KASUS MALPRAKTIK.docx

22
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn S DENGAN RETENSI URIN PADA BPH DI IGD RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Tugas Praktik Program Profesi Ners Stase Kegawatdaruratan Disusun oleh : AGUNG ADI ARYONO A21100397

description

KASUS MALPRAKTIK.docx

Transcript of KASUS MALPRAKTIK.docx

Page 1: KASUS MALPRAKTIK.docx

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn S DENGAN RETENSI URIN PADA BPH DI IGD RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Tugas PraktikProgram Profesi Ners Stase Kegawatdaruratan

Disusun oleh :AGUNG ADI ARYONO

A21100397

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAHGOMBONG

2013

Page 2: KASUS MALPRAKTIK.docx

PENGESAHAN

Laporan KasusAsuhan Keperawatan Pada Tn S Dengan Retensi Urin Pada Bph Di Igd Rsud Saras Husada

Purworejo

Telah disetujui pada tanggal :

Mengetahui :

Pembimbing Klinik

RUWIYAH, S.Kep.Ns

Pembimbing Akademik

M. MADKHAN ANIS S.Kep.NsKa Prodi S1 Keperawatan

HERNIYATUN, M.Kep, Sp. Mat

Page 3: KASUS MALPRAKTIK.docx

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................1HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................2DAFTAR ISI....................................................................................................3BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................4B. Tujuan...................................................................................................4

1. Tujuan Umum................................................................................42. Tujuan Khusus...............................................................................4

BAB II KAJIAN PUSTAKAA. Pengertian.................................................................................5B. Etiologi.....................................................................................5C. Batasan Karakteristik ..............................................................6D. Patofisiologi .............................................................................7E. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan ....................................8

BAB III METODE PENELITIANA. Pengkajian.................................................................................10B. Masalah Keperawatan ..............................................................10C. Rencana Keperawatan .............................................................11D. Implementasi ............................................................................11E. Evaluai .....................................................................................11

BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................12BAB V KESIMPULAN .................................................................................13DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................LAMPIRAN ....................................................................................................

Page 4: KASUS MALPRAKTIK.docx

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGPembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada

pria yang menapak usia lanjut1. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.

Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.

Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah terpencilpun diharapkan dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya. Penyusunan guidelines di berbagai negara maju ternyata berguna bagi para dokter maupun spesialis urologi dalam menangani kasus BPH dengan benar.

B. TUJUAN1. Tujuan Umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan GADAR dengan retensi urine di IGD RSUD Saras Husada Purworejo.

2. Tujuan Khususa. Mampu melakukan pengkajian pada pasien pada pasien BPH dengan masalah

utama retensi urine di IGD RSUD Saras Husada Purworejob. Mampu menganalisis dan merumuskan masalah keperawatan berdasarkan

kegawatdaruratan pada pasien dengan masalah keperawatan retensi urine di IGD RSUD Saras Husada Purworejo

c. Mengetahui efektifitas tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan masalah keperawatan retensi urine di IGD RSUD Saras Husada Purworejo

Page 5: KASUS MALPRAKTIK.docx

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. PENGERTIANRetensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria.

(Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam akndung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995).

Retensio urine adlah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.

B. ETIOLOGIAdapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut:

1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12 L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.

2. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.

3. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.

4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.

Sedangkan pada BPH penyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen (Anonim,FK UI,1995).

C. BATASAN KARAKTERISTIKAdapun tanda dan gejala atau menifestasi klinis pada penyakit ini adalah sebagai berikut:

a. Diawali dengan urine mengalir lambat.b. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan

kandung kemih tidak efisien.c. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.d. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.e. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.f. Sensasi kandung kemih penuhg. Tidak ada haluran urine

Page 6: KASUS MALPRAKTIK.docx

D. PATOFISIOLOGIProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan

pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Benigne Prostat Hyperplasia (BPH) ialah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSU Benigne Prostat Hyperplasia (BPH) ialah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193). Benigne Prostat Hyperplasia (BPH) ialah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193). http://www.thedigilib.com (16 mei 2013)

Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra.Berdasarkan teori sehingga dapat digamarkan sebagi berikut :

Page 7: KASUS MALPRAKTIK.docx

Pembesaran prostat

Retensi urine

Kateterisasi Prostatektomi / TURP

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSIMasalah

KeperawatanOut come Intervention Rasional

1. Retensi urine (Kerusakan eleminasi urine)

- Eleminasi urine baik

- Irrigasi bledder- Kateterisasi urinari.

- Melancarkan saluran urin

- Mengeluarkan urine

2. Nyeri akut - Peningkatan kenyamanan

- Perilaku kontrol nyeri

- Penurunan tingkat nyeri

- Manajemen nyeri (PQRST, riwayat nyeri sebelumnya, cara mengurangi nyeri, respon)

- Analgesic adminstration

- Manajemen lingkungan: Kenyamanan

- Mengatasi nyeri- Membantu

mengurangi nyeri- Memberikan rasa

nyaman

3. Risiko infeksi

- Faktor resiko terkontrol

- Kontrol infeksi- Pencegahan infeksi

- Mengetahui adanya tanda

Kerusakan eleminasi urine

Risiko infeksi Perdarahan /

pembekuan darahSumbatan cateter

Distensi VUNyeri Ketakutan

Pembatasan aktifitasDevisit perawatan diri

Page 8: KASUS MALPRAKTIK.docx

infeksi- Mengurangi

terjadi infeksi4. Ketakutan - Ketakutan

terkontrol- Tindakan

menurunkan kecemasan / ketakutan.

- Merestrukturisasi pemahaman.

- Memberikan rasa nyaman

- Menambah pemahaman pasien mengurangi rasa takut.

5. Kurang perawatan diri

- Pemenuhan kebutuhan:

- Perawatan diri: Mandi

- Perawatan diri: Berpakaian

- Perawatan diri: Higiene

- Perawatan diri: Berhias

- Perawatan diri: Makan

- Bantuan Perawatan diri: Mandi

- Bantuan Perawatan diri: Berpakaian

- Bantuan Perawatan diri: Higiene

- Bantuan Perawatan diri: Berhias

- Bantuan Perawatan diri: Makan

- Membantu pemenuhan perawatan diri pada pasien

Page 9: KASUS MALPRAKTIK.docx

BAB IIITINJAUAN KHASUS

Telah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien S di IGD Saras Husada Purworejo.

PengkajianNama : Tn SUmur : 69 ThAlamat : Prembun 3/1 Prembun KebumenTanggal :15 Mei 2013Jam : 14.02

Riwayat kesehatan sekarangPasien datang ke IGD Saras Husada Purworejo dengan keluhan tidak bias bung air kecil sejak kemarin sing,1 hari yang lalu. Pasien merasa sakit pada kandung kemih karena tidak bias kencing. Pasien tampak menahan sakit. Tampak ada penumpukan pada kandung kemih. Klien mengatakan sudah dilakukan op BPH di Rumah Sakit lain dan sekarang hari ke 40 post op. setelah dilakukan op masih bias BAK dengan lancar.Keluarga pasien mengatakan tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti yang di derita pasien sekarang.Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit gula dan darah tinggi.

Pemeriksaan tanda tanda vitalTD : 150/80 mmHgN : 96 x/mntR : 24 x/mntS : 36,2 CGCS : 15

Pengkajian nyeriP : pasien mengatakan sakit karena tidak bias kencingQ : nyeri seperti di tekanR : nyeri pada kandung kemihS : sekala 7 tujuhT : klien mengatakan sakit sejak tadi pagi

Masalah keperawatan1. Retensi urine berhubungan dengan hambatan pada saluran uretra ditandai dengan

Data subyektif- Mengatakan tidak bias BAK sejak kemarin siang.Data Obyektif- Tampak ada penumpukan pada kandung kemih.

Page 10: KASUS MALPRAKTIK.docx

2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan retensi urine pada kandung kemih ditandai denganData subyektif

P : pasien mengatakan sakit karena tidak bias kencingQ : nyeri seperti di tekanR : nyeri pada kandung kemihS : sekala 7 tujuhT : klien mengatakan sakit sejak tadi pagi

Data Obyektif- Pasien tampak menahan sakit- TD : 150/80 mmHg- N : 96 x/mnt- R : 24 x/mnt- S : 36,2 C

Rencana Tindakan KeperawatanDiagnose keperawatan Kriteria hasil Intervensi

1. Retensi urine berhubungan dengan hambatan pada saluran uretra

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pemasangan kateter diharapkan eliminasi urin pasien baik

- Kateterisasi urinari

2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan retensi urine pada kandung kemih

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan nyeri basien berkurang dengan skala menjadi 2 (dua)

- Manajemen nyeri (PQRST, riwayat nyeri sebelumnya, cara mengurangi nyeri, respon)

- Analgesic adminstration

- Manajemen lingkungan: Kenyamanan

Tindakan IGDWaktu Tindakan Respon

15/05/201314.02

Memasang kateter Klien merasa nyeri saat di pasang kateter, kakteter tidak bisa masuk menggunakan no 16, dan no 8. Kateter terpasang menggunakan no

Page 11: KASUS MALPRAKTIK.docx

1815/05/201314.35

Menejemen nyeri P : pasien mengatakan sakit karena tidak bias kencing sudah berkurang

Q : nyeri seperti ditekanR : nyeri pada kandung

kemih dan saluran ureterS : sekala 3 tigaT : klien mengatakan sakit

sejak tadi pagi

- Klien mengatakan nyeri berkurang dari pada sebelum terpasang selang.

- Klien mengatakan untuk mengatasi sakitnya dengan nafas dalam.

- Klien kelihatan rileks

EvaluasiWaktu Diagnosa keperawatan Evaluasi

15/5/1314.45

Retensi urine berhubungan dengan hambatan pada saluran uretra

S: klien mengatakan sekarang merasa lega, klien mengatakan sakit pada kandung kemih berkurang, klien mengatakan agak sakit pada saluran kencing.O: klien tampak rileks, urin keluar berwarna kuning keemasan, jernih tidak ada gumpalan.A: masalah keperawatan belum teratasiP: pertahankan kateter sampai pemeriksaan selanjutnyaLakukan perawatan kateter

15/5/1314.45

Nyeri berhubungan dengan peningkatan retensi urine pada kandung kemih

S: P : pasien mengatakan sakit karena tidak bias kencing sudah berkurang

Q : nyeri seperti ditekanR : nyeri pada kandung kemih dan saluran ureterS : sekala 3 tigaT : klien mengatakan sakit sejak tadi pagi

- Klien mengatakan nyeri berkurang dari pada sebelum terpasang selang.

Page 12: KASUS MALPRAKTIK.docx

O: Klien kelihatan rileks TD : 130/80 N : 88 R : 24 S : 36C

A: masalah keperawatan belum teratasiP: lanjutkan intervensi menejemen nyeri

Page 13: KASUS MALPRAKTIK.docx

BAB IVPEMBAHASAN

Pada penelitian yang pernah dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang dengan judul “Faktor Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi saluran kemih pada pasien rawat inap usia 20 tahun ke atas dengan kateter menetap di RSUD Tugurejo Semarang” memberikan kesimpulan bahwa pemakaian keteter lebih dari 3 hari dapat menimbulkan ISK (infeksi saluran kemih) sebanyak 25% kejadian.

BPH adalah suatu pembesaran prostat yang disebabkan bertambahnya struktur kelenjar dan jaringan ikat hal ini terjadi karena adanya pengaruh hormon testosteron yang diubah menjadi dihidrotestosteron pada sel prostat. pembesaran prostat ini biasanya menandakan bahwa masa muda dan usia produkti bagi pria sudah berakhir. Selain itu  gangguan prostat lainnya dapat berupa peradangan prostat dan kanker prostat.   Penyebab pasti pembesaran prostat masih belum bisa ditentukan, tetapi faktor umur, genetik dan hormon androgen mempunyai peranan penting dalam gangguan penyakit prostat. http://www.metris-community.com/ (17/5/13)

Pada pasien BPH tidak kemungkinan akan dipasang kakteter karena adanya retensi urin. Kasus BPH berpengaruh dengan kelancaran pembuangan urin, yaitu akan menggangu saluran uretra pada normalnya. Saluran uretra akan terhimpit oleh pembengkakan prostat. Bahkan uretra tidak mampulagi mengeluarkan urin sehingga akan terjadi gangguan pada eliminasi urun (retensi urin). Banyaknya urin yang tertampung pada vesika juga akan berbengaruh terhadap pelebaran jalan urin pada ureter. Semakin banyak urin tertampung maka semakin tinggi tekanan yang diberikan terhadap organ sekelilingnya. Tidak kemungkinan akan member tekanan pada prostat sehingga menimbulkan semakin tersumbat saluran uretranya. Hal ini menjadi kejadian yang gawat karena bias terjadi pecah kandung kemih jika tidak dikosongkan urin yang tertampung dalam vesika. Pengurangan ini bias dilakukan dengan dua cara yaitu dilakukan tindakan medis pungsi dan pemasangan kateter. Sesuai jurnal yang diajukan berhubungan dengan kasus yang dihadapi pada pasien IGD di RSUD Saras Husada yaitu terjadi sumbatan pada uretra pasien post op hari ke 40. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu pemasangan kateter pada pasien tersebut. Pasien tersebut pertama kali dipasang kateter dengan nomor 16 tidak bias masuk karena ada tekanan dari dalam. Kemudian diganti kateter nomor 8 tetap saja tidak bias masuk. Kemudian ketiga kalinya dipasang kateter no 18 dan bias masuk. Rasional keberhasialan pemakaian kateter no 18 adalah kateter lebih besar mempunyai kekuatan untuk memberikan dorongan pada rogga uretra yang terhimpit oleh prostat dari pada ukuran yang lebih kecil. Pada saat proses dipasang kateter dari kesemuanya pasien merasa sakit. Adanya rasa sakit tersebut adalah tanda adanya suatu hal yang tidak normal. Hal tersebut bias menandakan adaya luka pada dinding uretra. Adanya luka tersebut bias menjadi jalan masuk bakteri E Coli yang menyebabkan ISK. http://amazine.com (17/5/13)

Page 14: KASUS MALPRAKTIK.docx

Berdasarkan jurnal ISK akan terjadi apabila terpasang kateter menatap selama lebih dari 3 hari mendukung 25% kejadian. Pada tindakan pemasangan kateter juga akan menjadi faktor pendukung terjadinya ISK. Pada pasien ini hendaknya dilakukan perawatan kateter dan pegatian kateter pada waktu yang tepat, karena untuk mengurangi terjadinya ISK.

Berkaitan dengan efektifitas pemasangan kateter mengunakan cara pelumuran kateter dan semprot pada saluran kateter bias dibuktikan. Dari kedua cara tersebut tidak berbengaruh terhadap kecepan pemasangan kateter. Karena pada kasusu ini pasien dipasang menggunakan cara seprot dengan rasionalnya lebih licin permukaan uretra sehingga lebih cepat masuk. Tetapi dalam tindakan tersebut tidak terjadi sedemikian. Yaitu membenarkan kedua cara pemasangan kateter tersebut tidak ber bengaruh dengan kecepat keberhasilan pemasangan kateter.

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN JELLY K-Y DENGAN INSTILLAGEL PADA PASIEN DENGAN KATETERISASI URIN DI RUANG ASTER RSUD ULIN BANJARMASIN. Tindakan kateterisasi merupakan tindakan invasif dan dapat menimbulkan rasa nyeri, sehingga jika dikerjakan dengan cara yang keliru akan menimbulkan kerusakan uretra yang permanen. Nyeri merupakan keluhan utama yang sering dialami oleh pasien dengan kateterisasi karena tindakan memasukkan kateter dalam vesika urinaria mempunyai risiko terjadinya infeksi atau trauma pada uretra. Tindakan memberikan cairan pelumas atau jelly pada prosedur kateter urin sangat penting untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya trauma pada uretra dan sensasi nyeri yang dialami pasien. Ada dua teknik pemberian jelly yaitu dengan penggunaan Jelly K-Y yang dioleskan pada ujung kateter dan cara ke-2 penggunaan Instillagel yang disemprotkan langsung pada meatus uretra dengan spuit 10 ml yang dilepaskan jarumnya. Penelitian ini mengenai perbedaan kecepatan pemasangan dan keluhan nyeri yang dialami pria dewasa  usia 25-65 tahun yang pertama kali menjalani kateterisasi urin dengan cara pelumasan yang berbeda. Rancangan penelitian ini adalah eksperimen semu dengan jumlah sampel 17 orang untuk perlakuan dan 17 orang untuk kontrol. Kecepatan pemasangan diukur dengan stopwatch sedangkan intensitas nyeri diukur dengan menggunakan skala intensitas nyeri deskriptif secara objektif dari klien. Analisa data dengan Mann-Whitney Test dengan tingkat kemaknaan a = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kecepatan pemasangan kateterisasi urin yang dioleskan jelly k-y pada ujung kateter dan yang disemprotkan instillagel langsung ke meatus uretra dan tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan nyeri pada pemasangan kateterisasi urin yang dioleskan jelly k-y pada ujung kateter dan yang disemprotkan instillagel langsung ke meatus uretra.

Kata kunci: teknik pelumasan, kateter, kecepatan pemasangan dan keluhan nyeri

Page 15: KASUS MALPRAKTIK.docx

BAB VKESIMPULAN

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 45 menit di IGD pada pasien S dapat disimpulkan :

1. Pasien dengan masalah keperawatan retensi urin merupakan kejadian yang gawat yang perlu segera ditangani.

2. Tindakan keperawatan memilih tindakan pemasangan lebih kateter dari pada dilakukan pungsi pada vesika.

3. Rencana keperawatan selanjutnya mengajurkan melakukan perawatan kateter karena berkaitan dengan resiko terjadinya ISK

4. Efektifitas penggunaan Jelly K-Y dengan Instillagel tindakan keperawatan memasang kateter terbukti tidak ada perbedaan bermakna antara kecepatan pemasangan kateterisasi urin yang dioleskan jelly k-y pada ujung kateter dan yang disemprotkan instillagel langsung ke meatus uretra dan tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan nyeri pada pemasangan kateterisasi urin yang dioleskan jelly k-y pada ujung kateter dan yang disemprotkan instillagel langsung ke meatus uretra.

Page 16: KASUS MALPRAKTIK.docx

DAFTAR PUSTAKA

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta

Sjamsuhidayat, R., Dejong, W., (1997 ) Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA

________, 2012 http://www.metris-community.com/penyakitprostat-penyebabprostat-gejalaprostat/ akses (17/5/13)

________, 2013http://amazine.co/22875/5-cara-bakteri-menginfeksi-tubuh-manusia/ akses (17/5/13)