Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

34
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apakah sejarah itu? Sejarah adalah peristiwa atau kejadian pada masa lampau yang telah diberi tafsir atau alasan dan disusun secara kronologis(berurutan) sehingga membentuk suatu pengertian yang lengkap. Sejarah itu tidak ada dengan sendirinya, melainkan seseorang telah melakukan suatu kegiatan pada waktu yang lampau.Sejarah masing-masing orang itu berbeda, maka dari itu sejarah merupakan suatu peristiwa yang unik.Hal ini mencerminkan bahwa pengetahuan manusia terus berkembang. Namun seiring dengan perkembangan sejarah manusia sampai saat ini timbul suatu fenomena mengenai kurangnya kesadaran dalam mengetahui perkembangan manusia purba zaman prasejarah dengan seperangkat peninggalan kebudayaan yang dihasilkan.Dengan adanya penelitian yang dilaksanakan ini sebagai masyarakat Indonesia yang baik sudah selayaknya mulai mengetahui dan mempelajari perkembangan manusia purba dan kebudayaanya,serta berusaha melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah dan kebudayaan tersebut. Menurut sebagian orang sejarah adalah sebuah dongeng yang dibacakan untuk anak-anak sebelum tidur. Mereka tidak pernah memikirkan masa lalu mereka hanya memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan. Mereka 1

Transcript of Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Page 1: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apakah sejarah itu? Sejarah adalah peristiwa atau kejadian

pada masa lampau yang telah diberi tafsir atau alasan dan disusun

secara kronologis(berurutan) sehingga membentuk suatu

pengertian yang lengkap. Sejarah itu tidak ada dengan sendirinya,

melainkan seseorang telah melakukan suatu kegiatan pada waktu

yang lampau.Sejarah masing-masing orang itu berbeda, maka dari

itu sejarah merupakan suatu peristiwa yang unik.Hal ini mencerminkan

bahwa pengetahuan manusia terus berkembang.

Namun seiring dengan perkembangan sejarah manusia sampai saat ini

timbul suatu fenomena mengenai kurangnya kesadaran dalam mengetahui

perkembangan manusia purba zaman prasejarah dengan seperangkat peninggalan

kebudayaan yang dihasilkan.Dengan adanya penelitian yang dilaksanakan ini sebagai

masyarakat Indonesia yang baik sudah selayaknya mulai mengetahui dan

mempelajari perkembangan manusia purba dan kebudayaanya,serta berusaha

melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah dan kebudayaan tersebut.

Menurut sebagian orang sejarah adalah sebuah dongeng

yang dibacakan untuk anak-anak sebelum tidur. Mereka tidak

pernah memikirkan masa lalu mereka hanya memikirkan apa yang

akan terjadi di masa depan. Mereka seharusnya menyadari bahwa

sebenarnya sejarah merupakan guru kehidupan yang memberikan

manfaat, diantaranya:

1. Memberi pengalaman kepada kita tentang apa yang salah dan

apa yang benar.

2. Sejarah memberikan ilmu untuk menghadapi kehidupan sehari-

hari.

3. Sejarah untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi

sebelumnya.

4. Dari sejarah kita dapat mengetahui terjadinya suatu peristiwa.

1

Page 2: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Contoh dari sejarah sendiri misalnya adalah sejarah

kehidupan Homo Wajakensis.Disini kami akan membahas tentang

situs sejarah Homo wakensis yang meliputi kehidupan manusia

purba Homo Wajakensis dan lokasi penemuan homo Wajakensis.

Homo sendiri memeliki arti makhluk purba yang secara fisik dan

kualitatif sudah maju dan sempurna dibandingkan manusia purba

jenis Megahthropus maupun Pithecanthropus. Sedangkan

Wajakensis adalah suatu nama daerah tempat ditemukannya fosil

manusi purba.

Oleh karena itu, pada karya tulis ilmiah ini kami mengambil

judul “Situs Sejarah Homo Wajakensis” karena kami ingin

mengetahui lebih jelas dan lebih rinci tentang Homo Wajakensis.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah pada tema “Situs Sejarah Homo

Wajakensis”mencakup banyak hal. Maka, pada karya tulis ilmiah ini

kami menetapkan beberapa masalah yang akan di bahas agar tidak

terlalu meluas ke hal yang tidak diperlukan.

Adapun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Homo Wajakensis?

2. Apa saja dan bagaimana peninggalan-peninggalan Homo

Wajakensis?

3. Bagaimana sikap masyarakat sekitar lokasi penemuan fosil Homo

Wajakensis?

1.3 Tujuan Penulisan

Dengan adanya karya tulis ini kami berharap dapat

memberikan motivasi kepada para pembaca sehingga mampu

mengambil hikmah dari karya tulis kami ini. Adapun tujuan kami:

Agar pembaca mengerti betapa pentingnya sejarah.

2

Page 3: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Memberi motivasi kepada pembaca khususnya para pelajar

untuk tetap melestarikan dan menjaga peninggalan sejarah yang

ada di Kab. Tulungagung.

Menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca tentang

Homo Wajakensis.

Mengetahui fakta Sejarah seobjektif mungkin.

Melengkapi kekurangan data atau memperkuat fakta.

Meningkatkan kepercayaan atas informasi yang diperoleh

sebelumnya.

Menghindari kesimpang-siuran informasi tentang Homo

Wajakensis.

1.5 Manfaat Penulisan

Dengan adanya tujuan penulisan,pasti ada manfaat yang

akan disampaikan penyusun atas penulisan karya tulis.Kami

berharap karya tulis ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun

khususnya serta untuk masyarakat luas umumnya.Manfaat dari

karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Pembaca/pendengar dapat mengetahui beberapa hal tentang

manusia purba Homo wajakensis.

2. Mengetahui hal-hal yang belum percayai sebelumnya, sehingga

dapat memperkuat fakta yang ada.

3. Dapat menghilangkan keraguan tentang manusia purba Homo

wajakensis.

4. Memberikan kontribusi yang lebih luas di bidang ilmu pengetahuan khususnya

sejarah dan budaya.

5. Memberikan gambaran mengenai kehidupan prasejarah serta budaya yang

dihasilkan.

3

Page 4: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak)

Makhluk Homo Wajakensis diperkirakan muncul pada zaman

es keempat.Dari jenis makhluk ini, ditemukan dua buah tengkorak

fosil Homo Wajakensis di daerah Wajak (Tulungagung) pada tahun

1889 oleh Van Rietschoten.Fosil tersebut kemudian diteliti oleh

Eugene Dubois.Temuan fosil ini merupakan temuan fosil manusia

purba pertama dari Indonesia.Jika dibandingkan dengan jenis

makhluk purba sebelumnya, Homo Wajakensis menunjukkan

tingkat peradaban yang lebih maju karena makanannya sudah

dimasak secara sangat sederhana.Menurut para ahli, tengkorak

Homo Wajakensis sudah termasuk tipe Neoanhropis dan volume

otaknya jauh lebih besar dari pada ukuran manusia

sekarang.Meskipun ukurannya lebih besar, ternyata mereka masih

4

Page 5: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

memiliki ciri-ciri fisik manusia primitive.Misalnya, bentuk rahang,

langit-langit mulut, dan gerahamnya.Tengkorak-tengkorak tersebut

juga mendekati bentuk tengkorak Keilor dari Australia.Oleh karena

itu, Eugene Dubois menduga Homo Wajakensis adalah ras

Austroloide yang merupakan nenek moyang Homo Soloensis yang

menurunkan bangsa Aborigin. ( Herimanto, Sejarah untuk kelas X

SMA dan MA )

2.2 Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak)

Penelitian E. Dubois yang lebih seksama dilakukan pada

1889 dan berhasil menemukan tengkorak di Wajak, (Boyolangu)

Kabupaten Tulungagung Jawa Timur.Hasil penemuan ini dinamakan

Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak).

Von Koenigswald berpendapat mengenai temuan ini bahwa Homo

Wajakensis seperti juga Homo Soloensis berasl dari lapisan

plestosin atas, dan mungkin sekali dapat dimasukkan ke dalam

jenis Homo sapiens. Von Koenigswald juga mengatakan pada waktu

itu sudah ada tradisi penguburan jenazah. Hal ini dapat dikenal

dari tempat penemuan yang sangat jelas menunjukkan bekas

penguburaan.

(Tim MGMP. IPS Terpadu untuk kelas VII Semester 1 SMP/MTs. Madiun )

BAB 3

METODE PENELITIAN & PENULISAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam mencari suatu hal yang belum kita ketahui

kebenarannya, kita selalu mengadakan suatu penelitian terhadap

hal yang belum kita ketahui tadi. Penelitian tersebut dilakukan

dengan tujuan agar kita dapat mengetahui dengan pasti suatu hal

tanpa meragukan kebenarannya lagi itu biasanya.Cara kerja atau

5

Page 6: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

langkah-langkah penelitian yang lazim disebut metode

Ilmiah.Metode Ilmiah biasa kita lakukan dalam pelajaran Biologi,

namun dalam sejarah juga mempunyai metode untuk mengungkap

dan merekonstruksi masa lampau menjadi karya sejarah yang

objektif, ilmiah, dan dapat dipercaya.Dalam sejarah metode

tersebut disebut metode Sejarah.Oleh karena itu, dalam

pembuatan karya tulis inikami menggunakanbeberapa metode

penelitian.Yaitu dengan:

3.1.1 Metode Lapangan.

Yaitu penelitian yang kami lakukan dengan cara

mendatangi tempat ditemukannya fosil Homo Wajakensis yaitu

di Gamping, Campurdarat, Tulungagung yang dahulu daerah

Gamping ini masih menjadi bagian dari daerah Wajak,

Boyolangu. Tempat tersebut berupa tugu peringatan yang

sudah dibangun lagi dengan dilapisi batu marmer.Dari data

yang kami dapat, pada tahun(1889) di daerah itu memang

ditemukan fosil manusia purba yang kemudian di lokasi itu

dibangun tugu sebagai tugu peringatan agar orang yang

mencari lokasi ditemukannya fosil Homo Wajakensis dapat

mangatahuinya dengan mudah. Karena tugu tersebut sudah

rusak, maka pada tahun 4 Juli 1965 tugu itu dihancurkan dan

dibangun lagi pada tanggal 17 Agustus 1965 sebagai

peringatan pembangunan daerah Gamping oleh Projek Marmer

Indonesia.

3.1.2 Metode Kepustakaan.

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

mengumpulkan data – data tertulis, baik yang disimpan di

museum, perpustakaan, kronik, naskah-naskah, surat kabar

dll. Dalam metode ini, kami mengumpulkan data dengan

membaca beberapa buku referensi dari perpustakaan, surat

kabar dari internet, dan membaca buku IPS/sejarah dari kelas

VII SMP dan X SMA. Yang mana di dalam buku atau surat kabar

6

Page 7: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

itu terdapat bab yang berkaitan dengan kehidupan awal

masyarakat di Indonesia, khususnya Homo Wajakensis.

3.1.2.1 Heuristik

Heuristik adalah langkah pertama yang dilakukan dalam

metode sejarah, yaitu suatu proses atau kegiatan

mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah

baik sumber benda, sumber tulisan, maupun sumber

sumber lisan. Pada langkah ini, kami melakukan

wawancara dengan seorang penduduk yang tinggal di

sekitar tempat penemuan fosil Homo Wajakensis.

Menurut beliau, pada tahun (1889) di daerah itu memang

pernah ditemukan fosil manusia purba yang kemudian di

lokasi itu dibangun tugu sebagai tugu peringatan agar

orang yang mencari lokasi ditemukannya fosil Homo

Wajakensis dapat mangatahuinya dengan mudah.

Karena tugu tersebut sudah rusak, maka pada tahun 4

djuli 1965 tugu itu dihancurkan dan dibangun lagi pada

tanggal 17 Agustus 1965 sebagai peringatan

pembangunan daerah Gamping oleh Projek Marmer

Indonesia. Selain wawancara kami juga mendapatkan

data dari buku-buku di perpustakaan dan buku-buku

yang kami miliki sendiri. Kami mengumpulkan data

dengan membaca beberapa buku referensi dari

perpustakaan, surat kabar dari internet, dan membaca

buku IPS/sejarah dari kelas VII SMP dan X SMA. Yang

mana di dalam buku atau surat kabar itu terdapat bab

yang berkaitan dengan kehidupan awal masyarakat di

Indonesia, khususnya Homo Wajakensis. Menurut buku

yang kami baca, Homo Wajakensis adalah fosil hasil

temuan E. Dubois yang berupa tengkorak yang

ditemukan di Wajak(Boyolangu) Kab. Tulungagung, Jawa

Timur (1889).

7

Page 8: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

3.1.2.2 Verifikasi

Para sejarawan yang telah mengumpulkan

sumber-sumber sejarah dalam penelitiannya harus

menyaringnya secara kritis yang disebut Verifikasi atau

Kritik sumber.Kritik sumber (Verifikasi) dilakukan karena

bertujuan untuk menguji kebenaran dan ketepatan

sumber-sumber sejarah. Kritik sumber(Verifikasi)

dilakukan melalui 2 cara, yaitu:

1. Kritik Eksternal.

Kritik eksternal maksudnya adalah proses

melakukan verifikasi atau pengujian terhadap keaslian

sumber sejarah yang berfungsi untuk menentukan

otentisitas dan integritas sumber sejarah. Dalam kritik

eksternal ini, kami melakukan penelitian terhadap bahan

yang digunakan dalam pembuatan tugu.Pada saat kami

datang, tugu tersebut berupa marmer yang dipahat dan

pada pahatan itu berisi tulisan” Dihancurkan pada 4 djuli

1965 dibangun kembali pada 17 Agustus 1965 pada

peringatan pembangunan daerah Gamping oleh projek

marmer Indonesia sebagai pelaksanaan amanat politik

P.J.M presiden RI ”. Dari tulisan itu dapat kita ketahui

bahwa tugu tersebut bukan tugu asli melainkan tugu

yang sudah diubah oleh pemerintah dalam rangka

pembenahan daerah.

2. Kritik Internal

Kritik internal menekan pada aspek isi dari

sumber sejarah, baik sumber tertulis maupun lisan.

Berdasarkan data tertulis yang ada di buku referensi di

perpustakaan dengan buku sejarah kelas X SMA/MA

mempunyai inti yang sama. Sehingga kami dapat

menyimpulkan bahwa bahwa fosil Homo Wajakensis

8

Page 9: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

pernah ditemukan ditempat itu, namun tugu

peringatannya sudah tidak asli atau sudah di renovasi.

3.1.2.3 Interpretasi

Interpretasi adalah penafsiran terhadap suatu

peristiwa atau member pandangan teoritis terhadap

suatu peristiwa sejarah. Dari Homo Wajakensis, fakta-

fakta sejarah yang ada yaitu, ditemukannya dua buah

tengkorak fosil Homo Wajakensis di daerah Wajak

(Tulungagung) pada tahun 1889 oleh Van Rietschoten,

fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois, E.

Dubois menamakannya Homo Wajakensis, Homo

Wajakensis sudah termasuk tipe Neoanhropis dan

volume otaknya jauh lebih besar dari pada ukuran

manusia sekarang. Homo Wajakensis masih memiliki ciri-

ciri fisik manusia primitive.Tengkorak-tengkorak tersebut

juga mendekati bentuk tengkorak Keilor dari

Australia.Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga Homo

Wajakensis adalah ras Austroloide.

3.1.2.4 Historiografi

Setelah melakukan interpretasi, langkah

berikutnya yang kami lakukan dalam penelitian adalah

melakukan penulisan laporan atau historiografi.

Historiografi yang kami pilih adalah Historiografi Modern,

yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Mengingat adanya character and nation-building.

b. Indonesia sentris.

c. Sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.

d. Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri,

mereka yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan

syarat-syarat ilmiah.

3.2 Metode Penulisan

9

Page 10: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini dibagi

menjadi dua bagian menurut cara penulisan data, yaitu Field Research dan Library

Research.

Selain berpedoman pada cara penulisan karya tulis tersebut, penulisan karya

tulis ini menggunakan metode deskriptif. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional (2005:258) mengatakan “Deskriptif artinya bersifat deskripsi”. Sedangkan

“Deskripsi adalah pemparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan

terperinci” (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005:258). Berdasarkan

kutipan di atas, maka karya tulis ini disusun dengan cara memaparkan atau

menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci.

3.2.1 Field Research

Dengan Field Research penyusun melakukan penulisan berdasarkan

objek yang diteliti secara langsung. Dalam melakukan Field Research,

penyusun menggunakan dua teknik yang diperlukan untuk memperoleh data

yang akan ditulis tersebut :

a. Observasi (pengamatan)

Observasi yaitu penulis memperoleh data dengan cara

mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti atau

terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara penulis memperoleh data dengan cara

bertanya langsung pada responden yang ada hubungannya dengan tujuan

penulisan. Instrument pengumpul datanya adalah berupa pedoman

wawancara. Pedoman wawancara tersebut berisi daftar pertanyaan yang

terkait dengan informasi yang dibutuhkan oleh pewawancara.

Penggunaan tehnik ini ditujukan untuk mengumpulkan data tentang hal-

hal yang berkaitan dalam objek tersebut.

3.2.2 Library Research

Library (studi kepustakaan) yaitu suatu cara kerja untuk memperoleh

data dengan jalan mempelajari teori-teori, pendapat-pendapat, majalah-

10

Page 11: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

majalah, buku-buku ilmiah, surat kabar, dan tulisan-tulisan lain yang

berhubungan dengan objek yang diteliti. Data-data tersebut bersumber dari

para ilmuwan dan para ahli. Dengan melalui cara library ini, kita akan

memperoleh data sekunder.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Fosil Homo Wajakensis

11

Page 12: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Fosil Homo Wajakensis di temukan oleh Van Riestchoten pada tahun 1889

pada di desa Wajak, Tulungagung. Kemudian Penelitian tersebut dilanjutkan oleh

Eugene Dubois. Di perkirakan Homo Wajakensis mempunyai tinggi badan sekitar

130-210 cm, dengan berat badan antara 30-150 kg serta volume otak mencapai 1300

cc hal itu dapat diketahui melalui fosil yang ditemukan. Manusia purba jenis ini

hidup sekitar 40.000-25.000 tahun yang lalu, pada lapisan Pleistosen Atas.

4.2 Tugu Peringatan Homo Wajakensis

12

Page 13: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Ini adalah foto dari tugu peringatan tempat ditemukannya

Homo Wajakensis.Tugu ini dibangun pada tahun 1889. Dibagian

depan tugu terdapat tulisan bahasa Belanda, yang bagian

tengahnya sudah pecah. Tulisan itu berbunyi ” BEZOEK VAN ZUN

EXC.DEN COUV:CEN C.F PAHUTAANDE MARMER CROEFTE

WADJAK1859”

Di bagian belakang ada ukiran marmer yang menjelaskan

tentang pembangunan kembali tugu peringtan HomoWajakensis,

karena sudah terlalu lama berdiri maka tugu ini rusak dan

dibongkar pada 4 djuli 1965, dibangun kembali pada 17 Agustus

1965 pada peringatan pembangunan daerah Gamping oleh projek

marmer Indonesia sebagai pelaksanaan amanat politik P.J.M

presiden RI.

4.3 Kegiatan Masyarakat di sekitar Tugu Homo

Wajakensis

Masyarakat yang tinggal di sekitar Tugu Peringatan Homo

Wajakensis,menggunakan lahan sekitar sebagai tempat

pemotongan batu marmer yang akan di buat souvenir.Ada juga

yang membuatnya untuk tempat (kandang) kambing masyarakat

sekitar.Ironisnya masyarakat sekitar tidak begitu peduli bahkan

acuh dengan keadaan Tugu Peringatan Homo Wajakensis. Hal itu

kami ketahui bermula dari pencarian kami menemukan Tugu

tersebut,masyarakat sekitar masih banyak yang belum mengetahui

tugu apa tugu tersebut, yang mereka ketahui hanyalah adanya

sebuah tugu yang berdiridi daerah tersebut.

13

Page 14: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Homo Wajakensis

Homo Wajakensis adalah makhluk purba yang secara fisik

dan kualitatif sudah maju dan sempurna dibandingkan manusia

purba jenis Megahthropus maupun Pithecanthropus yang

ditemukan di suatu daerah yang bernama Wajak,

Tulungagung.Daerah Wajak sendiri kini merupakan sebuah desa di

Kecamatan Boyolangu. Padahal pada prasasti peninggalan Belanda 14

Page 15: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

di lereng bukit Nglempung, Desa Gamping, Kecamatan

Campurdarat, yang berangka tahun 1850 tertulis bahwa kawasan

tersebut masih disebut Wajak.

Homo wajakensis adalah fosil manusia puorba dari genus

homo yang berasal dari kala Pleistosen di Indonesia.

Lapisan Jenis Manusia Purba

Pleistosin bawah

(Lapisan fauna

Jetis)

Pithecantropus Mojokertensis

Meganthropus Palaeojavanicus

Pleistosin tengah

(Lapisan fauna

Trinil)

Pithecantropus Erectus

Pleistosin awal/atas

(Lapisan fauna

Ngandong)

Pithecantropus Soloensis

Homo Wajakensis

Holosin Homo Sapiens

Homo Wajakensis, manusia purba yang pertama kali

ditemukan di Indonesia. Namun sayang aset bangsa itu saat ini tak

berbekas.Bahkan bisa dibilang lenyap meskipun dulu sempat

menggegerkan dunia.

Fosil yang ditemukan di Wajak adalah Homo Sapiens, dekat

daerah Campurdarat, Tulungagung. Fosil ini ditemukan oleh Van

Rietschoten pada tahun 1889 dan diselidiki pertama kali oleh

Dubois.Dalam buku Pithecanthropus karya Richard E Leakey dan

Jan kkerveer, ditulis, di sekitar Desa Wajak ditemukan fosil

tengkorak manusia oleh seorang insinyur tambang batu gamping

berkebangsaan Belanda, BD van Rietschoten, 24 Oktober

1888.Fosil tengkorak yang dianggap ganjil itu kemudian diserahkan

15

Page 16: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

kepada CP Sluiter, kurator dari Koninklijke Natuurkundige

Vereeniging [Perkumpulan Ahli Ilmu Alam] di Batavia saat itu.

Hampir bersaman dengan waktu itu, Dubois mendarat di

Jawa untuk melanjutkan riset arkeologinya yang tidak memuaskan

di Sumatra.Sluiter menyerahkan fosil tengkorak Wajak kepada

Dubois.Bagi Dubois, fosil temuan Rietschoten membuka harapan

baru untuk menemukan "missing link" asal-usul manusia. Ini sesuai

teori ahli geologi Verbeek yang sepakat bahwa pegunungan batu

gamping tersier di Jawa sangat menjanjikan bagi riset Dubois.

Gb. E. Dubois

Dubois akhirnya tinggal di Tulungagung, yang saat itu masih

merupakan kota kecil bagian Kediri, selama lima tahun. Dia

16

Page 17: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

menyusur kembali tempat Rietschoten menemukan fosil tengkorak

manusia, yakni di cekungan bebatuan sekitar Wajak.Di sekitar

tempat itu ia selain mendapatkan sisa fosil reptil dan mamalia, juga

menemukan fosil tengkorak manusia meski tidak seutuh temuan

Rietschoten. Fosil temuannya sendiri dia sebut Homo Wajakensis

sebagai salah satu ras manusia "recent".

Sesudah penemuan perdana fosil tengkorak manusia

tersebut, Dubois makin berambisi melanjutkan ekspedisinya.Dia

berpindah ke berbagai tempat di Jawa Timur dan Jawa

Tengah.Akhirnya dia memusatkan situs risetnya di lembah

Bengawan Solo dekat Trinil yang memberikan begitu banyak

temuan fosil.Di tempat baru itulah Dubois menemukan fosil

Pithecanthropus Erectus yang menggemparkan dunia dan

mengantarkan dirinya sebagai ahli paleoantropologi terkemuka.

Di Tulungagung Dubois sering ke perkebunan milik orang

Skotlandia bernama Boyd di kaki gunung Wilis, yang sekarang

merupakan perkebunan kopi Penampian Kecamatan Sendang.Satu-

satunya bukti bisu yang ada adalah foto fosil-fosil yang dibiarkan

berserakan di sebuah balai-balai rumah adat Jawa yang ditempati

Dubois selama di Tulungagung.

Homo Wajakensis berarti manusia dari Wajak yang tingkatannya

lebih tinggi dari Pithecantropus Erectus.Dari antara fosil-fosil lainnya.

Homo Wajakensis merupakan yang termaju dan yang terakhir Homo

Wajakensis termasuk jenis Homo Sapiens, sebagian besar bertempat

tinggal di Indonesia bagian barat, dan sebagian tinggal di wilayah timur.

Yang bermukim di wilayah Indonesia bagian barat termasuk ras

Mongoloid, sub ras Melayu – Indonesia.Sedangkan yang bermukim di

wilayah Indonesia bagian timur termasuk ras Austromelanesoid. Homo

Wajakensis mulai tinggal di Indonesia sejak 40.000 tahun yang lalu, dan

sekaligus membuktikan bahwa sekitar 40.000 tahun yang lalu Indonesia

telah di didiami oleh manusia sejenis Homo Sapiens.

17

Page 18: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Gb. Ilustrasi kehidupan Homo Wajakensis

Fosil yang ditemukan terdiri atas tengkorak, rahang bawah,

dan beberapa ruasleher.

Ciri-ciri Homo Wajakensis sebagai berikut :

a) Muka datar dan lebar,

b) Hidung lebar dan bagian mulutnya menonjol,

c) Dahinya agak miring dan di atas mata terdapat busur kening

yang nyata,

d) Tenggorokannya sedang, agak lonjong, dan agak bersegi di

tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang,

e) Mukanya lebih Mongoloid karena sangat datar dan pipinya

menonjol ke samping.

f) Bagian mulutnya sedikit menonjol

g) Rahangnya tergolong massif

h) Memiliki gigi yang besar-besar

i) Pada gigitan, gigi seri atas tepat mengenai gigi bawah

j) Tubuhnya berdiri tegak dengan tinggi sekitar 173 cm (130-

210 cm)

k) Berat 30-150 kg

l) Volume otak 1300 cc 

Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan, manusia Wajak

tubuhnya tinggi, isi tengkorak besar, dan sudah menjadi Homo

Sapiens. Walaupun demikian, para ahli sulit menentukan ke dalam

ras mana Homo Sapiens ini karena ia memiliki dua ciri yaitu ras

Mongoloid dan Austromelanesoid. Mungkin Homo Sapiens ini tidak

18

Page 19: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

hidup bersamaan dengan ras-ras yang hidup sekarang.Mungkin

pula dari ras Wajak itulah subras Melayu Indonesia berasal dan

turut revolusi menjadi ras Austromelanesoid yang sekarang.

Homo Sapiens (ras Wajak) ini mungkin meliputi juga ras-ras

yang hidup sekitar 25.0000 -40.000 tahun lampau di Asia Tenggara,

seperti manusia Niah di Sarawak dan manusia Tabon di Pulau

Palawan (Filipina).

Penemuan fosil manusia Wajak menunjukkan bahwa sekitar

40.000 tahun silam Indonesia sudah didiami oleh Homo Sapiens.

Oleh karena rasnya sulit dicocokkan dengan ras-ras pokok yang ada

sekarang maka manusia Wajak itu dianggap sebagai ras

tersendiri.Manusia Wajak tidak berevolusi dari Pithecanthropus,

tetapi mungkin dari tahapan Homo Neanderthropus, yang fosilnya

belum ditemukan di Indonesia. Mungkin pula dari Homo

Neanderthalensis di tempat lain atau hasil evolusi dari

Pithecanthropus Soloensis. Para ahli belum dapat

menentukannya.Namun yang pasti, ras Wajak tidak hanya

mendiami Indonesia bagian barat, tetapi juga sebagian Indonesia

Timur yang fosil-fosilnya belum ditemukan.Homo Wajakensis

diduga merupakan nenek moyang ras Australoid yang merupakan

nenek moyang orang Australia.

Homo Wajakensis merupakan jenis manusia purba dari

jaman Mesolitikum.Selain fosil makanan, dan peralatan sehari-hari,

juga ditemukan dua buah goa yang diduga menjadi tempat tinggal

manusia purba di Dusun Mbolu, Desa Ngepo, Kecamatan Tanggung

Gunung, Kabupaten Tulungagung.Dua buah goa yang dimaksud

adalah Goa Tata dan Goa Bonjong.Goa Tata sendiri berbentuk

lorong panjang yang tembus ke ruang terbuka.Sedangkan Goa

Bonjong tak begitu dalam dan memiliki ujung.Keduanya saling

berdekatan dan terdapat di lereng bukit yang terjal.

5.2 Peninggalan sejarah Manusia Purba Homo

Wajakensis

19

Page 20: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Di desa Wajak Kabupaten Tulungagung dijumpai fosil-fosil manusia.Fosil

manusia itu berbentuk tulang rahang bawah dari penelitian Von Koeningswald dan

Dr. E. Dubois makhluk itu tingkat kehidupannya lebih tinggi dari Pithekantropus

Erectus.Fosil yang dijumpai di Ngandong di daerah Solo dinamakan Homo

Soloensis.Sedangkan fosil yang ditemukan oleh Dr. E. Dubois di daerah Wajak

Tulung Agung dinamakan Homo Wajakensis yang berarti manusia dari Wajak.

Di samping ditemukannya fosil-fosil manusia purba juga ditemukan

peralatan yang terbuat dari bata dan tulang.Alat-alat tersebut dipergunakan untuk

berburu dan keperluan alat rumah tangga. Dari peralatan yang dijumpai di Wajak dan

Ngandong Homo Sapiens dan Homo Wajakensis bila hendak makan maka makannya

dimasak terlebih dahulu dengan cara dibakar. Ini berarti manusia tersebut sudah

mulai mengenal kesehatan.Sebelum dimakan makanan itu dibakar.

Para arkeolog berhasil menemukan 157 fosil purba di

tempat itu.Terdiri dari 41 fosil tulang, 24 fosil terumbu karang, dan

92 fosil gastropoda.Fosil terakhir adalah makanan manusia purba

yang terdiri atas siput, cangkang kerang, keong, dan tiram. Lokasi

tersebut hanya berjarak lima kilometer dari jejak Homo Wajakensis

di Kecamatan Campurdarat. Benda prasejarah ini diduga berusia

20.000-40.000 tahun sebelum Masehi dan lebih tua dari manusia

purba pertama Homo Wajakensis yang ditemukan di Dusun Cerme,

Campurdarat, Tulungagung.

Dari artefak-artefak atau peralatan yang dijumpai maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa manusia Pithekantropus Erectus sudah mengenal alat-alat yang

dipergunakan untuk membela diri dan berburu. Pithekantropus Erectus hidup antara

2,5 – 1,5 juta tahun yang lalu. Manusia Pithekantropus Erectus yang sejenis di luar

negeri dijumpai di RRC (Cina) yaitu di gua Chaukontin Peking yang dinamakan

Sinanthropus Pekinensis.Kehidupan mereka dari mengumpulkan makan terutama

tumbuhn-tumbuhan.

20

Page 21: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Dari penemuan fosil-fosil manusia purba beserta artefak-artefaknya di

berbagai daerah di Indonesia, menunujukkan bahwa di Indonesia telah hidup

berbagai jenis manusia purba.Ini merupakan suatu keberuntungan bagi bangsa

Indonesia.Karena selain menjadi tempat penemuan manusia purba yang jarang

dijumpai di dunia.Oleh karena itu dalam rangka melestarikan hasil budaya atau

peninggalan prasejarah hendaknya melaporkan kepada lurah atau camat.

5.3 Sikap Masyarakat Sekitar terhadap Tugu Homo

Wajakensis dan kegiatannya sehari-hari

Banyak penduduk di desa sekitar Wajak, Kecamatan

Boyolangu, tidak tahu tentang sejarah penemuan fosil purbakala

itu.Demikian pula orang-orang yang mendiami kawasan

Tulungagung selatan.Padahal seabad lalu, daerah mereka menjadi

pusat perhatian dunia dalam pengembangan ilmu paleontologi [

ilmu tentang fosil ]. Daerah berbatu gamping tersier itu pernah

menjadi area perburuan ahli kepurbakalaan untuk mencari "missing

link" [mata rantai yang hilang] asal-usul manusia.

Tidak hanya masyarakat awam yang tidak mengenali lokasi

bekas penemuan fosil Homo Wajakensis.Para guru sejarah dan

pejabat yang membidangi cagar budaya pun tidak bisa

menunjukkan tempat salah satu fosil manusia purba itu

ditemukan.Uniknya, dalam manuskrip data Benda Cagar Budaya

[BCB] yang disusun kantor Depdikbud Tulungagung ditulis, situs

penemuan manusia purba terletak di Dukuh Nglempung, Desa

Gamping, Kecamatan Campurdarat, sekitar delapan kilometer

selatan Desa Wajak. Tempat penemuan fosil Homo Wajakensis itu

dibuat monument pada tahun 1889, kemudian dibongkar pada 4

djuli 1965 dan dibangun kembali pada 17 Agustus 1965.

Berbeda dengan Homo wajakensis yang hanya

meninggalkan jejak berupa tugu, di lokasi bekas ditemukannya

"Manusia Trinil" yang pernah menjadi perhatian dunia lebih seabad

lalu itu hingga kini masih bisa disaksikan buktinya. Seabad silam,

Dubois telah menancapkan prasasti di sebelah kanan Bengawan

21

Page 22: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Solo bertuliskan "P.e.—175 M.ONO—1891/93" yang menandakan

arah geografis dan jarak prasasti dari titik ditemukannya

Phitecanthropus. Selain itu, dia juga meninggalkan foto-foto

suasana Bengawan Solo, peta asli dan situs-situs ekskavasi fosil

penemuannya tahun 1891-1893.Dan pada November 1991, seabad

peringatan penemuan Phitecantropus, telah diresmikan Museum

Trinil atas bantuan lembaga Dubois oleh Gubernur Jatim saat itu,

Soelarso.

Masyarakat sekitar tugu tidak ada yang mau merawat tugu

tersebut, buktinya di beberapa bagian tugu terdapat lumut-lumut

yang berwarna hitam, bagian bawah dan bagian tengah tugu retak

dan bahkan ada yang ambrol.Selain itu di sekeliling tugu banyak

ditumbuhi oleh tanaman-tanaman liar.Mereka malah

memanfaatkan daerah sekitar tugu sebagai tempat untuk

memelihara kambing dantempat pengolahan batu marmer.Itu

menandakan bahwa, masyarakat dan pemerintah tidak peduli

dengan peninggalan sejarah khususnya tempat ditemukannya fosil

Homo Wajakensis.

Tapi, sebenarnya Pemda Kabupaten Tulungagung melalui

Dinas Pariwisata yang dibentuk April 1998 sudah mulai berpikir

menjadikan tempat tersebut aset wisata budaya.Akan tetapi

keterbatasan tenaga ahli sejarah, dana, dan tidak adanya bukti dan

buku pendukung menyebabkan rencana tersebut tinggal angan-

angan belaka.

“Mengapa Dubois tidak meninggalkan bukti-bukti otentik

berupa peta, foto, ataupun prasasti tempat ditemukannya Homo

Wajakensis seperti yang dia lakukan untuk hal yang sama saat

penemuan Pithecanthropus?”

“Apakah daerah Wajak yang memberinya temuan fosil Homo

Wajakensis tidak begitu penting bagi kontribusi risetnya, sehingga

Dubois lupa mencatat dalam buku hariannya?”

22

Page 23: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Rencana menguak kembali tempat ditemukan Homo

Wajakensis baru muncul pada Oktober 1998 setelah Dinas

pariwisata setempat menerima berita rencana kedatangan turis

Belanda yang disampaikan seorang pemandu wisata dari sebuah

agen perjalanan wisata.Orang Belanda tersebut, lanjut dia,

mengaku keturunan Dubois dan ingin napak tilas ke tempat-tempat

tersebut.

BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

23

Page 24: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

Berdasarkan pembahasan pada halaman - halaman

sebelumnya, kita dapat menyimpulkanbahwa :

1. Homo Wajakensis adalah makhluk purba yang secara fisik dan

kualitatif sudah maju dan sempurna dibandingkan manusia

purba jenis Megahthropus maupun Pithecanthropus yang

ditemukan di suatu daerah yang bernama Wajak, Tulungagung.

2. Fosil ini ditemukan oleh Van Rietschoten pada tahun 1889 dan

diselidiki pertama kali oleh Dubois. Fosil yang ditemukan terdiri

atas tengkorak, rahang bawah, dan beberapa ruasleher.

3. Ciri-ciri Homo Wajakensis sebagai berikut :

a. Muka datar dan lebar.

b. Hidung lebar dan bagian mulutnya menonjol.

c. Dahinya agak miring dan di atas mata terdapat busur kening

yang nyata.

d. Tenggorokannya sedang, agak lonjong, dan agak bersegi di

tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang.

e. Mukanya lebih Mongoloid karena sangat datar dan pipinya

menonjol ke samping.

6.2 Saran

Berdasarkan penulisan makalah yang telah dilakukan,

diperoleh saran-saran di bawah ini:

24

Page 25: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

1. Kita sebagai seorang pelajar harus menjaga dan melestarikan situs sejarah di

Indonesia.

2. Sebagai warga Indonesia jangan pernah meremehkan situs sejarah yang

ada di Indonesia, karena situs sejarah di Indonesia sangat banyak.

3. Lebih tingkatkanlah kesadaran kita dalam mengolah situs sejarah

Indonesia, khususnya situs sejarah Homo Wajakensis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Herimanto, dkk. 2009. Sejarah untuk kelas X SMA dan MA. Surakarta.25

Page 26: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

2. Tim MGMP. IPS terpadu untuk kelas VII Semester 1 SMP/MTs. Madiun. Sentra

Madiun

3. Abdulsyani.2002.Sosiologi.Skematika,Teori dan Terapan.Jakarta:Pt Bumi Aksara

4. Departemen Pendidikan Nasional.2006.Sejarah.Semarang: VIVA PAKARINDO

5. Departemen Pendidikan Nasional.2007.IPS Terpadu.Semarang:Sekawan Klaten

6. Juwanto,H.2002.Sejarah.Semarang:Sekawan Klaten

7. Koentjaraningrat.1990.Pengantar Ilmu Antropologi.cetakan kedelapan Jakarta:PT

RINEKA CIPTA

8. Shadily,Hasan.1993.Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia.Jakarta:PT RINEKA

CIPTA

9. Soekanto,Soerjono.1982.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

10. http://fathoniarief.blogspot.com/2008/01/mencari-jejak-manusia-wajak.html

( Tanggal Akses Sabtu, 17 Maret 2012 )

11. http://timontius-pangestu.blogspot.com/2010/04/homo-wajakensis.html

( Tanggal Akses Sabtu, 17 Maret 2012 )

12. http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://haristepanus.files.wordpress.com/

2010/08/kapakbatu.jpg&imgrefurl=http://haristepanus.wordpress.com/2010/08/10/

kehidupan-pada-masa-praaksara-di

indonesia/&usg=__6uzDZur5ccGUdY00XbobJZ4YAIw=&h=308&w=410&sz=17&

hl=id&start=18&zoom=1&itbs=1&tbnid=zBcTg0mbLqK5rM:&tbnh=94&tbnw=125

&prev=/images%3Fq%3Dhomo%2Bwajakensis%26hl%3Did%26biw

%3D1366%26bih%3D518%26gbv%3D2%26tbs

%3Disch:1&ei=2OFfTezkGYTqrAfuseW4AQ

( Tanggal Akses Kamis, 22 Maret 2012 )

http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://pakyok.files.wordpress.com/2008/01/

sej101_05.gif&imgrefurl=http://history1978.wordpress.com/2009/09/

&usg=__HlxodXLqjehMRtcJvG8e1nmm8rQ=&h=187&w=294&sz=24&hl=id&start=5&zo

om=1&itbs=1&tbnid=eyOTMMyi8h7XrM:&tbnh=73&tbnw=115&prev=/images%3Fq

%3Dhomo%2Bwajakensis%26hl%3Did%26biw%3D1366%26bih%3D518%26gbv

%3D2%26tbs%3Disch:1&ei=2OFfTezkGYTqrAfuseW4AQ. ( Tanggal Akses Kamis, 22

Maret 2012 )

LAMPIRAN

26

Page 27: Karya Tulis Homo Wajakensis - Core

27