Kasus Keracunan Parathion

22
TUGAS TERSTRUKTUR TOKSIKOLOGI KERACUNAN PARATHION PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT Disusun Oleh : Winahto G1F009066 Rani Febriyanti G1F009068 Tita Pristi D. C. G1F009069 Tyas Putu S. G1F009070 Awal Anggi Wibowo G1F009071 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2012

Transcript of Kasus Keracunan Parathion

TUGAS TERSTRUKTUR TOKSIKOLOGI

KERACUNAN PARATHION PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT

Disusun Oleh :

Winahto Rani Febriyanti Tita Pristi D. C. Tyas Putu S. Awal Anggi Wibowo

G1F009066 G1F009068 G1F009069 G1F009070 G1F009071

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO

2012

BAB I PENDAHULUAN

Pestisida yang merupakan salah satu hasil teknologi modern telah terbukti mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. Kenyataannya membuktikan bahwa di beberapa negara yang sedang berkembang, produksi pertanian meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahanbahan beracun itu pada awalnya dianggap sebagai cara yang ampuh untuk mematikan unsur-unsur pengganggu tanaman pertanian, kemudian penyebaran racun ke tanaman pangan justru menimbulkan masalah baru yang lebih berat. Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontak langsung terhadap pestisida, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, mual, muntah dan sebagainya, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit dan kebutaan. Keracunan kronis tidak selalu mudah diprediksi dan dideteksi karena efeknya tidak segera dirasakan, walaupun akhirnya juga menimbulkan gangguan kesehatan. Selama ini, penggunaan pestisida oleh petani bukan atas dasar keperluan pengendalian secara indikatif, namun dilaksanakan secara Cover Blanket System artinya ada atau tidak ada hama tanaman, racun berbahaya ini terus disemprotkan ke tanaman, teknik penyemprotan yang kadang melawan arah angin menyebabkan petani memiliki kedudukan ganda yang di kenal sebagai pelaku dan penderita keracunan pestisida. Sebagai pelaku karena sistem penggunaan yang tidak tepat sasaran, sehingga dapat menimbulkan bahaya terhadap orang lain. Sebagai penderita, petani akan mengalami ancaman keracunan akibat

pekerjaannya. Menurut data World Health Organization (WHO) paling tidak 20.000 orang meninggal pertahun akibat keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang bekerja pada sektor pertanian dan sekitar 5.000 - 10.000 orang pertahun mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit hepatitis. Berbagai jenis pestisida terakumulasi di tanah dan air yang berdampak buruk terhadap keseluruhan ekosistem. Saat ini WHO

memperkirakan pada tahun 2009 kematian akibat keracunan pestisida ada 5.000 kasus. Sebuah penelitian di India memperkirakan lebih dari 1.000 orang pekerja di perkebunan telah terpapar pestisida dalam kurun waktu antara Agustus hingga Desember 2001 dengan CFR 50% sedangkan Di Kamboja, setidaknya 88% petani mengalami dampak akut keracunan pestisida. Di China, antara 53.000 dan 123.000 orang keracunan pestisida setiap tahun.

BAB II KERACUNAN PARATHION (PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT)

A. Kasus Keracunan Kami tidak tahu apa yang harus Kami lakukan, kata seorang wanita desa dengan sedih. Tanggal 23 Oktober 1999, 60 murid sedang makan pagi di sebuah desa di Peru. Setengah jam kemudian, beberapa anak mulai muntah-muntah, perut kram dan pingsan di sekitar sekolah. Mereka mengerang, muntah-muntah sambil memegang perut mereka. Beberapa anak meninggal dan sementara yang lainnya menggeliat di dalam gedung sekolah. Mereka semua cepat-cepat dibawa ke rumah sakit. 24 anak, beberapa diantaranya baru berumur 4 tahun meninggal. Para dokter berusaha untuk menyelamatkan 21 anak lainnya yang pingsan setelah memakan bubur dan susu di sekolah. Polisi dan dokter menemukan bekas-bekas insektisida dalam perut korban. Kemudian diketahui bahwa salah satu kantung susu yang disumbangkan kepada sekolah itu dicampur dengan Parathion, jenis insektisida yang digunakan untuk membunuh anjing dan tikus. Kantung susu ini diletakkan di depan rumah seorang petani. Anak-anak yang berjalan ke sekolah melihat kantong itu dan berpikir bahwa kantong itu disumbangkan untuk makan pagi mereka. Mereka membawanya ke sekolah dan menyiapkan makan pagi menggunakan susu itu. (Dikutip dari : Yayasan Duta Awam Pesticide Action Network Asia and the Pasific) B. Golongan Organofosfat Parathion merupakan salah satu dari golongan organofosfat. Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat). Pestisida golongan organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar, menggantikan kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat : a. Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon. b. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu yang lama.

c. Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme. d. Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan dengan organoklorine. e. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzym cholinesterase.

Lebih dari 50.000 komponen organofosfat telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja dewasa ini. Semua produk organofosfat tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta. Tabel 1. Nama dan Struktur Kimia Pestisida Organophosphat

Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophospat melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Seseorang yang keracunan pestisida organophospat akan mengalami gangguan fungsi dari saraf-saraf tertentu. Sebagai bagian vital dalam tubuh, susunan saraf dilindungi dari toksikan dalam darah oleh suatu mekanisme protektif yang unik, yaitu sawar darah otak dan sawar darah saraf. Meskipun demikian, susunan saraf masih sangat rentan terhadap berbagai toksikan. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa neuron mempunyai suatu laju metabolisme yang tinggi dengan sedikit kapasitas untuk metabolisme anaerobik.

Selain itu, karena dapat dirangsang oleh listrik, neuron cenderung lebih mudah kehilangan integritas membran sel. Panjangnya akson juga memungkinkan susunan saraf menjadi lebih rentan terhadap efek toksik, karena badan sel harus memasok aksonnya secara struktur maupun secara metabolisme. Tabel 2. Batas Paparan dan LD50 Pestisida Golongan Organofosfat

Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer.

Tabel 3. Efek Muskarinik, Nikotinik, dan Saraf Pusat pada Toksisitas Organofosfat

C. Pestisida Parathion Parathion adalah spektrum luas, pestisida organofosfat yang digunakan untuk mengontrol serangga dan tungau. Parathion mempunyai cakupan luas dari aplikasinya pada banyak tanaman pertanian untuk melawan banyak jenis serangga. Parathion ada tersedia dalam debu, emulsi berkonsentrasi, granul, cairan ULV, dan serbuk yang wettable. Parathion adalah salah satu dari kelas obat pembasmi serangga yang dikenal sebagai organophosphates. Aksi kimia dari parathion ini dengan menghambat aktivitas dari cholinesterase, suatu enzim yang penting untuk bekerjanya sistem saraf pada manusia dan serangga. Physical Properties Parathion : CAS #: Specific gravity: Viscosity: 15.30 CPS at 25 degrees C 56-38-2 1.26

Solubility in 12.4 mg/l at 25 degrees C; 24 ppm water: Solubility: Soluble in alcohols, animal & vegetable oils, aromatic hydrocarbons, esters, ethers, n-hexane, dichloromethane, 2propanol, toluene and ketones.

Insoluble in kerosene, petroleum ether, or spray oil. Boiling point: 375 degrees C (707 degrees F) at 760 mm Hg Melting point: Flash point: 174 degrees C, decomposes rapidly above 120 degrees C; >200 degrees F (>93 degrees C) Vapor pressure: Oil: Chemical class/use: D. Efek Toksikologi Parathion 1. Toksisitas Akut Parathion adalah zat toksik tinggi dengan paparan melalui semua rute. Kematian pada manusia disebabkan oleh racun yang termakan, terabsorpsi melalui kulit, dan inhalasi. Orang dengan penyakit kardiovaskuler, liver atau ginjal, glaukoma, atau abnormalitas CNS dapat meningkatkan resiko dari pemejanan parathion. Temperatur lingkungan yang tinggi atau sinar UV dapat meningkatkan toksisitasnya. Parathion dapat menyebabkan kulit tebal dan kasar 8.9 x 10 to the minus 6 mm Hg at 20 degrees C ; 4 x 10 to the minus 5 mm Hg at 20 degrees C water partition coefficient: organophosphate insecticide 43 degrees F (6 degrees C)

(hiperkeratinization). Itu bukan karena alergi. Parathion tidak mengiritasi mata. Percikan parathion kedalam mata dapat menyebabkan konstriksi pupil, membuatnya sulit untuk menentukan jalan dari benda yang bergerak. Insektisida organofosfat menghambat enzim kolinesterase. Mereka toksisitasnya tinggi dengan semua rute paparan. Ketika terhirup, efek pertama biasanya pernafasan dan dapat termasuk perdarahan atau ingusan, batuk, dada

tidak nyaman, kesulitan atau nafas pendek, mengi karena konstriksi atau cairan yang berlebih pada bronkus. Kulit yang kontak dengan organofosfat dapat menyebabkan localized sweating dan involuntary muscle contractions. Kontak dengan mata dapat menyebabkan sakit, berdarah, keluar air mata, konstriksi pupil, dan pandangan kabur. Paparan berikut dengan banyak rute, efek sistemik yang lain dapat dimulai dalam beberapa menit atau tertunda sampai 12 jam. Hal tersebut dapat meliputi muka pucat, mual, muntah, diare, kram perut, sakit kepala, pusing, sakit mata, pandangan kabur, konstriksi atau dilatasi dari pupil mata, air mata, berliur, berkeringat, dan bingung. Keracunan yang berat akan berpengaruh pada CNS, inkoordinasi, slurred speech, kehilangan reflek, lemas, letih, involuntary muscle contractions, kejang, tremor lidah atau kelopak mata, kelumpuhan cepat dari ekstrimitas tubuh dan otot pernafasan. Dalam kasus berat dapat juga terjadi involunteri defekasi atau urinary, psikosis, ketidakteraturan denyut jantung, pingsan, dan koma. Kematian dapat disebabkan oleh kegagalan respirasi atau cardiac arrest. LD50 oral untuk parathion adalah 2 to 30 mg/kg pada tikus, 5 to 25 mg/kg pada mencit, 8 to 32 mg/kg pada marmot, 10 mg/kg pada kelinci, 0.93 mg/kg pada kucing, dan 3 to 5 mg/kg pada anjing. The dermal LD50 pada tikus adalah 6.8 to 50 mg/kg, pada mencit 19 mg/kg, pada marmot 45 mg/kg, dan pada kelinci 15 mg/kg. Dosis yang paling rendah dengan efek toksik (TDlo) pada manusia adalah 240 g/kg (less than 0.1 ounce). 2. Toksisitas Kronik Pengulangan atau paparan yang lama untuk organofosfat dapat menghasilkan efek yang sama seperti pada paparan akut termasuk penundaan gejala. Efek lain yang dilaporkan pada pekerja yang terpapar secara berulang ulang antara lain kerusakan memori dan konsentrasi, disorientasi, depresi berat, iritabilitas, bingung, sakit kepala, mimpi buruk, tidur berjalan, insomnia. Suatu study menemukan bahwa dosis yang termakan 50 ppm (about 2.5 mg/kg/day) menghasilkan gejala toksik, terhambatnya pertumbuhan, dan kematian pada tikus.

E. Mekanisme Keracunan Pestisida a. Farmakokinetik Inhibitor kolinesterase diabsorbsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi, mata, dan kulit. Setelah diabsorbsi sebagian besar diekskresikan dalan urin, hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. Metabolit dan senyawa aslinya di dalam darah dan jaringan tubuh terikat pada protein. Enzim-enzim hidrolitik dan oksidatif terlibat dalam metabolisme senyawa organofosfat dan karbamat. Selang waktu antara absorbsi dengan ekskresi bervariasi. b. Farmakodinamik Asetilkolin (ACh) adalah penghantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat (SSP), saraf otonom (simpatik dan parasimpatik), dan sistem saraf somatik. Asetilkolin bekerja pada ganglion simpatik dan parasimpatik, reseptor parasimpatik, simpangan saraf otot, penghantar sel-sel saraf dan medula kelenjar suprarenal. Setelah masuk dalam tubuh, golongan organofosfat dan karbamat akan mengikat enzim asetilkolinesterase (AChe), sehingga AChe menjadi inaktif dan terjadi akumulasi asetilkolin. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Keadaan ini akan menimbulkan efek yang luas. F. Cara Terjadinya Keracunan a. Self poisoning Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang berlebihan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan dirinya.

b. Attempted poisoning Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis. c. Accidental poisoning Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsure kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar pestisida. d. Homicidal piosoning Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang. Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik. Formulasi dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana senyawa pestisida terkena dibagian tubuh. G. Efek Pestisida pada Sistem Tubuh Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun pada sistem tubuh adalah : a. Paru-Paru dan Sistem Pernafasan Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.

b. Hati Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati. c. Ginjal dan Saluran Kencing Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih. d. Sistem Syaraf Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan. e. Darah dan Sumsum Tulang Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah. f. Jantung dan Pembuluh Darah (Sistem Kardiovaskuler) Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.

g. Kulit Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit. h. Sistem reproduksi Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual. i. Sistem yang Lain Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam darah. H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain : 1. Dosis Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikoligis dengan mengatakan dosis sola facit venenum, (dosis menentukan suatu zat kimia adalah racun). Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan atau kematian.

2. Toksisitas Senyawa Pestisida Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati. Klasifikasi Toksisitas senyawa pestisida pada tikus percobaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

3. Jangka Waktu atau Lamanya Terpapar Pestisida Pada keracunan pestisida organofosfat, kadang-kadang blokade cholinesterase masih terjadi sampai 2-6 minggu. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.

4. Jalan Masuk Pestisida dalam Tubuh Pestisida dapat masuk melalui kulit, mulut dan pernafasan. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan. Rute / Jalan Masuk Pestisida : a. Dermal, absorpsi melalui kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama pestisida masih ada di kulit. b. Oral, absorpsi melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. c. Inhalasi, melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pd hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida yg masuk secara inhalasi dapat berupa bubuk, droplet atau uap. I. Penatalaksanaan Keracunan Apa yang harus Saya lakukan jika mata Saya tidak sengaja terkena pestisida? Banyak petani yang menjadi buta karena matanya terciprat pestisida. Gejala yang umum dari keracunan pestisida pada mata adalah rasa terbakar, keluar air mata yang berlebihan dan pandangan menjadi kabur. Pupil yang sangat kecil adalah tanda keracunan berat. Jika mata anda terkena pestisida, lakukanlah hal- hal berikut ini : Jangan gunakan obat tetes mata! Obat ini bukanlah penetral racun (antidot) dan karena hanya digunakan dalam jumlah kecil obat ini tidak dapat menghilangkan racun dari mata Anda. Buka kelopak mata dengan jari Anda dan cuci mata Anda secepatnya dengan air yang mengalir, paling tidak selama 30 menit. Jika yang terkena hanya satu mata, hati-hati dalam mencucinya. Pastikan mata yang satu tidak ikut terkena. Pergilah menemui pekerja kesehatan sesegera mungkin.

Bawalah wadah pestisida pada saat berkonsultasi dengan pekerja kesehatan. Apa yang harus dilakukan jika kulit Saya tersiram pestisida? Secepatnya cucilah pestisida dengan sabun dan air yang banyak. Pindahkan pakaian dan perhiasan yang telah terkontaminasi. Mandilah secepat mungkin. Jika Anda merasakan gejala-gejala keracunan, temui petugas kesehatan. Bawa kaleng bekas pestisida ketika anda berkonsultasi dengan petugas kesehatan. Apa yang harus dilakukan jika seseorang menelan pestisida? Kadang-kadang orang meminum pestisida untuk bunuh diri. Tentu saja cara ini sangat mengerikan, pestisida digunakan untuk bunuh diri karena beracun dan banyak tersedia. Kadang-kadang pestisida diminum secara tidak sengaja, terutama jika pestisida itu ditempatkan di botol lain. Kadang-kadang anak-anak yang tidak diawasi tertarik untuk mencicipi isinya. Jika ada orang keracunan pestisida karena tertelan, lakukan hal-hal berikut ini: Baringkan korban, tempatkan kepalanya lebih rendah daripada tubuhnya dan putar tubuhnya ke salah satu sisi jika ia muntah. Bersihkan mulut pasien dengan kain atau kertas. Jika pasien menggunakan gigi palsu cepat lepaskan. Pastikan tangan Anda tidak ikut terkontaminasi. Jika mungkin, gunakan sarung tangan karet. Lepaskan semua pakaian pasien dan mandikan pasien dengan sabun dan air. Jika mata pasien terkena cuci dengan air yang mengalir selama 30 menit. Usahakan agar pasien muntah dengan cara menggelitik bagian belakang tenggorokannya. Hal ini harus dilakukan terutama jika pestisida yang tertelan sangat beracun dan bantuan medis tidak tersedia. Untuk menjaga agar pasien tidak menggigit jari Anda, gunakan tangan Anda yang satu lagi untuk memegang pipi pasien agar mulutnya tetap terbuka. JANGAN memaksakan pasien yang tidak sadar atau kejang-kejang untuk muntah, juga pasien yang mempunyai penyakit jantung, memaksa ibu yang sedang hamil tua untuk muntah juga sangat berbahaya karena bayinya ikut terancam.

Jika Anda berada dekat fasilitas kesehatan, akan lebih baik jika Anda tidak memberikan cairan apapun terhadap pasien dan biarkan petugas kesehatan yang melakukannya. Tetapi jika bantuan medis sulit didapat dan pasien sadar dan mau bekerja sama, berikan pasien minum yang banyak/beberapa liter air dalam hitungan jam. Minum akan membuat pasien mengeluarkan air seni lebih banyak sehingga racun dalam tubuhnya lebih cepat hilang. JANGAN memberikan makanan. JANGAN memberikan susu atau alkohol. JANGAN memaksa pasien yang tidak sadar atau kejang-kejang untuk minum. Cari bantuan medis secepat mungkin. Bawa kaleng pestisida atau labelnya waktu membawa pasien ke petugas kesehatan. Jika seseorang menunjukkan gejala-gejala keracunan pestisida, apa yang dapat Saya lakukan? Perawatan untuk keracunan pestisida paling baik jika dilakukan oleh petugas kesehatan yang profesional. Tetapi, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan sambil menunggu bantuan medis, yaitu : Pindahkan pasien dari tempat itu. Hati-hati jangan sampai anda sendiri terkena pestisida. Kalau mungkin gunakan sarung tangan karet. Jika ada tumpahan pestisida lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan cuci kulit pasien dengan sabun dan air. Jika kulit pasien terasa hangat atau panas, mandikan dengan air dingin. Jika tubuh pasien terasa sangat dingin selimuti dengan selimut yang cukup tebal. Jika pasien kejang-kejang, masukkan kain diantara gigi-giginya untuk mencegah tergigitnya lidah pasien. Hati-hati dalam menahan tubuh pasien. Lakukan hal ini hanya untuk mencegah luka, bukan untuk menyebabkan luka. Memegang anggota badan pasien dengan terlalu keras dapat menyebabkan patah tulang. Jika pasien tidak bernafas, lakukan pertolongan pertama jika Anda dapat melakukannya. Sebelum memberikan pernafasan mulut ke mulut, pastikan tidak ada sisa pestisida di mulut pasien dengan cara membersihkannya dengan kain bersih. Anda juga dapat menaruh saputangan diantara mulut pasien dengan mulut yang memberikan pertolongan pertama.

Cari tahu bahan kimia apa yang digunakan. Ingatlah untuk membawa botol pestisida sehingga anda dapat menunjukkanya ke petugas kesehatan. Tetap tenang dan tenangkan pasien. Terkadang pasien menjadi sangat gelisah. Cari bantuan medis secepat mungkin. Pengobatan Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal, kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin. Selain itu, juga dapat diberikan obat Pralidoksim. Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan. Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan, dosis dapat diulangi dalam 1 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka. Pencegahan Cara-cara pencegahan keracunan pestisida yang mungkin terjadi pada pekerja-pekerja pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagai berikut : a. Penyimpanan pestisida : 1. Pestisida harus disimpan dalam wadah wadah yang diberi tanda, sebaiknya tertutup dan dalam lemari terkunci.

2. Campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh disimpan dekat makanan. Campuran yang rasanya manis biasanya paling berbahaya. Tanda-tanda harus jelas juga untuk mereka yang buta huruf. 3. Tempat-tempat bekas menyimpan yang telah tidak dipakai lagi harus dibakar agar sisa pestisida musnah sama sekali. 4. Penyimpanan di wadah-wadah untuk makanan atau minuman seperti di botol-botol, sangat besar bahayanya. b. Pemakaian alat-alat pelindung : 1. Pakailah masker dan adakanlah ventilasi keluar setempat selama melakukan pencampuran kering bahan-bahan beracun. 2. Pakailah pakaian pelindung, kacamata, dan sarung tangan terbuat dari neopren, jika pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur bahan tersebut dengan minyak atau pelarut-pelarut organis. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum makan. 3. Pakaialah respirator, kacamata, baju pelindung, dan sarung tangan selama menyiapkan dan menggunakan semprotan, kabut, atau aerosol, jika kulit atau paru-paru mungkin kontak dengan bahan tersebut. c. Cara-cara pencegahan lainnya : 1. Selalu menyemprot ke arah yang tidak memungkinkan angin membawa bahan, sehingga terhirup atau mengenai kulit tenaga kerja yang bersangkutan. 2. Hindarkan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari bekerja di tempat tertutup dengan penguap termis, juga alat demikian tidak boleh digunakan di tempat kediaman penduduk atau di tempat pengolahan bahan makanan. 3. Janganlah disemprot tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia akan bersentuhan dengannya.

BAB III KESIMPULAN

Parathion merupakan salah satu dari pestisida golongan organofosfat yang sangat berbahaya bagi tubuh. Dalam dosis yang sangat kecil parathion dapat menyebabkan keracunan pada manusia dengan berbagai macam gejala klinis seperti mual, muntah, pusing, lemas, bahkan kematian. Selain itu, jika parathion mengendap dalam tubuh dalam waktu yang lama dan paparan yang berulang maka dapat menyebabkan kerusakan pada organ organ tubuh seperti jantung, paru paru, hati, ginjal, CNS, dan lain lain. Oleh karena itu kita harus sangat berhati hati terhadap jenis pestisida ini, terutama bagi para pekerja pertanian yang hampir setiap hari bersinggungan dengan senyawa parathion ini. Dan untuk itulah diperlukan peran serta dari pemerintah untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat terutama bagi para petani tentang cara penggunaan pestisida parathion yang baik dan cara penanggulangan yang harus pertama dilakukan ketika terjadi keracunan parathion.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Pesticide Action Network and the Pacific (PAN AP). Penang, 1999. B.S. Levy, D.H. Wegman. 1995. Occupational Health Recognizing and Preventing Work-Related Disease. Third Ed. USA. 1995. Carl Zenz dkk. 1994. Occupational Medicine. Third Ed. USA : Mosby. Darmono. Toksisitas Pestisida. http://www.geocities.com/kuliah_farm

/farmasi_forensik/pestisida.doc. Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka. Dreisbach, R.H. 1983. Handbook of Poisoning. 11th Ed. Singapore : Maruzen Asian Ed. Lange Medical Publication. Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi kedua. Jakarta : U.I. Press. J. Jeyaratnam, David Koh. 1996. Textbook of Occupational Medicine Practice World Scientific. Singapore. J.M. Harrington, F.S. Gill. Pocket Consultant Occupational Health.Third Ed. Blackwell Science. Joseph La Dou. 1990. Occupational Medicine. USA : Prentice-Hall International Inc. Kishi M., Hirschhorn N., Djajadisastra M., Satterlee L.N., Strowman S., Dilts R. 1993. Relationship of Pesticide Spraying to Sign and Symptoms in Indonesia Farmers. Scand J. Work Environment Health. Sumamur P.K. 1986. Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Gunung Agung. T. A. Gossel dkk. 1990. Principle of Clinical Toxicology. Second Ed. New York : Raven Press. WHO. 1986. Organophosphorus Insecticides : A General Introduction Environmental Health Criteria. Geneva : WHO.