KASUS 3. BB TURUN.docx
-
Upload
gema-disiyuna -
Category
Documents
-
view
245 -
download
2
Transcript of KASUS 3. BB TURUN.docx
1
Kasus 3
Berat badan turun
Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke tempat praktek dokter
dengan keluhan berat badannya turun drastis sejak satu bulan yang lalu.
Sebelumnya ia di diagosa dengan hipertiroid dengan keluhan benjolan di lehernya
yang semakin memebesar, jantung sering berdebar-debar, mudah lelah, dan sering
berkeringat. Ia telah melakukan pemeriksaan tiroid dan mendapatkan obat serta
terapi radioaktif. Ia merasakan gejalanya menghilang tetapi berat badannya tetap
turun dan sekarang ia menjadi tidak tahan dingin. Pasien khawatir apakah
pengobatannya tidak berhasil.
STEP I
1. Hipertiroid
- Tirotoksikosis yang diseb Kan kelenjar tiroid yang hiperaktif
- Kelebihan hormon tiroid dalam sirkulasi
STEP II
1. Bagaimana fisiologi kelenjar tiroid ?
2. Bagaimana etiologi hipertiroid dan patofisiologinya ?
3. Mengapa berat baban pasien turun drastis ?
4. Mengapa gejala klinis dikasus dapat timbul ?
5. Bagaimana gejala dan tanda lain dalam kasus ?
6. Bagaimana pendekatan diagnosis pada kasus ?
7. Bagaimana komplikasinya ?
8. Penatalaksanaan ?
9. Apa fungsi terapi radioaktif dan bagaimana efeknya ?
STEP III
1. – Fungsi
- Sintesis
- Penyimpanan
- Sekresi
2
- Regulasi
- Transpor
- Metabolisme
2. – Graves diseases
- Tumor tiroid
- Sekresi berlebih dari hipofisis
3. Karena meningkatnya metabolisme tubuh
4. – tiroid membesar : karena TSH meningkat
- Jantunng berdebar-debar : karena meningkatnya frekwensi denyut
jantung
- Mudah lelah : meningkatnya metabolisme energi
- Sering berkeringat : karena meningkatnya produksi panas
5. – umum
- GI
- Genitourinaria
- Kulit
- Psikis dan saraf
- Jantung
- Darah dan limfatikk
- Tulang
- Muskular
6. – anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang
- DD : Hipertiroid, hipotiroid, graves diseases, tiroiditis, nodul tiroid,
GAKY.
3
7. Krisis tiroid
8. – medikamentosa
- Non medikamentosa
9. Memasukan yodium yang bersifat radioaktif sewaktu dalam kelenjar --?
Merusak sebagian besar sel sekretoris kelenjar tiroid.
STEP IV
1. Fisiologi hormon tiroid
A. Sintesis, penyimpanan dan sekresi
Bahan dasar sintesis tiroid adalah :
o Tirosin asam amino yang dibentuk oleh tubuh
o Iodium : diperoleh dari makanan
Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam
beberapa tahap, sebagaian besar di stimulir oleh TSH, yaitu :
a) Tahap trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang
terdapat pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan
basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum
dalamkeadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent
dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh
pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah.
Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodide
ini dirangsang oleh TSH. (Guyton, 2012)
b) Tahap oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon,
iodide tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk
aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalahiodium.
Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin
membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat
padamolekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin
4
ini dipengaruhi oleh kadar iodiumdalam plasma. Sehingga makin
tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium
yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium
yang terikat akanberkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih
banyak daripada T4. (Guyton, 2012)
c) Tahap coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling
bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin
(T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan
iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul tirosin yang terikat padaikatan di dalam tiroglobulin.
Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam
koloid melalui proses eksositosis granula. (Guyton, 2012)
d) Tahap penimbunaan atau storage
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling
tersebut kemudian akan disimpan didalam koloid. Tiroglobulin
(dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan
dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH. (Guyton, 2012)
e) Tahap deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan
iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi
menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini
dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium. (Guyton,
2012)
f) Tahap proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan
merangsang pembentukan vesikel yang didalamnya mengandung
tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes
koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan
pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT. (Guyton,
2012)
5
g) Tahap pengeluaran hormon kelenjar tiroid
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati
membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa
yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein
(TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Ikatan T3
dengan TBP kurang kuatdaripada ikatan T4 dengan TBP. Pada
keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar
hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein
pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan
kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung
mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah
protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia
yang menderita penyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar
protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas
akan meningkat (Sudoyo AW, 2009)
6
Gambar 1. Biosintesis Hormon Tiroid
B. Regulas
Stres Keadaan dingin pada bayi
- +
Regulasi hormon tiroid (Sherwood, 2011)
C. Transportasi dan Metabolisme Hormon Tiroid
Hormon thyroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada
protein plasma, yaitu: globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding
globulin, TBG), prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding
prealbumin, TBPA) dan albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding
albumin, TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada
protein-protein tersebut dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari
0,05 %) berada dalam bentuk bebas. (Price, 2006)
Meningkatkan laju metabolik dan produksi panas ; peningkatan pertumbuhan dan perkembangan SSP; penaikan aktivitas simpatis
Hormon tiroid T3 dan T4
Kelenjar tiroid
Tiroid stimulating hormon (TSH)
Hipofisis anterior
Tiroid releasing hormon (TRH)
Hipotalamus
7
Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan
yang reversibel. Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif
secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan terikat pada
protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran. (Price, 2006)
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein
pengikat yang paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas
yang lebih besar terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan
triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke
jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas
metabolik triiodotironin lebih besar. (Price, 2006)
Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar
tiroksin total dalam sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada
kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis, sirosis primer
kandung empedu dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan
peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya,
penurunan TBG, misalnya pada sindrom nefrotik, pemberian
glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolik dapat
menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein.
(Price, 2006)
D. Mekanisme Kerja Hormon Tiroid
Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik
melalui pengaturan ekspresi gen, dan non genomik melalui efek
langsung pada sitosol sel, membran dan mitokondria. (Price, 2006)
Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai
berikut, hormon thyroid yang tidak terikat melewati membran sel,
kemudian masuk ke dalam inti sel dan berikatan dengan reseptor
thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan reseptor
tersebut, tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada
T4. (Price, 2006)
Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA
melalui jari-jari “zinc” dan meningkatkan atau pada beberapa keadaan
8
menurunkan ekspresi berbagai gen yang mengkode enzim yang
mengatur fungsi sel. (Price, 2006)
Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali
lebih kuat daripada T4. Hal ini disebabkan karena ikatan T3 dengan
protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada reseptor
hormon thyroid. (Price, 2006)
E. Efek Hormon Tiroid
Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas
metabolisme pada hampir semua jaringan dan organ tubuh, karena
perangsangan konsumsi oksigen semua sel-sel tubuh. Kecepatan
tumbuh pada anak-anak meningkat, aktifitas beberapa kelenjar
endokrin terangsang dan aktifitas mental lebih cepat. (Sudoyo, 2009)
Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari efek
genomnya menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat,
pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang melibatkan
Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergik yang
bertambah tetapi ada juga efek yang non genomik misalnya
meningkatkan transpor asam amino dan glukosa, menurunya enzim
tipe-25’-deyodinase di hipofisis. (Sudoyo, 2009)
- Pertumbuhan Fetus
Sebelum minggu ke 11 tiroid fetus belum bekerja juga TSH
nya dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid
bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di
plasenta meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang
cukup menyebabkan lahirnya bayi kretin yaitu retradasi mental dan
cebol. (Sudoyo AW, 2009)
- Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal
bebas. Kedua peristiwa di atas di rangsang oleh T lewat
Na+K+ATPase di semua jaringan keciali otak, testis dan limpa
metabolisme basal meningkat hormon tiroid menurun kadar
9
superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida
meningkat. (Sudoyo AW, 2009)
- Efek Kardiovaskular
Tiroid menstimulasi :
a. Transkripsi miosin hc-β dan menghambat miosin hc-β
akibatnya kontraksi otot miokard menguat.
b. Transkripsi Ca2+ATPase di retikulum sarkoplasma
meningkatkan tonus diastolik.
c. Mengubah konsentrasi protein G reseptor adrenergik sehingga
akhirnya hormon tiroid ini efek yonotropik positif, secara
klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardia.
(Sudoyo AW, 2009)
Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung.
Sebagian disebabkan karena kerja langsung T3 pada miosit,
dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan sistem
saraf simpatis. (Guyton AC, 2003)
Hormon thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas
reseptor β-adrenergik pada jantung, sehingga meningkatkan
kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik
katekolamin. (Guyton AC, 2003)
Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin
yang ditemukan pada otot jantung. Pada pengobatan dengan
hormon thyroid, terjadi peningkatan kadar myosin heavy chain-
α (MHC-α), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi otot
jantung. (Guyton AC, 2003)
- Efek simpatik
Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard,otot
seklet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunya
reseptor adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap
katekolamin amat tinggi pada hipertiroidisme dan sebalik nya
pada hipotiroidisme. (Sudoyo AW, 2009)
10
- Efek hematopoetik
Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidisme
menyebabkan eritropoiesis dan produksi eritropoetin meningkat,
volume darah tetap namun red cell turn over meningkat. (Sudoyo
AW, 2009)
- Efek gastrointestinal
Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat kadang ada
diare, pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung
melambat hal ini dapat menyebabkan bertambah kurusnya
seseorang. (Sudoyo AW, 2009)
- Efek pada skelet
Turn-over tulang meningkat resorsbi tulang lebih
terpengaruh dari pada pembentukanya, hipertiroidisme dapat
menyababkan osteopenia dalam keadaan berat mampu
menghasilkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda
hidroksipolin dan cross-link. (Sudoyo AW, 2009)
Hormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan
pematangan tulang yang normal. Pada anak dengan hipotiroid,
pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda.
Tanpa adanya hormon thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga
terhambat, dan hormon thyroid memperkuat efek hormon
pertumbuhan pada jaringan. (Guyton AC, 2003)
- Efek neuromuskular
Turn-over yang meningkat juga menyebabkan miopati di
samping hilang nya otot, dapat terjadi kreatinuria spontan
kontraksi serta relaksasi otot meningkat (hiperrefleksia). (Sudoyo
AW, 2009)
Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi
kelemahan otot (miopati tirotoksisitas). Kelemahan otot mungkin
disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein. Hormon
thyroid mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain
(MHC) baik di otot rangka maupun otot jantung. Namun, efek
11
yang ditimbulkan bersifat kompleks dan kaitannya dengan
miopati masih belum jelas. (Guyton AC, 2003)
- Efek endrokin
Sekali lagi, hormon tiroid meningkatkan metabolic turn-
over banyak hormon serta bahan farmakologik contoh : waktu
paruh kortisol adalah 100 menit pada orang nornal tetapi akan
menurun jadi 50 menit pada hipertroidisme dan 150 menit pada
hipotiroidisme dapat menutupi (masking) atau memudahkan
unmasking klainan adrenal. (Sudoyo AW, 2009)
2. Etiologi dan patofisiologi hipertiroid
Tirotoksikosis dan Hipertiroidisme
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan
hipertiroidisme. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon
tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis
yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya,
manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan
reseptor T3-inti yang makin penuh (Sudoyo, 2007).
a. Etiologi
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme
Primer
Tirotoksikosis tanpa
Hipertiroidisme
Hipertiroidisme
Sekunder
Penyakit Graves
Hormon tiroid
berlebihan
(tirotoksikosis faktisia)
TSH-secreting tumor
chGH secreting tumor
Gondok
multinodula toksikTiroiditis subakut
Tirotoksikosis gestasi
(trimester pertama)
Adenoma toksik Silent thyroiditis Resistensi hormon
tiroidObat : yodium
lebih, litium
Destruksi kelenjar
amiodaron
Karsinoma tiroid I-131, radiasi, adenoma,
12
yang berfungsi
infarkStruma ovarii
(ektopik)
Mutasi TSH-r Gsa
Tabel 1. Penyebab tirotoksikosis
(Sudoyo, 2009)
b. Patogenesis
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves,
goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar
tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai
dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. (Sudoyo AW, 2009)
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena
ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini
adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan –
bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil
akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien
hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI
meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang
pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH
yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid
yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan
TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. (Sudoyo AW, 2009)
13
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan
tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis
pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat
dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps
saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme
ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan
yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga
merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar. (Sudoyo AW, 2009)
3. Berat badan pasien turun
Ketika hipertiroidisme nafsu makan pasien meningkat sebagai
respon terhadap meningkatnya kebutuhan metabolik namun berat badan
biasanya turun karena tubuh menggunakan bahan bakar jauh lenih cepat.
4. Kenapa muncul gejala klinis
- Jantung berdebar : karena meningkatnya kepekaan jantung
terhadap katekolamin peningkatan curah jantung
peningkatan aliran darah ke jantung Frekwensi denyut jantung,
kekuatan jantung meningkat.
- Mudah lelah : peningkatan metabolisme tidak adanya
keseimbangan energi .
- Berkeringat : karena meningkatnya produksi panas.
14
5. Gejala dan tanda
Sistem Gejala dan tanda
UmumTak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, berat badan
turun, tumbuh cepat, toleransi obat.
Gastrointestina
l
Hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah,
disfagia, splenomegali.
Muskular Rasa lemah
GenitourinariaOligomenorea, amenorea, libido turun, infertil,
ginekomasti
Kulit Rambut rontok, berkeringat, kulit basah, onikolisis.
Psikis dan sarafLabil, iritable, tremor, psikosis, nervositas, paralisis
periodik dyspnea
Jantung Hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung.
Darah dan
sistem limfatik
Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar.
Skelet Osteoporosis, epifisis cepat menutup, nyeri tulang.
Tabel 2. Gejala dan tanda hipertiroidisme umumnya
(Sudoyo, 2009)
6. Penegakan diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula
pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga
sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka
keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara
lain adalah :
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
15
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan
terhadap katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan
panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar
(nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Mata melotot (exoptalmus). (Sudoyo AW, 2009)
b. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosis penyakit ini harus dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan tes darah laboratorium
untuk melihat kadar hormon T3, T4 dan THS. Jika kadar hormon tiroid
tinggi dan kadar hormon THS rendah, hal ini mengindikasikan kelenjar
tiroid terlalu aktif yang disebabkan oleh adanya suatu penyakit. Bisa
juga dideteksi dengan menggunakan scan tiroid yang menggunakan
sinar X-ray untuk melihat kelenjar tiroid setelah menggunakan iodin
radioaktif melalui mulut. (Sudoyo AW, 2009)
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
3. Bebas T4 (tiroksin)
4. Bebas T3 (triiodotironin)
16
5. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk
memastikan pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan
hiperglikemia. (Sudoyo AW, 2009)
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan
perantaraan tes-tes fungsi tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang
digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid :
1. Kadar total tiroksin dan triiodotironin serum
2. Tiroksin bebas
3. Kadar TSH serum
4. Ambilan iodium radioisotop (RAI) (Price, 2006)
Tes Hipertiroidisme Hipotiroidisme
Ambilan RAI
Tiroksin
serum
Tiroksin
bebas
Serum TSH
Meningkat
meningkat
meningkat
menurun
menurun
menurun
menurun
meningkat
Tabel 3. Tes-tes fungsi tiroid
c. Diagnosis banding
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai (1) primer (ke
gagalan tiroid), (2) sentral (terhadap kekurangan TSH hipofisis), atau
(3) tersier (berhubungan dengan defisiensi TRH hipotala mus)-atau
mungkin karena (4) resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai goiter dan non –goiter.
(Ronald A, 2004)
17
a). Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dari Hipotiroidisme primer, hipogenesis atau
agenesis kelenjar tiroid. Hormone berkurang akibat anatomi
kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak
dari hipotiroidisme kongenital di Negara barat. Umumnya
ditemukan pada program skrining massal. Apabila gangguan faal
tiroid teradi karena ada kegagalan hipofisis, maka disebut
hipotiroidisme sentral (HS), sedangkan apabila kegagalan terletak
di hipotalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi
karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan
tumor, gangguan virus, sakit kepala , tetapi juga karena produksi
hormone yang berlebih (ACTH→ penyakit cushing, hormone
pertumbuhan→ akromegali, proacktin→ galaktorea pada wanita
dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormone akibat
desakan tomor hipofisis lobus anterior adalah: gonadotrophin,
ACTH, hormon hipofisis lain dan TSH. (Sudoyo AW, 2009)
Penyebab
hipertiroidisme sentral
(HS)
Penyebab hipertiroidisme
primer (HP)
Hipertiroidisme
sepintas (transit)
lokalisasi hipofisis
atau hipotalamus
1. Tumor,infiltras
i tumor
2. Nekrosis
iskemik
(sindrom
sheehan pada
hipofisis)
3. Iatrogen
(radiasi
operasi)
1. Hipo atau agenesis
kelenjar tiroid
2. Destruksi kelenjar
tiroid
a. Pasca radiasi
b. Tiroiditis
autoimun,
hashimoto
c. Troiditis de
quervain
3. Atrofi (berdasar
autoimun)
1. tiroiditis de
quervain
2. silent
thyroiditis
3. tiroiditis
postpartum
4. hipertiroidism
e neonatal
sepintas
18
4. Infeksi
(sacroidosis)
4. Dishormonogenesi
s sintesis hormone
5. Hipertiroidisme
transien (spintas)
Tabel 3. Penyebab Hipotiroidisme (Sudoyo AW, 2009)
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau
lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial
jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering
menjadi hipotiroidisme dan 40 % mengalaminya dalam 10 tahun, baik
karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang
mendasarinya. (Sudoyo AW, 2009)
Pascaradiasi. Pemberian RAI (radioaktiv iodine) pada
hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40 – 50% pasien menjadi
hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik
hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar < 5%. Juga dapat terjadi pada
radiasi eksternal di usia <20 th : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun
pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi. (Sudoyo AW, 2009)
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses
autoimun, di mana berperan antibody antitiroid, yaitu Ab terhadap fraksi
tiroglobulin (antibody-antitiroglobulin, ATg-Ab). Kerusakan yang luas
dapat menyebabkan hipotiroidisme. Factor predisposisi meiputi: toksin,
yodium, hormone (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan
supresi kortikosteroid), stress mengubah interaksi system imun dengan
neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok.
Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
Dengan obat T4 selama setahun, 20% kasus memburuk, 40% kasus tetap,
dan ada perbaikan pada 19% sedangkan 11,4% kasus sembuh. (Sudoyo AW,
2009)
Tioriditis pascapartum. Merupakan peristiwa autoimuun yang
terjadi pada wanita postpartum, dengan silih berganti antara hipotiroidisme
dan hipertiroidisme dapat sebagai penyakit sendiri atau eksaserbasi Graves.
Ada fase toksis dan fase hipotiroidisme dengan depresi. Apabila ditemukan
19
antibody tiroid di trimester pertama kehamilan, maka peluang menderita
tiroiditis di fase postpartum sebesar 33-50%. Monitoring jangka panjang
penting sebab 23% akan menjadi hipotiroidisme menetap, dan selebihnya
eutiroid dalam tempo setahun. Antibody-anti TPO dan antibody-antiTg
merupakan penanda untuk AIT pada kehamilan. Prevalensi PATD
(postpartum Autoimmune Thyroid Disease) di dapat 5,5%. (Sudoyo AW,
2009)
Tiroiditis subakut (De Quervain) nyeri di keanjar/sekitar, demam,
menggigil Etiologi: virus, akibat nekrosis jaringan , hormone merembes
masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme).
Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas. (Sudoyo AW,
2009)
Dishormonogenesis. ada defek pada enzim yang berperan pada
langkah-langkah proses hormonogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat
resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada
skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan baru pada usia
lanjut. Defective organification adalah salah satu sebab hipotiroidisme
congenital. Meskipun terdeteksi mutasi titik tunggal dari GaC pada 1265
pasang basa gen TPO, tetapi ekspresi asam aminonya tidak berubah, diduga
ada perubahan struktur tersier molekul TPO. Satu kasus usia 16 th dengan
dishormogenesis dari RS Dr. Kariadi telah dilaporkan di medika tahun
2001. (Sudoyo AW, 2009)
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer/sekunder,
amat jarang. (Sudoyo AW, 2009)
Hipotiroidisme Sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah
keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai.
Misalnya pasca pengobatan RAI, pascatiroidiktomi subtotalis. Pada tahun
pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami
hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak
kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa memberi substitusi. Pada
neonates di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan,
20
dan mereka berisiko mengalami gangguan perkembangan saraf. (Sudoyo
AW, 2009)
Pengaruh Obat Farmakologis. Dosis OAT (obat anti tiroid)
berlebihan menyebabkan hipotiroidisme. Dapat juga terjadi pada pemberian
litium karbonat pada pasien psikosis, terlebih kalau AM/AT-antibodi pasien
(+). Hati-hatilah menggunakan fenitoin dan feneobarbital seabab
meningakatkan metabolism tiroksin di hepar. Kelompok kolerstiramin dan
kolestipol dapat mengikat hormone tiroid di usus. Defisiensi yodium berat
serta berlebihan yodium kronis menyebabkan hippotiroidisme dan gondok,
tetapi sebaliknya kelebihan akut menyababkan IIT (iodine induced
thyrotoxcisos). Penyebab lain sitokin (IF-α, IL-2), aminoglutamid,
etioamida, sulfonamide, sigaret, lingual tiroid. Untuk ini kasus dengan
hepatitis virus C yang diobati dengan IF-α perlu diperiksa status tiroidnya.
Bahan farmakologis yang menghambat sintesis tiroid adaah tionamid
(MTU, PTU, Karbimazol), perklorat, sulfonamide, yodida (obat batuk,
amiodaron, media kontras Ro, garam litium) dan meningkatkan
katabolisme/penghancuran hormone tiroid: fenitoin, fenobarbital, yang
menghambat jalur enterohepatik hormone tiroid kolestipol dan
kolestiramin). (Sudoyo AW, 2009)
Tiroiditis Hashimoto ditandai oleh hipotiroidisme struma keras, dan
keberadaan antibodi antitiroglobulin atau antimikrosomal dalam sirkulasi.
Pada ibu dengan penyakit hashimoto yang sudah ada sebelumnya,
kehamilan mungkin menyebabkan perbaikan sementara dari gejala-gejala
yang dialaminya. Ibu yang sebelunya diobati untuk hipotiroidisme dapat
memiliki manifestasi hipotoroidisme dan memerlukan penggantian hormone
tiroid. (Sudoyo AW, 2009)
Berdasarkan kutipan di atas, Kekurangan yodium menyebabkan
hipotiroidisme di wilayah pegunungan di di seluruh dunia dimana tanah dan
tanaman tumbuh di sana kekurangan mineral ini. Dalam Alp, kondisi itu
umum sampai tahun theearly abad ke-20. Defisiensi yodium sekarang jarang
terjadi di sebagian besar negara karena penggunaan rutin garam beryodium,
meskipun masih ada "sabuk gondok" yang luas di pegunungan Himalaya.
21
Diagenesis Tiroid pada Hipotiroidisme Kongenital. 1) Sintesis
Tiroksin yang Kurang Sempurna. Berbagai defek pada biosintesis hormone
tiroid dapat mengakibatkan hipotiroidisme kongenital; bila defeknya tidak
sempurna, kompensasi terjadi, dan mulainya hipotiroidisme dapat terlambat
selama beberapa tahun. Gondok selalu hampir ada, dan defek terdeteksi
pada 1 dalam 30.000-50.000 lahir hidup pada program skrening neonatus.
(Sudoyo AW, 2009)
Nodul Tiroid
Terminologi nodul tiroid mengacu pada setiap pertumbuhan
abnormal yang membentuk massa pada kelenjar tiroid. Nodul tiroid dapat
terjadi pada setiap bagian dari kelenjar tiroid. Sebagian nodul dapat diraba
dengan mudah, sedangkan sebagian lainnya sulit untuk diperiksa karena
letak yang profunda. (Sudoyo, 2009)
Menurut American Thyroid Association, nodul tiroid mengacu
pada semua pertumbuhan abnormal pada sel-sel tiroid menjadi kumpulan
massa (benjolan) di dalam kelenjar tiroid. Walaupun sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak (non-kanker), namun terdapat kemungkinan sebagian
nodul tiroid merupakan keganasan pada tiroid. Oleh karena itu, evaluasi
nodul tiroid dilakukan untuk menemukan kasus keganasan pada tiroid.
(Sudoyo, 2009)
Proses terjadinya penyakit ini belum dapat diketahui dengan jelas.
Terdapat dugaan bahwa defisiensi yodium dalam diet, penyakit
Hashimoto, defek genetik pada reseptor TSH dan riwayat terapi pada
kepala-leher di masa anak-anak, merupakan faktor predisposisi terjadinya
nodul tiroid. (Sudoyo, 2009)
22
Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan
perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Jika suatu
kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan nodul tiroid. (Sudoyo, 2009)
Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir
level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk
hipertrofi kelenjar tiroid (struma). Penyebab defisiensi hormon tiroid
termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan
goitrogen. (Sudoyo, 2009)
Gejala Klinis
Pada umumnya nodul tiroid bersifat asimtomatik (tidak ada gejala)
ketika nodul tersebut pertama kali ditemukan. Umumnya, pasien dengan
nodul tiroid datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa
besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh
tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai
rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Keganasan tiroid
yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau.
(Sudoyo, 2009)
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan
pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma
tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri
ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala
yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada cranium. (Sudoyo,
2009)
23
Tiroiditis
Tiroiditis adalah kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi
tiroid. Termasuk didalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan
disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. (misalnya subacut granulomatous
thyroiditis dan infection tiroiditis) dan keadaan dimana secara klinis tidak
ada inflamasi dan manifestasi penyakitnya terutama dengan adanya
disfungsi tiroid atau pembesaran kelenjar tiroid, dan tiroiditis fibrosa.
(Sudoyo, 2009)
Pada golongan tiroiditis subakut pola perubahan fungsi tiroid
biasanya dimulai dengan hipertiroid, diikuti dengan hipotiroid dan akhirnya
kembali ke eutiroid. Hipertiroid terjadi karena kerusakan sel-sel folikel
tiroid dan pemecahan tiroglobulin, menimbulkan pelepasan yang tidak
terkendali dari hormon T3 dan T4. Hipertiroid ini berlangsung sampai
timbunan T3 dan T4 habis. Sintesis hormon yang baru terhenti tidak hanya
karena kerusakan sel-sel folikel tiroid, tetapi juga oleh karena penurunan
TSH akibat kenaikan T3 dan T4.. hipotiroid yang terjadi biasanya sementara.
Bila inflamasi mereda, sel-sel folikel tiroid akan regenerasi, sintesis dan
sekresi hormon akan pulih. (Sudoyo, 2009)
Klasifikasi tiroiditis
1. Tiroiditis akut yang disertai rasa sakit
Tiroiditis pada golongan ini adalah:
a. Tiroiditis infeksiosa akut-tiroiditis supurative.
Terjadi melalui penyebaran hematogen atau lewat fistula
dari sinus piriformis yang berdekatan dengan laring yang
merupakan anomali kongenital yang sering terjadi pada anak-anak.
Sebetulnya krelenjar tiroid sendiri resisten terhadap infeksi karena
beberapa hal diantaranya berkapsul, mengandung yodium tinggi
kaya suplai darah dan saluran limfe untuk drainase. karenanya
tiroiditis infeksiosa ini jarang terjadi kecuali pada keadaan-keadaan
24
tertentu seperti pada mereka yang sebelumnya mempunyai
penyakit tiroid (Ca tiroid, tiroiditis hashimoto, struma
multinoduler) atau adanya supresi sistem imun.
Pasien tiroiditis supurative bakterial ini biasanya mengeluh
rasa sakit yang hebat pada kelerjar tiroid, panas, menggigil,
disfagia, disfonia, sakit leher depan, nyeri tekan, ada fluktuasi, dan
eritema. Fungsi tiroidnya umumnya normal, sangat jarang terjadi
tirotoksikosis atau hipotiroid. Jumlah leukosit dan laju endap darah
meningkat. Pada skintigrafi didapatkan pada daerah supuratif tidak
menyerap yodium radioaktif (dingin). Pasien harus segera
dilakukan aspirasi dan drainase dari daerah supuratif dan diberikan
antibiotik yang sesuai. Umumnya diperlukan penanganan yang
segera, penanganan yang terlambat dapat berakibat fatal. (Sudoyo,
2009)
b. Tiroiditis akut karena radiasi
Pasien penyakit grave yang diterapi dengan iodium
radioaktif sering mengalami kesakitan dan nyeri tekan pada tiroid
5-10 hari kemudian. Keadaan ini disebabkan terjadinya kerusakan
dan nekrosis akibat radiasi tersebut. Rasa sakitnya biasanya tidak
hebat dan membaik dalam beberapa hari. (Sudoyo, 2009)
c. Tiroiditis akut karena trauma
Manipulasi kelenjar tiroid dengan memijat-memijat yang
terlalu keras pada pemeriksaan dokter atau oleh pasien sendiri
dapat menimbulkan tiroiditis akut yang disertai rasa sakit dan
mungkin dapat timbul tirosoksitosis. Trauma ini dapat pula terjadi
akibat penggunaan sabuk pengaman mobil yang terlalu kencang.
(Sudoyo, 2009)
25
2. Tiroiditis sub akut
Tiroiditid subakut dapat dibagi berdasarkan ada atau tidaknya rasa
sakit
a. Tiroiditis subakut yang disertai rasa nyeri (Subacute painful
thyroiditis)
Tiroiditis ini di kenal dengan beberapa nama diantaranya
tiroiditis granulomatosa subakut, tiroiditis nonsupurative subakut,
tiroiditis de Quervain dan tiroiditis sel raksasa. (Sudoyo, 2009)
Tiroiditis granulomaltosa subakut (TGS) penyebabnya
belum jelas, diduga penyebabnya adalah infeksi virus atau proses
inflamasi post viral infection. Kebanyakan pasien memiliki riwayat
infeksi saluran pernapasan bagian atas beberapa saat sebelum
terjadinya tiroiditis. Kejadian tiroiditis ini juga berkaitan dengan
musim, tertinggi pada musim panas dan berkaitan dengan adanya
infeksi virus Coxsackie, parotitis epidemika, campak,dan
adeovirus. Antibodi terhadap virus juga sering didapatkan tetapi
keadaan ini dapat merusak nonspesific anamnesis respons. Tidak
didapatkan adanya inclusion bodies pada jaringan. (Sudoyo, 2009)
Inflamasi pada TGS akan menyebabkan kerusakan folikel
tiroid dan mengaktifkan protealisis dari timbuanan tiroglobulin.
Akibatnya terjadi pelepasan T3 dan T4 yang tidak terkendali dalam
sirkulasi dan terjadilah hpertiroid. Hipertiroid ini akan berakhir
kalau timbunan hormon telah habis, karena sintesis hormon yang
baru tidak terjadi karena kerusakan folikel tiroid maupun
penuruana TSH akibat hipertiroid tersebut. Pada keadaan ini dapat
diikuti hipotiroid. Bila radanya sembuh terjadi perbaiakan folikel
tiroid, sintesis protein. (Sudoyo, 2009)
Awitan dari TGS biasanya pelan-pelan tetapi kadang-
kadang mendadak. Rasa sakit merup[akan rasa keluhan yang selalu
didapatkan dan mendorong pasien berobat. Rasa salit dapat
berbatas pada krelenjar tiroid atau merjalar sampai leher depan,
26
bahu, telinga, rahang dan tenggorokan yang kadang-kadang
menyebabkan pasien periksa ke THT. Biasanya terjadi demam,
malaise, anoreksia, dan myalgia. Kelenjar tiroid membesar difus
dan sakiot pada saat di palpasi. (Sudoyo, 2009)
b. Tiroiditis yang tidak disertai rasa nyeri
Tiroiditis limfositic painless tiroiditis (TLSRS) inflamasi
yang yang disebabakan ini akan menyebabakan kerusakan folikel
tiroid dan mengaktifkan proteolisis tiroglobulin yang berakibat
pelepasan hormon T3 dan T4 dalam sirkulasi dan terjadilah
hipetiroid. Manifestasi klinis TLSRS adalah terjadinya hipertiroid
yang timbul 1-2 minggu dan berakhir 2-4 minggu. Gejala
hipertiroid biasanya ringan. Kelenjar tiroid membesar difuss,
ringan, dan biasanya tidak disertai rasa sakit. Gejala hipertiroid ini
akan mengalami perbaiakan atau terjadinya hipotiroid selama 2-8
minggu.
3. Tiroiditis kronis ( Tiroiditis hashimoto)
penyakit ini sering disebut penyakit autoimun kronis,
merupakan penyebab utama hipotiroid yang iodiumnya cukup.
Karakter klinisnya beruapa kegagalan tiroid terjadi pelan-pelan,
adanya struma, atau keduanya yang terjadi akibat kerusakan tiroid
yang diperantarai autoimun. Hampir semua pasien mempunyai titer
antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T,
dan apoptosis sel folikel tiroid.
Penyebab tiroiditis hashimoto diduga kombinasi dari faktor
genetik dan lingkungan. Mekanisme imunoipatogenetik terjadi
karena adanya ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan
presentasi langsung dari antigen tiroid pada sistem imun.
Perjalanan penyakit ini mungkin pada awalnya dapat terjadi
hipertiroid oleh karena adanya proses inflamasi tetapi kemudian akan
diikuti terjadinya penurunan fungsi tiroid yang terjadi secara
27
perlahan-lahan. Sekali timbul gejala hipotiroid maka gejala ini akan
menetap. (Sudoyo, 2009)
7. Komplikasi
Krisis tiroid
- Krisis tiroid adalah tirotksikosis yang sangat membahayakan
meskipun jarang terjadi.
- Tidak ada satu indikator biokimia yang mampu meramalkan krisis
tiroid, sehingga tindakan didasarkan pada kecurigaan atas tanda –
tanda krisis tiroid membakat, dengan kelainan yanag kahs maupun
tidak khas.
- Faktor risiko krisis tiroid
o Surgical crisis (persiapan oprasi yang kurang baik, belum
eutiroid)
o Medical crisis (stres apapyn , fisik serta fisiologis, infeksi)
- Kecurigaan akan terjadi krisis tiroid apabila terdapat :
1. Menghebatnya tanda tirotoksikosis
2. Kesadaran menurun
3. Hipertremia
8. Penatalaksanaan
Pengobatan
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia
pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan,
situasi pasien, dan resiko pengobatan. Pengobatan tirotoksikosis dapat
dikelompokan dala a) tirostatika; b) tiroidektomi; dan c) yodium radioaktif
(Sudoyo, 2007).
a. Tirostatika (OAT – Obat Anti Tiroid)
Kelompok obat Efek Indikasi
Obat anti tiroid Menghambat
sintesis hormon
Pengobatan lini pertama
28
Propiltiourasil (PTU)
Metimazol (MTZ)
Karbimazol (CMZ)
Antagonis adrenergik-β
tiroid dan berefek
imunosupresif.
pada Graves.
Obat jangka panjang pra
bedah/ pra-RAI.
B-adrenergic-antagonis
Propanolol
Metoprolol
Atenolol
Nadolol
Mengurangi dampak
hormon tiroid pada
jaringan.
Obat tambahan, kadang
sebagai obat tunggal
pada tiroiditis.
Bahan mengandung
Iodine
Kalium iodida
Natrium ipodat
Solusi lugol
Asam lopanoat
Menghambat
keluarnya T4 dan T3
serta menghambat
produksi T3
ekstratirodial.
Persiapan tiroidektomi.
Pada krisis tiroid.
Bukan untuk
penggunaan rutin.
Obat lainnya
Kalium perklorat
Litium karbonat
Glukokortikoids
Menghambat
transpor yodium,
sintesis dan
keluarnya hormon.
Memperbaiki efek
hormon di jaringan
dan sifat
imunologis.
Bukan indikasi rutin.
Pada subakut tiroiditis
berat dan krisis tiroid.
Tabel 4. Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan
tirotoksikosis
(Sudoyo, 2009)
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan obat
OAT ini. Pertama berdasarkan titroasi: mulai dengan dosis besar dan
kemudian berdasarkan klinis / laboratoris dosis diturunkan sampai
mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan
29
eutiroidisme. Kedua disebut sebagai blok substitusi, dalam metoda ini
pasien diberi dosis besar terum menerus dan apabila mencapai keadaan
hipotiroidisme maka ditambah hormon tiroksin hingga mencapai
eutiroidisme pulih kembali (Sudoyo, 2009).
Efek samping yang sering adalah rash, urtikaria, demam dan
malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia. Keluhan yang jarang
berupa keluhan gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, artritis, dan
agranulositosis. Keluhan yang amat jarang adalah trombositopenia, anemia
aplastik, hepatitis, vaskulitis, hipoglikemia (Sudoyo, 2009)
b. Tiroidektomi
Prinsip umum : operai baru dikerjakan kalau keadaan pasien
eutiroid secara klinis maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan
tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari atau
lobektomi total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Setiap
pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme,
atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa resiko
terjadinya krisis tiroid dengan mirtalitas amat tinggi (Sudoyo, 2009).
c. Yodium radioaktif (radio active iodium - RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien dipersiapkan
dengan OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi
hasil akhir pengobatan RAI. Dosis RAI berbeda: ada yang bertahap untuk
membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis
besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai
substitusi. Komplikasi ringan kadang terjadi tiroiditis sepintas (Sudoyo,
2009).
30
Kelenjar tiroid
Gangguan
hipertiroid
hipotiroid
graves diseases
nodul tiroid
Penegakan diagnosis, komplikasi, penatalaksaan
Fisiologi
sintesis penyimpanan
sekresi metabolisme
transpor fungsi
31
STEP V
1. Bagaimana penatalaksanaan kanker tiroid ? jika kelenjar tiroid diangkat
semua darimana kebutuhan hormonnya ?
2. Skoring untuk menentukan hipertiroid ?
3. Pemeriksaan penunjang pada gangguan tiroid ?
4. Program pemerintah dalam mengatasi GAKY ?
STEP VI
Belajar mandri
STEP VII
1. Tiroidektomi
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan
semua atau sebagian dari kelenjar tiroid.
Klasifikasi
Tiroidektomi terbagi atas :
- Tiroidektomi total
Tiroidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien
yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormone
pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan
dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, dan aktifitas.
(Sjamsuhidajat, 2008)
- Tiroidektomi subtotal
Tiroidektomi subtotal, yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid.
Lobus kiri atau kanan yang mengalami pembesaran diangkat dan
diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih dapat memenuhi
kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak
diperlukan terapi penggantian hormon. (Sjamsuhidajat, 2008)
32
Indikasi Tiroidektomi
Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada :
a. Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi
medikamentosa atau yang kambuh
b. Tumor jinak dan ganas tiroid
c. Gejala penekanan akibat tonjolan tumor
d. Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang
e. Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang
Komplikasi Tiroidektomi
- Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam
mengamankan hemostasis. Perdarahan selau mungkin terjadi
setelah tiroidektomi. Bila ini timbul biasanya ini adalah suatu
kedaruratan bedah, yang perlu secepat mungkin dilakukan
dekompresi leher dan mengembalikan pasien ke kamar operasi.
- Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme
udara. Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif
intermiten dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini harus
minimum dan cukup jarang terjadi. (Sjamsuhidajat, 2008)
- Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan
paralisis sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan
anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada operasi
seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus
laryngeus superior. (Sjamsuhidajat, 2008)
- Memaksa sekresi glandula dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan. Hal ini dirujuk pada ‘throtoxic storm’,
yang sekarang jarang terlihat karena persiapan pasien yang adekuat
menghambat glandula tiroid overaktif pada pasien yang dioperasi
karena tirotoksikosis. (Sjamsuhidajat, 2008)
- Sepsis yang meluas ke mediastinum. Perhatian bagi hemostasis
adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi
33
tepat dengan peralatan yang baik dan ligasi yang dapat
menghindari terjadinya infeksi. (Sjamsuhidajat, 2008)
- Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah
reseksi bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dilakukan dengan
pemeriksaan klinik dan biokimia yang tepat pasca bedah.
(Sjamsuhidajat, 2008)
Terapi akibat tiroidektomi total
Hormone Tiroid
Struktur kimia tiroksin dan triidotirodin serta reverse
triiodothyronine (rt3). Semua molekul-molekul alami ini berada dalam
bentuk isomer levo (l). Dekstrotiroksin, yaitu bentuk isomer dekstro (d)
sintetik dari tiroksin, mempunyai aktivitas sekitar 4% aktivitas biologis l-
isomer seperti yang tampak dari kemampuannya yang lebih kecil dalam
menekan sekresi tsh dan memperbaiki hipotiroidisme. (katzung, 2012)
Farmakokinetik
Tiroksin paling baik diabsorbsi di duodenum dan ileum; absorpsi
dimodifikasi oleh faktor-faktor intraluminal se-perti makanan, obat-
obatan, dan flora usus. Biovailabilitas peroral sediaan l-tiroksin terkini
rata-rata 80%. Sebaliknya, t3 hampir seluruhnya diabsorpsi (95%).
Absorpsi t4 dan t3 agaknya tidak dipengaruhi oleh hipotiroidisme ringan
tetapi dapat terganggu pada miksedema berat dengan ileus. Faktor-faktor
tersebut penting dalam mengganti rute terapi oral ke terapi parenteral.
Untuk penggunaan parenteral, rute pemberian melalui intravena lebih
disukai untuk kedua hormon tersebut.(katzung, 2012)
Pada pasien dengan hipertiroidisme, laju bersihan metabolik t4 dan t3
meningkat dan waktu paruhnya ber-kurang; hal yang sebaliknya berlaku
untuk pasien hipotiroidisme. Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim
mikrosom hati (misalnya, rifampin, fenobarbital, karban-mazepin,
fenitoin, imatinib, inhibitor protease) mening-katkan metabolisme t4 dan
t3. Meskipun terdapat perubahan bersihan tersebut, konsentrasi hormon
34
normal tetap dipertahankan pada pasien-pasien eutiroid karena adanya
hiperfungsi kompensatorik kelenjar tiroid.(katzung, 2012)
Namun, pasien yang mendapatkan obat pengganti t4 mungkin
memerlukan peningkatan dosis untuk mempertahankan efektivitasnya
secara klinis. Kompensasi yang serupa juga terjadi bila tempat-tempat
pengikatan berubah. Bila tbg meningkat karena kehamilan, estrogen, atau
kontrasepsi oral, mula-mula akan terjadi pergeseran hormon dari bentuk
bebas ke bentuk terikat dan kecepatan eliminasi berkurang sampai
konsentrasi normal hormon tersebut tercapai kembali. Jadi, konsentrasi
hormon total dan hormon terikat akan meningkat, tetapi konsentrasi
hormon bebas dan keadaan eliminasi mantap (steady-state elimination)
akan tetap normal. Hal yang sebaliknya terjadi bila tempat pengikatan
tiroid berkurang.(katzung, 2012)
Mekanisme kerja
Suatu model kerja hormon tiroid dilukiskan dalam (gambar). Pada
model ini, tampak bentuk bebas hormon tiroid, yaitu t4 dan t3, yang
terlepas dari protein pengikat tiroid, dan memasuki sel melalui transpor
aktif. Di dalam sel, t4 diubah menjadi t3 oleh 5'-deiodinase, dan t3
memasuki nukleus tempat t3 berikatan dengan suatu protein reseptor t3
spesifik, yakni suatu anggota famili onkogen c-erb. (famili ini juga
mencakup reseptor hormon steroid dan reseptor untuk vitamin a dan d.)
Reseptor t3 terdapat dalam dua bentuk, yaitu a dan (5. Berbedanya
konsentrasi kedua untuk reseptor di berbagai jaringanmungkin berperan
menyebabkan variasi efek-efek t3 terhadap jaringan-jaringan yang
berbeda.(katzung, 2012)
Sebagian besar efek tiroid terhadap proses metabolik tampaknya
diperantarai oleh aktivasi reseptor nukleus, yang menyebabkan
peningkatan pembentukan rna dan sintesis protein selanjutnya, misalnya
peningkatan pembentukan na+/k+ atpase. Hal ini sesuai dengan
35
pengamatan bahwa efek tiroid bermanifestasi secara in vivo dengan jeda
waktu berjam-jam atau berhari-hari setelah diberikan.(katzung, 2012)
Sejumlah besar reseptor hormon tiroid terdapat pada kebanyakan
jaringan yang berespons terhadap hormon (hipofisis, hati, ginjal, jantung,
otot rangka, paru-paru, dan usus), sedangkan sejumlah kecil tempat
reseptor terdapat pada jaringan yang tidak memberikan respons terhadap
hormon (limpa, testis). Otak, yaitu organ dengan responsanabolik yang
lemah terhadap ty mengandung reseptor dalam jumlah sedang. Sejalan
dengan potensi biologisnya, afinitas reseptor untuk t4 kira-kira 10 kali
lebih rendah daripada afinitasnya terhadap t3. Jumlah reseptor nukleus
dapat berubah-ubah untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
Contohnya, kelaparan mengurangi hormon t3 di sirkulasi dan jumlah
reseptornya di sel. (katzung, 2012)
2. Skoring Hipertiroid
Indeks wayne dapat digunakan untuk melakukan diagnose penyakit
hipertiroid. Indeks wayne sendiri merupakan suatu ceklis yang berisi ada
atau tidaknya gejala-gejala. Pada indeks tersebut terlihat bahwa penderita
merasa lebih suka terhadap udara panas atau udara dingin, berat badan
menurun atau naik, nafsu makan bertambah atau berkurang, keringat
berlebihan, berdebar-debar atau palpitasi, serta gejala dan tanda-tanda
lainnya. (Ahmad, 2012)
Untuk meningkatkan akurasi diagnose telah dirancang penilaian
indeks wayne, dimana skor diberikan untuk kehadiran atau keidakhadiran
berbagai gejala dan tanda penyakit tiroid. Pada indeks wayne, skor lebih
dari 19 berarti hipertiroid, skor antara 11-19 berarti ragu-ragu, dan skor
kurang dari 1 berarti tiroid normal (eutiroid). (Ahmad, 2012)
Tingkat keberhasilan dalam diagnose indeks wayne tidak berbeda
dari yang diperoleh dengan pemeriksaan laboratoirum, sehingga indeks
wayne adalah alat diagnostic yang berguna dan berharga dalam melakukan
penyakit hipertiroid. (Ahmad, 2012)
36
Skoring Wayne
Gejala Skor Tanda Ada Tidak
Sesak nafas 1 Pembesaran
tiroid
3 -3
Palpitasi 2 Bruit pada
tiroid
2 -2
Mudah lelah 2 Eksophtalmus 2 0
Senang hawa
panas
-5 Retraksi
palpebral
2 0
Senang hawa
dingin
5 Palpebral
terlambat
1 0
Keringat
berlebihan
3 Gerak
hiperkinetik
4 -2
Gugup 2 Telapak
tangan kering
2 -2
Nafsu makan
bertambah
1 Telapak
tangan basah
1 -1
Nafsu makan
berkurang
-3 Nadi < 80/
menit
-3 0
Berat badan
naik
-3 Nadi > 90/
menit
3 0
Berat badan
turun
3 Fibrasi atrial 4 0
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Analisis Hormon Tiroid
Analisis hormone tiroid mulai berkembang setelah diperkenalkan
radioimmunoassay (RIA) pada awal tahun 1970, diikuti dengan
immunoradiometric assay (IRMA) dan electrochemiluminescent assay
(ECLIA). Cara ECLIA menjadi metoda yang paling peka dibandingkan
37
yang terdahulu. Cara ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980.
Kepekaan bergeser dari kadar microgram/dL menjadi nanogram/dL
bahkan pikogram/dL. (Sjamsuhidajat, 2008)
b. Pemeriksaan Kadar Hormon T3 dan T4
Pemeriksaan kadar hormone T3 dan T4 merupakan pemeriksaan
kadar hormone T3 dan T4 total dalam darah. T4 sebenarnya adalah
permohonan yang berarti hormone tiroid yang paling lemah, yang harus
diubah menajadi T3 yang kuat, yang aktif bekerja untuk mengatur
metabolism tubuh. (Sjamsuhidajat, 2008)
Hormone T3 dan T4 berikatan dengan protein. Protein harus
dilepaskan terlebih dahulu supaya hormone bias bekerja dengan efektig.
T3 dan T4 yang sudah melepaskan ikatan protein akan berubah menjadi
free T3 dan free T4. Hormone yang paling banyak dikeluarkan elenjar
tiroid adalah T4. (Sjamsuhidajat, 2008)
c. Pemeriksaan Resin Uptake
Pemeriksaan resin uptake T3 uptake dan resin T4 uptake adalah
mengukur berapa banyak protein yang masih bias beriktan dengan
hormone T3 dan T4. Jika protein banyak, hormone yang diikat oleh
protein tadi pun menjadi banyak. Akibatnya, kelenjar tiroid akan
mengeluarkan banyak hormone untuk mengimbanginya. Jika protein
berkurang, hanya sedikit hormone yang bisa diikat, maka kelenjar tiroid
akan menurunkan produksi hormonnya. Kadar normal resin T3 uptake
adalah 25-35%. (Sjamsuhidajat, 2008)
d. Pemeriksaan Free Tiroxine
FT4 merupakan cara paling baik untuk mengukur hormone tiroid
yang bebas dalam peredaran darah. FT4 menggambarkan hormone yang
aktif bekerja pada sel-sel tubuh. Kadar FT4 normal adalah 9-20 pmol/L.
(Sjamsuhidajat, 2008)
e. Pemeriksaan TSH
TSH adalah hormone yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis atau
pituitary. Ketika hormone tiroid yang beredar didalam darah menurun,
TSH akan banyak dikeluarkan. Pemeriksaan TSH adalah tes fungsi
38
tiroid yang akurat untu mengukur fungsi kelenjar tiroid. Selain itu,
pemeriksaan TSH sensitive (TSHs) memiliki akurasi lebih tinggi atau
lebih sensitive jika disbanding TSH. Kadar normal TSHs adalah 0,25-5
u/mL. (Sjamsuhidajat, 2008)
4. Penaggulangan GAKY
Untuk menanggulangi GAKY, penambahan yodium pada semua garam
konsumsi telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan
berkesinambungan untuk mencapi konsumsi yodium yang optimal bagi
semua rumah tangga dan masyarakat. (Peraturan Pemerintah, 2004)
- Penggaraman di Indonesia
Berbeda dengan situasi di beberapa negara lain,
pegaraman di Indonesia meliputi usaha skala kecil (luas rata-
rata kepemilikan lahan kurang dari 1 Ha per pegaram), kecuali
ladang garam milik PT Garam di Madura. Potensi lahan
pegaraman tersebar di seluruh Indonesia, terkonsentrasi di 6
propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
(Peraturan Pemerintah, 2004)
Teknologi pegaraman umumnya masih sederhana atau
tradisional dengan sistem kristalisasi total yang menghasilkan
kualitas garam rendah, dengan kadar NaCl < 88% dan
kandungan Ca dan Mg yang tinggi dan produktifitas lahan
hanya sekitar 40-60 ton/Ha/musim. Di beberapa tempat lain
digunakan teknologi garam masak di mana proses kristalisasi
dilakukan dengan pembakaran dalam tungku. (Peraturan
Pemerintah, 2004)
Uji coba pembangunan demplot pegaraman dengan
sistem kristalisasi bertingkat di 7 kabupaten pada kelompok
pegaram telah berhasil meningkatkan produktifitas sekitar 25-
75% dan kualitas garam dengan kandungan NaCl mencapai
92%. Demplot juga telah direplikasikan ke 17 kabupaten.
39
Setiap tahun diperkirakan kebutuhan garam konsumsi
sebesar 1.025.000 ton untuk seluruh Indonesia. Kebutuhan
tersebut dipenuhi dari garam rakyat. Apabila masih
dianggap kurang, pemerintah memberikan ijin impor
garam untuk konsumsi dan untuk kebutuhan lain non-
konsumsi, dengan syarat yang sama dengan garam rakyat,
yakni kewajiban meyodisasi garam konsumsi sebelum
memasuki pasar. (Peraturan Pemerintah, 2004)
- Industri Garam Beryodium
Garam beryodium merupakan salah satu produk yang
wajib menerapkan SNI, sesuai dengan Peraturan Pemerintah
No. 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan
SK Menteri Perindustrian No. 29/M/SK/2/1995 tentang
Pengesahan SNI dan Penggunaan Tanda SNI secara wajib
terhadap 10 (sepuluh) macam produk industri. Syarat mutu
garam konsumsi beryodium SNI 01-3556.2-1994/Rev 2000
adalah kandungan KIO3 minimal 30 ppm.
Saat ini terdapat 366 perusahaan garam beryodium
dengan 40 merek, namun hanya 236 perusahaan yang
menerapkan sistem manajemen mutu/SNI, dimana 196
perusahaan dibina pada tahun 1999-2002. Produksi garam
beyodium digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan
aneka pangan dengan total kebutuhan lebih kurang
1.025.000 ton/tahun dan 85% perusahaan memproduksi
garam beryodium yang memenuhi syarat. (Peraturan
Pemerintah, 2004)
Perusahaan yang belum menerapkan SNI pada
umumnya adalah industri kecil yang berada di sentra produksi
yang perlu dibina sistem manajemen mutu, pelatihan teknik
produksi dan bantuan peralatan mesin yodisasi garam. Hingga
saat ini telah diberikan bantuan mesin yodisasi garam ke 44
kabupaten daerah sentra produksi garam rakyat.
40
- Distribusi Garam Beryodium
Distribusi garam beryodium dari perusahaan ke
masyarakat, tergantung dari kemampuan produksi dan
pemasaran dalam suasana pasar bebas. Perusahaan yang besar
mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi,
sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu
memasarkan produknya dalam satu propinsi atau bahkan satu
kabupaten/kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui
pengecer formal (pasar besar, supermarket, toko bahan
pangan), sampai dengan pengecer kecil di daerah perkotaan dan
pinggiran kota. Sedang untuk pasar desa di daerah-daerah terpencil
umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beryodium.
Secara tradisional kebutuhan mereka dipenuhi distributor informal
yang memasarkan garam krosok non-yodium. Beberapa
pemerintah kabupaten/kota telah mengembangkan sistem
distribusi garam beryodium melalui berbagai alternatif yang
melibatkan PKK, LSM dan swasta. (Peraturan Pemerintah, 2004)
Hal lain yang memerlukan perhatian ialah pemalsuan
dan penipuan kandungan yodium dalam garam. Berbagai
survei kecil di beberapa kota menunjukkan masih banyak
kemasan garam yang mengklaim mengandung yodium, namun
kandungan KIO3 kurang dari 30 ppm sebagaimana
dipersyaratkan.
- Distribusi Garam Beryodium
Sejak tahun 1995 sampai 2003 dilakukan survei
konsumsi garam beryodium pada masyarakat secara terus
menerus oleh Badan Pusat Statistik. Penilaian konsumsi garam
tingkat rumah tangga dilakukan dengan membedakan kandungan
yodium dalam garam dengan pemeriksaan uji garam yodium cepat
(iodine rapid test). Hasil penilaian memperlihatkan prosentase
rumah-tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan
41
yodium cukup (>=30 ppm), kurang (<30 ppm), dan tidak
mengandung yodium.
Secara nasional, sejak tahun 1995 sampai dengan tahun
2003, terjadi peningkatan prosentase rumah tangga dengan
konsumsi garam beryodium secara cukup dari 49.8% menjadi
73.2%. (Peraturan Pemerintah, 2004)
- Kapsul Minyak Beryodium
Secara nasional telah disepekati bahwa untuk daerah-
daerah endemik GAKY berat dan sedang diberikan kapsul minyak
beryodium sekali setiap tahun. kepada ibu hamil, ibu menyusui,
wanita usia subur (WUS) dan anak usia sekolah.
Data cakupan distribusi kapsul minyak beryodium pada
WUS tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 masih kurang
lengkap karena tidak semua propinsi melapor. Menurut
Evaluasi Proyek IP-GAKY tahun 2003, dari sejumlah sampel
WUS di daerah endemik berat dan sedang, menunjukkan bahwa
cakupan distribusi kapsul minyak beryodium hanya sebesar
33%. Hal ini disebabkan karena masalah pasokan kapsul. masih
lemah sehingga data tersebut tidak dilaporkan.
Dalam era desentralisasi, pengadaan kapsul minyak
beryodium diserahkan kepada daerah. Mengingat kemampuan
daerah dalam hal pendanaan yang terbatas, maka pembiayaan
pengadaaan kapsul minyak beryodium menjadi berkurang.
Disamping itu juga pusat menyediakan pasokan untuk buffer stock,
tetapi kemampuan pusat yang masih rendah menyebabkan jumlah
kapsul minyak beryodium juga belum dapat memenuhi seluruh
permintaan. Laporan cakupan kapsul minyak beryodium yang
diterima oleh penduduk sangat terbatas karena sistem pelaporan
yang masih kurang baik. (Peraturan Pemerintah, 2004)
42
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 11. Jakarta. EG
Kamsyakauni, Ahmad. 2012. Aplikasi Sistem Pakar untuk Diagnosa Tiroid.
Thesis. Semarang. Universitas Diponegoro
Katzung. 2012. Farmakologi Dasar. Jakarta. EGC
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta. EGC
Peraturan Pemerintah tahun 2004 tentangRencana Aksi Nasional
Penanggulangan GAKY. 2004. Jakarta. KPP
Sherwood, L. 2011.Fisiologi Manusia Edisi 6 . Jakarta. EGC
Sjamsuhidajat. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.