KEADAAN MEMAKSA PADA MASA PANDEMI COVID-19 DAN …
Transcript of KEADAAN MEMAKSA PADA MASA PANDEMI COVID-19 DAN …
KEADAAN MEMAKSA PADA MASA PANDEMI COVID-19 DAN
KAITANNYA DENGAN KONTRAK LEASING MOBIL
(STUDI PADA PT MANDIRI UTAMA FINANCE MEDAN)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
ANGEL OLIVIA NATASYA
170200175
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menjalani proses
perkuliahan hingga sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini. Judul dari skripsi
penulis adalah “Keadaan Memaksa Pada Masa Pandemi COVID-19 dan
Kaitannya dengan Kontrak Leasing Mobil (Studi Pada PT Mandiri Utama
Finance Medan)”, yang disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak doa,
dukungan, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
ii
7. Dr. Faisal Akbar Nasution, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik
Penulis.
8. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan membimbing penulis berupa masukan dan arahan
dalam penulisan skripsi ini.
9. Ibu Zulfi Chairi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan membimbing penulis berupa masukan dan arahan
dalam penulisan skripsi ini.
10. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah mendidik, membimbing dan membantu penulis
selama masa perkuliahan.
11. Bapak Hanes Toga Sitompul dan Abdurrakhman yang telah memberikan
kesempatan dan waktunya kepada penulis untuk melakukan wawancara di PT
Mandiri Utama Finance Medan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, papa dari penulis
Yusuf Hamonangan Tobing dan mama Erika Rotua Idawaty Simanjuntak, yang
selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, nasihat, dan semangat yang tiada
henti kepada penulis.
12. Abang dan adik-adik tercinta, abang Saul Andrea Vincentius Tobing, serta
adik-adik dari penulis yaitu Samuel Abel Reynara Tobing dan Carmel Adinda
Yuri Tobing yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, nasihat,
dan semangat yang tiada henti kepada penulis.
Universitas Sumatera Utara
iii
13. Opung papi dan mami, opung mama, bou, tante, tulang, nantulang, abang,
kakak, dan adik-adik sepupu dari penulis atas segala doa, dukungan dan kasih
sayang yang diberikan kepada penulis.
14. Anastasya Mutiara, Dania Nadhira, Mossad Kennedy, Steffany Allestia,
Rienditha, Azizah Aninda, Ardini Widari, Baby Silvia, Salma Muthia, Marra
Augustine, dan Zaneta Trixie yang selalu ada dalam suka maupun duka,
memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.
15. Dina Natasha, yang selalu ada dalam suka maupun duka, memberikan doa,
dukungan, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.
16. Laura Elisabeth Silalahi, yang selalu ada dalam suka maupun duka,
memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.
17. Simon Christmast Parsaulian Hutasoit, yang selalu ada dalam suka maupun
duka, memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat kepada
penulis.
18. Ka Rina, Dea Vony, Mia Paulyna, Tiofanny Marylin, Evan Jason, Marshal
Arthur, Gusti Putra, Refryano Hamonangan, Okta Samgeri, Ariel Juan, Ketzia
Stephanie, Elisa Suryanti, Nabila Aprilia, Ibreina Priscilla, Herman
Lumbangaol, dan David Vito yang telah memberikan doa, dukungan, kasih
sayang, masukan, dan semangat kepada penulis.
19. Teman-teman Grup A Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Angkatan
2017 yang telah memberikan doa, dukungan, masukan, dan semangat kepada
penulis.
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
Universitas Sumatera Utara
iv
menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan
skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi yang telah disusun ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya bagi diri penulis.
Medan, Februari 2021
Penulis,
Angel Olivia Natasya
170200175
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ..................................................... 5
D. Keaslian Penulisan ....................................................................... 6
E. Tinjauan Kepustakaan .................................................................. 7
F. Metode Penelitian ....................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 14
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG PANDEMI COVID-19 DAN
KEADAAN MEMAKSA DI INDONESIA ................................... 17
A. Pengaturan dan Pengertian Pandemi COVID-19 ....................... 17
B. Pengaturan dan Pengertian Keadaan Memaksa ......................... 21
C. Syarat dan Jenis Keadaan Memaksa .......................................... 28
D. Akibat Hukum Keadaan Memaksa ............................................ 35
BAB III PENGARUH MASA PANDEMI COVID-19 TERHADAP
KONTRAK LEASING YANG SEDANG BERLANGSUNG ...... 39
A. Pengertian dan Pihak-pihak dalam Kontrak Leasing ................. 39
B. Pengaruh Masa Pandemi COVID-19 Terhadap Kontrak Leasing
yang Sedang Berlangsung .......................................................... 45
Universitas Sumatera Utara
vi
C. Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kontrak Leasing Pada
Masa Pandemi COVID-19 ......................................................... 53
BAB IV PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MACET PADA LEASING
MOBIL SEBAGAI AKIBAT PANDEMI COVID-19 DI PT
MANDIRI UTAMA FINANCE MEDAN .................................... 61
A. Gambaran Umum Mengenai PT Mandiri Utama Finance ......... 61
B. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Kontrak Leasing Mobil
Pada PT Mandiri Utama Finance Medan Selama Masa Pandemi
COVID-19 .................................................................................. 62
C. Penyelesaian Pembiayaan Macet Pada Leasing Mobil sebagai
Akibat Pandemi COVID-19 Di PT Mandiri Utama Finance
Medan ......................................................................................... 71
D. Kaitan Antara Keadaan Memaksa Pada Masa Pandemi
COVID-19 dengan Kontrak Leasing Mobil Pada PT Mandiri
Utama Finance Medan ............................................................... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 81
A. Kesimpulan ................................................................................ 81
B. Saran ........................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 84
LAMPIRAN ........................................................................................................ 88
Universitas Sumatera Utara
vii
ABSTRAK
Angel Olivia Natasya
Tan Kamello
Zulfi Chairi
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 ke Indonesia memengaruhi
berbagai sektor terutama perekonomian Indonesia, oleh karena itu Otoritas Jasa
Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
11/POJK.03/2020, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 14/POJK.05/2020 dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 48/POJK.03/2020. Peraturan tersebut
memberikan keringanan bagi debitur yang mengalami kredit macet, salah satunya
dalam hal kontrak leasing. Dalam pelaksanaan kontrak tidak selalu terlaksana
maksud dan tujuannya, salah satunya dikarenakan adanya keadaan memaksa.
Keadaan memaksa diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPer.
Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana ketentuan umum tentang
pandemi COVID-19 dan keadaan memaksa di Indonesia, bagaimana pengaruh
masa pandemi COVID-19 terhadap kontrak leasing yang sedang berlangsung dan
bagaimana penyelesaian pembiayaan macet pada leasing mobil sebagai akibat
pandemi COVID-19 di PT Mandiri Utama Finance Medan.
Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif berdasarkan
asas-asas dan teori-teori dalam hukum serta peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan penelitian ini. Dengan didukung data primer dengan
dilakukanya wawancara pada PT Mandiri Utama Finance Medan dan data
sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier kemudian
dianalisis secara deskriptif kualitatif, metode pengumpulan data yang digunakan
adalah studi pustaka dan wawancara yang akan dibahas dan hasilnya dituangkan
dalam bentuk skripsi ini.
Pandemi merupakan wabah yang berjangkit serempak dimana-mana,
meliputi daerah geografi yang luas. Keadaan memaksa merupakan keadaan
debitur tidak dapat melaksanakan kewajiban atau prestasi di luar kesalahan
debitur. Pengaruh pandemi COVID-19 terhadap kontrak leasing yaitu penurunan
kemampuan lessee untuk melaksanakan prestasi sehingga berpengaruh juga
kepada pelaksanaan kontrak leasing. Penyelesaian pembiayaan macet pada
leasing mobil di PT Mandiri Utama Finance Medan sebagai akibat pandemi
COVID-19 sama seperti sebelum terjadinya pandemi COVID-19, yang
membedakan adalah penanganannya lebih tegas dari sebelum terjadinya pandemi
COVID-19.
Kata Kunci: Keadaan Memaksa, Kontrak, Leasing, Pandemi
) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
) Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
) Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 di Indonesia memberikan
dampak ke berbagai sektor di kehidupan manusia terutama sektor
perekonomian, oleh karena itu Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2020, Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No. 14/POJK.05/2020 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No. 48/POJK.03/2020. Peraturan tersebut memberikan keringanan bagi
debitur yang mengalami kredit macet, salah satunya dalam hal kontrak
leasing, adapaun salah satu perusahaan leasing yang menerapkan POJK
tersebut di kota Medan adalah PT Mandiri Utama Finance Medan di Jalan
Abdul Hakim. Dalam pelaksanaan kontrak tidak selalu terlaksana maksud dan
tujuannya, salah satunya dikarenakan adanya keadaan memaksa. Keadaan
memaksa diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer), oleh karena itu setiap kontrak leasing yang
berlangsung pada masa pandemi COVID-19 membutuhkan adanya
penyelesaian sengketa yang tidak merugikan lessor namun juga melihat dari
kondisi lessee, baik berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan maupun kebijakan dari PT Mandiri Utama Finance Medan.
Perikatan adalah hubungan yang lahir dikarenakan kontrak dan adanya
undang-undang.1 Dalam hubungan hukum yang dikarenakan adanya
1 Tan Kamello, Pandemi COVID-19: Implikasi Keppres No. 12 Tahun 2020 Bagi
Perikatan, Mempersoalkan Force Majeure, Seminar Nasional/Webinar, Medan, 29 April 2020,
Slide 3.
Universitas Sumatera Utara
2
perikatan tidak selalu terlaksana maksud dan tujuannya, keadaan tersebut
dapat terjadi akibat wanprestasi baik itu dilakukan oleh kreditur maupun
debitur, adanya paksaan, kekeliruan, perbuatan curang, maupun keadaan yang
memaksa atau dikenal dengan force majeure atau dikenal dalam hukum
Indonesia dengan overmacht. Konsekuensi yang muncul dari keadaan ini
menyebabkan suatu perjanjian (kontrak) dapat dibatalkan dan yang batal demi
hukum.2 Dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa force majeure atau
vis major merupakan suatu keadaan ketidakmungkinannya salah satu pihak
peserta melaksanakan kewajiban menurut perjanjian (impossibility of
performance). Alasan tersebut dapat dikemukakan apabila pelaksanaan
kewajiban menjadi tidak mungkin karena lenyapnya objek atau tujuan yang
menjadi pokok perjanjian.3
Keadaan memaksa dibagi menjadi keadaan memaksa yang absolut
(absolut onmogelijkheid) dan keadaan memaksa yang relatif (relatieve
onmogelijkheid).4 Keadaan memaksa yang absolut merupakan suatu keadaan
dimana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada
kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar,
sedangkan keadaan memaksa yang relatif merupakan suatu keadaan yang
menyebabkan debitur dimungkin untuk melaksanakan prestasinya. Pada
pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang
besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar
2 Agri Chairunisa Isradjuningtias, Force Majeure (Overmacht) dalam Hukum Kontrak
(Perjanjian) Indonesia, Jurnal Veritas et Justitia, Juni, 2015, Vol. 1, No. 1, hal. 139. 3 Harry Purwanto, Keberadaan Asas Rebus Sic Stantibus Dalam Perjanjian
Internasional, Jurnal Mimbar Hukum Edisi Khusus, November, 2011, hal. 114. 4 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3
kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang
sangat besar.5
Antara perikatan atau kontrak khususnya kontrak bisnis dengan masa
pandemi COVID-19 di Indonesia memiliki hubungan yang berkaitan. Dalam
hal ini tidak dapat tercapainya suatu prestasi yang diakibatkan oleh karena
masa pandemi COVID-19. Hal ini juga disebabkan oleh peran pemerintah
dalam menanggulangi Coronavirus Disease 2019 dengan mengeluarkan
beberapa peraturan antara lain Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020
tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) Sebagai Bencana Nasional yang ditetapkan pada tanggal 13
April 2020, selain itu diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), oleh karena
itu setiap kontrak yang terjadi sebelum masa pandemi COVID-19
membutuhkan adanya penyelesaian sengketa yang tidak merugikan kreditur
namun juga melihat dari kondisi debitur yang bersangkutan.
Dalam hal kontrak bisnis khususnya kontrak pembiayaan, Otoritas Jasa
Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional
sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease
2019, Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan
NonBank dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
5 Ibid, hal. 146.
Universitas Sumatera Utara
4
48/POJK.03/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2020. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia ini sebagai pertimbangan, bahwa COVID-19 telah berdampak
secara langsung atapun tidak langsung terhadap kinerja dan kapasitas
operasional konsumen, lembaga jasa keuangan nonbank, dan stabilitas sistem
keuangan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan untuk
mendorong optimalisasi kinerja lembaga jasa keuangan nonbank, menjaga
stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi, perlu
diambil kebijakan countercyclical dampak penyebaran COVID-19 dengan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, dengan memberikan keringanan
bagi debitur dalam hal kredit bermasalah.
Setelah dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 dan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/POJK.03/2020, perusahaan atau
lembaga pembiayaan dalam hal ini PT Mandiri Utama Finance Medan juga
memiliki kebijakan yang dikeluarkan mengenai penyelesaian pembiayaan
macet kontrak leasing yang terjadi dikarenakan masa pandemi COVID-19.
Dalam masa pandemi COVID-19 terjadi kontrak pembiayaan
berdasarkan paparan di atas, oleh karena itu penulis tertarik untuk
menjadikannya sebagai skripsi penulis dengan judul “Keadaan Memaksa
Pada Masa Pandemi COVID-19 dan Kaitannya dengan Kontrak Leasing
Mobil (Studi Pada PT Mandiri Utama Finance Medan)”.
Universitas Sumatera Utara
5
B. Rumusan Masalah
Untuk mencapai hasil yang diharapkan dan lebih terarahnya penulisan
skripsi ini, maka terdapat batasan mengenai masalah yang akan dibahas dan
difokuskan. Pokok-pokok permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ketentuan umum tentang pandemi COVID-19 dan keadaan
memaksa di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh masa pandemi COVID-19 terhadap kontrak leasing
yang sedang berlangsung?
3. Bagaimana penyelesaian pembiayaan macet pada leasing mobil sebagai
akibat pandemi COVID-19 di PT Mandiri Utama Finance Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
Tujuan dari penulisan secara umum adalah untuk mengetahui serta
memahami mengenai keadaan memaksa pada masa pandemi COVID-19
di Indonesia dalam sebuah kontrak. Dalam merumuskan pokok
permasalahan, penulis mempunyai beberapa tujuan penulisan sebagai
berikut:
a. Mengetahui bagaimana ketentuan umum tentang pandemi COVID-
19 dan keadaan memaksa di Indonesia.
b. Mengetahui bagaimana pengaruh masa pandemi COVID-19
terhadap kontrak leasing yang sedang berlangsung.
c. Mengetahui bagaimana penyelesaian pembiayaan macet pada
leasing mobil sebagai akibat pandemi COVID-19 di PT Mandiri
Utama Finance Medan.
Universitas Sumatera Utara
6
2. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Secara teoretis, penulisan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum
pada umumnya, khususnya di bidang hukum perdata. Dan diharapkan
memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi penulis maupun
pembaca terkait aturan hukum dalam hal terjadinya keadaan memaksa
dalam kontrak dan COVID-19 yang terjadi di Indonesia, selain itu
penulisan skripsi ini juga memberikan informasi kepada pembaca
terkait kaitan keadaan memaksa pada masa pandemi COVID-19
dengan kontrak leasing dan akibat masa pandemi COVID-19 terhadap
kontrak leasing dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020, Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020, Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/POJK.03/2020,
dan kebijakan yang dikeluarkan oleh PT Mandiri Utama Finance
Medan.
b. Secara praktis, penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca untuk
memberitahukan kepada lessee dan lessor mengenai keadaan
memaksa di masa pandemi COVID-19.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran
penulis pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan dasar-dasar yang telah ada
dan tersedia di literatur guna membantu penulisan mengenai “Keadaan
Memaksa Pada Masa Pandemi COVID-19 dan Kaitannya dengan Kontrak
Universitas Sumatera Utara
7
Leasing Mobil (Studi Pada PT Mandiri Utama Finance Medan)” yang belum
pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Karena itu
keaslian penulisan ini terjamin adanya. Walaupun ada pendapat atau kutipan
dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan
pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan tulisan ini. Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli,
dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan
Untuk mengantarkan kepada pemahaman yang benar mengenai skripsi
ini maka terlebih dahulu akan diuraikan dalam tinjauan kepustakaan yang
akan mengantarkan kepada pengertian umum atau gambaran tentang isi
skripsi ini. Pandemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
merupakan wabah yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi
geografi yang luas.6 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana pada Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa, bencana
nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Coronavirus adalah asam ribonukleat yang terbungkus dan beruntai
tunggal yang dinamai karena penampakannya seperti korona matahari karena
lonjakan permukaan sepanjang 9-12 nm (nanometer). Ada empat protein
struktural utama yang dikodekan oleh genom coronaviral pada amplop, salah
satunya adalah protein lonjakan (S) yang mengikat reseptor enzim 2
6 Aprista Ristyawati, Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945,
Administrative Law and Governance Journal, Juni, 2020, Vol. 3, No. 2, hal. 241.
Universitas Sumatera Utara
8
pengubah angiotensin dan menengahi fusi berikutnya antara selaput dan
membran sel inang untuk membantu virus. masuk ke sel inang.7 Penyakit
Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah salah satu jenis virus pneumonia yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-
CoV-2). Virus ini merupakan virus corona jenis ketiga yang sangat patogen
setelah Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV) dan
Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). COVID-19
pertama kali dilaporkan dari Wuhan, provinsi Hubei, China, pada Desember
2019.8
Kebijakan countercyclical merupakan kebijakan yang melawan arus
siklus bisnis tersebut. Hal ini berarti pada saat resesi, pemerintah menerapkan
kebijakan ekspansif berupa pelonggaran fiskal dan moneter.9 Kebijakan fiskal
dikatakan countercyclical karena cenderung menstabilisasi siklus bisnis
(yaitu, kebijakan fiskal bersifat kontraktif pada waktu perekonomian
mengalami ekspansi (good times) dan ekspansif pada waktu perekonomian
mengalami kontraksi atau resesi (bad times). Kebijakan fiskal countercyclical
ditandai dengan belanja pemerintah yang lebih rendah (lebih tinggi) dan tarif
pajak lebih tinggi (lebih rendah) pada waktu ekonomi berekspansi
(berkontraksi).10 Countercyclical Capital Buffer (CCB) merupakan kebijakan
yang melawan arus siklus bisnis tersebut. Hal ini berarti pada saat resesi,
7 Zi Yue Zu dkk, Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A Perspective from China,
Journal of Radiology, Agustus, 2020, Vol. 296, No. 2, hal. 15. 8 Rara Julia Timbara Harahap, Karakteristik Klinis Penyakit Coronavirus 2019, Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, Agustus, 2020 , Vol. 2, No. 3, hal. 319. 9 Muhammad Sahirul Alim, Skripsi, Karakter Kebijakan (Procyclical vs Countercyclical)
dan Stabilitas Makroekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014, hal. 4. 10 Muhammad Afdi Nizar, Siklikalitas Kebijakan Fiskal di Indonesia, Jurnal Keuangan
dan Moneter, 2011, Vol. 14, No. 1, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
9
pemerintah menerapkan kebijakan ekspansif berupa pelonggaran fiskal dan
moneter.11
Kontrak berasal dari istilah perjanjian. Kontrak merupakan tindakan
yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak yang mana masing-masing pihak
dituntut untuk melakukan suatu prestasi. Bisnis adalah tindakan-tindakan
yang memiliki nilai komersial. Sehingga yang dimaksud kontrak bisnis
adalah suatu perjanjian berbentuk tertulis dimana isi atau substansinya
disepakati oleh para pihak yang terikat di dalamnya, serta memiliki nilai
komersial.12
Timbulnya kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan suatu kontrak
dapat disebabkan oleh salah satu pihak ataupun kedua belah pihak atau
bahkan dapat disebabkan oleh suatu keadaan di luar kuasa para pihak.
Apabila para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
perjanjian, maka disebut sebagai wanprestasi.13 Tidak dipenuhinya kewajiban
oleh debitur dapat disebabkan karena dua alasan, yaitu:
1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian
2. Karena keadaan memaksa (force majeure), di luar kemampuan debitur.
Dalam sebuah kontrak sering terjadi cidera janji atau dapat disebut juga
sebagai wanprestasi. Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa
Belanda “wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah
ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian
11 Selvia Pratiwik Lestari, Skripsi, Efektivitas Countercyclical Capital Buffer Pada
Perbankan dalam Pengendalian Makroekonomi Indonesia, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2019, hal. XXIX. 12 Annisa Dian Arini, Pandemi Corona Sebagai Alasan Force Majeure Dalam Suatu
Kontrak Bisnis, Jurnal Supremasi Hukum, Juni, 2020, Vol. 9, No. 1, hal. 42. 13 Mutia Kartika Putri, Skripsi, Pembuktian Keadaan Memaksa (Force Majeure) Oleh
Debitur Dalam Sengketa Wanprestasi, Universitas Bandar Lampung, Lampung, 2020, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
10
maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.14 Wanprestasi berasal
dari bahasa Belanda artinya prestasi buruk. Wanprestasi adalah suatu keadaan
yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan.15
Kedudukan keadaan memaksa berada di dalam bagian hukum kontrak.
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perdata yang menitikberatkan
pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed
obligation). M. Muharom mengungkapkan bahwa hukum kontrak merupakan
bagian dari hukum perdata karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban
yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang
berkontrak.16
Pembiayaan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan Pasal 1 angka 12 adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil. Lembaga pembiayaan menurut Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 1 angka 1
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009
tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 1 angka 5 menyebutkan, sewa guna
usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
14 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan Cetakan Ke Dua, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1990, hal. 20. 15 Wira Muhammad Arif, Skripsi, Bank Garansi Sebagai Pengalihan Kewajiban Jika
Terjadi Wanprestasi Oleh Nasabah (Studi Di Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau),
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011, hal. 21. 16 M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam Pembuatan
Kontrak, Jurnal Suhuf, Mei, 2014, Vol. 26, No. 1, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
11
modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun
sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara angsuran. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
mengatakan bahwa leasing adalah: “Suatu perjanjian dimana si penyewa
barang modal (lesse) menyewa barang modal untuk usaha tertentu, untuk
jangka waktu tertentu dan jumlah angsuran tertentu .”17
F. Metode Penelitian
1. Tipe/jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif berdasarkan asas-asas dan teori-teori dalam
hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penelitian ini. Dengan di dukung bahan hukum primer dan sekunder,
yaitu KUHPer, inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
penanggulangan bencana, kebijakan countercyclical dampak penyebaran
Coronavirus Disease 2019 bagi lembaga jasa keuangan nonbank,
lembaga pembiayaan, penetapan bencana nonalam penyebaran
Coronavirus Disease (COVID-19) sebagai bencana nasional, dan
pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Dan selain itu dipergunakan
juga bahan hukum sekunder berupa tulisan yang berkaitan dengan
penelitian ini seperti buku-buku maupun jurnal atau artikel ilmiah.
17 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perjanjian, Gadjah Mada, Yogyakarta, 1988,
hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
12
2. Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah primer dan sekunder.
Data primer yaitu yang berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber
dan data sekunder yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Yang terdiri
dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu:
a. Bahan hukum primer:
Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak
yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya KUHPer, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), Peraturan Presiden Nomor
9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Keputusan Presiden
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19) sebagai Bencana
Nasional, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus
Disease 2019, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa
Keuangan Nonbank, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
Universitas Sumatera Utara
13
48/POJK.03/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang
b. Bahan hukum sekunder:
Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer dalam penerapan hukum, seperti dokumen-dokumen yang
merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan
keadaan memaksa, Coronavirus Disease (COVID-19), hasil
penelitian, pendapat para pakar hukum serta beberapa sumber dari
buku, jurnal dan internet berkaitan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, yang terdiri dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini
menggunakan:
a. Kepustakaan
Penelitian kepustakaan adalah cara memperoleh data dengan
mendapatkan konsepsi teori, pendapat ata pemikiran dari penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian dalam
penulisan ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,
dokumen, literatur, maupun karya ilmiah lainnya.
b. Wawancara
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara.
Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sistematis
Universitas Sumatera Utara
14
dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan di lapangan. Penulis
melakukan wawancara secara bebas namun berpedoman terhadap
daftar pertanyaan yang telah disiapkan penulis sebelumnya.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses tindak lanjut dari teknik
pengumpulan data, yaitu proses penyusunan data yang diperoleh dari
teknik pengumpulan data seperti rekaman audio, pedoman wawancara,
observasi, dan wawancara. Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif kualitatif, yaitu mengelompokkan data menurut aspek-
aspek yang diteliti, kemudian dibandingkan dengan teori-teori
kepustakaan yang nantinya akan menghasilkan data deskriptif analisis,
sehingga diperoleh kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan
Berkaitan dengan sistematika penulisan, penelitian hukum ini disusun
dengan cara membagi dalam lima bab, yang mana tiap bab terdapat beberapa
sub bab dengan pokok permasalahan utama yang terkandung dalam bab ini.
Berikut akan diuraikan secara rinci dari keseluruhan penulisan skripsi ini.
Susunannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan secara umum tentang hal-hal yang
berhubungan dengan objek penulisan seperti pada bagian latar
belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG PANDEMI COVID-19 DAN
KEADAAN MEMAKSA DI INDONESIA
Dalam bab ini diuraikan mengenai pengaturan dan pengertian dari
pandemi COVID-19, pengaturan dan pengertian dari keadaan
memaksa, syarat dan jenis keadaan memaksa, dan akibat hukum
keadaan memaksa.
BAB III PENGARUH MASA PANDEMI COVID-19 TERHADAP
KONTRAK LEASING YANG SEDANG BERLANGSUNG
Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian dan pihak-pihak
dalam kontrak leasing. Pengaruh masa pandemi COVID-19
terhadap kontrak leasing yang sedang berlangsung, dan
bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap kontrak
leasing pada masa pandemi COVID-19.
BAB IV PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MACET PADA LEASING
MOBIL SEBAGAI AKIBAT PANDEMI COVID-19 DI PT
MANDIRI UTAMA FINANCE MEDAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum PT Mandiri
Utama Finance, hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kontrak
leasing mobil pada PT Mandiri Utama Finance Medan selama
masa pandemi COVID-19, penyelesaian pembiayaan macet pada
leasing mobil sebagai akibat pandemi COVID-19 di PT Mandiri
Utama Finance Medan, dan kaitan antara keadaan memaksa pada
masa pandemi COVID-19 dengan kontrak leasing pada PT
Mandiri Utama Finance Medan.
Universitas Sumatera Utara
16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini yang
memuat kesimpulan atas pembahasan dan penyelesaian sengketa
yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, adapun saran yang
penulis tuliskan agar dapat memberi masukan terhadap
permasalahan-permasalahan yang telah dibahas dalam penelitian
hukum ini.
Universitas Sumatera Utara
17
BAB II
KETENTUAN UMUM TENTANG PANDEMI COVID-19 DAN KEADAAN
MEMAKSA DI INDONESIA
Pengaturan dan Pengertian Pandemi COVID-19
Antara kontrak khususnya kontrak bisnis dengan masa pandemi
COVID-19 di Indonesia memiliki hubungan yang berkaitan. Dalam hal ini
tidak dapat tercapainya suatu prestasi yang diakibatkan oleh karena masa
pandemi COVID-19, adapun peran pemerintah dalam menanggulangi
Coronavirus Disease 2019 dengan mengeluarkan beberapa peraturan antara
lain:
1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan
Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang telah
berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi
nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara
dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah dalam
rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem
keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
khususnya dengan melakukan peningkatan belanja untuk kesehatan,
Universitas Sumatera Utara
18
pengeluaran untuk jaring pengaman sosial (social safety net), dan
pemulihan perekonomian, serta memperkuat kewenangan berbagai
lembaga dalam sektor keuangan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu
penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) sebagai Bencana Nasional
Keputusan Presiden ini sebagai bahan pertimbangan bahwa
bencana non alam yang disebabkan oleh penyebaran Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) telah berdampak meningkatnya jumlah
korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang
terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi
yang luas di Indonesia, selain itu bahwa World Health Organization
(WHO) telah menyatakan COVID-19 sebagai Global Pandemic tanggal
11 Maret 2020. Maka dari itu ditetapkan Keputusan Presiden tentang
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Universitas Sumatera Utara
19
4. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Tujuan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang
disebutkan dalam Pasal 3, yaitu meningkatkan ketahanan nasional di
bidang kesehatan, mempercepat penanganan COVID-19 melalui sinergi
antar kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah, meningkatkan
antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran COVID-19, meningkatkan
sinergi pengambilan kebijakan operasional, dan meningkatkan kesiapan
dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons terhadap
COVID-19.
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Coronavirus Disease
2019 (COVID-19)
Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2020 menetapkan bahwa Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Coronavirus Disease
2019 (COVID-19) di Indonesia yang wajib dilakukan upaya
penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang dan
Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019
(COVID-19)
Universitas Sumatera Utara
20
Pemerintah mengambil langkah dengan mengutamakan
penggunaan alokasi anggaran yang telah ada untuk kegiatan-kegiatan
yang mempercepat penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
dengan mengacu kepada protokol penanganan Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan rencana
operasional percepatan penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19) yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak dimana-mana,
meliputi daerah geografi yang luas. Epidemi adalah penyakit menular yang
berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan menimbulkan banyak
korban.18 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular Pasal 1 huruf a disebutkan bahwa, wabah
penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2014 tentang Pelibatan Satuan Kesehatan Kementerian Pertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia dalam Zoonosis Pasal 1 angka 5 menyebutkan
bahwa, pandemi adalah wabah penyakit menular yang berjangkit serempak
meliputi dan melintasi batas wilayah geografis antar beberapa banyak negara.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
18 Tan Kamello, Op.Cit, Slide 43.
Universitas Sumatera Utara
21
Penanggulangan Bencana Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa, bencana
nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Coronavirus adalah asam ribonukleat yang terbungkus dan beruntai
tunggal yang dinamai karena penampakannya seperti korona matahari karena
lonjakan permukaan sepanjang 9-12 nm (nanometer). Ada empat protein
struktural utama yang dikodekan oleh genom coronaviral pada amplop, salah
satunya adalah protein lonjakan (S) yang mengikat reseptor enzim 2
pengubah angiotensin dan menengahi fusi berikutnya antara selaput dan
membran sel inang untuk membantu virus. masuk ke sel inang.19 Penyakit
Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah salah satu jenis virus pneumonia yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-
CoV-2). Virus ini merupakan virus corona jenis ketiga yang sangat patogen
setelah Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV) dan
Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). COVID-19
pertama kali dilaporkan dari Wuhan, provinsi Hubei, China, pada Desember
2019.20
Pengaturan dan Pengertian Keadaan Memaksa
Dalam hubungan hukum yang dikarenakan adanya perikatan tidak
selalu terlaksana maksud dan tujuannya, keadaan tersebut dapat terjadi akibat
wanprestasi baik itu dilakukan oleh kreditur maupun debitur, adanya paksaan,
kekeliruan, perbuatan curang, maupun keadaan yang memaksa atau yang
19 Zi Yue Zu dkk, Loc.Cit. 20 Rara Julia Timbara Harahap, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
22
dikenal dengan force majeure atau dikenal dalam hukum Indonesia dengan
overmacht. Konsekuensi yang muncul dari keadaan ini menyebabkan suatu
perjanjian (kontrak) dapat dibatalkan dan yang batal demi hukum.21
Sistem pengaturan force majeure ini dalam KUHPer adalah sebagai
berikut:22
1. Tidak ada pengaturan force majeure secara umum
Apabila kita cermati pasal-pasal dalam KUHPer mengenai kontrak,
ternyata tidak terdapat suatu pasal pun yang mengatur force majeure
secara umum untuk suatu kontrak bilateral (prestasinya timbal balik).
Sehingga tidak ada patokan yuridis secara umum yang dipakai dalam
mengartikan apa yang dimaksud dengan force majeure itu. Karena itu,
untuk menafsirkan apa yang dimaksud dengan force majeure oleh
KUHPer ini, yang dapat kita lakukan adalah menarik kesimpulan-
kesimpulan umum dari pengaturan-pengaturan khusus, yaitu pengaturan
khusus mengenai force majeure yang terdapat dalam bagian pengaturan
tentang ganti rugi, atau pengaturan resiko akibat force majeure untuk
kontrak sepihak, ataupun dalam bagian kontrak-kontrak khusus (kontrak
bernama).
Untuk kontrak sepihak, yakni yang prestasinya hanya dilakukan
oleh salah satu pihak saja, maka memang terdapat ketentuan dalam
bagian umum dari pengaturan kontrak, yaitu dalam Pasal 1237 KUHPer,
yakni pengaturannya mengenai resiko. Sebagaimana diketahui bahwa
akibat penting dari adanya force majeure adalah siapakah yang harus
21 Agri Chairunisa Isradjuningtias, Loc.Cit. 22 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1999, hal. 117.
Universitas Sumatera Utara
23
menanggung resiko dari adanya peristiwa yang merupakan force majeure
tersebut.
Pasal 1237 KUHPer tersebut selengkapnya, menyatakan “Dalam
hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, maka
sejak perikatan-perikatan dilahirkan, benda tersebut menjadi tanggungan
pihak kreditur.” Dari ketentuan dalam Pasal 1237 KUHPer tersebut jelas
bahwa jika terjadi force majeure atas kontrak sepihak maka resikonya
(sejak perikatan dilahirkan) ditanggung oleh pihak penerima prestasi
(kreditur). Kecuali jika pihak debitur lalai dalam memberikan prestasi, di
mana sejak kelalaian tersebut menjadi resiko pihak pemberi prestasi
(debitur).
2. Pengaturan force majeure dalam hubungan ganti rugi
Force majeure sangat erat hubungannya dengan masalah ganti rugi dari
suatu kontrak. Karena force majeure membawa konsekuensi hukum
bukan saja hilangnya atau tertundanya kewajiban-kewajiban untuk
melaksanakan prestasi yang terbit dari suatu kontrak, melainkan juga
suatu force majeure dapat juga membebaskan para pihak untuk
memberikan ganti rugi akibat tidak terlaksananya kontrak yang
bersangkutan. Ketentuan KUHPer yang mengatur mengenai force
majeure dalam hubungannya dengan ganti rugi adalah Pasal 1244 dan
Pasal 1245 KUHPer.
Pasal 1244 KUHPer berbunyi bahwa, “Debitur harus dihukum
untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak
Universitas Sumatera Utara
24
tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh
sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan
kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.” Pasal 1245
KUHPer berbunyi, “Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga
bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara
kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”
Pasal tersebut memberikan suatu pengecualian atas
ketidakmampuan atau halangan debitur dalam pemenuhan prestasi
disebabkan oleh suatu keadaan memaksa yang terjadi di luar kuasanya
artinya adanya unsur impossibility. Bilamana karena force majeure atau
keadaan yang tidak terduga berhalangan untuk memberikan sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu, debitur harus berusaha menunjukan dan
membuktikan bahwa tidak terpenuhinya perjanjian disebabkan adanya
suatu keadaan memaksa atau force majeure. Force majeure berfungsi
untuk melindungi para pihak akibat ketidakmampuan pemenuhan prestasi
karena keadaan di luar kesalahan debitur.23
Seperti telah dijelaskan bahwa dari rumusan-rumusan dalam pasal
KUHPer tersebut di atas dapat dilihat bentuk-bentuk force majeure
menurut KUHPer, yaitu sebagai berikut:
a. Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga
b. Force majeure karena keadaan memaksa
c. Force majeure karena perbuatan tersebut dilarang.
23 Mutia Kartika Putri, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
25
3. Pengaturan force majeure untuk kontrak tertentu
Untuk kontrak-kontrak tertentu (kontrak bernama) memang terdapat
pasal-pasal khusus dalam KUHPer yang merupakan pengaturan tentang
force majeure, khususnya pengaturan resiko sebagai akibat dari peristiwa
force majeure tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Force majeure dalam kontrak jual beli
Force majeure untuk kontrak jual beli, khususnya mengenai resiko
sebagai akibat dari force majeure tersebut diatur dalam Pasal 1460
KUHPer.
Pasal 1460 KUHPer tersebut menyatakan “Jika kebendaan yang
dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang
ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun
penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut
harganya.” Dengan demikian, menurut Pasal 1460 tersebut, maka
setelah kontrak jual beli ditandatangani resiko beralih kepada pihak
penjual, sungguhpun benda tersebut belum diserahkan atau belum
masanya diserahkan.
Menurut Munir Fuady, hal ini merupakan ketentuan yang tidak
tepat, sebab pengalihan resiko (akibat dari force majeure) tersebut
semestinya terjadi sejak saat penyerahan seharusnya dilakukan.
Dalam sistem KUHPer suatu kontrak hanya bersifat obligatoir saja.
Artinya, setelah kontrak tersebut (misalnya kontrak jual beli)
dilakukan, masih memerlukan tindakan hukum lainnya, yaitu yang
disebut dengan “penyerahan (levering) yang dapat dilakukan setelah
Universitas Sumatera Utara
26
kontrak jual beli dilakukan. Mestinya resiko baru beralih sejak saat
seharusnya penyerahan benda tersebut dilakukan, bukan pada saat
kontrak jual beli dilakukan. Karena Pasal 1460 KUHPer ini berada di
luar sistem dan dirasakan sangat tidak adil bagi pihak penjual, maka
Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Surat Edarannya No.
3 Tahun 1963 memintakan agar para hakim tidak memberlakukan
Pasal 1460 tersebut. Karena itu pula, pengaturan resiko sebagai
akibat dari force majeure dari Pasal 1460 tersebut tidak dapat dipakai
sebagai pedoman untuk mengartikan resiko dalam hukum kontrak
secara umum.24
b. Force majeure dalam kontrak tukar menukar
Untuk kontrak tukar menukar, soal resiko sebagai akibat dari
peristiwa force majeure diatur dalam Pasal 1545 KUHPer. Pasal
1545 KUHPer tersebut menentukan, “jika suatu barang tertentu yang
telah dijanjikan untuk ditukar musnah di luar salah pemiliknya, maka
kontrak dianggap gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah
memenuhi kontrak, dapat menuntut kembali barang yang telah dia
berikan dalam tukar menukar.”
Dari ketentuan dalam Pasal 1545 KUHPer tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam suatu kontrak timbal balik (in casu kontrak
tukar menukar), maka resiko akibat dari force majeure ditanggung
bersama oleh para pihak. Jika ada para pihak terlanjur berprestasi
dapat dimintakan kembali prestasinya tersebut. Jadi kontrak tersebut
24 Ibid, hal. 121.
Universitas Sumatera Utara
27
dianggap gugur. Dengan demikian, pengaturan resiko dalam kontrak
tukar menukar ini dapat dianggap pengaturan resiko yang adil,
sehingga dapat dicontoh pengaturan resiko untuk kontrak-kontrak
timbal balik lain selain dari kontrak tukar menukar tersebut.
c. Force majeure dalam kontrak sewa menyewa
Pengaturan force majeure untuk kontrak sewa menyewa terdapat
dalam Pasal 1553 KUHPer. Pasal 1553 KUHPer tersebut
selengkapnya berbunyi “Jika selama waktu, barang yang disewakan
sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tidak disengaja,
maka kontrak sewa menyewa tersebut gugur demi hukum.” “jika
barangnya hanya sebagian musnah, pihak penyewa, dapat memilih
menurut keadaan apakah dia akan meminta pengurangan harga sewa,
ataukah dia akan meminta pembatalan sewa menyewa. Dalam kedua
hal tersebut, dia tidak berhak mengganti rugi.”
Ketentuan resiko dalam kontrak sewa menyewa seperti terlihat
dalam Pasal 1553 KUHPer tersebut di atas menempatkan kedua
belah pihak untuk menanggung resiko dari keadaan force majeure,
tanpa adanya hak dari pihak yang merasa dirugikan untuk meminta
ganti rugi. Ini juga merupakan ketentuan yang dapat dicontoh bagi
penafsiran resiko dan force majeure untuk kontrak timbal balik lain
selain dari kontrak sewa menyewa tersebut.
Dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa force majeure atau vis
major merupakan suatu keadaan ketidakmungkinannya salah satu pihak
peserta melaksanakan kewajiban menurut perjanjian (impossibility of
Universitas Sumatera Utara
28
performance). Alasan tersebut dapat dikemukakan apabila pelaksanaan
kewajiban menjadi tidak mungkin karena lenyapnya objek atau tujuan yang
menjadi pokok perjanjian.25
Force majeure merupakan salah satu klausa yang lazimnya berada
dalam suatu perjanjian, dikatakan salah satu klausa karena kedudukan force
majeure dalam suatu perjanjian berada di dalam perjanjian pokok, tidak
terpisah sebagai perjanjian tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok
selayaknya perjanjian accesoir. Menurut pendapat V. Brakel, adanya force
majeure berakibat pada kewajiban atas prestasi pihak debitur dapat menjadi
hapus dan konsekuensi lebih lanjutnya adalah debitur tidak perlu mengganti
kerugian kreditur yang diakibatkan oleh adanya keadaan memaksa.26 Force
majeure merupakan suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi di luar
kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan oleh mayoritas wilayah
terdampak, sehingga suatu kegiatan atau perjanjian yang dilakukan tidak
dapat berjalan sebagaimana isi perjanjian yang disepakati para pihak. Force
majeure lazimnya merujuk pada keadaan alam, seperti bencana alam,
epidemi, perang, dan sebagainya.27
Syarat dan Jenis Keadaan Memaksa
Syarat-syarat suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai keadaan
memaksa dapat kita lihat dalam KUHPer, pendapat sarjana dan Putusan
25 Harry Purwanto, Loc.Cit. 26 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999, hal.
249. 27 Nury Khoiril Jamin, Implikasi Asas Pacta Sunt Servanda Pada Keadaan Memaksa
(Force Majeure) dalam Hukum Perjanjian Indonesia, Jurnal Kertha Semaya, 2020, Vol. 8, No. 7,
hal. 1046.
Universitas Sumatera Utara
29
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Diantaranya berdasarkan Pasal 1244
KUHPer keadaan memaksa adalah ketika:28
1. Tidak memenuhi prestasi;
2. Ada sebab di luar kesalahan debitur;
3. Faktor penyebab tidak dapat diduga (een vreemde oorzaak) sebelumnya;
4. Debitur tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban; dan
5. Debitur tidak beritikad buruk.
Dalam Pasal 1545 KUHPer berbunyi, “Jika suatu barang tertentu, yang
telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka
persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam
tukar-menukar. Pasal 1553 KUHPer berbunyi “Jika selama waktu sewa,
barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tidak
disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum”. Berdasarkan rumusan
pasal-pasal tersebut, setidaknya terdapat 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi
untuk force majeure ini, yaitu:29
1. Tidak memenuhi prestasi
2. Ada sebab yang terletak di luar kesalahan yang bersangkutan
3. Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada yang bersangkutan.
Munir Fuady juga mengemukakan pendapatnya tentang overmacht,
dimana keadaan memaksa atau keadaan darurat adalah suatu keadaan yang
menghalangi seseorang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan yang
tidak terduga pada saat dibuatnya perjanjian, keadaan atau peristiwa tersebut
28 Tan Kamello, Op.Cit, Slide 13. 29 Daeng Naja, Contract Drafting, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 235-236.
Universitas Sumatera Utara
30
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditor karena keadaan debitur
tidak dalam keadaan beritikad buruk.30 Mieke Komar Kantaatmadja juga
memberikan pandangan, yaitu:31
1. Perubahan suatu keadaan tidak terdapat pada waktu pembentukan
perjanjian;
2. Perubahan tersebut perihal suatu keadaan yang fundamental bagi
perjanjian tersebut;
3. Perubahan tersebut tidak dapat diperkirakan sebelumnya oleh para pihak;
4. Akibat perubahan tersebut haruslah radikal, sehingga mengubah luas
lingkup kewajiban yang harus dilakukan menurut perjanjian itu;
5. Penggunaan asas tersebut tidak dapat diterapkan pada perjanjian
perbatasan dan juga terjadinya perubahan keadaan akibat pelanggaran
yang dilakukan oleh pihak yang mengajukan tuntutan.
Agus Yudha Hernoko memberikan pengertian overmacht setelah
menyimpulkan empat pasal dalam KUHPer, yaitu Pasal 1244, 1245, 1444,
dan 1445. Overmacht adalah peristiwa yang tak terduga yang terjadi di luar
kesalahan debitur setelah penutupan kontrak yang menghalangi i debitur
untuk memenuhi prestasinya, sebelum ia dinyatakan lalai dan karenannya
tidak dapat dipersalahkan serta tidak menanggung resiko atas kejadian
tersebut. Untuk itu, sebagai sarana bagi debitur melepaskan diri dari gugatan
kreditor, dalil overmacht harus memenuhi syarat bahwa:32
1. Pemenuhan prestasi terhalang atau tercegah;
30 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 113. 31 Annisa Dian Arini, Op.Cit, hal. 3. 32 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal. 241-243.
Universitas Sumatera Utara
31
2. Terhalangnya pemenuhan prestasi di luar kesalahan debitur;
3. Peristiwa yang menyebabkan terhalangnya prestasi tersebut bukan
merupakan resiko debitur.
Selain berdasarkan KUHPer dan pendapat beberapa sarjana, syarat-
syarat atau unsur-unsur keadaan memaksa juga terdapat dalam Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia, antara lain Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No. Reg 15 K/Sip/1957 dan Putusan Mahkamah
Agung Republik No. Reg 24 K/Sip/1958. Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. Reg 15 K/Sip/1957 menyebutkan bahwa syarat-
syarat atau unsur-unsur dalam keadaan memaksa antara lain tidak sanggup
memenuhi tanggungannya karena rintangan yang tidak dapat diatasi. Putusan
Mahkamah Agung Republik No. Reg 24 K/Sip/1958 menyebutkan bahwa
syarat-syarat atau unsur-unsur dalam keadaan memaksa antara lain tidak ada
lagi kemungkinan-kemungkinan atau alternatif lain yang legal atau tidak
melanggar peraturan bagi pihak yang terkena force majeure untuk memenuhi
perjanjian.33
Dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
mengenai Penjelasan tentang Keadaan memaksa pada halaman 8-10
menyebutkan bahwa dalam perkembangannya, keadaan memaksa dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria yang berbeda
sebagai berikut:
33 Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa (Syarat-
syarat pembatalan perjanjian yang disebabkan keadaan memaksa/force majeure),
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/restatement/detail/11e9b3876b28a09683cd313833363231.
html, diakses pada 21 November 2020, pukul 13:55, hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
32
1. Berdasarkan penyebab:
a. Overmacht karena keadaan alam;
b. Overmacht karena keadaan darurat;
c. Overmacht karena musnahnya atau hilangnya barang objek
perjanjian;
d. Overmacht karena kebijakan atau peraturan pemerintah;
e. Overmacht karena keadaan ekonomi; dan
f. Overmacht keadaan teknis yang tidak terduga.
2. Berdasarkan sifat:
a. Overmacht tetap, yaitu overmacht yang mengakibatkan suatu
perjanjian terus- menerus atau selamanya tidak mungkin
dilaksanakan atau tidak dapat dipenuhi sama sekali. Dalam keadaan
yang demikian itu, secara otomatis keadaan memaksa itu mengakhiri
perikatan karena tidak mungkin dapat dipenuhi; dan
b. Overmacht sementara, adalah keadaan memaksa yang
mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian ditunda daripada waktu
yang ditentukan semula dalam perjanjian. Dalam keadaan yang
demikian, perikatan tidak berhenti (tidak batal), tetapi hanya
pemenuhan prestasinya yang tertunda. Jika kesulitan itu sudah tidak
ada lagi, pemenuhan prestasi dapat diteruskan.
3. Berdasarkan objek:
a. Overmacht lengkap, artinya mengenai seluruh prestasi itu tidak dapat
dipenuhi oleh debitur; dan
Universitas Sumatera Utara
33
b. Overmacht sebagian, artinya hanya sebagian dari prestasi itu yang
tidak dapat dipenuhi oleh debitur.
4. Berdasarkan subjek:
a. Overmacht objektif adalah keadaan memaksa yang menyebabkan
pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan oleh siapapun, hal ini
didasarkan pada teori ketidakmungkinan; dan
b. Overmacht subjektif adalah keadaan memaksa yang terjadi apabila
pemenuhan prestasi menimbulkan kesulitan pelaksanaan bagi debitur
tertentu. Dalam hal ini, debitur masih mungkin memenuhi prestasi,
tetapi dengan pengorbanan yang besar yang tidak seimbang, atau
menimbulkan bahaya kerugian yang besar sekali bagi debitur. Hal
ini di dalam sistem Anglo American disebut hardship yang
menimbulkan hak untuk renegosiasi.
5. Berdasarkan ruang lingkup:
a. Overmacht umum, dapat berupa iklim, kehilangan, dan pencurian;
dan
b. Overmacht khusus, dapat berupa berlakunya suatu peraturan
(Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah). Dalam hal ini, tidak
berarti prestasi tidak dapat dilakukan, tetapi prestasi tidak boleh
dilakukan.
6. Berdasarkan segi kemungkinan pelaksanaan prestasi:34
a. Force majeure yang absolut, adalah suatu force majeure yang terjadi
sehingga prestasi dari kontrak sama sekali tidak mungkin dilakukan.
34 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 115-117.
Universitas Sumatera Utara
34
Misalnya, barang yang merupakan objek dari kontrak musnah.
Dalam hal ini, kontrak tersebut tidak mungkin (impossible) untuk
dilaksanakan; dan
b. Force majeure yang relatif, adalah suatu force majeure di mana
pemenuhan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan,
sungguh pun secara tidak normal masih mungkin dilakukan.
Misalnya, terhadap kontrak impor-ekspor di mana setelah kontrak
dibuat terdapat larangan impor atas barang tersebut. Dalam hal ini,
barang tersebut tidak mungkin lagi diserahkan (diimpor), sungguh
pun dalam keadaan tidak normal masih dapat dilakukan.
Tan Kamello dalam seminar nasional/webinar yang diselenggarakan
pada 29 April 2020 di Medan dengan judul “Pandemi COVID-19: Implikasi
Keppres No. 12 Tahun 2020 Bagi Perikatan, Mempersoalkan Force Majeure”
pada slide ke 11 menyatakan bahwa ajaran force majeure dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Ajaran objektif (de objective overmachts leer): debitur dikatakan dalam
keadaan memaksa apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin (unsur
imposibilitas) dilaksanakan oleh siapapun; karakter hukum absolut
2. Ajaran subjektif (de subjective overmachts leer): debitur dikatakan dalam
keadaan memaksa apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestasi,
tetapi dengan tingkat kesulitan (unsur diffikultas) atau pengorbanan yang
besar; karakter hukum relatif.
Universitas Sumatera Utara
35
D. Akibat Hukum Keadaan Memaksa
Keadaan memaksa dapat menimbulkan akibat hukum bagi pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu kontrak, adapun akibat hukum keadaan memaksa
menurut sarjana dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mariam
Darus Badrulzaman, mengemukakan beberapa akibat keadaan memaksa
terhadap perikatan. Keadaan memaksa mengakibatkan perikatan tersebut
tidak lagi bekerja (werking) walaupun perikatannya sendiri tetap ada, dalam
hal ini maka:35
1. Kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi;
2. Debitur tidak dapat dikatakan berada dalam keadaan lalai dan karena itu
tidak dapat menuntut;
3. Kreditur tidak dapat meminta pemutusan perjanjian;
4. Pada perjanjian timbal balik maka gugur kewajiban untuk melakukan
kontraprestasi.
R. Setiawan merumuskan bahwa suatu keadaan memaksa
menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan beberapa akibat,
yaitu:36
1. Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi;
2. Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib
membayar ganti rugi;
3. Resiko tidak beralih kepada debitur;
4. Pada persetujuan timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut pembatalan.
35 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 26-29. 36 Rahmat S.S. Soemadipradja, Op.Cit, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
36
M. Yahya Harahap memberikan pendapatnya mengenai akibat dari
keadaan memaksa.37 Ada dua hal yang menjadi akibat overmacht, yaitu
sebagai berikut:
1. Membebaskan debitur dari membayar ganti rugi (schadevergoeding).
Dalam hal ini, hak kreditur untuk menuntut gugur untuk selama-lamanya.
Jadi, pembebasan ganti rugi sebagai akibat keadaan memaksa adalah
pembebasan mutlak;
2. Membebaskan debitur dari kewajiban melakukan pemenuhan prestasi
(nakoming). Pembebasan pemenuhan (nakoming) bersifat relatif.
Pembebasan itu pada umumnya hanya bersifat menunda, selama keadaan
overmacht masih menghalangi/merintangi debitur melakukan pemenuhan
prestasi. Bila keadaan memaksa hilang, kreditur kembali dapat menuntut
pemenuhan prestasi. Pemenuhan prestasi tidak gugur selama-lamanya,
hanya tertunda, sementara keadaan memaksa masih ada.
Akibat hukum dari adanya force majeure menurut pemaparan Tan
Kamello:38
1. Kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan dipenuhi;
2. Kreditur tidak dapat meminta pemutusan kontrak;
3. Kreditur tidak dapat mengatakan bahwa debitur dalam keadaan lalai;
4. Gugur kewajiban hukum debitur untuk melakukan kontra prestasi
Selain berdasarkan pendapat sarjana, akibat hukum keadaan memaksa
juga terdapat dalam beberapa Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia,
antara lain Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 15 K/Sip/1957
37 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 82-98. 38 Tan Kamello, Op.Cit, Slide 10.
Universitas Sumatera Utara
37
tertanggal 16 Desember 1957, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. 409 K/Sip/1983 tertanggal 25 Oktober 1984, Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. 3389 K/PDT/1984.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 15 K/Sip/1957
tertanggal 16 Desember 1957 menyatakan bahwa, “Kondisi perang
mengakibatkan pelaksanaan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan.
Debitur tidak dapat dihukum membayar cicilan apabila dapat membuktikan
bahwa terhalangnya pelaksanaan prestasi timbul dari keadaan yang
selayaknya ia tidak bertanggung gugat. Hanya saja, dalam putusan tersebut
disebutkan bahwa resiko yang termasuk dalam force majeure harus
dimasukkan dalam klausul perjanjian”.39
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 409 K/Sip/1983
tertanggal 25 Oktober 1984 menyatakan bahwa, “Jika dapat dibuktikan
bahwa terjadi force majeure maka perjanjian dapat dibatalkan dan debitur
tidak dapat dibebankan penggantian kerugian”. Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. 3389 K/PDT/1984 menyatakan bahwa, Mahkamah
Agung mengakui bahwa munculnya tindakan administratif penguasa yang
menentukan atau mengikat adalah suatu kejadian yang tidak dapat diatasi
oleh para pihak dalam perjanjian dan dianggap sebagai force majeure
sehingga membebaskan pihak yang terkena dampak dari mengganti kerugian.
Force majeure tersebut bersifat relatif yang mengakibatkan pelaksanaan
prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan atau untuk sementara waktu
39 Rahmat S.S. Soemadipradja, Op.Cit, hal. 104.
Universitas Sumatera Utara
38
ditangguhkan sampai ada perubahan kebijakan atau tindakan penguasa yang
berpengaruh pada pelaksanaan prestasi.40
40 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
39
BAB III
PENGARUH MASA PANDEMI COVID-19 TERHADAP KONTRAK
LEASING YANG SEDANG BERLANGSUNG
A. Pengertian dan Pihak-pihak dalam Kontrak Leasing
Sewa guna usaha atau yang dikenal dengan leasing, merupakan salah
satu kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh sebuah perusahaan atau
lembaga pembiayaan. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan
bahwa leasing adalah: “Suatu perjanjian dimana si penyewa barang modal
(lessee) menyewa barang modal untuk usaha tertentu, untuk jangka waktu
tertentu dan jumlah angsuran tertentu.”41 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
memandang bahwa institusi leasing merupakan suatu kontrak atau perjanjian
antara pihak lessee dan pihak lessor, oleh karena itu antara pihak lessor dan
lessee terdapat hubungan hukum sewa menyewa. Objek yang disewa adalah
barang modal. Jangka waktu dan jumlah angsuran ditentukan oleh para
pihak.42
Subekti mengartikan leasing adalah perjanjian sewa-menyewa yang
telah berkembang dikalangan pengusaha, dimana lessor (pihak yang
menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing) menyewakan suatu
perangkat alat-alat perusahaan (mesin-mesin) termasuk servis, pemeliharaan,
dan lain-lain pada lessee (penyewa) untuk suatu jangka waktu tertentu.43
41 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Loc.Cit. 42 Ibid. 43 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1983, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
40
Dalam rumusan tersebut, Subekti mengkonstruksikan leasing sebagai
berikut:44
1. Leasing sama dengan sewa-menyewa,
2. Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian tersebut adalah pihak lessor
dan lessee,
3. Objeknya perangkat alat perusahaan (mesin-mesin) termasuk
pemeliharaan dan lain-lain, dan
4. Adanya jangka waktu sewa.
Menurut Salim H. Sidik mengatakan bahwa leasing merupakan kontrak
sewa menyewa yang dibuat antara pihak lessor dengan lessee, dimana pihak
lessor menyewakan kepada lessee barang-barang produksi yang harganya
mahal, untuk digunakan oleh lessee, dan pihak lessee berkewajiban untuk
membayar harga sewa sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara
keduanya dengan disertai hak opsi, yaitu untuk membeli atau memperpanjang
sewa.45
Ciri-ciri perjanjian leasing adalah sebagai berikut:46
1. Adanya hubungan tertentu antara jangka waktu perjanjian dengan unsur
ekonomis barang yang menjadi objek perjanjian.
2. Adanya pemisahan kepentingan atas benda yang menjadi objek
perjanjian. Hak milik secara yuridis tetap berada pada pihak lessor (pihak
yang menyewakan) dan hak menikmati benda diserahkan kepada lessee
(penyewa).
44 Ibid. 45 Salim H. Sidik, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta, 2003, hal. 141. 46 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
41
3. Adanya kewajiban untuk memberikan penggantian atas kenikmatan yang
diperoleh.
Leasing dapat juga dikatakan sebagai kontrak baku atau kontrak
standar. Kontrak baku adalah kontrak atau perjanjian yang berkembang dan
banyak dipergunakan oleh pelaku usaha dalam hubungannya dengan
konsumen. Bahkan dalam era globalisasi, pembakuan syarat-syarat perjanjian
merupakan model yang tidak dapat dihindari, bagi para pelaku usaha
penggunaan kontrak baku ini dapat menjadi cara untuk mencapai tujuan
ekonomi yang efisien, praktis dan cepat.47 Perjanjian baku adalah perjanjian
yang dibuat oleh seorang pelaku usaha atau pelaku bisnis dalam bentuk
formulir tertentu yang telah disediakan terlebih dahulu dan akan diberlakukan
kepada seluruh konsumen yang akan membeli suatu barang atau jasa tertentu.
Dalam pembuatan isi perjanjian baku tidak mengikutkan pihak konsumen
karena dari segi tujuannya adalah untuk menghemat waktu dan biaya
sehingga lebih efisien. Dilihat dari segi hukum perdata, perjanjian baku
tersebut masih menimbulkan persoalan karena dari awal pembuatan dan
penentuan isi perjanjian tidak melibatkan kehendak dari konsumen.48
Pengertian leasing menurut Surat Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No.
KEP-122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No. 30/Kpb/I/1974
tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan
dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-
47 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 2. 48 Ibid, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
42
pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut
untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang
jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.49
Pengertian leasing menurut Keputusan Menteri Keuangan No.
1169/KMK.01/1991 adalah “Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
berkala”. Selanjutya yang dimaksud dengan Finance Lease adalah “kegiatan
sewa guna usaha di mana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak
opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang
disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk
membeli objek sewa guna usaha”.50
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan pada Pasal 1
huruf c menyebutkan bahwa, sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna
usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee)
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan
Pasal 1 angka 5 menyebutkan, sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna
49 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hal. 258. 50 Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991.
Universitas Sumatera Utara
43
usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee)
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 huruf c menyebutkan, sewa guna
usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance
Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk
digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Perjanjian leasing pada dasarnya ada tiga pihak yaitu Lessor
(perusahaan leasing), Lessee (perusahaan/nasabah) dan pemasok (penjual
barang). Selanjutnya didefinisikan oleh Frank Tiara Supit sebagai: “Company
financing in the form of providing Capital Goods wish the user making
periodical payments. User would have options to buy the Capital Goods or to
prolog the leasing period of the remainding value”. Dapat diartikan bahwa
leasing adalah: “Pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-
barang modal dengan pembayaran secara berkala oleh perusahaan yang
menggunakan barang-barang modal tersebut dan dapat dinilai atau
memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa”.51
51 Amin Widjaja Tunggal & Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis dalam Leasing, PT
Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hal. 7-8.
Universitas Sumatera Utara
44
Dalam transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 pihak yang
berkepentingan, antara lain:52
1. Lessor
Yaitu perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan
kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. Pihak penyewa ini
disebut juga sebagai investor, equito-holders, owner-participants atau
trusters owners. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk
mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai
penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan, sedangkan
dalam operating lease, lessor bertujuan mendapatkan keuntungan dari
penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan
pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.
2. Lessee
Yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam
bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan
mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara
pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada akhir kontrak, lessee
memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee
memiliki hak untuk membeli barang yang di-lease dengan harga
berdasarkan nilai sisa. Dalam operating lease, lessee dapat memenuhi
kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat
tersebut tanpa resiko bagi lessee terhadap kerusakan.
52 Sigit Triandaru & Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba
Empat, Jakarta, 2006, hal. 190.
Universitas Sumatera Utara
45
3. Pemasok
Yaitu perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang
untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
Dalam mekanisme financial lease, pemasok langsung menyerahkan
barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang
memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating lease, pemasok
menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai
dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala.
4. Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor
tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank
memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.
B. Pengaruh Masa Pandemi COVID-19 Terhadap Kontrak Leasing yang Sedang
Berlangsung
Kontrak leasing lahir atas asas kebebasan berkontrak yang telah diatur
dalam Pasal 1338 KUHPer, adapun bunyi dari Pasal 1338 KUHPer yaitu:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alsan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilakukan
dengan itikad baik.”
Setiap orang memiliki hak untuk membuat kontrak dengan siapapun
atau pihak manapun sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, yang mana
masing-masing pihak dalam kontrak harus cakap dalam hukum dan mampu
Universitas Sumatera Utara
46
mempertanggungjawabkan akibat hukum dari kontrak tersebut. Namun pada
kenyataannya kontrak yang dibuat secara sah tersebut tidak dapat semuanya
dilaksanakan, dikarenakan salah satu pihak tidak dapat melakukan atau
memenuhi prestasi yang telah disepakati karena wanprestasi atau dikarenakan
adanya keadaan memaksa.
Antara kontrak leasing dengan masa pandemi COVID-19 di Indonesia
memiliki hubungan yang berkaitan. Dalam hal ini tidak dapat tercapainya
suatu prestasi yang diakibatkan oleh karena masa pandemi COVID-19. Hal
ini dikarenakan penyebaran COVID-19 telah berdampak pada meningkatnya
jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang
terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi
yang luas di Indonesia, dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah
meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada
aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta
kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Semakin luasnya penyebaran wabah COVID-19 di Indonesia menjadi
alasan bagi pemerintah Indonesia untuk menanggulangi COVID-19 dengan
mengeluarkan beberapa peraturan guna menyelamatkan kesehatan dan
perekonomian nasional. Langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia
untuk menanggulangi dampak penyebaran COVID-19 adalah dengan
menetapkan penyebaran COVID-19 sebagai penyakit yang menimbulkan
kedaruratan kesehatan masyarakat, hal ini diatur dalam Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
47
Indonesia juga mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka
menghambat penyebaran COVID-19 seperti menetapkan pandemi COVID-19
sebagai bencana nasional (Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020) dan
menghimbau masyarakat untuk melakukan social distancing, physical
distancing, work from home, serta beribadah dan kegiatan belajar mengajar
dari rumah (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020).
Ditetapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan
pertimbangan dari penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas
lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di
Indonesia. Dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
telah mengakibatkan terjadi keadaan tertentu sehingga perlu dilakukan upaya
penanggulangan, salah satunya dengan tindakan pembatasan sosial berskala
besar. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2020 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial
Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu
wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19).
Universitas Sumatera Utara
48
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) sebagai Bencana Nasional yang ditetapkan pada tanggal 13
April 2020 ini sebagai bahan pertimbangan bahwa bencana non alam yang
disebabkan oleh penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah
berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda,
meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan
implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia.
Maka dari itu ditetapkan Keputusan Presiden tentang Penetapan
Bencana Nonalam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional.
Penanggulangan bencana nasional yang diakibatkan oleh penyebaran
COVID-19 ini dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19 sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
melalui sinergi antar kementrian/lembaga dan pemerintah daerah. Dalam
menetapkan kebijakan di daerah masing-masing, gubernur, bupati dan
walikota sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di
daerah harus memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat.
Dengan ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2020 pada tanggal 31 Maret 2020 merupakan bentuk tindakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka menekan
penyebaran COVID-19 semakin meluas, adapun tindakan yang dilakukan
meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
Universitas Sumatera Utara
49
diduga terinfeksi COVID-19 melalui dilakukannya kegiatan belajar-mengajar
dirumah, kegiatan bekerja di rumah atau dikenal dengan work from home,
pembatasan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, dan pembatasan kegiatan
di tempat atau fasilitas umum. Selain work from home beberapa perusahaan
memberikan kebijakan bagi para pekerjanya dengan pemberhentian hubungan
kerja, hal ini menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran di
Indonesia. Pada tempat atau fasilitas umum juga terkena dampak, contohnya
pada tempat-tempat makan, hiburan maupun pariwisata. Tempat-tempat
makan menjadi sepi pengunjung mengingat adanya kebijakan pembatasan
sosial berskala besar, sehingga pengusaha tempat makanan juga kesulitan
untuk mendapatkan penghasilan. Hal serupa juga dialami oleh pengusaha atau
pemilik tempat hiburan maupun pariwisata, yang menjadi sepi pengunjung
sehingga berdampak pada pendapatan pengusaha atau pemilik tempat tersebut
dan karyawan-karyawan yang bekerja disana tidak dapat digaji.
Pembatasan sosial berskala besar juga berdampak kepada para driver
online, semenjak masa pembatasan sosial berskala besar para driver online
menjadi sepi order-an atau pelanggan dikarenakan banyak pengguna jasa
driver online yang sudah tidak mengunjungi tempat-tempat tertentu, baik
untuk bekerja, sekolah, ke tempat ibadah, maupun ke tempat atau fasilitas
umum. Hal ini meyebabkan para driver online pendapatannya menurun
bahkan tidak memiliki pendapatan.
Mengingat bahwa kontrak leasing merupakan kontrak yang
dilaksanakan atas asas kebebasan berkontrak, maka setiap orang memiliki hak
untuk membuat kontrak leasing dengan siapapun atau pihak leasing
Universitas Sumatera Utara
50
manapun. Tidak dipungkiri bahwa lessee yang terlibat dalam kontrak leasing
merupakan orang-orang yang memiliki usaha atau pekerjaan dari berbagai
macam sektor, antara lain pariwisata, transportasi, maupun pada tempat atau
fasilitas umum yang kegiatan pekerjaannya terkena dampak COVID-19.
COVID-19 berdampak pada lessee yang terlibat dalam kontrak leasing,
sehingga dalam pelaksanaan kontrak leasing tersebut para lessee terhambat
melaksanakan prestasinya dikarenakan tidak memiliki pendapatan sehingga
tidak dapat melakukan pembayaran angsuran kreditnya atau dengan kata lain
terjadinya pembiayaan macet karena ketidakmampuan lessee membayar
angsuran kreditnya. Dengan kata lain, pandemi COVID-19 berpengaruh
terhadap kontrak leasing dimana terjadi penurunan kemampuan lessee untuk
melaksanakan prestasi sehingga berpengaruh juga kepada pelaksanaan
kontrak leasing, sehingga dibutuhkan penyelesaian sengketa pembiayaan
macet pada kontrak leasing yang tidak merugikan pihak lessee maupun
lessor.
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berdampak bagi
para pelaku usaha, pemberi dan penyedia jasa, lessor, dan lessee dalam
kontrak pembiayaan. Menggunakan keadaan memaksa sebagai alasan tidak
dapat memenuhi prestasi yang telah disepakati, oleh karena itu dalam
mengajukan keadaan memaksa sebagai alasan tidak dapat memenuhi suatu
prestasi setiap pihak dapat berbeda-beda. Ada beberapa pertimbangan dalam
Universitas Sumatera Utara
51
mengajukan keadaan memaksa sebagai alasan tidak dapat memenuhi prestasi
yang telah disepakati, antara lain:53
1. Klaim keadaan memaksa diajukan dengan itikad baik dan sesuai dengan
tata cara pemberitahuan yang disepakati dalam perjanjian. Meskipun
secara faktual terdampak pandemi COVID-19, pihak yang mengklaim
keadaan memaksa harus dengan itikad baik berusaha melakukan hal-hal
yang dianggap patut dan wajar untuk tetap melaksanakan kewajiban atau
paling tidak melakukan upaya untuk memitigasi risiko tidak terpenuhinya
kewajiban berdasarkan perjanjian. Kemudian terkait tata cara
pemberitahuan, umumnya ditentukan bahwa pihak yang mengalami atau
terdampak keadaan memaksa harus memberitahukan secara tertulis
kepada pihak lain dalam kurun waktu tertentu sejak dampak tersebut
dirasakan.
2. Klaim keadaan memaksa didasarkan pada rujukan hukum yang tepat.
Pihak yang mengajukan klaim harus terlebih dahulu meneliti apakah
bencana, pandemi atau tindakan pemerintah pemberlakuan aturan
tertentu termasuk ruang lingkup keadaan memaksa yang diakomodasi
dalam perjanjian. Pihak dimaksud harus meneliti apakah pembatasan
aktivitas atau kegiatan yang diatur dalam PSBB menghambat
pelaksanaan kewajiban dan membuktikannya. Tidak hanya itu, Pihak
yang mengklaim harus memperhatikan apakah kegiatan usahanya
dikecualikan dari ketentuan PSBB tersebut. Sebagai pendukung
argumentasi, pihak yang mengajukan klaim keadaan memaksa karena
53 Kunarso dan A Djoko Sumaryanto, Eksistensi Perjanjian ditengah Pandemi COVID-
19, Batulis Civil Law Review, Universitas Bhayangkara Surabaya, Surabaya, 2020, Vol. 1, No. 1,
hal. 44-45.
Universitas Sumatera Utara
52
pandemi COVID-19 dapat menggunakan Keputusan Presiden 12 Tahun
2020 sebagai penetapan pemerintah atas status pandemi COVID-19
sebagai bencana nasional.
3. Klaim diajukan dengan maksud untuk merubah perjanjian dan bukan
mengakhiri perjanjian. Penting untuk dipahami bahwa klaim adanya
keadaan memaksa tidak serta merta menggugurkan kewajiban pihak
tersebut, oleh karena itu pada saat pengajuan klaim keadaan memaksa,
pihak tersebut seharusnya telah menyiapkan alternatif perubahan
perjanjian, misalnya berupa perubahan tenggat waktu pembayaran
kredit/pembiayaan, penyesuaian kuantitas, kualitas barang/layanan,
milestone kontrak maupun jadwal pelaksanaan layanan (delivery time).
Apabila disepakati, perubahan perjanjian tersebut lebih baik dituangkan
dalam akta notariil dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
perjanjian awal.
4. Mengutamakan penyelesaian secara musyawarah serta tetap tunduk pada
tata cara penyelesaian sengketa yang diatur dalam perjanjian. Dalam
melakukan negosiasi perubahan perjanjian, para pihak harus sedapat
mungkin mengutamakan penyelesaian secara musyawarah dan
menghindari penyelesaian melalui litigasi. Dalam situasi saat ini,
penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi tidak hanya memerlukan
proses yang panjang tetapi juga kompleks.
5. Berkonsultasi dengan praktisi atau konsultan hukum mengenai pilihan-
pilihan hukum yang dapat dilakukan. Tentu saja, pelaksanaan perjanjian
tidak hanya berkaitan dengan aspek bisnis semata, melainkan juga aspek
Universitas Sumatera Utara
53
hukum, oleh karena itu penting untuk berkonsultasi dengan praktisi atau
konsultan hukum yang diyakini dapat memberikan opsi hukum yang
sesuai dengan kondisi para pihak.
C. Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kontrak Leasing Pada Masa
Pandemi COVID-19
Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Otoritas Jasa
Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan
non-bank seperti asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga
jasa keuangan lainnya.
Wewenang yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan terkait pengaturan
Lembaga Jasa Keangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
1. Menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan.
3. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu.
5. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada lembaga jasa keuangan.
Universitas Sumatera Utara
54
6. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban dan
7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.
Wewenang Otoritas Jasa Keuangan untuk menetapkan peraturan dan
keputusan seperti yang tertera diatas, digunakan Otoritas Jasa Keuangan pada
saat pandemi COVID-19. Dimana selama masa pandemi COVID-19, Otoritas
Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan salah satunya stimulus di industri
keuangan nonbank, untuk menjaga stabilitas industri jasa keuangan dan
membantu pemulihan ekonomi nasional serta kembali mensejahterakan
masyarakat Indonesia. Peraturan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan di
industri keuangan nonbank contohnya adalah Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi
Lembaga Jasa Keuangan NonBank, sedangkan di industri perbankan
dikeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019
dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
48/POJK.03/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2020.
Dengan pertimbangan bahwa penyebaran COVID-19 telah berdampak
secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kinerja dan kapasitas debitur
Universitas Sumatera Utara
55
dalam memenuhi pembayaran kredit atau pembiayaan, yang mana akan
meningkatkan resiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan
dan stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan
ekonomi, dan untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya
fungsi intemediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung
pertumbuhan ekonomi maka perlu diambil kebijakan stimulus perekonomian
sebagai countercyclical dampak penyebaran COVID-19 yang diterapkan
dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, oleh karena itu Otoritas
Jasa Keuangan menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional
sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease
2019, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan NonBank dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
48/POJK.03/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
14/POJK.05/2020 memberikan keringanan bagi debitur dalam hal kredit
bermasalah. Penyelesaian kredit bermasalah tersebut dengan cara Lembaga
Jasa Keuangan Nonbank dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan
terhadap debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 dengan
ketentuan diberlakukannya batas waktu penyampaian laporan berkala;
pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan; penetapan kualitas aset
Universitas Sumatera Utara
56
berupa pembiayaan dan restrukturisasi pembiayaan; perhitungan tingkat
solvabilitas perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah, selain itu memberikan
pembiayaan baru kepada debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-
19 dan menerapkan kebijakan tertentu terhadap debitur yang terkena dampak
penyebaran COVID-19. Ditetapkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 merupakan sebagai tindak
lanjut kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau
Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
14/POJK.05/2020 ini menggunakan kata kebijakan countercyclical, adapun
pengertian dari kebijakan countercyclical yang merupakan kebijakan yang
melawan arus siklus bisnis tersebut. Hal ini berarti pada saat resesi,
pemerintah menerapkan kebijakan ekspansif berupa pelonggaran fiskal dan
moneter. Kebijakan fiskal dikatakan countercyclical karena cenderung
menstabilisasi siklus bisnis (yaitu, kebijakan fiskal bersifat kontraktif pada
waktu perekonomian mengalami ekspansi (good times) dan ekspansif pada
waktu perekonomian mengalami kontraksi atau resesi (bad times). Kebijakan
fiskal countercyclical ditandai dengan belanja pemerintah yang lebih rendah
(lebih tinggi) dan tarif pajak lebih tinggi (lebih rendah) pada waktu ekonomi
Universitas Sumatera Utara
57
berekspansi (berkontraksi). Countercyclical Capital Buffer (CCB) merupakan
kebijakan yang melawan arus siklus bisnis tersebut. Hal ini berarti pada saat
resesi, pemerintah menerapkan kebijakan ekspansif berupa pelonggaran fiskal
dan moneter.
Berbeda dengan Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa lembaga pembiayaan meliputi
perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura dan perusahaan
pembiayaan infrastruktur, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 pada Pasal 2 membagi lembaga
pembiayaan yang terdiri atas: perusahaan pembiayaan; perusahaan
pembiayaan syariah; perusahaan modal ventura; perusahaan ventura syariah;
dan perusahaan pembiayaan infrastruktur. Pasal 3 ayat 1 dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020
menyatakan bahwa kebijakan countercyclical dampak penyebaran COVID-19
bagi Lembaga Jasa Keuangan NonBank meliputi:
1. Batas waktu penyampaian laporan berkala
2. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan
3. Penetapan kualitas aset berupa pembiayaan dan restrukturisasi
pembiayaan
4. Perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah
5. Perhitungan kualitas pendanaan dana pensiun yang menyelenggarakan
program pensiun manfaat pasti
Universitas Sumatera Utara
58
6. Pelaksanaan ketentuan pengelolaan aset sesuai usia kelompok peserta
(life cycle fund) bagi dana pensiun yang menyelenggarakan program
pensiun iuran pasti, dan
7. Kebijakan lainnya yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Kebijakan-kebijakan yang telah dipaparkan tersebut dilaksanakan
dengan tetap memperhatikan penerapan prinsip kehati-hatian, manajemen
resiko, dan tata kelola perusahaan yang baik. Apabila Lembaga Jasa
Keuangan NonBank tersebut menyelenggarakan seluruh atau sebagian
usahanya berdasarkan prinsip syariah, penerapan kebijakan countercyclical
harus sesuai dengan prinsip syariah. Dalam hal perlu tindakan tertentu terkait
pelaksanaan pengawasan terhadap individual Lembaga Jasa Keuangan
NonBank, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta individual Lembaga Jasa
Keuangan NonBank dimaksud untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat
daripada kebijakan countercyclical. Dan dalam rangka pengambilan
kebijakan countercyclical dampak penyebaran COVID-19 bagi Lembaga Jasa
Keuangan NonBank, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta data dan
informasi tambahan kepada Lembaga Jasa Keuangan NonBank di luar
pelaporan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Lembaga Jasa Keuangan NonBank.
Bab IV Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
14/POJK.05/2020 mengatur mengenai penetapan kualitas aset berupa
pembiayaan dan restrukturisasi pembiayaan. Dimana dalam Pasal 9
Universitas Sumatera Utara
59
dinyatakan bahwa, Lembaga Jasa Keuangan NonBank dapat melakukan
restrukturisasi Pembiayaan terhadap debitur yang terkena dampak penyebaran
COVID-19 yang dilaksanakan dengan mempertimbangan paling sedikit:
1. Adanya proses dan kebijakan restrukturisasi Pembiayaan terhadap
debitur dari pihak pemilik dana yang ditandatangani oleh pejabat
berwenang, dalam hal penyaluran Pembiayaan dilaksanakan melalui
pembiayaan bersama dan pembiayaan penerusan
2. Adanya permohonan restrukturisasi Pembiayaan dari debitur yang
terkena dampak penyebaran COVID-19; dan/atau
3. Adanya penilaian kelayakan restrukturisasi dari Lembaga Jasa Keuangan
NonBank dengan menyampaikan laporan Pembiayaan yang
direstrukturisasi. Kualitas aset berupa Pembiayaan bagi debitur yang
terkena dampak penyebaran COVID-19 yang direstrukturisasi ditetapkan
lancar sejak dilakukan restrukturisasi dengan memenuhi syarat antara
lain memberikan kepada debitur yang terkena dampak penyebaran
COVID-19 dan direstrukturisasi setelah Debitur terkena dampak
penyebaran COVID-19.
Lembaga Jasa Keuangan NonBank yang menerapkan kebijakan tertentu
terhadap debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8-10 harus memiliki kebijakan terkait penetapan
debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19. Pedoman penetapan
debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 paling sedikit memuat:
kriteria debitur yang ditetapkan terkena dampak penyebaran COVID-19 dan
sektor ekonomi yang terkena dampak penyebaran COVID-19, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
60
penetapan ketentuan mengenai kualitas aset berupa Pembiayaan,
restrukturisasi Pembiayaan dan pemberian Pembiayaan baru untuk debitur
yang terkena dampak penyebaran COVID-19 berlaku sampai dengan 1 tahun
yaitu bulan Maret 2021. Namun pengaturan mengenai relaksasi terhadap
debitur telah diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 48/POJK.03/2020, dikatakan pada Pasal 10 yang mana
diperpanjangnya relaksasi terhadap debitur hingga bulan Maret 2022.
Universitas Sumatera Utara
61
BAB IV
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MACET PADA LEASING MOBIL
SEBAGAI AKIBAT PANDEMI COVID-19 DI PT MANDIRI UTAMA
FINANCE MEDAN
A. Gambaran Umum Mengenai PT Mandiri Utama Finance
PT Mandiri Utama Finance merupakan anak perusahaan PT Bank
Mandiri (Persero) Tbk yang bergerak di sektor pembiayaan multiguna untuk
melayani masyarakat Indonesia dengan cara pembayaran secara cicilan
(angsuran) per bulan. Mandiri Utama Finance berdiri secara resmi pada
tanggal 21 Januari 2015 dan telah terdaftar serta diawasi oleh Regulator
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/ POJK.05/2014.54 Mandiri Utama Finance
(MUF) merupakan perusahaan pembiayaan dimana merupakan salah satu
anak perusahaan bank terbesar di Indonesia, yaitu Bank Mandiri Tbk.
Orientasi bisnis Mandiri Utama Finance adalah peningkatan volume lessee
beserta pembiayaan yang signifikan, dengan dukungan otomatisasi sistem
yang terintegrasi.
Sebagai perusahaan induk, Bank Mandiri Tbk akan mendukung
pengembangan bisnis seluruh perusahaan anak sebagai bagian dari strategi
integrasi Mandiri Group melalui jaringan bisnis yang luas dengan basis
nasabah yang besar untuk mensinergikan seluruh perusahaan anak di bawah
Mandiri Group.
Visi dari Mandiri Utama Finance adalah “Build to Compete with The
Best, and to be The Most Reputable Company”, PT Mandiri Utama Finance
54 Website Mandiri Utama Finance, https://www.muf.co.id/sejarah-perusahaan/, diakses
pada 6 Januari 2020, pukul 10:09.
Universitas Sumatera Utara
62
(MUF) didirikan untuk menjadi perusahaan pembiayaan yang terbaik dan
memiliki reputasi, sedangkan misi dari Mandiri Utama Finance adalah
“Brings Tomorrow Today”, sebagai perusahaan pembiayaan, Mandiri Utama
Finance mempunyai misi untuk membantu lessee dapat mewujudkan
keinginan atau impian memiliki kendaraan sekarang juga, tanpa harus
menunggu lama melalui pembiayaan yang disediakan Mandiri Utama
Finance.55 Pada Mandiri Utama Finance terdapat nilai-nilai perusahaan yang
dipegang dengan nama “AKHLAK”, yang terdiri dari Amanah, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.56
Salah satu produk pembiayaan dari Mandiri Utama Finance adalah
pembiayaan mobil baru dan pembiayaan mobil bekas. Mandiri Utama
Finance mendukung perkembangan Industri ini dengan menghadirkan
Mandiri Utama Finance Mobil sebagai pilihan pembiayaannya. Mandiri
Utama Finance Mobil memberikan kemudahan bagi konsumen untuk
memiliki mobil penumpang hingga mobil niaga. Dengan dukungan bank
besar BUMN, yakni Bank Mandiri. Mandiri Utama Finance juga memberikan
keleluasaan bagi lessee untuk menentukan pilihan dan segera memiliki
kendaraan idaman dengan cepat dan mudah.
B. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Kontrak Leasing Mobil pada PT
Mandiri Utama Finance Medan Selama Masa Pandemi COVID-19
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan cq. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
55 Ibid. 56 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
63
448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan menegaskan mengenai
definisi pembiayaan konsumen (consumer finance) yang adalah kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen
dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Definisi
pembiayaan konsumen sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat
dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari kegiatan pembiayaan
konsumen, yaitu:57
1. Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif
pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.
2. Objek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang
kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang
kebutuhan rumah tangga, komputer, barang elektronik dan lain-lain.
3. Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara berkala, biasanya
dilakukan pembayaran setiap bulan dan ditagih langsung kepada
konsumen.
4. Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel.
Salah satu perusahaan yang menyediakan pembiayaan konsumen
adalah PT Mandiri Utama Finance, khususnya dalam penelitian ini adalah PT
Mandiri Utama Finance Medan. PT Mandiri Utama Finance menyediakan
produk pembiayaan dari pembiayaan mobil baru dan pembiayaan mobil
bekas. Pelaksanaan kredit mobil pada PT Mandiri Utama Finance Medan
dapat dibayar baik secara tunai atau cash maupun secara kredit. Pelaksanaan
kredit mobil pada PT Mandiri Utama Finance Medan ternyata tidak selalu
57 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis di Era Globalisasi, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 401.
Universitas Sumatera Utara
64
berjalan sesuai harapan, antara kedua belah pihak yang saling mengikatkan
diri untuk melaksanakan sesuatu yang telah diperjanjikan harus dipenuhi atau
dilaksanakan, namun pada kenyataannya tidak menutup kemungkinan salah
satu pihak tidak melaksanakan apa yang dijanjikannya ini yang disebut
wanprestasi. Hal ini dikarenakan banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan
pihak PT Mandiri Utama Finance Medan maupun lessee PT Mandiri Utama
Finance Medan, sehingga menghambat pelaksanaan kontrak leasing mobil
tersebut. Masalah yang timbul saat pelaksanaan kontrak leasing mobil pada
PT Mandiri Utama Finance Medan dengan lessee antara lain karena:
1. Pembiayaan macet
2. Unit yang pindah tangan
Dalam rangka mengurangi resiko perusahaan pembiayaan, pelaksanaan
kredit membutuhkan jaminan. Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa terdapat tiga macam jaminan
yaitu:58
1. Jaminan Utama
Berupa kepercayaan dari kreditur kepada debitur (konsumen) bahwa
pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar utang-
utangnya. Berkaitan dengan hal ini berlaku prinsip pemberian kredit,
seperti prinsip 5C (Collateral, Capacity, Character, Capital, Condition
Economy).
58 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Tambahan Lembaran
Negara Nomor: 168
Universitas Sumatera Utara
65
2. Jaminan Pokok
Berupa barang yang dibeli dengan dana tersebut. Apabila dana tersebut
diberikan misalnya untuk membeli sepeda motor, maka sepeda motor
yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Biasanya jaminan ini
dibuat dalam bentuk Fiduciary Transfer of Ownership, sehingga seluruh
dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan
akan dipegang oleh pihak pemberi dana.
3. Jaminan Tambahan
Dalam transaksi pembiayaan konsumen jaminan tambahan sering juga
disertakan. Biasanya jaminan ini berupa pengakuan utang (promissory
Notes) dari asuransi, selain itu sering juga dimintakan persetujuan suami/
istri untuk konsumen pribadi dan persetujuan komisaris/ RUPS untuk
perusahaan.
Hambatan seperti pembiayaan macet dan unit yang telah berpindah
tangan merupakan resiko yang harus dihadapi oleh PT Mandiri Utama
Finance Medan, mengingat PT Mandiri Utama Finance Medan merupakan
perusahaan yang memberikan pembiayaan kepada konsumen, oleh karena itu
PT Mandiri Utama Finance Medan memiliki divisi atau bagian dalam suatu
perusahaan yang memiliki kemampuan khusus untuk mengurangi resiko yang
harus dihadapi, seperti pembiayaan macet. Divisi atau bagian itu disebut
dengan Collection Management, Collection Management atau Account
Receivable (A/R) Management adalah suatu pengelolaan piutang untuk
mencegah atau mengurangi kerugian perusahaan yang mungkin timbul akibat
konsumen tidak membayar angsuran yang telah diperjanjikan atau
Universitas Sumatera Utara
66
keterlambatan pembayaran angsuran oleh konsumen. Pada divisi Collection
Management dibagi menjadi:59
1. Yang menawarkan program restruktur
2. Yang melakukan penagihan pada program reguler/biasa
Sejak bulan April 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa
COVID-19 merupakan bencana non alam melalui dikeluarkannya Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana
Nasional yang ditetapkan pada tanggal 13 April 2020. Pada PT Mandiri
Utama Finance Medan, telah terjadi peningkatan sengketa pembiayaan macet
pada kontrak leasing mobil selama masa pandemi COVID-19. Keterlambatan
lessee atau yang disebut juga sebagai overdue lessee digolongkan ke dalam 2
(dua) kelompok, antara lain:60
1. By balance, yang mana terdapat:
a. Bal 0, yaitu dimana lessee yang menunggak dari 1 hari hingga 180
hari.
b. Bal 30, yaitu dimana lessee menunggak dari 31 hari hingga 180 hari,
dan seterusnya.
2. By bucket atau disebut juga dengan kantong-kantong yang mana
pengelompokannya:
a. 1 hingga 30 hari, yang mana overdue-nya 1 hingga 30 hari
b. 31 hingga 60 hari, artinya lessee menunggak 31 dari hingga 60 hari,
dan seterusnya dengan selang 30 hari.
59 Wawancara dengan Pak Abdurrakhman, A/R Management pada PT Mandiri Utama
Finance Medan, 5 Januari 2021, pukul 10:56, di kantor PT Mandiri Utama Finance Medan. 60 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
67
Tabel 1.1 Peningkatan dan Penurunan Pembiayaan Macet In Percent
& In Unit Pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Periode Pembiayaan Macet
In Percent
Pembiayaan Macet
In Unit
29 Februari 2020 9,28% 136
31 Maret 2020 11,44% 174
30 April 2020 22,80% 289
31 Mei 2020 23,12% 288
30 Juni 2020 11,64% 162
31 Juli 2020 11,65% 161
31 Agustus 2020 9,59% 149
30 September 2020 7,50% 121
31 Oktober 2020 7,81% 128
30 November 2020 6,69% 126
31 Desember 2020 7,79% 139
Sumber: PT Mandiri Tunas Finance Medan di Jalan Adam Malik pada Tahun 2021
Berdasarkan tabel 1.1 di atas, yakni peningkatan dan penurunan jumlah
pembiayaan macet leasing mobil sejak 29 Februari 2020 sampai 31 Desember
2020 in percent dan in unit, menunjukan bahwa sejak bulan Februari 2020
terjadi peningkatan jumlah pembiayaan macet yang mana hal ini terjadi pada
saat Penyebaran COVID-19 masuk ke Indonesia. Dan semakin meningkat
sejak bulan April 2020, yang menurut hemat Pak Abdurrakhman hal itu
dikarenakan adanya pengumuman dari Presiden Joko Widodo melalui
dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Universitas Sumatera Utara
68
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) Sebagai Bencana Nasional.61 Semenjak bulan Juni 2020 sudah
terjadi penurunan dikarenakan diberlakukannya program restrukturisasi oleh
PT Mandiri Utama Finance Medan.
Meningkatnya angka pembiayaan macet pada PT Mandiri Utama
Finance Medan pada sejak bulan Februari 2020 dikarenakan kondisi PT
Mandiri Utama Finance Medan belum siap untuk memberikan program
restruktur, pada bulan Februari 2020 program yang berlaku adalah
rescheduling dan mengubah jatuh tempo. Namun dengan program
rescheduling dan mengubah jatuh tempo tidak dapat membantu di kondisi
selama masa pandemi COVID-19, oleh karena itu pada bulan April 2020
pihak PT Mandiri Utama Finance Medan mencoba membangun sistem
restruktur.
Restruktur atau restrukturisasi adalah kegiatan penataan kembali.
Ketentuan mengenai restrukturisasi kredit dikeluarkan pada tanggal 12
November 1998, dengan Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor
31/150/KEP/DIR. Surat keputusan ini kemudian diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000, dimana
perubahan hanya dalam satu pasal, yaitu Pasal 12 ayat (1) huruf b. Kemudian
ketentuan mengenai restrukturisasi dipertegas pada Peraturan Bank Indonesia
No. 14/5/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan
yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang
61 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
69
mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara
lain melalui penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu kredit,
pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit,
penambahan fasilitas kredit, dan/atau konversi kredit menjadi penyertaan
modal sementara.62
Untuk tahap pertama PT Mandiri Utama Finance Medan baru dapat
melaksanakan program perpanjangan tenor atau disebut juga perpanjangan
waktu lama kredit, yaitu kegiatan memperkecil angsuran dengan menambah
jangka waktu yang berakibat bertambahnya biaya asuransi dengan maksimal
waktu 12 bulan dibagi dengan flat rate yang tetap sama dengan kontrak awal,
hanya angsurannya saja yang berubah.63 Pada program ini, lessee tetap
membayar apabila telah diproses dan otomatis di bulan selanjutnya lessee
mulai mengangsur. Hal ini yang terkadang membuat lessee merasa berat,
karena lessee dijanjikan oleh pemerintah dapat menerima holiday payment
atau disebut juga dengan libur angsuran, sedangkan tidak semua finance dapat
mengadopsi program holiday payment, apalagi PT Mandiri Utama Finance
dapat dikatakan masih baru 5 (lima) tahun berjalan. Sehingga untuk sistem
seperti itu belum terbentuk atau terbangun, ditambah dengan regulasi antara
PT Mandiri Utama Finance dengan Bank Indonesia yang kebetulan PT
Mandiri Utama Finance memiliki bank pendana yaitu Bank Mandiri. Dimana
sinkronisasinya cukup sulit, karena dalam PT Mandiri Utama Finance ada
proses yang harus dilaksanakan terlebih dahulu.64
62 Peraturan Bank Indonesia No. 14/5/PBI.2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum. 63 Wawancara dengan Pak Abdurrakhman, Loc.Cit. 64 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
70
Hambatan yang dihadapi oleh PT Mandiri Utama Finance Medan
dalam pelaksanaan kontrak leasing mobil selama masa pandemi COVID-19
adalah karena kebanyakan lessee pada PT Mandiri Utama Finance Medan
tidak mau membayar angsuran dengan alasan:65
1. Adanya himbauan pemerintah tentang program relaksasi
2. Lessee beralasan karena pandemi penghasilan menjadi menurun
Sampai sekarang kedua alasan tersebut masih dijadikan alasan oleh
lessee di PT Mandiri Utama Finance Medan, adapun beberapa lessee yang
mengajukan relaksasi kembali namun PT Mandiri Utama Finance Medan
masih terbentur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan bahwa untuk grace
period dan holiday payment adalah sampai 31 Maret 2021, yang mana dalam
jangka waktu 3 bulan (Januari 2021-Maret 2021) tidak akan memberikan
efek.66 Meskipun sudah ada regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan untuk
memperpanjang relaksasi, namun program ini masih dalam tahap pengolahan
oleh PT Mandiri Utama Finance Medan mengenai bagaimana bentuknya
nanti. Hal ini dikarenakan penerapan program tersebut juga bergantung
kepada kekuatan finance bersangkutan.67
Dalam pelaksanaan restrukturisasi juga terdapat hambatan, diantaranya
karena adanya biaya fidusia baru dan asuransi baru.68 Karena pada PT
Mandiri Utama Finance Medan terdapat 2 (dua) tipe lessee, yaitu lessee yang
membayar angsuran secara tunai dan kredit. Masing-masing metode
pembayaran juga memiliki kendala, lessee yang membayar secara tunai
65 Ibid. 66 Ibid. 67 Ibid. 68 Wawancara dengan Pak Abdurrakhman, A/R Management pada PT Mandiri Utama
Finance Medan, 6 Januari 2021, pukul 10:40, di kantor PT Mandiri Utama Finance Medan.
Universitas Sumatera Utara
71
terkadang keberatan membayar dan lessee yang membayar secara kredit,
maka angsurannya akan lebih tinggi lagi, selain itu tidak semua lessee yang
mengajukan program restruktur dapat ikut, mengingat PT Mandiri Utama
Finance Medan merupakan joint finance maka kendalanya adalah antrian
persetujuan oleh Bank Mandiri.69
C. Penyelesaian Pembiayaan Macet Pada Leasing Mobil sebagai Akibat
Pandemi COVID-19 di PT Mandiri Utama Finance Medan
Dengan dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical
Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa
Keuangan Nonbank, debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19
mendapatkan relaksasi dengan program restrukturisasi melalui proses dan
kebijakan restrukturisasi Pembiayaan dari pihak pemilik dana yang
ditandatangani oleh pejabat berwenang. Pemberian relaksasi kembali
ditegaskan dengan dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
48/POJK.03/2020 dimana pemberian relaksasi diperpanjang hingga bulan
Maret 2022.
Ketika lessee layak mendapatkan program restruktur maka PT Mandiri
Utama Finance Medan akan memberikan restruktur dan lessee yang tidak
layak mendapatkan restruktur harus tetap ditagih angsurannya.70 Lessee yang
ditolak pengajuan restrukturnya adalah lessee yang pendapatannya tidak
dipengaruhi oleh kondisi pandemi seperti PNS, BUMN dan TNI/POLRI.
Lessee yang diprioritaskan untuk mendapatkan program restruktur adalah
69 Ibid. 70 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
72
driver online, lessee yang memiliki usaha dibidang pariwisata, travel,
pedagang, penjual makanan, dan lessee lain yang terkena dampak COVID-
19.71 Dengan catatan, pihak PT Mandiri Utama Finance Medan menginginkan
adanya komitmen dari lessee tersebut, karena apabila lessee memang tidak
mampu untuk menjalankan program restruktur maka PT Mandiri Utama
Finance Medan berusaha untuk melobi lessee untuk mengembalikan unitnya.
Walaupun kondisi lessee di PHK, maka konsekuensinya hanya 1,
apakah lessee mampu survived atau tidak. Jika lessee memiliki kemampuan
untuk survived maka PT Mandiri Utama Finance Medan akan mengikutkan
lessee tersebut pada program restruktur dan apabila tidak mampu maka unit
lessee akan ditarik. Hal ini dikarenakan PT Mandiri Utama Finance Medan
memang pilih-pilih terhadap lessee yang terkena dampak pandemi COVID-
19. Karena menurut Pak Abdurrakhman, kredit adalah suatu hal yang harus
dipikirkan jangka panjang, dan PT Mandiri Utama Finance Medan tidak ingin
menunda masalah sesaat karena lebih baik masalah tersebut diselesaikan pada
saat itu juga.72
Mandiri Utama Finance (MUF) mendukung arahan pemerintah untuk
memberikan relaksasi kredit bagi lessee yang terkena dampak langsung dari
penyebaran COVID-19. Kebijakan relaksasi kredit ini sesuai dengan arahan
yang tertuang pada Peraturan OJK No. 11/POJK.03/2020. Untuk mengajukan
relaksasi ini, lessee bisa melakukannya dari rumah saja, tidak perlu datang ke
71 Ibid. 72 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
73
kantor Mandiri Utama Finance. Lessee yang berhak mengajukan keringanan
pembayaran angsuran adalah:73
1. Debitur yang terdampak langsung pandemi COVID-19.
2. Dinyatakan positif COVID-19 atau PDP dibuktikan dengan surat
keterangan dokter atau rumah sakit atau instansi berwenang
3. Usaha lessee mengalami penurunan kondisi karena pandemi COVID-19
4. Perusahaan tempat lessee bekerja menurunkan pendapatan lessee karena
pandemi COVID-19 dibuktikan dengan surat perusahaan atau dari
instansi terkait
5. Telah menjadi lessee Mandiri Utama Finance selama 3 bulan
6. Status kredit lancar.
Tata cara pengajuan relaksasi kredit:74
1. Masuk ke website Mandiri Utama Finance
2. Unduh form permohonan keringanan pembayaran angsuran
3. Mengisi data secara lengkap dan benar, dan menandatangani form
4. Menyiapkan foto dokumen pendukung, seperti foto KTP, foto unit
kendaraan bersama lessee (wajib kelihatan nomor polisi), dan foto STNK
5. Mengunggah form yang telah diisi beserta dokumen pendukung
6. Persetujuan keringanan pembayaran angsuran diputuskan oleh komite
sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan manajemen Mandiri
Utama Finance
73 Website Mandiri Utama Finance, https://www.muf.co.id/berita-muf/meringankan-
debitur-yang-terdampak-covid-19-muf-berikan-relaksasi-angsuran/, diakses pada 7 Januari 2021,
pukul 14:15. 74 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
74
7. Informasi atas pengajuan permohonan keringanan pembayaran angsuran
akan dikirimkan melalui email
Pandemi COVID-19 juga berdampak kepada PT Mandiri Utama
Finance, contohnya pada bagian marketing yang mengalami stop selling,
maka pihak PT Mandiri Utama Finance Medan mengeluarkan kebijakan
untuk mengalihkan seluruhnya ke bagian collection. Kebijakan ini dengan
pertimbangan bahwa bagian marketing jauh lebih memiliki kedekatan
emosional dengan lessee, sehingga bagian marketing lebih mudah
menyampaikan atau merayu untuk memberikan penjelasan bagaimana
program restruktur tersebut.75 Namun pada kenyataannya, dengan adanya
himbauan pemerintah mengenai holiday payment lessee yang sudah biasa
menunggak makin menunggak dan lessee yang tidak biasa menunggak
menjadi menunggak. Lessee juga beranggapan bahwa program restruktur
akan diberikan kepada lessee, yang mana pada kenyataannya program
restruktur akan diberikan karena adanya pengajuan, penilaian dan persetujuan
dari pihak PT Mandiri Utama Finance Medan.
Sebelum masa pandemi COVID-19 PT Mandiri Utama Finance Medan
pada bagian Collection membedakan antara penagihan internal dan eksternal.
Penagihan internal adalah penagihan untuk keterlambatan antara 1-30 hari
dan ditangani oleh ARO atau Account Receivable Officer (debt collector),
penagihan untuk keterlambatan 60 hari ditangani oleh Remof atau Remedial
Officer dan penagihan untuk yang menunggak diatas 60 hari atau 3 bulan
akan dimitrakan (menyerahkan lessee ke sebuah perusahaan rekanan yang
75 Wawancara dengan Pak Abdurrakhman, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
75
bertugas menagih). Namun semenjak dikeluarkannya Putusan MK Nomor
18/PUU-XVII/2019, bahwa penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh
melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan
pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri menjadi kendala bagi PT
Mandiri Utama Finance Medan. Tetapi PT Mandiri Utama Finance Medan
ingin menegaskan bahwa PT Mandiri Utama Finance Medan harus
menjalankan prosedur step by step dan PT Mandiri Utama Finance Medan
didukung oleh bukti-bukti yang dimiliki. Dengan cara melakukan kunjungan,
yang terkadang pihak kepolisian menafsirkan hal tersebut sebagai tindakan
premanisme.76
PT Mandiri Utama Finance Medan menggunakan somasi lawyer,
somasi internal (dari pihak PT Mandiri Utama Finance Medan) dengan tetap
mengirimkan Surat Peringatan 1, Surat Peringatan 2 dan Surat Peringatan
Terakhir. Dalam pelaksanaan Surat Peringatan PT Mandiri Utama Finance
Medan juga mengalami kendala dikarenakannya adanya batasan hari untuk
setiap Surat Peringatan, Seperti Surat Peringatan 1 yang dikirimkan pada
overdue 7 hari, Surat Peringatan 2 dikirimkan pada overdue 14 hari dan Surat
Peringatan terakhir dikirimkan pada overdue 21 hari. Namun untuk lessee
yang menunggak 2 unit dan hanya membayar untuk 1 unit, terkadang harus
dikirimkan somasi dari cabang, apabila tidak mau dengan somasi cabang
maka dikirimkan somasi lawyer. Dan walaupun pada saat ini sedang masa
pandemi pihak PT Mandiri Utama Finance Medan tetap menjalankan upaya
76 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
76
hukum seperti penagihan, somasi tetap dikirimkan, dan laporan polisi namun
penanganannya agak lebih tegas lagi.77
Menurut Pak Abdurrahkman hal ini dikarenakan pihak PT Mandiri
Utama Finance Medan memberikan pengertian ke lessee, apabila pihak PT
Mandiri Utama Finance Medan tidak berjalan terus dari pandemi maka PT
Mandiri Utama Finance Medan akan tenggelam begitu juga yang akan terjadi
dengan lessee. Pihak PT Mandiri Utama Finance Medan juga akan
mengarahkan lessee dengan cara mengedukasikan lessee. Terkadang juga
divisi collection memberikan solusi dengan menghubungkan dua lessee yang
mengalami pembiayaan macet dikarenakan usahanya yang terhenti, sehingga
kedua lessee dapat bekerja sama membantu masing-masing usaha mereka
untuk bangkit kembali. Karena ketika lessee tersebut mengalami peningkatan
dalam usahanya, otomatis lessee dapat membayar angsurannya kepada PT
Mandiri Utama Finance Medan.78
Pak Abdurrakhman mendidik bagian Collection tidak selalu menjadi
seorang eksekutor penagih melainkan sebagai konsultan, sehingga harus
mampu memberikan solusi kepada lessee yang mengalami pembiayaan macet
dengan menyesuaikan alasan lessee tersendat angsurannya. Apabila
dikarenakan usaha lessee yang mulai tidak menghasilkan pendapatan, maka
dapat menggunakan sistem koperasi, yang mana dapat mengambil angsuran
berdasarkan harian atau mingguan sehingga angsurannya dapat terpecah dan
tidak terlalu membebankan lessee.79
77 Ibid. 78 Ibid. 79 Wawancara dengan Pak Abdurrakhman, A/R Management pada PT Mandiri Utama
Finance Medan, 7 Januari 2021, pukul 11:25, di kantor PT Mandiri Utama Finance Medan.
Universitas Sumatera Utara
77
Kebijakan kredit pada PT Mandiri Utama Finance Medan, lessee yang
mengikuti program restruktur tidak dapat menambah unit, yang mana hal ini
dikarenakan lessee dianggap belum mampu. Sehingga, walaupun seorang
lessee mampu tetapi mengikuti program restruktur, lessee tersebut tetap
dianggap tidak mampu dan tidak dapat menambah unit.80 Pak Abdurrakhman
berpendapat bahwa bukan berarti ketika lessee menjalani program restruktur
maka lessee tersebut memiliki itikad baik, karena menurutnya program
restruktur hanya menunda masalah semata. Dan dalam pelaksanaan program
restruktur terdapat sisi baik dan buruknya, hal ini dikarenakan adanya lessee
yang memang merasa bahwa program restruktur merupakan sebuah solusi
bagi mereka, namun kebanyakan lessee menganggap dengan diberikan
program restruktur maka itu merupakan sebuah kesempatan, oleh karena itu
bagian Collection pada PT Mandiri Utama Finance Medan harus lebih tegas
lagi.81
Misalnya pada saat eksekusi maka PT Mandiri Utama Finance Medan
akan sedikit memaksa, karena PT Mandiri Utama Finance Medan memiliki
fidusia dan mengikuti peraturan yang berlaku sehingga ketika lessee ingin
melaporkan PT Mandiri Utama Finance Medan kepada Otoritas Jasa
Keuangan tidak akan bisa.
D. Kaitan Antara Keadaan Memaksa Pada Masa Pandemi COVID-19 dengan
Kontrak Leasing Mobil Pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa force majeure atau vis
major merupakan suatu keadaan ketidakmungkinannya salah satu pihak
80 Ibid. 81 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
78
peserta melaksanakan kewajiban menurut perjanjian (impossibility of
performance). Alasan tersebut dapat dikemukakan apabila pelaksanaan
kewajiban menjadi tidak mungkin karena lenyapnya objek atau tujuan yang
menjadi pokok perjanjian.82 Berdasarkan Pasal 1244 KUHPer keadaan
memaksa adalah ketika:83
1. Tidak memenuhi prestasi;
2. Ada sebab di luar kesalahan debitur;
3. Faktor penyebab tidak dapat diduga (een vreemde oorzaak) sebelumnya;
4. Debitur tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban; dan
5. Debitur tidak beritikad buruk.
Tan Kamello menyatakan bahwa ajaran force majeure dibagi menjadi
dua, yaitu:84
1. Ajaran objektif (de objective overmachts leer): debitur dikatakan dalam
keadaan memaksa apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin (unsur
imposibilitas) dilaksanakan oleh siapapun; karakter hukum absolut
2. Ajaran subjektif (de subjective overmachts leer): debitur dikatakan dalam
keadaan memaksa apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestasi,
tetapi dengan tingkat kesulitan (unsur diffikultas) atau pengorbanan yang
besar; karakter hukum relatif.
Pandemi COVID-19 berdampak bagi para pelaku usaha, pemberi dan
penyedia jasa, lessor, dan lessee dalam kontrak pembiayaan. Menggunakan
keadaan memaksa sebagai alasan tidak dapat memenuhi prestasi yang telah
disepakati, oleh karena itu dalam mengajukan keadaan memaksa sebagai
82 Harry Purwanto, Loc.Cit. 83 Tan Kamello, Op.Cit, Slide 13. 84 Ibid, Slide 11
Universitas Sumatera Utara
79
alasan tidak dapat memenuhi suatu prestasi setiap pihak dapat berbeda-beda.
Ada beberapa pertimbangan dalam mengajukan keadaan memaksa sebagai
alasan tidak dapat memenuhi prestasi yang telah disepakati, antara lain:85
1. Klaim keadaan memaksa diajukan dengan itikad baik dan sesuai dengan
tata cara pemberitahuan yang disepakati dalam perjanjian.
2. Klaim keadaan memaksa didasarkan pada rujukan hukum yang tepat.
Pihak yang mengajukan klaim harus terlebih dahulu meneliti apakah
bencana, pandemi atau tindakan pemerintah pemberlakuan aturan
tertentu termasuk ruang lingkup keadaan memaksa yang diakomodasi
dalam perjanjian.
3. Klaim diajukan dengan maksud untuk merubah perjanjian dan bukan
mengakhiri perjanjian.
4. Mengutamakan penyelesaian secara musyawarah serta tetap tunduk pada
tata cara penyelesaian sengketa yang diatur dalam perjanjian.
5. Berkonsultasi dengan praktisi atau konsultan hukum mengenai pilihan-
pilihan hukum yang dapat dilakukan.
Berdasarkan pemaparan Pak Abdurrakhman bahwa dalam istilah
finance tidak ada yang disebut sebagai keadaan memaksa, sehingga ketika
lessee overdue maka lessee tersebut tetap dikategorikan sebagai wanprestasi
apapun alasannya, baik karena pandemi atau tidak. Dijelaskan lebih lanjut,
bahwa baik dalam kondisi pandemi atau kondisi apapun lessee harus siap
dalam kondisi terburuk apapun.86 Ketika bencana alam dan unit rusak, maka
PT Mandiri Utama Finance Medan memiliki satu klausula yaitu ex gratia
85 Kunarso & A Djoko Sumaryanto, Eksistensi Perjanjian ditengah Pandemi COVID-19,
Batulis Civil Law Review, 2020, Vol. 1, No. 1, hal. 44-45. 86 Wawancara dengan Pak Abdurrakhman, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
80
karena tidak adanya asuransi bencana. Ex gratia atau banding dapat diberikan
namun hanya beberapa persen atau ada kuotanya karena tidak bisa 100%
semua lessee diberikan. Restrukturisasi tidak akan dilakukan apabila lessee
tidak memohon, dan mendapatkan persetujuan dari pihak PT Mandiri Utama
Finance Medan. Kecuali restrukturisasi yang dikarenakan bencana alam,
dalam keadaan seperti itu maka pihak PT Mandiri Utama Finance Medan
akan tetap mendata lessee yang ingin melakukan restruktur dengan
melakukan kunjungan. Tetapi selama masa pandemi COVID-19 ada beberapa
lessee yang tidak ingin melakukan restruktur.87
87 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah diuraikan dan dibahas permasalahan dalam skripsi ini, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pandemi COVID-19 diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Pandemi adalah wabah penyakit menular yang berjangkit serempak
meliputi dan melintasi batas wilayah geografis antar beberapa banyak
negara, sedangkan Coronavirus adalah asam ribonukleat yang
terbungkus dan beruntai tunggal yang dinamai karena penampakannya
seperti korona matahari karena lonjakan permukaan sepanjang 9-12 nm
(nanometer). Keadaan memaksa diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Pasal 1244 dan 1245, keadaan memaksa merupakan
keadaan debitur tidak dapat melaksanakan kewajiban atau prestasi di luar
kesalahan debitur yang melepaskan seseorang untuk memberi ganti rugi,
biaya dan bunga, dan/atau dari tanggung jawab untuk memenuhi
kewajibannya tersebut. Syarat suatu keadaan dikatakan sebagai keadaan
memaksa adalah ketika tidak memenuhi prestasi, ada sebab di luar
kesalahan debitur, faktor penyebab tidak dapat diduga (een vreemde
Universitas Sumatera Utara
82
oorzaak) sebelumnya, debitur tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban, dan debitur tidak beritikad buruk, sedangkan jenis
keadaan memaksa terdiri dari berdasarkan ajaran absolut dan relatif.
2. Pengaruh pandemi COVID-19 terhadap kontrak leasing yaitu penurunan
kemampuan lessee untuk melaksanakan prestasi, dalam pelaksanaan
kontrak leasing tersebut para lessee terhambat melaksanakan prestasinya
dikarenakan tidak memiliki pendapatan sehingga tidak dapat melakukan
pembayaran angsuran kreditnya.
3. Penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada leasing mobil sebagai
akibat pandemi COVID-19 di PT Mandiri Utama Finance Medan adalah
dengan dikeluarkannya kebijakan mengenai restruktur antara lain grace
period, holiday payment dan perpanjangan tenor (extend tenor). Baik
sebelum dan setelah terjadinya masa pandemi COVID-19, penyelesaian
sengketa pembiayaan macet pada leasing mobil di PT Mandiri Utama
Finance tetap sama, pihak PT Mandiri Utama Finance Medan tetap
menjalankan upaya hukum seperti penagihan, somasi tetap dikirimkan,
dan juga laporan polisi namun penanganannya agak lebih tegas lagi.
B. Saran
Saran yang dapat dikemukakan dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Agar lessor lebih memilih lessee mana yang memang patut diberikan
relaksasi. Perusahaan leasing atau lessor diharapakan tetap memberikan
relaksasi dengan program-program yang sesuai dengan kemampuan
lessor tersebut.
Universitas Sumatera Utara
83
2. Agar lessee mampu mengetahui kemampuannya apakah memang masih
mampu untuk melaksanakan kredit mobil pada suatu perusahaan leasing,
apabila masih mampu maka lessee dapat mengajukan program relaksasi
pada lessor yang bersangkutan. Apabila lessee memang sudah tidak
memiliki pendapatan dan tidak mampu lagi untuk berkomitmen pada
angsuran reguler maupun program restruktur, maka disarankan untuk
mengembalikan unit bersangkutan. Karena dengan memaksakan
melanjutkan angsuran yang ada dapat berakibat timbulnya masalah-
masalah lain.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Badrulzaman, M. D. (2001). Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Fuady, M. (1999). Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Fuady, M. (2008). Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis di Era Globalisasi.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Harahap, M. Y. (1986). Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni.
Hernoko, A. Y. (2008). Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial. Yogyakarta: LaskBang Mediatama.
Kasmir. (2003). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Muhammad, A. (1990). Hukum Perikatan Cetakan Ke Dua. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Muhammad, A. (1992). Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Naja, D. (2006). Contract Drafting. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Satrio, J. (1999). Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung:
Alumni.
Sidik, S. H. (2003). Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika.
Sofwan, S. S. (1988). Hukum Perjanjian. Yogyakarta: Gajah Mada.
Subekti, R. (1983). Aneka Perjanjian. Bandung: Alumni.
Triandaru, S., & Budisantoso, T. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
Jakarta: Salemba Empat.
Universitas Sumatera Utara
Tunggal, A. W., & Tunggal, A. D. (1994). Aspek Yuridis dalam Leasing. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
II. Perundang-Undangan
Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991.
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Peraturan Bank Indonesia No. 14/5/PBI.2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Umum.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020
tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05 Tahun
2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus
Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan NonBank.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/POJK.03/2020
tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian
Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Coronavirus Disease 2019.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019
(COVID-19).
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. Reg 15 K/Sip/1957 .
Putusan Mahkamah Agung Republik No. Reg 24 K/Sip/1958 .
Universitas Sumatera Utara
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
III. Jurnal
Arini, A. D. (2020, Juni). Pandemi Corona sebagai Alasan Force Majeure dalam
Suatu Kontrak Bisnis. Jurnal Supremasi Hukum, 9, No. 1.
Harahap, R. J. (2020, Agustus). Karakteristik Klinis Penyakit Coronavirus 2019.
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2, No. 3.
Isradjuningtias, A. C. (2015, Juni). Force Majeure (Overmacht) dalam Hukum
Kontrak (Perjanjian) Indonesia. Jurnal Veritas et Justitia, 1, No. 1.
Jamin, N. K. (2020). Implikasi Asas Pacta Sunt Servanda Pada Keadaan
Memaksa (Force Majeure) dalam Hukum Perjanjian Indonesia. Jurnal
Kertha Semaya, 8, No. 7.
Kunarso, & Sumaryanto, A. D. (2020). Eksistensi Perjanjian ditengah Pandemi
COVID-19. Batulis Civil Law Review.
Muhtarom, M. (2014, Mei). Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam
Pembuatan Kontrak. Jurnal Suhuf, 26, No. 1.
Nizar, M. A. (2011). Siklikalitas Kebijakan Fiskal di Indonesia. Jurnal Keuangan
dan Moneter, 14, No. 1.
Purwanto, H. (2011, November). Keberadaan Asas Rebus Sic Stantibus Dalam
Perjanjian Internasional. Jurnal Mimbar Hukum Edisi Khusus, 114.
Ristyawati, A. (2020, Juni). Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar dalam Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah sesuai
Amanat UUD NRI Tahun 1945. Administrative Law and Governance
Journal, 3, No. 2.
Zu, Z. Y., & dkk. (2020, Agustus). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A
Perspective from China. Journal of Radiology, 296, No. 2.
Universitas Sumatera Utara
IV. Seminar
Kamello, T. (2020). Pandemi COVID-19: Implikasi Keppres No.12 Tahun 2020
Bagi Perikatan, Mempersoalkan Force Majeure. Medan.
V. Skripsi
Alim, Muhammad Sahirul. (2014). Karakter Kebijakan (Procyclical vs
Countercyclical) dan Stabilitas Makroekonomi. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Arif, Wira Muhammad. (2011). Bank Garansi Sebagai Pengalihan Kewajiban
Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Nasabah (Studi Di Bank Rakyat Indonesia
Cabang Putri Hijau). Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Lestari, Selvia Pratiwik. (2019). Efektivitas Countercyclical Capital Buffer Pada
Perbankan dalam Pengendalian Makroekonomi Indonesia. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Yogyakarta
Putri, Mutia Kartika. (2020). Pembuktian Keadaan Memaksa (Force Majeure)
Oleh Debitur Dalam Sengketa Wanprestasi. Fakultas Hukum. Universitas
Bandar Lampung. Lampung.
VI. Website
Sejarah Perusahaan. Diambil kembali dari Mandiri Utama Finance:
https://www.muf.co.id/sejarah-perusahaan/
Soemadipradja, R. S. (2010). Restatement. Diambil kembali dari Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/restatement/detail/11e9b3876b28a
09683cd313833363231.html.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Tempat : PT Mandiri Utama Finance Medan Jalan Adam
Malik
Nama Pewawancara : Angel Olivia Natasya
Nama Narasumber : Bapak Abdurrakhman
Tanggal : 5-7 Januari 2021
Waktu Mulai : 10:40 WIB
Waktu Selesai : 12:40 WIB
Daftar pertanyaan:
1. Selama masa pandemi COVID-19 di Indonesia, apakah terdapat kasus
sengketa pembiayaan macet kontrak leasing mobil di PT Mandiri Utama
Finance?
2. Apakah terjadi peningkatan/penurunan kasus pembiayaan macet selama
masa pandemi COVID-19 pada PT Mandiri Utama Finance?
- (Jika terjadi) Berapa banyak kasus pembiayaan macet yang
diakibatkan masa pandemi COVID-19?
3. Hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kontrak
leasing mobil pada PT Mandiri Utama Finance selama masa pandemi
COVID-19?
4. Apakah dari pihak-pihak yang bersangkutan menjadikan masa pandemi
COVID-19 di Indonesia sebagai alasan terjadinya sengketa tersebut?
5. Sebelum terjadinya masa pandemi COVID-19, bagaimana upaya hukum
terhadap keadaan memaksa yang mengakibatkan wanprestasi dalam
kontrak leasing mobil oleh PT Mandiri Utama Finance?
Universitas Sumatera Utara
6. Keadaan seperti apa yang PT Mandiri Utama Finance klasifikasikan
sebagai keadaan memaksa selama masa pandemi COVID-19?
7. Bagaimana implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14
Tahun 2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank pada
PT Mandiri Utama Finance sebagai penyelesaian sengketa kontrak
leasing?
8. Kebijakan apa saja terkait kontrak leasing mobil yang dikeluarkan oleh
pihak PT Mandiri Utama Finance akibat masa pandemi COVID-19?
9. Terhadap kasus sengketa kontrak leasing yang menjadikan keadaan
memaksa dalam masa pandemi COVID-19 sebagai alasan sengketa
tersebut. Keputusan apa yang diambil oleh pihak PT Mandiri Utama
Finance dalam penyelesaian sengketa tersebut? Bagaimanakah
pelaksanaan keputusannya?
10. Apakah bagi para pihak, terdapat hambatan untuk melaksanakan
keputusan pihak PT Mandiri Utama Finance? (Kalau ada) Menurut pihak
PT Mandiri Utama Finance, apa yang menjadi alasan bagi para pihak
sehingga mereka terhambat melaksanakan putusan tersebut?
11. Menurut pihak PT Mandiri Utama Finance, bagaimanakah seharusnya
para pihak menyelesaikan sengketa kontrak leasing yang menjadikan masa
pandemi COVID-19 di Indonesia sebagai alasan keadaan memaksa?
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Jumlah pembiayaan macet in unit (mobil dan motor) pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Jumlah pembiayaan macet in percent (mobil dan motor) pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Restruktur extend tenor (kendaraan mobil) dibayar dengan tunai pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Restruktur extend tenor (kendaraan mobil) dibayar dengan kredit pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Restrutkur grace period (kendaraan mobil) dibayar dengan kredit dan simulasi pembayaran pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Restruktur grace period (kendaraan mobil) dibayar dengan tunai dan simulasi pembayaran pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Restruktur holiday payment dibayar (kendaraan mobil) dengan tunai dan simulasi pembayaran pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Restruktur holiday payment (kendaraan mobil) dibayar dengan kredit dan simulasi pembayaran pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Values SALES_THROUGH2 31/12/2019 31/01/2020 29/02/2020 31/03/2020 30/04/2020 31/05/2020 30/06/2020 31/07/2020 31/08/2020 30/09/2020 31/10/2020 30/11/2020 31/12/2020
Sum of Sales_Unit REGULER 207 183 161 127 23 0 33 65 106 138 143 162 199
RESTRUCTURE 12 175 583 113 18 4 9 4 17
Sum of Sales_AMT REGULER 115,542,81,210 13,190,092,249 9,918,970,556 7,814,167,286 1,619,476,971 0 1,621,983,335 4,144,989,601 6,922,237,269 9,060,584,441 12,265,005,299 19,609,556,345 21,596,852,351
RESTRUCTURE 265,470,706 12,410,435,754 23,965,973,948 2,519,882,230 2,617,979,168 451,184,479 2,008,765,060 569,777,538 3,950,062,113
Sum of UNIT REGULER 6,690 6,687 6,671 6,563 6,401 6,034 5,238 4,898 4,600 4,424 4,243 4,163 4,123
RESTRUCTURE 12 187 766 875 889 885 881 876 879
Sum of OSP REGULER 205,414,173,601 208,317,223,904 208,838,762,977 207,161,204,292 197,181,552,508 177,877,568,094 149,393,795,427 143,171,376,105 139,215,888,170 140,218,475,797 144,476,580,859 156,289,047,572 168,206,293,405
RESTRUCTURE 265,470,706 12,668,151,991 36,570,184,824 38,874,785,625 41,300,138,442 41,214,128,619 41,085,969,260 41,134,053,195 42,501,693,586
Sum of UNIT_REPO REGULER 22 26 22 17 35 10 24 33 17 11 7 5 2
RESTRUCTURE 0 0 0 2 2 2 0 4 3
Sum of AMOUNT_REPO REGULER 859,996,954 744,382,780 315,126,778 291,391,823 4,373,299,690 193,266,244 901,029,057 552,918,598 159,766,057 202,741,126 63,053,088 57,285,702 25,738,952
RESTRUCTURE 0 0 0 120,258,389 38,540,353 18,848,434 0 242,797,154 33,803,278
Jumlah angsuran reguler dan restruktur mobil in unit pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara
Jumlah angsuran reguler dan restruktur mobil in percent pada PT Mandiri Utama Finance Medan
Universitas Sumatera Utara