyediakan informasi baik yang
bersifat serta merta, berkala, maupun tersedia setiap saat.2
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memuat XIV bab terdiri
dari 64 pasal. Eksistensi Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat
penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk
memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan
Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3)
pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi
sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 (satu) Angka 3 (tiga) UU No. 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri”.3
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi
Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Melalui
mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik
dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu
prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki. Dengan membuka akses publik
3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta penjelasannya, Citra Umbara, Bandung
28
terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan
berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat
mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis
mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan
yang baik (good governance).4
Dalam ketentuan umum UU No. 14 Tahun 2008 disebutkan begitu jelas mengenai
terminologi-terminologi yang berkaitan dengan batasan-batasan serta ruang lingkup yang
berkaitan dengan subyek dan obyek UU tersebut. Kecuali dalam hal tertentu yang
disebutkan maka setiap informasi yang bersifat publik pada dasarnya bisa diakses oleh publik
karena pada dasarnya implikasi dari keterbukaan informasi lebih memberikan implikasi
positif dalam konteks penyelenggara negara maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
Namun demikian bahwa pengguna informasi pubik sama-sama mempunyai tanggungjawab
menggunakan hasil informasi yang diperolehnya sesuai dengan ketentuan perundangan yang
berlaku serta mencantumkan sumber informasi baik untuk kepentingan pribadi maupun
kepentingan publikasi. Pada prinsipnya setiap badan publik wajib memberikan informasi
yang diminta oleh pengguna informasi atau masyarakat kecuali dalam hal-hal tertentu dan
bersifat sangat terbatas sebagaimana dalam pasal 6 ayat 3 dengan semua itemnya. Selain
batasan dalam pasal tersebut terdapat katagorisasi yang secara jelas diberikan batasan
pengecualian informasi yang tidak dapat diakses oleh pengguna informasi sebagaimana
disebutkan dalam pokok pasal 17 yang hampir kesemunya berkaitan dengan strategi,
keselamatan serta martabat negara hal itupun tidak bersifat permanen. Diluar yang
dikecualikan tersebut segala informasi bisa diakses oleh pengguna informasi tau masyarakat
4 Ryaas Rasyid, Mewujudkan pelayanan Prima dan Good governance,( jakarta:gramedia
pustaka,2002), hal 207
29
dan menjadi kewajiban bagi Badan Publik baik itu pemerintah, BUMD, BUMN, Partai
Politik maupun lembaga swadaya masyarakat.
Bagi pengguna informasi/masyarakat bisa mengakses informasi kepada badan publik
sesuai dengan ketentuan UU dan PP nya serta aturan yang dikeluarkan oleh Komisi
Informasi dengan tetap mengacu kepada Undang-undang.
Dalam menjalankan UU tersebut dibentuk sebuah Komisi Informasi yang berada
ditingkat pusat dan provinsi serta bila diperlukan bisa dibentuk di daerah kabupaten/Kota.
Komisi Informasi adalah lembaga independen yang berfungsi menjalankan undang-undang
serta peraturan pelaksanaanya dan menetapkan standar layanan informasi dan penyelesaian
sengketa mellui mediasi serta Ajudikasi non litigasi. Kedudukan Komisi Informasi Provinsi
berkedudukan di Ibu kota Provinsi. Berdasarkan pasal 25 bahwa untuk anggota Komisi
Informasi di Provinsi berjumlah 5 (lima) orang sedangkan di tingkat pusat 7 (tujuh) orang.
Tugas dari Komisi Informasi provinsi secara jelas adalah menerima, memeriksa dan
memutuskan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi
sedangkan segala kewenanganya diatur dalam pasal 27 seperti memanggil pihak-pihak yang
bersengketa sedangkan pertanggungjawaban diberikan kepada Gubernur dan DPRD. Dalam
menjalankan tugas rutinya berkaitan dengan sekretariat Komisi Informasi provinsi
dilaksanakan oleh pejabat yang bertugas dan wewenangnya dibidang komunikasi dan
informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan. Rekruitmen atau pengangkatan dan
pemberhentian Komisi Informasi diatur dalam UU ini beserta PP nya.
Hal-hal yang berkaitan dengan keberatan serta penyelesaian sengketa, ketentuan
formil atau hukum acara yang berkaitan dengan mediasi dan Ajudikasi melalui Komisi
Informasi secara jelas diatur dalam Undang-undang ini. Apabila putusan Komisi Informasi
tidak memuaskan semua dan/atau salah satu pihak yang bersengketa maka para pihak
30
mengajukan gugatan melalui pengadilan TUN apabila yang digugat/termohon adalah Badan
Publik negara dan melalui pengadilan negeri setempat apabila yang digugat/termohon adalah
Badan Publik selain Badan Publik negara. Apabila dalam putusan pengadilan tersebut
terdapat pihak yang tidak puas maka bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah agung paling
lambat 14 (empat belas hari) sejak diterimanya putusan salah satu atau kedua pengadilan
tersebut.5
Ketentuan pidana yang digunakan untuk mengancam para pihak yang melawan
hukum berkaitan dengan Undang-undang ini diberlakukan sesuai dengan ketentuan khusus
(lex specialis) berdasarkan ketentuan dalam pasal 56. Dalam ketentuan pidana tersebut secara
jelas mengancam para pihak baik pihak Badan Publik maupun pengguna informasi yang
melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 50 sampai pasal 55
dalam UU No 14 Tahun 2008 ini. Namun demikian tuntutan pidana dalam persoalan yang
menyangkut keterbukaan informasi publik sesuai dengan Undang-undang ini merupakan
delik aduan dan bukan delik laporan. Sedangkan dalam konteks mekanisme ganti rugi akan
diatur dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-undang ini.
1. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Badan Publik
Dalam rangka mewujudkan sistem pelayanan yang cepat, tepat, dan sederhana, setiap
Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; yang dalam
pelaksanaan tugas serta tanggung jawabnya dibantu oleh pajabat fungsional. Pejabat
Penyedia Informasi Publik melakukan tugas:
5 http://www.depkominfo.go.id/?action=view&pid=newsid=5183 di unduh pada tanggal 16 Desember
2010 pada pukul 17.15
31
1. Pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Nomor
14/2008 dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu
dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang
2. Menyebarluaskan Informasi Publik dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat
dan dalam bahasa yang mudah dipahami
Proses perolehan informasi dari badan publik dapat dilakukan melalui media online
dengan akses bebas maupun regristrasi dan media offline dengan Print out, Copy ke cakram
(disc), maupuan Copy ke flashdisk. Di sisi lain Badan Publik bisa mengirim informasinya
melalui simpul tertentu seperti SKPD yang lain, DPRD, Perguruan TInggi, LSM/ NGO,
Kelompok masyarakat, Pemesan Khusus.
Kewajiban Badan Publik pasal 7, pasal 9 dan pasal 10 undang-undang ini adalah:
1. Menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di
bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang
dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
2. Menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
3. Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk
mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan
mudah.
4. Membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi
hak setiap Orang atas Informasi Publik, berupa memuat pertimbangan politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
5. BadanPublik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non-
elektronik.
32
6. mengumumkan Informasi Publik secara berkala yang meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
7. Memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
8. Menyebarluaskan Informasi Publik disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau
oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
9. Mengumumkan dengan segera suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum.
10. Membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat,
mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik
yang berlaku secara nasional.
Standar jenis informasi yang harus disediakan oleh Badan Publik milik pemerintah
(non badan usaha) adalah:
1) Informasi mengenai Peraturan beserta turunan pelaksanaanya
2) Informasi mengenai segala bentuk pengadaan barang dan jasa mulai dari penjadualan,
panitia serta pemenangan hingga alasan yang dipakai dalam pemenangan tersebut.
3) Informasi mengenai seputar masalah yang berkaitan dengan tupoksi.
4) Informasi mengenai rincian atau hasil perhitungan pemakaian anggaran Negara.
5) Informasi mengenai profil dan/atau jumlah kekayaan pimpinan maupun pejabat
dan/atau pegawai .
6) Informasi mengenai program dan renstra serta anggaran yang diproyeksikan.
33
Sedangkan standar informasi yang wajib disediakan oleh BUMN/BUMD berdasarkan
pasal 14 antara lain:
1) Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka
waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
2) Nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris
perseroan;
3) Laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung
jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;
4) Hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga
pemeringkat lainnya;
5) Sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;
6) Mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
7) Kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik;
8) Pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;
9) Pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
10) Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
11) Perubahan tahun fiskal perusahaan;
12) Kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;
13) Mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
14) Informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan
Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.
34
B. Hak-Hak Memperoleh Informasi
Dari aspek hukum dan sosial, kemudahan memperoleh, memiliki, dan menyimpan
informasi merupakan hak asasi yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28F. Informasi menjadi
landasan individu untuk menjalin komunikasi dengan sesamanya, mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya. Di sisi lain, secara politis, hak publik untuk memperoleh informasi
merupakan salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang
terbuka yang diatur dalam perundang-undangan.
Hak atas informasi sangat penting karena dalam mewujudkan negara yang demokratis
semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka berarti
penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Kemudahan untuk
memperoleh informasi akan memicu partisipasi publik dan kualitas pelibatan masyarakat
dalam penyelenggaraan negara dan proses pengambilan keputusan publik. Terbukanya akses
publik terhadap Informasi akan memotivasi Badan Publik untuk bertanggung jawab dan
berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya.6 Hal ini akan mempercepat
perwujudan pemerintahan yang terbuka sekaligus upaya untuk mencegah praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) dan terciptanya pemerintahan yang baik (good governance).
Diberlakukannya UU 14/2008 sekaligus juga menunjukkan kemauan politik
pemerintah untuk merespon gerakan kesadaran masyarakat sipil dalam mendukung
penyelenggaraan negara yang baik dan transparan; sekaligus membuka dialog dengan elemen
masyarakat seperti LSM, dan kelompok-kelompok masyarakat agar terlibat aktif dalam
pengambilan kebijakan publik. Secara politis dan hukum, pemberlakuan UU No. 14/2008
memberikan landasan bagi pemerintahan yang terbuka dan akuntabel.
6 Makalah Keterbukaan Informasi Publik Kedaulatan Rakyat Ahmad Nyarwi, MSi. Pada acara
penyambutan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, tanggal 06 Mei 2010 di Universitas Gadjah mada Bulaksumur Yogyakarta.
35
Sebagai UU yang memberikan napas bagi pemenuhan hak asasi manusia, maka UU
keterbukaan Informasi Publik membawan konsekuensi dalam penerapannya. Saat ini telah
ada 75 negara di dunia yang telah memiliki dan memberlakukan undang-undang akses
informasi atau undang-undang kebebasan informasi. Meskipun demikian, praktek adopsi
undang-undang di bawah standar terjadi di beberapa negara dengan tidak melaksanakan
sepenuhnya dalam praktek. Aspek monitoring penerapan UU KIP sangat dibutuhkan untuk
membantu pemerintah dan badan publik untuk lebih responsif dan memenuhi hak atas
informasi publik
Keterbukaan informasi publik harus dipahami sebagai sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lain serta segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Indonesia menajdi negara ke-76 di dunia
yang mengadopsi prinsip-prinsip kebebasan informasi.7 Potensi kelemahan dalam UU KIP
kita adalah pasal sanksi dalam Pasal 51 UU KIP yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 juta rupiah”.
C. Pertanggungjawaban Negara
Sebuah negara dan pemerintahan akan memiliki keabsahan hanya jika warga negara
dan masyarakat memberikan pengakuan atas otoritasnya. Artinya ada semacam “kontrak”
antara negara dengan warga negara dimana negara hanya absah selama bertindak
7 Shalahuddin hamid, Hak asasi Manusia dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Amissco,2000), hal. 116-117
36
menjalankan kekuasaan pemerintahan dengan asas-asas kedaulatan rakyat.8 Kontrak di sini
memungkinkan semua warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan yang menetapkan batas-batas yang layak bagi hukum dan ruang
lingkup kegiatan pemerintah. Pemerintah hanyalah pemegang mandat rakyat yang setiap 5
tahun sekali akan dievaluasi melalui pemilu. Pemerintah memiliki kewajiban untuk
melaksanakan mandate tersebut. Di sinilah pemerintah harus memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan kekuasaan
negara.9 Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan memberikan jaminan
hokum bagi masyarakat untuk memiliki akses informasi sehingga masyarakat dapat
berpartisipasi khususnya melakukan pengawasan dan kontrol atas pemerintahan. Sebenarnya
Indonesia pun sudah menunjukkan kemajuan dalam mengadopsi soal pengakuan atas hak
informasi ini, karena dalam konstitusinya, terutama dalam Perubahan Kedua UUD 1945 pasal
28F, menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta brhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia”.
Dengan demikian, maka hak atas Informasi tidak saja merupakan hak asasi melainkan
juga hak konstitusioanal rakyat Indonesia. Esensi dari pengakuan ini adalah bahwa hak atas
informasi sebenarnya merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia, baik sebagai
8http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/sosial-politik/2431-rahasia-negara-dan-keterbukaan-
informasi-pu. di unduh pada hari jum’at tanggal 24 Januari 2010 pada pukul 23.45
9 T.May Rudy, Hukum Internasioanal 2,(Bandung: PT. Refika Aditama,2006), hal 11
37
warga negara maupun sebagai pribadi. Negara memperkuat kewajiban untuk memberikan
hak memperoleh informasi dengan telah diratifikasinya Kovenan ICCPR: International
Covenant on Civil and Political Rigts, 1966 (dimasukkan dalam hukum 1976). Kofenan ini
menerangkan lebih detail tentang hak sipil dan politik yang menyebutkan lebih awal dalam
Deklarasi Universal HAM dan secara hukum mengikat pada Negara-negara yang telah
meratifikasinya. Bersama yakni ICCPR, ICESCR, dan UNDHR yang kita ketahui sebagai
International Bill of Rights. ICCPR meliputi
1. Hak untuk hidup
2. Hak bebas dari siksaan dan perbudakan,
3. Hak kemerdekaan (kebebasan) dan aman
4. Hak bebas dalam gerakan, berkumpul, berpikir, beragama dan berekspresi
5. Persamaan hak hukum
6. Hak Keleluasaan pribadi
7. Hak Persamaan dalam perkawinan
8. Hak Menikmati kebudayaan
Dengan demikian sebagai bentuk pertanggungjawaban negara dalam melaksanakan
mandat masyarakat, pemerintah harus mengundangkan RUU KMIP. Keberadaan keterbukaan
informasi publik akan mendorong terwujudnya negara ideal di mana akan terwujud clean
government dan good governance. Di satu sisi KMIP memang akan menguntungkan bagi
pihak luar untuk berinvestasi karena semuanya transparan. Pada sisi ini kekuatiran bahwa
KMIP hanya akan menguntungkan kaum pemodal dapat diterima. Namun di sisi lain,
transparansi yang akan tercipta dengan adanya KMIP dapat digunakan sebagai alat untuk
menekan penyelewengan yang biasanya dilakukan karena adanya kolusi antara penguasa dan
pengusaha. Kasus impor beras, misalnya. Indonesia tidak pernah memiliki data base
38
mengenai ketersediaan beras dan peta rawan pangan. Akibatnya, masyarakat tidak bisa
mengontrol apakah kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras tepat atau tidak. Juga
kebijakan kenaikan BBM yang selalu kontroversi karena masyarakat tidak pernah bisa ikut
berpartisipasi mengawasi pengelolaan informasi perihal BBM. Masyarakat tidak pernah bisa
menilai apakah kebijakan pengelolaan BBM yang dilakukan pemerintah sudah tepat atau
belum. Termasuk penetapan harga satuan BBM yang ada. Wajar jika setiap ada kebijakan
yang dianggap merugikan, masyarakat akan selalu bereaksi. UU KMIP juga memiliki arti
penting bagi akselerasi pelayanan publik yang lebih baik. Contoh kasus, masyarakat di
Semarang sudah berani mempertanyakan pembangunan jalan tol di sana yang tidak sesuai
dengan perda Pemerintahan adalah sebuah sistem dan proses untuk menjalankan sebuah
negara. Sedangkan Pemerintah adalah sebuah organisasi yang diberikan mandat oleh pemilik
kedaulatan di negara tersebut. Di Indonesia pemegang kedaulatan adalah rakyat Indonesia.
Dengan kata lain, pemerintah adalah sekelompok orang yang diberikan mandat oleh rakyat
Indonesia untuk menjalankan sistem, menegakkan hukum, melakukan distribusi
kesejahteraan, dan menjaga ketertiban bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tiap pekerjaan mutlak memerlukan adanya pertanggungjawaban. Selama ini
pertanggungjawaban dilakukan hanya kepada atasan saja. Tidak banyak yang merasa
bertanggung jawab kepada masyarakat. Seharusnya, karena penggunaan anggaran dari
masyarakat, maka badan publik harus bertanggung jawab kepada masyarakat tentang
pelaksanaan tugasnya, penggunaan dana (apa kekurangannya, bagaimana harapan bantuan
dan dukungan masyarakat untuk berpartisipasi). Banyak pengalaman yang menyatakan
bahwa jika pemerintahan dikelola secara terbuka dan siap bekerjasama, akan mengundang
simpati sehingga masyarakat akan merasa senang memberikan dukungan atau bantuan yang
diperlukan dalam usaha peningkatan pelayanan mereka.
39
Untuk dapat mencapai hal tersebut perlu diterapkan konsep Transparansi
(Keterbukaan) dan Akuntabilitas. Transparan/Terbuka, hal ini diperlukan dalam rangka
menciptakan kepercayaan timbal balik antar pemangku kepentingan melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Akuntabel berhubungan dengan pertanggungjawaban untuk melaporkan, menjelaskan dan
membuktikan kebenaran sebuah kegiatan atau keputusan kepada pemangku kepentingan.
Masih maraknya kasus korupsi dan pungutan liar di negara Indonesia menunjukkan
masih terdapat informasi yang tidak disampaikan kepada masyarakat secara komplit. Korupsi
terjadi karena ada informasi yang berbeda antara pemegang informasi dan pengguna
informasi. Pihak pemegang informasi mengetahui dengan pasti detail informasi tersebut,
sedangkan pengguna informasi tidak mengetahui sama sekali. Informasi tersebut bisa berupa
kebijakan, program, maupun anggaran. Sehingga pihak yang menguasai informasi dapat
dengan leluasa ”memainkan” informasi untuk bisa menguntungkan dirinya sendiri. Pemegang
informasi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pemegang mandat untuk melaksanakan
jalannya negara ini, dalam hal ini pengelola badan publik. Sedangkan pengguna informasi
adalah pemberi mandat dan pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini, yaitu masyarakat
Indonesia.
40
BAB IV
ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN
2008 TENTANG INFORMASI KETERBUKAAN PUBLIK
A. Ketentuan Keterbukaan Informasi publik dalam undang-undang Nomor 14 Tahun
2008
Selama lebih dari 32 tahun, baik kalangan pemerintah maupun masyarakat Indonesia,
berada dalam era ketertutupan. Banyak hal dijadikan alasan oleh kalangan birokrasi sebagai
rahasia negara yang tidak boleh diketahui masyarakat, dan masyarakatpun ”dipaksa” mentaati
apa yang dilakukan pemerintah tersebut. Sebagai contoh, masalah Anggaran masih dipandang
sebagai ”rahasia dapur” pemerintah. Bahkan hingga saat ini, diberbagai instansi di Indonesia
masih terjadi ketertutupan. Keadaan ini sudah membentuk tradisi yang susah diubah.1
Pada era reformasi terjadi perubahan yang cepat dalam sistem Pemerintah Indonesia.
Pada masa ini pemerintah mulai membuka kran keterbukaan informasi bagi masyarakat.
Sehingga masyarakat memiliki ruang lebih terbuka untuk memperoleh informasi dari Badan
Publik Pemerintah maupun Badan Publik non-Pemerintah dalam menjalankan fungsi, tugas
dan wewenangnya. Dengan semakin diperlukannya keterbukaan informasi, upaya Pemerintah
bersama DPR berhasil melahirkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Keterbukaan informasi sejalan dengan salah satu pilar reformasi yakni transparansi.
Secara komprehensif UU KIP mengatur mengenai kewajiban badan/pejabat publik dan bagi
lembaga masyarakat/ badan publik non Pemerintah lainnya untuk dapat memberikan
pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
1 Arif Wicaksono, Analis Sosial Politik, (Bandung: PT. Refika Aditama,2006), hal. 76
41
Keterbukaan pelayanan informasi publik ini ada beberapa pengecualian, sebagaimana diatur
dalam Bab V Pasal 17 UU KIP.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik akan memaksa
tradisi pemerintahan yang tertutup untuk berubah menjadi tradisi yang terbuka.2 Mandat yang
harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk membuka informasi yang selama ini dikatakan
sebagai rahasia negara jelas disampaikan dalan undang-undang ini. Bahkan tidak hanya
terhadap birokrasi (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) saja, tetapi juga penyelenggara
negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi
nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti
lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau
menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memuat XIV bab terdiri
dari 64 pasal. Eksistensi Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat
penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk
memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan
Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3)
pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi
sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik
yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Melalui mekanisme dan
pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta
2 Stanley Adi Prasetyo, Makalah untuk keperluan seminar Keterbukaan Informasi Publik yang
diselenggarakan Perpustakaan Kristen Petra,tanggal 26 juli 2010 di Kampus UK Petra Surabaya,hal. 11-13
42
masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk
mewujudkan demokrasi yang hakiki3. Dengan membuka akses publik terhadap Informasi
diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada
pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat
perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik(Good
Governance)
Prinsip utama Good Governance yakni
1. Akuntabilitas (pertanggunggugatan) politik, terdiri dari :
Pertama, pertanggunggugatan politik yakni adanya mekanisme penggantian pejabat
atau penguasa secara berkala, tidak ada usaha membangun monoloyalitas secara
sisitematis, dan adanya definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran
kekuasaan di bawah kerangka penegakan hukum.
Kedua, pertanggunggugatan publik, yakni adanya pembatasan dan
pertanggungjawaban tugas yang jelas. Akuntabilitas merujuk pada pengembangan
rasa tanggung jawab publik bagi pengambil keputusan di pemerintah, sektor privat
dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana halnya kepada pemilik (stakeholder).
Khusus dalam birokrasi, akuntabilitas merupakan upaya menciptakan sisitem
pemantauan dan mengontrol kinerja kualitas, infisiensi, dan perusakan sumber daya,
serta transparansi manajemen keuangan, pengadaan, akunting, dan dari pengumpulan
sumber daya.
3 Al Araf, Penunggang Gelap Demokrasi Disampaikan pada Diskusi Terbuka RUU Rahasia Negara dan Ancaman Kebebasan Informasi Publik (Jakarta: 18 Februari 2008)
43
2. Transparansi (keterbukaan) dapat dilihat 3 aspek : (1) Adanya kebijakan terbuka
terhadap pengawasan, (2) Adanya akses informasi sehingga masyarakat
dapatmenjangkau setiap segi kebijakan pemerintah, (3) Berlakunya prinsip check and
balance antarlembaga eksekutif dan legislatif). Tujuan transparansi membangun rasa
saling percaya antara pemerintah dengan publik di mana pemerintah harus memberi
informasi akurat bagi publik yang membutuhkan. Terutama informasi handal
berkaitan masalah hukum, peraturan, dan hasil yang dicapai dalam proses
pemerintahan; adanya mekanisme yang memungkinkan masyarakat mengakses
informasi yang relevan; adanya peraturan yang mengatur kewajiban pemerintah
daerah menyediakan informasi kepada masyarakat; serta menumbuhkan budaya di
tengah masyarakat untuk mengkritisi kebijakan yang dihasilkan pemerintah daerah.
3. Partisipasi (melibatkan masyarakat terutama aspirasinya) dalam pengambilan
kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat pemerintah, juga dilihat pada
keterlibatanmasyarakat dalam implementasi berbagai kebijakan dan rencana
pemerintah, termasuk pengawasan dan evaluasi. Keterlibatan dimaksud bukan dalam
prinsip terwakilinya aspirasi masyarakat melalui wakil di DPR melainkan keterlibatan
secara langsung. Partisipasi dalam arti mendorong semua warga negara menggunakan
haknya menyampaikan secara langsung atau tidak, usulan dan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan. Terutama memberi kebebasan kepada rakyat untuk
berkumpul, berorganisasi, dan berpartisipasi aktif dalam menentukan masa depan.
4. Supremasi hukum aparat birokrasi, berarti ada kejelasan dan prediktabilitas birokrasi
terhadap sektor swasta; dan dari segi masyarakat sipil berarti ada kerangka hukum
yang diperlukan untuk menjamin hak warga negara dalam menegakkan
pertanggunggugatan pemerintah.
44
Dengan terpenuhinya prinsip Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara dan pembangunan nasional Indonesia, diharapkan upaya penataan kehidupan
sosial, ekonomi, dan politik akan terwujud sejalan perkembangan peradaban
masyarakat madani. Masyarakat madani adalah tatanan masyarakat yang memiliki
nilai dasar ketuhanan, kemerdekaan, hak asasi manusia dan martabat manusia,
kebangsaan, demokrasi, kemajemukan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan,
kesejahteraan bersama, keadilan, supremasi hukum, keterbukaan, partisipasi,
kemitraan, rasionalitas etis, perbedaan pendapat, dan pertanggungjawaban
(akuntabilitas), yang seluruhnya melekat pada setiap individu dan institusi yang
memiliki komitmen mewujudkannya.4
Dalam ketentuan umum UU No. 14 Tahun 2008 disebutkan begitu jelas mengenai
terminologi-terminologi yang berkaitan dengan batasan-batasan serta ruang lingkup yang
berkaitan dengan subyek dan obyek UU tersebut. Kecuali dalam hal tertentu yang
disebutkan maka setiap informasi yang bersifat publik pada dasarnya bisa diakses oleh publik
karena pada dasarnya implikasi dari keterbukaan informasi lebih memberikan implikasi
positif dalam konteks penyelenggara negara maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
Namun demikian bahwa pengguna informasi pubik sama-sama mempunyai tanggungjawab
menggunakan hasil informasi yang diperolehnya sesuai dengan ketentuan perundangan yang
berlaku serta mencantumkan sumber informasi baik untuk kepentingan pribadi maupun
kepentingan publikasi. Pada prinsipnya setiap badan publik wajib memberikan informasi
yang diminta oleh pengguna informasi atau masyarakat kecuali dalam hal-hal tertentu dan
bersifat sangat terbatas sebagaimana dalam pasal 6 ayat 3 dengan semua itemnya. Selain
batasan dalam pasal tersebut terdapat katagorisasi yang secara jelas diberikan batasan
pengecualian informasi yang tidak dapat diakses oleh pengguna informasi sebagaimana
4 Rocky Gerung, Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, danKepemimpinan Masa Depan,(Jakarta:Kompas,2010), hal. 289-290
45
disebutkan dalam pokok pasal 17 yang hampir kesemunya berkaitan dengan strategi,
keselamatan serta martabat negara hal itupun tidak bersifat permanen. Diluar yang
dikecualikan tersebut segala informasi bisa diakses oleh pengguna informasi tau masyarakat
dan menjadi kewajiban bagi Badan Publik baik itu pemerintah, BUMD, BUMN, Partai
Politik maupun lembaga swadaya masyarakat.
Bagi pengguna informasi/masyarakat bisa mengakses informasi kepada badan publik
sesuai dengan ketentuan UU dan PP nya serta aturan yang dikeluarkan oleh Komisi
Informasi dengan tetap mengacu kepada Undang-undang. Dalam menjalankan UU tersebut
dibentuk sebuah Komisi Informasi yang berada ditingkat pusat dan provinsi serta bila
diperlukan bisa dibentuk di daerah kabupaten/Kota. Komisi Informasi adalah lembaga
independen yang berfungsi menjalankan undang-undang serta peraturan pelaksanaanya dan
menetapkan standar layanan informasi dan penyelesaian sengketa mellui mediasi serta
Ajudikasi non litigasi. Kedudukan Komisi Informasi Provinsi berkedudukan di Ibu kota
Provinsi. Berdasarkan pasal 25 bahwa untuk anggota Komisi Informasi di Provinsi
berjumlah 5 (lima) orang sedangkan di tingkat pusat 7 (tujuh) orang. Tugas dari Komisi
Informasi provinsi secara jelas adalah menerima, memeriksa dan memutuskan Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi sedangkan segala
kewenanganya diatur dalam pasal 27 seperti memanggil pihak-pihak yang bersengketa
sedangkan pertanggungjawaban diberikan kepada Gubernur dan DPRD. Dalam menjalankan
tugas rutinya berkaitan dengan sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh
pejabat yang bertugas dan wewenangnya dibidang komunikasi dan informasi di tingkat
provinsi yang bersangkutan. Rekruitmen atau pengangkatan dan pemberhentian Komisi
Informasi diatur dalam UU ini beserta PP nya.
Hal-hal yang berkaitan dengan keberatan serta penyelesaian sengketa, ketentuan
formil atau hukum acara yang berkaitan dengan mediasi dan Ajudikasi melalui Komisi
46
Informasi secara jelas diatur dalam Undang-undang ini. Apabila putusan Komisi Informasi
tidak memuaskan semua dan/atau salah satu pihak yang bersengketa maka para pihak
mengajukan gugatan melalui pengadilan TUN apabila yang digugat/termohon adalah Badan
Publik negara dan melalui pengadilan negeri setempat apabila yang digugat/termohon adalah
Badan Publik selain Badan Publik negara. Apabila dalam putusan pengadilan tersebut
terdapat pihak yang tidak puas maka bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah agung paling
lambat 14 (empat belas hari) sejak diterimanya putusan salah satu atau kedua pengadilan
tersebut.
Ketentuan pidana yang digunakan untuk mengancam para pihak yang melawan
hukum berkaitan dengan Undang-undang ini diberlakukan sesuai dengan ketentuan
khusus berdasarkan ketentuan dalam pasal 56.5 Dalam ketentuan pidana tersebut secara jelas
mengancam para pihak baik pihak Badan Publik maupun pengguna informasi yang
melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 50 sampai pasal 55
dalam UU No 14 Tahun 2008 ini. Namun demikian tuntutan pidana dalam persoalan yang
menyangkut keterbukaan informasi publik sesuai dengan Undang-undang ini merupakan
delik aduan dan bukan delik laporan. Sedangkan dalam konteks mekanisme ganti rugi akan
diatur dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-undang ini.
Dalam rangka mewujudkan sistem pelayanan yang cepat, tepat, dan sederhana, setiap
Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; yang dalam
pelaksanaan tugas serta tanggung jawabnya dibantu oleh pajabat fungsional. Pejabat
Penyedia Informasi Publik melakukan tugas:
5 Disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Komisi I DPR RIJakarta, 2 Juli 2009
47
1. Pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Nomor
14/2008 dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi
Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang
2. Menyebarluaskan Informasi Publik dengan cara yang mudah dijangkau oleh
masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami
Proses perolehan informasi dari badan publik dapat dilakukan melalui media online
dengan akses bebas maupun regristrasi dan media offline dengan Print out, Copy ke cakram
(disc), maupuan Copy ke flashdisk. Di sisi lain Badan Publik bisa mengirim informasinya
melalui simpul tertentu seperti SKPD yang lain, DPRD, Perguruan TInggi, LSM/ NGO,
Kelompok masyarakat, Pemesan Khusus.
Kewajiban Badan Publik pasal 7, pasal 9 dan pasal 10 undang-undang ini adalah:
1. Menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di
bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang
dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
2. Menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
3. Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk
mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan
mudah.
4. Membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk
memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik, berupa memuat pertimbangan
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
5. BadanPublik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non-
elektronik.
6. mengumumkan Informasi Publik secara berkala yang meliputi:
48
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
7. Memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
8. Menyebarluaskan Informasi Publik disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau
oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
9. Mengumumkan dengan segera suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum.
10. Membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat,
mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik
yang berlaku secara nasional.
Standar jenis informasi yang harus disediakan oleh Badan Publik milik pemerintah
(non badan usaha) adalah:
1) Informasi mengenai Peraturan beserta turunan pelaksanaanya
2) Informasi mengenai segala bentuk pengadaan barang dan jasa mulai dari
penjadualan, panitia serta pemenangan hingga alasan yang dipakai dalam
pemenangan tersebut.
3) Informasi mengenai seputar masalah yang berkaitan dengan tupoksi.
4) Informasi mengenai rincian atau hasil perhitungan pemakaian anggaran Negara.
5) Informasi mengenai profil dan/atau jumlah kekayaan pimpinan maupun pejabat
dan/atau pegawai .
6) Informasi mengenai program dan renstra serta anggaran yang diproyeksikan.
49
Sedangkan standar informasi yang wajib disediakan oleh BUMN/BUMD berdasarkan
pasal 14 antara lain:
1) Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka
waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
2) Nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris
perseroan;
3) Laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung
jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;
4) Hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga
pemeringkat lainnya;
5) Sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;
6) Mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
7) Kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik;
8) Pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;
9) Pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
10) Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
11) Perubahan tahun fiskal perusahaan;
12) Kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;
13) Mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
14) Informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan
Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.
Dari aspek hukum dan sosial, kemudahan memperoleh, memiliki, dan menyimpan
informasi merupakan hak asasi yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28F. Informasi menjadi
50
landasan individu untuk menjalin komunikasi dengan sesamanya, mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya. Di sisi lain, secara politis, hak publik untuk memperoleh informasi
merupakan salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang
terbuka yang diatur dalam perundang-undangan.
Hak atas informasi sangat penting karena dalam mewujudkan negara yang
demokratis6 semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka berarti
penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Kemudahan untuk
memperoleh informasi akan memicu partisipasi publik dan kualitas pelibatan masyarakat
dalam penyelenggaraan negara dan proses pengambilan keputusan publik. Terbukanya akses
publik terhadap Informasi akan memotivasi Badan Publik untuk bertanggung jawab dan
berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Hal ini akan mempercepat
perwujudan pemerintahan yang terbuka sekaligus upaya untuk mencegah praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) dan terciptanya pemerintahan yang baik (Good Governance)
Diberlakukannya UU 14/2008 sekaligus juga menunjukkan kemauan politik
pemerintah untuk merespon gerakan kesadaran masyarakat sipil dalam mendukung
penyelenggaraan negara yang baik dan transparan; sekaligus membuka dialog dengan elemen
masyarakat seperti LSM, dan kelompok-kelompok masyarakat agar terlibat aktif dalam
pengambilan kebijakan publik. Secara politis dan hukum, pemberlakuan UU No. 14/2008
memberikan landasan bagi pemerintahan yang terbuka dan akuntabel.
Sebagai UU yang memberikan napas bagi pemenuhan hak asasi manusia, maka UU
keterbukaan Informasi Publik membawan konsekuensi dalam penerapannya. Saat ini telah
ada 75 negara di dunia yang telah memiliki dan memberlakukan undang-undang akses
informasi atau undang-undang kebebasan informasi. Meskipun demikian, praktek adopsi
undang-undang di bawah standar terjadi di beberapa negara dengan tidak melaksanakan 6 Effendi Gazali, Komunikasi Politik dan Komunikasi Publik, (Jakarta:Tiara Wacana, 1999), hal. 30
51
sepenuhnya dalam praktek. Aspek monitoring penerapan UU KIP sangat dibutuhkan untuk
membantu pemerintah dan badan publik untuk lebih responsif dan memenuhi hak atas
informasi publik
Keterbukaan informasi publik harus dipahami sebagai sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lain serta segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Indonesia menajdi negara ke-76 di dunia
yang mengadopsi prinsip-prinsip kebebasan informasi. Potensi kelemahan dalam UU KIP
kita adalah pasal sanksi dalam Pasal 51 UU KIP yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 juta rupiah”.
Perlu kejelasan mengenai pasal ini, bagaimana seseorang yang menggunakan informasi
publik secara melawan hukum didefinisikan dengan lebih jelas.
B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Informasi Keterbukaan Publik
Berangkat dari suatu pendirian bahwa Islam adalah al-din yang merupakan suatu
totalitas yang mencakup dua ruang lingkup, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan
hubungan manusia dengan manusia serta alam lingkungan hidupnya atau hablun min Allah
wa hablun min al-nas,7maka dapat diketahui bahwa hubungan agama dengan negara dan
hubungan agama dengan hukum sangat erat sekali. Ia dapat diibaratkan seperti lingkaran
konsentris. Kecuali itu, salah satu karakteristik hukum Islam tampak pada substansinya yang
komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur aspek-aspek keperdataan saja, tetapi juga
mencakup aspek-aspek publik, termasuk pula aspek keterbukaan informasi publik.
Cara-cara atau sistem yang baik dan bermanfat sesuai dengan teori al-maslahat al-
mursalah (untuk kepentingan umum) patut diperhatikan dan dipertimbangkan. Untuk
7Tahir Azhary, Negara Hukum, (jakarta: Kencana, 2004), hal. 207
52
menjaga suatu sistem keterbukaan di dalam masyarakat bisa untuk mengetahui informasi-
informasi apa saja yang dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Karena
pemerintahan modern, pada hakekatnya, adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan
tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi juga untuk melayani masyarakat,
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap pengguna informasi publik meningkatkan
peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik
yang baik.
Hubungan antara pemerintah dan rakyat, al-Qur’an telah menetapkan suatu prinsip
yang dapat dinamakan sebagai prinsip partisipasi rakyat. Prinsip itu ditegaskan di dalam
(QS.an-Nisa : 59)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(QS.an-Nisa : 59)
Hazairin menafsirkan “menaati Allah”ialah”tunduk kepada ketetapan-ketetapan Rasul
yaitu Nabi Muhammad saw. Dan “Menaati ulil amri” ialah tunduk kepada ketetapan –
ketetapan petugas-petugas kekuasaan masing-masing dalam lingkungan tugas kekuasaannya.8
Ketetapan Allah dijumpai dalam al-Qur’an dan ketetapan-ketetapan Rasul dijumpai dalam 8 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral, (Jakarta: Tintamas, 1982), hal. 72
53
Sunnah. Hazairin menamakan ketetapan-ketetapan Rasul sebagai supplement bagi ketetapan-
ketetapan Allah.9
Syaikhul-Islam Imam Nawawi mengatakan, ghibah dalam ta’arif (definisi) “ghibah”
berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya,
agamanya, dunianya, jiwanya, akhlaknya,hartanya, anak-anaknya,istri-istrinya, pembantunya,
gerakannya, mimik bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat
mngejek baik dengan ucapan maupun isyarat.
Termasuk ghibah adalah ucapan sindiran terhadap perkataan para penulis (kitab)
contohnya kalimat: ‘Barangsiapa yang mengaku berilmu’ atau ucapan ’sebagian orang yang
mengaku telah melakukan kebaikan’. Contoh yang lain adalah perkataa berikut yang mereka
lontarkan sebagai sindiran, “Semoga Allah mengampuni kami”, “Semoga Allah menerima
taubat kami”, “Kita memohon kepada Allah keselamatan”. Firman Allah Swt.
" Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12)
9 Ibid
54
Selanjutnya Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As-
Shalihin, menyatakan bahwa ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara' yaitu yang
disebabkan oleh enam hal, yaitu:
1. Orang yang mazhlum (teraniaya) boleh menceritakan dan mengadukan kezaliman orang
yang menzhaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada orang yang
berwenang memutuskan suatu perkara dalam rangka menuntut haknya.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 148:
"Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh
orang yang dianiaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nisa' : 148).
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang teraniaya boleh menceritakan keburukan
perbuatan orang yang menzhaliminya kepada khalayak ramai. Bahkan jika ia
menceritakannya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan wewenang
untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, seperti seorang pemimpin atau hakim, dengan
tujuan mengharapkan bantuan atau keadilan, maka sudah jelas boleh hukumnya. Tetapi
walaupun kita boleh mengghibah orang yang menzhalimi kita, pemberian maaf atau
menyembunyikan suatu keburukan adalah lebih baik. Hal ini ditegaskan pada ayat
berikutnya, yaitu Surat An-Nisa ayat 149:
55
"Jika kamu menyatakan kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan
(orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa." (QS. An-Nisa: 149)
2. Meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat
kembali ke jalan yang benar.
Pembolehan ini dalam rangka isti'anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran
dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak. Selain itu ini juga merupakan
kewajiban manusia untuk ber-amar ma'ruf nahi munkar. Setiap muslim harus saling bahu
membahu menegakkan kebenaran dan meluruskan jalan orang-orang yang menyimpang dari
hukum-hukum Allah, hingga nyata garis perbedaan antara yang haq dan yang bathil.
3. Istifta' (meminta fatwa) akan sesuatu hal.
Walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta
fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain
sesuai yang ingin kita adukan, tidak lebih.
4. Memperingatkan kaum muslimin dari beberapa kejahatan seperti:
a. Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma'
ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. Hal ini
dilakukan untuk memelihara kebersihan syariat. Ghibah dengan tujuan seperti ini jelas
diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian hadits. Apalagi hadits merupakan
sumber hukum kedua bagi kaum muslimin setelah Al-Qur'an.
b. Apabila kita melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak (untuk
masa sekarang bisa dianalogikan dengan mencari seorang pembantu rumah tangga) yang
pencuri, peminum, dan sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak mengetahui. Ini dilakukan
56
untuk memberi nasihat atau mencegah kejahatan terhadap saudara kita, bukan untuk
menyakiti salah satu pihak.
c. Apabila kita melihat seorang penuntut ilmu agama belajar kepada seseorang yang fasik
atau ahli bid'ah dan kita khawatir terhadap bahaya yang akan menimpanya. Maka kita wajib
menasehati dengan cara menjelaskan sifat dan keadaan guru tersebut dengan tujuan untuk
kebaikan semata.
5. Menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik atau bid'ah seperti,
minum-minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-
perkara bathil lainnya. Ketika menceritakan keburukan itu kita tidak boleh menambah-
nambahinya dan sepanjang niat kita dalam melakukan hal itu hanya untuk kebaikan.
6. Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si pincang, si pendek, si bisu, si buta, atau
sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain langsung
mengerti. Tetapi jika tujuannya untuk menghina, maka haram hukumnya. Jika ia mempunyai
nama lain yang lebih baik, maka lebih baik memanggilnya dengan nama lain tersebut.10
Dengan demikian ghibah itu diperbolehkan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang
dibenarkan oleh syara’ yang mana bila tanpa ghibah tujuan itu tidak akan tercapai, tentunya
dalam hal informasi.
Adapun ketetapan-ketetapan ulil amri dalam arti sebagai petugas-petugas kekuasaan
negara(badan publik/pemerintah), itu ada dua macam
10 Imam Nawawi, Riyadlus Shalihin, juz II. Ter. Muslich Shabir, hal. 399
57
a. Ketetapan yang merupakan pemilihan atau penunjukkan garis hukum yang setepat-
tepatnya “untuk dipakaikan kepada sesuatu perkara atau kasus yang dihadapi”, baik
yang bersumber dari al-Qur’an maupun dari Sunnah Rasul.11
b. Ketetapan yang merupakan pembentukan garis hukum yang baru “bagi keadaan baru
menurut tempat dan waktu, dengan berpedoman pada al-Qur’an dan Sunnah.12ktegori
ini dinamakan hasil ijtihad dengan menggunakan al-ra’yu.
Sesungguhnya termasuk dalam kelompok ulil amri bukan hanya mereka yang
memiliki kewenangan atau kekuasaan negara saja, tetapi juga para sarjana muslim
terutama para sarjana hukum Islam yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad.
Dari pemikiran-pemikiran mereka dapat dapat dilahirkan seperangkat kaidah-kaidah
hukum baru yang tidak terdapat baik dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasul.
Prinsip ketaatan mengandung makna bahwa seluruh rakyat tanpa terkecuali
berkewajiban menaati pemerintah. Sejauh mana prisip ini mengikat rakyat? Para
sarjana hukum Islam sependapat bahwa kewajiban rakyat untuk menaati penguasa atau
pemerintah itu menerapkan prinsip-prinsip hukum Islam, dengan kata lain, selam
penguasa atau pejabat publik tidak bersikap zalim(menutupi informasi yang memang
perlu untuk dipublikasi) selam itu pula rakyat wajib taat dan tunduk kepada penguasa
atau pemerintah(pejabat publik).13Sebaliknya apabila penguasa yang keliru itu tidak
mau menyadari kekeliruannya maka rakyat tidak wajib mentaati lagi dan penguasa
seperti itu harus segera mengundurkan diri atau dihentikan dari jabatannya itu.14 Dari
segi prinsip ketaatan dapat pula diartikan bahwa penguasa atau pemerintah, kecuali
memiliki hak ketaatan rakyat terhadapnya, ia atau mereka berkewajiban pula
memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat banyak. Penguasa (pejabat publik)
11 Ibid 12 Ibid 13 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, al-Islam, Jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 437-439. 14 A.Rahman Zainuddin dalam Aneka pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa(Bandung:Pustaka,1985),h. 438
58
dalam menjalankan kekuasaannya tidak boleh mengabaikan atau melalaikan
kepentingan-kepentingan umum. Maka pejabat publik wajib mendahulukan
kepentingan rakyat ketimbang kepentingan pribadi atau kepentingannya sendiri.
Dengan demikian dapat diartikan keterbukaan informasi dibenarkan dalam hukum
Islam, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang yang mengatur keterbukaan
Informasi Publik.
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang khususnya bagi pengembangan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.
Hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi
publik merupakan salah satu cirri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan
informasi public merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik. Selain itu Pengelolaan informasi publik juga merupakan salah satu upaya
untuk mengembangkan masyarakat informasi.
Menurut Islam hak manusia terbatas dengan orang lain, hurriyyatul mar’ie
mahdudatun bihurriyyati ghairihi, kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Ada hak maka ada kewajiban, supaya hak bisa terlaksana harus dad pihak lain yang
memenuhi tuntutan hak itu. Dala hak manusia terdapat kewajiban manusia lain untuk
memenuhi hak tersebut. Dan sebaliknya dalam pelaksanaan kewajiban sekaligus terdapat hak
manusia. Hak Asasi Manusia dala pandangan Islam dibagi dalam dua kategori, yaitu
huquuqullaah dan huquuqul ibad. Huquuqullaah (hak-hak Allah) adalah kewajiban-kewajiban
manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah, sedangkan huquuqul
59
ibad (hak-hak hamba) merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap makhluq-makhluq
Allah lainnya.15Firman Allah Swt
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Maidah : 8)
Sejak diperjuangkan pada tahun 2000, pengakuan lebih tegas atas hak atas informasi
sudah mengalami kemajuan yang sangat berarti. Seiring dengan pengakuan Hak Asasi
Manusia, hak atas informasi pun merupakan salah satu bagian dari HAM yang dilindungi
oleh konstitusi Indonesia. Pasal 28F Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan bahwa:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”
Ketentuan tersebut memperlihatkan bahwa hak atas informasi dilindungi dalam dua
(2) konteks, yaitu (1) hak atas informasi dilindungi sebagai suatu prasyarat bagi HAM yang
lain, yaitu “………untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya” serta (2)
15 Rashidi, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta:Bulan Bintang, 1984), hal. 134-136
60
sebagai hak itu sendiri dengan bunyi “………serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia”. Oleh karenanya terlihat bahwa konstitusi menjamin hak atas
informasi secara lengkap baik sebagai (1) a means to an end maupun sebagai (2) an end
itself. Konsekuensinya, hak atas informasi seharusnya diterjemahkan secara operasional oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Akses informasi seharusnya dijamin agar
bersifat mudah, murah dan sederhana, agar setiap orang dapat memperolehnya untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungannya.
61
BABA V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik menjadi sebuah upaya untuk membongkar ”penyembunyian” informasi kepada
masyarakat. Penyelenggara badan publik, dalam hal ini pemerintah dipaksa untuk membuka
berbagai macam informasi yang selama ini sering dikatakan sebagai rahasia negara. Berbagai
informasi tersebut diantaranya adalah:
1. Keterbukaan Informasi Publik menjadi sangat berarti ketika keberadaan Komisi
Informasi Publik ini terbentuk dan dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara
benar dan objektif karena KIP dibentuk oleh Undang-Undang untuk mendorong
terwujudnya transparansi publik serta terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih.
Dan keberadaan lembaga KIP harus menjadi lembaga yang dapat mendorong
terciptannya transparansi pengelolaan pemerintahan khususnya di daerah. Dan
khususnya keberadaan KIP di daerah pasca pembentukan lembaga yang independen
tersebut paling mendesak untuk dilakukan adalah memperjuangkan keterbukaan
informasi publik, utamanya “informasi pengelolaan anggaran APBD” oleh pejabat publik
di Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam hal ini eksekutif dan legislatif.
2. Dalam Islam, kekuasaan hakiki, penguasa hakiki dan pemilik hakiki seluruh alam
semesta ini adalah Allah swt. Kedudukan manusia sebagai penguasa di muka bumi
adalah “mandataris” (pengemban amanah) dari Allah swt. Konsepsi kebebasan ditujukan
untuk amar ma’ruf dan nahi mungkar. Untuk soal kebaikan, hak ini telah menjadi
kewajiban untuk disampaikan kepada seluruh ummat manusia. Kewajiban untuk
62
menyampaikan yang benar dan menauhi yang batil. Jadi arah kebebasan itu sangatlah
jelas, kebebasan yang bertanggungjawab.
Kebebasan informasi dalam ketatanegaraan Islam bisa dilihat dari tugas dan fungsi
seorang imam atau khalifah. Kebebasan informasi merupakan tanggung jawab seorang
imam/pejabat publik untuk menjaga, mengelola informasi-informasi apa saja yang wajib
disediakan dan diumumkan dan yang dirahasiakan atau informasi yang dikecualikan.
Sehingga dalam kaitannya dengan Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi, Islam memiliki semangat ajaran yang sama hal ini membuktikan
dengan penemuan penulis mengenai informasi sebagai amanah.
B. Saran-saran
Kita telah mengetahui bahwa Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang
khususnya bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian
penting bagi ketahanan nasional. Hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi
manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara
demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan
negara yang baik. Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Selain itu Pengelolaan informasi publik juga
merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
1. Untuk Pejabat Publik sebagai salah satu badan publik pengguna anggaran yang
berasal dari APBN tentunya harus sudah melaksanakan UU KIP. Upaya-upaya
implementasinya harus sudah dilaksanakan. Tahapan penunjukan PPID (penanggung jawab),
pengkategorisasian jenis informasi publik, penyusunan standar layanan informasi publik,
tatacara pengelolaan keberatan, dan pelaporannya harus sudah dilakukan. Terlebih pada bulan
63
Oktober 2010 merupakan 6 bulan pertama sejak diberlakukannya UU KIP. Sebagaimana
mandat dalam beberapa pasal dalam undang-undang ini untuk menginformasikan beberapa
jenis informasi minimal 6 bulan sekali. Selain itu, mahasiswa dan masyarakat juga harus
proaktif dalam menggunakan hak atas informasi. Sehingga upaya untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial akan terwujud.
2. Bagi pengguna Informasi, dengan berlakunya Undang-undang KIP ini semakin
membuka akses publik terhadap informasi khususnya di Daerah. Dengan harapan kita semua
agar badan publik termotivasi untuk bertanggungjawab dan berorientasi pada pelayanan
rakyat yang sebaik-baiknya, dan hal ini juga dapat mempercepat proses terwujudnya
pemerintahan yang transparan guna mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk
menuju kepemerintahan yang baik “Good Governance”.
64
DAFTAR PUSTAKA
1.Buku :
Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Al-Mawardi, tt, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, Beirut, Libanon
Ash-Shiddieqy, Hasbi, al-Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1984
Ali, Daud, Islam untuk disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Jakarta, Bulan Bintang, 1988
Azhari, Tahir, Negara Hukum, Suatu studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari
SegiHukum Islam , Implementasinya pada Periode Negar Madinah dan Mas Kini,
PT Kencana, Jakarta, 2004
Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan kerajaan Evaluasi Kritis atas sejarah Pemerintahan
Islam,alih bahasa Muhammad al-Baqir, Bandung, Mizan, 1988
Asshiddqie, Jimli, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Yayasan Obor Jaya, Jakarta
1999
______________, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta, Konstitusi Press, 2005.
Bukhari, Shahih Bukhari, fie tartiebi fathil Bari lil Asqalani, Beirut, Allubnani
Dahl, A, Robert , Perihal Demokrasi Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Yayasan Obor Indonesia, 1999
Djazuli, Ahmad, Fiqh siyasah, Implementasi Kemaslahatan Ummat dalam Rambu-rambu
Syariah, Jakarta: Prenada Media, 2003
65
Effendi, Gazali, Komunikasi Politik dan Komunikasi Publik, Jakarta, Tiara Wacana,1999
Hamid, Shalahuddin, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam, Amissco, Jakarta, 2000
Hamidullah, Muhammad, Pengantar studi Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1974
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadits, Tintamas, Jakarta,
1982
Madjid Nurcolis, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2000
Mendel Toby, Kebebasan Memperoleh Informasi , Jakarta, UNESCO, 2004
Rashidi, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta, Bulan Bintang, 1984
Rudy May T, Hukum Internasioanal 2, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006
Shabir Muslich, Terjemah Riyadlus Shalihin, Semarang: Cv. Toha Putra, 1981
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, ajaran sejarah dan pemikiran, Jakarta,
Universitas Indonesia Press, 1993
Soekamto, Soerjono dan Sri Mujdi, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT
Raja Grafindo, Jakarta, 2006
Subagyo, Henri, Acces to Information Law in Indonesia, Yogyakarta, Tiara wacana, 2005
Wicaksono , Arif, Analis Sosial Politik,Bandung, PT. Refika Aditama,2006
Zainuddin Rahman, Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, Bandung , Pustaka, 1985
2. Undang-undang :
66
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi
Publik beserta penjelasannya, Citra Umbara, Bandung
3. Makalah :
Ifdhal Kasim, Makalah pada Diskusi Terbuka RUU Rahasia Negara dan Ancaman Kebebasan Informasi Publik, Jakarta, 2009
Ahmad Nyarwi, Makalah Keterbukaan Informasi Publik Kedaulatan Rakyat. Pada acara penyambutan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, di Universitas Gadjah mada Bulaksumur, Yogyakarta, 2010
Stanley Adi Prasetyo, Makalah untuk keperluan seminar Keterbukaan Informasi Publik yang diselenggarakan Perpustakaan Kristen Petra, di Kampus UK Petra Surabaya, 2010
4. Data Internet :
http://www.depkominfo.go.id/?action=view&pid=newsid=5183
http://www.Viva News,com
http://legalitas.org.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional; b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi public merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan public terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik; d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik; Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makan, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. 2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Aziz Perdana 1 4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. 5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundangundangan. 6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi. 7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para
pihak yang diputus oleh komisi informasi. 8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik. 9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik. 10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu Asas
Pasal 2 (1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik. (2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas. (3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. (4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Bagian Kedua Tujuan Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Aziz Perdana 2
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
Bagian Kesatu Hak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4 (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. (2) Setiap Orang berhak: a. melihat dan mengetahui Informasi Publik; b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Bagian Kedua Kewajiban Pengguna Informasi Publik
Pasal 5 (1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Hak Badan Publik
Pasal 6 (1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. informasi yang dapat membahayakan negara; b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Bagian Keempat Kewajiban Badan Publik
Pasal 7 (1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. (2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
Aziz Perdana 3 (3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah. (4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. (5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara. (6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.
Pasal 8 Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IV INFORMASI YANG WAJIB
DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 9 (1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. (2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali. (4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. (5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Bagian Kedua Informasi yang Wajib Diumumkan
secara Serta-merta Pasal 10
(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. (2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Bagian Ketiga Informasi yang Wajib Tersedia Setiap
Saat Pasal 11
(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; Aziz Perdana 4 d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Pasal 12 Setiap tahun Badan Publik wajib
mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima; b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi; c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau
d. alasan penolakan permintaan informasi.
Pasal 13 (1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik: a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional. (2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.
Pasal 14 Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang-Undang ini adalah: a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan; c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab social perusahaan yang telah diaudit; d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya; e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi; f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas; g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik; h.pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran; i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang; j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi; m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 15 Informasi Publik yang wajib disediakan
oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan; b. program umum dan kegiatan partai politik; c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya; Aziz Perdana 5 d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; e. mekanisme pengambilan keputusan partai; f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang
menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan partai politik.
Pasal 16 Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam
Undang-Undang ini adalah: a. asas dan tujuan; b. program dan kegiatan organisasi; c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya; d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri; e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi; f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17 Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi
Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; 3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional; 4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum. b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu: 1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri; 2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan system pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya; 4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer; 5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia; 6. sistem persandian negara; dan/atau 7. sistem intelijen negara. d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; Aziz Perdana 6 e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: 1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara; 2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan; 3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya; 4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti; 5. rencana awal investasi asing; 6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau 7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang. f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri: 1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara; 3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau 4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri. g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang; 3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; 4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan; j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 18 (1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut: a. putusan badan peradilan; b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum; c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan; d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum; e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). (2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila: a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik. (3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c,huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j. (4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden. Aziz Perdana 7 (5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden. (6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung. (7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 19
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang
konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.
Pasal 20 (1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak bersifat permanen. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21 Mekanisme untuk memperoleh
Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya
ringan. Pasal 22
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk
memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis. (2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. (3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis. (4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima. (5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan. (6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi. (7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib
menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan: a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak; b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta; c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan; e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya; f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
Aziz Perdana 8 (8) Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.
BAB VII KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu Fungsi
Pasal 23 Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kedua Kedudukan
Pasal 24 (1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota. (2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara. (3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Bagian Ketiga Susunan Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. (2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. (3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi. (5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara.
Bagian Keempat Tugas
Pasal 26 (1) Komisi Informasi bertugas: a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini; b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. (2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi; b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan Aziz Perdana 9 c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta. (3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kelima Wewenang
Pasal 27 (1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang: a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik; c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik; d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi. (2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum
terbentuk. (3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan. (4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian Keenam Pertanggungjawaban
Pasal 28 (1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang bersangkutan. (3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada
bupati/walikota dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. (4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum.
Bagian Ketujuh Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi
Informasi Pasal 29
(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh secretariat komisi. (2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah. (3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi. (4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya dibidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.
Aziz Perdana 10 (5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan. (6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian Kedelapan Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30 (1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi: a. warga negara Indonesia; b. memiliki integritas dan tidak tercela; c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih; d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan
Informasi Publik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik; e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik; f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi; g. bersedia bekerja penuh waktu; h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dan i. sehat jiwa dan raga. (2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif. (3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat. (4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan.
Pasal 31 (1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon. (2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan. (3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 32 (1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon. (2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan. (3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota.
Pasal 33 Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.
Pasal 34 Aziz Perdana 11 (1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk ditetapkan. (2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia; b. telah habis masa jabatannya; c. mengundurkan diri; d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara; e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut; atau f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi. (3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota. (4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota. (5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode dimaksud.
BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI Bagian Kesatu
Keberatan Pasal 35
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; c. tidak ditanggapinya permintaan informasi; d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta; e. tidak dipenuhinya permintaan informasi; f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36 (1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis. (3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya. Aziz Perdana 12
Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi
Informasi Pasal 37
(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik. (2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).
Pasal 38 (1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik. (2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.
Pasal 39 Putusan Komisi Informasi yang berasal
dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.
BAB IX HUKUM ACARA KOMISI
Bagian Kesatu Mediasi Pasal 40
(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela. (2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g. (3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi.
Pasal 41
Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai mediator.
Bagian Kedua Ajudikasi Pasal 42
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan.
Pasal 43
(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal. (2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum. (3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup. (4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Aziz Perdana 13
Bagian Ketiga Pemeriksaan
Pasal 44 (1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi memberikan salinan permohonan tersebut kepada pihak termohon. (2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar
keterangannya dalam proses pemeriksaan. (3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun tertulis. (4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
Bagian Keempat Pembuktian
Pasal 45 (1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat memberikan informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf a. (2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.
Bagian Kelima Putusan Komisi Informasi
Pasal 46 (1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini: a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi Informasi; atau b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. (2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini: a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi. (3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi yang dikecualikan. (4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa. (5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian Kesatu Gugatan ke Pengadilan
Aziz Perdana 14 Pasal 47
(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara. (2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 48 (1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut. (2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup.
Pasal 49 (1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi salah satu perintah berikut: a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik: 1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau 2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik: 1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau 2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. (2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi
Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah berikut: a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau c. memutuskan biaya penggandaan informasi. b. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua Kasasi
Pasal 50 Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas)
hari sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.
BAB XI KETENTUAN PIDANA
Pasal 51 Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 52 Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara Aziz Perdana 15 serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53 Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 54 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan
informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 55 Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56 Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang- Undang yang lebih khusus tersebut.
Pasal 57 Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59 Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang- Undang ini.
Pasal 60 Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 61 Aziz Perdana 16 Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 62 Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya Undang-Undang ini.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 64 (1) Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan. (2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana, serta hal-hal lainnya yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61.
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan Aziz Perdana 17 Informasi Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak public untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk
meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik. Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hokum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi. Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki. Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance).
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "tepat waktu" adalah pemenuhan atas permintaan Informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. "Cara sederhana" adalah Informasi yang diminta dapat diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah juga untuk dipahami. "Biaya ringan" adalah biaya yang dikenakan secara proporsional berdasarkan standar biaya pada umumnya. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "konsekuensi yang timbul" adalah konsekuensi yang membahayakan kepentingan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu Informasi
dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan publik. Jika kepentingan public yang lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu Informasi, Informasi tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau sebaliknya. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Aziz Perdana 18 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "membahayakan negara" adalah bahaya terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih
lanjut mengenai Informasi yang membahayakan Negara ditetapkan oleh Komisi Informasi. Huruf b Yang dimaksud dengan "persaingan usaha tidak sehat" adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi Informasi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "rahasia jabatan" adalah rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Huruf e Yang dimaksud dengan "Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan" adalah Badan Publik secara nyata belum menguasai
dan/atau mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "berkala" adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik" adalah Informasi yang menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi lainnya yang merupakan Informasi Publik yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Huruf b yang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi hasil dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya. Huruf c Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Aziz Perdana 19 Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "serta-merta" adalah spontan, pada saat itu juga. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan: 1. "transparansi" adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan Informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan; 2. "kemandirian" adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan dan prinsip korporasi yang sehat; 3. "akuntabilitas" adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4. "pertanggungjawaban" adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat; 5. "kewajaran" adalah keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Aziz Perdana 20 Huruf n Yang dimaksud dengan "undang-undang yang berkaitan dengan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah" adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, serta Undang-Undang yang mengatur sector kegiatan usaha badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang berlaku umum bagi seluruh pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha tersebut. Pasal 15 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan "undang-undang yang berkaitan dengan partai politik" adalah Undang-Undang tentang Partai Politik. Pasal 16 Yang dimaksud dengan "organisasi nonpemerintah" adalah organisasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang meliputi
perkumpulan, lembaga swadaya masyarakat, badan usaha nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Pasal 17 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Angka 1 Yang dimaksud dengan "Informasi yang terkait dengan sistem pertahanan dan keamanan negara" adalah Informasi tentang: 1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem komunikasi strategis pertahanan, sistem pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu, dan pengendali operasi militer; 2. gelar operasi militer pada perencanaan operasi militer, komando dan kendali operasi militer, kemampuan operasi satuan militer yang digelar, misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi militer, titik-
titik kerawanan gelar militer, dan kemampuan, kerawanan, lokasi, serta analisis kondisi fisik dan moral musuh; 3. sistem persenjataan pada spesifikasi teknis operasional alat persenjataan militer, kinerja dan kapabilitas teknis operasional alat persenjataan militer, kerawanan sistem persenjataan militer, serta rancang bangun dan purwarupa persenjataan militer; Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Aziz Perdana 21 Angka 6 Yang dimaksud dengan "sistem persandian negara" adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi data dan Informasi tentang material sandi dan jarring yang digunakan, metode dan teknik aplikasi persandian, aktivitas penggunaannya, serta kegiatan pencarian dan
pengupasan Informasi bersandi pihak lain yang meliputi data dan Informasi material sandi yang digunakan, aktivitas pencarian dan analisis, sumber Informasi bersandi, serta hasil analisis dan personil sandi yang melaksanakan. Angka 7 Yang dimaksud dengan "sistem intelijen negara" adalah suatu sistem yang mengatur aktivitas badan intelijen yang disesuaikan dengan strata masing-masing agar lebih terarah dan terkoordinasi secara efektif, efisien, sinergis, dan profesional dalam mengantisipasi berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman ataupun peluang yang ada sehingga hasil analisisnya secara akurat, cepat, objektif, dan relevan yang dapat mendukung dan menyukseskan kebijaksanaan dan strategi nasional. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g
Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i "Memorandum yang dirahasiakan" adalah memorandum atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-Badan Publik yang menurut sifatnya tidak disediakan untuk pihak selain Badan Publik yang sedang melakukan hubungan dengan Badan Publik dimaksud dan apabila dibuka dapat secara serius merugikan proses penyusunan kebijakan, yakni dapat: 1. mengurangi kebebasan, keberanian, dan kejujuran dalam pengajuan usul, komunikasi, atau pertukaran gagasan sehubungan dengan proses pengambilan keputusan; 2. menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya pengungkapan secara prematur; 3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi yang akan atau sedang dilakukan. Huruf j Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Yang dimaksud dengan "mandiri" adalah independen dalam menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar pada Undang-Undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud "Ajudikasi nonlitigasi" adalah penyelesaian sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki kekuatan setara dengan putusan pengadilan. Aziz Perdana 22 Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa" adalah prosedur beracara di bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kode etik" adalah pedoman perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi
Informasi, yang penetapannya dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) "Pejabat pelaksana kesekretariatan" adalah pejabat struktural instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya di bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pemerintah" adalah menteri yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan informatika. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Aziz Perdana 23
Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i "Sehat jiwa dan raga" dibuktikan melalui surat keterangan tim penguji kesehatan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan "terbuka" adalah bahwa Informasi setiap tahapan
proses rekrutmen harus diumumkan bagi publik. Yang dimaksud dengan "jujur" adalah bahwa proses rekrutmen berlangsung adil dan nondiskriminatif berdasarkan Undang-Undang ini. Yang dimaksud dengan "objektif" adalah bahwa proses rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria yang diatur oleh Undang-Undang ini. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c Aziz Perdana 24 Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "tindakan tercela" adalah mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi Informasi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "penggantian antarwaktu anggota Komisi Informasi" adalah pengangkatan anggota Komisi Informasi baru untuk menggantikan anggota Komisi Informasi yang telah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa jabatannya berakhir. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1)
Pengajuan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sekurangkurangnya berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna Informasi, alasan mengajukan keberatan, tujuan menggunakan Informasi, dan kasus posisi permintaan Informasi dimaksud. Yang dimaksud dengan "atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi" adalah pejabat yang merupakan atasan langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari atasan langsung pejabat yang bersangkutan. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "ditanggapi" adalah respons dari Badan Publik sesuai dengan ketentuan pelayanan yang telah diatur dalam petunjuk teknis pelayanan Informasi Publik. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah melalui proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Aziz Perdana 25 Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Ayat (1) Gugatan terhadap Badan Publik negara yang terkait dengan kebijakan pejabat tata usaha negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang
perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pasal 52 Yang dapat dikenakan sanksi pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada: a. badan hukum, perseroan, perkumpulan, atau yayasan; b. mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana; atau c. kedua-duanya. Pasal 53 Aziz Perdana 26 Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pasal 54 Ayat (1) Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Ayat (2) Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pasal 55 Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62
Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4846