KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx ·...

51
ANALISIS RELASI KEHIDUPAN PENGEMIS DENGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN SOSIAL (Studi Kasus di Kota Malang) Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Data Kualitatif Disusun oleh: Abi ridho wicaksono 1150301070111015 Kelas: Publik D UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

Transcript of KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx ·...

Page 1: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

ANALISIS RELASI KEHIDUPAN PENGEMIS DENGAN INDIKATOR

KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Studi Kasus di Kota Malang)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Data Kualitatif

Disusun oleh:

Abi ridho wicaksono 1150301070111015

Kelas: Publik D

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

2013

Page 2: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Wa Syukurillah puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyusun

makalah Kebijakan Lingkungan dengan judul “ANALISIS RELASI KEHIDUPAN

PENGEMIS DENGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN

MAGETAN” ini dengan baik.

Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan makalah ini, diantaranya Bapak Dosen Pengampu Mata Kuliah Analisis Data

Kualitatif, orang tua, dan teman-teman mata kuliah Analisis Data Kualitatif.

Saya mengerti bahwa makalah ini jauh dari sempurna, sehingga saya berharap

pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah

ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 21 Oktober 2012

Penyusun

Page 3: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................4

A. Latar Belakang.......................................................................................................................5

B. Rumusan Penelitian...............................................................................................................6

C. Tujuan Penelitian...................................................................................................................6

BAB II.................................................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................................7

A. Pengemis...............................................................................................................................7

B. Tinjauan Tentang Keluarga....................................................................................................9

BAB III..............................................................................................................................................19

METODE PENELITIAN.......................................................................................................................19

A. Jenis Penelitian....................................................................................................................19

B. Fokus Penelitian...................................................................................................................19

C. Lokasi dan Situs Penelitian...................................................................................................20

D. Jenis dan Sumber Data.........................................................................................................20

E. Teknik Pengumpulan Data...................................................................................................21

F. Instrumen Penelitian...........................................................................................................23

G. Metode Analisis Data...........................................................................................................23

BAB IV..............................................................................................................................................25

PEMBAHASAN..................................................................................................................................25

A. Faktor-faktor penyebab pengemis.......................................................................................25

B. Pola Kerja Para Pengemis....................................................................................................26

C. Kondisi Keluarga Para Pengemis..........................................................................................27

D. Peran Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Pengemis.....................................................28

E. Peran Mahasiswa dalam Mengatasi Masalah Pengemis......................................................30

BAB V...............................................................................................................................................32

PENUTUP.........................................................................................................................................32

A. KESIMPULAN........................................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................34

Page 4: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangIndonesia merupakan negara berkembang yang identik dengan kemiskinan baik di

kota maupun di desa. Di setiap kota, pasti ada daerah yang perumahannya berhimpitan satu

dengan yang lain, banyaknya pengemis, pengamen, anak jalanan dan masih banyak lagi.

Keadaan yang menggambarkan masyarakat miskin perkotaan, bahkan di malam hari banyak

orang-orang yang tidur dipinggir jalan. Dalam kehidupan umum secara sosial pengemis lebih

cenderung dikaitkan dengan peminta-minta, dalam kegiatannya mereka melakukan berbagai

cara untuk mendapatkan penghasilan sebanyak-banyaknya, tidak jarang mereka

menggunakan berbagai cara untuk melakukannya. Akibatnya terjadi kesemrautan, ketidak

nyamanan, dan tidak tertib serta cenderung mengurangi keindahan. Kondisi demikian sangat

memprihatinkan dan harus segera diatasi.

Banyak cara telah dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah

dan juga individu-individu pemerhati kemiskinan dan permasalahannya untuk mengatasinya

seperti transmigrasi penduduk dari daerah padat ke daerah yang masih jarang penduduknya,

penanggulangan bertambahnya penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB), dan

lain-lain. Semua itu ternyata belum berhasil, dan bahkan pemerintah terkesan tidak serius

dalam menghadapi fenomena tersebut. Semua itu berdasarkan pada kenyataan di lapangan

memang fenomena itu tidak berkurang tetapi justru semakin banyak.

Pengemis merupakan masalah yang umum dijumpai di berbagai kota termasuk Kota

Malang. Munculnya pengemis jalanan di latar belakangi oleh banyak faktor, diantaranya

adalah rendahnya pendidikan dan keterampilan, rendahnya pendapatan dan terbatasnya

kesempatan kerja. Jumlah pengemis di Kota Malang setiap tahunnya mengalami peningkatan

dikarenakan di kota memiliki struktur sosial, ekonomi, dan administrasi yang lebih kompleks,

sehingga para pengemis tertarik untuk datang ke kota untuk mencari uang. Hal ini bisa dilihat

dari tabel data yang bersumber dari Dinas Sosial Kota Malang:

Tabel 1.

Tahun Jumlah Pengemis (anak-anak hingga orang tua)

2005 277 orang

2006 320 orang

2007 378 orang

Page 5: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

Tempat-tempat pengemis untuk mencari rejeki adalah tempat-tempat yang banyak

dilewati orang-orang dan kendaraan bermotor. Tempat-tempat seperti ini yang ada di Kota

Malang adalah di kawasan Alun-Alun, perempatan jalan, kampus, Malang Plasa, Gajah

Mada, Mitra1, pasar, terminal stasiun dan tempat ibadah. Hal ini mengakibatkan dampak

negatif bagi Kota Malang yaitu dapat mengganggu kenyamanan dan ketentraman masyarakat.

Pada umumnya fisik dari pengemis di Kota Malang sehat. Selama mengemis mereka

berpenampilan kotor dan kumuh. Usia pengemisnya sekitar 35 tahun keatas. Mereka tinggal

di rumah kotrakan yang berada di sekitaran daerah Sukun, Buring, Dieng dekat UNMER,

Galunggung, Singosari dan Pakis. Pendidikan yang mereka miliki relatif rendah yaitu lulusan

SMP dan SD. Pengemis di Kota Malang memiliki banyak beban tanggungannya, tetapi

kondisi ekonomi mereka terbilang mapan karena dapat membiayai beban tanggungan

keluarga yang cukup banyak hanya dengan berpenghasilan sebagai pengemis.

Di sekitar Kota Malang banyak dijumpai pengemis yang sedang beraktifitas mencari

uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka mengemis diberbagai tempat yang

strategis. Pengemis dewasa ini tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan primer saja

tetapi sudah merupakan pekerjaan tetap yang prospek keberadaannya akan berlanjut terus.

Dari uraian diatas, laporan penelitian ini akan membahas “KEHIDUPAN PENGEMIS DI

KOTA MALANG”.

B. Rumusan Penelitian1. Apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi mereka untuk menjadi pengemis?

2. Bagaimana pola interaksi antar pengemis dalam melakukan kegiatan mereka?

3. Bagaimana hubungan pengemis tersebut dengan keluarganya?

4. Bagaimana peran pemerintah dan mahasiswa dalam mengatasi masalah pengemis

di Kota Malang?

C. Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi mereka untuk menjadi

pengemis.

2. Untuk mengetahui hubungan antara pengemis dengan pengemis lainnya dan pola

kerja mereka.

3. Untuk mengetahui hubungan pengemis tersebut dengan keluarganya

4. Untuk mengetahui peran pemerintah dan mahasiswa dalam mengatasi masalah

pengemis di Kota Malang.

Page 6: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PengemisPengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta

di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain.

Weinberg (1970 : 143-144) menggambarkan bagaimana pengemis yang masuk dalam

kategori orang miskin di perkotaan yang sering mengalami praktek diskriminasi dan

pemberian stigma yang negatif. Dalam kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 :

220) menyebutkan bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan

masyarakat pada umumnya. Menurut Departemen Sosial R.I (1992) Pengemis adalah orang-

orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai

alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang.

Masalah pengemis adalah masalah yang pelik. Ia tidak bisa dilihat hanya dari satu

sudut pandang. Masalah pengemis, pengamen, dll., merupakan masalah dari berbagai aspek,

seperti politik, sosial, dan ekonomi. Tergantung dari kacamata mana kita memandangnya.

Banyak alasan yang mendasari seseorang atau sekelompok orang terjun menjadi pengemis.

Pengemis pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang masuk dalam

kategori mengemis untuk bertahan hidup, dan mereka yang mengemis karena malas dalam

bekerja. Pengemis pada umumnya tidak memiliki kartu identitas karena takut atau malu

dikembalikan ke daerah asalnya, sementara pemerintah kota tidak mengakui dan tidak

mentolerir warga kota yang tidak mempunyai kartu identitas. Sebagai akibatnya perkawinan

dilakukan tanpa menggunakan aturan dari pemerintah, yang sering disebut dengan istilah

kumpul kebo (living together out of wedlock). Praktek ini mengakibatkan anak-anak

keturunan mereka menjadi generasi yang tidak jelas, karena tidak mempunyai akte kelahiran.

Sebagai generasi yang frustasi karena putus hubungan dengan kerabatnya di desa.

Pengemis adalah salah satu kelompok yang terpinggirkan dari pembangunan, dan di

sisi lain memiliki pola hidup yang berbeda dengan masyarakat secara umum. Mereka hidup

terkonsentrasi di sentra-sentra kumuh di perkotaan. Sebagai kelompok marginal, pengemis

tidak jauh dari berbagai stigma yang melekat pada masarakat sekitarnya. Stigma ini

mendeskripsikan pengemis dengan citra yang negatif. Pengemis dipersepsikan sebagai orang

yang merusak pemandangan dan ketertiban umum seperti : kotor, sumber kriminal, tanpa

norma, tidak dapat dipercaya, tidak teratur, penipu, pencuri kecil-kecilan, malas, apatis,

bahkan disebut sebagai sampah masyarakat.

Page 7: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

Pandangan semacam ini mengisyaratkan bahwa pengemis dianggap sulit memberikan

sumbangsih yang berarti terhadap pembangunan kota karena mengganggu keharmonisan,

keberlanjutan, penampilan, dan konstruksi masyarakat kota. Hal ini berarti bahwa pengemis

tidak hanya menghadapi kesulitan hidup dalam konteks ekonomi, tetapi juga dalam konteks

hubungan sosial budaya dengan masyarakat kota. Akibatnya komunitas pengemis harus

berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, sosial psikologis dan budaya. Namun demikian,

pengemis memiliki potensi dan kemampuan untuk tetap mempertahankan hidup dan

memenuhi kebutuhan keluarganya. Indikasi ini menunjukkan bahwa pengemis mempunyai

sejumlah sisi positif yang bisa dikembangkan lebih lanjut. ada lima ketegori pengemis

menurut sebab menjadi pengemis, yaitu:

1. Pengemis Berpengalaman: lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena

tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan

kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).

2. Pengemis kontemporer kontinu tertutup: hidup tanpa alternatif. Bagi kelompok

pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-

satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinyu mengemis, tetapi mereka tidak

mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akan menjamin hidupnya

dan mendapatkan uang.

3. Pengemis kontemporer kontinyu terbuka: hidup dengan peluang. Mereka masih

memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka

kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak dapat

berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya atau karena

kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang tersebut.

4. Pengemis kontemporer temporer: hidup musiman. Pengemis yang hanya sementara

dan bergantung pada kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka

biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya karena musim

kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicu berkembangnya kelompok ini.

5. Pengemis rerencana: berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuang dengan

harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara (kontemporer). Mereka mengemis

Page 8: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya

dipandang cukup.

B. Tinjauan Tentang Keluarga a. Pengertian Keluarga

Keluarga (family) sebagaimana yang telah dikonsepkan oleh Nyoman Dhana

(dalam Suyono, 1985: 191) adalah hubungan darah dan perkawinan yang disebut dengan

istilah lain yaitu kelompok kekerabatan. Sejalan dengan hal tersebut Peck menganggap

keluarga sebagai komunitas pertama yang merupakan wahana untuk mengembangkan dan

memelihara sosialitas manusia atau keluarga merupakan kontek sosial tempat seseorang

individu dibentuk menjadi makhluk sosial (1993: 35 – 36). Sedangkan menurut Wikipedia

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa

orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan.

Istilah keluarga biasanya digunakan untuk menentukan unit sosial terkecil dalam

masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum menikah (nuclear

family). Namun kadang-kadang istilah keluarga juga menunjukkan unit sosial yang luas tidak

terbatas pada ayah, ibu, dan anak-anaknya saja, tetapi juga mencakup kakek, nenek, paman,

bibi, keponakan, dan sanak keluarga yang lainnya (extended family).

Dari berbagai definisi tentang keluarga tersebut diatas dapat dikatakan, bahwa

keluarga adalah suatu bentuk pertalian yang sah antara suami istri melalui perkawinan

dimana mereka hidup secara rukun dalam mengembangkan kepribadian masing-masing. Dari

pertalian tersebut lahirnya keturunan yang secara hukum menjadi tanggung jawab dari kedua

pihak untuk pembinaan pengembangan mereka.

b. Kedudukan dan Tanggung Jawab Keluarga

Anak, keluarga, dan masa depan bangsa merupakan tiga hal yang saling berkaitan. Di

antara ketiga bagian tersebut, keluarga mempunyai kedudukan kunci dan sentral dalam

pembinaan. Dalam pembentukan watak, bahwa pengaruh yang kuat dapat berpindah-pindah

dari satu pihak kepihak lain. Namun di dalam hal ini sudah jelas, bahwa keluarga sebagai

sumber pengaruh tidak dapat dihindari kecuali kalau pada suatu waktu dengan sengaja

memisahkan diri dari keluarganya sebelum selesai pembentukan wataknya (Soemardjan,

1993: 202). Seperti apa yang dinyatakan oleh Charles Cooley dalam Alisjahbana, 1986: 185

bahwa “keluarga adalah kelompok pertama menjadi dasar pembentukan watak dan cita-cita

individu”.

Page 9: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

Adapun pembagian usia kehidupan pada manusia dari masa bayi sampai masa remaja,

sebagaimana dikemukakan Simanjuntak dari pendapat Bigot Khounstam dan Pallaand (Andi

Maappiare, 1982: 23) adalah.

a. Masa bayi dan kanak-kanak 

- Masa bayi : 0  – 1 tahun.

- Masa kanak-kanak : 2 – 7 tahun.

b. Masa sekolah : 7 – 12 tahun.

c. Masa sosial

- Masa kanak-kanak puerai : 13 – 14 tahun.

- Masa pra-pubertas : 14 – 15 tahun.

- Masa pubertas : 15 – 18 tahun.

- Masa remaja : 18 – 21 tahun.

Berkaitan dengan perbatasan dan pembagian batas usia di atas, maka pada hasil

observasi di lokasi penelitian, anak-anak yang terlihat sebagai pengemis itu sendiri dengan

usia antara 7 – 14 tahun (masa sekolah atau masa kanak-kanak). Masa perkembangan usia

tersebut di atas adalah masa pembinaan yang sangat penting dari keluarga. Seperti

komunikasi antara orang tua dan anak maupun pergaulan antara orang tua, anak dan tanggung

jawab orang tua terhadap anak akan membawa dampak pada anak di masa depan.

Selanjutnya Lobby Loekmono (dalam Kartini Kartono, 1985: 4) menyatakan bahwa

“perkembangan anak dimulai dan dimungkinkan dalam keluarga oleh karena itu pengaruh

keluarga sangat besar dalam proses perkembangan pembinaan potensi, dan pembentukan

pribadi anak”. Senada dengan hal tersebut Aryatmi (dalam Kartini Kartono, 1985: 27)

menyatakan “keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi setiap anak. Dalam

keluarga ini anak mendapat rangsangan, hambatan atau pengaruh yang pertama-tama dalam

pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan biologis maupun perkembangan

jiwanya atau pribadinya”.

Dengan melihat kedudukan keluarga tersebut di atas maka tiap keluarga hendaknya

memberi perhatian inti pokok perkembangan anak seperti kasih sayang dan perhatian,

pertumbuhan yang normal, imunisasi terhadap berbagai penyakit, perawatan kesehatan yang

didasari, dan kesempatan mengecap pendidikan. Dengan kata lain hendaknya anak dapat

bergantung pada komitmen tersebut setiap saat.Selanjutnya dalam pasal 2 undang-undang

nomor 4 tahun 1979 merumuskan hak-hak seorang anak sebagai berikut:

Page 10: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbinganberdasarkan kasih

sayang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhankhusus untuk tumbuh dan

berkembang dengan wajar.

Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dankehidupan

sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa dan untuk menjadiwarga Negara yang

baik dan berguna.

Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalamkandungan

maupun sesudah dilahirkan.

Anak berhak atas perlindungan dari lingkungan hidup yang dapatmembahayakan atau

menghambat pertumbuhan dan perkembangan yangwajar (Soemitra, 1990: 16 – 17).

Memperhatikan hak-hak anak tersebut, maka keberadaan anak-anak yang terlibat

sebagai pengemis, sebagaimana yang dialami oleh pengemis-pengemis kecil yang ada di

Kota Malang, sebenarnya juga memiliki hak yang sama seperti apa yang telah dinyatakan

tersebut di atas. Namun demikian kedudukan sebagai seorang anak, terlepas juga dari

kewajibannya sebagai anak yakni anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak

mereka yang baik (Mawardi, 1975: 56).

Kewajiban anak terhadap orang tua tersebut diatas, kadang-kadang membawa

implikasi yang salah terutama bagi anak-anak yang tergolong usia kanak-kanak. Oleh karena

itu penanaman nilai dalam keluarga sangat menentukan baik tidaknya masa depan anak

tersebut.

Sementara itu Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa fungsi keluarga itu meliputi:

1. Keluarga berfungsi untuk melanjutkan garis keturunan.

2.  Keluarga berfungsi untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian

sehingga bayi yang kecil menjadi anak yang besar yang berkembang dan

diperkembangkan seluruh kepribadiannya, sehingga tercapai gambaran

epribadian yang mantap, dewasa, dan harmonis.

3. Keluarga berfungsi sebagai tempat pendidikan informal, tempat dimana

anak memperkembangkan dan diperkembangkan kemampuan-kemampuan

dasar yang dimiliki, sehingga mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan

dasar yang dimiliki dan diperlihatkan perubahan prilaku dalam berbagai

aspeknya seperti yang diharapkan atau direncanakan.

4. Keluarga berfungsi sebagai tempat untuk menerapkan aspek sosial agar bisa

menjadi anggota masyarakat yang mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri

dengan lingkungan sosial.

Page 11: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

5. Keluarga berfungsi sebagai tempat persemaian bagi benih-benih

kesadaranakan adanya suatu yang luhur, yaitu kesadaran akan memiliki agama

dan norma-norma ethis moral seperti tindakan baik, buruk, selalu dijadikan

pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari.

6. Keluarga berfungsi sebagai organisasi ekonomi (Gunarsa, 1995: 230

– 231;Ahmadi, 1988: 91 – 92; Raymon, 1995: 319).

Dengan memahami beberapa fungsi keluarga tersebut diatas, kita mudah pula

memahami betapa pentingnya peranan keluarga, sebagai unit sosial paling kecil dalam

masyarakat, keluarga telah menunjukkan dan memberikan peranan yang sangat mahal dan

penting artinya dalam pembentukan pribadi seseorang. Keluarga merupakan lembaga pertama

dalam kehidupan seseorang, menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberi

dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan. Namun demikian keberadaan

dan keterbatasan keluarga akan berpengaruh pula pada pembentukan diri seseorang.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sujanto (1986: 72) bahwa: keluargalah yang

mula-mula memberikan pendidikan, memberi pengaruh kepada perkembangan seseorang.

Sekalipun hanya dengan memberikan kebiasaan-kebiasaan seperti yang diperoleh dari orang

tuanya dahulu. Dalam keluargalah seseorang mendapatkan kesempatan yang banyak untuk

memperoleh pengaruh perkembangan, yang diterimanya dengan jangan meniru, mengikuti

dan mengindahkan apa yang dilakukan, dan apa yang dikatakan oleh seluruh anggota.

Pendek kata dapat dikatakan bahwa keberadaan keluarga itu termasuk kedalam

fasilitas (terbatas atau mencukupi) akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang.

Terutama pada keluarga yang berada di bawah garis kecukupan, mau tidak mau semua

anggota keluarga akan terlibat dalam segala upaya untuk memenuhi kebutuhannya.

Irwanto Julianto (dalam Kartini Kartono, 1985: 4) menulis bahwa “Orang tua

berkewajiban untuk menyajikan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan

perkembangan anaknya hingga menjadi makhluk- makhluk dewasa”. Hal ini termuat

 juga dengan jelas dalam undang-undang nomor 1 tahun 1994 pasal 45 ayat (1) bahwa:

Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban

orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat

berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus menerus meskipun perkawinan antara kedua

orang tua putus (Soeminto, 1990: 29).

Disamping adanya kewajiban sebagaimana yang disebutkan diatas, orang tua juga

memiliki hak untuk memberi aturan atau mengarahkan anak-anaknya sampai mengerti apa

artinya tanggung jawab penuh dan memikul sendiri akibat suatu perbuatan atau kesalahan.

Page 12: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

Seperti yang dinyatakan oleh Utama (dalam Kartini Kartono, 1985, 38) bahwa “salah satu

kewajiban dan hak utama dari orang tua yang tak dapat dipindahkan adalah mendidik anak-

anaknya.

Dengan adanya hak dan kewajiban orang tua, sebagaimana yang disebutkan diatas,

bukan berarti hak orang tua memiliki, menentukan dan bahkan memeras mereka. Namun

demikian kadang-kadang keadaan keluarga (faktor kemiskinan) itu sering melibatkan anak-

anak ikut bekerja mencari nafkah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gilin (dalam Gunarsa,

1995: 232) bahwa “kemiskinan dapat dianggap sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat

menyesuaikan diri dengan standar kehidupan dalam kelompoknya dan juga tidak mampu

mencapai tingkat fisik dan mental tertentu untuk menyesuaikan.

Selanjutnya Emil Salim mengemukakan beberapa ciri-ciri kemiskinan adalah:

1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup,

modal dan keterampilan, sehingga untuk memperoleh pendapatan terbatas;

2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan

kekuatan sendiri;

3. Tingkat pendidikan rendah, tidak sampai tamat Sekolah Dasar, waktu mereka habis

untuk belajar;

4. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan, tidak memiliki tanah, walau ada kecil sekali;

5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak memiliki

keterampilan (skill) atau pendidikan, sedangkan kota di banyak negara tidak siap

menampung gerak urbanisasi penduduk desa (1981: 8).

Dari ciri-ciri diatas, terlihat bahwa faktor kemiskinan menyangkut dua hal yaitu

pendidikan dan ekonomi orang tua yang rendah. Dalam tulisan Irwan Julianto dari hasil

pengamatannya, bahwa eksplotasi tenaga kerja merupakan masalah utama,seperti terlihat di

Indonesia dan Negara berkembang lainnya (1985: 2).

Masalah pengemis bukanlah suatu fenomena baru di Indonesia (Budisantoso, 1989).

Seseorang bekerja sebenarnya karena alasan ekonomi bukan karena alasan budaya

(Talcott,1933). Oleh karena itu isu utama yang ada bukan bekerja begitu saja, melainkan

adanya potensi untuk mengeksploitasi. Sebagian besar orang tua sebenarnya berterima kasih

jika anak-anak mereka dapat bekerja di dalam tempat yang berlindung dan tidak berpindah-

pindah, bekerja disiplindan keterampilan berproduksi, jauh dari resiko di jalanan (Irwanto,et

al,1955).

Tetapi apabila anak-anak itu tidak memperoleh perlindungan yang memadai (fisik

maupun hukum) mempunyai resiko tinggi putus sekolah, jam kerja yang panjang dan

Page 13: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

pekerjaan mereka tidak menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, maka

partisipasi mereka bekerja menjadi masalah (Irwnato, et al, 1955). Seperti permasalahan

pengemis. Dengan mengamati perkembangan pengemis-pengemis yang kian membengkak di

Kota Malang, maka perhatian terhadap pengemis (khususnya anak-anak) yang pada

umumnya masih memerlukan pendidikan adalah tindakan yang sangat penting. Berbagai

faktor yang berhubungan dengan problematika para pengemis tersebut harus ditangani dari

sekarang. Oleh karena itu perlu disusun suatu langkah strategis secara nasional untuk

memecahkan masalah tersebut agar mereka dapat menikmati kehidupan yang layak, bersama

dengan keluarganya. Penanganan yang kurang tepat atau terhambat terhadap keberadaan

pengemis tersebut akan menjadi beban dari pelaksanaan roda pembangunan di masa

mendatang.

Uraian diatas dengan jelas menunjukkan bahwa keluarga mempunyai kedudukan dan

tanggung jawab yang sangat penting dalam membina anak untuk mencapai masa depan yang

lebih baik. Tugas keluarga tidak hanya sekedar penghubung antara manusia atau individu

dengan masyarakat. Tetapi juga melaksanakan fungsi-fungsi lainnya yang berkaitan erat

dengan tanggung jawab secara fisik yaitu tugas membesarkan anak, dan tanggung jawab

secara moral yakni memberikan pendidikan kepada anak. Kedudukan inilah yang

mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku anak seperti yang

dilakukan oleh pengemis (anak-anak). Tepat seperti yang dinyatakan oleh Khairuddin (1985:

76) bahwa:

Keluarga adalah kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai disiplin pertama

yang dikenalkan kepadanya dalam kehidupan sosial. Dalam interaksi ini si anak mempunyai

hubungan baik dengan orang dewasa (misal bapak, ibu, kakak-kakaknya dan lain sebagainya)

maupun teman sebaya. Terhadap pengaruh orang-orang dewasa pada umumnya anak bersifat

patuh dan menerimanya dengan percaya,atau disebut dengan morality of  constraint.

Dengan demikian keluarga merupakan pendidik yang pertama, artinya keluarga diserahi

tanggung jawab dalam membimbing putra-putrinya menuju kedewasaan. Dalam upaya itu

kedua orang tua dituntut untuk melaksanakan peran bimbingan agar anak-anaknya dapat

tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang tangguh dan berkualitas dalam

mensukseskan pembangunan bangsa. Seperti apa yang dinyatakan oleh Soemardjan (1993)

bahwa “Tugas keluarga adalah untuk  mempersiapkan para warganya, terutama anak-anak,

agar mereka dikemudian hari dapat bertahan dan menentukan jalan yang baik untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

Page 14: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

A. Tinjauan Tentang Sosialisasi

Secara luas sosialiasi dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana warga masyarakat

dididik untuk mengenal, memahami, menaati dan menghargai norma-norma dan nilai-nilai

yang berlaku dalam masyarakat, sedangkan secara khusus sosialisasi mencakup suatu proses

di mana warga masyarakat mempelajari kebudayaannya, belajar mengendalikan diri serta

mempelajari peranan-peranan dalam masyarakat (Soekanto, 1982: 140).

Selanjutnya Vembriarto (dalam Khairuddin, 1985: 76) menyimpulkan bahwa

sosialisasi:

1. Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi dengan mana

individu menahan, mengubah implusimplus dalam dirinya dan mengambil cara

hidup atau kebudayaan masyarakatnya.

2. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-

pola, nilai dan tingkah laku, serta standar tingkah laku dalam masyarakat

dimanapun ia hidup.

3. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun

dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. S. Takdir

Alisjahbana mengistilahkan sosialisasi atau enkulturasi adalah proses

pembudayaan (1986: 182). Proses pembudayaan adalah sangat penting dalam

menjaga integrasi masyarakat, pembudayaan nilai sangat penting menurut S.

Takdir Alisjahbana karena nilai-nilai dan norma-norma adalah faktor yang

menentukandalam integrasi kelompok masyarakat, pemindahan nilai-nilai, norma-

norma dan usaha untuk menjamin kesetiaan terus menerus kepada nilai-nilai dan

norma ini. Hal ini merupakan urusan terpenting dari masyarakat dalam hubungan

dengan anggota-anggotanya (Alisjahbana, 1986: 182).

Dari ketiga pendapat di atas dapat dikatakan bahwa sosialisasi atau enkulturasi adalah

proses pewarisan kebudayaan suatu masyarakat dari generasi yangsatu ke generasi yang

berikutnya. Pewarisan atau pembudayaan dalam hal ini adalah nilai-nilai atau norma-norma

yang berlaku di masyarakat.

Proses sosialisasi atau enkulturasi inilah yang membuat makhluk biologi menjadi

makhluk manusia, dibuktikan dari berbagai peristiwa anak-anak yang dibesarkan diluar

proses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper Hauser

yang pada permulaan abad ke-19, karena intrik politik, ia menjadi besar dengan tidak

berhubungan dengan orang lain, sehingga ketika ia didalam tahun 1828 datang ke Nuremberg

Page 15: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

sebagai seorang dewasa intelegensinya adalah sebagai seorang anak, ia tak pandai berbicara

dan menganggap segala sesuatu sebagai makhluk yang hidup (Alisjahbana, 1986: 183).

Peristiwa ini membuktikan bahwa apabila manusia tidak belajar atau diberi pelajaran

tentang kebudayaannya maka manusia tidak akan memiliki kepribadian manusia yang

berbudaya. Dari proses inilah manusia butuh manusia lain, jelas dapat kita tebak yang

pertama adalah manusia-manusia di lingkungan keluarga dimana ia dilahirkan. Dari uraian

diatas dapat dikatakan bahwa dalam proses kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat,

setiap individu akan selalu mengalami proses sosialisasi dalam keluarga, yang selanjutnya

proses sosialisasi tersebut akan diteruskan oleh lingkungan di luar keluarga. Seperti yang

dinyatakan Haviland (1988: 39) bahwa ”Proses sosialisasi itu dimulai segera sesudah

kelahiran. Dalam semua masyarakat, pelaksana enkulturasi (sosialisasi) yang pertama adalah

para anggota keluarga tempat seseorang dilahirkan.”

Lebih lanjut Haviland menjelaskan bahwa: Kalau umur individu bertambah, orang-

orang dari luar keluarga dilibatkan dalam proses sosialisasi ini, di dalamnya dapat termasuk

kerabat-kerabat lain, seperti saudara laki-laki ibu, dan sesudah pasti kawan-kawan individu

yang disebutkan terakhir dapat terlihat secara informal dalam bentuk kelompok-kelompok

bermain, atau secara formal dalam asosiasi-asosiasi usia, di mana anak-anak sebenarnya

mengajari anak-anak lain.

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa perkembangan perilaku yang dimiliki oleh

seseorang, tidak saja faktor di lingkungan keluarga, akan tetapi lingkungan sosial juga ikut

serta mempengaruhi dalam perkembangan mental seseorang. Meskipun faktor lingkungan

sosial ikut mempengaruhi pembentukan pribadi anak, akan tetapi faktor keluargalah yang

paling menentukan baik buruknya anak tersebut. Hal ini mengingat karena pendidikan anak

dalam keluarga merupakan awaldan sentral bagi seluruh pertumbuhan dan perkembangan si

anak menjadi individu yang dewasa (Julianto dalam Kartini Kartono, 1985: 8). Kemudian

Soesilo (dalam Kartini Kartono, 1985: 19) menyatakan bahwa ”Di samping keluarga sebagai

tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak 

mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan.”

Melihat keluarga merupakan lembaga yang pertama dalam kehidupan anak, maka

dapat dikatakan bahwa keluarga adalah merupakan wadah pertama kali anak itu mengalami

proses sosialisasi awal. Yang kemudian proses sosialisasi ini diteruskanoleh lingkungan

sosial. Dengan melihat begitu pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak,

maka dalam hal ini Vembriarto (1982: 45) menjelaskan bahwa ada beberapa kondisi yang

menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak yaitu:

Page 16: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

1. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face

to face secara tetap; dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti

dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara priba didalam

hubungan sosial lebih mudah terjadi.

2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidk anak karena

anak merupakan buah cinta kasih hubungan suami istri.

3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orang tua

memainkan peranan yang sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa suasana keluarga mempunyai peranan

penting dalam menentukan tingkah laku anak. Demikian pula hubungan orang tua dengan

anak yang berlangsung manis merupakan mata rantai pembinaan watak anak. Oleh karena itu

peranan bimbingan orang tua dalam pembentukan dan perkembangan pribadi anak tidak

dapat disangsikan lagi. Faktor keluarga, seperti tingkat pendidikan orang tua, suasana

hubungan antara anggota keluarga, keutuhan keluarga, dan sikap orang tua terhadap anak

sangat berpengaruh bagi kesehatan mental dan penampilan diri anak.

Seiring dengan hal tersebut diatas, maka Goode (1993) menyatakan bahwa: Proses

sosialisasi berlangsung sejak anak-anak, yaitu proses di mana ia belajar mengetahui apa yang

dikehendaki oleh anggota keluarga lain dari padanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran

tentang kebenaran yang dikehendaki. Sosialisasi masa anak-anak dalam hal ini adalah dalam

lingkungan keluarga. Dan anak merupakan simbol berbagai macam hubungan peran yang

penting diantara orang-orang dewasa dalam keluarganya. Fungsi yang lain dari keluarga

diantaranya adalah pemeliharaan anggota keluarga, penempatan anak dalam masyarakat dan

kontrolsosial. Dan idealnya sang anak memulai hidupnya dengan lindungan penuh dari

keluarganya.

Uraian di atas dengan jelas menunjukkan bahwa proses sosialisasi dalam keluarga

pada prinsipnya mencakup pewarisan atau pembudayaan nilai-nilai yang tidak dimiliki oleh

si anak. Tentu saja nilai-nilai yang diberikan oleh orang tua adalah nilai-nilai yang berlaku

secara umum di masyarakat. Selanjutnya Ibid (dalam Khairuddin, 1985: 84) menyatakan

bahwa “Dalam lingkungan keluarga ada tiga tujuan sosialisasi, yaitu: orang tua mengajarkan

kepad aanaknya tentang penguasaan diri, nilai-nilai, dan peranan-peranan sosial.”

Dengan melihat kedudukan orang tua yang memiliki peranan yang sangat penting

menentukan bagi perkembangan anak, maka kedudukan orang tua dapat dikatakan sebagai

pendidik kodrati, artinya secara kodrati mereka (orang tua ) diserahi tanggung jawab dalam

membimbing putra-putrinya menuju kedewasaan. Dalamupaya itu mereka dituntut untuk

Page 17: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

melaksanakan peran bimbingan agar anak – anaknya dapat tumbuh dan berkembang menjadi

manusia-manusia yang tangguh danberkualitas dalam mensukseskan pembangunan bangsa.

Bimbingan dapat diberikan melalui pemberian perhatian, nasehat, janji-janji dan

penghargaan. Hal ini sesuaidengan pendapat Suharsana (1976) bahwa:

Bimbingan orang tua dapat berupa perhatian, nasehat, janji-janji dan penghargaan.

Dalam kontek bimbingan juga terdapat indikator-indikator berupa petunjuk, teladan, dan

contoh dari orang tua terhadap anak. Hal ini akan berdampak positif bila dilaksanakan dengan

baik.

Semua uraian diatas menjadi obyek yang perlu diteliti untuk mengetahui bagaimana

proses sosialisasi yang berlangsung pada diri anak-anak yang terlibat sebagai pengemis.

Termasuk bagaimana cara penanaman nilai yang dilakukan oleh orang tuanya.

Tabel 2. Alur pikir dan Sistematika penulis.

Keadaan ekonomi perkotaan

Kehidupan pengemis

Kesenjangan sosial, ekonomi masyarakat perkotaan

Kondisi keluarga pengemis

Hubungan sesama pengemis

Faktor-faktor yang menyebabkan menjadi

pengemis

Memiliki tanggung jawab atas keluarga

Kualitas pendidikan yang rendah

Page 18: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Denzin

dan Lincoln dalam Moleong (2009: 5) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar alamiah yang bermaksud untuk menafsirkan fenomena

yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Sedangkan

Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat

sekarang berdasarkan gejala-gejala yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian

deskriptif bertujuan untuk menemukan gejala seadanya di lapangan (fact finding) serta

menemukan hubungan antara gejala tersebut untuk kemudian ditindaklanjuti dengan analisa

dan intrepretasi terhadap data gejala tesebut. (Nawawi, 2005: 63).

Oleh karena itu penelitian ini dapat diwujudkan sebagai usaha memecahkan masalah

dengan membandingkan persamaan atau perbedaan gejala, mengadakan klasifikasi gejala,

menilai gejala, menetapkan standar, menetapkan hubungan antara gejala-gejala yang

ditemukan dan lain sebagainya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa metode deskriptif

merupakan langkah-langkah representasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat di

dalam masalah yang diselidiki. Sehingga, metode deskriptif ini memusatkan pada pemecahan

masalah yang ada pada masa sekarang. Data gejala yang dikumpulkan mula-mula disusun,

diuraikan, dianalisis serta selanjutnya menerima alternatif pemecahan masalah.

B. Fokus PenelitianSalah satu faktor penting dalam suatu penelitian adalah menentukan fokus penelitian.

Perlunya fokus penelitian ini adalah untuk membatasi studi dalam penelitian sehingga obyek

yang akan diteliti tidak melebar dan terlalu luas. Fokus penelitian ini juga ditujukan agar

penelitian ini bisa lebih terarah dan lebih terinci serta tidak menyimpang dari rumusan

masalah yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka fokus dalam penelitian ini

adalah :

1. Kondisi keluarga pengemis, yang didalamnya berisi:

a. Hubungan baik dengan keluarga

2. Hubungan sesama pengemis, yang didalamnya berisi:

a. Interaksi dan pola kerja antar pengemis

3. Faktor-faktor yang menyebabkan menjadi pengemis.

Page 19: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

C. Lokasi dan Situs PenelitianLokasi penelitian adalah tempat diadakannya suatu penelitian, sedangkan situs

penelitian merupakan letak sebenarnya dimana peneliti mengadakan penelitian untuk

mendapatkan data yang valid, akurat dan benar-benar dibutuhkan dalam penelitian. Peneliti

juga diharapkan dapat menangkap keadaan yang sebenarnya dari obyek yang diteliti

termasuk ciri-ciri lokasi, lingkungannya serta segala kegiatan yang ada di dalamnya. Lokasi

penelitian ini dipilih berdasarkan atas meningkatnya jumlah pengemis di Kota Malang setiap

tahunnya. Sehingga lokasi penelitian meliputi di kawasan Alun-Alun kota, perempatan di

Jalan Veteran.

Kemudian situs penelitian oleh ditetapkan melalui dua syarat yang antara lain (1)

berlandaskan pada lokasi penelitian, dan (2) berdasarkan asumsi awal peneliti mengenai

kehidupan pengemis. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dan kemudian

menetapkan pengemis di Kota Malang sebagai situs penelitian. Pemilihan situs penelitian

berdasarkan kehidupan pengemis tersebut juga mempertimbangkan keobyektifan data yang

akan diambil peneliti baik dari sudut pandang pembuat kebijakan maupun pihak-pihak

terdampak kebijakan. Namun demikian, situs penelitian tersebut dapat kemudian bertambah

ataupun berkurang seiring dengan berjalannya proses penelitian di lapangan.

D. Jenis dan Sumber DataSumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam

penentuan metode pengumpulan data. Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah

subyek dari mana saja data dapat diperoleh (Arikunto, 2002, h.107). alat yang menjadi

sumber informasi adalah benda atau seseorang yang dapat dijadikan sebagai narasumber data

karena lebih dianggap menguasai bidang permasalahan yang berhubungan erat dengan

pelaksanaan suatu kegiatan. Ada dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder

dan data primer. Kedua data tersebut sangat penting atau diperlukan untuk kegiatan sejumlah

informasi yang relevan dengan data tentang variabel-variabel penelitian dan untuk

menyederhanakan data yang akan dikumpulkan, agar dalam penelitian dapat membuat

kesimpulan-kesimpulan dari data yang dikumpulkan. Penjelasan mengenai jenis data sebagai

berikut :

1. Data primer

Yaitu sumber data yang dikumpulkan peneliti secara langsung dari sumbernya.

Sumber tersebut diperoleh melalui informan yang berhubungan dengan obyek penelitian

Page 20: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

meliputi observasi (pengamatan) serta wawancara mendalam (in depht interview) dengan

para pengemis yang berada di Kota Malang. Selain itu wawancara juga dilakukan kepada

masyarakat mengenai pengemis di Kota Malang.

Alasan penulis mengambil mengambil kehidupan pengemis di Kota Malang sebagai

Studi Kasus di penulisan ini adalah :

a. Merebaknya jumlah pengemis di Kota Malang.

b. Belum ada solusi yang konkrit dari Pemerintah kota dalam mengatasi

persoalan pengemis di Kota Malang.

2. Data sekunder

Adalah data yang terlebih dahulu ditelusuri dan dilaporkan oleh orang lain di luar

peneliti. Berarti data ini tidak secara langsung berhubungan dengan responden. Data sekunder

meliputi : dokumen-dokumen, arsip-arsip, catatan-catatan dan laporan resmi yang berkaitan

dengan penelitian ini. Data sekunder diambil dari rekaman kegiatan sehari-hari pengemis.

Selain itu akan dilakukan kroscek dengan jenis data lain seperti rekaman media massa, jurnal-

jurnal atau sumber lain.

E. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data merupakan teknik atau metode yang digunakan oleh

penulis untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, teknik

penelitian yang digunakan di bedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Observasi

Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (benda)

atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-

individu yang diteliti (Indriantoro dan Supomo, 1999). Teknik observasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, yakni peneliti tidak melibatkan diri

dalam lingkungan yang sedang diamati sehingga mempengaruhi obyek amatan tersebut,

peneliti hanya sebagai pengumpul data saja. Yang akan diamati dalam proses observasi ini

akan dilakukan secara fleksibel melihat kondisi obyek dan lokasi penelitian. Pengamatan

yang dilakukan oleh peneliti menyesuaikan dengan obyek penelitian dan berlandaskan teori

dan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti. Peneliti akan menggunakan catatan lapangan

yang merupakan catatan-catatan digunakan untuk mecatat informasi yang diperoleh selama

Page 21: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

melakukan penelitian di lapangan. Instrumen ini digunakan agar peneliti dapat terhindar dari

kesalahan akan apa yang telah diamati. Berikut adalah deskripsi pengamatan di lapangan

Pagi Sebelum memulai aktivitasnya sebegai pengemis, Sumarti menyiapkan

bekal dan peralatan yang dibutuhkan. Kemudian setelah sarapan

seadanya, Sumarti dan Basir berpencar, Sumarti mengeis di daerah alun-

alun kota, sedangkan Basir mengemis di perempatan Jl. Veteran. Mereka

mengemis sampai jam 11-12 siang.

Sore Setelah istirahat siang, mereka melanjutkan kegiatan mengemis mereka di

tempat yang berbeda lagi. Basir di daerah perempatan dieng, sedangkan

Sumarti di daerah arjosari.

Malam Di malam harinya mereka mengemis bersama di daerah Soekarno-Hatta

sampai jam 10 malam.

2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan pertanyaan

secara lisan kepada subyek penelitian (Indriantoro dan Supomo, 1999, h.157). dalam

melakukan wawancara, peneliti menggunakan teknik wawancara secara terstruktur untuk

memudahkan dalam mendapatkan data secara maksimal. Akan tetapi setelah di lapangan,

peneliti akan mencoba untuk lebih fleksibel bila arah wawancara mulai berubah dengan

melakukan wawancara secara spontan dan mengalir. Wawancara ini akan dilakukan terhadap:

a. Basir;

b. Sumarti.

3. Dokumentasi

Kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data-data sekunder yang meliputi

dokumen atau arsip-arsip yang dianggap berhubungan dengan obyek penelitian. Dokumen-

dokumen yang ada dipelajari untuk memperoleh data dan informasi dalam penenlitian ini.

Dokumen tersebut meliputi laporan atau berbagai artikel dari majalah, koran atau jurnal yang

berkaitan dengan topik penelitian.

Page 22: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

F. Instrumen PenelitianInstrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya

mengumpulkan data. Dalam penelitian kualitatif, Moleong (2009:4) mengemukakan bahwa

“instrumen penelitian atau alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri. Jika tidak

memasukkan peneliti sebagai instrumen penelitian, sangat tidak mungkin sebab tidak dapat

menyesuaikan diri dengan fakta-fakta di lapangan. Jadi dalam penelitian ini peneliti

merupakan instrument pokok, sedangkan instrumen penunjangnya adalah:

1. Pedoman wawancara (interview guide), yaitu serangkaian pertanyaan diajukan

pada pihak-pihak sumber data dalam penelitian.

2. Catatan lapangan (field notes), dipergunakan untuk mencatat apa yang didengar,

dilihat, dialami dan dipikirkan dalam pengumpulan data di lapangan.

3. Pedoman observasi (observation schedule), yaitu serangkaian arahan atau pedoman

dalam melakukan observsi yang disusun berdasarkan pertanyaan penelitian.

4. Alat perekam (tape recorder) sebagai alat bantu untuk merekam hasil wawancara

dan kamera sebagai bahan bantu penulis mengamati kejadian di lapangan.

5. Alat tulis, sebagai alat bantu dalam pencatatan hal-hal penting di lapangan.

G. Metode Analisis DataAnalisis data sangat penting karena dengan melakukan analisis data, maka data dapat

dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir peneliti.

Analisis data untuk data-data yang bersifat kualitatif dilakukan dengan cara

menggambarkannya dengan kata-kata atau kalimat sesuai dengan hasil data yang diperoleh.

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moloeng (2009: 248), analisis data kualitatif adalah

upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisir data, memilah-

milahnya menjadi suatu yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

Analisis data yag digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data interaktif.

Sejalan dengan analisis interaktif yang dimaksud, maka dalam penelitian ini bertujuan untuk

menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat. Adapun alur kegiatan analisis data

interaktif menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010: 15-17) meliputi:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk

memperoleh data yang valid. Pengumpulan data ini dilakukan melalui

Page 23: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, observasi ke

lapangan dan dokumentasi.

2. Reduksi Data

Reduksi data yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menajamnkan,

menggolongkan, membuang data yang dianggap tidak perlu, dan mengorganisasi

data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan proses

penarikan kesimpulan atau verifikasi.

3. Penyajian Data

Penyajian data yaitu berisi sekumpulan informasi tersusu yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau veifikasi. Dengan melihat

penyajian data, kita dapat memahami apa yang terjadi dan apa yang harus

dilakukan.

4. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi

Proses penarikan kesimpulan atau verifikasi ini dilakukan secara longgar, tetapi

terbuka dan dirumuskan secara rinci dan mengakar. (Sumber: Miles dan

Hubberman dalam Sugiyono (2010: 20)).

Penyajian data

Reduksi Data

Menarik kesimpulan

Pengumpulan dataPengumpulan data

Tabel 2. Model Analisis Data Interaktif (Miles dan Hubberman dalam Sugiyono (2010: 20)

Page 24: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor penyebab pengemisPada dasarnya ada lima faktor sebagai penyebab utama, mengapa mereka melakukan

praktek mengemis. Kelima faktor yang dimaksud diantaranya faktor mental, faktor ekonomi,

faktor sempitnya lapangan pekerjaan, faktor krisisnya air serta faktor pendidikan. Faktor-

faktor tersebut secara simultan dapat memberi tekanan yang begitu besar pada anak, apa lagi

perhatian yang sangat kurang sehingga ia meninggalkan rumah dan mencari kebebasan,

perlindungan dan dukungan dari “jalanan” dan dari rekan- rekan senasibnya.

1. Faktor pendidikan

Relatif rendahnya tingkat pendidikan warga sebagai akibat dari rendahnya kesadaran

warga untuk menyekolahkan anaknya. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor perekonomian

mereka yang begitu rendah. Dengan rendahnya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi

perkembangan mental mereka. Mestinya pendidikan harus sudah diberikan kepada anak sejak

dini sehingga hal itu merupakan penanaman mental terhadap anak-anak tersebut sebagai

generasi penerus bangsa. “Bagaimana mau mencari kerja sekolah saja tidak” itulah ungkapan

yang sering kita dengar pada anak-anak yang putus sekolah dan pada orang-orang yang tidak

mengenal dunia pendidikan. Sehingga faktor ini akan berpengaruh pada faktor-faktor lainnya

seperti mental, faktor pendidikan, lapangan pekerjaan dan lain sebagainya.

2. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi sangat mempengaruhi hadirnya pengemis. Taraf perekonomian

mereka yang rata-rata sangat rendah juga merupakan salah satu faktor untuk melakukan

praktek pengemis. Dengan kondisi geografis yang tandus menyebabkan tidak bisanya lahan

pertanian yang dimiliki digarap secara maksimal.

3. Faktor sempitnya lapangan pekerjaan

Tidak adanya lapangan pekerjaan yang tersedia di daerah tersebut yang mampu

mengadopsi mereka untuk mendapatkan penghasilan tiap bulannya. Bahkan untuk makan

sehari-hari pun sangat sulit. Walaupun dari kebanyakan mereka punya lahan pertanian yang

mestinya bisa digarap namun mereka tidak dapat menggarap secara maksimal terutama pada

musim kemarau. Apalagi bagi kebanyakan orang yang tidak mempunyai lahan untuk bisa ia

garap.

4. Faktor mental

Page 25: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

Faktor mental juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap maraknya

pengemis di mana-mana. Mental sangat berpengaruh terhadap cara orang untuk menghadapi

kehidupan termasuk para pengemis. Dari sisi ekonomi sesungguhnya taraf kehidupan para

pengemis sama dengan penduduk sekitarnya yang tidak menjadi pengemis dan bahkan ada

penduduk disekitarnya memiliki taraf perekonomian yang lebih rendah dari parapengemis.

Namun karena mental yang begitu rendah mereka lebih memilih untuk menjadi pengemis

dari pada untuk menjadi buruh bangunan atau mengolah tanah yang dimiliki. Faktor mental

terjadi disebabkan akibat tidak adanya penanaman moral yang baik sejak usia dini. Ini

sebagai akibat dari rendahnya mutu pendidikan. Sehingga dengan mental yang lemah, mudah

bagi para pengemis untuk melakukan cara yang lebih mudah untuk mendapatkan uang untuk

kelangsungan hidup keluarganya dengan melakukan praktek mengemis di kota-kota, seperti

Kota Malang. Bahkan tidak menutup kemungkinan terdapat pengemis yang melakukan

kejahatan untuk memenuhi kebutuhannya seperti mencuri, mencopet dan lain sebagainya.

5. Faktor krisisnya air

Jika kita lihat secara kasat mata mungkin orang-orang berpikiran faktor ini tidaklah

berpengaruh terhadap keberadaan pengemis. Namun, kekurangan air merupakan masalah

klasik yang dihadapi oleh warga daerah pedalaman. Air sebagai kebutuhan pokok manusia

begitu sulit untuk diperoleh warga terlebih warga yang berada di daerah pedalaman (tempat

pengemis berasal). Walaupun bisa mendapatkan air mereka harus membeli dengan harga

yang mahal. Ada juga warga butuh waktu seharian untuk mendapatkan air untuk kebutuhan

mereka. Karena itu kendala air ini merupakan masalah yang utama dan pertama-tama mesti

ditanggulangi. Masalah air sangat berpengaruh terhadap kebutuhan manusia yang tidak

terpenuhi baik untuk mengolah lahan, kebutuhan minum, sehingga kejadian inilah yang

nantinya berakibat pada faktor-faktor lainnya sepertimental, lapangan pekerjaan,

perekonomian dan lain sebagainya.

B. Pola Kerja Para PengemisAktivitas mengemis yang dilakukan pada umumnya dilakukan pada pagi, sore dan

malam hari selain tidak panas ada tempat-tempat tertentu cukup ramai misalnya di alun-alun.

Dalam melakukan aktivitasnya sebagai pengemis, mereka tidak pernah berpencar terlalu jauh,

bahkan kadang-kadang mereka berkumpul atau bergerombol sambil

bersendagurau. Hubungan atau interaksi antara sesama pengemis berkaitan dengan pola-pola

kerja mereka dalam melakukan aktivitas mengemis. Interaksi mereka cukup baik dan bisa

Page 26: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

bekerja sama. Hal ini merupakan upaya mereka dalam mengantisipasi dan menghadapi

tantangan yang mungkin ada di lapangan. Misalnya dalam menentukan tempat operasi,

mereka selain merundingkan terlebih dahulu jika mau berpindah tempat dan selalu bersama-

sama. Jika salah satu mendapat dari seseorang, maka ada kecenderungan yang lain ikut

meminta pada orang yang sama, kadang kala mereka tidak mau pergi sebelum orang yang

dimintai uang belum memberikan uang. Bahkan sampai memegang baju orang yang akan

dimintai sumbangan. Orang-orang yang dimintai uang bisa saja orang yang sedang berjalan,

orang-orang yang sedang makan di pedagang kaki lima, orang yang sedang melakukan parkir

sepeda motor atau kendaraan, orang yang sedang menunggu pesanan jadi disenggol-senggol,

baik wanita maupun pria. Hal ini lah yang menyebabkan kerugian bukan hanya pada

konsumen namun juga para penjual atau pedagang karena keberadaan pengemis ini akan

mengganggu kerja dari para pedagang di samping itu pelanggan akan merasakan bahwa

tempat ia melakukan pembelian barang atau makanan tidak baik. Dalam meminta uang

kepada orang-orang di daerah operasi mereka, pengemis tersebut acap kali tanpa berucap

namun mengulurkan tangannya yang menandakan meminta uang atau sumbangan pada

orang-orang. Dengan nada pelan pula para pengemis mengatakan “Pak Minta”, “Bu Minta”.

Saya juga menemukan pengemis yang tiada bersuara namun duduk diam di suatu tempat.

Namun demikian meskipun mereka menentukan jumlahnya, jika yang dimintai uang

memberi uang tidak sesuai dengan yang dimintanya pengemis tersebut tetap menerimanya

dan segera beranjak dari tempat tersebut. Ada juga pengemis yang meminta uang tidak

menentukan berapa jumlahnya, namun  diserahkan kepada orang yang dimintai uang. Jadi

jumlahnya bergantung pada keikhlasan orang yang dimintai orang. Para pengemis tersebut

tidak yang mengetuai yang mana memiliki peran sebagai pelindung mereka, yang menjadi

bos bagi mereka adalah diri mereka sendiri, sehingga kegiatan tidak diorganisir oleh orang

lain, namun atas kemauan mereka sendiri. Jadi kasus di Kota Malang berbeda dengan yang

ada di kota-kota besar seperti di Jakarta, yang kemungkinan kegiatan mereka terorganisir.

C. Kondisi Keluarga Para PengemisKeluarga adalah hal yang paling pertama dan yang paling utama di mana para

pengemis itu di didik dan dibesarkan. Keberadaan pengemis tidak bisa dilepaskan dari

keberadaan keluarga mereka. Keluarga yang dimaksud yaitu kedua suami/istri, anak-anak,

dan keluarga-keluarga lainnya seperti paman, saudara, kakek, nenek dan sebagainya. Melihat

bahwa aktifitas mengemis yang dilakukan sering kali diikuti salah satu keluarga yakni

Page 27: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan pengemis tersebut dengan keluarganya bisa

dikatakan relatif baik. Minimal mereka mengemis mendapat legalitas darikeluarganya.

Ditinjau dari sisi ini jelas sekali menampakkan bahwa ada hubungan baik dengan pihak

keluarganya meskipun mereka berada dijalanan.

D. Peran Pemerintah dalam Mengatasi Masalah PengemisPeran pemerintah dalam menanggulangi masalah gepeng adalah denganmembuat

kebijakan sosial. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yangdibuat untuk

merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni menangani masalahsosial dalah hal ini

menangani masalah gepeng. Sebagai kebijakan publik,kebijakan sosial memiliki dua fungsi

yaitu fungsi preventif (pencegahan) dan fungsikuratif (penyembuhan).

1. Fungsi Preventif (Pencegahan)

Fungsi Preventif menyangkut pencegahan terhadap masuknyapengemis ke Kota

Malang.

a. Bantuan Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan ada beberapa bantuan yang telah diberikankepada

warga antara lain:

1. Bantuan berupa pakaian sekolah dan alat tulis kepada semua

murid.Bantuan ini diberikan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi

Balisetiap tahunnya.

2. Bantuan berupa buku pelajaran, buku agama, sarana laboratorium,

dansarana olahraga.

b. Bantuan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Bantuan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan

caramembentuk kelompok usaha bersama (KUBE). Setiap kelompok

beranggotakan 10 KK. Setiap kelompok KUBE mendapat bantuan bibit

ternak sapi oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Timur.

c. Bantuan Pemberian Keterampilan

Bantuan pemberian keterampilan diberikan berupa keterampilan

membuat anyaman dengan bahan baku daun lontar. Juga diberikan

bantuanketerampilan cara pembuatan gula aren.

d. Bantuan Air Bersih

Bantuan air bersih dengan pembuatan sumur bor.

Page 28: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

e. Bantuan Perbaikan Jalan

Bantuan perbaikan jalan direalisasikan dengan pengaspalan pada

jalan- jalan yang belum di aspal.

f. Bantuan Bedah Rumah

Bantuan bedah rumah diberikan oleh Gubernur Bali sehingga layak

untuk ditempati.

 

2. Fungsi Kuratif (Penyembuhan)

Fungsi kuratif menyangkut penanganan yang dilakukan oleh pemerintah dalam

menangani masalah pengemis. 

a. Pengadaan Razia

Pengadaan razia dilakukan oleh Satpol PP di KotaMalang. Dalam hal ini

terjadi koordinasi antara Dinas Kesejahteraan Sosial dengan Satpol PP.

Dinas Kesejahteraan Sosial memberikan informasi tentang keberadaan

pengemis kepada Satpol PP, kemudian yang berwenang mengadakan

razia adalah Satpol PP.

Bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan masalah pengemis. Di zaman krisis

ekonomi global seperti sekarang, ditambah lagi dengan semakin banyaknya pertumbuhan

jumlah penduduk, tidak sedikit masyarakat yang merasa kesulitan dalam memenuhi

kebutuhannya. Sehingga banyak di antara mereka yang terpaksa harus hidup di jalanan untuk

bertahan hidup. Misalnya dengan menjadi pengemis. Selama ini, razia yang dilakukan oleh

Satpol PP belum efektif. Terbukti dengan masih banyaknya pengemis yang masih berkeliaran

di Kota Malang.

b. Penampungan Pengemis

Pengemis yang terjaring razia oleh Satpol PP dibawa ke Dinas

Kesejahteraan Sosial. Di Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Malang,

pengemis yang terjaring razia ditempatkan di halaman Dinas

Kesejahteraan Sosial Kota Malang.

c. Pemberian Bimbingan Mental

Pemberian bimbingan mental dilakukan langsung di Dinas Kesejahteraan

Sosial Kota Malang dengan mengundang tokoh agama dari Departemen

Agama Kota Malang, Polisi, Satpol PP, dan dari Dinas Kesejahteraan

Sosial sendiri.

Page 29: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

d. Pemulangan Pengemis

Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Malang hanya dapat melakukan

pemulangan pengemis ke daerah asal karena pengemis yang terjaring

berasal dari luar Kota Malang. Pengemis dibawa ke Dinas Kesejahteraan

Sosial di daerah asal. Pemulangan hanya dilakukan maksimal 8 kali per

tahun dan menggunakan anggaran APBD. Kalau pemulangan yang

dilakukan kurang dari 8 kali per tahun, maka sisa dana dari APBD akan

dikembalikan.

E. Peran Mahasiswa dalam Mengatasi Masalah PengemisMahasiswa merupakan insan akademisi bangsa yang menjadi penerus bangsa dimasa

yang mendatang. Oleh karena itu diperlukan beberapa peranan mahasiswa untuk menanganai

permasalahan sosial seperti pengemis yang kian marak di Kota Malang. Universitas

Brawijaya merupakan sebuah unviversitas yang memiliki ribuan mahasiswa dari berbagai

wilayah dan golongan serta terdiri dari berbagai jurusan yang seharusnya mampu membantu

pemerintah dalam menanganani permasalahan pengemis ini. Berbagai upaya yang dapat

dilakukan oleh mahasiswa terutama mahasiswa Brawijaya untuk menangani permasalahan

pengemis ini antara lain:

a. Organisasai Kemahasiswaan

Organisasai kemahasiswaan (ormawa) di Brawijaya sangat banyak, mulai dari

himpunan mahasiswa jurusan (HMJ), Senat Mahasiswa Fakultas (SMF), Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM), Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), dan Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM). Seluruh ormawa ini memiliki program kerja berupa pengabdian pada

masyarakat (P2M) dan bakti sosial. Pada program kerja

tersebut dapat disisipkan suatu kegiatan berupa “gerakan bebas pengemis diKota Malang”.

Gerakan ini terdiri dari berbagai kegiatan dibawah kordinasi BEM, sehingga seluruh ormawa

dapat dikumpulkan dan mempunyai visi yang sama. Kegiatan-kegiatan yang dapat

dilaksanakan antara lain:

1. Pemasangan Sepanduk dan Brosur

Salah satu peran mahasiswa untuk mengatasi permasalahan pengemis ini adalah

dengan memasang sepanduk di tempat-tempat strategis yang berisi himbauan

kepada masyarakat untuk tidak memberikan sesuatu kepada pengemis atau

larangan pengemis memasuki area ini agar masyarakat sadar mengenai

permasalahan pengemis ini. Selain itu ditempat-tempat terpencil dapat dibuatkan

Page 30: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

brosur-brosur yang dapat dibaca oleh warga di pedesaan sehingga seluruh lapisan

masyarakat akan mengetahui dampak dari pengemis, sehingga mereka mampu

menunjukkan sikap terhadap para pengemis yang ditemuinya. Salah satu brosur

yang dapat dibuat adalah:

Jika selruh ormawa dilibatkan dalam kegiatan ini pasti seluruh Kota Malang akan

dihiasi dengan brosur-brosur dan himbauan-himbauan yangdapat menyadarkan masyarakat.

2. Penyuluhan Berbasis Lapangan Kerja

Pengemis-pengemis yang sering mangkal di Kota Malang sebagian besar tidak

mempunyai lapangan kerja oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan ketrampilan

sesuai kesenangan dan kegemaran dari pengemis tersebut. Mahasiswa dapat

melakukan kegiatan ini dengan mencari pembicara yang tepat sesuai bidang kajian

mengingat di Brawijaya banyak terdapat dosen-dosen yang mahir dalam dunia

wirausaha.

3. Seminar Terbuka Untuk para Siswa

Mahasiswa Brawijaya dapat menyelenggarakan seminar bagi siswa-siswa di Kota

Malang. Tujuan dari seminar ini adalah untuk menanamkan sikap kepada para

siswa mengenai pengemis. Biasanya mereka belum mengetahui secara pasti

dampak yang ditimbulkan mengenai pengemis ini, sehingga mereka biasanya

sangat mudah tergerak hatinya untuk memberikan uang kepada pengemis tersebut.

PENGEMIS DILARANG MASUK DI AREA INI

Page 31: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULANBerdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan

sebagaiberikut.

1. Banyak tempat-tempat strategis yang djadikan sebagai lahan yang sangat bagus

bagi para pengemis di Kota Malang diantaranya tempat keramaian yang banyak

dikunjungi oleh masyarakat.

2. Yang menjadi latar belakang kenapa banyak pengemis di Kota Malang yaitu

faktor mental, faktor kekurangan tempat kerja, faktor ketersediaan air bersih

(lokal) serta faktor pendidikan.

3. Pola interaksi atau pola kerja meminta-minta dari pengemis adalah adanya kerja

sama diantara sesama para pengemis.

4. Adapun peran pemerintah dalam menangani masalah pengemis-pengemis ini

adalah ada penanganan secara preventif dan secara kuratif.

A. SARAN

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut.

1. Bagi pemerintah diharapkan agar membuat suatu Ranperda (Rancangan Peraturan

Daerah) untuk diajukan ke DPRD sebagai lembaga legislative untuk dibahas dan

disahkan. Raperda ini terkait dengan upaya meminimalisasi keberadaan pengemis

di setiap daerah khususnya di Kota Malang.

2. Bagi masyarakat dihimbau agar tidak memberikan sesuatu dalam bentuk apapun

kepada para pengemis kecuali bagi para pengemis yang memiliki cacat fisik

sehingga nantinya para pengemis tersebut merasa jera karena tidak mendapatkan

apa-apa.

3. Disarankan bagi pemerintah agar diadakan lokalisasi khusus bagi pengemis dan

mengadakan pelatihan keterampilan bagi para pengemis sehingga memiliki bekal

dan giat untuk berusaha bekerja dan bisa mengusahakan adanya sosialisasi kepada

pengemis agar sadar bahwa profesi yang mereka lakukan kurang baik.

4. Membuat baliho atau papan pengumuman yang diletakkan di tempat-tempat

strategis yang berisi himbauan kepada masyarakat untuk tidak memberikan

sesuatu kepada pengemis atau larangan gpengemis memasuki area ini.

Page 32: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

5. Bagi pemerintah agar mengalokasikan anggaran untuk pembuatan rumah singgah

untuk meningkatkan profesionalitas kerja Dinas Kesejahteraan Sosial dalam

menangani gepeng.

6. Bagi aparat yang berwenang agar mengadakan razia dan pengawasan secara ketat

sehingga meminimalkan terdapatnya pengemis di kawasan-kawasan yang dapat

mengganggu ketenangan orang banyak.

Page 33: KATA PENGANTAR - Universitas Brawijayablog.ub.ac.id/abiridho/files/2013/11/TUGAS-PROPOSAL.docx · Web viewproses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper

DAFTAR PUSTAKA

INTERNET

Wikipedia. Keluarga. (online) Dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga (20 Oktober 2012)

Intan Wahyu Megasari. Karakteristik pengemis jalanan di Kota Malang. (online) Dari :

http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/karakteristik-pengemis-jalanan-di-

kota-malang-intan-wahyu-megasari-37497.html (20 Oktober 2012)

JURNAL

Jurnal Penelitian : Saptono Iqbali. “Gelandangan – Pengemis (GEPENG) di Kecamatan

Kubu Kabupaten Karangasem”.