KASUS TEMASEK
-
Upload
deviana-utama -
Category
Documents
-
view
1.082 -
download
0
Transcript of KASUS TEMASEK
January 29, 2008
Menelisik Kasus Temasek
Oleh : Abdul Salam Taba
Alumnus School of Economics The University of Newcastle, AustraliaKeputusan KKPU atas kepemilikan silang (cross ownership) Temasek Holding (TH) masih menjadi berita hangat. Keputusan yang menimbulkan kontroversi itu tampaknya akan berbuntut panjang dengan upaya Temasek memperkarakan keputusan KPPU tersebut pada semua forum hukum yang tersedia dengan alasan pertimbangan yang mendasari keputusan itu memiliki banyak kelemahan.Bila dicermati, berbagai kelemahan pertimbangan yang dikemukakan Temasek tampaknya tidak beralasan. Sebagai contoh, pernyataan Direktur Eksekutif Temasek Simon Peres yang menyatakan perusahaan itu tidakmemiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Pernyataan itu sepintas lalu ada benarnya.Ini karena secara langsung Temasek tidak memiliki saham pada kedua operator seluler itu. Namun, lewat Singtel dan STT yang notabene merupakan anak-anak perusahaannya. Temasek mengantongi saham Telkomsel maupun Indosat masing-masing sebesar 35 persen dan 41,9 persen. Dengan demikian, amat aneh bila Temasek beranggapan tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan saham pada satu atau beberapa perusahaan yang bisnisnya sejenis atau tidak lewat anak-anak perusahaan merupakan hal yang lazim dan secara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secara nasional maupun multinasional. Yang dilarang apabila kepemilikan saham pada suatu perusahaan, baik secara langsung maupun lewat anak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada satu jenis barang atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur di Pasal 27 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.Bagi ekonom, suatu perusahaan dikatakan berpangsa pasar dominan dan secara yuridis terlarang bila memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen. Rasionalisasi di balik larangan itu karena perusahaan dengan pangsa pasar lebih dari 50 persen memiliki market power mendikte pasar dan cenderung mempraktikkan perilaku bisnis yang antikompetisi dan persaingan usaha tidak sehat. Kecenderungan ini lazim dipraktikkan di negara-negara yang belum menjunjung tinggi nilai-nilai kompetisi sehat.Dalam konteks itu, keputusan KPPU yang mengharuskan Temasek melepaskan sahamnya di Telkomsel atau Indosat merupakan keputusan yang paling rasional dan acceptable baik secara ekonomi dan yuridis.Keputusan itu merupakan wujud nyata sanksi administrasi KPPU atas Temasek untuk menghentikan posisi dominannya (Pasal 25 UU No. 5/1999) yang tidak hanya dapat menciptakan persaingan usaha sehat, tetapi juga berpotensi mendorong terjadinya penurunan tarif dan peningkatan kualitas layanan.Penolakan Temasek atas penilaian yang menyatakan tidak melakukan penetapan tarif yang berdampakmerugikan konsumen juga tampaknya tidak logis. Terbukti tingkat pengembalian modal atau return onequity (ROE) Telkomsel yang 35 persen sahamnya dimiliki Singtel
mencapai 55 persen. Ini membuatoperator seluler dengan jaringan terluas di Indonesia ini meraup laba bersih Rp 11,182 triliun.Selain itu, kalkulasi KPPU atas kerugian yang diderita konsumen akibat penerapan tarif mahal oleh Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo selama periode 2003-2007 mencapai Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun. Keputusan KPPU yang turut menghukum Singapore Technologies Telemedia (STT), STT Communications, AMH Company, Indonesia Communication, Singapore Telecommunication, dan Singapore Telecom Mobile dengan alasan perusahaan-perusahaan itu berstruktur kepemilikan silang juga tampaknya cukup beralasan.
Secara praktik bisnis, perusahaan-perusahaan itu berafiliasi dengan Temasek, baik langsung
maupun tidak langsung. Dengan demikian, secara yuridis mereka dapat dihukum secara
tanggung renteng. Demikian pula keberatan yang menyatakan tidak mungkin Temasek (yang
hanya menguasai 35 persen saham Telkomsel,sedang 65 persen sisanya dimiliki Telkom)
mengendalikan Telkomsel, secara praktis juga dipertanyakan.Secara operasional kelaziman
bisnis menunjukkan pengendalian suatu perusahaan tidak bergantung padabesar kecilnya saham
yang dimiliki, tetapi ditentukan kemahiran pemilik saham (Temasek) 'menggiring'pemilik saham
(operator) lainnya atas nama kepentingan bersama, seperti penguasan pangsa pasar
danpeningkatan laba.Hak Temasek mengangkat direksi dan komisaris di Telkomsel maupun di Indosat di posisi strategis, secara praktis ekonomi merupakan indikasi konkret kemampuan Temasek (melalui Singtel dan STT) mendikte Telkomsel dan Indosat yang secara operasional mendominasi pangsa pasar seluler nasional. Bukti dominasi ini terlihat dari pangsa pasar ponsel Telkomsel dan Indosat yang menguasai 83,7 persen, sedang Excelcomindo hanya 13,5 persen. Sisanya diperebutkan oleh Mobile-8, Sampoerna, HCPT, dan Natrindo.Dengan pangsa pasar sebesar itu, dapat dipastikan Temasek memiliki market power dan market dominance untuk mengendalikan pasar. Hasil studi Bank Dunia (InfoDev, 2000) menyimpulkan operator dengan karakteristik seperti itu berkemampuan mengendalikan pasar (para operator), khususnya dalam penentuan tarif secara eksesif.Untuk mengatasi kondisi itu, regulator (KPPU) diharuskan melakukan intervensi kebijakan yang dapat mengatasi perilaku buruk operator dan mengurangi kerugian masyarakat (konsumen). Sehubungan dengan hal tersebut, keputusan KPPU yang mengharuskan Temasek melepaskan sahamnya di Telkomsel atau Indosat dan menghukum Telkomsel menurunkan tarifnya sebesar 15 persen merupakan refleksi kebijakan intervensi pasar pemerintah yang secara yuridis tidak melampaui kewenangan KPPU dan selaras dengan tujuan Pasal 2 UU Nomor 5/1999.Keputusan itu tidak hanya berdampak menciptakan iklim usaha yang kondusif dan persaingan usaha yang sehat antaroperator. Tetapi juga memicu penurunan tarif dan peningkatan kualitas layanan dalam bertelekomunikasi.
Sumber: Republika Online
Temasek HoldingsDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Temasek Holdings
Jenis BUMN
Industri Investment services
Didirikan 1975
Kantor pusat Singapura
Tokoh penting S Dhanabalan, Ketua
Ho Ching, CEO
Chip Goodyear, Penjabat CEO
Produk N/A
Pendapatan N/A
Karyawan N/A
Situs web www.temasek.com.sg
Temasek Holdings adalah sebuah perusahaan investasi Pemerintah Singapura.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah
2 Investasi
3 Lihat pula
4 Pranala luar
[sunting]Sejarah
Pada awal tahun 1960-an, pemerintah Singapura mengambil saham beberapa perusahaan lokal, dalam sektor
seperti produksi dan pembuatan kapal. Sebelum pembentuk Temasek Holdings pada 1974, saham tersebut
dipegang oleh Departemen Keuangan. Departemen Keuangan adalah pemegang saham tunggal dari Temasek
Holding sekarang ini.
Selain Temasek, pemerintah Singapura juga memiliki lengan investasi lainnya, Government of Singapore
Investment Corporation (GIC), yang fungsi utamanya berinvestasi cadangan mata uang asing pemerintah.
Ho Ching ditunjuk sebagai direktur eksekutif dari Temasek Holdings pada 2002. Ia merupakan istri dari Lee
Hsien Loong, Perdana Menteri Singapura sejak 2004. Pada 6 Februari 2009, Temasek mengumumkan
bahwa Chip Goodyear, bekas CEO BHP Billiton akan menggantikan Ho Ching dengan menjabat sebagai
Penjabat CEO mulai Maret 2009 hingga Ho Ching resmi mundur pada 1 Oktober 2009.
[sunting]Investasi
Pada 2004, Temasek memiliki banyak saham di banyak perusahaan besar Singapura,
seperti SingTel, DBS, Singapore Airlines, PSA International, SMRT Corporation, Singapore
Power dan Neptune Orient Lines. Temasek juga memegang investasi dalam ikon masyarakat seperti Hotel
Raffles dan Singapore Zoological Gardens. Dia juga memegang saham dalam Singapore Pools, perusahaan
judi resmi satu-satunya di Singapura. Pada 4 Oktober 2004 dia mengumumkan penutupan markas besar
operasional dari Singapore Technologies dan mentransfer asetnya ke Temasek Holdings.
Sekitar setengah dari asetnya berada di luar Singapura dan ini termasuk saham di perusahaan telekomunikasi
seperti Telekom Malaysia. Dia juga memiliki saham di beberapa institusi finansial asing seperti Bank
Danamon di Indonesia dan NIB Bank di Pakistan. Temasek-linked companies (TLC) juga memegang portofolio
global yang luas, seperti kepemilikan SingTel terhadap perusahaan telekomunikasi AustraliaOptus.
Keuangan dan Perbankan Telekomunikasi & Media Multi-Industri Transportasi & Logistik
DBS Bank (28% as of
2004)
PT Bank Danamon
Indonesia(link) (56%)
Bank of China (10%
since 31th August)
Hana Financial (9.06%)
ICICI Bank (9% as of
2004)
Fullerton Fund
Management
Singapore
Telecommunications(63%
as of 2004)
ST Telemedia (link)
MediaCorp (100% as of
2004)
Telekom Malaysia (5% as
of 2004)
TeleSystem (2.6%)
Singapore
Technologies (link)
Keppel
Corporation(link)
SembCorp
Industries(link)
PSA International (100%
as of 2004)
Airport Authority of
Thailand
SIA (57% as of 2004)
Jetstar Asia
Airways (19% as of
2004)
Qantas (3% as of 2004)
Tiger Airways (11% as
of 2003)
China Minsheng
Banking Corporation
China Construction
Bank(5.1%) (1/7/05)
NIB Bank Pakistan
(72.6%) (7/7/05)
SpiceJet
Neptune Orient
Lines (68% as of 2004)
SMRT
Corporation (54.8% as of
2005)
SembCorp
Logistics (link)
Properti Infrastruktur & Rekayasa Utilitas Lainnya
CapitaLand (44.5% as
of 2005) (link)
Mapletree
Investments (link)
Keppel Land (link)
The Ascott
Group (link)
Raffles Holdings (link)
Keppel Offshore and
Marine
Singapore Technologies
Engineering (link)
SembCorp Marine (link)
Singapore
Power(link)
PowerSeraya (link)
Senoko Power(link)
Tuas Power (link)
Sembcorp Utilities
City Gas
Gas Supply
China Power
Chartered Semiconductor
Manufacturing (link)
STATS ChipPAC (link)
Wildlife Reserves
Singapore (link)
Aetos Security
Management(link)
MPlant (14.73%)
Mahindra &
Mahindra (4.7%)(2005)
Amtel Holland
Holdings (invested
US$70M)(8/7/05)
Shin Corporation (49%
as of 2006)
Farmaseutika
Quintiles (16% as of
2004)
Matrix
Laboratories (14% as
of 2004)
ANOTASI KASUS “TEMASEK”
(Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007)
Oleh Budiyana
Postingan ini saya maksudkan sebagai anotasi putusan Temasek bila telah BHT. Namun, sebagaimana
diketahui, saat ini putusan Temasek sedang diajukan upaya keberatan oleh para Terlapor ke PN Jakarta
Pusat dan oleh Terlapor lain (Telkomsel) ke PN Jakarta Selatan dan tidak menutup kemungkinan akan
berlanjut ke MA sehingga untuk BHT masih akan melalui proses yang cukup panjang. Mencermati Putusan
Pemblokiran Kode Akses SLI oleh Telkom yang memperoleh BHT selama 3 tahun (dari 2004 s.d 2007), maka
putusan Temasek pun sepertinya akan memakan waktu yang lama untuk BHT. Untuk itu, sebagai langkah
pertama pembuatan anotasi kasus temasek, maka uraian posisi kasus akan diposting lebih dulu sambil
menunggu proses BHT-nya putusan tersebut. Bagi rekan-rekan yang tertarik, silahkan mengkritisi.
Sebelumnya saya ingin memberikan tanggapan terlebih dahulu terhadap Eksaminasi Kasus Temasek yang
telah dilakukan oleh para akademisi dengan uraian sebagai berikut:
Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007 atau populer disebut Kasus ’Temasek’ telah menyita perhatian publik
terutama setelah KPPU pada tanggal 19 November 2007 membacakan putusannya antara lain diktum yang
bersifat deklaratoir menyatakan ’Kelompok Usaha Temasek’ melanggar Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun
1999 (mengenai Kepemilikan Silang), dan menyatakan Telkomsel melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No. 5
Tahun 1999 serta putusan yang bersifat comdemnatoir dengan menghukum Temasek dan Telkomsel,
masing-masing membayar denda sebesar 25 milyar rupiah ke Kas Negara. Selain itu terdapat juga putusan
berupa perintah pelepasan kepemilikan saham dalam jangka waktu 2 tahun setelah putusan memiliki
kekuatan hukum yang tetap.
Begitu menariknya kasus ini, sampai-sampai beberapa akademisi tidak sabar untuk
melakukan eksaminasiterhadap kasus ini. Hasil eksaminasi para akademisi tersebut menyimpulkan bahwa
putusan KPPU cacat formil dan materil. Mereka menyatakan putusan itu patut dibatalkan secara hukum.
Saya pun tertarik untuk mengkritisi eksaminasi para akademisi ini, bukan hasil eksaminasinya melainkan
saat eksaminasi itu yang menurut saya terlalu dini. Bukankah perkara ini masih terus berlanjut ke upaya
keberatan oleh para terlapor dan tidak menutup kemungkinan untuk sampai ke MA. Dengan kata lain proses
putusan untuk Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) Kasus Temasek masih akan memakan waktu yang cukup
panjang. Jadi, kenapa eksaminasi sudah dilakukan dari sekarang?
Pemahaman saya eksaminasi dilakukan sebagai mekanisme kontrol eksternal terhadap putusan pengadilan
yang menyita perhatian publik dan menyangkut rasa keadilan masyarakat. Dengan eksaminasi, putusan
pengadilan atau quasi pengadilan diperiksa kembali yang hasilnya dipaparkan ke publik sebagai bentuk
koreksi atas putusan yang dianggap salah dan selebihnya publiklah yang menilai. Dengan pemahaman ini,
menurut saya eksaminasi dilakukan setelah putusan BHT, tidak dilakukan ditengah-tengah jalan seperti ini.
Biarlah mekanisme kontrol internal (oleh hakim-hakim PN, sampai MA) dulu yang mengoreksi putusan KPPU.
Setelah itu baru dilakukan eksaminasi sebagai bentuk mekanisme kontrol eksternal terhadap putusan BHT.
Bila eksaminasi dilakukan sekarang, menurut pemahaman saya itu namanya pendapat hukum (Legal
Opinion) yang mendahului putusan hakim dan merupakan bentuk intervensi terhadap proses peradilan.
Hasilnya juga parsial, menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain. Opini Anda penting dan
perlu, tetapi tidak untuk saat ini!!! maafin saya ya? He,,
Kronologis Kasus ”Temasek”:
18 Oktober 2006
Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (“FSP BUMN”) melaporkan kepada KPPU mengenai dugaan praktek
monopoli oleh Temasek Holdings (Private) Limited (selanjutnya disebut ”Temasek”). Laporan ini kemudian
disertai dengan Laporan Tambahan, masing-masing tanggal 17 November 2006 dan 22 Desember 2006.
2 April 2007
FSP BUMN menarik kembali laporannya dengan alasan-alasan yang diuraikan dalam surat tanggal 18 Juli
2007 kepada KPPU.
5 April 2007
Sekretariat Komisi mempresentasikan laporan dugaan pelanggaran dalam Rapat Gelar Laporan terkait
dengan dugaan pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan Kelompok Usaha
Temasek dan dugaan pelanggaran Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1999 yang
dilakukan oleh PT Telekomunikasi Seluler. Selanjutnya, Rapat Komisi menyetujui untuk ditindaklanjuti ke
tahap Pemeriksaan Pendahuluan.
9 April 2007
Komisi menerbitkan Penetapan Nomor 13/PEN/KPPU/IV/2007 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara
Nomor: 07/KPPU-L/2007. Pemeriksaan Pendahuluan ini ditentukan terhitung sejak tanggal 9 April 2007
sampai dengan 22 Mei 2007.
Dalam Pemeriksaan Pendahuluan ini Tim Pemeriksa menemukan adanya indikasi kuat pelanggaran Pasal 27
huruf a UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan Kelompok Usaha Temasek dan dugaan pelanggaran Pasal 17
dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Seluler dengan
uraian temuan sebagai berikut:
1. Temasek Holding (Private) Limited, melalui Singapore Telecomunication Ltd, Singapore
Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communication Ltd., Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd.,
dan Indonesian Communication Limited memiliki saham sebesar 35% pada Telkomsel dan sebesar
40,77% pada Indosat;
2. Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama menguasai 89% pangsa pasar atau setidak-tidaknya
lebih dari 50% pangsa pasar pada pasar jasa layanan telekomunikasi selular di seluruh wilayah
Indonesia;
3. Berdasarkan data-data ekonomi terlihat bahwa kinerja Indosat tidak sebaik kinerja operator
lainnya; dan
4. Kepemilikan silang yang dimiliki Kelompok Usaha Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat telah
menyebabkan berkurangnya persaingan di antara Telkomsel yang memiliki pangsa pasar terbesar
dan Indosat yang memiliki pangsa pasar kedua terbesar pada pasar jasa layanan telekomunikasi
selular di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan temuan dalam pemerikasaan pendahuluan tersebut, Tim Pemeriksa merekomendasikan agar
pemerikasaan dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan.
23 Mei 2007
Komisi menerbitkan Penetapan Nomor 23/PEN/KPPU/V/2007 tanggal 23 Mei 2007 yang menetapkan untuk
melanjutkan Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 ke tahap Pemeriksaan Lanjutan terhitung sejak tanggal 23 Mei
2007 sampai dengan 15 Agustus 2007.
Hasil Pemeriksaan Lanjutan menyimpulkan dugaan sebagai berikut:
1. Temasek memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam
bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, sehingga melanggar pasal 27 huruf a UU
No. 5 Tahun 1999;
2. Telkomsel mempertahankan tarif seluler yang tinggi, sehingga melanggar pasal 17 ayat (1) UU No.
5 Tahun 1999; dan
3. Telkomsel menyalahgunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan
teknologi sehingga melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1999.
16 Agustus 2007
Komisi menilai perlu untuk melakukan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan. Untuk itu Tim Pemeriksa
menerbitkan Keputusan Nomor: 152/KEP/KPPU/VIII/2007 tentang Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan
Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 terhitung sejak tanggal 16 Agustus 2007 sampai dengan 27 September
2007.
27 September 2007
Tim Pemeriksa menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (LHPL) beserta seluruh berkas perkara
kepada Komisi, dan Komisi kemudian membentuk Majelis Komisi dan menyerahkan LHPL beserta seluruh
berkas perkara. Majelis Komisi kemudian mempersiapkan sidang majelis dan menyerahkan LHPL kepada
para Terlapor yang diterima para terlapor pada tanggal 5 Oktober 2007.
19 November 2007
Pembacaan Putusan Majelis Komisi dengan diktum putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan Singapore Technologies
Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia
Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte.
Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti
secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999;
2. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999;
3. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b
UU No 5 Tahun 1999;
4. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies
Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia
Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte.
Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk
menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat, Tbk.
dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yaitu PT.
Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung
sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap;
5. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies
Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia
Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte.
Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk
memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak
suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan
dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya
saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum No. 4 di atas;
6. Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum No. 4 di atas dilakukan
dengan syarat sebagai berikut:
a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas;
b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli lain
dalam bentuk apa pun.
7. Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT
Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd.,
Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore
Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar
denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha
Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan
Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
8. Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi
dan menurunkan tarif layanan selular sekurangkurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari
tarif yang berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini;
9. Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda
pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan
Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan
423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
18 Desember 2007
Temasek Holdings Pte Ltd (Temasek) mengajukan dan mendaftarkan keberatan terhadap putusan KPPU di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selang sehari, yaitu 19 Desember 2007, SingTel mengajukan dan
mendaftarkan juga keberatan terhadap putusan KPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keberatan ini
tercatat dalam satu register yang sama, yaitu Perkara No.:02/KPPU/2007/PN.JKT.PST. Kemudian diikuti
Telkomsel yang mendaftarkan keberatan terhadap putusan KPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
14 Januari 2008
Sidang pertama keberatan Temasek digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun sidang pertama ini
ditunda sebab pihak KPPU tidak menghadiri persidangan. KPPU berlasan, pihaknya masih menunggu
penetapan dari Ketua Mahkamah Agung (MA) agar perkara itu diperiksa oleh satu PN saja.
Selanjutnya,,,,Perumusan Persoalan Hukum,,,he,,,
Bedah Kasus Temasek Oleh Kppu
Added: Friday, June 29th 2007 at 12:48pm by altimo
Related Tags: business
2.5 / 0 ratings
Hasil Dikusi bedah kasus Komisi pengawas Persaingan Usaha terkait pemerikasaan KPPU terhadap
tuduhan cross ownership oleh Temasek.
1.Bagaimana kepemilikan saham TEMASEK di sektor telekomunikasi nasional tersebut ditinjau dari Pasal
27 UU Anti Monopoli?(hasil Pendapat M.Mulyana Bungaran ,SH.MM pakar ilmu hukum dan ekonomi
dalam Persaingan Usaha)
Kepemilikan saham oleh TEMASEK tersebut belum dapat dijerat dengan Pasal 27 UU Anti Monopoli
karena kepemilikan satu pemilik saham belum ada yang mengakibatkan penguasaan pangsa pasar
telekomunikasi seluler nasional 50 % (pasal 27 a), sehingga apa yang tersurat di dalam Pasal 27 UU Anti
Monopoli terlalu prematur untuk dikatakan telah terwujud. Belum lagi unsur dalam Pasal 27 UU Anti
Monopoli pun mensyaratkan terjadinya cross ownership yang monopolistik yaitu Pelaku Usaha dilarang
memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam
bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama. Bahwa TEMASEK hanya memiliki saham
secara tidak langsung sebesar 35% di Telkomsel dan 41% si Indosat. Hal ini membuktikan bahwa
kepemilikan saham TEMASEK secara tidak langsung di Telkomsel dan Indosat bukanlah kepemilikan
mayoritas saham. Akibatnya tidak terdapat cross ownwership yang bersifat monopolistik yang dilakukan
oleh TEMASEK.
Kepemilikan saham oleh TEMASEK tersebut belum dapat dijerat dengan Pasal 27 UU Anti Monopoli.
Demikian juga dua atau tiga pelaku usaha asing belum menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar
telekomunikasi seluler nasional.
Tetapi dilihat dari aspek kewenangan yang dimiliki oleh pemegang saham TEMASEK terhadap industri
telekomunikasi seluler nasional melalui saham yang dimilikinya, memiliki potensi untuk melakukan
praktek Kartel di dalam pasar domestik, yaitu dengan duduknya salah satu personal di manajemen dan
dengan hak-hak eksklusif dalam produksi jasa telekomunikasi seluler serta didukung oleh karakteristik
industri telekomunikasi seluler tersebut sebagai suatu barang yang homogen.
Hal ini terbukti sebaliknya pada fakta pemilihan Direksi di PT Indosat, PT Telkom diwakili Pemerintah
Indonesia selaku pemilik saham mayoritas menyetor 4 nama dari 5 nama direksi, dan hanya satu nama
yang disetor oleh ICL (Vide. RUPS Tahunan PT INDOSAT, Tbk. Tertanggal 5 Juni 2007), yaitu sebagai
berikut:
1. Fadzri Sentosa
2. Guntur S Siboro
3. Syakieb Sungkar
4. Wahyu Wijayadi
Berikutnya hanya satu nama yang dinominasikan oleh ICL yaitu Roy Kannan. Dan yang menjadi Direktur
utama adalah adalah orang Indonesia bukan orang Singapura.
Dan apabila disandingkan tentang persoon para profesional yang duduk pada jajaran direksi dan
komisaris tidak ada satupun menempati jabatan rangkap, alangkan naif apabila dikatakan seorang
profesional yang berpengalaman mengorbankan keahlian profesi yang telah dibangun bertahun-tahun
untuk dicederai dan menurunkan kinerja, yang tentunya akan mendapatkan perhatian publik atas prestasi
baik dan buruknya.
Untuk membuktikan adakah produsen industri telekomunikasi seluler melalui TEMASEK melakukan
kartel, dapat ditinjau dari aspek harga jasa layanan telekomunikasi seluler yang bersangkutan. Namun
demikian untuk membuktikannya tidak lah mudah, karena sifat dari industri telekomunikasi seluler itu
sendiri.
Biasanya produsen dalam melakukan tindakan kartel diawali dengan keterkaitan reaksi sebagaiman
dijelaskan sebelumnya, artinya jika market leader menaikan harga, pasti pelaku usaha yang lain
menaikan harga, dan berlaku sebaliknya. Perilaku yang saling menyesuaikan diri ini dapat dibuat secara
tertulis maupun tidak tertulis atau bahkan dengan GA (gentlemen's aggreement). Sehingga perlu
pemantauan yang terus menerus mengenai perilaku harga dalam kurun waktu tertentu yang cukup
terhadap perilaku harga yang dikendalikan oleh Market Leader.
Apabila terjadi persaingan yang tidak sehat pada pasar yang bersangkutan (terdapat praktek kartel
maupun persaingan usaha tidak sehat), persaingan pasti dapat dirasakan oleh pihak-pihak terkait baik itu
oleh pihak pelaku usaha lain, bahkan kepada konsumen itu sendiri yang tidak memiliki alternatif lain
dalam memilih layanan jasa operator telekomunikasi seluler yang berkualitas.
Selanjutnya dilihat dari kepemilikan sahamnya, interlocking directorie pada dua perusahaan tersebut sulit
terjadi dan tidak dapat dikatakan mempengaruhi jalannya produksi dan pemasaran dalam persaingan
usaha yang sehat dalam industri jasa telekomunikasi seluler nasional, karena pemegang saham
Mayoritas tetap berada pada PT Telkom (Pemerintah Republik Indonesia) sedangkan PT.TELKOM
selaku BUMN sebagaimana Undang-Undang wajib memiliki saham minimal 51% pada suatu perusahaan,
sehingga tidak dapat mempengaruhi jalannya kedua perusahaan tersebut dalam melakukan persaingan
usaha yang sehat.
Bahwa, tidak ada persoon dari STT maupun Sing Tel yang sahamnya dimiliki oleh TEMASEK, yang
duduk pada posisi yang sama pada kedua perusahaan Telkomsel dan Indosat sebagaimana dituduhkan
melanggar Pasal 27 UU Anti Monopoli, sehingga sangat jauh sekali tuduhan adanya cross ownership
yang memenuhi unsur Pasal 27 UU Anti Monopoli.apalagi tuduhan cross ownership yang meyebabkan
pengaturan tarif telepon seluler sebab mengenai tarif telepon selular secara jelas diatur dalam Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika no 12/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang tata cara penetapan Tarif
jasa telepon seluler khususnya pada pasal 4, 5, 6 dan 7
2.Pembuktian Dengan mengunakan hitungan untuk membuktikan apakah Temasek melanggar pasal
27.ayat A undang undang no 5 thn 199 tentang Anti monopoli ( hasil Pendapat bapak M.Iqbal dari pusat
kajian pengawas persaingan usaha)
Tinjauan kepemilikan saham pada perusahaan Telekomunikasi seluler nasional sangat penting, yaitu
selain untuk melihat apakah ada keterkaitan kepemilikan di dalam perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain, juga untuk melihat peran investor asing ( STT/ICL, Singtel dan Telekom Malaysia )
melalui jumlah saham yang dimiliki dan berikutnya apakah ada interlocking directorate. Hal yang menarik
lagi dari aspek kepemilikan saham tersebut adalah bebasnya pelaku usaha asing bebas membeli saham
dipasar dalam negeri. Bebasnya investor asing membeli saham di pasar telekomunikasi sejalan
deregulasi/liberalisasi industri telekomunikasi di Indonesia, akan mempengaruhi perilaku usaha
telekomunikasi nasional, karena terdapatnya sejumlah wewenang yang dimiliki investor tersebut melalui
kepemilikan saham tersebut, pemilik saham mayoritas akan mempunyai hak yang lebih besar melalui
kepemilikan saham bisa terjadi jabatan rangkap dibeberapa perusahaan telekomunikasi nasional dan
melalui kepemilikanMNC ada kekhawatiran akan terjadinya kartel dan akan berakibat harga
telekomunikasi menjadi tinggi.
Pada saat ini ada tiga MNC (STT/ICL, Singtel, Telekom Malaysia) yang memiliki saham di industri seluler
di Indonesia yaitu STT/ICL 41% saham di Indosat, Singtel 35% saham di Telkomsel dan Telekom
Malaysia 85% di Excelmindo. Dilihat dari kepemilikan saham ketiga MNC tersebut, MNC menguasai
23.599.170,24 pelanggan seluler (10.495.450 Singtel + 6.105.012,34 STT+ 6.998.707,9 Telekom
Malaysia) atau 35,14 % pelangan telekomunikasi seluler nasional. Pertanyaannya adalah bagaimana
kepemilikan saham oleh STT/ICL dan Singtel tersebut ditinjau dari Pasal 27 UU No 5 Tahun 1999 tentang
antimonopoli ?
Kepemillikan Saham oleh Temasek melalui STT/ICL dan Singtel dalam Industri Telekomunikasi Seluler
Nasional tersebut belum dapat dikatakan melanggar pasal 27 karena kepemilikan saham belum ada yang
mengakibatkan penguasaan pangsa pasar industri telekomunikasi nasional 50% (Pasal 27a) karena
mereka hanya menguasai 24,7% pangsa pasar seluler. Demikian juga STT/ICL dan Singtel belum
menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar telekomunikasi nasional ( Pasal 27 a)
Untuk melihat dari aspek kewenangan yang dimiliki oleh pemegang saham asing dalam hal ini STT/ICL
dan Singtel terhadap industri telekomunikasi melalui saham yang dimiliki maka akan dibuktikan apakah
ada praktek kartel di dalam pasar telekomunikasi seluler yaitu dengan duduknya beberapa personal dan
manajemen dengan adanya hak hak ekslusif dalam pendistribusian pasar telekomunikasi seluler serta
didukung oleh karakteristik sebagai suatu barang atau jasa yang homogen.
3.Tinjauan kritis untuk KPPU ( Ir.Romdani dari Indonesia Development monitoring)
Pelaku usaha jasa telekomunikasi seluler nasional dalam meningkatkan usaha nya melalui efisiensi dan
penguasaan teknologi yang lebih maju dalam bidang telekomunikasi , serta layanan produk yang lebih
specialis untuk dapat menguasai pasar yang bersangkutan, karena apabila persaingan usaha dilakukan
untuk mematikan jerih payah Market Leader yang dicapai oleh Market Leader dengan rekayasa untuk
pemenuhan unsur-unsur UU Anti Monopoli, akan berdampak negatif dan mencederai semangat UU Anti
Monopoli itu sendiri yang bernafaskan pada iklim persaingan usaha yang sehat.
Perpektif yang berhati hati dari bagian sebelumnya berlaku umum dalam mencari kasus kasus di dalam
UU Anti Monopoli yang baru: pihak swasta mungkin sekali berniat mematikan usaha saingan mereka
dengan membuat saingan terkuatnya di hukum menurut undang undang ini. Misalnya mungkin ada
tuduhan bahwa integrasi vertikal berarti persaingan tidak sehat pada industri telekomunikasi . Kalau UU
Anti Monopoli ini ternyata dipergunakan untuk mematikan persaingan di Indonesia, maka tujuan undang
undang ini berarti gagal.
Pelaksanaan yang terlalu kaku dari UU Anti Monopoli dengan penekanan pada anti konglomerasi atau
anti perusahaan asing dapat merusak perekonomian Indonesia. Hal ini akan menghambat masuknya
investasi domestik maupun asing, setidak tidaknya di sektor dimana efisiensi mengharuskan adanya
skala ekonomi atau scope economy. Hal ini juga akan menyulitkan bagi Indonesia, yang masih
mempunyai pasar yang relatif kecil, untuk bersaing dengan efisien di pasar global.
Karena dari penjelasan di atas jelas persaingan pasar telekomunikasi seluler nasional masih kompetitif
dan belum terdapat indikasi kartel, namun demikian peluang untuk terjadinya praktek kartel melalui
interlocking directorie cukup besar dan membutuhkan pengawasan, observasi yang serius, dan
pembuktian secara publik yang komprehensif tidak sepihak dalam kurun waktu yang cukup. Hal ini sulit
dipenuhi mengingat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa amnestic dengan kata populer cepat
melupakan.
Sangat penting bagi KPPU untuk mempelajari kasus kasus seperti ini dimasa depan dengan lebih berhati
hati dan menyadari adanya kemungkinan bahwa pesaing yang kurang efisien mencari perlindungan dari
pemerintah ,lebih bijak kalau penyelesaian yang dipilih adalah yang mampu memperbesar kemungkinan
persaingan dalam jangka panjang .Secara lebih khusus, tidak cukup bahwa saingan sekedar menentukan
harga yang rendah atau bahkan menentukan harga dengan tujuan untuk mematikan persaingan.
Kasus 1:
STRUKTUR PASAR TELKOMSEL DAN INDOSAT: OLIGOPOLI KOLUSIF?
“Temasek Holding (Pte) Ltd atau biasa disebut Temasek memiliki empat puluh satu persen saham di PT Indosat Tbk dan tiga puluh lima persen di PT Telkomsel”
Berdasarkan data kepemilikan saham ini, maka tidak salah jika masyarakat berasumsi bahwa ada konflik kepentingan dalam penanganan operasional manajemen di kedua perusahaan telekomunikasi tersebut, yang cukup besar market share-nya di Indonesia. Ketika sebuah perusahaan didirikan dan selanjutnya menjalankan kegiatannya, yang menjadi tujuan utama dari
perusahaan tersebut adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan prinsip pengeluaran biaya yang seminimum mungkin. Begitu juga, dengan prinsip pemilikan saham. Pemilikan saham sama artinya dengan pemilikan perusahaan. Kepemilikan perusahaan oleh seseorang atau badan atau lembaga korporasi tentunya bertujuan bagaimana caranya kepemilikan tersebut dapat menghasilkan keuntungan terhadap diri si pemiliki saham tersebut. Bicara keuntungan tentunya kita tidak hanya bicara tentang keuntungan financial, tetapi juga tentang keuntungan non financial, seperti memiliki informasi penting, penguasaan efektif, pengatur kebijakan, dan lain-lainnya. Oleh sebab itu, kepemilikan saham Temasek di kedua perusahaan tersebut menarik untuk diamati dalam rangka mencermati apakah ada tercipta persaingan tidak sempurna untuk kepemilikan saham tersebut dalam bentuk OLIGOPOLI KOLUSIF?
Seperti halnya yang diketahui masyarakat bahwa Temasek adalah perusahaan holding yang sangat besar di Singapura dengan bentuk badan hukum Private Limited. Pada awalnya Temasek masuk ke pasar telekomunikasi Indonesia melalui divestasi PT Indosat Tbk pada tahun 2002 dengan cara pembelian saham tidak langsung, artinya pada saat itu yang membeli saham Indosat adalah Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) melalui suatu perusahaan yang khusus didirikan untuk membeli saham Indosat, yaitu Indonesia Communication Limited (ICL). Sedangkan STT sendiri adalah perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Singapura yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh Temasek Holding Pte Ltd. Jadi, dari susunan atau pola kepemilikan saham yang berlapis-lapis di Indosat, tersirat ada sesuatu kepentingan yang tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan financial semata tetapi lebih dari itu. Pertanyaannya adalah apakah keuntungan non financial yang sebenarnya dicari Temasek? Jawaban sederhana atas pertanyaan ini adalah : Perjalanan waktu yang akan menentukan. Tetapi sebenarnya tujuan tersebut dapat diketahui segera jika pihak Indonesia memiliki niat untuk mengetahuinya. Hal ini tentunya akan mudah menemukannya dengan berbagai metode atau teknik investigasi untuk menemukan maksud dan niat dibalik pembelian saham Indosat oleh Temasek tersebut.
Sepak terjang Temasek di dunia telekomunikasi Indonesia semakin lengkap, dengan masuknya Temasek ke Perusahaan PT Telkomsel melalui Singapore Telecommunications Mobile Pte Ltd (SingTel Mobile). Dimana kepemilikan saham SingTel Mobile di PT Telkomsel adalah sebesar tiga puluh lima persen. Sedangkan Temasek sendiri memiliki kepemilikan saham di SingTel Mobile.
Dengan adanya kepemilikan saham tidak langsung oleh Temasek pada PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk telah memunculkan dugaan terjadinya praktek kartel dan oligopoli di bidang jasa layanan seluler. Hal ini disebabkan untuk jasa layanan seluler khususnya di jalur GSM, hanya ada tiga ‘pemain besar’ yaitu PT Telkomsel, PT Indosat dan PT Excelcomindo Pratama, Tbk (XL). Ini artinya sekitar 75 market share telekomunikasi Indonesia di “kuasai” oleh Temasek dan dugaan awal terjadinya praktek Oligopoli kolusif di pasar telekomunikasi Indonesia.
Selanjutnya, yang menjadi bahan pertanyaan kita semua adalah apakah yang dimaksud dengan Oligopoli kolusif? Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dijelaskan bahwa yang dimaksud Oligopoli ialah Perjanjian yang dilarang antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa melebihi 75% dari market share atas satu jenis barang atau jasa tertentu. Jika ketentuan Undang-
Undang ini ditafsirkan secara otentik maka pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha ekonomi baru dikatakan melakukan oligopoli kalau memenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur perjanjian dan unsur market share lebih dari 75%. Sehingga jika kemudian ditafsirkan secara a contrario maka, pelaku usaha yang tidak membuat perjanjian dan memiliki market share dibawah atau sama dengan 74%, tidak memenuhi definisi melakukan praktek oligopoli sehingga tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dari ketentuan Undang-Undang ini jelas terlihat bahwa sesungguhnya Undang-Undang sendirilah yang membatasi pengertian dan ruang lingkup praktek oligopoli yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Pengertian dan ruang lingkup ini membuat penegakkan hukum terhadap praktek Oligopoli ini menjadi kaku dan merugikan kepentingan pesaing yang dimatikan dan juga bahkan mungkin konsumen barang atau jasa dari pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli tadi.
Istilah Oligopoli sendiri memiliki arti “beberapa penjual”. Hal ini bisa diartikan minimum 2 perusahaan dan maksimum 15 perusahaan. Hal ini terjadi disebabkan adanya barrier to entry yang mampu menghalangi pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar. Jumlah yang sedikit ini menyebabkan adanya saling ketergantungan (mutual interdepedence) antar pelaku usaha[1]. Ciri yang paling penting dari praktek oligopoli ialah bahwa setiap pelaku usaha dapat mempengaruhi harga pasar dan mutual interdependence. Praktek ini umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk ke dalam pasar dan untuk menikmati laba super normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas (limiting process) sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada[2]. Sehingga apabila pelaku-pelaku usaha yang tadi melakukan kolusi maka mereka akan bekerja seperti satu perusahaan yang bergabung untuk memaksimalkan laba dengan cara berlaku kolektif seperti layaknya perusahaan monopoli[3], inilah yang disebut disebut praktek oligopoli kolusif. Perilaku ini akan mematikan pesaing usaha lainnya dan sangat membebankan ekonomi masyarakat.
Kembali pada kasus pemilikan saham Temasek di PT Indosat, Tbk., dan PT Telkomsel. Walaupun tidak ada perjanjian diantara PT Telkomsel dengan PT Indosat, Tbk., tetapi persoalan oligopoli sebenarnya tidak boleh hanya dilihat dari sekedar apakah ada perjanjian atau tidak? atau berapa persentase market share-nya?. Di dalam dunia telekomunikasi Indonesia khususnya untuk provider GSM, hanya ada tiga perusahaan besar. Sehingga jelas jika terbukti kedua perusahaan tersebut melakukan “kerjasama”, maka akan ada praktek oligopoli yang kolusif. Sedikitnya perusahaan yang bergerak di sektor ini membuat mereka harus memiliki pilihan sikap, koperatif atau non koperatif. Suatu pelaku usaha/perusahaan akan bersikap non koperatif jika mereka berlaku sebagai diri sendiri tanpa ada perjanjian eksplisit maupun implisit dengan pelaku usaha/perusahaan lainnya. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya perang harga. Sedangkan beberapa pelaku usaha/perusahaan beroperasi dengan model koperatif untuk mencoba meminimalkan persaingan. Jika pelaku usaha dalam suatu oligopoli secara aktif bersikap koperatif satu sama lain, maka mereka telibat dalam KOLUSI.
Pada kasus Temasek, jelas terlihat sebagai pemegang saham tentunya menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Policy ‘mengeruk’ keuntungan ini tentunya dituangkan di seluruh aspek yang menjadi unit bisnis usahanya, termasuk didalamnya adalah PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk. Sehingga dengan status kepemilikan di dua perusahaan tersebut akan dapat mengoptimalkan maksud dan tujuan Temasek tersebut. Caranya memaksimumkan keuntungan
tersebut adalah kolusi antara PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk., dengan mempertimbangkan saling ketergantungan mereka, sehingga mereka menghasilkan output dan harga monopoli serta mendapatkan keuntungan monopoli. Hal ini dapat terlihat dari penentuan tarif pulsa GSM antara PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk., dimana boleh dikatakan tarif harga pulsa GSM di Indonesia adalah salah satu yang termahal di dunia. Padahal, negara-negara tetangga sekitar sudah dapat menerapkan harga unit pulsa yang sangat murah dan menguntungkan masyarakat serta tidak mematikan persaingan usaha. Apalagi notabene-nya, di negara Temasek sendiri harga unit pulsa boleh dikatakan sangat murah. Lantas, kenapa di Indonesia harga pulsa menjadi sangat mahal?. Padahal secara konsep teknologi, dimungkinkan penggunaan untuk menekan harga unit pulsa menjadi sangat murah, contohnya adalah pada teknologi CDMA Flexi dan Esia yang sering dihambat perkembangan oleh “pihak-pihak tertentu” yang tidak menginginkan perkembangan bisnis usaha ini. Padahal jelas-jelas menguntungkan masyarakat.
Coba lihat selisih harga tarif pulsa antara produk PT Telkomsel dan PT Indosat yang tidak begitu jauh. Selisih tarif yang sangat kecil ini mengindikasikan dugaan awal terjadinya praktek Oligopoli Kolusif diantara mereka. Penentuan tarif harga yang sangat mahal ini, jelas adalah pengeksploitasian ekonomi masyarakat dan boleh dikatakan sebagai Kolonialisme Gaya Baru.
Jika indikasi awal sudah ditemukan, pertanyaan selanjutnya apakah pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mampu untuk menyelesaikan persoalan ini? Yang jelas adalah salah satu mandat dari KPPU adalah untuk mengawasi pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimana salah satu tujuan dari Undang-Undang ini adalah MENJAGA KEPENTINGAN UMUM DAN MENINGKATKAN EFISIENSI EKONOMI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT. Jadi kita tunggu saja aksi dari KPPU melihat praktek oligopoli yang dilakukan PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk., berani atau tidak? dan pertanyaan selanjutnya adalah berpihak ke rakyat (baca: kepentingan umum) atau tidak? Mari kita tunggu bersama-sama walaupun tanpa batas waktu..
Posted by Husendro at 2:08 AM