Kasus Money Laundering Di Citibank Yang Berimplikasi Ke Stabilitas Ekonomi Dan Keuangan Di Indonesia

5
Nama : Andistya Oktaning Listra NIM : 0910210022 Tugas Perekonomian Indonesia Kelas AC Kasus Money Laundering di Citibank yang Berimplikasi ke Stabilitas Ekonomi dan Keuangan di Indonesia Kasus buruknya kinerja perbankan kembali terjadi di Indonesia, salah satunya adalah bank berkelas internasional yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh Amerika Serikat seperti Citibank. Kasus ini terkuak semenjak adanya laporan dari berbagai nasabah Citibank terkait penggelapan dana nasabah hingga miliaran rupiah yang dilakukan Senior Relationship Manager Citibank yaitu Malinda Dee. Diperkirakan dana nasabah yang digelapkan Malinda Dee hingga kini terhitung hingga 20 miliar rupiah belum termasuk aset – aset lain yang berdiri di dalam maupun luar negeri. Beredarnya kasus ini tentu saja membuat kekhawatiran masyarakat terhadap rapuhnya sistem keamanan dan pengawasan bank sentral terhadap kinerja perbankan di Indonesia semenjak terungkapnya kasus Citibank dan kasus Bank Century yang sempat kontroversial di masyarakat karena adanya keteribatan Menteri Keuangan (Sri Mulyani), Gubernur Bank Indonesia (Boediono), dan juga Presiden Indonesia (SBY). Namun seperti yang terjadi pada kasus Bank Century tahun lalu diselidiki adanya

description

Menjelaskan implikasi dari kasus money laundering yang dicurigai terjadi di Citibank terhadap stabilitas ekonomi dan keuangan indonesia

Transcript of Kasus Money Laundering Di Citibank Yang Berimplikasi Ke Stabilitas Ekonomi Dan Keuangan Di Indonesia

Page 1: Kasus Money Laundering Di Citibank Yang Berimplikasi Ke Stabilitas Ekonomi Dan Keuangan Di Indonesia

Nama : Andistya Oktaning Listra

NIM : 0910210022

Tugas Perekonomian Indonesia Kelas AC

Kasus Money Laundering di Citibank yang Berimplikasi ke Stabilitas

Ekonomi dan Keuangan di Indonesia

Kasus buruknya kinerja perbankan kembali terjadi di Indonesia, salah satunya

adalah bank berkelas internasional yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh

Amerika Serikat seperti Citibank. Kasus ini terkuak semenjak adanya laporan dari

berbagai nasabah Citibank terkait penggelapan dana nasabah hingga miliaran rupiah

yang dilakukan Senior Relationship Manager Citibank yaitu Malinda Dee.

Diperkirakan dana nasabah yang digelapkan Malinda Dee hingga kini terhitung hingga

20 miliar rupiah belum termasuk aset – aset lain yang berdiri di dalam maupun luar

negeri. Beredarnya kasus ini tentu saja membuat kekhawatiran masyarakat terhadap

rapuhnya sistem keamanan dan pengawasan bank sentral terhadap kinerja perbankan

di Indonesia semenjak terungkapnya kasus Citibank dan kasus Bank Century yang

sempat kontroversial di masyarakat karena adanya keteribatan Menteri Keuangan (Sri

Mulyani), Gubernur Bank Indonesia (Boediono), dan juga Presiden Indonesia (SBY).

Namun seperti yang terjadi pada kasus Bank Century tahun lalu diselidiki adanya

kejanggalan sikap nasabah terhadap tuntutan hukum yang seharusnya diterima

Malinda Dee dan pegawainya yang terkait. Dalam hal ini, dicurigai tabungan nasabah

Citibank ada keterkaitannya dengan kasus money laundering (kasus pencucian uang).

Beredarnya kasus money laundering yang terjadi di perbankan merupakan

catatan buruk yang dapat menimbulkan ketidakstabilan ekonomi. Money laundering

adalah aktifitas pencucian uang secara umum merupakan suatu cara menyembunyikan

atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana

sehingga nampak seolah-olah harta kekayaan dari hasil tindak pidana tersebut sebagai

hasil kegiatan yang sah. Lebih rinci di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 15

tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan

UU No.25 Tahun 2003 (UU TPPU), pencucian uang didefinisikan sebagai perbuatan

Page 2: Kasus Money Laundering Di Citibank Yang Berimplikasi Ke Stabilitas Ekonomi Dan Keuangan Di Indonesia

menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,

menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan

lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak

pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta

Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. UU TPPU telah

membatasi bahwa hanya harta kekayaan yang diperoleh dari 24 jenis tindak pidana

dan tindak pidana lainnya yang diancam dengan hukuman 4 tahun penjara atau lebih

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU TPPU, yang dapat dijerat dengan sanksi

pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam pasal 3 dan Pasal 6 UU

TPPU.Modus kejahatan pencucian uang waktu ke waktu semakin kompleks dengan

menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan.

Bila hal ini dibiarkan maka dapat merongrong sektor swasta yang sah karena

biasanya pencucian uang dilakukan dengan menggunakan perusahaan-perusahaan

(front companies) untuk mencampur uang haram dengan uang sah sehingga bisnis

yang sah kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan tersebut; merongrong

integritas pasar-pasar keuangan karena lembaga-lembaga keuangan (financial

institutions) yang mengandalkan dana hasil kejahatan dapat menghadapi bahaya

likuiditas; mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan

ekonominya karena para pencuci uang menanamkan kembali dana-dananya bukan di

negara-negara yang dapat memberikan rates of return yang lebih tinggi tetapi

diinvestasikan kembali di negara-negara dimana kegiatan mereka itu kecil

kemungkinannya untuk dapat dideteksi; dan dapat menimbulkan distorsi dan

ketidakstabilan ekonomi karena para pencuci uang tidak tertarik untuk memperoleh

keuntungan dari investasi-investasi mereka tetapi mereka lebih tertarik untuk

melindungi hasil kejahatan yang mereka lakukan dan dana yang mereka tempatkan

secara ekonomis tidak harus bermanfaat bagi negara yang menerima penempatan.

Adapun implikasinya bagi pemerintah yaitu meningkatnya kejahatan-kejahatan di

bidang keuangan (financial crimes) dan menimbulkan biaya sosial yang tinggi (social

cost) terutama untuk biaya dalam meningkatkan upaya penegakan hukumnya.

Page 3: Kasus Money Laundering Di Citibank Yang Berimplikasi Ke Stabilitas Ekonomi Dan Keuangan Di Indonesia

Sebagaimana telah diuraikan di atas, pelaku pencucian uang senantiasa terus

mencari setiap peluang agar harta kekayaan hasil kejahatannya dapat dicuci sehingga

nampak seolah-olah merupakan hasil kegiatan yang sah. Dalam hal bank umum

dianggap kurang aman, tidak menutup kemungkinan pencuci uang akan

memanfaatkan produk BPR. Demikian pula, dalam hal produk perbankan

konvensional dianggap kurang aman maka pencuci uang dapat mengalihkannya pada

produk perbankan dengan prinsip syariah. Dengan kata lain, tidak ada satu produkpun

baik di bank umum maupun BPR yang luput dari incaran pelaku pencuci uang.   

 Berkaitan dengan potensi meningkatnya kejahatan di bidang keuangan

tersebut, diperkenalkan prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif oleh Basel

Committee on Banking Supervision dalam Core Principles for Effective Banking

Supervision bahwa penerapan prinsip mengenal nasabah merupakan faktor yang

penting dalam melindungi kesehatan bank dan terhindar dari berbagai risiko. Dengan

penerapan prinsip tersebut maka bank dapat terhindar dari berbagai risiko yaitu risiko

operasional, resiko hukum, resiko terkonsentrasinya transaksi dan resiko reputasi

karena bank tidak lagi  digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku kejahatan

untuk mencuci uang hasil kejahatannya. Oleh karena itu, dengan penerapan prinsip

mengenal nasabah bagi bank, bukan hanya dapat mengendalikan risiko tetapi juga

berfungsi dalam upaya pencegahan pencucian uang yang pada gilirannya kejahatan di

bidang keuangan akan menurun. Dengan demikian, sebenarnya sasaran utama dalam

kegiatan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang terutama agar angka

kriminalitas tindak pidana asal yang menghasilkan harta kekayaan dapat menurun, aset

hasil kejahatan dapat dikejar dan dikembalikan kepada negara atau pihak-pihak yang

dirugikan serta untuk memelihara stabilitas sistem keuangan.