Kasus warsidi lampung

2
Kasus-Kasus Pelanggaran Berat HAM Wardisi Lampung Beberapa kasus pelanggaran berat HAM seperti peristiwa G30S, Tanjung Priok, Warsidi Lampung sampai Kasus Semanggi I dan II kemungkinan bakal digarap KKR. Mungkinkah menuai sukses? Peristiwa ini terjadi di Cihedeung, Dukuh Talangsari III, Desa Rajabasa Lama Kec. Way Jepara Lampung Tengah pada 7 Februari 1989. Kasus pembantaian ini bermula ketika Danramil 41121 Way Jepara Kapten Soetiman menerima sepucuk surat dari Camat Zulkifli Maliki. Isinya; Di Dukuh Cihedeungada yang melakukan kegiatan mencurigakan dengan kedok pengajian. Laporan dari Kepala Dusun Cihideung, Sukidi, itu kemudian dijadikan oleh Soetiman untuk memanggil tokoh pengajian itu yang bernama Anwar. Soetiman meminta agar Anwar selambat-lambatnya 1 Februari 1989 menghadap. Tapi Anwar menolak. Ia justru malah meminta agar Danramil yang datang ke tempatnya. Merasa ditolak, giliran Zulkifli sang Camat yang memanggil Anwar. Tapi juga tak diindahkan. Anwar malah memanggil Muspika agar datang ke tempatnya. Kemudian pada 5 Februari 1989, sekitar enam pemuda desa Cihideung yang sedang ronda disergap oleh tentara. Saat itu pihak aparat berhasil menyita 61 pucuk anak panah dan ketapel kayu. Sehari setelah itu, Kasdim 0411 Lampung Tengah, Mayor E.O Sinaga, mengajak Soetiman, Zulkifli dan Letkol Hariman S. (Kakansospol) dan beberapa staf CPM ke Cihideung untuk memenuhi undangan Anwar. Ternyata, sesampainya di sana mereka malah dihujani anak panah. Soetiman tewas. Pada hari yang sama, di tempat yang lain, sekelompok orang menyerang Pos Polisi yang menjaga hutan lindung di Gunung Balak. Dua polisi terluka. Kepala Desa Sidorejo, Santoso Arifin dibunuh. Malam harinya sebuah oplet di jalan Sri Bawono disergap gerombolan. Sopir opelet dibunuh dan kernet dilukai. Pratu Budi Waluyo yang kebetulan berada di lokasi

description

lampung

Transcript of Kasus warsidi lampung

Kasus-Kasus Pelanggaran Berat HAM

Kasus-Kasus Pelanggaran Berat HAMWardisi Lampung

Beberapa kasus pelanggaran berat HAM seperti peristiwa G30S, Tanjung Priok, Warsidi Lampung sampai Kasus Semanggi I dan II kemungkinan bakal digarap KKR. Mungkinkah menuai sukses?

Peristiwa ini terjadi di Cihedeung, Dukuh Talangsari III, Desa Rajabasa Lama Kec. Way Jepara Lampung Tengah pada 7 Februari 1989. Kasus pembantaian ini bermula ketika Danramil 41121 WayJepara Kapten Soetiman menerima sepucuk surat dari Camat Zulkifli Maliki. Isinya; Di DukuhCihedeungada yang melakukan kegiatan mencurigakan dengan kedok pengajian. Laporan dari Kepala Dusun Cihideung, Sukidi, itu kemudian dijadikan oleh Soetiman untuk memanggil tokoh pengajian itu yang bernama Anwar.

Soetiman meminta agar Anwar selambat-lambatnya 1 Februari 1989 menghadap. Tapi Anwar menolak. Ia justru malah meminta agar Danramil yang datang ke tempatnya.

Merasa ditolak, giliran Zulkifli sang Camat yang memanggil Anwar. Tapi juga tak diindahkan. Anwar malah memanggil Muspika agar datang ke tempatnya.

Kemudian pada 5 Februari 1989, sekitar enam pemuda desa Cihideung yang sedang ronda disergap oleh tentara. Saat itu pihak aparat berhasil menyita 61 pucuk anak panah dan ketapel kayu.

Sehari setelah itu, Kasdim 0411 Lampung Tengah, Mayor E.O Sinaga, mengajak Soetiman, Zulkifli dan Letkol Hariman S. (Kakansospol) dan beberapa staf CPM ke Cihideung untuk memenuhi undangan Anwar.Ternyata, sesampainya di sana mereka malah dihujani anak panah. Soetiman tewas.

Pada hari yang sama, di tempat yang lain, sekelompok orang menyerang Pos Polisi yang menjaga hutan lindung di Gunung Balak. Dua polisi terluka. Kepala Desa Sidorejo, Santoso Arifin dibunuh.Malam harinya sebuah oplet di jalan Sri Bawono disergap gerombolan. Sopir opelet dibunuh dankernet dilukai. Pratu Budi Waluyo yang kebetulan berada di lokasi itu juga tewas.

Maka pada 7 Februari 1989, usai sholat subuh, tiba-tiba terdengan serentetan tembakan. Lalu api menjilat-jilat ke bangsal tempat jamaah Wardisi menginap. Suara tembakan itu disambut dengantakbir,''Allahu akbar....'', berbaur dengan jerit tangis dan histeria.

Serangan fajar itu berasal dari empat peleton tentara dan 40 anggota Brimob di pimpin langsung oleh Komandan Korem 043 Garuda Hitam (saat itu) Kolonel A.M. Hendropriyono.

Setelah usai suara tembakan itu, jumlah korban versi tentara menyebutkan hanya 27 orang. 'Berapapun yang tewas, bagi kami itu tetap tragedi kemanusiaan yang tidak bisa didiamkan,'' tandas Fikri Yasin Koordinator Komite Smalam, sebuah LSM yang getol memperjuangkan nasib korbanpembantaian Lampung.

Bahkan, menurut Yasin, pihaknya mendata korban tewas mencapai 246 orang, belum termasuk yang hilang. Dari keseluruhan korban itu, 127 diantaranya perempuan.

Kini kasus ini makin kontroversi ketika kubu Hendropriyono menggagas ishlah. Sebagian korban menolak gagasan itu. Tapi sebagian lain mengikuti langkah Hendro untuk melakukan ishlah. Kabar terbaru menyebutkan para korban yang mau ishlah telah mencabut pernyataannya dengan alasan, ''Banyak komitmen Hendro yang diingkari. Makanya kami mencabut ishlah,'' kata Wahid salah satu korban yang mencabut ishlah itu.

Versi lain mengatakan, peristiwa lampung sendiri meletus setelah tentara merasa gerah dengan gerakan Warsidi di pesantrennya yang berkembang pesat dan hidup secara eksklusif. Merasa wilayahnya terganggu oleh kegiatan mereka, Hendro pun berulah dan membuat keributan yang berakhir dengan pembantaian komunitas Warsidi yang ingin sekedar bisa hidup lebih islami.

***