Kawasan Sensitif KARST
Click here to load reader
Transcript of Kawasan Sensitif KARST
PERENCANAAN KAWASAN LINGKUNGAN SENSITIF
Disusun oleh:
Abimanyu Putra (I0610001)
Desita Putri P (I0610008)
Diana Putri W (I0610010)
Febriana Tri R (I0610012)
Hardian Surya A (I0610014)
Intan Dwi Astuti (I0610016)
Khizam Deby K (I0610018)
Kharisma Narendra (I0610017)
Mohammad Nuriman (I0610020)
Nirmana Adhelia (I0610021)
Resi Iswara (I0610024)
Ria Nurul F (I0610025)
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
PENGERTIAN
Kawasan lingkungan Sensitif ialah kawasan yang perlu diberikan perhatian khusus sebelum
suatu pembangunan dilaksanakan di daerah tersebut.
Daerah dengan habitat ekosistem kritis dan sensitif memerlukan manajemen untuk melindungi
spesies beresiko, langka dan sensitif ekosistem, kualitas air dan ketersediaan, kualitas udara,
retensi tanah dan keindahan. Semuanya berkontribusi terhadap kualitas hidup bagi warga saat ini
dan penting bagi kelangsungan daerah yang sedang berlangsung. Kawasan ini harus
dikelola dengan hati-hati untuk memastikan bahwa fungsi-fungsi ekologis, keanekaragaman
hayati dan kehidupannya tidak terancam dari waktu ke waktu.
Batas-batas wilayah lingkungan sensitive berdasarkan efek-efek minor di kawasan sensitive yang
dapat mengikat efek mayor.
Environmentally sensitive area classification system menurut George Newman :
1. Ecologically critical areas
Mengandung satu atau lebih elemen alami yang signifikan yang dapat rusak atau
hilang sebagai akibat dari pembangunan yang tidak terkendali atau tidak
kompatibel. Elemen yang signifikan adalah mereka yang diidentifikasi sebagai
diperlukan untuk mempertahankan karakter penting dan integritas lingkungan yang
ada. Wilayah ekologis penting menyediakan situs untuk pendidikan luar ruangan,
kajian ilmiah, atau habitat untuk pemijahan dan pemeliharaan ikan anadromous.
2. Perceptually and culturally critical areas
Berisi satu atau lebih sumber daya indah, rekreasi, arkeologi, sejarah, atau budaya
yang signifikan yang dapat menurunkan atau hilang sebagai akibat dari pembangunan
yang tidak terkendali atau tidak kompatibel. Mereka memiliki fitur seperti akses dan
kedekatan dengan air, sumber daya rekreasi khusus, atau bangunan memiliki nilai
sejarah atau arcahelogical signifikan.
3. Resource production critical areas
Menyediakan produk penting yang mendukung baik ekonomi lokal atau ekonomi
skala yang lebih besar. Mungkin termasuk produk esensial atau elemnt diperlukan
untuk produksi produk penting seperti, terutama yang berharga., Namun sekunder
mungkin termasuk dukungan rekreasi atau budaya atau kehidupan. Sumber daya ini
terutama ekonomi berharga dan terbarukan atau tak terbarukan
4. Natural hazard critical areas
Mengakibatkan kerugian harta benda hidup dan atau karena pembangunan yang tidak
kompatibel. Tempat ini termasuk tanah longsor, banjir, gempa bumi, longsor, atau
api-bahaya daerah rawan
PRESEDEN : KAWASAN KARST
KAWASAN KARST WONOGIRI
Karst adalah bentang alam di permukaan, dan di bawah permukaan yang secara khas
terbentuk dari batuan gamping dan dolomite.Biasanya daerah ini terletak pada kawasan
batuan kapur.
Kawasan karst merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang tidak dapat
diperbaharui karena proses pelarutan serta pembentukannya membutuhkan waktu ribuan
tahun bahkan jutaan tahun. Secara umum bentang alam karst dapat dibedakan antara
morfologi permukaan (eksokarst) dan morfologi bawah permukaan (endokarst).
Morfologi permukaan antara lain kubah-kubah dengan berbagai bentuk, dolina, uvala,
dan polje. Sedangkan morfologi bawah permukaan yang sering dijumpai adalah gua,
saluran, terowongan, dan sungai bawah tanah.
POTENSI KARST
Kawasan karst yang tampak kering kerontang tidak disadari bahwa kekeringan hanya
terbatas di atas permukaan karst. Di dalamnya senantiasa tersimpan cadangan air bersih
berlimpah ruah, yang menunggu kearifan pemanfaatannya dengan teknik tepat guna. Air
karst, yang tersimpan aman di bawah permukaan kawasan karst sebagai akuifer, ibarat
tangki air alamiah. Bebas dari proses pemanasan global, yang menguapkan air
permukaan yang umumnya mengakibatkan keringnya sungai, danau, sumur, bendungan
dan sumber air non karst.
Nilai manfaat dari kawasan ekosistem karst meliputi aspek:
a. Obyek studi dan penelitian yang amat langka dilihat dari sisi ilmu pengetahuan
b. Merupakan obyek lingkungan yang sangat memerlukan perlindungan
c. Merupakan kawasan yang sangat sensitif terhadap keberadaan air dan sosial budaya
masyarakat
d. Merupakan habitat yang mendukung keanekaragaman jenis flora dan fauna yang spesifik.
Masalah fisik dan lingkungan yang dihadapai kawasan karst setidaknya bisa dirinci sebagai
berikut ini:
a. Terdapatnya daerah rawan bencana kekeringan di daerah yang tidak mempunyai
sumberdaya air;
b. Keterbatasan sumberdaya air terutama di permukaan, karena salah satu karakteristik
kawsan karst adalah tidak dijumpai adanya sungai di permukaan;
c. Tekanan penduduk terhadap lahan pertanian tinggi, sementara daya dukung lahan
pertanian rendah. Hal ini disebabkan oleh mata pencaharian utama masyarakat adalah
bertani dan penguasaan lahan pertanian sempit;
d. Pemanfaataan lahan kurang memperhatikan aspek-aspek konservasi sehigga berpotensi
menimbulkan terjadinya erosi yang mengakibatkan terjadinya degradasi lahan;
e. Kondisi solum tanah di kawsan karst sangat tipis dengan ketebalan antara 10-25 cm,
menyebabkan tanah menjadi sangat langka dan berharga;
f. Terjadinya kerusakan lingkungan karena pemanfaatan untuk kegiatan ekonomis seperti
pertambangan batu mulia, batu kapur, batu untuk pengurukan dan lain-lain
Kawasan karst di Kabupaten Wonogiri merupakan bagian dari kawasan karst pegunungan
seribu (Gunung Sewu) yang meliputi Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Pacitan. Museum Karst dikelilingi oleh beberapa situs Goa dan Luweng antara
lain Goa Tembus, Goa Sodong, Goa Potro Bunder, Luweng Sapen, Goa Gilap, Goa Mrica,
Goa Sonya Ruri.
Sebagai kawasan yang sangat sensitif terhadap segala bentuk pemanfaatan, kawasan karst
memerlukan pengelolaan dan pengembangan khusus. Usaha pemanfaatan dan pengelolaan
ini tidak terlepas dari penduduk sebagai subyek yang mendiami atau menghuni kawasan
tersebut. Pengelolaan dan pengembangan kawasan yang tidak berpenghuni lebih mudah
dibandingkan kawasan yang sudah berpenghuni, karena permasalahan yang berhubungan
dengan keterbatasan alam dan kebutuhan hidup manusia lebih kompleks. Berbagai masalah
yang sering dihadapi masyarakat di kawasan karst Kabupaten Pacitan antara lain kekeringan,
produktivitas pertanian rendah, lahan kritis, kualitas air, hijauan ternak kurang, tingkat
pendapatan rendah dan lain-lain.
Penataan ruang dalam pengelolaan kawasan karst
Di negara maju, pemanfaatan dan pengelolaan kawasan karst untuk pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sudah terpola dengan baik dan jelas.
Perwujudan dari pemikiran itu diimplementasikan ke dalam tata guna dan tata ruang
kawasan karst yang dibangun berdasarkan pendekatan yang partisipatif.
Pemerintah mengikutsertakan masyarakat dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan
ruang dengan maksud untuk mengajak masyarakat sebagai pemilik tanah menyampaikan
aspirasinya. Tidak dibenarkan pemerintah seakan-akan bertindak selaku satu-satunya
perumus penetapan kebijakan, namun hendaknya kebijakan tersebut ditetapkan
berdasarkan melalui ‘share vision’ antara pemerintah dan masyarakat.
Dalam penataan ruang, maka upaya penataan ruang harus didekati secara sistemik
tanpa dibatasi oleh batasan kewilayahan dan sektor. Oleh karena itu, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang mengedepankan empat prinsip pokok penataan ruang
yaitu:
holistik dan terpadu,
keterpaduan penanganan secara lintas sektoral dan lintas wilayah,
dan pelibatan peran serta masyarakat mulai dari perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ada.
Pada tahap perencanaan masyarakat paling tahu apa yang mereka butuhkan, dengan
demikian mengarahkan pada produk rencana tata ruang yang optimal dan proporsional
untuk berbagai kegiatan, sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi ruang
yang berlebihan untuk kegiatan tertentu. Pada tahap pemanfaatan masyarakat akan
menjaga pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu
yang direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang. Pada tahap
pengendalian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga
kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan pembangunan.
AMDAL sebagai instrumen Pengelolaan Kawasan Karst
Setelah konflik atau benturan kepentingan pemanfaatan kawasan karst ditanggulangi
dengan tata guna dan tata ruang, maka setiap usaha eksploitatif kawasan karst sesuai
persyaratan harus didahului oleh AMDAL. Baik pembuat rencana pembangunan, instansi
yang menangani penanaman modal, dan ahli kajian AMDAL diharapkan jangan lebih
melihat segi ekonomi atau retribusi untuk peningkatan pendapatan asli daerah saja.
Selama semua pihak masih memandang kawasan karst dari segi ekonomi dan sektoral,
maka laju pengrusakan kawasan karst tidak akan terkendali. Sangat tidak diinginkan jika
pemerintah daerah yang dipilih oleh masyarakatnya lebih mendambakan penghasilan
jangka pendek, dan berhasil diiming-imingi oleh investor pertambangan berupa retribusi
besar tanpa sedikitpun menyadari bahwa jenis pertambangan itu mempunyai jangka
waktu eksploitasi. Dimana setelah bahan tambangnya habis, pemerintah daerah hanya
mewarisi lingkungan alam yang gersang, porak poranda, masyarakat yang bertambah
miskin dan penyakitan. Belum lagi akan hilangnya nilai-nilai ilmiah yang terdapat di
kawasan tersebut yang tidak teridentifikasi dengan logis, etis, dan humanis dalam
pembuatan AMDAL kawasan karst yang sepatutnya dilakukan oleh ahli multi disiplin
ilmu dan multi sektoral, termasuk ahli hidrologi karst, speleologi dan karstologi.
Menurut Lembaga Karst Indonesia ada beberapa fase kehancuran dalam pemanfaatan
kawasan karst yang lazim dipraktekkan oleh perusahaan penambangan di Indonesia dan
fase-fase ini layak mendapat perhatian dan menjadi dasar pemikiran logis, empati pada
penduduk kawasan karst dan menjadi pemikiran yang seimbang antara nilai
pertambangan dan non pertambangan kawasan karst dari semua pihak ketika memberikan
izin kepada investor berinvestasi dan dalam pembuatan AMDALnya.
Fase pertama: pembabatan vegetasi karst, mengakibatkan erosi, berkurangnya
kesuburan tanah, dan debit sumber air karst. Fase kedua: penggalian batu gamping untuk
dibakar menjadi kapur, dan digali untuk industri semen dengan akibat menyusutnya
secara drastis debit sumber air karst, hilangnya keindahan dan keunikan lansekap karst,
perubahan iklim setempat, kehilangan fungsi kelelawar sebagai penyerbuk buah-buahan
(seperti durian) dan insektisida alami, berkurang dan hilangnya lahan pertanian,
pengotoran lingkungan oleh debu dan asap yang meningkatkan penyakit saluran nafas.
Fase ketiga: dalam waktu dekat sumber daya batu gamping hancur total atau habis
menyisakan lahan rusak, gersang, tidak dapat ditanami, masyarakat kehilangan mata
pencaharian, menyebabkan pemiskinan total warga setempat, dan pada akhirnya
masyarakat perlu ditransmigrasi.
Pengelolaan mutlak dilakukan dan harus diarahkan dalam rangka pengembangan
potensi kawasan karst dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi. Pengelolaan juga
diharapkan dapat menjamin kelestarian lingkungan kawasan karst. Kawasan karst dengan
segala kekayaan sumberdaya perlu ditata sejak awal sehingga tidak terjadi benturan-
benturan atau ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, yang pada akhirnya akan merusak
kelestarian lingkungan dan mengganggu sistem pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini
mengingat bahwa kawasan karst juga merupakan kawasan lindung, dimana salah satu
kekuatan potensi sumberdaya alamnya bersifat tidak terbaharukan.
Dari aspek lingkungan, tentu perlu pula dilihat apakah ruas jalan yang akan
dibangun melalui kawasan-kawasan sensitif, seperti hutan lindung, sawah irigasi teknis,
wilayah adat, dan kawasan-kawasan yang diperuntukkan bagi konservasi budaya, cagar
alam atau kawasan pertahanan keamanan. Kawasan-kawasan tersebut secara prinsip
harus dihindari agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan risiko keterlambatan
akibat adanya penolakan dari aspek lingkungan hidup.
PENGELOLAAN KAWASAN KARST
Pada dasarnya dalam setiap pemanfaatan sumber daya alam termasuk sumber daya alam
karst haruslah memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Dengan kata lain, mempertahankan atau melestarikan fungsi kawasan karst
dalam satu kesatuan eksosistem mempunyai pengertian tidak hanya melindungi, tetapi
juga bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada di wilayah karst tetap lestari
fungsi-fungsinya dalam kesatuan ekosistem.
Hal ini memberikan pengertian bahwa pemanfaatan sumber daya alam ini harus
dilakukan secara ilmu, terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan
kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Dengan demikian pemanfaatan wilayah karst harus memperhatikan manusia sebagai titik
sentral, pemanfaatan secara ilmu dan rasional, mengoptimalkan fungsi sosial dan
lingkungan karst, berjangka panjang agar dapat dinikmati anak cucu kita dikemudian
hari.
Berdasarkan beberapa permasalahan dan kondisi kawasan karst saat ini, strategi
konservasi kawasan karst antara lain:
1. Pelestarian fungsi kawasan termasuk pelestarian flora fauna melalui inventarisasi
dan pendataan kawasan karst penting yang memuat nilai strategis endo-eksokarst.
2. Penetapan zonasi kawasan karst berdasarkan peruntukannya terutama kawasan
karst yang penting untuk di konservasi.
3. Pengelolaan kawasan karst dilakukan melalui pendekatan Perda Tata Ruang yang
nantinya akan dijadikan dasar pengelolaan konservasi karst.
4. Konservasi kawasan karst sangat baik dilakukan secara ekosistem dan
memperhitungkan seluruh aspek.