Kata Penganta1
description
Transcript of Kata Penganta1
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan
judul “Tonsilitis”.
Referat ini disusun untuk melengkapi tugas di kepanitraan klinik ilmu
penyakit Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher (THT-KL) di Rumah Sakit
Moh.Ridwan Meuraksa, Jakarta. Dalam menyelesaikan tugas referat ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada, Kolonel (Purn) dr. Tri Damijatno, Sp.THT,
LetKol CKM dr. Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp.THT-KL dan Mayor CKM dr. M.
Andi Fathurakhman, Sp. THT-KL sebagai pembimbing referat penulis di
Kepaniteraan Klinik THT-KL Rumah Sakit Moh.Ridwan Meuraksa, Jakarta.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan referat yang penulis buat ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
Terima kasih.
Jakarta, Desember 2014
Penyusun,
2
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Jaringan limfoid yang mengelilingi faring, pertama kali digambarkan
anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi Jerman. Jaringan
limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar
limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding
faring posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s).
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring atau Gerlach’s tonsil). Sedangkan menurut Reeves (2001)
tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
Tonsilektomi adalah pengangkatan tonsil dan struktur adenoid, bagian jaringan
limfoid yang mengelilingi faring melalui pembedahan.
Berdasarkan pengertian di atas kesimpulan dari penulis adalah tonsilitis
merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri ataupun
virus, prosesnya bisa akut atau kronis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 EMBRIOLOGI
Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan germinal entoderm dan
mesoderm, dimana entoderm akan membentuk bagian epitel sedangkan mesoderm
akan tumbuh menjadi jaringan mesenkim tonsil.
Pada masa perkembangan janin, faring akan tumbuh dan meluas ke arah
lateral dimana kantung kedua akan tumbuh ke arah dalam dari dinding faring yang
selanjutnya akan menjadi fossa tonsilar primitif yang terletak antara arkus
brakialis kedua dan ketiga. Fossa tonsilaris ini akan terlihat jelas secara
makroskopis pada minggu keenambelas.
Gambar.1 Embriologi Tonsil
Pilar tonsil dibentuk oleh arkus brakialis kedua dan ketiga melalui
pertumbuhan ke arah dorsal atau palatum molle. Kripta-kripta tonsil akan tumbuh
secara progresif saat usia janin tiga sampai enam bulan, sebgai massa yang solid
yang tumbuh ke arah dalam dari permukaan epitel dan selanjutnya tumbuh
4
bercabang-cabang dan berongga. Sedang limfosit-limfosit muncul dekat susunan
epitel kripta pada bulan ketiga, lalu tumbuh secara terorganisir sebagai nodul-
nodul setelah janin berusia enam bulan.
II.1.2 ANATOMI
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsn arcus glossopharingicus.3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium
tuba auditiva.5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla pharingica dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer.
1. Tonsil palatinaTonsil palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsil.Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah : Anterior : Arcus palatoglossusPosterior : arcus palatopharyngeusSuperior : palatum moleInferior : 1/3 posterior lidahMedial : ruang orofaringLateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.
5
Gambar 2. Anatomi Tonsil
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial bentuknya bervariaso dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Di dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering disebut kapsul tonsil, yang tidak melekat erat pada otot faring.
Vaskularisasi
Perdarahan arteri yang memperdarahi tonsila adalah A. Tonsilaris, sebuah cabang dari arteri facialis. Vena menembus m. Constrictor pharyngis superior dan bergabung dengan v. Palatina externa, v. Pharyngealis, atau v.facialis. Aliran limfe bergabung dengan nodi lymphoidei profundi. Nodus yang terpenting adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan dibelakang angulus
mandibulae. Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui
ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.
2. Tonsil faringeal (adenoid) Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk faringeus. Adenoid tidak mempunyai
6
kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi
C) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.
II.1.3 FISIOLOGI
Fungsi Faring (Tonsil) dalam Proses Pertahanan Tubuh
Fisiologi Tonsil
Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam
fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara
pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil
memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal
resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum
germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah
mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan
masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas
sistem imun. Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran
fungsi tonsil yang disertai proses involusi.
Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesifik dan non spesifik.
1. Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik
Mekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan
kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa
tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah
dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman
7
dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel
fagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan
kepekaan bakteri terhadap fagosit.
Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel fagosit akan bergerak
mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara memasukkannya dalam suatu
kantong yang disebut fagosom. Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan
bakteri. Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan
konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan
membentuk H2O2, yang bersifat bakterisidal. H2O2 yang terbentuk akan masuk ke
dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan
proses oksidasi.
Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan
bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya
mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan
menghancurkan bakteri dengan proses digestif.
2. Mekanisme Pertahanan Spesifik
Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan
tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah.
Tonsil dapat memproduksi Ig-A yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal
terhadap organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid juga dapat
menghasilkan Ig-E yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit,
dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu
histamin.
Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan Ig-E, sehingga
permukaan sel membrannya akan terangsang dan terjadilah proses degranulasi.
Proses ini menyebabkan keluarnya histamin, sehingga timbul reaksi
hipersensitifitas tipe I, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema.
Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa Ig-E dihasilkan
dari plasma sel, terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid,
dan kripta tonsil.
8
Mekanisme kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke dalam proses
immunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus, Ig-A mencegah
terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu Ig-A merupakan barier untuk
mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.
Jaringan Limfoid Hipofaring tersebar di seluruh permukaan mukosa hipofaring
sebagai kumpulan massa yang kecil-kecil (folikel limfoid), dan tidak ada jaringan
limfoid spesifik pada daerah ini.
Jaringan Limfoid Laring memegang peranan yang sangat penting dalam klinik
terutama hubungannya dengan proses keganasan.
Daerah Glotik, terdiri dari serabut-serabut elastik, sehingga tidak memiliki
jaringan limfoid
Daerah Supraglotik, memiliki jaringan limfoid yang banyak terutama pada
plika ventrikularis. Aliran limfatiknya berawal dari insersi anterior plika
arieloglotika dan berakhir sebagai pembuluh yang lebih kecil sepanjang
bundle neurovascular laryng. Jaringan limfoid supraglotik ini bertanggung
jawab terhadap metastase karsinoma bilateral dan kontralateral.
Jaringan limfoid Infraglotik, tidak sebanyak di supraglotik tetapi dapat terjadi
invasi karsinoma bilateral dan kontralateral melalui jaringan limfoid pre dan
paratrakeal.
Seluruh jaringan limfoid daerah laring seluruhnya bermuara ke jaringan
limfoid servikal superior dan inferior dalam.
II.2 TONSILITIS
II. 2. 1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin weldeyer. Cincin weldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adnoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius ( lateral band dinding faring/ gerlach’s tonsil) .
9
II. 2. 2. Epidemiologi
Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur, Terutama sering terjadi pada anak-anak usia lima sampai sepuluh tahun, penyebaran infeksi dapat melalui udara (air borne droplets), tangan, dan ciuman.
II. 2. 4. Etilogi
a. Tonsilitis viral penyebab tersering virus Epstein Barr (EBV)b. Tonsilitis bakterial paling sering disebabkan bakteri streptokokus beta
hemolitikus grup A, Streptokokus viridan, dan Streptokokus piogenes.c. Tonsilitis difteri disebabkan oleh kuman batang gram positif yaitu
Corynebacterium dipteriae.d. Tonsilitis kronik juga disebabkan oleh polibakterial seperti Streptokokus
alfa dan beta hemolitikus, S aureus, H influenza dan Bacteriodes.
II. 2. 5. Patofisiologi
Patofisiologinya pada tonsilitis akut : penularannya terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel ini terkikis, maka jaringan limfoid superkistal bereaksi, di mana terjadi pembendungan radang dengan infiltasi leikosit PMN.
Patofisiloginya pada tonsilitis kronik : terjadi karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga meluas menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Jadi, tonsil meradang dan membengkak, terdapat bercak abu-abu/kekuningan pada permukaan dan berkumpul membentuk membran.
II. 2. 6. Klasifikasi
Tonsilitis
kronikmembranosa akut
viral
bakterial
10
Bagan 1. Klasifikasi tonsilitis
Klasifikasi dari tonsilitis yaitu
1. Tonsilitis akut terdiri dari :a. Tonsilitis viral
Menyerupai common cold yang diserati nyeri tenggorok. Penyebab tersering virus Epstein barr (EBV) dan disebut juga tonsilitis mononukleus infeksiosa.
b. Tonsilitis bakterialMenyebabkan 15-30% kasus faringotonsilitis. Paling sering disebabkan bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, Streptokokus viridans dan streptokokus piogenes. Reaksi radang yang terjadi di tonsil menyebakan keluarnya leukosit polimorfonuklear. Kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang lepas, membentuk detritus. Detritus akan mengisi kripti dan tampak berwarna kekuningan. Bercak detritus tersebut dapat melebar membetuk pseudomembran yang menutupi tonsil.
2. Tonsilitis Membranosaa. Tonsilitis Difteri
Disebebkan oleh bakteri corynebacterium diphteriae. Kuman batang gram positif yang ditransmisikan melalui droplet udara atau kontak kulit-kulit. Paling sering ditemukan pada anak berusia sepuluh tahun (khusunya 2-5 tahun) walaupun masih mungki ditemukan pada orang dewasa. Bakteri yang ada menghasilkan endotoksin khusus yang menyebabkan nekrosis sel epitelial dan ulserasi.
3. Tonsilitis kronik
Tonsilitis kronik juga disebabkan oleh polibakterial seperti Streptokokus alfa dan beta hemolitikus, S aureus, Hinfluenza dan bacteriodes. Beberapa faktor predisposisi mencakup pajanan radiasi, kebiasaaan kebersihan mulut yang buruk, rokok, perubahan cuaca dan penggunaan obat-obatan.
II. 2. 7. Manifestasi klinis
Pada umumnya penderita mengeluh adanya rasa sakit yang terus menerus pada tenggorokan, nyeri waktu menelan atau ada sesuatu mengganjal di tenggorokan bila menelan, terasa kering dan nafas berbau.
Gejala lain yang sering dikeluhkan nyeri seringkali dirasakan ditelinga sebgai nyeri alih melalui nervus glosofaringeus, demam, tidak enak badan, sakit kepala, pernafasan bau, tidak nafsu makan.
11
1. Tonsilitis akut : penderita mengeluh sakit enggorokan dan disfagia dan pada kasus yang berat penderita dapat menolak untuk makan atau minum atau makan melalui mulut, malaise, suhunya biasanya tinggi mencapai 104 F, nafas bau, mungkin terdapat otalgia dalam bentuk nyeri alih.
2. Tonsilits bakterial : pada anak sering disertai drooling (aiu liur menetes keluar) karena sakit ssaat menelan, lebih berat lagi dapat terjadi gejala obstruksi jalan nafas yang tampak dengan mendengkur saat tertidur. Gejala biasanya membaik dalam 3-4 hari dan menetap hingga 2 minggu.
3. Tonsilitis difteri : demam subfebris, sakit kepala ,penurunan nafsu makan, tubuh melemah, nadi melambat, nyeri menelan, dalam 24 jam gejala dapat memberat hingga malaise dan sakit kepala berat , bila sejumlah banyak toksin masuk kedalam aliran darah pasien dapat hingga pucat, nadi ceapt, koma hingga kematian.
4. Angina plaut vincentDemam hingga tiga puluh sembilan derajat , sakit kepala, lemah, nyeri dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi yang mudah berdarah, hingga gangguan pencernaan.
5. Tonsilitis kronik : nafas berbau, tenggorakan terasa kering.
II. 2. 8. Diagnosis
1. Fokus pengkajian menurut firman (2006) yaitu:a. Anamnesis
a) Kaji ada riwayat penyakit sebelumnyab) Apakah pengobatan adekuatc) Kapan gejala munculd) Pola makane) Apakah rutin membersihkan mulut
b. Pemeriksaan fisika) Tonsilitis akut : pada tonsilitis viral terdaat bercak-bercak merah
pada palatum dan tonsil, pada tonsilitis bakteri : tonsil bengkak, hipermis terdapat detritus dengan berbagai bentuk, selain itu terdapat kelenjar getah bening submandibula yang membengkak dan nyeri saat penekanan.
b) Tonsilitis difteri : gejala lokal tonsil membengkak tertutup bercak putih keabuan kotor yang makin meluas membentuk membran semu(pseudomembran) yang dapat meluas hingga palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus, yang hingga dapat menyumbat jalan nafas. Seiring waktu pseudomembran yang memebentuk berwarna putih keabu-abuan tersebut melekat erat sehingga apabila diangkat akan mudah berdarah. Dalam perjalanan penyakit kelenjar getah bening leher membesar meyerupai leher sapi ( but burgemesteer/s hall (bull neck).
12
c) Tonsilitis kronik: tonsil daerah peritonsilar yang hiperemis , tonsil yang membesar dengan permukaan yang tidak rata, kripti melebar dengan berisi detritus dan pembesaran kelenjar getah bening servikal dan submandibula.
Gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0: Tonsil berada di fosa tonsil atau telah diangkat.
T1: Tonsil tidak melewati pilar faring posterior
T2: Tonsil melewati pilar posterior namun tidak melewati garis pertengahan ( imajiner antara uvula dan pilar posterior)
T3: Tonsil mencapai garis pertengahan antara uvula dan pilar posterior
T4: Tonsil saling menempel ( kissing tonsil ) atau mendorong uvula.
Gambar 3. Gradasi tonsilitis
II. 2. 9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum
a. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi (oral) .
b. Jika penyebabnya bakteri diberikan antibiotik peroral selama 10 hari , jika mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
c. Pengangkatan tonsil dilakukan jika:a) Tonsilitis terjadi sebnayak 7 kali atau lebih / tahunb) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih/ tahun dalam kurun waktu
2 tahun
13
c) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
d) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemeberian antibiotik.
Penatalaksanaan tonsilitis adalah :1. Tonsiltis akut viral : istrirahat dan minum air cukup , analgetik, jika
berat diberi antivirus2. Tonsilitis bakterial: menjaga hidrasi dan supan kalori yang adekuat,
kontrol nyeri dan demam baik dengan kompres maupun obat-obatan, obat kumur untuk menjaga hieginitas mulut, antibiotik spektrum luas.
3. Tonsilitsi difteri : antitiroksin (APS) difteri 200-1000IU/kgbb injeksi intravena atau intramuskular, penisilin 300.000 IU/hari IM untuk BB <10 kg. 600.000 IU/hari untuk BB >10 kg( selama 14 hari) . ral/injeksi 40-50 mg/hari dosis maks 2 gr/hari selama 14 hari, kortikostreroid 1,2 mg/ KgBB per hari, antipiretik, trakeostomi bila da sumbatan jalan nafas atas.
4. Tonsilitis kronis : diberikan terapi sportif berupa pemberian obat kumur .
Tonsilektomi
Berdasarkan panduan oleh American Academy of otolaryngology & head and neck surgery (AAO-HNS), indikasi tonsilektomi adalah sebagai berikut:
A. Indikasi absolut1. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur2. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta3. Biopsi di curigai keganasan4. Abses peritonsilar yang berulang atau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitar.5. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal
infeksi6. Karier difteri7. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
B. Indikasi relatif1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi
penatalaksanaan medis yang adekuat )2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang
menetap dan patogenik (karier)3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional
14
4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setalah infeksi mononukleus
5. Riwayat dema rematik yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronik dan pengendalian antibiotik yang buruk.
6. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
7. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal.
Kontraindikasi
a. Kontraindikasi absolut :a) Penyakit kelainan darah b) Penyakit sistemik yang tidak terkontrol : diabetes melitus.
b. Kontraindikasi relatif :a) Palatoschizisb) Anemia (Hb<10 gr%)c) Poliomielitis epidemikd) Usia dibawah 3 tahun.
Jenis-jenis tonsilekomi
1. Tonsilektomi dissection – snare2. Tonsilektomi metode sluder- ballenger3. Tonsilektomi metode kriogenik4. Elektrokoagulasi5. Tonsilektomi menggunakan leser.
II. 2. 10. Komplikasi
a. Abses peritonsil : terjadi dilatasi tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses terjadi beberapa hari setalh ineksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus grup A
b. Otitis media akut : dapat menyebar ketelinga tengah melalui tuba eustachius yang dapat mengarah pada ruptrure spntan gendang telinga
c. Mastoiditis akut: ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infkesi ke dalam sel-sel mastoid.
d. Laringitise. Sinusitisf. Rhinitis
15
BAB III
KESIMPULAN
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil berfungsi Filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. memicu sistemkekebalan tubuh membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis .
penyebaran infeksi dapat melalui udara (air borne droplets), tangan, dan ciumansering disebabkan bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, Streptokokus viridan, dan Streptokokus piogenes. Mikroorganisme tersebut masuk melalui epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis Reaksi radang yang terjadi di tonsil menyebakan keluarnya leukosit polimorfonuklear. Kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang lepas, membentuk detritus. Detritus akan mengisi kripti dan tampak berwarna kekuningan. Bercak detritus tersebut dapat melebar membetuk pseudomembran yang menutupi tonsil.
Tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis akut baik penyebabnya virus atau bakterial, membranosa dan kronik. Gejala yang timbul gangguan daerah tonsil dan tenggorokan biasanya nyeri tenggorok , sulit menelan.
Diagnosa tonsilitis biasanya dengan pemeriksaan fisik langsung dengan pemeriksaan orofaring.
Penatalaksanaan meliputi antibiotik, kortikostreoid , antipiretik dan tonsilektomi dapat dilakukan sesuai dengan indikasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies A, dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta. Penerbit EGC
2. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. 1990. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung
dan Tenggorok. Balai Penerbit FKUI. Edisi ke-5. Jakarta
3. Kapita selekta kedokteran Ed.IV JILID II. 2014. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
4. Snell, Richard. 2007. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 5. Jakarta : EGC