CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

113
“ CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn )” SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : NISHKA SYLVIANA HARTOYO NIM. 160200490 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

Page 1: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

“ CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN

1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ( STUDI KASUS PUTUSAN

NOMOR 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn )”

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam

Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NISHKA SYLVIANA HARTOYO

NIM. 160200490

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan

anugerahNya, memberikan kekuatan serta kemudahan sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “CERAI GHAIB MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM

ISLAM (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1831/PDT.G/2018/PA.MDN)”

sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi

S-1 Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan yang berbahagia ini dengan segala kerendahan hati penulis

ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh bahan-

bahan yang diperlukan oleh peneliti selama proses penyusunan skripsi ini serta

yang telah memberikan dorongan dan dukungan moril maupun materil kepada

penulis sehingga skripsi dapat terselesaikan. Maka pada kesempatan yang

berbahagia ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK.Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

ii

4. Puspa Melati, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Rosnidar Sembiring S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Edy Ikhsan S.H., MA, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah

meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk memberikan masukan,

bimbingan, saran, nasihat, arahan, serta ilmu yang bermanfaat dalam

proses penelitian skripsi ini.

8. Ibu Dr. Utary Maharani Barus S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing

II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk memberikan

masukan, bimbingan, saran, nasihat, arahan, serta ilmu yang bermanfaat

dalam proses penelitian skripsi ini.

9. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen

Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah mengajar dan membimbing peneliti selama menempuh pendidikan

di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik

peneliti di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

iii

12. Terimakasih terkhususnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua

tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, cinta, dan kasih sayang

yang tak terhingga kepada penulis. Ayahanda T. Hedy Hartoyo dan

Ibunda Sari Rahayu Poluan. Terimakasih telah melahirkan, merawat,

membesarkan, mendukung, mendoakan setiap langkah dengan tulus

ikhlas dan penuh dengan kasih sayang. Terimakasih pak, bu semoga

kedepannya kika dapan memenuhi harapan bapak dan ibu.

13. Terimakasih kepada saudara/i kandung penulis, Gazza Mahardika

Hartoyo dan Mae Mayangsari Hartoyo yang telah memberikan semangat

dan dororngan baik dalam bentuk support dan perhatian kepada penulis

dalam proses pengerjaan skripsi.

14. Terimakasih kepada orang-orang teristimewa penulis, Rifany Arbita

Lubis, Dimpu Hamonangan Harahap, dan Hilbertus Sumplisius Marthin

Wau yang telah hadir dalam kehidupan penulis. Terimakasih atas

semangat, dukungan, bantuan, nasihat, motivasi, kasih sayang.

Terimakasih telah meluangkan waktu kalian mendampingi penulis

melewati hari-hari yang penuh kebahagiaan, maupun hari-hari tersulit

penulis. Terimakasih karena selalu ada.

15. Terimakasih kepada sahabat-sahabat penulis, Liza Mayana, Andri Pranata

Tarigan, Amelia Mutiara Panjaitan, Emia Rimtha Sembiring, T. Randy

Ardhansyah Kesuma, Riza Fadli, Firman Ali Idrus, Ikbar Anshary Sinaga

yang telah mendampingi penulis sejak pertamakali memasuki fakultas

hukum hingga menemani dan memberikan dukungan, semnagt, motivasi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

iv

dalam menyelesaikan skripsi ini serta mengisi hari-hari penulis dengan

penuh tawa.

16. Terimakasih kepada keluarga besar Ikatan Mahasiswa Perdata (IMP)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2016.

17. Terimakasih kepada DADING, yaitu Surya UR Simanjuntak, Dimpu

Hamonangan Harahap, Rifany Arbita Lubis, Liza Mayana, Emia Rimtha

Sembiring, Cornelia Vivi, Ali Ridho, Andri Pranata Tarigan, yang

merupakan sahabat-sahabat pertama yang berjuang bersama dalam

memasuki dunia kampus sebagai mahasiswa baru.

18. Terimakasih kepada GAJE, yaitu Daffa R Ananda, Nabila Yasmin Fahira,

Taufik Hidayat Nst, Sofi Luthfia, Effan Djodie, Shafira Yunike, yang

merupakan sahabat dan support system penulis sejak SMA. Terimakasih

untuk mau meluangkan waktu bersama berbagi tawa dan bahagia.

19. Terimakasih kepada MEVVAH, yaitu Yuva Desia Putri, Shavira Bonita

Prasetyo, Kannia Nabila, Deya aliana, Dita Lubis, Maula Tazkiyah, Safira

Salsabila, sabahat-sahabat penulis sejak SMA, Terimakasih telah

mewarnai hidup menulis dengan tawa dan canda kita bersama.

20. Terimakasih kepada keluarga besar POLUAN-GINTING, kepada kak

aina, kak tari, kak nadia, kak rani, kak aul, kak riri, om, tante, uwak,

kakak,dan adik. Terimakasih banyak sudah memberikan doa dan

dorongan kepada penulis.

21. Terimakasih kepada sahabat penulis Shahnaz Yolandina dan Khathaya

Izzati Laila putri Herrys yang sudah penulis anggap saudari penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

v

Terimakasih atas support dan dukungan sejak hari-hari pertama yang

diberikan kepada penulis.

22. Terimakasih kepada kakanda dan abangda senior, Kak Nadya Putri

Karoza, dan Bang Juangga Saputra Dalimunte yang tidak ada lelahnya

membimbing dan memberikan banyak ilmu, pengetahuan, dukungan dan

bantuan sejak hari pertama penulis memasuki dunia perkuliahan di

Fakultas Hukum USU.

23. Terimakasih kepada GROUP C FH USU 2016 yang menjadi keluarga

pertama bagi penulis di Fakultas Hukum USU, terimakasih atas

kebahagiaan dan cerita yang kita lalui bersama.

24. Terimakasih kepada rekan rekan klinis PTUN, PIDANA, PERDATA,

yang telah berjuang bersama penulis dalam melewati sulitnya perjuangan

sehingga mendapatkan nilai yang memuaskan tidak BS, we did it guys!

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam skripsi ini masih terdapat

kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan perkembangan hukum di Indonesia.

Terimakasih.

Medan, Januari 2020

Penulis,

Nishka Sylviana Hartoyo

160200490

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7

E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7

F. Metode Penelitian ........................................................................ 10

G. Keaslian Penulisan ...................................................................... 13

H. Sistematika Penulisan ................................................................. 16

BAB II PENGATURAN GUGATAN CERAI GHAIB MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG

PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ............ 18

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perkawinan di Indonesia ...... 18

B. Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ..................... 30

1. Tinjauan Umum Tentang Perceraian ..................................... 30

2. Sebab-Sebab Perceraian ......................................................... 46

3. Prosedur Perceraian ............................................................... 55

C. Cerai Ghaib Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ............ 60

1. Pengertian Cerai Ghaib ........................................................... 60

2. Pengaturan Hukum Cerai Ghaib ............................................. 62

BAB III AKIBAT HUKUM DARI CERAI GHAIB MENURUT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

vii

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG

PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ............ 65

A. Sebab Terjadinya Cerai Ghaib .................................................... 65

B. Syarat-Syarat Gugatan Cerai Ghaib ............................................ 66

C. Akibat Hukum Dari Cerai Ghaib ................................................ 68

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK

TERKAIT PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN

NOMOR 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn ........................................... 71

A. Kasus Posisi ................................................................................ 71

B. Analisis Putusan Nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn Tentang

Cerai Ghaib ................................................................................ 89

C. Perlindungan Hukum Para Pihak Atas Putusan

Nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn Tentang Cerai Ghaib ............ 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 96

A. KESIMPULAN........................................................................... 96

B. SARAN ....................................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101

LAMPIRAN

SURAT RISET WAWANCARA

HASIL WAWANCARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

viii

ABSTRAK

Nishka Sylviana Hartoyo*

Edy Ikhsan**

Utary Maharani Barus***

Perkawinan merupakan salah satu bagian dari kebutuhan hidup yang ada

dalam masyarakat dan juga merupakan suatu ikatan yang sah dan diakui

masyarakat dan Negara. Tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh

keturunan guna melanjutkan hidup bersama dalam rumah tangga yang sakinah,

mawadah, warohmah. Namun, pada kenyataannya banyak terjadi ketidakcocokan

yang terjadi antara suami dan istri dalam menjalankan rumah tangga, yang pada

akhirnya menyebabkan tidak tercapainya tujuan perkawinan yang berakhir pada

perceraian. Terdapat banyak faktor yang memicu terjadinya perceraian, salah

satunya menghilangnya salah satu pihak dengan meninggalkan pihak lainnya

tanpa memberikan kabar dalam jangka waktu yang lama dan mengakibatkan

ketidakjelsan terhadap status perkawinan yang ditinggalkan. Berdasarkan hal

tersebut penulis mengangkat judul skripsi; Cerai Ghaib Menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ( Studi Kasus Putusan Nomor

1831/Pdt.G/2018/Pa.Mdn).

Metode Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normatif.

PenelitianYuridis Normatif mengacu pada bahan hukum utama dengan cara

menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan penelitian ini dan putusan pengadilan nomor:

1831/Pdt.G/2018/Pa.Mdn.

Hasil penelitian, diperoleh bahwa dasar hukum mengenai cerai ghaib di

Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sejalan

dengan UUP jo PP No. 9 Tahun 1975, KHI melalui pasal 45 tentang taklik talak

dan pasal 116 huruf b juga memuat ketentuang tentang sebab perceraian karena

salah satu pihak meninggalkan pasangannya selama 2 tahun berturut-turut yang

dapat digunakan sebagai dasar gugatan cerai ghaib. Cerai ghaib menimbulkan

akibat hukum berupa kepastian hukum terhadap status cerai terhadap pihak yang

ditinggalkan oleh salah satu pihak yang tidak diketahui keberadaannya yang

menyebabkan tidak jelasnya status perkawinan. Perlindungan hukum yang yang

dikeluarkan dalam putusan cerai ghaib berupa kekuatan status cerai yang

berkekuatan mutlak dan tidak dapat diganggu gugat, namun tidak memberikan

perlindungan hukum terhadap hak istri dalam perceraian berupa nafkah dalam

masa iddah dan terhadap hak hadhanah dan nafkah lahir bathin yang seharusnya

diperoleh anak dan menjadi kewajiban ayah tidak dapat terpenuhi dikarenakan

keberadaan suami yang ghaib atau tidak diketahui keberadaannya. Kata kunci: Perkawinan, Perceraian, Cerai Ghaib. *Mahasiswa, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan salah satu bagian dari kebutuhan hidup yang ada

dalam masyarakat dan juga merupakan suatu ikatan yang sah dan diakui

masyarakat dan Negara. Perkawinan adalah tuntutan kodrat hidup yang tujuannya

antara lain adalah untuk memperoleh keturunan, guna melangsungkan kehidupan

bersama. Didalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan selanjutnya disebut UUP, dikatakan bahwa “perkawinan ialah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”1. Ditegaskan dalam pengertian yuridis perkawinan

menurut pasal 2 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1999 tentang Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia, yaitu “Perkawinan menurut hukum Islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqon ghaliza untuk menaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Selanjutnya, menurut

pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.2 Dalam

kenyataannya, tujuan perkawinan tersebut tidak selamanya dapat tercapai.

Meskipun dari semua calon suami istri sudah penuh kehati-hatian dalam

1 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum

Adat Hukum Agama, (Bandung : CV Mandar Maju, 2007), hal 6. 2 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

2

menjatuhkan pilihannnya sebelum melaksanakan perkawinan, tidak jarang dalam

suatu perkawinan yang sudah berjalan bertahun-tahun berakhir dengan perceraian.

Dalam Islam perkawinan merupakan suatu ikatan, dan ikatan itu harus

diupayakan terjalin secara utuh. Namun tidak demikian apabila secara manusiawi

ikatan perkawinan dalam keluarga itu menjadi mustahil untuk dipertahankan

dalam kurun waktu yang lama. Hanya dalam keadaan yang tidak dapat

dipertahankan itu sajalah perceraian diizinkan dalam syari’ah. Apabila keadaan ini

timbul, seseorang hendaknya mencamkan dalam hatinya bahwa perkawinan itu

dia telah membuat janji ikatan yang kuat (mitsaqan ghalizha). Dalam Pasal 38

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan :

“Perkawinan dapat putus karena :

a. Kematian;

b. Perceraian; dan

c. Atas keputusan Pengadilan.”

Terutama dalam kasus perceraian dapat terjadi karena adanya ikrar talak atau

berdasarkan gugatan perceraian.3

Menurut Abdul Ghofur Anshori, dalam kehidupan rumah tangga sering

dijumpai orang (suami istri) mengeluh dan mengadu kepada orang lain ataupun

kepada keluarganya, akibat tidak terpenuhinya hak yang harus diperoleh atau

tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak, atau karena alasan lain,

yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara keduanya (suami istri)

3 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003) ,

Cet Ke- 6, hal 274.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

3

tersebut. Tidak mustahil dari perselisihan itu akan berbuntut pada putusnya ikatan

perkawinan (perceraian).4 Perceraian menurut hukum agama Islam yang telah

dipositifkan dalam Pasal 38 UU No. 1 tahun 1974 dan telah dijabarkan dalam

Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 serta Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang nomor 1

tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disingkat PP No.9 tahun 1975),

mencakup: pertama, “cerai talak”, yaitu perceraian yang diajukan permohonan

cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama, yang dianggap

terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu

dinyatakan (diikrarkan) di depan sidang Pengadilan Agama; kedua, “cerai gugat”,

yaitu perceraian yang diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada

Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat

hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai

kekuatan hukum yang tetap.5

Dewasa ini seiring dengan perkembangan zaman, yang menjadi penyebab

utama perceraian adalah ketidakcocokan pasangan suami istri satu sama lain,

hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Adapun yang menjadi faktor-

faktor penyebab terjadinya perceraian menurut Pasal 116 Kompilasi Hukum

Islam:

“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan ;

4 Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit., hal 5.

5 Ibid., hal.7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

4

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain atau karena hal lain diluar

kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lebih dari 5 (lima) tahun

atau hukuman lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain;

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri;

f. Antara suami atau istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah

tangga;

g. Suami melanggar taklik talak;

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak

rukunan dalam rumah tangga.”

Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 33 dinyatakan: “suami

isteri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan

lahir bathin yang satu dengan yang lain.” Undang-undang tersebut dengan jelas

menuntut pasangan suami istri untuk berprilaku dan bertindak seperti yang

disebutkan dalam Undang-undang, tetapi kemudian dalam hal pasangan sering

terjadi penyimpangan, sehingga perceraian sangat mungkin terjadi. Sebagai

contoh, seorang istri menginginkan putusnya perkawinan atau cerai karena suami

tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang kepala rumah tangga, sering

tidak pulang ke rumah tanpa memberikan kabar, dan tidak memberi nafkah baik

lahir maupun bathin dalam kurun waktu yang cukup lama.

Salah satu perceraian yang terjadi dalam masyarakat adalah cerai ghaib,

hukum Islam menganjurkan istri untuk mengajukan cerai gugat di pengadilan

seperti yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam yang berhubungan dengan

suami hilang (ghaib/mafqud) dalam Pasal 116 huruf b menyatakan: “salah satu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

5

pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain

dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.”6

Salah satu kasus cerai ghaib yang pernah terjadi di Pengadilan Agama Medan

Sumatera Utara adalah kasus perceraian antara seorang wanita berinisial LSH

yang berumur 42 tahun, yang mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan

Agama Medan kepada suaminya yang berinisial SHA berumur 34 tahun. Alasan

dari LSH mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Medan karena

selama perkawinan antara SHA dan LSH yang berlangsung, banyak terjadi

perselisihan dan pertengkaran yang berujung pada Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT) sehingga kedua belah pihak memutuskan untuk tinggal terpisah.

Sejak saat itu keberadaan dari SHA tidak diketahui oleh LSH, sehingga LSH

mengajukan gugatan cerai ghaib ke Pengadilan Agama Medan Sumatera Utara.

Kasus ini telah diputus pada tanggal 24 Juli 2019 di Pengadilan Agama Medan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka menarik untuk dilakukan penelitian

dengan judul “Cerai Ghaib Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn)”.

6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika

Pressindo,1992), hal 141.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan penulis diatas, maka

permasalahan yang akan dikaji adalah :

1. Bagaimana Pengaturan Tentang Gugatan Cerai Ghaib Menurut Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi

Hukum Islam ?

2. Bagaimana Akibat Hukum Dari Cerai Ghaib Menurut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam ?

3. Bagaimana Perlindungan Hukum Tergadap Para Pihak Terkait Dengan

Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn

Tentang Cerai Ghaib ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang muncul diatas, maka tujuan dari penelitian ini

ialah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang gugatan cerai ghaib menurut

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari cerai ghaib menurut Undang-undang

nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap para pihak terkait dengan

putusan Pengadilan Agama medan Nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn

tentang cerai ghaib.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Secara Teoritis.

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat serta memberikan

masukan sekaligus menambah kekayaan ilmu pengetahuan dan

literature dalam Hukum perkawinan, khususnya berkaitan dengan

pembahasan dalam masalah ini yang bertujuan untuk memberikan

kepastian hukum terhadap salah satu pihak yang ditinggalkan oleh

pasangannya tanpa adanya gugatan perceraian.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti-

peneliti lain dimasa mendatang yang bermaksud mengkaji hal yang

relevan dengan penelitian ini.

2. Manfaat Secara Praktis

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengatahuan kepada

masyarakat terkait dengan hukum perkawinan khususnya

perceraian yang dilakukan karena tidak diketahuinya keberadaan

salah satu pihak (Ghaib).

b) Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

masyarakat khususnya pasangan suami istri yang status

perkawinannya tidak jelas akan keberadaan salah satu pihak.

E. Tinjauan pustaka

1. Pengertian perkawinan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

8

Menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,

perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa7.

Dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia berbunyi

“Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang

kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah”8

2. Sebab-sebab putusnya perkawinan

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa

perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan

pengadilan (pasal 38). Perceraian hanya dapat dilakukan didepaan sidang

pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak

berhasil mendamaikan kedua belah pihak9

Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara

suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. Di

dalam penjelasan disebutkan adanya alasan-alasan yang dapat dijadikan

dasar untuk perceraian adalah:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi, dan lain sebagainya yang sukar dihilangkan;

7 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Karya Gemilang,

2007), hal 8. 8 Rusdi Malik, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta:

Universitas Trisakti,2010), Hal 12. 9 Hilman Hadikusuma, Op. cit., hal 150.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

9

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa ada alasan yang

sah atau karena hal lain diluar kemauannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat

yang membahayakan terhadap pihak lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang

mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

suami/isteri;

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.10

3. Pengertian perceraian

Perceraian menurut Subekti adalah “penghapusan perkawinan dengan

putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu”. Jadi

pengertian perceraian menurut Subekti adalah penghapusan perkawinan,

baik dengan putusan hakim atau tuntutan suami atau isteri.11

4. Pengertian Cerai ghaib

Seperti yang dijelaskan dalam laman Pengadilan Agama Malang Kelas

1A, Gugatan Cerai Ghoib adalah gugatan yang diajukan kepada

Pengadilan Agama oleh seorang istri untuk menggugat cerai suaminya, di

mana sampai dengan diajukannya gugatan tersebut, alamat

maupun keberadaan suaminya tidak jelas (tidak diketahui).12

10

Sudarso, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta,2005), hal 116. 11

Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit, hal 20. 12

Dikutip dari https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57ccddd31c9bf/arti-

gugatan-cerai-ghaib/, diakses pada hari kamis, 12 September 2019, pukul 17:22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

10

F. Metode penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun

cara mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah.

Menurut Sugiyono, metode penelitian adalah cara-cara ilimah untuk

mendaptkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan,

dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu, sehingga pada gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.13

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

yuridis normatif. Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis normatif

yaitu penelitian hukum yang dilakukanya dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara

mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-

literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup :

1) Penelitian terhadap asas-asas hukum

2) Penelitian terhadap sistematik hukum

3) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal

4) Perbandingan hukum

5) Sejarah hukum14

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang diterapkan dalam penelitian hukum ini adalah

bersifat deskriptif analisis. Dalam penelitian deskriptif, analisis data tidak

13

Jonaedi effendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris,

(Depok: Prenadamedia Group, 2016), Hal 3. 14

Soerjono Soekanto dan Sri mamudji, penelitian hukum normatif (suatu tinjauan

singkat), (jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003), Hal 13-14.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

11

keluar dari lingkup sample. Bersifat deduktif, berdasarkan teori atau

konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang

seperangkat data, atau menujukkan komparasi atau sehubungan

seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.15

3. Sumber data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data

yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari sumbernya

(objek penelitian), tetapi melalui sumber lain.16

Untuk memperoleh data

sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan, yaitu penelitian terhadap

bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai

referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian. Sumber data peneliti

dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;

3) Kompilasi Hukum Islam / Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991;

4) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan

Agama;

5) Peraturan Perundang-undangan:

15

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2003), hal. 38.-39. 16 Ibid, hal 215.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

12

a. Undang-undang atau perpu;

b. Peraturan pemerintah;

c. Keputusan presiden;

d. Keputusan menteri;

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, misalnya rancangan undang-undang (RUU), rancangan

peraturan pemerintah (RPP), hasil penelitian (hukum), hasil karya

ilmiah (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya. Bahan

hukum sekunder dalam penelitian ini berupa: Putusan Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn, jurnal-jurnal tentang perkawinan,

perceraian, serta buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan

skripsi ini.

c. Bahan hukum tertier

Yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus-

kamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.

Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan

permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus

relevan dan mutakhir.17

4. Teknik pengumpulan data

a. Studi Kepustakaan (Library Research).

17 Ibid, hal 117.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

13

Studi Kepustakaan yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai

hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara

luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Studi

kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu

melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi dengan cara

membaca dan mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang

dibahas pada penelitian ini.

b. Penelitian Lapangan (Field research)

Pengumpulan data yang dilakukan dengan penelitian lapangan di

Pengadilan Agama Medan, Jalan Sisimangaraja No. Km 9,8 Timbang

Deli kecamatan Medan Amplas Kota Medan Sumatera Utara. Pada

penelitian lapangan ini akan dilakukan juga wawancara dengan

informan yaitu Hakim Pengadulan Agama Medan dan istri

(penggugat), dimana hasil wawancara akan digunakan untuk

mendukung data sekunder dalam penelitian ini.

G. Keaslian Penelitian

Skripsi ini berjudul tentang “CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-

UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1831/Pdt. G/2018/PA.Mdn)”. Judul ini

telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan dan Sekretaris

Departemen Hukum Keperdataan serta telah melalui tahap pengujian uji bersih di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

14

kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan tidak ada

ditemukan judul yang sama dengan judul penulis. Jika mengenai tentang

perceraian saja, namun substansi pembahasannya berbeda dikarenakan penelitian

ini lebih membahas dan meneliti tentang cerai ghaib. Tema diatas didasarkan pada

ide, gagasan, pemikiran, referensi, buku-buku dan pandangan pihak lain terhadap

studi putusan tentang cerai ghaib.

Adapun beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan

perceraian ghaib di Indonesia antara lain :

1. Diana Afrani (502012441) Universitas Muhammadiyah Palembang

Dasar Pertimbangan Hakim Dan Kekuatan Putusan Perceraian Secara

Ghaib Di Pengadilan Agama Palembang

Rumusan Masalah :

a. Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum

tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

b. Putusan hakim, atau putusan pengadilan adalah pernyataan hakim

karena jabatannya diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum

dalam bentuk tertulis sebagai hasil dari pemeriksaan perkara perdata

yang dimaksudkan mengakhiri perkara.

c. Perceraian ialah putusnya ikatan perkawinan anatara seorang suami

dengan isterinya. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 113 Kompilasi

Hukum Islam, bahwa perkawinan dapat putus karena : a. kemtian, b.

perceraian, c. atas putusan pengadilan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

15

d. Perceraian secara ghaib adalah perceraian yang salah satu pihak suami

ataupun isteri yang tidak diketahui lagi keberadaannya lebih dari tiga

bulan.

e. Pengadilan Agama Palembang, adalah salah satu Pengadilan Agama

yang ada di propinsi Sumatera Selatan.

2. Mastur Hasin (C01304027) Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel

Putusan Hakim Tentang Suami Ghaib (Mafqud) Sebagai Alasan Cerai

Gugat Di Pengadilan Agama Kabupaten Malang (Putusan No.

0038/Pdt.G/2008/PA.Kab.Mlg)

Rumusan Masalah :

a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perceraian diluar

gugatan yang digugat di Pengadilan Agama Kabupaten Malang ?

b. Bagaimana analisa putusan hakim terhadap perceraian akibat suami

mafqud di Pengadilan Agama kabupaten Malang ?

Walaupun penulisan skripsi ini memiliki sedikit kesamaan dengan beberapa

skripsi yang telah disebutkan diatas, tetapi substansi yang dibahas dalam ketiga

penulisan diatas tersebut adalah berbeda pembahasannya dengan pembahasan

dalam penulisan ini. Permasalahan dan pembahasan yang diangkat dalam

penulisan ini merupakan hasil pemikiran sendiri dan juga karena referensi dari

buku-buku serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

perkawinan dan perceraian. Oleh karena itu penulisan ini adalah asli adanya, dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

16

dipertanggungjawabkan keasliannya karena belum ada yang membuat penulisan

yang sama dengan judul ini.

H. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas mengenai Latar Belakang Penulisan

Skripsi, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

metode penulisan, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN GUGATAN CERAI GHAIB MENURUT

UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG

PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Bab ini membahas tentang pengertian/definisi perceraian menurut

UU perkawinan dan KHI, sebab-sebab perceraian menurut KHI,

prosedur perceraian, pengertian/ definisi cerai ghaib, serta

pengaturan dari cerai ghaib tersebut.

BAB III AKIBAT HUKUM DARI CERAI GHAIB MENURUT

UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG

PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

17

Dalam bab ini membahas mengenai akibat hukum dari cerai ghaib

menurut Undang-undang Perkawinan dan KHI, sebab terjadinya

cerai ghaib, serta syarat-syarat terjadinya cerai ghaib.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK

TERKAIT PUTUSAN PENGADILAN NOMOR

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn

Dalam bab ini membahas tentang posisi kasus putusan nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn, analasis dari putusan nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn, serta perlindungan hukum bagi para

pihak atas kasus putusan nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab terakhir ini akan memberikan pemahaman kepada

pembaca yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran dari bab-

bab sebelumnya yang mungkin akan berguna dan dapat

dipergunakan untuk menyempurnakan penelitian skripsi ini untuk

kedepannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

18

BAB II

PENGATURAN GUGATAN CERAI GHAIB MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perkawinan Di Indonesia

1. Pengertian Perkawinan

Pengertian perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1

Tahun 1974 selanjutnya disebut UUP, yang berlaku di Indonesia terdapat pada

pasal 1, yakni:

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Ada beberapa hal dari rumusan tersebut di atas yang perlu diperhatikan:18

Pertama: digunakan kata “seorang pria dengan seorang wanita”

mengandung arti bahwa perkawinan itu hanyalah antar jenis kelamin yang

berbeda. Hal ini menolak perkawinan sesame jenis yang waktu ini telah di

legalkan oleh beberapa negara Barat.

Kedua: digunakan ungkapan “sebagai suami istri” mengandung arti bahwa

perkawinan itu adalah bertemunya dua jenis kelamin yang berbeda dalam suatu

rumah tangga, bukan hanya dalam istilah “hidup bersama”.

18

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2009), hal. 40.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

19

Ketiga: dalam definisi tersebut disebutkan pula tujuan perkawinan, yaitu

membentuk rumah tangga yang bahagia, dan kekal yang menafikan sekaligus

perkawinan temporal sebagaimana yang berlaku dalam perkawinan mut‟ah dan

perkawinan tahlil.

Keempat: disebutkannya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

menunjukkan bahwa perkawinan itu bagi Islam adalah peristiwa agama dan

dilakukan umtuk memenuhi perintah agama.

Di samping definisi yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 tersebut diatas, Kompilsai Hukum Islam di Indonesia memberikan definisi

lain yang tidak mengurangi arti yang terdapat didalam Undang-undang

perkawinan tersebut, namun bersifat menambah penjelasan, dengan rumusan yang

terdapat didalam pasal 2 KHI sebagai berikut :

“ Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang

sangat kuat atau miitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah”.

Ungkapan akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalizhan merupakan

penjelasan ungkapan “ikatan lahir batin” yang terdapat dalam rumusan UU

perkawinan yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu bukanlah semata

perjanjian yang bersifat keperdataan.19

Ungkapan untuk menaati perintah Allah dan melaksanaksanakannya

merupakan ibadah, merpakan penjelasan dari ungkapan “berdasarkan KeTuhanan

19

Ibid, hal. 40.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

20

Yang Maha Esa” dalam UUP. Hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi

umat Islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang

melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah.20

2. Rukun dan Syarat Perkawinan

A. Syarat sahnya perkawinan

Undang-undang secara lengkap mengatur syarat sahnya perkawinan baik

yang menyangkut orangnya, kelengkapan administrasi, prosedur pelaksanaannya,

dan mekanismenya. Adapun syarat-syarat yang lebih di titik beratkan kepada

orangnya diatur di dalam undang-undang sebagai berikut:21

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur

21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia

atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak maka izin

dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orangtua yang masih

hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan

tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari

wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan

darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup

dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat-pendapat antara orang-orang yang

disebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini, atau salah seorang atau lebih

diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan

dalam daereah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan

perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin

setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat 2, 3

dan 4 pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat 1 sampai dengan ayat 5 pasal ini berlaku

sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu

dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

20

Ibid, hal 41. 21

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

21

Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 6 Undang-undang Perkawinan di mana

ayat 1 dalam pasal ini memerlukan penjelasan yaitu: oleh karena perkawinan

mempunyai maksud agar suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal

dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak asasi manusia, maka perkawinan harus

disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa

ada paksaan dari pihak manapun. Ketentuan dalam pasal ini, tidak berarti

mengurangi syarat-syarat perkawinan menurut ketentuan hukum perkawinan yang

sekarang berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan

dalam Undang-undang ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-

undang ini. Disamping itu undang-undang juga mengatur tentang persyaratan

umur minimal bagi calon suami dan calon isteri serta beberapa alternatif lain

untuk mendapatkan jalan keluar apabila ketentuan umur minimal tersebut belum

terpenuhi. Dalam hal ini Undang-undang mengatur sebagai berikut:22

1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

(Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam

belas) tahun. Namun setelah lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun

2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, ketentuan tentang batas usia perkawinan menjadi

19 (Sembilan belas) tahun sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 7

ayat (1):

“Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah

mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.”

2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini tidak dapat meminta

dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh

kedua orang tua pihak pria maupun wanita.

3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang

tua tersebut dalam pasal 6 ayat 3 dan 4 Undang-undang ini, berlaku

juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat 2 pasal ini dengan

tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat 6.

22

Sudarsono, Op.Cit , hal. 41.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

22

Ketentuan ini diatur didalam Pasal 7 Undang-undang Perkawinan yang

secara otentik pasal ini masih mendapat beberapa penjalasan bahwa: untuk

menjaga kesehatan suami isteri dan keturunan, perlu ditetapkan batas-batas umur

untuk perkawinan.

Selain syarat sah perkawinan yang diatur dalam UUP, KHI juga memuat

ketentuan tentang rukun dan syarat sah perkawinan yang khusus berlaku bagi

orang islam di Indonesia. Menurut Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan

bahwa :

“perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai

dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan”

Lebih lanjut dalam Pasal 5 Kompilasi Hukum Islam disebutkan pula

bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan agar terjamin ketertiban perkawinan.

Dan dalam Pasal 6 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan yang

dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatatan pernikahan tidak mempunyai

ketentuan hukum.

B. Rukun Perkawinan.

Menurut bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu

pekerjaan. Secara istilah, rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang

tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau

tidaknya suatu perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu itu.23

23

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010),

hal. 45.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

23

Adapun rukun yang harus dipenuhi untuk melangsungkan pernikahan

terdiri dari: (1). Calon suami dan calon istri, (3). Ijab qabul, (4). Wali, (5). Saksi.24

1. Calon suami dan calon istri

Seorang calon suami yang akan menikah harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Bukan mahram dari calon istri

b. Tidak terpaksa (atas kemauan sendiri)

c. Jelas orangnya

d. Tidak sedang ihram haji

Bagi calon istri yang akan menikah juga harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Tidak bersuami

b. Bukan mahram

c. Tidak dalam masa iddah

d. Merdeka (atas kemauan sendiri)

e. Jelas orangnya

f. Tidak sedang ihram haji

2. Ijab qabul

Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan qabul ialah

sesuatu yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua

orang saksi. Ijab qabul hendaknya menggunakan bahasa yang dapat dimengerti

24

H.S.A Al-Hamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), (Jakarta: Pustaka

Amani, 2011), hal 69.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

24

oleh orang yang melakukan akad. Sighat hendaknya mempergunakan ucapan

yang menunjukkan waktu lampau, atau salah seorang mempergunakan kalimat

yang menunjukkan waktu lampau sedang lainnya yang menunjukknan waktu

yang akan datang.

Mempelai laki-laki dapat meminta kepada wali pengantin perempuan:

“kawinkanlah saya dengan anak perempuan bapak.” Kemudian wali menjawab:

“saya kawinkan dia (anak perempuannya) dengan mu.” Permintaan dan jawaban

itu sudah membuahkan perkawinan.

3. Wali

Wali adalah pihak yang memberikan izin terhadap berlangsungnya akad

nikah antara laki-laki dan perempuan. Wali nikah hanya ditetapkan bagi pihak

pengantin perempuan. Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan,

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Laki-laki

b. Dewasa

c. Waras akalnya

d. Tidak dipaksa

e. Adil

f. Tidak sedang ihram haji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

25

Menurut hukum perkawinan islam, wali ada tiga yaitu:25

(1) Wali mujbir, dalam hal ini mujbir adalah wali nikah yang mempunyai hak

memaksa anak gadisnya menikah dengan seorang laki-laki dalam batas-

batas wajar. Wali mujbir ini adalah mereka yang mempunyai garis

keturunan keatas dengan perempuan yang akan menikah. Mereka yang

termasuk dalam wali mujbir ialah ayah dan seterusnya keatas menurut

garis patrineal. Wali mujbir dapat mengawinkan anak gadisnya tanpa

persetujuan putrinya apabila hal tersebut dipandang demi kebaikan

putrinya. Disamping itu, kekuasaan wali mujbir menjadi hilang apabila

putrinya telah janda.

(2) Wali nasab, dalam hal ini wali nasab adalah wali nikah yang memiliki

hubungan keluarga dengan pengantin perempuan.

(3) Wali hakim, dalam hal ini wali hakim adalah wali yang ditunjuk dengan

kesepakatan kedua pihak (calon suami-istri).

4. Saksi

Ketentuan saksi di dalam pernikahan harus dua orang. Dua orang saksi

tersebut diatur dalam hukum islam. Syarat-syarat saksi adalah:

a. Laki-laki

b. Baligh

c. Waras akalnya

d. Adil

25 Sudarsono, Op.Cit , hal. 51.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

26

e. Dapat mendengar dan melihat

f. Bebas (tidak dipaksa)

g. Tidak sedang ihran haji

h. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab qabul

Di dalam hukum islam, perkawinan tidak sah jika tidak dilaksanakan oleh

wali dan saksi, sebagaimana hadist nabi mengatakan “Tidak sah nikah kecuali

dengan wali dan dua saksi yang adil.”26

3. Dasar Hukum Perkawinan di Indonesia

Indonesia sebagai Negara hukum memiliki ketentuan yang mengatur warga

Negara dalam berbagai hal, salah satunya ialah perkawinan yang merupakan

perbuatan hukum. Dalam melaksanakan perkawinan maka setiap warga Negara

harus tunduk pada aturan dasar perkwanian yang telah ada ketetapannya.

Tujuannya ialah agar perkawinan yang dilaksanakan tersebut dianggap sah dan

memiliki kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan aturan yang ada.

Dasar hukum perkawinan di Indonesia yang berlaku sekarang ini antara lain

adalah:27

a. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

26

Ibid, hal. 52. 27

P.N.H Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: PB Gadjah

Mada, 1999), hal. 37.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

27

c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang perubahan dan

Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Ijin

Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

e. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

di Indonesia (pasal 1-170 KHI).

4. Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Adapun yang dimaksud dengan hak disini adalah apa-apa yang diterima

oleh seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban

adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Dalam hubungan

suami isteri dalam rumah tangga, suami mempunyai hak dan begitu pula istri

mempunyai hak. Di balik itu suami mempunyai beberapa kewajiban dan begitu

pula istri mempunyai beberapa kewajiban.28

Hak dan kewajiban suami istri diatur secara tuntas dalam Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam satu bab yaitu bab VI Pasal 30-

Pasal 34. Dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa “Suami isteri memikul kewajiban

yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari

susunan masyarakat”. Selain dalam pasal 30, hak dan kewajiban suami istri di

jabarkan dalam pasal 31-34 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yaitu:

28 Amir Syarifuddin, Op.cit, hal 159.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

28

Pasal 31 UUP memuat asas kemitraan/ kesetaraan antara suami dan istri

dalam perkawinan, hal ini dapat dilihat pada bunyi pasal sebagai berikut :

(1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat.

(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

(3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

Selanjutnya pada pasal 32, 33, dan 34 UUP diatur lebih lanjut tentang Hak

dan Kewajiban Suami dan Istri, yakni :

Pasal 32 :

(1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini

ditentukan okeh suami istri bersama

Pasal 33:

“Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.”

Pasal 34:

(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan.

Selain dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, mengenai hak dan

kewajiban suami istri juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 77-

79, yaitu:

Pasal 77:

(1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar

dari susunan masyarakat.

(2) Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

(3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-

anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun

kecerdasannya dan pendidikan agamanya.

(4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

(5) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

29

Pasal 78:

(1) Suami istri harus mempunyai kediaman yang tetap.

(2) Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami

istri bersama.

Pasal 79:

(1) Suami adalah kepala keluarga, dan istri ibu rumah tangga.

(2) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama

dalam masyarakat.

(3) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Dalam Kompilasi Hukum Islam menyebutkan pula kewajiban suami dan istri

yaitu:

a. Kewajiban suami

Pasal 80:

(1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami istri bersama.

(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(3) Suami wajib memberikan perlindungan agama kepada istrinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan

bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa.

(4) Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi

istri dan anak.

c. Biaya pendidikan bagi anak.

(5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf

a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari

istrinya.

(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

(7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud pada ayat (5) gugur apabila

istri nusyuz.

b. Kewajiban istri

Pasal 83:

(1) Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan bathin

kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan dalam hukum

islam.

(2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-

hari dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

30

(1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali

dengan alasan yang sah.

(2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut

pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk

kepentingan anaknya.

(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah

istri tidak nusyuz.

(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus

didasarkan pada bukti yang sah.

Berdasarkan ketentuan tentang hak dan kewajiban baik menurut Undang-

undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, maka baik suami maupun istri

telah ada ketapan yang mengaturnya dalam Peraturan Perundang-undangan. Lebih

lanjut bahwa apabila baik suami maupun istri melakukan pelanggaran terhadap

hak dan kewajiban yang diatur, maka ketentuan tersebut dapat dijadikan suatu

dasar yang jelas untuk menuntut hak dan kewajiban yang dimiliki oleh suami

maupun istri.

B. Perceraian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

1. Tinjauan Umum Tentang Perceraian

a. Pengertian Perceraian

Kata “cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti v (kata kerja),

1. Pisah; 2. Putus hubungan sebagai suami istri; talak. Kemudian, kata

“perceraian” mengandung arti: n (kata benda), 1. Perpisahan; 2. Perihal bercerai

(antara suami istri); perpecahan. Adapun kata “bercerai” berarti: v (kata kerja), 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

31

Tidak bercampur (berhubungan, besatu, dsb.) lagi; 2. Berhenti berlaki-bini

(suami-istri).29

Istilah “perceraian” terdapat dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 yang memuat ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus

karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan”.30

Istilah perceraian

menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai aturan hukum positif

tentang perceraian menunjukkan adanya:31

a. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk memutus

hubungan perkawinan diantara mereka;

b. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu

kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan

yang pasti dan langsung diterapkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa;

c. Putusan hakim yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum

putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri.

Perceraian menurut pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah

“putusnya perkawinan”. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan adalah

menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah “ikatan lahir

batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi, perceraian ialah putusnya

ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhinya

hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri tersebut.32

29

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hal. 185. 30

Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit., hal. 15 31

Ibid, hal. 16. 32

Ibid, hal. 18.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

32

Pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspektif hukum

berikut:33

a. Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal 38

dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan

dalam PP Nomor 9 Tahun 1975, mencakup antara lain sebagai berikut:

1) Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan

permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan

Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat

hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan) di depan

sidang Pengadilan Agama (vide Pasal 20 sampai dengan Pasal 18 PP

Nomor 9 Tahun 1975).

2) Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang

diajukan gugatan cerai nya oleh dan atas inisiatif istri kepada

Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala

akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide Pasal 20 sampai dengan

Pasal 36).

b. Perceraian menurut hukum agama selain hukum Islam, yang telah pula

dipositifkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dijabarkan

dalam PP No. 9 Tahun 1975, yaitu perceraian yang gugatan cerainya

diajukan oleh dan atas inisiatif suami atau istri kepada Pengadilan Negri,

yang dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak saat

pendaftarannya pada daftar pencatatan oleh Pegawai Pencatatan di Kantor

Catatan Sipil (vide Pasal 20 dan Pasal 34 ayat (2) PP Nomor 9 Tahun

1975).

Perceraian menurut Subekti adalah “penghapusan perkawinan dengan

putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu”.34

Jadi,

pengertian perceraian menurut Subekti adalah penghapusan perkawinan baik

dengan putusan hakim atau tuntutan suami istri. Dengan adanya perceraian,

maka perkawinan antara suami dan istri menjadi hapus. Namun, Subekti tidak

menyatakan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu

dengan kematian atau yang lazim disebut dengan istilah “cerai mati”.35

33

Ibid, hal. 19. 34

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Internusa, 1985), hal. 42. 35 Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit., hal. 20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

33

Prinsipnya, seorang pria dan wanita mengikat lahir batinnya dalam suatu

perkawinan sebagai suami istri mempunyai hak untuk memutuskan

perkawinan tersebut dengan cara perceraian berdasarkan hukum perceraian

yang berlaku. Namun, suami istri yang akan melakukan perceraian harus

mempunyai alasan-alasan hukum tertentu dan perceraian harus didepan sidang

pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974:36

(1) Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.

(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami

istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

(3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan

perundang-undangan itu sendiri.

Kompilasi Hukum Islam Pasal 114 menyebutkan “putusnya perkawinan

yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan

gugatan perceraian”. Selanjutnya, dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam

diebutkan “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama

setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak”. Berdasarkan Pasal tersebut maka yang dimaksud dengan

perceraian perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah proses pengucapan

ikrar talak yang harus dilakukan di depan persidangan dan disaksikan oleh para

hakim Pengadilan Agama. Apabila pengucapan ikrar talak itu dilakukan di luar

persidangan, maka talak tersebut merupakan talak liar yang dianggap tidak sah

dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

36 Ibid, hal. 7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

34

b. Asas-asas Hukum Perceraian

Keberadaan asas hukum adalah conditio sine quanon bagi norma hukum,

karena mengandung nilai-nilai moral dan etis, yang mengarahkan pembentukan

hukum yang memenuhi nilai-nilai filosofis berintikan rasa keadilan dan

kebenaran, nilai-nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku

di masyarakat, serta nilai-nilai yuridis yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

Memperhatikan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa asas hukum

adalah sebagai berikut:37

a. Refleksi dari kandungan nilai-nilai moral dan tuntutan etis dalam semangat

kebenaran dan keadilan yang mengkarakterisasi hukum itu hidup, tumbuh

dan berkembang dalam ranah masyarakat.

b. Dasar dan tumpuan yang luas, abstrak dan umum, tetapi essensial bagi

aturan hukum positif untuk mengatur perbuatan atau peristiwa hukum

secara konkret.

c. Alasan-alasan pembenar hukum yang rasional (ratio legis) bagi bentuk, isi

sifat dan tujuan norma-norma dalam aturan hukum positif yang diterapkan

dalam praktik.

Dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ini jelas-jelas

diperuntukan bagi warga negara Indonesia untuk menjadi keluarga tentram dan

bahagia, juga bertujuan untuk mengubah tatanan aturan yang telah ada dengan

aturan baru yang menjamin cita-cita luhur dari perkawinan melalui 6 (enam) asas/

prinsip yang dominan berikut:

1. Asas sukarela. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang

bahagia dan kekal. Untuk itu, suami istri perlu saling membantu dan

melengkapin agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya

membantu dam mencapai kesejahteraan spiritual ddan material.

2. Asas partisipasi keluarga dan dicatat. Perkawinan merupakan peristiwa

penting, maka partisipasi orang tua diperlukan terutama dalam hal

pemberian izin sebagai perwujudan pemeliharaan garis keturunan

keluarga. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama

37 Ibid, hal. 30.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

35

dan kepercayaannya masing-masing, juga harus dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Asas monogami. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya

apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama

dari yang bersangkutan mengizinkan suami dapat beristri lebih dari

seorng. Dengan kata lain, Undang-undangg Nomor 1 Tahun 1974

mengandung asas mempersulit poligami. Khusus bagi Pegawai Negri Sipil

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.

4. Asas perceraian dipersulit. Karena tujuan perkawinan adalah untuk

membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, maka

mempersulit terjadinya perceraian dikedepankan. Perceraian merupakan

perbuatan halal yang dibenci Allah. Kalaupun pintu perceraian ini dibuka

bagi orang Islam dibuka itu hanya kecil saja, karena imbas negatif dari

perceraian ini begitu banyak selain pada anak hasil perkawinan juga secara

umum berdampak pada masyarakat.

5. Asas kematangan calon mempelai. Calon suami istri harus sudah masak

jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat

mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berpikir pada

perceraian.

6. Asas memperbaiki derajat kaum wanita. Hak dan kedudukan istri adalah

seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah

tangga maupun pergaulan masyarakat.38

Memperhatikan asas-asas hukum perkawinan dalam Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tersebut, dapat ditemukan dan dikembangkan beberapa

asas hukum perceraian berikut:

1. Asas mempersukar proses hukum perceraian.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 pada dasarnya mempersukar terjadinya perceraian, dengan

alasan karena:39

a. Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan perceraian adalah

perbuatan yang dibenci oleh Tuhan;

b. Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri;

c. Untuk mengangkat derajat dan martabat istri (wanita), sehingga setaraf

dengan derajat dan martabat suami.

38 Ibid, hal. 36. 39 Ibid, hal. 38.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

36

Asas mempersukar proses hukum perceraian terkandung dalam

pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 yang

mengharuskan hakim di depan sidang pengadilan untuk mendamaikan

suami dan istri, sehingga menandakan bahwa Undang-undangan ini pun

memandang suatu perkawinan sebaiknya harus tetap dipertahankan. Rasio

hukum dari pasal ini ialah bahwa mungkin saja telah ada alasan-alasan

hukum perceraian, tetapi dengan adanya perdamaian ini, sudah disetujui

oleh suami atau istri, sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sebagai

alasan hukum perceraian.

Sifat mempersukar proses hukum perceraian dalam alasan-alasan

hukum perceraian juga diperkuat dengan keharusan hakim di depan sidang

pengadilan untuk memeriksa kebenaran dari alasan-alasan hukum

perceraian tersebut, sehingga tidak cukup hanya bersandar pada adanya

pengakuan belaka dari pihak yang dituduh melakukan kesalahan.40

2. Asas kepastian pranata dan kelembagaan hukum perceraian.

Asas kepastian pranata dan kelembagaan hukum perceraian

mengandung arti asas hukum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

yang meletakkan peraturan perundang-undangan sebagai pranata hukum

dan pengadilan sebagai lembaga hukum yang dilibatkan dalam proses

hukum perceraian.

40

Ibid, hal. 39.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

37

Tujuan paling hakiki dari keberadaan peraturan perundang-

undangan, yang menurut Titon Slamet Kurnia, adalah untuk menciptakan

kepastian hukum. Namun, hal ini tidak boleh dipahami dengan pengertian

bahwa hukum tidak pasti tanpa adanya peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan penting untuk menciptakan kepastian

hukum, karena peraturan perundang-undangan dapat dibaca, dapat

dimengerti dengan cara lebih mudah, sehingga sekiurang-kurangnya, dapat

menghindarkan spekulasi di antara subjek hukum tentang apa yang harus

dilakukan atau tidak dilakukan, tentang apa yang boleh dilakukan dan

tidak boleh dilakukan, tentang apa yang merupakan hak dan kewajiban.41

3. Asas perlindungan hukum yang seimbang selama dan setelah proses

hukum perceraian.

Asas perlindungan hukum yang seimbang selama dan setelah

proses hukum perceraian diciptakan sehubungan dengan tujuan hukum

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk melindungi istri (wanita) dari

kesewenang-wenangan suami (pria). Sebaliknya, tujuan hukum Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 juga untuk melindungi suami (pria) dari

kesewenang-wenangan istri (wanita) yang berakibat menurunnya marwah

(harkat dan martabat kemanusiaan) suami (pria). Jadi, yang dilindungi

secara seimbang oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah pihak

41 Ibid, hal. 40.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

38

yang lemah baik istri (wanita) maupun suami (pria) yang menderita akibat

kesewenang-wenangan sebagai wujud kekerasan dalam rumah tangga.42

C. Bentuk-bentuk perceraian

Bentuk-bentuk perceraian yang mengakibatkan putusnya perkawinan yang

diatur dalam hukum Islam, yang dapat menjadi alasan-alasan hukum

perceraiannya dan bermuara pada cerai talak dan cerai gugat yang telah diatur

dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 1 Tahun 1975, dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Talak

Secara etimologis, talak mempunyai arti membuka ikatan, melepaskannya,

dan menceraikan. Secara terminologis, menurut Abdul Rahman al-jaziri, talak

adalah melepaskan ikatan (hall al-qaid) atau bisa juga disebut mengurangi

pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan.

Menurut Sayid Sabiq, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan dan

mengakhiri hubungan suami istri. Menurut Ibrahim Muhammad al-jamal,

talak adalah memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau dimasa

mendatang oleh pihak suami dengan menggunakan kata-kata tertentu atau cara

lain yang menggantikan kedudukan kata-kata tersebut43

42

Ibid, hal. 47. 43 Mardani, hukum keluarga islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2016), hal. 145.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

39

Talak terbagi atas beberpa macam, dintaranya adalah macam-macam talak

ditinjau dari segi waktu menjatuhkan talak, yaitu44

:

1. Talak sunnah, ialah talak yang dibolehkan atau sunnah hukumnya,

yang diucapkan 1 kali dan istri belum digauli ketika suci dari haidh.

Jika talak yang diucapkan berturut-turut sebanya tiga kali pada waktu

yang berbeda dan istri dalam keadaan suci dari haidh itu. Dua kali dari

talak itu telah dirujuk, sedangkan yang ketiga kalinya tidak dapat

dirujuk lagi.

2. Talak bid‟ah, ialah talak yang dilarang atau haram hukumnya, yang

talaknya dijatuhkan ketika istri dalam keadaan haidh, juga talak yang

dijatuhkan ketika istri suci dari haidh, lalu disetubuhi oleh suami.

Tergolong bid‟ah jika suami menjatuhkan talak tiga sekaligus pada

satu waktu. Adapun talak satu diiringi pernyataan tidak dapat rujuk

lagi tergolong talak bid‟ah. Jika suami menjatuhkan talak dalam

waktu/keadaan/kondisi tersebut, maka talaknya tetap jatuh dan suami

sendiri yang beerdosa, karena ia melakukan perbuatan yang dilarang

syariat islam.

Selanjutnya, macam-macam talak ditinjau dari segi jumlah penjatuhan

talak juga terdiri dari dua macam talak, yaitu sebagai berikut:45

1. Talak raj‟i, ialah talak yang dijatuhkan satu kali oleh suami, dan suami

dapat rujuk kembali kepada istri yang telah ditalak tadi. Dalam syariat

44

Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit., hal 123. 45 Ibid, hal. 124.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

40

islam, talak raj‟i terdiri dari beberapa bentuk, antara lain: talak satu,

talak dua dengan menggunakan pembayaran tersebut (iwadl). Akan

tetapi, dapat pula terjadi suatu talak raj‟i yang berupa talak satu, talak

dua dengan tidak menggunakan iwadl juga istri belum diaguli.

2. Talak ba‟in, ialah talak yang terjadi sehubungan dengan adanya

syiqaq. Yang mengarahkan suami istri mendatangkan hakim dan

keluarga masing-masing sebagai juru damai sesuai dengan surah An-

Nisa ayat 35. Seandainya terjadi penjatuhan talak ba‟in kubro oleh

seorang suami, maka dalam hal ini suami tidak diizinkan lagi untuk

rujuk dan atau kawin lagi dengan istri yang telah ditalaknya. Talak

ba‟in kubro terdiri dari beberapa macam, yaitu karena li‟an (menuduh

zina). Jika perceraian terjadi karena tuduhan zina/li‟an, maka suami

istri untuk selama-lamanya tidak boleh kawin lagi. Talak ba‟in dapat

pula terjadi karena penjatuhan talak yang ketiga kalinya. Apabila hal

ini terjadi, maka suami tidak dapat kembali.

2. Syiqaq

Suatu perselisihan yang telah terjadi demikian hebat anatara suami istri,

keadaan mana dapat menimbulkan kesulitan dan penderitaan terutama kepada

istri, karena jalan untuk bercerai baik dengan ta‟lik thalaq maupun dengan

fasakh tertutup, maka persoalan tersebut diselesaikan melalui jalan syiqaq.

Lemaga syiqaq termaktub dalam Al-Qur an, yaitu:

Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya maka kirimlah

seorang dalam seorang hakim (juru damai dari keluarga laki-laki dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

41

seorang hakim dari keluarga perempuan). Jika kedua hakam itu bermaksud

mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufiq kepada suami

istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mengenal.46

Menurut ayat ini bahwa lembaga syiqaq harus ada dua orang hakam

(hakamain) yaitu seorang dari pihak keluarga “laki-laki dan seorang dari

pihak keluarga perempuan, tetapi telah timbul dua pendapat yang masing-

masing memberi arti yang lain kepada istilah hakam”. Menurut pendapat

pertama, “Hakam itu hanya wakil dari suami dan wakil dari istri; mereka

hanya dapat memberi nasihat kepada suami istri yang hidup berselisih itu

supaya berdamai, atau kalau daya upaya ini ternyata tidak berhasil,

menceraikan mereka, akan tetapi kalau salah satu pihak tidak mufakat,

paham-paham itu tidak bisa berbuat apa-apa.” Ini adalah pendapat Hanafi dan

satu riwayat dari Hambali dan salah satu dari kata Syafe’i. Tetapi menurut

pendapat yang kedua, “Hakam itu mempunyai kekuasaan seperti hakim;

kalau nasihatnya tidak berhasil mereka dapat memberi keputusannya, bahkan

boleh menceraikan mereka biarpun salah satunya tidak setuju.47

Hakam bertugas menyelesaikan masalah demi kelangsungan perkawinan

atau memutuskan apakah perceraian harus dilakukan. Hakam sebaiknya dari

keluarga suami istri, kalau tidak ada boleh mengambil dari pihak luar. Kedua

hakam harus mengetahui sebab perselisihan suami istri, suami istri harus

mendamaikan. Apabila sengketa itu datang dari suami istri atau dari salah

satunya, maka hakam menceraikannya dengan thalaq ba‟in. kalau sengketa

46

Al-Qur an: 35, S. 4 (An-Nisa) 47

Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, ( Jakarta: Ghalia Indonesia,

1982), hal 71.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

42

datang dari pihak istri, maka keduanya dipisahkan bukan dengan thalaq tetapi

dengan khulu‟ (tebusan). Apabila kedua hakam belum mendapatkan kata

sepakat, maka hakim memerintahkan kepada kedua hakam tersebut untuk

mengulangi penyelidikannya. Kalau tetap tidak sependapat, maka hakim

mengangkat hakam lain. Hakam berkewajiban menyampaikan pendapatnya

kepada hakim yang memeriksa perkaranya dan hakim wajib menjalankan

keputusan kedua hakam tersebut.48

Tugas dan syarat-syarat orang yang boleh diangkat menjadi hakam

menurut Syekh Abdul Aziz Al Khuli yang dikutip dari Kamal Muchtar

adalah49

:

a. Berlaku adil di antara pihak yang berperkara;

b. Dengan ikhlas berusaha untuk mendamaikan suami istri itu;

c. Kedua hakam itu disegani oleh kedua pihak suami istri;

d. Hendaklah berpihak kepada yang teraniaya/dirugikan apabila pihak yang

lain tidak mau berdamai.

3. Khulu‟

Khulu‟ artinya melepas, dari asal kata Khal‟uts tsaub, melepas pakaian

karena perempuan adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian

perempuan. Khulu‟ juga disebut tebusan, karena perempuan yang

mengajukan khulu‟ menebus dirinya dengan sesuatu, diberikan kepada

suaminya supaya diceraikan. Para fuqaha memberikan definisi khulu‟ yaitu:

perceraian laki-laki atas istrinya dengan tebusan disebut khulu‟. Dalam hadist

Ibnu Abbas diterangkan, ada seseorang perempuann yang sebenarnya tidak

48

H.S.A Al-Hamdani, Op.cit, hal 257. 49 Kamal Muchtar dalam Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit, hal. 130.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

43

menghendaki perceraian, bukan karena suami jelek akhlaknya atau tidak baik

agamanya, tetapi istri tidak suka dengan tampang muka suaminya, istri

enggan melakukan kewajiban terhadap suaminya. Islam memperbolehkan

seorang perempuan memutuskan ikatan perkawinannya dengan jalan khulu‟,

dengan memberikan kembali kepada suami apa yang pernah diberikan suami

kepadanya untuk memutuskan perkawinannya.50

4. Fasakh

Secara etimologi, fasakh berarti membatalkan. Apabila dihubungkan

dengan perkawinan fasakh berarti membatalkan perkawinan atau merusakkan

perkawinan. Kemudian, secara terminologis fasakh bermakna pembatalan

ikatan pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan istri atau

suami yang dapat dibenarkan Pengadilan Agama atau karena pernikahan

yang telah terlanjur menyalahi hukuk pernikahan. Hukum pelaksanaan fasakh

pada dasarnya adalah mubah atau boleh, yakni tidak disuruh dan tidak pula

dilarang. Namun, bila melihat kepada keadaan dan bentuk tertentu,

hukumnya bisa bergeser menjadi wajib, misalnya jika kelak kemudian hari

ditentukan adanya rukun dan syarat yang tidak dipenuhi suami dan/atau

istri.51

50

H.S.A. Al-Hamdani, Op.cit, hal. 260. 51 Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit, hal. 137.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

44

Biasanya yang menuntut fasakh di pengadilan adalah istri. Alasan-alasan

yang memperbolehkan seorang istri menuntut fasakh di pengadilan menurut

penjelasan Soemiyati, ialah sebagai berikut:52

a. Suami sakit gila.

b. Suami menderita penyakit menular yang tidak dapat diharapkan dapat

sembuh.

c. Suami tidak mampu atau kehilangan kemampuan untuk melakukan

hubungan kelamin.

d. Suami jatuh miskin hingga tidak mampu memberi nafkah pada istrinya.

e. Istri merasa tertipu baik dalam nasab, kekayaan atau kedudukan suami.

f. Suami pergi tanpa diketahui tempat tinggalnya dan tanpa berita, sehingga

tidak diketahui hidup atau mati dan waktunya sudah cukup lama.

5. Ta‟lik Talak

Pada prinsipnya ta‟lik talak, menurut penjelasan Sudarsono, adalah suatu

penggantungan terjadinya jatuhnya talak terhadap peristiwa tertentu sesuai

dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya antara suami istri. Dalam

kenyataan, hubungan suami istri menjadi putus berdasarkan ta‟lik talak

dengan adanya beberapa syarat, yaitu pertama, berkenaan dengan adanya

peristiwa dimana digantungkan talak berupa terjadinya sesuatu seperti yang

diperjanjikan. Misalnya: pernyataan suami bahwa jika ia meninggalkan istri

selama 6 bulan dengan tiada kabar dan tidak mengirim nafkah lahir batin atau

suami berjanji bahwa ia tidak akan memukul istri lagi. Kedua, menyangkut

masalah ketidakrelaan istri. Apabila suami ternyata tetap melakukann

pemukulan kepada istri, maka istri tidak rela. Ketiga, apabila istri sudah tidak

rela, maka ia boleh menghadap penjabat yang berwenang menangani masalah

ini, yang dalam hal ini Kantor Urusan Agama. Keempat, istri membayar

52 Ibid, hal. 138.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

45

„iwadl melalui pejabat yang berwenang sebagai pernyataan tidak senang

terhadap sikap yang dilakukan suami terhadapnya. Lebih lanjut Sudarsono

menjelaskan bahwa secara prinsipil pernyataan ta‟lik talak berupa ikrar dari

suami dan hanya mengikat pada suami istri itu sendiri. Lembaga ta‟lik talak

disamping untuk menjaga kerukunan hubungan suami istri juga untuk

mengimbangi hak talak yang ada pada suami.53

6. Li‟an

Li‟an berasal dari kata la‟ana artinya mengutuk, karena orang yang

meli‟an pada sumpahnya yang kelima bersedia menerima kutukan Allah

apabila ternyata sumpahnya berdusta. Li‟an adalah sumpah seorang suami

apabila ia menuduh istrinya berbuat zina. Sumpah itu diucapkan empat kali,

bahwa tuduhannya benar dan pada sumpah yang kelima ia meminta kutukan

Allah seandainya ia berdusta. Pihak istri juga bersumpah empat kali bahwa

dirinya tidak berbuat sebagaimana yang dituduhkan suaminya, pada sumpah

yang kelima ia bersedia menerima kutukan Allah bila tuduhan suaminya

ternyata benar.54

Semata-mata sumpah li‟an belaka tidaklah dengan sendirinya memutuskan

ikatan perkawinan, tetapi sumpah li‟an harus dilakukan didepan pengadilan.

Karena itu apabila suami telah melakukan li‟an di depan Pengadilan Agama,

maka perkawinan mereka putus untuk selama-lamanya dan suami bebas dari

hukuman tuduhan. Perceraian dengan li‟an tersebut dihukum telah berlaku

53

Ibid, hal. 141. 54 H.S.A. Al Hamdani, Op.cit, hal. 287.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

46

apabila suami telah melakukan li‟an nya walaupun si istri belum lagi

melakukan li‟annya. Akibat hukum dari sumpah li‟an ini adalah putusnya

ikatan perkawinan antara suami yang menuduh dengan istri yang dituduh

berbuat zina untuk selama-lamanya dan terhindarnya suami dari hukuman

tuduhan dan kalau istri berli‟an pula terhindar pula ia dari hukuman zina.

Perceraian li‟an adalah perceraian yang tidak dapat dicabut kembali untuk

selamanya, karena itu tidak boleh kawin lagi antara keduanya untuk

selamanya.55

2. Sebab-sebab perceraian

Perkawinan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia, sejahtera,

kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana diatur di dalam

pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan di dalam

pasal 113 KHI, dapat putus dikarenakan :

a. Kematian

b. Perceraian,dan

c. Atas keputusan pengadilan

Perceraian harus disertai dengan alasan-alasaan hukum sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan

dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975, yaitu:

55 Djamil Latif, Op.cit, hal. 75.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

47

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

Zina dapat dijadikan alasan hukum bagi suami istri yang

berkehendak melakukan perceraian. “zina” menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah kata benda (n), yang berarti: “1. Perbuatan bersenggama

antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan

pernikahan (perkawinan); 2. Perbuatan bersenggama seorang laki-laki

yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya,

atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki

yang bukan suaminya.”56

Perzinaan atau perbuatan zina seringkali bermula

dari perselingkuhan yang mengkhianati kesucian dan kesetiaan dalam

perkawinan. Kesuciam dan kesetiaan sangat diperlukan untuk terjalinnya

ikatan lahir batin yang kuat antara suami dan istri sebagai pondasi bagi

terbentuknya keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Oleh

karena itu, jika kesucian dan kesetiaan sudah tidak ada lagi dalam

perkawinan, pihak suami atau istri yang kesucian dan kesetiannya

dikhianati mempunyai hak untuk menuntut perceraian.57

Pemabuk juga dapat dijadikan alasan hukum bagi suami atau istri

yang berkehendak melakukan perceraian. “pemabuk” menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia adalah kata benda (n), yang berarti “orang yang

suka atau biasa mabuk”. Kemudian, “mabuk” adalah kata kerja (v), yang

56

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hal. 1136. 57 Muhammad Syaifuddin, dkk, Op.cit, hal. 182.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

48

berarti: “1. Berasa pening atau hilang kesadaran (karena terlalu banyak

minum minuman keras, makan gadung, dan sebagainya); 2. Berbuat diluar

kesadaran; lupa diri; 3. Sangat gemar (suka); 4. Tergila-gila, sangat birahi,

pb. Tidak berbuat apa-apa, hanya melamun, asyik berangan-angan saja,

pb”.58

Pemabuk adalah suatu predikat (sebutan) negatif yang diberikan

kepada seseorang, (dalam konteks ini suami atau istri) yang suka

meminum atau memakan bahkan mengalami ketergantungan terhadap

bahan-bahan makanan dan minuman yang memabokkan yang umumnya

mengandung alkohol melebihi kadar yang ditoleransi (over dosis) menurut

indikator kesehatan, misalnya minuman keras, gadung, dan lain-lain.

Pemabuk seringkali mengalami pening kepala, bahkan hilang

kesadarannya, tetapi sangat kuat birahi dan nafsu syahwatnya, sehingga

dapat berbuat diluar kesadaran atau lupa diri, yang dapat membahayakan

tidak hanya dirinya, melainkan juga orang lain, misalnya suami atau

istrinya. Pemabuk, dalam kondisi yang lupa diri dapat berbuat zina dengan

pria atau wanita lain yang bukan istri atau suaminya., karena dorongan

birahi atau nafsu syahwat yang sangat kuat dalam dirinya yang

dipengaruhi oleh, misalnya minuman keras yang over dosis. Sebaliknya,

pemabuk juga dapat menjadi lemah pikiran dan tenaganya. Sehingga tidak

mampu berbuat apa-apa, melainkan hanya melamun atau asyik berangan-

angan saja.59

58

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hal. 610. 59 Muhammad Syaifuddin, Op.cit, hal. 185.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

49

Selain zina dan pemabuk, pemadat juga dapat menjadi alasan

hukum bagi suami atau istri yang berkehendak melakukan perceraian.

“pemadat” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata benda (n),

yang artinya: “orang yang suka atau biasa mengisap madat”. Adapun

“madat” adalah: 1. Kata benda juga (n), yang artinya: “candu (yang telah

dimasak dan siap untuk diisap; 2. Kata kerja (v), yang artinya “mengisap

candu”.60

Jadi, pemadat adalah suatu predikat negatif yang diberikan

kepada seseorang (dalam konteks ini suami atau istri) yang suka atau bisa

mengonsumsi (mengisap, memakan) bahkan mengalami kecanduan atau

ketergantungan (adiktif) terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang

(narkoba), misalnya morpin, ganja, opium, heroin, pil koplo, pil

ekstasi,dan lain-lain.61

Penjudi juga dapat dijadikan alasan hukum bagi suami atau istri

yang berkehendak melakukan perceraian, selain zina, pemabuk dan

pemadat. “Penjudi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata

kerja (v), yang artinya “orang yang suka berjudi”. “Judi” adalah kata

benda (n), yang artinya: “permainan dengan memakai uang sebagai

taruhan (seperti main dadu, kartu)”. “Berjudi” adalah kata kerja (v) yang

artinya: “1. Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan

tebakan berdasarkan kebetulan dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang

atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula; 2.

Bermain judi, bermain dadu (kartu dan sebagainya) dengan bertaruh

60

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hal 611. 61 Muhammad Syaifuddin, Loc.cit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

50

uang”.62

Penjudi adalah suatu predikat negatif yang diberikan kepada

seseorang (dalam konteks ini suami atau istri) yang suka bermain bahkan

mengalami ketergantungan terhadap judi. Implikasi negatif dari judi

adalah menjadikan penjudi banyak berangan-angan atau berkhayal, ingin

cepat kaya dengan jalan pintas, boros, lemah hati dan pikiran. Baik zina,

pemabuk, pemadat, penjudi, maupun tabiat buruk lainnya, adalah niat,

perilaku dan sifat atau karakter buruk yang sukar disembuhkan, dan dapat

menjadi sumber potensial atau awal mula dari perbuatan-perbuatan buruk

suami atau istri yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga,

menimbulkan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, yang berakibat

tidak dapat dipertahankannya lagi perkawinan mereka.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya.

Pasal 39 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan

dalam Pasal 19 huruf b PP No. 9 Tahun 1975 menegaskan bahwa salah

satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa

izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya dapat menjadi alasan hukum perceraian. Meninggalkan

pihak lain tanpa alasan yang sah menunjukkan secara tegas bahwa suami

atau istri sudah tidak melaksanakan kewajibannya sebagai suami atau istri,

baik kewajiban yang bersifat lahiriah maupun bathiniah. Alasan hukum

62 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hal. 419.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

51

perceraian berupa meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, harus dimajukan di depan

sidang pengadilan dari rumah kediaman pihak yang menuntut perceraian

setelah lampaunya waktu dua tahun terhitung sejak saat pihak lainnya

meninggalkan rumah kediaman tersebut. Tuntutan ini hanya dapat

dimajukan kedepan sidang pengadilan jika pihak yang meninggalkan

tempat kediaman tanpa sebab yang sah, kemudian tetap segan untuk

kumpul kembali dengan pihak yang ditinggalkan.63

UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No.9 Tahun 1975 tidak memuat

penjelasan tentang pengertian dan kriteria hukum “tanpa alasan yang sah”,

sehingga dapat saja ditafsirkan bahwa jika ada hal-hal dalam rumah tangga

suami dan istri yang sangat buruk, sehingga dianggap pantas bagi suami

atau istri untuk meninggalkan pihak lainnya itu, maka keadaan demikian

tidak merupakan alasan bagi pihak lainnya untuk menuntut perceraian. UU

No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975 juga tidak memberikan

penjelasan tentang “hal lain diluar kemampuannya”. Oleh karena itu,

terbuka peluang hukum untuk ditafsirkan bahwa kalimat “hal lain diluar

kemampuannya” adalah faktor yang menyebabkan suami atau istri

meninggalkan pihak lainnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut, baik

dengan atau tanpa izin dan alsan yang sah, misalnya suami atau istri

menghilang tanpa diketahui keberadaannya dan kabarnya, meskipun telah

diupayakan pencariannya secara maksimal, menggunakan segala sumber

63 Muhammad Syaifuddin, Op.cit, hal.192.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

52

daya yang ada, termasuk bantuan dari warga masyarakat dan aparat

kepolisian serta media massa.64

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

Pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan

dalam Pasal 19 huruf c PP No. 1975 menegaskan bahwa salah satu pihak

mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah

perkawinan berlangsung dapat menjadi alasan hukum perceraian.

Hukuman penjara atau hukuman berat lainnya dapat membatasi berbagai

aktivitas berumah tangga, termasuk menghambat suami atau istri untuk

melaksanakan kewajibannya, baik kewajiban yang bersifat batiniah,

sehingga membuat penderitaan lahir batin dalam rumah tangga yang sudah

tidak layak lagi untuk dipertahankan.65

UU No.1 Tahun 1974 dan PP No.9 Tahun 1975 tidak memberi

penjelasan tentang “hukuman yang lebih berat” yang dapat menjadi alasan

hukum perceraian. Oleh karena itu, terbuka peluang hukum untuk

ditafsirkan bahwa “hukuman yang lebih berat” adalah hukuman penjara

lebih dari 5 (lima) tahun, atau hukuman penjara seumur hidup, atau

hukuman mati yang dikenakan oleh hakim dipengadilan kepada suami atau

istri yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

tertentu, misalnya pembunuhan berencana dan sadis yang diatur dalam

Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Alasan hukum perceraian

64

Ibid, hal. 193. 65 Ibid, hal. 195.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

53

berupa suami atau istri mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung cukup dengan

memajukan suarat turunan dari putusn hakim dalam perkara pidananya,

yang merupakan bukti menurut hukum untuk mendapatkan putusan

perceraian dari hakim dalam perkara perdata tentang perceraiannya.66

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

Kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan dapat

berdampak penderitaan fisik dan mental (psikologis) bagi suami atau istri

yang menerima kekejaman dan penganiayaan berat sebagai bentuk tindak

kekerasan yang membahayakan “nyawa” tersebut. Perkawinan merupakan

peristiwa hukum yang akibatnya diatur oleh hukum, atau peristiwa hukum

yang diberi akibat hukum. Jadi, apabila terjadi tindakan kekerasan pasti

ada akibat hukumnnya. Terjadinya kekerasan terhadap perempuan tidak

terlepas dari dianutnya budaya patrilineal oleh masyarakat Indonesia yang

menempatkan perempuan sebagai manusia nomor dua, sedangkan laki-laki

adalah manusia nomor satu. Budaya ini terkonstruksi secara terus menerus

dalam waktu yang lama, sehingga menciptakan pola hubungan yang tidak

seimbang antara perempuan dan laki-laki. Ketidakberimbangan ini

menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan masyarakat yang

bermanifestasi dalam bentuk ketidak adilan terhadap perempuan, seperti

marginalisasi/peminggiran dalam mengakses kesempatan dari hasil kerja

66 Ibid, hal. 196.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

54

ekonomis subordinasi/penomorduaan dalam mengambil keputusan,

steriotipe/pelabelan negatif, violence/kekerasan serta double burden

(beban berlebihan). Ketidakadilan terhadap perempuan menyebabkan

lemahnya posisi perempuan, sehingga perempuan rentan terhadap

kekerasan.67

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

Cacat badan atau penyakit adalah kekurangan yang ada pada diri

suami atau istri, baik yang bersifat badaniah (misalnya cacat atau sakit tuli,

buta, dan sebagainya) maupun bersifat rohaniah (misalya cacat mental,

gila, dan sebagainya) yang mengakibatkan terhalangnya suami atau istri

untuk melaksanakan kewajibannya sebagai suami atau istri, sehingga

dengan keadaan yang demikian itu dapat menggagalkan tujuan perkawinan

untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal.68

Satu diantara beberapa kewajiban yang tidak dapat dilaksanakan

karena suami atau istri mendapata cacat badan atau penyakit, adalah

kewajiban yang bersifat lahiriah, yaitu melakukan hubungan kelamin

(persetubuhan) antara suami dan istri. Jika kewajiban persetubuhan ini

tidak dilaksanakan oleh suami atau istri, berarti hak suami atau istri untuk

menikmati persetubuhan tidak terpenuhi. Padahal, menurut penjelasan

Mohd. Idris Ramulyo, perkawinan menurut hukum Islam bermakna nikah

yang menurut arti aslinya ialah hubungan seksual dan menurut arti

67

Ibid, hal. 199. 68 Ibid, hal. 204.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

55

majazinya (methaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang

menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria

dengan seorang wanita.69

6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Perselisihan adalah perbedaan pendapat yang sangat prinsip, tajam

dan tidak ada titik temu antara suami dan istri yang bermula dari

perbedaan pemahaman tentang visi dan misi yang hendak di wujudkan

dalam kehidupan berumah tangga. Misalnya, suami atau istri yang

memahami perkawinan sebagai sarana untuk memenuhi hasrat seksual

semata, atau mengutamakan/mementingkan kebutuhan materialistik saja.

Adapun “pertengkaran” adalah sikap yang sangat keras yang ditampakkan

oleh suami dan istri, yang tidak hanya berwujud nonfisik (kata-kata

lisan/verbal yang menjurus kasar, mengumpat dan menghina), tetapi juga

tindakan-tindakan fisik, yang terjadi karena adannya persoalan rumah

tangga yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah oleh suami dan

istri, bahkan tidak dapat diselesaikan oleh pihak keluarga dan kerabat dari

masing-masing suami dan istri yang bersangkutan.70

3. Prosedur Perceraian

Perkawinan merupakan perbuatan hukum yang memiliki aturan baik terkait

tentang syarat sah sampai pada akibat hukum yang timbul. Dalam perkawinan

tidak selamanya berjalan dengan baik, sehingga terdapat beberapa perkawinan

69

Ibid, hal. 205. 70 Ibid, hal. 208.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

56

yang berujung pada perceraian sebagai solusi akhir yang dipilih oleh pihak suami

maupun istri. Sama halnya dengan perkawinan, perceraian juga memiliki aturan

hukum sebagai dasar pelaksanaannya.

Berikut merupakan prosedur perceraian yang harus diikuti oleh para pihak

yang ingin mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama:

a. Cerai Gugat

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau

kuasanya:71

1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan

agama/mahkamah syariah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU

No. 7 Tahun 1989);

2. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan

agama/mahkamah syariah tentang tata cara membuat surat gugatan

(Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);

3. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan

petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada

perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan

Tergugat.

4. Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah

syariah :

5. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah

disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan

kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah

hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1)

UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);

6. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan

diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah

hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2)

UU No.7 Tahun 1989);

7. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri,

maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah

syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan

dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal

73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).

8. Permohonan tersebut memuat ;

a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman

Pemohon dan Termohon;

71

https://www.pa-semarang.go.id/layanan-hukum/prosedur-beracara/perkara-cerai-gugat,

diakses pada 15 januari 2020 Hari rabu Pukul 22.35 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

57

b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);

c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

9. Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta

bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian

atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap

(Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).

10. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg.

Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat

berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

11. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan

berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal

121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara:

1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan

agama/mahkamah syar’iah.

2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan

agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan

3. Tahapan persidangan :

a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha

mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang

secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);

b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua

belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat

(1) PERMA No. 2 Tahun 2003);

c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara

dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban,

jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap

jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat

mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR,

158 R.Bg);

4. Putusan pengadilan agama/mahkamah syariah atas permohonan cerai

gugat sebagai berikut:

a. Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat

mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah

syar’iah tersebut;

b. Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui

pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;

c. Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan

baru.

5. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera

pengadilan agama/mahkamah syar’iah memberikan Akta Cerai

sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

58

lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan

kepada para pihak.

b. Cerai Talak

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau

Kuasanya:72

1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada

pengadilan agama/mahkamah syariah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo

Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);

2. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan

agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat

permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun

1989);

3. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan

petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata

ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan

Termohon.

4. Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah

syar’iah:

a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon

(Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);

b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah

disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan

harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah

yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon

(Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);

c. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan

diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang

daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal

66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);

d. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar

negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan

agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi

tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan

Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun

1989).

5. Permohonan tersebut memuat :

a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon

dan Termohon;

72

https://www.pa-tulangbawangtengah.go.id/layanan-hukum/prosedur-beracara/prosedur-

cerai-talak.html, diakses pada 15 januari 2020 Hari rabu Pukul 22.35 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

59

b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);

c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

6. Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan

harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan

cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU

No. 7 Tahun 1989).

7. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg.

Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat

berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara

1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan

agama/mahkamah syariah

2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan

agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan.

3. Tahapan persidangan :

a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha

mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang

secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);

b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua

belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat

(1) PERMA No. 2 Tahun 2003);

c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara

dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban,

jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap

jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat

mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR,

158 R.Bg);

4. Putusan pengadilan agama/mahkamah syariah atas permohonan

cerai talak sebagai berikut :

a. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat

mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah

syar’iah tersebut;

b. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding

melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;

c. Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan

permohonan baru.

8. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, maka:

a. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menentukan hari sidang

penyaksian ikrar talak;

b. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memanggil Pemohon

dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;

c. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan

sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

60

melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah

kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat

diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70

ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).

9. Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan

Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-

lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat

(4) UU No. 7 Tahun 1989).

Berdasarkan pada ketentuan di atas, maka perceraian sebagai solusi

yang dipilih oleh pihak istri maupun suami untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapi dalam perkawinan sudah ada ketentuan hukum yang mengatur tata

caranya. Sehingga baik pihak istri maupun suami serta Majelis Hakim yang

nantinya memutus permohonan perceraian harus berpenggang pada ketentuan

hukum yang sudah diatur dalam peraturang perundang-undangan.

C. Cerai Ghaib Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

1. Pengertian Cerai Ghaib

Cerai ghaib juga disebut cerai mafqud. Mafqud dalam bahasa Arab secara

harafiah bermakna hilang. Sesuatu dikatakan hilang apabila tidak ada atau

lenyap.73

Sedangkan, mafqud menurut istilah syara’ adalah orang yang pergi dari

tempat tinggalnya dan tidak dapat diketahui apakah dia masih hidup ataukah telah

meninggal dunia.74

Dalam hukum Islam ada fasakh karena suami ghaib (al

mafqud), yaitu suami meninggalkan tempat tetapnya dan tidak diketahui ke mana

perginya, serta tempat tinggalnya dalam waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan

73

Muhammad Ali As-Shabuni, Hukum Waris Dalam Syari‟at Islam, (Surakarta:

Diponegoro, 1992), hal. 235. 74

Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 214.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

61

menyulitkan kehidupan istri yang ditinggalkan, terutama bila suami tidak

meninggalkan susatu (nafkah) bagi kehidupannya dan anak-anaknya.75

Menurut

kamus istilah fikih mafqud adalah orang yang hilang dan menurut zahirnya

tertimpa kecelakaan, seperti orang yang meninggalkan keluarganya pada waktu

malam atau siang atau keluar rumah untuk menjalankan sholat atau ke satu tempat

yang dekat kemudian tidak kembali lagi atau hilang di dalam kancah

pertempuran.76

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil simpulan bahwa yang

dimaksud dengan cerai ghaib (cerai mafqud) menurut hukum Islam adalah

perceraian yang dimana salah satu pihaknya sudah lama pergi meninggalkan

tempat tinggalnya dan tidak diketahui domisilinya serta tidak pula diketahui hidup

dan matinya. Dalam hal ini hakim dengan keyakinannya dapt menetapkan

mafqudnya seseorang itu dengan berbagai pendapat yang diyakininya sebagai

dasar dan landasan dalam menetapkan orang tersebut masih hidup ataukah sudah

meninggal.

Menurut istilah mafqud bisa diterjemahkan dengan al-ghoib. Kata ini

secara bahasa memiliki arti gaib, tiada hadir, bersembunyi, mengumpat. Hilang

dalam hal ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Hilang yang tidak terputus karena diketahui tempatnya dan ada berita

atau informasi tentangnya.

75

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fikih dan Hukum

Positif), (Yogyakarta: UII Press,2011), hal. 143. 76

M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah dan Syafi‟ah AM, Kamus Istilah Fikih, (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1994) .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

62

b. Hilang yang terputus, yaitu yang sama sekali tidak diketahui

keberadaannya serta tidak ditemukan informasi tentangnya.77

2. Pengaturan Hukum Cerai Ghaib

Sejalan dengan makna Indonesia sebagai Negara hukum, maka pada

ketentuan cerai gaib juga memiliki aturan dasar yang ketetapannya mengatur

tentang cerai gaib secara menyeluruh. Berbeda dengan perceraian biasa, berikut

beberapa ketentuan khusus yang mengatur mengenai cerai gaib yang terdapat di

Indonesia.

Dasar hukum cerai ghaib :

1. Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44);

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan terakhir kalinya

oleh Undang-Undang No. 50 Tahun 2009;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

4. Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi

Hukum Islam.

Proses penyelesaian perkara cerai ghaib didasarkan pada Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sesuai ketentuan dalam Pasal 19 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 perceraian dapat terjadi karena salah satu pihak

77

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan penyelenggara

Penterjemah/Penafsir Al-Qur‟an, 1973), hal. 304.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

63

meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan

tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain diluar kemampuan. .78

Hal ini juga terdapat pengaturannya didalam pasal 45 KHI Tentang Talik

Talak yang menyebutkan, bahwa kedua calon mempelai dapat mengadakan

perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak dan perjanjian lain yang tidak

bertentangan dengan hukum Islam. Adapun rumusan taklik talak yang sudah

mengikuti Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 411 Tahun

2000 didalam nya memuat sebagai berikut:

“Apabila saya :

1) Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;

2) Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;

3) Menyakiti badan atau jasmani istri saya;

4) Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau

lebih;

Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan

gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh

Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,-

(sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah

talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa

untuk menerima uang iwadh (pengganti) tersebut dan menyerahkannya untuk

keperluan ibadah sosial.”

78

Uswatun Hasanah, “Proses Penyelesaian Perkara Cerai Ghaib Di Pengadilan

Agama”, majalah keadilan, volume 18, nomor 2, desember 2018, hal. 11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

64

Dalam rumusan yang terdapat dalam taklik talak disebutkan bahwa istri dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama apabila suami meninggalkan istri

selama 2 tahun berturut-turut. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa perceraian dapat

terjadi dikarenakan salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama waktu yang

ditentukan dan tidak diketahui keberadaannya maka dapat putus perceraian atas

putusan hakim. Dalam pandangan Hukum Islam menganjurkan suami untuk

mengajukan cerai talak di Pengadilan seperti yang tertuang dalam Kompilasi

Hukum Islam yang berhubungan dengan isteri hilang (mafqud/ghoib) pada pasal

116 point b yang menyatakan: “salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama

2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain di luar kemampuannya.”79

79

Abdurrahman, Op.Cit, hal. 141 .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

65

BAB III

AKIBAT HUKUM DARI CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI

HUKUM ISLAM

A. Sebab Terjadinya Cerai Ghaib

Putusnya perkawinan didalam UUP dan KHI salah satunya adalah karena

perceraian. Perceraian sebagai penyebab putusnya perkawinan dapat timbul

karena beberapa faktor, diantaranya adalah karena salah satu pihak

meninggalkan pasangannya selama 2 tahun berturut-turut, tanpa adanya kabar

dan tidak diketahui keberadaannya, dan telah dilakukan upaya pemanggilan

melalui papan pengumuman Pengadilan Agama dan disiarkan dalam surat

kabar. Berdasarkan ketentuan diatas, maka terdapat beberapa faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya cerai ghaib, yaitu:80

1. Tanpa sebab pergi meninggalkan salah satu pihak

2. Ternjadinya pertengkaran dan perselisihan secara terus menerus

yang memicu kekerasan dalam rumah tangga

3. Hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga yang menyebabkan

terjadinya perselingkuhan oleh suami atau istri

4. Faktor lemahnya ekonomi sehingga tidak terpenuhinya nafkah

dalam rumah tangga

5. Salah satu pihak adalah pecandu narkoba

80

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

66

B. Syarat-syarat Gugatan Cerai Ghaib

Terdapat hal menjadi syarat mutlak dalam mengajukan gugatan cerai ghaib

yaitu, melampirkan surat keterangan ghaib yang dikeluarkan oleh lurah di

alamat terdahulu tergugat. Dalam surat tersebut dinyatakan tergugat yang

sebelumnya bertempat tinggal di wilayah tersebut kini tidak diketaui

alamatnya baik di dalam wilayah Republik Indonesia maupun di luar wilayah

Republik Indonesia.81

Dalam hal suami ghaib, maka ada persyaratan yang wajib dipenuhi oleh

istri (Penggugat) yang mengajukan gugatan cerai. Masih bersumber dari

laman Pengadilan Agama Malang Kelas 1A, persyaratan yang wajib dipenuhi

yaitu:82

1. Alamat lengkap Penggugat saat ini (RT, RW, Kelurahan, Kecamatan,

Kabupaten/Kota). Apabila tempat tinggal Penggugat saat ini sudah tidak

sesuai dengan alamat yang tertera di KTP, maka harus disertakan juga

Surat Keterangan Domisili dari kelurahan tempat tinggal Penggugat

sekarang. 2. Karena alamat Tergugat sudah tidak diketahui lagi, baik di dalam maupun

di luar wilayah Republik Indonesia, maka harus disertakan juga Surat

Keterangan telah ditinggal oleh suami selama ..... tahun dari Kelurahan

(minta pengantar terlebih dahulu ke RT/ RW) /Surat Keterangan Ghaib

dari kelurahan). 3. Foto Copy KTP Penggugat (2 lembar). 4. Foto Copy Buku Nikah (2 lembar). 5. Buku Nikah Asli. 6. Surat Gugatan (rangkap 4). Surat gugatan harus jelas dan disertai dengan

alasan yang jelas dan terperinci. 7. Membayar Panjar Biaya Perkara.

Khusus perkara perceraian untuk pihak yang gaib (alamat tidak jelas),

telah diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 dan PP. No. 9 tahun 1975.

81

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 82

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57ccddd31c9bf/arti-gugatan-

cerai-ghaib/, diakses pada 01 januari 2020 Hari kamis Pukul 20.29 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

67

Pasal 20 ayat (2) PP.No.9 Tahun 1975 :

“tempat kediaman Tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau

tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan perceraian

diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat”

Pasal 27 PP No. 9 Tahun 1975 :

(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal

20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan

pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya

melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang

ditetapkan oleh Pengadilan.

(2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass

media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan

tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.

(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.

(4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat

(2) dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima

tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau

tidak beralasan.

Dalam proses persidangan cerai ghaib, putusan dapat dijatuhkan

dalam 1 kali persidangan saja apabila dalam hal ini tergugat tidak hadir

dan penggugat dapat melengkapi bukti. Namun, jika penggugat tidak

dapat melengkapi bukti dan tergugat tidak memenuhi panggilan, maka

hakim akan menunda persidangan.

Apabila sejak didaftarkannya perkara ke Pengadilan Agama, dan

sudah dilakukan pemanggilan terhadap penggugat dan tergugat sebanyak

2 kali, kemudian kedua pihak tersebut tidak hadir maka hakim akan

menggugurkan gugatan.83

83

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

68

C. Akibat Hukum Dari Cerai Ghaib

Tujuan dari sebuah perkawinan adalah membangun rumah tangga

yang kekal, namun tidak jarang ketidakcocokan dalam rumah tangga yang

terjadi terus menerus antara suami dan istri menyebabkan berujung pada

perceraian. Berbagai alasan dapat menjadi penyebab utama dari sebuah

perceraian, salah satunya adalah hilangnya atau tidak diketahuinya

keberadaan salah satu pihak baik suami maupun istri yang menyebabkan

tidak jelasnya status baik dari status perkawinan tersebut maupun status

kejelasan suami atau istri tersebut. Ketidakjelasan status oleh salah satu

pihak dapat menyebabkan tidak dapat terpenuhinya baik hak ataupun

kewajiban dari suami atau istri tersebut. Cerai ghaib dapat menjadi jalan

untuk memberikan kepastian status bagi salah satu pihak yang ditinggalkan,

guna untuk menjalakan kehidupan.

Akibat hukum dari cerai ghaib yaitu memberikan kepastian status

bagi pihak yang ditinggalkan. Putusan jatuhnya perceraian yang

dikeluarkan oleh hakim berkekuatan hukum tetap bagi para pihak, apabila

dalam jangka waktu 2 minggu setelah putusan jatuh oleh hakim tidak ada

komplain dari pihak tergugat, maka putusan berkekuatan hukum tetap.

Namun apabila dalam jangka waktu 2 minggu setelah dijatuhkan putusan

perceraian oleh hakim, pihak tergugat muncul untuk melakukan komplain

atau menyatakan keberatan atas putusan tersebut maka dapat mengajukan

perlawanan (verzet) dan hakim akan membuka kembali untuk melanjutkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

69

persidangan.84

Akibat hukum lainnya dari cerai ghaib adalah hak asuh anak yang

apabila dimohonkan oleh penggugat, maka hak asuh akan jatuh kepada

tangan penggugat. Dalam hal ini penggugat harus melampirkan bukti

berupa akta kelahiran anak yang menunjukkan bahwa anak tersebut adalah

anak dari perkawinan pihak tersebut. Apabila sang anak berusia 12 tahun

maka harus dihadirkan ke persidangan untuk ditanyai keterangannya,

namun apabila berusia dibawah 12 tahun maka tidak harus untuk

dihadirkan, hanya perlu dibuktikan dengan akta kelahiran.85

Terhadap status harta yang ditinggalkan, pada umumnya tidak pernah

diajukan dalam gugatan dikarenakan tujuan utama pihak penggugat dalam

mengajukan gugatan cerai ghaib adalah untuk mendapatkan kepastian

status perkawinan yang selama ini tidak mendapat kejelasan karena

ditinggalkan oleh pihak lainnya. Pada umumnya, harta yang terdapat

dalam perkawinan tersebut jatuh ke tangan penggugat, dikarenakan

ketidakjelasan dari keberadaan tergugat. Selain itu, keadaan dari pihak

tergugat yang sudah meninggalkan pihak penggugat selama bertahun-

tahun secara langsung sudah tidak memenuhi tanggung jawab dari segi

nafkah. Jadi dalam keadaan ini, tidak jarang sudah tidak ada lagi harta

yang ditinggalkan karena dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan

84

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019

85

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

70

nafkah dari penggugat dan anak-anak dalam perkawianan tersebut, guna

untuk tetap melanjutkan kehidupan.86

86

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

71

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK TERKAIT

PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN NOMOR

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn

A. Kasus Posisi

1. Para pihak yang berperkara didalam putusan Pengadilan Agama Medan

(Nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn) adalah:

1. Hj. Lina Sorayani Harahap binti H. Baharuddin Harahap, umur

42 tahun, kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan PNS Kementrian

Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan, bertempat tinggal di

Jalan Selamat gang Rukun No. 152-b Kelurahan Sitirejo III

Kecamatan Medan Amplas Kota Medan, selanjutnya disebut

“penggugat”

2. Siddik Harwis Affandi Lubis bin Irialdi Lubis, umur 34 tahun,

kewarganegaraan Indonesia, Pendidikan SMA, pekerjaan tidak

bekerja, dahulu bertempat tinggal di Jalan Selamat No. 145

Kelurahan Sitirejo III Kecamatan Medan Amplas kota Medan,

akan tetapi sekarang sudah tidak diketahui keberadaannya

diseluruh wilayah Republik Indonesia, selanjutnya disebut

“tergugat”.

2. Kronologi perkara didalam Putusan Pengadilan Agama Medan (Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn) adalah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

72

Bahwa penggugat telah menggugat cerai terhadap Tergugat sesuai

dengan surat gugatannya bertanggal 10 Agustus 2018 yang telah terdaftar

di Kepaniteraan Pegadilan Agama Medan dengan Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn, tanggal 14 Agustus 2018, dengan dalil-dalil

yang pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut:

1. Bahwa Penggugat dengan Tergugat suami istri yang sah menikah

secara syariat Islam pada tanggal 03 Rabiul Awal 1433 H, atau

bertepatan dengan tanggal 27 Januari 2012 M, Penggugat dengan

Tergugat melangsungkan pernikahan di Kantor Urusan Agama

Kecamatan Medan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi

Sumatera Utara sesuai dengan Kutipan Akta Nikah

Nomor:584/36/1/2012 yang dikeluarkan pada tanggal 30 Januari 2012

M;

2. Bahwa sebelum Penggugat dan Tergugat menikah secara administari

kenegaraaan yang tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan

Patumbak, Penggugat dan Tergugat terlebih dahulu menikah secara

syariat islam (sirih) pada hari minggu tanggal 24 Juli 2011 dengan

mas kawin berupa uang senilai Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah),

dan bahwa pernikahan sirih tersebut Penggugat dan Tergugat telah

dicatat di Departemen Agama "SURAT KETERANGAN TELAH

MENIKAH";

3. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat tersebut, Penggugat

dan Tergugat telah menjalani hubungan rumah tangga sebagaimana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

73

layaknya hubungan suami (ba'da Dukhul) dan telah dikaruniai 2 (dua)

orang anak yang masing-masing bernama:

a. Daffa Alfariza, laki-laki, lahir tanggal 03 Juni 2012 M, Umur 6

tahun;

b. Daffi Alfarizi, laki-laki, lahir tanggal 03 Juni 2012 M, Umur 6

tahun;

Dan hingga sampai dengan sekarang kedua anak Penggugat dan

Tergugat masih dalam asuhan Penggugat sebagai ibu kandung kedua

anak tersebut;

4. Bahwa selama Penggugat dan Tergugat menikah Penggugat dan

Tergugat pada awalnya bertempat tinggal di rumah orang tua

Penggugat yang berlamat di Jalan Selamat No. 154, Kelurahan

Sitirejo III, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan dan hingga

akhirnya Penggugat dengan Tergugat masih bertempat tingga di

alamat yang sama seperti alamat diatas;

5. Bahwa dalil Penggugat sebagai alasan utama menggugat cerai dari

Tergugat adalah masalah hubungan rumah tangga Penggugat dengan

Tergugat sebagai suami isteri terhitung sejak 3 (tiga) bulan usia

pemikahan Penggugat dan Tergugat sekitar bulan April 2012, hingga

sampai saat ini telah berada dalam kondisi berselisih dan berterkar

secara terus menerus disebabkan oleh karena:

a. Tergugat memiliki sikap dan prilaku yang kasar, temperamental,

dimana Tergugat sering kali berkata-kata kasar yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

74

menyinggung perasaan Penggugat dan akhirnya apabila

Penggugat dan Tergugat bertengkar, Tergugat sering kali

memukul Penggugat dan melakukan hal-hal Kekerasaan Dalam

Rumah Tangga (KDRT) lainnya seperti menarik rambut

(menjambak), menyiram air, menyeret Penggugat bahkan

Tergugat pernah mencekik leher Penggugat pada saat Penggugat

dan Tergugat pergi untuk mengobati penyakit Tergugat;

b. Tergugat pernah menyuruh Penggugat agar Penggugat mencuci

kaki Tergugat dengan air dan sisa air tersebut harus Penggugat

sapu dan mengusapkan kewajah Penggugat, dan setelah diketahui

ternyata Tergugat memiliki ilmu turunan dari kakek Tergugat;

c. Tergugat pernah memaksa Penggugat untuk menghantarkan

Tergugat (menyetir mobil) keluar dari rumah hanya sekedar

mencari makanan, padahal pada saat itu Penggugat sedang hamil

dan dalam kondisi tidak enak badan (sakit);

d. Tergugat tidak memiliki pekerjaan menetap dan akhirnya

Tergugat kurang bertanggung jawab dalam memberikan biaya

nafkah rumah tangga kepada Penggugat untuk kebutuhan rumah

tangga sehari-hari;

6. Bahwa puncak dari perselisihan dan pertengkaran terakhir antara

dengan Tergugat tersebut terjadi sekitar pertengahan tahun 2013,

disebabkan karena Penggugat yang meminta tolong kepada Tergugat

agar datang kerumah abang kandung Penggugat, akan tetapi Tergugat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

75

menolak dengan alasan capek dan malas, akhirnya memicu

pertengkaran dan perselisihan antara Penggugat dengan Tergugat,

dimana pada saat pertengkaran tersebut dengan sadamya Tergugat

memukul Penggugat, kemudian setelah pertengkaran tersebut

Penggugat mengusir Tergugat keluar dari rumah orang tua Penggugat.

Maka semenjak saat itulah Penggugat dan Tergugat berpisah dan sudah

tidak hidup bersama sampai dengan sekarang;

7. Bahwa Penggugat sudah berusaha bersabar demi menjaga keutuhan

rumah tangganya. akan tetapi Tergugat tidak berubah;

8. Bahwa pihak keluarga Penggugat dan Tergugat sudah pemah berupaya

menegur dan menasehati hubungan rumah tangga Penggugat dan

Tergugat, akan tetapi upaya tidak berhasil;

9. Bahwa Penggugat dengan Tergugat juga sudah bersepakat bercerai

dengan surat penyataan perceraian yang telah ditanda tangani oleh

Tergugat dan disaksikan Iangsung oleh kepala lingkungan tertanggal

13 Januari 2014 M;

10. Bahwa anak Penggugat dan Tergugat yang bemama : Daffa Alfariza,

laki-Iaki, lahir tanggal 03 Juni 2012 M (Umur 6 tahun) dan Daffi

Alfarizi, laki-Iaki, lahir tanggal 03 Juni 2012 M, (Umur 6 tahun), yang

masih belum mumayyiz atau masih dibawah umur secara psikologis

lebih dekat kepada Penggugat, maka selain menggugat cerai Tergugat,

Penggugat juga memohon untuk ditetapkan sebagai pemegang hak

asuh (hadhanah) terhadap anak Penggugat dan Tergugat tersebut;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

76

11. Bahwa Penggugat adalah seorang PNS KEMENTRIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDRAL PERKEBUNAN, yang mana sebelum

Penggugat mengajukan gugatan perceraian ini, Penggugat terlebih

dahulu sudah melakukan upaya perceraian di kedinasan Penggugat

bekerja serta sudah memperoleh izin perceraian dari atasan

“KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL PERKEBUNAN NOMOR

13IKPTS/KP.260/01I2018” Tentang Pemberian lzin Perceraian;

12. Bahwa dengan keadaan yang demikian, Penggugat merasa sudah tidak

mungkin lagi untuk mempertahankan rumah tangga bersama dengan

Tergugat, oleh karena itu Penggugat berketetapan hati untuk beroerai

dan Tergugat di sidang Pengadilan Agama Medan;

3. Tuntutan/Posita didalam Putusan Pengadilan Agama Medan (Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn) adalah :

Bahwa berdasarkan dalil dan alasan tersebut diatas, maka dengan ini

Penggugat memohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Medan cq

Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk dapat menentukan suatu

hari persidangan, kemudian memanggil Penggugat dan Tergugatuntuk

diperiksa dan diadili, selanjutnya memberikan putusan yang amarnya

sebagai berikut:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

77

b. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (Siddik Harwis Affandi

Lubis bin Irialdi Lubis) atas diri Penggugat (Hj. Lina Sorayani

Harahap binti H. Baharuddin Harahap);

c. Menetapkan hak asuh anak yang bernama: Daffa Alfariza, laki-laki,

lahir tanggal 03 Juni 2012 M, (umur 6 tahun) dan Daffi Alfarizi, laku-

laki, lahir tanggal 03 juni 2012 M, (umur 6 tahun), jatuh kepada

Penggugat;

d. Membebankan biaya perkara ini sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

Atau apabila Majelis berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-

adilnya (ex aquo et bono).

4. Pertimbangan Hakim didalam Putusan Pengadilan Agama Medan (Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn) adalah :

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah

sebagaimana telah diuraikan di atas;

Menimbang, bahwa perkara yang diajukan oleh Penggugat

berkenaan dengan peroeraién maka sesuai dengan ketentuan pasal 49 ayat

(1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah

diubah untuk kali kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

maka secara kompetensi absolut perkara ini menjadi wewenang

Pengadilan Agama;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan

Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang mediasi, jika kedua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

78

belah pihak hadir dalam persidangan yang telah ditentukan, maka Hakim

mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi, dalam perkara ini pihak

Tergugat tidak pemah hadir di muka sidang, oleh karena itu Majelis

menyatakan dalam perkara ini tidak dapat dilakukan mediasi, dengan

demikian berdasarkan ketentuan Pasal 149 Ayat (1) RBg Majelis telah

dapat memeriksa dan memutus perkara ini dengan tanpa hadimya Tergugat

(verstek);

Menimbang, bahwa untuk memenuhi maksud dan kehendal pasal

31 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 juncto

Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah

diubah untuk kali kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

juncto Pasal 154 ayat (1) RBg, Majelis Hakim selama persidangan

berlangsung teIah berupaya menasehati dan menganjurkan agar Penggugat

bersabar dan tetap mempenahankan perkawinannya dengan Tergugat, akan

tetapi upaya tersebut tidak berhasil karena Penggugat tetap pada tekadnya

untuk bercerai yang berarti tidak ingin lagi mempertahankan keutuhan

rumah tangganya dan Penggugat mohon putusan;

Menimbang, bahwa yang menjadi hal pokok dalam perkara ini

adalah Penggugat telah menggugat cerai terhadap Tergugat dengan alasan-

alasan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis

lagi karena pada bulan Mei 2016 Penggugat menerima surat talak dari

Tergugat melalui imam kampung setempat sementara Tergugat pergi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

79

tidak diketahui keberadaannya lagi sebagaimana telah diuraikan pada

bagian duduk perkara putusan ini;

Menimbang, bahwa untuk memenuhi maksud dan kehendak Pasal

55 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 juncto Pasal 27 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Penggugat dan Tergugat telah dipanggil

dengan sepatutnya, Penggugat hadir menghadap sendiri di muka sidang

sedangkan Tergugat tidak pemah hadir dan tidak ada mengutus orang lain

sebagai wakil/kuasa hukumnya dan ketidakhadirannya itu tanpa suatu

alasan yang sah atau hal-hal lain diluar kemampuannya;

Menimbang, bahwa meskipun tidak ada bantahan dari Tergugat

karena tidak pemah hadir di muka sidang, akan tetapi perkara ini adalah

perkara perceraian maka kepada Penggugat tetap dibebankan untuk

membuktikan kebenaran dalil-dalil gugatannya;

Menimbang, bahwa Penggugat telah menguatkan daIil-dalil

gugatannya dengan mengajukan bukti tertulis (P.1 sampai dengan P.7) dan

bukti kesaksian dua orang saksi masing-masing bemama Karimuddin bin

H. Baharuddin Harahap adalah kakak kandung Penggugat dan Budi

Rahmansyah bin Sofyan adalah tetangga Penggugat. Kedua orang saksi

tersebut telah memberikan keterangan dibawah sumpah di muka sidang

yang keterangannya sebagaimana telah diuraikan pada bagian duduk

perkara diatas;

Menimbang, bahwa terhadap alat-alat bukti yang diajukan oleh

pihak Penggugat dapat dipenimbangkan berikut ini;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

80

Menimbang, bahwa berdasarkan pemeriksaan alat bukti P.1 telah

dibubuhi materi sebagaimana ditentukan Undang-Undang Bea Materai dan

meskipun tidak ada aslinya namun didukung alat buktl P.3 mmaka

menurut Majelis Hakim bahwa alat bukti tenebut dapat diterima sebagai

bukti bahwa Penggugat dan Tergugat adalah pasangan suami isteri sampai

saat ini. Dengan demikian Penggugat dan Terougat adalah pihak-pihak

yang mempunyai hubungan hukum dan berkepentingan dengan perkara ini

(persona standi in judicio);

Menimbang, bahwa bukti P.2 adalah fotokopi kartu tanda

penduduk atas nama Penggugat yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang dan ternyata alat bukti tersebut telah memenuhi syarat formal

dan syarat materil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 RBg dan Surat

Mahkamah Agung R.I Nomor MA/Kumdil/225/VIII/K/194 tanggal 15

Agustus 1994, make alat bukti tersebut merupakan bukti otentik yang

membuktikan bahwa Penggugat berdomisili dalam wilayah yurisdiksi

Pengadilan Agama Medan;

Menimbang, bahwa terhadap bukti P.4 adalah dapat dikatogorikan

sebagai alat bukti sepihak oleh karena itu menurut Majelis alat bukti

tersebut dapat dijadikan sebagai bukti petunjuk telah terjadi talak di bawah

tangan antara Penggugat dengan Tergugat;

Menimbang. bahwa berdasarkan pemeriksaan alat bukti P.5 dan

P.6 telah dibubuhi materai sebagaimana ditentukan Undang-Undang Bea

Materai dan menurut Majelis Hakim bahwa alat bukti tersebut telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

81

memenuhi syarat formal dan syarat materil sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 285 RBg dan Surat Mahkamah Agung R.l Nomor

MA/Kumdil/225/VIII/K/94 tanggal 15 Agustus 1994, maka oleh karena

itu alat bukti tersebut dapat diterima sebagai bukti bahwa dua orang anak

laki-laki yang bernama Daffa Alfariza, lahir tanggal 03 juni 2012 M, dan

Daffi Alfarizi, lahir tanggal 03 Juni 2012 M adalah anak dari hasil

perkawinan sah antara Penggugat dan Tergugat;

Menimbang, bahwa bukti P.7 adalah surat keputusan pemberian

Permintaan izin perceraian yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang,

oleh karena itu alat bukti tersebut dapat diterima sebagai bukti bahwa

Penggugat sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil telah memperoleh izin

dari pejabat yang berwenang untuk melakukan peroeraian di Pengadilan

Agama Medan, dengan demikian Majelis Hakim berpendapat gugatan

Penggugat telah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku

yakni Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 juncto Peraturan

Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 tentang lzin Perkawinan dan Perceraian

bagi Pegawai Negeri Sipil;

Menimbang, bahwa kedua saksi Penggugat, sudah dewasa dan

sudah disumpah, sehingga memenuhi syarat formal sebagaimana diatur

dalam Pasal 145 ayat 1 angka 3e HIR/Pasal 172 ayat 1 angka 4 R.Bg;

Menimbang. bahwa kesaksian yang diberikan oleh dua orang saksi

Penggugat didasarkan pada pengetahuan. penglihatan dan pendengaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

82

saksi yang pada intinya keterangannya saling terkait antara satu dengan

yang Iain dan relevan dengan dalil gugatan Penggugat. dengan demikian

kedua orang saksi Penggugat dipandang telah memenuhi syarat materil

kesaksian, maka keterangan saksi tersebut merupakan alat bukti yang

mempunyai nilai pembuktian yang sempuma, sesuai dengan maksud Pasal

308 ayat (1) dan 309 RBg;

Menimbang, bahwa berdasarkan dalil gugatan Penggugat serta

keterangannya dikaitkan dengan bukti-bukti dan sikap Penggugat di muka

sidang, maka ditemukan fakta sebagai berikut:

a. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah pasangan suami istri sah

yang menikah pada tanggal 27 Januari 2012 dan sudah dikaruniai dua

orang anak yang bemama Daffa Alfariza. lahir tanggal 03 Juni 2012 M dan

Daffi Alfarizi, lahir tanggal 03 Juni 2012 M;

b. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah

tempattingga1dan tidak pemah hidup bersama Iagi sebagai suami istri

yang hingga kini sudah belangsung lebih kurang enam tahun Iamanya;

Menimbang, bahwa kondisi rumah tangga Penggugat dan tergugat

sudah mengalami keretakan dengan pisah tempat tinggal antara Penggugat

dan Tergugat karena apabila rumah tangga itu harmonis dan bahagia,

tentunya Penggugat dan Tergugat tetap tinggal bersama membina rumah

tangganya;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

83

Menimbang, bahwa pisahnya tempat tinggal antara Penggugat dan

Tergugat sudah Iebih kurang enam tahun lamanya dan tidak saling

memperdulikan Iagi sudah mempakan fakta bahwa adanya perselisihan

dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat. karena tidak mungkin

suami istri sah pisah tempat tinggal dan tidak saling memperdulikan tanpa

adanya suatu perselisihan dan penengkaran;

Memimbang, bahwa fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan

bahwa perkawinan Penggugat dan Tergugat telah sampai pada kondisi

yang pecah (marriage breakdown) dan sudah sangat sulit untuk disatukan

lagi sehingga tidak ada harapan akan hidup rukun Iagi dalam rumah

tangga;

Menimbang. bahwa indikasi pecahnya rumah tangga Penggugat

dan Tergugat juga dapat dilihat dari sikap Penggugat selama persidangan

berlangsung yang benar-benar tidak ada keinginan Iagi untuk

mempertahankan ikatan perkawinannya dengan Tergugat;

Menimbang, bahwa oleh karena keadaan rumah tangga Penggugat

dan Tergugat telah sampai pada kondisi pecah (marriage breakdown).

maka dengan tidak mempertimbangkan Iagi dari pihak mana datangnya

penyebab perselisihan dan pertengkaran, sesuai dengan YurisprudenSI

Putusan Mahkamah Agung RI No. 38/K/AG/1990 dan Yurisprudensi

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 237 K/AG/1998 tanggal 17 Maret

1999 yang menetapkan bahwa oekook, hidup berpisah sudah Iebih dua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

84

tahun, tidak dalam satu tempat kediaman bersama, salah satu pihak tidak

berniat meneruskan kehidupan bersama dengan pihak lain merupakan

fakta yang cukup sesuai alasan perceraian, dimana yang dituju dari Pasal

19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 adaIah keadaan

pecah dan runtuhnya rumah tangga itu sendiri;

Menimbang, bahwa apabila salah satu pihak dalam suatu

perkawinan tidak ingin Iagi mempertahankan ikatan pekawinannya.

Makaupaya mempertahankan nya adalah merupakan upaya yang sia-sia

dan dipandang sudah sangat sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan

yaitu membina rumah tangga yang kekal, bahagia, sakinah, mawwadah,

dan rahmah, sebagaimana petunjuk Al Qur an dalam surat Ar-Rum ayat 21

dan maksud Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Pasal 3

Kompilasi Hukum Islam TAhun 1991;

Menimbang, bahwa perceraian adalah merupakan perbuatan halal

yang dibenci Allah SWT yang sedapat mungkin dihindari oleh setiap

pasangan keluarga, akan tetapi memoertahankan perkawinan Penggugat

dan Tergugat dengan kondisi seperti tersebut diatas, justru akan lebih

mendatangkan keburukan yang lebih besar daripada kemaslahatan yang

akan dicapai, diantaranya penderitaan batin yang berkepanjangan terutama

bagi penggugat, paadahal menolak keburukan lebih di prioritaskan dari

pada menarik kemaslahatan, sebagaimana disebutkan dalam kaidah

fiqhiyah yang dijadikan sebagai hujjah yang berbunyi sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

85

جلب المصالحدرء المفاسد مقدم على

Artinya: “menolak mafsadat (keburukan) lebih di dahulukan daripada

menarik kemaslahatan (kebaikan)”;

Dengan demikian majelis hakim berpendapat bahwa jalan terbaik bagi

penggugat adalah bercerai dengan tergugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas

majelis hakim berkesimpulan bahwa alasan perceraian yang diajukan oleh

penggugat telah terbukti dan memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Pasal 19 huruf b dan f

Peraturan Pemerintahan Nomor 9 Tahun 1975 juncto pasal 116 huruf b

dan f Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991;

Menimbang, bahwa oleh karena ternyata tergugat telah dipanggil

dengan sepatutnya untuk menghadap di persidangan tidak pernah hadir

dan ternyata gugatan penggugat tidak melawan hukum dan beralasan, dan

penggugat mohon diberi putusan, maka demikian majelis hakim

berkesimpulan bahwa dengan berdasarkan ketentuan pasal 149 ayat (1)

RBg, gugatan penggugat sudah sepatutnya dapat dikabulkan dengan

verstek;

Menimbang, bahwa dalam hal ini sesuai pula dengan pendapat ahli

hukum Islam dalam kitab al Anwar Juz II halaman 55 yang diambil alih

sebagai pendapat majelis hakim dalam putusan ini yaitu:

فان تعزز بتعزز او توار او غيبة جاز اثباته بالبينة

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

86

Artinya: “apabila ia (tergugat) enggan untuk hadir atau bersembunyi atau

tidak diketahui tempat kediamannya, maka perkaranya boleh diputuskan

dengan didasarkan pada bukti-bukti (persaksian)”;

Menimbang, bahwa terhadap tuntutan penggugat yang

berkenaan dengan hak asuh anak, maka majelis akan mempertimbangkan,

berikut ini;

Menimbang; bahwa berdasarkan pengakuan penggugat dan

bukti surat, terbukti bahwa perkawinan penggugat dengan tergugat teah

dikaruniai dua orang anak yang belum mummayiz sebagaimana telah di

pertimbangkan diatas;

Menimbang, bahwa majelis hakim perlu mempertimbangkan

bahwa menurut prinsip yang terkandung dalam pasal 41 Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juncto Pasal 105 dan Pasal 156

Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991, dapat difahami bahwa kedua

orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan

sebgik-baiknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bila terjadi

perselisihan mengenai pemeliharaan anak (hadhanah), Pengadilan Agama

memberikan keplutusannya;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap

dimuka sidang terbukti bahwa Penggugat adalah beragama Islam,

mempunyai domisili tetap, dipandang cakap dan tidak berperilaku tercela

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

87

yang bisa berpengaruh buruk bagi anaknya serta mampu memeliharaanak

tersebut dengan baik;

Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini Tergugat

sudah diberi hak, namun tergugat tidak pernah datang kemuka sidang

untuk mempergunakan haknya baik dengan jawaban, bukti-bukti surat dan

bukti saksi yang menyatakan anak tersebut tidak pantas dibawah asuhan

Penggugat, mka dalam hal ini majelis hakim dengan mempertimbangkan

kondisi kedua anak Pengguga dan Tergugat yang secara yuridis belum

mummayiz atau berumur 12 tahun serta demi perkembangan psikologi dan

pendidikan anak kedepan, maka dengan tidak mengecilkan dan

membedakan peran antara tergugat selaku ayah kandung dengan

Penggugat sebagai ibu kandung, majelis hakim dengan merujuk pada

ketentuan Pasal 105 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam memandang bahwa

hak pemeliharaan anak tersebut lebih layak dan patut ditetapkan kepada

Penggugat selaku ibu kandungnya;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut di atas maka tuntutan penggugat tentang hak asuh anak (dalam

petitum gugatan huruf c) dapat dikabulkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah untuk kali kedua dengan Undang-

undang Nomor 50 Tahun 2009, semua biaya perkara ini di bebankan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

88

kepada Penggugat untuk membayarnya dengan jumlah sebgimana

termaktub pada ammar putusan ini;

Mengingat, semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku

dan pasal-pasal yang berkenaan serta dalil-dalil syar’I yang berkaitan

dalam perkara ini;

5. Putusan dalam putusan Pengadilan Agama Medan (Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn) :

1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut

untuk menghadap di muka sidang terakhir;

2. Mengabulkan gugatan penggugat dengan verstek;

3. Menjatuhkan talak satu ba‟in shugra Tergugat (Siddik Hawris

Affandi Lubis bin Irialdi Lubis) terhadap Penggugat (Hj. Lina

Sorayani Harahap binti H. Baharuddin Harahap)

4. Menetapkan Penggugat sebagai pemenang hak hadhanah terhadap

anak Penggugat dengan Tergugat yang bernama Daffa Alfariza, laki-

laki, lahir tanggal 03 Juni 2012 M dan Daffi Alfarizi, laki-laki, lahir

tanggal 03 Juni 2012 M sampai kedua anak tersebut dewasa;

5. Membebankan kepada Penggugat membayar biaya perkara sejumlah

Rp. 391.000,- (tiga ratu Sembilan puluh satu ribu rupiah);

Demikianlah putusan ini dijatuhkan dalam rapat permusyawaratan Majelis

Hakim Pengadilan Agama Medan pada hari Selasa tanggal 18 Desember

2018 Miladiyah, bertepatan dengan tanggal 10 Rabi’ul Akhir 1440

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

89

Hijriyah, oleh kami Drs. H. Amridal, SH, MA selaku Ketua Majelis, Drs.

H. Dahlan Siregar, SH, MH dan Drs. T. Syarwan, masing-masing selaku

Hakim Anggota, dan diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga

dalam sidang terbuka untuk umum dengan didampingi oleh Hakim-Hakim

Anggota yang turut bersidang dan dibantu oleh Drs. Aidil selaku Panitera

Pengganti serta dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat.

B. Analisis Putusan Nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn tentang Cerai Ghaib

Dalam sebuah perkawinan tentu saja mengharapkan tercapainya tujuan

dari perkawinan yaitu yang sebagaimana disebutkan dalam Uundang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 yaitu “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”. Kenyataannya, banyak terjadi ketidakcocokan antara suami dan istri

dalam menjalankan rumah tangga sehingga tidak tercapainya tujuan dari

perkawinan tersebut. Salah satu hal yang menyebabkan putusnya perkawinan

adalah salah satu pihak yang meninggalkan pihak lain dalam kurun waktu

tertentu, Hal ini diatur sesuai ketentuan dalam Pasal 19 huruf (b) Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 “perceraian dapat terjadi karena salah satu

pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak

lain dan tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain diluar kemampuan”. Hal

inilah yang menyebabkan dan menjadi dasar terjadinya kaus cerai ghaib di

Indonesia, dimana dalam Pengadilan Agama Medan telah terjadi 115 kasus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

90

perceraian ghaib di tahun 2019 yang terbagi atas cerai talak dan cerai gugat87

.

Dalam putusan cerai ghaib nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn, terdapat

beberapa hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil putusan,

diantaranya adalah adanya perselisihan dalam rumah tangga yang mengakibatkan

pertengkaran secara terus menerus yang berujung pada KDRT yang dilakukan

oleh tergugat kepada penggugat. Sesuai dengan keterangan Penggugat bahwa

sudah sering terjadi cekcok ataupun pertikaian yang terjadi, dimana selalu

berujung pada KDRT seperti mengeluarkan kata-kata kasar hingga berujung pada

tindak kekerasan seperti pemukulan, pencekikan, bahkan rambut penggugat

ditarik dan dijambak oleh tergugat.88

Hal ini sudah menjadi fakta yang cukup

sebagai pertimbangan hakim dalam memutus perceraian sesuai dengan ketetapan

Undang-undang, yaitu yang dapat menjadi alasan perceraian yang terdapat dalam

Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dimana disebutkan

bahwa “(f). Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.

Perselisihan yang terjadi menjadi penyebab berpisahnya Penggugat dan

Terguat dimana pada puncak dari pertikaian yang terjadi pada pertengahan tahun

2013, bermula dari Penggugat yang meminta tolong kepada Tergugat agar datang

kerumah abang kandung Penggugat, akan tetapi Tergugat menolak dengan alsan

capek dan malas, yang ada akhirnya memicu pertengkaran dan perselisihan antara

Penggugat dan Tergugat dimana pada saat pertengkaran tersebut dengan sadarnya

87

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019

88

Wawancara dengan LSH, Penggugat dalam kasus cerai ghaib putusan Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn , 27 Desember 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

91

Tergugat memukul Penggugat, kemudian setelah pertengkaran tersebut Penggugat

mengusir Tergugat keluar dari rumah orangtua Penggugat maka sejak saat itulah

Penggugat dan Tergugat berpisah dan sudah tidak hidup bersama. Setelah itu,

Terugat pergi meninggalkan Penggugat dan anak-anaknya tanpa memberikan

kabar mengenai keberadaannya, sehingga menyebabkan hilang atau tidak

diketahuinya keberadaan Tergugat yang meninggalkan Penggugat selama 6 tahun

hingga saat ini. Atas dasar hal tersebut Penggugat mengajukan gugata cerai ke

Pengadilan Agama Medan yang merupakan gugatan cerai ghaib dikarenakan tidak

diketahuinya keberadaan tergugat dengan melampirkan salah satunya surat

keterangan ghaib sebagai syarat, yang dikeluarkan oleh lurah alamat terdahulu

yang menyebutkan bahwa tergugat tidak diketahui alamatnya baik didalam

wilayah Republik Indonesia maupun diluar wilayah Republik Indonesia.89

Setelah

diajukannya gugatan oleh penggugat ke Pengadilan Agama Medan, maka

selanjutnya akan dilakukan penunjukan Hakim oleh ketua Pengadilan Agama

Medan untuk melanjutkan perkara dan melaksanakan persidangan. Dalam cerai

ghaib juru sita akan memanggil pihak Tergugat dengan pengumuman melalui

surat kabar yaitu harian Sumut POS sebanyak 2 kali panggilan dalam kurun waktu

4 bulan.90

Atas dasar pertimbangan hakim, bahwa oleh karena Tergugat telah

dipanggil dengan sepatutnya untuk menghadap di persidangan tidak pernah hadir

dan terntara gugatan penggugat tidak melawan hukum dan beralsan, dan

Penggugar memohon diberikan putusan, maka dengan demikian Majelis Hakim

89

Wawancara dengan LSH, Penggugat dalam kasus cerai ghaib putusan Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn , 27 Desember 2019 90

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

92

berkesimpulan bahwa dengan gugatan berdasarkan ketentuan pasal 149 ayat (1)

RBg, gugatan penggugat sudah sepatutnya dapat dikabulkan dengan verstek.

Dalam putusan cerai ghaib nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn, Penggugat

memohon hak hadhanah terhadap anak Penggugat dan Tergugat yang bernama

Daffa Alfariza, laki-laki, lahir tanggal 03 Juni 2012 M dan Daffi Alfarizi, laki-laki,

lahir tanggal 03 Juni 2012 M untuk jatuh ke tangan Penggugat. Merujuk pada

pasal 150 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam dimana dalam hal ternjadinya

perceraian “(a). Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12

tahun adalah hak ibunya” maka hakim berdasarkan bukti berupa Fotokopi Kutipan

Akta Kelahiran nomor 1271-LT-28032013-0091 bertanggal 28 Maret 2013 atas

nama Daffa Alfariza, Fotokopi kutipan Akta Lahir nomor 1271-LT-28032013-

0270 bertanggal 23 Maret 2013 atas nama Daffi Alfarizi, yang dalam ini secara

yuridis belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun memutuskan bahwa hak

hadhanah kedua anak dari hasil perkawinan penggugat dan tergugat jatuh kepada

penggugat yang merupakan ibu kandung dari kedua anak tersebut. Selain itu

hakim dengan mempertimbankan keadaan jiwa tergugat yang cendrung

temperamental akan membawa dampak buruk bagi perkembangan psikologis dan

pendidikan anak kedepan.

Berdasarkan pertimbangan hukum hakim diatas, maka dalam hal ini hakim

sudah tepat menerapkan hukum in concreto terhadap kasus tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

93

c. Perlindungan Hukum Para Pihak atas Putusan Nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn tentang Cerai Ghaib

Perceraian adalah merupakan perbuatan halal yang di benci Allah SWT yang

sedapat mungkin dihindari oleh setiap pasangan keluarga, akan tetapi

mempertahankan perkawinan Penggugat dan Tergugat dengan kondisi seperti

tersebut diatas, justru akan lebih mendatangkan keburukan yang lebih besar

daripada kemaslahatan yang akan dicapai. Dalam hal ini, penggugat telah

mengupayakan berbagai hal dalam mempertahankan perkawinan agar dapat

kembali, akan tetapi perbuatan tergugat yang tidak mengalami perubahan serta

tidak beritikad untuk kembali dan menyelesaikan permasalahan yang ada

menyebabkan perkawinan tidak dapat dipertahankan. Kepergian Tergugat selama

6 tahun tanpa kabar dan tidak diketahui keberadaannya, menyebabkan tidak

adanya kepastian hukum dan hak penggugat sebagai seorang istri, hal ini

diperlukan agar penggugat dapat mendapat kepastian atas status nya serta dapat

melanjutkan kembali kehidupannya.

Dalam putusan cerai ghaib nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn, perlindungan

hukum terhadap status penggugat bersifat permanent atau tetap. Setelah

dijalankannya berbagai peroses persidangan, hakim menjatuhkan putusan yang

kemudian diumumkan dengan menempelkan putusan di papan pengumuman

pengadilan ataupun melalui pemerintah yaitu kantor walikota, dalam kurun waktu

2 minggu. Jika dalam jangka waktu 2 minggu setelah putusan jatuh tidak ada

komplain ataupun perlawanan (verzet) oleh pihak tergugat, maka putusan bersifat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

94

tetap dan permanent serta tidak dapat diganggu gugat keberadaanya apabila kelak

suatu hari tergugat kembali.91

Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi

Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya

tersebut. Adapaun perlindungan hukum yang diberikan dalam cerai ghaib adalah

berupa kepastian terhadap status cerai yang didapatkan oleh penggugat. Status ini

bersifat mutlak dan permanen, keberadaaanya tidak dapat dipermasalahkan suatu

waktu jika pihak tergugat kembali. Namun, dalam cerai ghaib tidak ada putusan

hakim yang memberikan perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak istri

dalam terjadinya perceraian, yang sebagaimana disebutkan dalam pasal 149 KHI :

“Bilamana perkawinan putus karena cerai talak maka bekas suami wajib:

a. memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang

atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul;

b. memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam

iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba‟in atau nusyus dan

dalam keadaan tidak hamil;

c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila

qobla al dukhul;

d. memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai

umur 21 tahun”

Hak istri untuk memperoleh haknya berupa mut’ah maupun mendapatkan nafkah,

maskan, dan kiswah tidak dapat terpenuhi dikarenakan keberadaan dari suami

yang ghaib atau tidak diketahui keberadaannya.

91

Wawancara dengan Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

95

Putusan hakim juga tidak dapat memberikan perlindungan hukum mengenai

pemenuhan kewajiban nafkah pasca perceraian terhadap anak dari perkawinan

tersebut yang sebagaimana diatur dalam pasal 156 huruf d :

“ semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut

kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat

mengurusu diri sendiri (21 tahun)”

Hal ini melanggar ketentuan KHI yang sudah menyebutkan bahwa semua biaya

hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut

kemampuannya, hal ini disebabkan karena tidak diketahuinya keberadaan dari

suami, sehingga tanggung jawab biaya hadhanah dan nafkah menjadi tanggung

jawab dari istri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

96

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan cerai ghaib di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena

salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama dua tahun berturut-

turut tanpa izin. Sejalan dengan UUP jo PP No. 9 Tahun 1975, KHI juga

melalui pasal 45 tentang taklik talak dan pasal 116 huruf b yang memuat

ketentuan tentang sebab perceraian karena salah satu pihak meninggalkan

pasangannya selama 2 tahun berturut-turut yang dapat digunakan sebagai

dasar gugatan cerai ghaib.

2. Akibat hukum yang ditimbulkan dari cerai ghaib adalah cerai ghaib akan

memberikan kepastian hukum terhadap status pihak yang ditinggalkan tanpa

adanya kabar, hal ini dapat menyebabkan tidak jelasnya status perkawinan,

sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya kewajiban dan hak yang

seharusnya dilakukan suami atau istri dalam perkawinan tersebut. Selain

terhadap status perkawinan istri dan suami, hak hadhanah anak juga

mendapat kepastian, dimana hadhanah jatuh ke tangan istri atau pasangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

97

yang ditinggalkan.

3. Perlindungan hukum terhadap para pihak dalam putusan nomor

1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn yaitu terkait cerai ghaib adalah berupa kepastian

hukum terhadap status perkawinan bagi kedua belah pihak, khususnya pihak

penggugat. Sedangkan perlindungan hukum untuk hak-hak istri dalam masa

iddah sebagaimana yang disebutkam dalam pasal 149 KHI tidak dapat

dipenuhi dikarenakan keberadaan dari suami yang ghaib atau tidak

diketahui. Kemudian, terhadap hak anak untuk mendapatkan nafkah lahir

maupun bathin yang seharusnya diberikan oleh ayahnya sebagaimana diatur

dalam pasal 156 huruf d tidak mendapatkan perlindungan hukum dalam

putusan hakim, hal ini disebabkan karena tidak diketahuinya keberadaan

dari ayah atau tergugat. Sehingga kewajiban untuk memberikan hak

hadhanah dan nafkah lahir bathin, berada ditangan ibu.

2. SARAN

Ada tiga tujuan hukum menurut Gustav Radbruch yaitu keadilan,

kemanfaatan dan kepastian hukum. Jadi, hukum yang seharusnya ada yaitu hukum

yang berjalan sesuai perkembangan dan keadaan masyarakat itu dan hukum yang

baik adalah hukum yang bermanfaat dan tepat pada tujuannya. Sehingga hukum

dapat berlaku adil serta berguna dalam hal menjamin hak-hak masyarakat. Saran

penulis setelah melakukan penelitian terkait cerai ghaib yaitu sebagai berikut :

1. Sejatinya tidak ada pasangan yang menginginkan adanya kegagalan dalam

rumah tangga, semua pasangan suami istri tentunya menginginkan

tercapainya tujuan bersama dalam suatu perkawinan. Namun ada banyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

98

faktor yang mengakibatkan konflik dan ketidakcocokan yang menyebabkan

kandasnya suatu perkawinan. Dalam hukum Islam perceraian adalah

perbuatan yang halal yang dibenci Allah SWT yang sedapat mungkin

dihindari setiap pasangan suami istri. Akan tetapi mempertahankan

perkawinan dengan kondisi konflik dan menyebabkan luka baik fisik maupun

batin terhadap salah satu pihak justru akan mendatangkan keburukan yang

lebih besar daripada kemaslahatan. Cerai ghaib dapat menjadi jalan bagi

suami atau istri yang tidak dapat dipenuhi baik hak maupun kewaibannya

dikarenakan salah satu pihak telah pergi meninggalkannya ataupun hilang

tanpa kabar. Pengaturan hukum mengenai cerai ghaib di Indonesia dinilai

sudah tepat guna memberikan kepastian hukum bagi pihak yang ditinggalkan.

Namun, masih membutuhkan satu pengaturan yang mengatur khusus

mengenai cerai ghaib, sehingga pelaksannnya dapat berjalan tepat sasaran dan

dapat memberikan pengaturan yang lebih memenuhi mengenai hak-hak istri

yang ditinggalkan. Selain itu masih bnyak masyarakat yang belum

mengetahui tentang adanya cerai ghaib, sehingga menyebabkan banyak yang

membiarkan saja status perkawinan yang tidak jelas. Dikarenakan didalam

kehidupan masyarakat terdapat ketidaktahuan mengenai aturan yang berlaku,

pemerintah juga harus melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat untuk

memberikan informasi langsung mengenai aturan-aturan mengenai perceraian

dan perkawinan di Indonesia.

2. Akibat hukum yang ditimbulkan dari cerai ghaib adalah timbulnya status

baru bagi pihak yang mengajukan gugatan yang selama ini ditinggalkan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

99

tidak mendapat kejelasan terhadap pemenuhan hak dan kewajibannya dalam

rumah tangga. Cerai ghiab dapat menjadi jalan keluar bagi suami atau istri

yang tidak mendapat kejelasan bagi status perkawinannya dan status hak

hadhanah terhadap anak yang lahir dalam perkawinan tersebut. Hendaknya

para pihak yang terdapat dalam putusan cerai ghaib tersebut memenuhi dan

menaati putusan yang ada, Agar tidak terjadi konflik dikemudian hari baik

mengenai status perceraian atau hak asuh anak agar para pihak dapat

melanjutkan kembali roda kehidupan sesuai dengan jalannya masing-masing.

3. Perlindungan hukum tergadap para pihak terkait dengan putusan Pengadilan

Agama Medan Nomor 1831/Pdt.G/2018/PA.Mdn adalah putusan cerai yang

dikeluarkan oleh hakim bersifsat tetap dan mutlak, sehingga apabila suatu

hari pihak tergugat datang untuk mempermasalahkan perihal status peceraian

maupun hak asuh anak maka akta perceraian dapat menjadi alat bukti yang

sah dan kuat atas putusan cerai tersebut. Dalam beberapa kasus cerai ghaib

pihak tergugat seringkali datang dikemudian hari untuk mempermasalahkan

status dan keadaan yang ada, dengan beralasan bahwa tidak tersampainya

kabar mengenai gugatan perceraian. Hal ini menunjukkan kurangnya

efektivitas pengadilan dalam melakukan pemanggilan terhadap tergugat

dengan melakukan pemanggilan baik melalui surat kabar maupun papan

pengumuman, hendaknya pihak pengadilan menyesuaikan cara pemanggilan

dengan memanfaatkan tekhnologi yang ada, seperti penyebaran berita melalui

surat kabar online ataupun mempergunakan peran media social yang

sekarang ini banyak dipergunakan masyarakat. Selain hal tersebut, tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

100

terpenuhinya perlindungan hukum terhadap hak istri dalam perceraian yang

seharusnya diberikan, dan hak anak untuk mendapatkan nafkah lahir dan

bathin yang seharusnya menjadi kewajiban ayah tidak dapat terpenuhi

sehingga hak tersebut jatuh ke tangan ibu. Hal ini memerlukan aturan khusus

lebih lanjut yang perlu ditetapkan agar kedepannya istri dan anak dalam cerai

ghaib dapat terpenuhi hak nya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

101

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurrahman, 1992, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika

Pressindo, Jakarta

Al-hamdani, H.S.A, 2011, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), Pustaka

Amani, Jakarta

Anshori, Abdul Ghofur, 2011, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fikh dan

Hukum Psitif), UII Press, Yogyakarta

As-shabumi, Muhammad Ali, 1992, Hukum Waris Dalam Syari‟at Islam,

Diponegoro, Surakarta

Effendy, Jonaedi & Johny Ibrahi

m, 2016, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Prenadamedia Group,

Depok

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan

Hukum Adat Hukum Agama, 2007, CV Mandar Maju, Bandung

Latif, Djamil, 1982, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Ghalia Indonesia,

Jakarta

Malik, Rusdi, 2010, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia,

Universitas Trisakti, Jakarta

Mardani, 2016, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Pernada Media, Jakarta

Mujieb, Muhammad Abdul & Mabruri Tholhah & Syafi’ah AM, 1994, Kamus

Istilah Fikih, Pustaka Firdaus, Jakarta

Prodjohamidjojo, Martiman, 2007, Hukum Perkawinan di Indonesia, Karya

Gemilang, Jakarta

Rofiq, Ahmad, 2003, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normative (suatu

Tinjauan Singkat), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Subekti,1985, Pokok-pokok Hukum Perdata, Internusa, Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: CERAI GHAIB MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN …

102

Sudarsono, 2005, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta

Sunggono, Bambang, 2003, Metodelogi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Simanjuntak, P.N.H, 1999, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, PB Gadjah

Mada, Jakarta

Syaifuddin, Muhammad, dkk, 2012, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta

Syarifudin, Amir, 2009, Hukum perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh

Munarakahat dan Undang-undang Perkawinan, Penada Media, Jakarta

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus

Besar Bahasa Indonesia edisi ke 2, 1997, Balai Pustaka, Jakarta

Umam, Dian Khairul, 1999, Fiqih Mawaris, Pustaka Setia, Bandung

Yunus, Mahmud, 1973, Kamus Arab Indonesia, Yayasan

Penyelenggara/Penafdir Al Qur an, Jakarta

B. JURNAL

Hasanah, Uswatu, “Proses Penyelesaian Perkara Cerai Ghaib di Pengadilan

Agama”, Majalah Keadilan, Volume 18, Nomor 2, desember 2018, hal 11.

C. INTERNET

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57ccddd31c9bf/arti-

gugatan-cerai-ghaib/

https://www.pa-semarang.go.id/layanan-hukum/prosedur-beracara/perkara-cerai-

gugat.

https://www.pa-tulangbawangtengah.go.id/layanan-hukum/prosedur-

beracara/prosedur-cerai-talak.html

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA