Kasus etika
-
Upload
scholastica-maharani -
Category
Documents
-
view
20 -
download
2
description
Transcript of Kasus etika
Pencemaran Limbah Industri di Citarum Makin ParahJumat, 29 Juni 2012, 11:25 WIB
Komentar : 4
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -– Lagi, persoalan limbah industri tekstil pada Sungai Citarum mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Limbah industri yang langsung dibuang ke aliran sungai tanpa proses instalasi pengolahan limbah mengancam puluhan hektar sawah, penyakit kulit, hingga penurunan kuantitas listrik pada waduk sepanjang Sungai Citarum.
Pencemaran itu terjadi di kawasan dekat hulu Citarum, di Kampung Balekambang, Majalaya, Kabupaten Bandung. Sejumlah warga mengaku pasrah terhadap pencemaran Pabrik tekstil di sekitar kawasan tersebut.
Sejumlah petani di Balekambang, Majalaya, Kabupaten Bandung, mengaku mengalami kondisi terparah dari pencemaran limbah tujuh pabrik di sekitar kawasan Balekambang. “Banyak pipa-pipa saluran limbah yang bocor ke areal sawah, tak jarang banyak padi yang rusak,” ujar Ojang (60 tahun), warga Balekambang, kemarin. Air Sumur, kata dia, juga kotor mengakibatkan penyakit gatal dan diare.
Menurut Ojang, keluhan ini telah seringkali disampaikan kepada pihak pabrik, namun tanpa ada itikad yang baik, kondisi ini terus terjadi hingga puluhan tahun. “mereka banyak sewa preman pabrik, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” tambahnya.
Penurunan kualitas air Sungai Citarum akibat limbah sampah dan sedimentasi juga mengakibatkan peningkatan biaya perawatan Pembangkit Listrik Tenaga Air Saguling. Total biaya perawatan perangkat waduk, mencapai Rp 1 miliar per tahun. “Sebab rata-rata, limbah yang tersaring berupa pasir dan material lain mencapai 4,2 juta meter kubik,” ungkap General Manager PLTA Saguling Eri Prabowo. Eri mengungkapkan, kondisi air
citarum yang sangat tercemar, berdampak pada korosi bagian turbin waduk di Saguling.
Ketua Komunitas Elingan Citarum, Deni Riswandana mengungkapkan, di kawasan Majalaya, sedikitnya terdata 139 indutri tekstil dan tenun yang membuang limbahnya langsung ke aliran Citarum. Deni menambahkan, secara luas, sekitar 1.500 industri yang berada di sekitar Daerah aliran Sungai Citarum , menyumbang 2.800 ton limbah untuk tiap harinya. “Semuanya merupakan limbah cair kimia bahan bahaya beracun (B3),” tegasnya.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan/12/06/29/m6d2y5-pencemaran-limbah-industri-di-citarum-makin-parah
Pencemaran Sungai Ciujung Akibat Limbah PT IKPP Semakin MembahayakanSelasa, 11 September 2012 | 8:06
Ikan mati akibat limbah pabrik yang
dibuang ke sungai. [google]
Berita Terkait Limbah PT Indah Kiat Masih Cemari Sungai Ciujung Dua Kali Mengadu, KLH ‘Cuek Aja’
[SERANG] Pencemaran yang terjadi pada Sungai Ciujung, akibat limbah dari pabrik kertas yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP) yang terletak di Kecamatan Keragilan, Kabupaten Serang semakin membahayakan. Namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang sendiri belum memiliki langkah konkrit untuk mengatasi pencemaran Sungai Ciujung tersebut. Bahkan audit lingkungan yang saat ini sedang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup terhadap beberapa perusahaan yang diduga melakukan pencemaran dianggap tidak akan objektif. Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Serang, Ahmad Soleh mengaku sangat pesimistis dengan hasil audit wajib tersebut. Sebab, seluruh pembiayaan audit ditanggulangi oleh perusahaan yang diaudit, dalam hal ini PT IKPP. “Kendati diserahkan kepada tim independen, hasilnya tidak akan objektif selama biaya audit lingkungan itu dibiayai oleh perusahaan yang diaudit. Logikanya, kalau saya memberikan uang untuk mereka, saya pun bisa memberikan pesanan terhadap mereka. Artinya hasilnya bisa saja disetir oleh saya meskipun hanya sekian persennya. Sama halnya dengan yang terjadi pada PT IKPP. Hasilnya sudah bisa diduga pasti tidak akan objektif,” tegas Ahmad Soleh di Serang, Senin (10/9). Soleh memaparkan bahwa tempat penampungan limbah yang dimiliki PT IKPP, tidak cukup untuk menampung seluruh limbah yang dikeluarkan yang kemudian diproses agar saat dialirkan ke Sungai Ciujung sesuai dengan buku mutu air yang dapat digunakan. “Faktanya,
kekuatan penampung ipalnya hanya 32 ribu meter kubik per hari. Sementara setiap harinya PT IKPP membuang limbahnya hampir 38 ribu meter kubik,” jelasnya. Dikatakan, berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukannya, saat ini saja bau Sungai Ciujung tercium hingga satu kilometer. Sementara airnya sendiri sudah tidak dapat digunakan lagi. “Mata saja sampai berair jika kita terlalu dekat akibat aroma limbah dari PT IKPP yang begitu menyengat,” katanya. Menurut Soleh, Pemkab Serang dan Pemprov Banten belum menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi limbah dari PT IKPP tersebut. Karena itu, masyarakat harus berani bersuara. “Manajemen PT IKPP secara perlahan telah membunuh masyarakat Serang Timur dan Utara. Sementara pemerintah tidak pernah tegas menutup perusahaan yang jelas-jelas sudah melanggar undang-undang,” tegasnya. Sementara, Kepala Badan Lingkungan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Serang, Anang Mulyana hingga saat ini masih menunggu hasil audit tim independen dari Kementerian LH. Sebelum lebaran, kata Anang, pihaknya bersama dewan sudah menanyakan hasil audit tersebut. “Kita juga sudah melayangkan surat ke Kementerian LH untuk segera memberitahu hasil auditnya. Katanya, September 2012 ini akan diberikan,” jelasnya. Dikatakan Anang, audit tersebut merupakan audit wajib karena pencemaran limbah dari PT IKPP sudah dianggap membahayakan. Anang juga tidak menyangkalnya jika PT IKPP masih membuang limbahnya ke Sungai Ciujung meskipun debit airnya saat ini minim akibat musim kemarau. [149]
source : http://sp.beritasatu.com/home/pencemaran-sungai-ciujung-akibat-limbah-pt-ikpp-semakin-membahayakan/24464
TRAGEDI LUMPUR LAPINDO BESERTA DAMPAK DAN SOLUSI PENANGGULANGANNYA
01 Sunday SEP 2013
POSTED BY NICKOISUMC IN 5TH SEMESTER - PROFESSIONAL ETHICS (COURSE) ≈ LEAVE A COMMENT
PENDAHULUAN
Pada negara-negara berkembang, banyak potensi-potensi positif yang dapat
diraih sebagai tujuan di masa mendatang. Akan tetapi, hal tersebut tidak pula
luput dari berbagai masalah yang muncul di berbagai bagian, baik dalam segi
aspek sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Perencanaan dan
pengimplementasian proyek pengembangan dan pemanfaatan sumber daya yang
kurang matang menimbulkan rentetan masalah yang panjang. Dalam hal ini,
pihak dengan wewenang tinggi, seperti pemerintah sudah seharusnya mengambil
tindakan tegas dan tepat dalam mengambil keputusan yang adil dan bijak untuk
memberikan solusi terbaik atas masalah yang timbul dan berdampak negatif bagi
ketidakstabilan ekosistem negara dan masyarakat. Cara penanganan dari pihak
pemerintah, respon pihak yang bertanggung jawab dan masyarakatnya bisa
menyimpulkan sisi etika profesi mereka.
Dalam lingkup ini negara berkembang yang menjadi konsentrasi saya adalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu masalah besar negara
Indonesia yang masih belum terselesaikan secara tuntas dan jelas adalah
Bencana yang ditimbulkan akibat Eksplorasi Minyak dan Gas (Migas) oleh PT
Lapindo Brantas Inc pada tanggal 29 Mei 2006. Masalah yang ditimbulkan oleh PT
Lapindo Brantas Inc. merupakan masalah terparah dalam kronologi eksplorasi
Migas di Indonesia.
TRAGEDI PENYEBAB KEJADIAN
Penyebab kejadian perkara bencana yang dialami PT. Lapindo Brantas Inc. adalah
kebocoran sumur galian yang berasal dari desa Renokenongo.
Pertama-tama Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada
awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT
Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International
Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai
US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590
meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan
dipasang selubung bor (casing) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan
kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur
dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam
sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada
kedalaman 150 kaki, casing 20 inci pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inci pada
2385 kaki dan casing 13-3/8 inci pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan,
15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki
sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang
rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng
Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini
dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis
dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target
pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng
yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang
casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang
sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang
karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur
overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha
menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo
(Medici).
Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping.
Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya
menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-
bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi
Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation
loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha
menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit
sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan,
perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan
lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan
kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur
naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan
(surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi
geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami
(natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat
melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP
sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan
lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah
mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan
di sumur itu sendiri.
Dari sinilah banyak semburan lumpur yang mengandung zat-zat berbahaya yang
keluar dari beberapa titik.
DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Dampak yang telah ditimbulkan sangatlah mempengaruhi kondisi perekonomian
di wilayah Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo
Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun
membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
1). Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi
empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya
warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur
ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga
bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total
warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa
mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit
rumah ibadah terendam lumpur.
2). Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006
antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo,
Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor
unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
3). Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi
dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang
terkena dampak lumpur ini.
4). Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam
tak bekerja.
5). Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta
rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
6). Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak
1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480,
Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri),
kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15
unit.
7). Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal
persawahan
8). Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik
PDAM Surabaya patah.
9). Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan
lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.
10). Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak
ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan yang parah di jalur-jalur alternatif,
yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong. Penutupan ruas
jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang
dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini
berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan
Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa
Timur.
11). Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat
desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
SOLUSI/UPAYA PENANGGULANGAN YANG TELAH DILAKUKAN
Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka pencegahan dan penanganan
luapan lumpur. Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan
lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap
tim terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa
universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar dari ITS, Institut Teknologi
Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani
penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka
pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk
jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.
Ada pihak-pihak yang mengatakan luapan lumpur ini bisa dihentikan, dengan
beberapa skenario dibawah ini.
Skenario pertama, menghentikan luapan lumpur dengan menggunakan
snubbing unit pada sumur Banjar Panji-1. Snubbing unit adalah suatu sistem
peralatan bertenaga hidraulik yang umumnya digunakan untuk pekerjaan well-
intervention & workover (melakukan suatu pekerjaan ke dalam sumur yang sudah
ada). Snubbing unit ini digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor seberat 25
ton dan panjang 400 meter yang tertinggal pada pemboran awal. Diharapkan bila
mata bor tersebut ditemukan maka ia dapat didorong masuk ke dasar sumur
(9297 kaki) dan kemudian sumur ditutup dengan menyuntikan semen dan lumpur
berat. Akan tetapi skenario ini gagal total. Rangkaian mata bor tersebut berhasil
ditemukan di kedalaman 2991 kaki tetapi snubbing unit gagal mendorongnya ke
dalam dasar sumur.
Skenario kedua dilakukan dengan cara melakukan pengeboran miring
(sidetracking) menghindari mata bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran
dilakukan dengan menggunakan rig milik PT Pertamina (persero). Skenario kedua
ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa
kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi
pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu
muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan
membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi
pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak
untuk ditinggikan lagi. Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan
secara permanen sumur BJP-1.
Skenario ketiga, pada tahap ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan terlebih
dulu membuat tiga sumur baru (relief well). Tiga lokasi tersebut antara lain:
Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500
meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari
Sumur Banjar Panji-1. Sampai saat ini skenario ini masih dijalankan.
Ketiga skenario beranjak dari hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan di
dinding sumur Banjar Panji-1. Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang terjadi
adalah fenomena gunung lumpur (mud volcano), seperti di Bledug Kuwu di
Purwodadi, Jawa Tengah. Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus memuntahkan
lumpur cair hingga membentuk rawa.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa saya petik adalah perencanaan akan suatu proyek besar
haruslah memikirkan kondisi jangka panjang dan antisipasi yang matang. Dan
sikap yang diambil dari pihak PT Lapindo Brantas dalam hal menekan biaya
dengan mengurangi aspek safety yang seharusnya dipasang sangatlah salah dan
pada akhirnya merugikan banyak pihak. Begitu juga, kurang tegasnya pemerintah
dalam memberi sanksi kepada pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam
hal ini, sehingga masalah tidak kunjung menemukan titik terang
SARAN
Dalam pola pikir sehat dan etika yang berlaku, seharusnya bencana ini
tidak akan terjadi jika tidak ada faktor “kerakusan” akan keuntungan demi
kepentingan pribadi. Serta sanksi pemerintah dalam menanggapi hal ini harus
lebih tegas karena masalah yang belum secara penuh terselesaikan sehingga
masih banyak masyarakat Indonesia di sana.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Berkas:Ubo.jpg&filetimestamp=20060822101229& . Diakses pada tanggal
31 Agustus 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo. Diakses pada tanggal
31 Agustus 2013.
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/20/
time/202905/idnews/679483/idkanal/10. Diakses pada tanggal 31 Agustus 2013.
http://www.anneahira.com/artikel-bencana-lumpur-lapindo.htm. Diakses pada
tanggal 31 Agustus 2013/
Source : https://myumciseducationalblog.wordpress.com/2013/09/01/tragedi-lumpur-lapindo-beserta-dampak-dan-solusi-penanggulangannya/
Sumber: https://hotmudflow.wordpress.com/2010/07/28/3088/DOKMI/ip01. Tanggal 5 Juni 2006, semburan lumpur panas meluas hingga menutupi hamparan sawah seluas lebih 12 hektar yang masuk dalam wilayah Desa Renokenongo dan Jatirejo. Akibat dari peristiwa ini dilaporkan pohon dan tumbuhan di sekitar lokasi yang tergenang seperti pohon sengon, pisang, dan bambu serta rumput alang-alang mulai mengering. Besarnya semburan lumpur yang keluar dari perut bumi juga menyebabkan ketinggian lumpur sedikit lebih tinggi dari badan jalan Tol Surabaya-Gempol Kilometer 38. Dari peristiwa ini, sebagian penduduk Dusun Siring Tangunan dan Dusun Renomencil berjumlah 188 KK atau 725 Jiwa terpaksa mengungsi ke Balai Desa Renokenongo dan Pasar Baru Porong.
02. Pada tanggal 7 Juni 2006, semburan lumpur panas semakin membesar dan mulai mendekati pinggir bagian Timur di Desa Siring sehingga mengancam pemukiman penduduk di desa tersebut. Kondisi ini terus memprihatinkan karena semakin hari debit lumpur yang keluar dari perut bumi semakin membesar hingga akhirnya pada 7 Juli 2006, lumpur mulai menggenangi areal pemukiman penduduk dusun Renomencil Desa Renokenongo dan Dusun Siring Tangungan, Desa Siring. Akibat dari peristiwa ini 993 KK atau 3815 Jiwa terpaksa mengungsi ke Pasar Baru Porong, atau ke rumah-rumah sanak famili yang tersebar di sejumlah tempat.
03. 10 Juli 2006, lumpur mulai menggenangi areal persawahan bagian Selatan lokasi semburan yang berbatasan dengan Desa Jatirejo, di kawasan itu juga terdapat sejumlah pabrik.
04. 12 Juli 2006 lumpur panas mulai menggenangi areal pemukiman Desa Jatirejo dan Kedungbendo akibat tanggul-tanggul penahan lumpur di Desa Renokenongo dan Siring tidak mampu menahan debit lumpur yang semakin membesar.
05. Pada bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak kurang 25.000 jiwa mengungsi. Tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur. Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur adalah lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring, lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon, serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang. Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini. Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja. Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon). Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit .
06. Memasuki akhir September 2006, Desa Jatirejo Wetan termasuk di sini dusun Jatianom, Siring Tangunan dan Kedungbendo, tenggelam akibat tanggul penahan lumpur di desa Siring dan Renokenongo kembali jebol.
07. 22 November 2006, pipa gas milik Pertamina meledak, yang menyebabkan 14 orang tewas (pekerja dan petugas keamanan) dan 14 orang luka-luka . Peristiwa meledaknya pipa Pertamina diceritakan oleh penduduk seperti kiamat karena ledakan yang sangat keras dan api ledakan yang membumbung sampai ketinggian 1 kilo meter. Penduduk panik dan berlarian tak tentu arah. Suasana sangat mencekam dan kacau balau . Sebelumnya telah ada peringatan bahwa akibat amblesnya tanggul yang tidak kuat menahan beban menyebabkan pipa tertekan sehingga dikhawatirkan akan meledak. Namun peringatan ini tidak diindahkan oleh pihak Pertamina. Peristiwa ini juga mengakibatkan tanggul utama penahan lumpur di desa Kedungbendo rusak parah dan tidak mampu menahan laju luapan lumpur. Dari peristiwa tersebut sejumlah desa di wilayah utara desa tersebut seperti, Desa Kali Tengah dan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera Kecamatan Tanggulangin, mulai terancam akan tergenang lumpur.
08. 6 Desember 2006, Perumtas I dan II tergenang lumpur dengan ketinggian yang beragam. Di laporkan lebih dari 2000 jiwa harus mengungsi ke Pasar Baru Porong.
09. Memasuki Januari 2007, Perumtas I dan II sudah terendam seluruhnya.
10. Memasuki April 2007, lumpur dan air mulai merendam Desa Ketapang bagian Timur akibat luapan lumpur yang bergerak ke arah Barat menuju jalan raya Surabaya Malang gagal ditahan oleh tanggul-tanggul darurat di perbatasan antara desa Kedungbendo dan Desa Ketapang. Dilaporkan lebih dari 500 orang harus mengungsi ke Balai Desa Ketapang.
11. 10 Januari 2008, Desa Ketapang Barat dan Siring Barat terendam air dan lumpur akibat tanggul di sebelah Barat yang berdekatan dengan jalan raya Malang-Surabaya jebol karena tidak mampu menahan lumpur yang bercampur dengan air hujan. Dilaporkan sekitar lebih dari 500 orang mengungsi ke Pasar Porong atau ke sanak keluarga mereka yang terdekat.
12. Dengan demikian sampai November 2008, terdapat 18 desa yang tenggelam dan/ atau terendam dan/ atau tergenang lumpur, yang meliputi: Desa Renokenongo, Jatirejo, Siring, Kedung Bendo, Sentul, Besuki, Glagah Arum, Kedung Cangkring, Mindi, Ketapang, Pajarakan, Permisan, Ketapang, Pamotan, Keboguyang, Gempolsari, Kesambi, dan Kalitengah. (*/OL-8)