Kasus THT
-
Upload
rajukwonnie -
Category
Documents
-
view
28 -
download
10
description
Transcript of Kasus THT
A. Kasus
Sangkala, pria 30 tahun, datang ke poliklinik THT RSWS dengan keluhan kedua lubang
hidung tersumbat dan terasa mengganjal sejak ±1 tahun yang lalu. Keluhan ini dirasakan
semakin memberat dalam 1 bulan terakhir. Pasien sulit untuk bernafas melalui hidung
sehingga sering menggunakan bantuan mulutnya untuk bernafas. Kadang keluhan terasa
sedikit berkurang apabila pasien tidur miring ke kanan ataupun kiri. Pasien juga
mengeluhkan penciumannya mulai berkurang sehingga semakin sulit untuk mencium bau-
bauan, suara pasien juga menjadi sengau. Keluhan ini disertai keluarnya cairan jernih encer
dari hidung, sakit kepala berdenyut yang hilang timbul dan mendengkur saat tidur. Keluhan
demam, kepala terasa penuh, nyeri daerah wajah, telinga terasa penuh, berdenging, nyeri
telinga dan gangguan pendengaran, sulit menelan, rasa menelan cairan di tenggorokkan,
hidung berdarah, cairan hidung berbau dan nyeri hidung, serta penglihatan ganda disangkal
oleh pasien.
RPS : Pasien alergi terhadap debu, bila alergi, pasien bersin-bersin
B. Kata Kunci
30 tahun
Pria
Keluhan :
Hidung tersumbat (kongesti nasal)
sulit bernapas (dyspnea)
penciuman berkurang (hiposmia)
sengau (rinolalia klausa)
cairan hidung encer (rinore encer)
sakit kepala berdenyut (cephalgia)
mendengkur (sleep apnea)
demam (febris)
kepala terasa penuh
nyeri di daerah wajah (facial pain)
telinga terasa penuh (ear full)
sakit telinga (otalgia)
telinga berdenging (tinnitus)
gangguan pendengaran
sulit menelan (disfagia)
rasa menelan cairan di tenggorokan (post nasal drip)
hidung berdarah (epistaksis)
cairan hidung berbau
nyeri hidung (rinalgia)
penglihatan ganda (diplopia) disangkal
C. Patofisiologi
Kongesti nasal terjadi karena adanya massa yang lunak yang bertangkai di dalam rongga
hidung (polip nasal). Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau
reaksi alergi pada mukosa hidung.Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum
diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus
paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari
pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan
turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler
dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh
darah.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah
sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari
pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler
dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip.
Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di
antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang
berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada
rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak
adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Pada awalnya ditemukan
edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang berulang, kebanyakan
terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler
sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini berlanjut, mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga hidung sambil membentuk
tangkai, sehingga terjadilah polip.
Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel merupakan
patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel
melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan. Epitel
polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan dalam
obstruksi hidung dan rinorea. Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat
iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.
Kesehatan sinus dipengaruhi patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar di dalam Kompleks Ostio-Meatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya
berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa
dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul
dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret
menjadi purulen dan berbau. Keadaan ini disebut sebagai rhinosinusitis akut bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai
siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista yang pada skenario ditandai dengan
adanya massa soliter dengan permukaan halus yang menggantung di nasopharynx sampai
oropharynx yang berwarna keabu-abuan. Karena tekanan atmosfer yang lebih tinggi
dibanding tekanan dalam telinga karena berisi eksudat, maka udara menekan membran
timpani ke dalam sehingga pada pemeriksaan telinga, membran timpani tampak retraksi dan
cone of light mengecil sebagai akibat dari gangguan pada tuba auditiva.
Hidung tersumbat umumnya dapat menyebabkan telinga kongesti atau penyumbatan dari
tuba Eustachius. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drainase secret dan menghalangi
masuknya secret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar
tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar (Djaafar et.al,
2007). bahwa kongesti tuba eustachius menyebabkan penyumbatan serta tekanan dalam
telinga, dan kadang-kadang nyeri di telinga. Polip biasanya tidak terlihat menghalangi tabung
Eustachius, tapi kongesti yang berhubungan dengan polip yang mempengaruhi mukosa
sekitarnya dapat menyebabkan gejala telinga ini.
Membrana timpani dapat mengalami retraksi bila terdapat suatu vakum dalam telinga
tengah, atau dapat menonjol bila terdapat cairan, infeksi, atau massa jaringan dalam telinga
tengah (Paparella et.al, 1997). Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi
membrane timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat
absorpsi udara (Djaafar et.al, 2007).
Tekanan ini juga meyebabkan sekret hidung masuk ke dalam nasopharynx atau
tenggorok yang disebut post nasal drip (+). Keluhan nyeri atau rasa tekan di daerah sinus
yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut yang kadang-kadang terasa nyeri juga di
tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, yang dapat menjalar ke
nyeri gigi dan telinga (Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007).
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di
hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang
meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal
persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah
periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip
tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut
yang kronik.
Rasa nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi, dan tengah kepala disertai keluhan
hidung dapat merupakan tanda-tanda infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau rasa berat ini
dapat timbul bila menundukkan kepala dan dapat berlangsung dari beberapa jam sampai
beberapa hari (Soepardi, 2007).
Adanya sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi suara berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara menjadi sengau. Sumbatan pada hidung bisa disebabkan oleh
pembesaran kelenjar adenoid, tumor, atau polip.
Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung
yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul,
pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip
menyumbat ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus,
sehingga aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam
hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit
kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri,
demam, dan mungkin perdarahan pada hidung.