Kelompok 4 CORE
-
Upload
nurul-emier-al-fatih -
Category
Documents
-
view
241 -
download
9
description
Transcript of Kelompok 4 CORE
MODEL PEMBELAJARAN CORE
(CONNECT, ORGANIZE, REFLECT, EXTEND)
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan Pembelajaran Kimia
yang dibina oleh Ibu Prof. Dra. Srini M. Iskandar, M.Sc., Ph.D.
Oleh
Kelompok 4 (Kelas A)
Moh. Ismail Sholeh 120331540711
Yusrotul Nisa Ansori 130331811086
Baiq Fara Dwirani S 130331811069
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
Januari 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pengajaran ilmu kimia di SMA/MA ialah siswa
diharapkan dapat memahami konsep-konsep kimia beserta keterkaitannya. Tujuan
tersebut dapat tercapai jika siswa dapat memahami konsep dasar kimia dengan
benar. Hal ini disebabkan pengajaran kimia merupakan pengajaran yang syarat
dengan konsep, terutama konsep-konsep yang abstrak. Konsep-konsep tersebut
berkembang secara hierarkis sehingga untuk mempelajari konsep-konsep yang
tinggi tingkatannya, maka harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang
mendasarinya (Sastrawijaya, 1988:115). Pemahaman konsep dasar yang kurang
benar dapat menyebabkan kesalahan dalam mempelajari dan menerapkan konsep-
konsep kimia yang berkaitan. Hal ini diperkuat oleh Nakleh (1992:191) yang
menyatakan bahwa siswa tidak dapat memahami konsep-konsep kimia yang lebih
tinggi tingkatannya karena siswa tidak dapat mengkonstruksi dengan benar
pemahamannya terhadap konsep-konsep dasar kimia.
Salah satu hal yang dapat dilakukan siswa untuk memperoleh pemahaman
yang mendalam dan bermakna adalah dengan memahami konsep melalui
pengkonstruksian pemahaman pengetahuan yang dipelajarinya. Untuk mencapai
kemampuan tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif dan lebih
menekankan pada proses berfikir kritis siswa. Beberapa penerapan model
pembelajaran yang bersifat konstruktivistik diyakini dapat mengatasi hal tersebut.
Salah satu dari model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran CORE.
Model pembelajaran ini merupakan sebuah model pembelajaran yang mencakup
empat unsur atau tahapan yaitu connect (C), organize (O), reflect (R), dan extend
(E). Tahap connect mengajak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru
yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang pernah dialami baik dari
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari atau dari pembelajaran yang pernah
diterima sebelumnya, tahap organize membawa siswa untuk mengorganisasikan
pengetahuannya melalui kegiatan dalam kelompok, tahap reflect melatih siswa
untuk menjelaskan kembali informasi yang telah didapatkan, dan tahap terakhir
1
yaitu extend memperluas pengetahuan siswa dalam konteks baru. Berdasarkan
penjelasan latar belakang di atas dan dalam rangka menunjang proses
pembelajaran, maka penyusun membuat makalah dengan judul “Model
Pembelajaran CORE (Connect, Organize, Reflect, Extend)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana landasan filosofi model pembelajaran CORE?
2. Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam model pembelajaran CORE?
3. Bagaimana skenario pembelajaran model CORE?
4. Bagaimana asesmen dalam model pembelajaran CORE?
5. Bagaimana implikasi model pembelajaran CORE pada Kurikulum 2013?
6. Bagaimana hasil kajian penelitian terdahulu yang terkait dengan model
pembelajaran CORE?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam
makalah ini adalah:
1. Mempelajari landasan filosofi model pembelajaran CORE.
2. Mempelajari unsur-unsur dalam model pembelajaran CORE.
3. Mempelajari skenario pembelajaran model CORE.
4. Mempelajari asesmen dalam model pembelajaran CORE.
5. Mempelajari implikasi model pembelajaran CORE pada Kurikulum 2013
6. Mempelajari hasil kajian penelitian terdahulu yang terkait dengan model
pembelajaran CORE.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Filosofi Model Pembelajaran CORE
Teori konstruktivisme dewasa ini telah memberikan dampak yang
signifikan pada reformasi pendidikan yang semakin diakui sebagai teori tentang
bagaimana seseorang sampai kepada pengetahuan yang dimilikinya (Iskandar,
2011:8). Menurut prinsip kontruktivis, pengajar berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses belajar pebelajar berjalan sebagaimana
mestinya. Sebagaimana fasilitator dan mediator, tugas guru dapat dijabarkan
sebagai berikut: 1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa
bertanggung jawab dalam merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta
hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa memberi
kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama pengajar. 2) memberikan kegiatan-
kegiatan yang merangsang keingintahuan pebelajar dan membantu mereka untuk
mengekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomunikasikannya secara
ilmiah. 3) menyediakan sarana belajar yang merangsang pebelajar berpikir
produktif. 4) memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat perkembangan
berpikir pebelajar.
Dalam teori konstruktivisme, terdapat beberapa konsep kunci, diantaranya
adalah:
o Panca indera merupakan sarana untuk mengasimilasikan pengetahuan
baru.
o Pemahaman yang dimiliki oleh pebelajar menentukan apakah pengetahuan
baru diterima atau ditolak.
o Pemahaman yang dimiliki oleh pebelajar menentukan bagaimanakah
pengetahuan baru diinterpretasikan.
o Pengetahuan tidak ditransmisikan dari satu pribadi ke pribadi lain namun
dibangun secara individual dalam pribadi pebelajar.
o Pebelajar menggunakan kaitan-kaitan untuk membangun pengetahuan
baru.
3
o Pemahaman pebelajar terus-menerus mengalami pembaruan, membangun
dan membangun kembali.
o Belajar merupakan proses individual dan proses sosial (Iskandar,
2011:15).
Teori belajar yang dikemukakan oleh John Dewey ini, melandasi
pengembangan model pembelajaran CORE. Model pembelajaran CORE pertama
kali dikenalkan oleh Calfee dkk (Calfee, Chambliss, & Beretz, 1991; Bruning,
Schraw, & Ronning, 1995, dalam Jacob, 2005) melalui konsep Reading-Writing
Cycle. Mulanya Calfee dkk mengusulkan suatu konsep pengajaran yang dinilai
dapat efektif yaitu dengan cara mengkoneksikan atau menghubungkan
pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang lama dengan yang baru serta
antar konsep, mengorganisasikan ide untuk memahami materi, memberikan
kesempatan bagi siswa untuk merefleksikan dan mendalami materi serta
mengembangkan, memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperluas dan
menemukan sendiri kesimpulan materi yang sedang dibahas. Usulan tersebut
menghasilkan suatu model pembelajaran yang dinamakan model pembelajaran
CORE yang merupakan singkatan dari empat tahapan pelaksanaan
pembelajarannya, yaitu Connecting, Organizing, Reflecting, and Extending.
Oleh karena strategi pembelajaran atau model CORE ini merupakan model
yang bersifat konstruktivistik, maka topik-topik pembelajaran kimia yang cocok
untuk pembelajaran konstruktivistik juga berlaku untuk pembelajaran CORE,
yakni model CORE cocok diterapkan untuk pembelajaran topik-topik kimia yang
bersifat teoritis maupun yang melibatkan praktikum. Dalam pelaksanaannya,
model pembelajaran CORE dapat menggunakan beberapa metode seperti diskusi
atau praktikum guna untuk mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan
berpikir reflektif dengan melibatkan siswa.
B. Unsur-unsur dalam Model Pembelajaran CORE
Model pembelajaran CORE memiliki empat unsur atau tahapan dalam
pembelajaran yaitu Connect, Organize, Reflect, dan Extend yang dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
4
Gambar 2.1 Fase Model CORE (Calfee, R.C., & Miller, R.G., 2005:214)
Aktivitas-aktivitas belajar yang dapat dilakukan pada tiap-tiap fase model
CORE diuraikan secara singkat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Deskripsi Fase-Fase pada Model Pembelajaran CORE (Calfee, R.C., & Miller, R.G., 2005)
Fase-fase pada Model Pembelajaran Core
Kegiatan belajar yang dapat diberikan
Connect :Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk menghubungkan informasi lama-baru dan antar konsep, mendorong kemampuan berfikir siswa dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya
Menghubungkan suatu fenomena yang berkaitan dengan materi pembelajaran
Membaca artikel dari media terbaru, jurnal, buku dll
Mendeskripsikan suatu peristiwaOrganize :Kegiatan pada fase ini memberikan kesempatan kepada siswa mengorganisasikan ide untuk memahami materi, merencanakan, dan meneliti informasi yang dikumpulkan
Mengorganisasi konsep materi Merencanakan ide Mengumpulkan informasi Menjawab pertanyaan terbuka
(open-ended question) Membuat keputusan
Reflect :Pada kegiatan ini siswa dilibatkan dalam menganalisis hasil eksplorasinya melalui pertanyaan yang dapat mendorong siswa melakukan investigasi lanjut. Pemahamannya diklarifikasi dan dimodifikasi berdasarkan refleksi dari aktivitasnya yang telah dilakukan.
Menganalisis data Menjelaskan hubungan kausal
antara masalah dengan konsep Mengerjakan kuis Menjawab pertanyaan terstruktur Membandingkan perbedaan antara
konsep yang benar dan salah
5
Fase-fase pada Model Pembelajaran Core
Kegiatan belajar yang dapat diberikan
Extend :Pada fase ini siswa diberikan kesempatan untuk memperluas dan memantapkan pemahamannya terhadap konsep yang dipelajari atau menganalisis kesalahan sebelumnya
Menganalisis kesalahan sebelumnya
Problem solving kasus tertentu Keterampilan berfikir: klasifikasi,
dan abstraksi Membuat kesimpulan
Penjelasan lebih lanjut dari setiap tahapan adalah sebagai berikut.
1. Connect
Connect secara bahasa artinya come or bring together, sehingga
connecting dapat diartikan sebagai menghubungkan. Connect merupakan upaya
untuk menghubungkan informasi lama-baru dan antar konsep, mendorong
kemampuan berpikir siswa dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal
yang telah dimilikinya. Kegiatan pada tahap ini diawali dengan pengajar
menjelaskan kepada siswa tentang tujuan dari materi pelajaran yang akan
dipelajari sehingga diharapkan siswa dapat mencari hubungan antara pengetahuan
awal atau pengalaman yang didasarkan pada kehidupan sehari-hari dengan materi
yang akan dipelajari. Dalam hal ini bertujuan untuk mendorong dan melatih
kemampuan berpikir kritis siswa. Connect berkaitan erat dengan pengertian
belajar itu sendiri. Belajar merupakan proses aktif mengkonstruksi,
mengasimilasi, dan menghubungkan pengalaman yang dipelajari dengan
informasi yang sudah dimiliki. Dalam belajar, biasanya seseorang mengkonstruksi
pengetahuan baru dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Apabila
informasi telah dipahami dengan benar, maka informasi itu harus dihubungkan
dengan konsep-konsep yang telah dimiliki siswa.
2. Organize
Organize secara bahasa berarti arrange in a system that works well,
artinya siswa mengorganisasikan informasi-informasi yang diperolehnya.
Organize merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi
atau informasi-informasi yang diperolehnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk membantu siswa mengorganisasikan pengetahuannya adalah dengan diskusi
secara aktif sehingga hal ini akan menguatkan siswa dalam menghubungkan dan
mengorganisasikan apa yang mereka ketahui.
6
3. Reflect
Reflect secara bahasa berarti think deeply about something and express,
artinya siswa memikirkan secara mendalam terhadap konsep yang dipelajarinya.
Reflect merupakan kegiatan untuk memikirkan kembali, mendalami, dan menggali
informasi yang sudah didapat. Siswa pada kegiatan ini dilibatkan dalam
menganalisa hasil eksplorasinya melalui pertanyaan yang dapat mendorong siswa
melakukan investigasi lanjut. Selanjutnya pada tahap ini siswa diberi kesempatan
untuk belajar kesadaran metakognitif tentang kualitas berpikirnya.
Pemahamannya diklarifikasi dan dimodifikasi berdasarkan refleksi dari aktifitas
pembelajaran yang telah dilakukan. Hanafiah dan Cucu dalam Yahya (2012)
mengemukakan bahwa refleksi dalam pembelajaran adalah cara berfikir tentang
apa yang baru dipelajarinya atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah
dilakukan atau dipelajarinya di masa lalu. Refleksi pembelajaran merupakan
respons terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima
dari proses pembelajaran. Siswa dituntut untuk mengedepankan apa yang baru
sebagai wujud pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan
sebelumnya, serta mengekspresikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk
kesimpulan. Dengan proses ini dapat dilihat kemampuan siswa menjelaskan
informasi yang mereka dapatkan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat
pemahamannya masing-masing.
4. Extend
Extend secara bahasa berarti make longer and larger, artinya diskusi dapat
membantu memperluas pengetahuan siswa. Extend merupakan kegiatan untuk
mengembangkan, memperluas, atau menggunakan konsep yang sudah diperoleh
untuk mengatasi permasalahan kontekstual yang terkait. Perluasan pengetahuan
tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki siswa.
Guthrie (dalam Jacob, 2005) menyatakan bahwa pengetahuan deklaratif dan
procedural siswa diperluas dengan cepat sehingga mereka meneliti terhadap
jawaban atas pertanyaan yang mereka miliki dan mereka melakukan strategi
berdiskusi untuk memperoleh informasi.
7
C. Skenario Pembelajaran Model CORE
Deskripsi langkah-langkah kegiatan pada model pembelajaran CORE
seperti yang dikemukakan oleh Calfee, R.C. & Miller, R.G dapat dilihat pada
Tabel 2.1. Skenario pembelajaran dalam model pembelajaran CORE dapat
dicermati pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Skenario Pembelajaran Model CORE
No.Langkah-
langkah pokokKegiatan Guru Kegiatan Siswa
1. Pendahuluan Guru membuka kegiatan pembelajaran.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Siswa mencermati penjelasan guru.
2. Connect Guru mengaitkan suatu fenomena atau pengalaman dalam kehidupan sehari-hari dengan materi yang akan dipelajari atau menghubungkan pengetahuan lama-baru dan antar konsep.
Siswa mengintervensi masalah yang dimiliki atau yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
3. Organize Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok yang heterogen.
Guru memberikan suatu permasalahan untuk didiskusikan dalam kelompok (membagikan worksheet).
Guru membimbing dan memberikan kesempatan kepada siswa mengorganisasi ide untuk memahami materi, merencanakan, dan mengumpulkan informasi.
Guru melakukan observasi dan penilaian selama proses diskusi berlangsung.
Siswa berkumpul dalam kelompoknya masing-masing.
Siswa menerima worksheet.
Siswa mengorganisasi materi melalui kajian literatur dan mengumpulkan informasi/data dari permasalahan yang diberikan guru dan mendiskusikannya secara berkelompok.
4. Reflect Guru meminta tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan menganalisisnya dalam diskusi kelas.
Guru membimbing siswa agar konsep yang diterima siswa bisa mengarah pada suatu kesimpulan yang benar.
Siswa menganalisis data dan jawaban pertanyaan terbuka dalam worksheet sehingga diperoleh pemahaman yang benar tentang materi yang dipelajari.
Siswa membuat kesimpulan yang benar.
5. Extend Guru memberikan pemahaman baru dalam konteks yang berbeda (memberi soal-soal
Siswa mengerjakan soal-soal penerapan.
Siswa
8
No.Langkah-
langkah pokokKegiatan Guru Kegiatan Siswa
penerapan). Meminta kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya dalam diskusi kelas.
mempresentasikan hasil diskusinya.
6. Penutup Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari.
Guru menutup pelajaran.
Siswa membuat kesimpulan.
Dalam proses pembelajarannya, menurut Artasari dkk (2012) model
pembelajaran CORE memiliki beberapa kelebihan yaitu:
a. Siswa aktif dalam belajar,
b. Melatih daya ingat siswa,
c. Melatih daya pikir siswa terhadap suatu masalah, dan
d. Memberikan pengalaman belajar inovatif kepada siswa.
Di samping kelebihan tersebut, model pembelajaran CORE juga memiliki
kekurangan yaitu:
a. Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini,
b. Menuntut siswa untuk terus berpikir,
c. Memerlukan banyak waktu, dan
d. Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model pembelajaran
CORE.
D. Asesmen dalam Pembelajaran CORE
Oleh karena pembelajaran CORE merupakan pembelajaran yang bersifat
konstruktivistik, maka asesmen yang sesuai untuk digunakan adalah asesmen
autentik (“authentic asessment”). Asesmen tersebut dapat berupa:
1. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran CORE (Tabel 2.3)
2. Lembar observasi untuk asesmen ranah afektif (Tabel 2.4 dan Tabel 2.5)
3. Tes pemahaman untuk asesmen ranah kognitif.
4. Lembar observasi untuk asesmen ranah psikomotor.
Tabel 2.3 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran CORE
No. Aspek yang dinilaiSkor
1 2 3 4
9
1. ConnectPengajar menghubungkan informasi lama-baru dan antar konsep
2. OrganizePebelajar mengorganisasi ide untuk memahami materi, merencanakan, dan meneliti informasi yang dikumpulkan
3. Reflect Pebelajar menjelaskan konsep dalam
presentasi kelas Pebelajar melakukan tanya jawab dalam
diskusi kelas Pebelajar membuat kesimpulan yang benar
4. Extend Pebelajar mengerjakan soal-soal penerapan Pebelajar menjelaskan penyelesaian soal-
soal penerapan dalam presentasi kelasKeterangan skor: 1 = kurang baik, 2 = cukup baik, 3 = baik, 4 = sangat baik
Tabel 2.4 Format Pengamatan Perilaku Berkarakter
No. NIS Nama Siswa
Perilaku Berkarakter(1)
Disiplin(2)
Kejujuran(3)
Kerja-sama
(4) Tanggung
jawab12345678910
dstPetunjuk:Untuk setiap perilaku berkarakter siswa diberi nilai dengan skala berikut ini:A = Sangat baikB = MemuaskanC = Menunjukkan kemajuanD = Memerlukan perbaikan
Tabel 2.5 Format Pengamatan Keterampilan Sosial
No. NISNama Siswa
Keterampilan Sosial
BertanyaMenyumbang Ide/Pendapat
Menjadi Pendengar
Komuni-kasi
10
yang Baik12345
Petunjuk:Untuk setiap keterampilan sosial siswa diberi nilai dengan skala berikut ini:A = Sangat baikB = MemuaskanC = Menunjukkan kemajuanD = Memerlukan perbaikan
Tes pemahaman untuk asesmen ranah kognitif dapat dilakukan dengan tes
tulis (pilihan ganda maupun essay). Tes pemahaman untuk asesmen ranah kognitif
dan lembar observasi untuk asesmen ranah psikomotor dapat disesuaikan dengan
materi pelajaran dan metode pembelajaran yang digunakan.
E. Implikasi Model Pembelajaran CORE pada Kurikulum 2013
Dalam draft Pengembangan Kurikulum 2013 diisyaratkan bahwa proses
pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca,
mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.
Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active learning)
dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan Kurikulum
2013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud).
Pembelajaran pada kurikulum 2013 yaitu menggunakan pendekatan
saintifik melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,
menalar, mencipta. Selain itu menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi
tahu (discovery learning). Untuk penilaian yang diukur adalah proses kerja siswa,
bukan hanya hasil kerja siswa dan menggunakan pendekatan authentic asessment
dalam penilaiannya (yaitu dapat menggunakan metode tes, nontes, atau
portofolio).
Kurikulum 2013 telah menerapkan model pembelajaran yang dipandang
sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan. Pada kurikulum tersebut
11
dikembangkan tiga model pembelajaran yaitu model pembelajaran discovery
learning, model pembelajaran berbasis masalah, dan model pembelajaran proyek.
Meskipun model pembelajaran ini telah ditetapkan, tetapi dengan melihat dari
proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka tidak menutup kemungkinan
untuk menggunakan model pembelajaran lain yang sesuai dengan kriteria di atas.
Misalnya menggunakan model pembelajaran CORE.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, model pembelajaran CORE
dengan empat fase-nya, yaitu Connect, Organize, Reflect, dan Extend, menuntut
siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri dalam memperoleh
informasi/pengetahuan. Sedangkan pada model discovery learning, guru
menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi tahu. Dengan demikian, model
pembelajaran CORE memiliki kesamaan dengan model discovery learning dalam
hal tujuan pembelajaran, sehingga model CORE juga dapat diterapkan dalam
pembelajaran kurikulum 2013 sebagai alternatif model pembelajaran di kelas.
Selain karena berbasis konstruktivistik dalam pembelajarannya, sistem
penilaian model CORE juga menggunakan penilaian proses yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum 2013, yaitu pendekatan authentic assesment. Dengan begitu,
model pembelajaran CORE dapat digunakan dalam penerapan kurikulum 2013.
F. Hasil Kajian Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Model
Pembelajaran CORE
Hasil kajian dari beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan model
pembelajaran CORE disajikan dalam Tabel 2.6
Tabel 2.6 Hasil Kajian Penelitian Terdahulu Terkait Model Pembelajaran CORE
NoNama
penelitiJudul penelitian Hasil penelitian
A. Pengembangan Bahan Ajar CORE
1. Aang Saptadri Yahya (2012)
Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berbasis CORE (Connect, Organize, Reflect, Exstend ) untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional pada Materi Alkana, Alkena, Alkuna
Dari hasil validasi bahan ajar diperoleh nilai rata-rata 3,61 dengan kriteria valid/baik/layak. Berdasarkan hasil uji terbatas diperoleh nilai rata-rata 3,47 dengan kriteri valid/baik/layak untuk bahan ajar. Dengan demikian, bahan ajar kimia RSBI pada materi Alkana, Alkena Alkuna yang dikembangkan berkriteria layak dan dapat dilakukan
12
NoNama
penelitiJudul penelitian Hasil penelitian
untuk evaluasi sumatif di lapangan.
2. L. Azizah, S. Mariani, R. Rochmad (2012)
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model CORE Bernuansa Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis
Hasil pengembangan perangkat valid berdasarkan hasil validasi ahli, kepraktisan perangkat berdasarkan respon positif siswa dan guru sejawat. Aktivitas dan motivasi berpengaruh positif terhadap kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen mencapai ketuntasan dan lebih baik dari pada kelas kontrol, serta adanya peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen.
B. Pengaruh/Effektivitas Model Pembelajaran CORE
3. Pt. Yulia Artasari, Ni Wyn. Arini, I Nym. Wirya (2012)
Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) Terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas IV Mata Pelajaran IPS
Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir divergen siswa kelas IV di SD Negeri Gugus 2 Pujungan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CORE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (thit> ttab, thit = 5,78 dan ttab = 1,671).
4. Santi Yuniarti (2013)
Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual terhadapKemampuan Pemahaman Matematik Siswa
a. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematik yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui model CORE berbasis kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.
b. Kemampuan pemahaman matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui model CORE berbasis kontekstual lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.
c. Pada umumnya siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model CORE berbasis kontekstual.
5 Bari, A., Kadaritna, N., Efkar, T. (2014)
Efektivitas Pembelajaran CORE dalam Meningkatkan Ketrampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaaan Konsep Kelarutan dan Ksp
Efektivitas model pembelajaran CORE diukur berdasarkan perbedaan N-gain yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata N-gain keterampilan mengkomunikasikan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 0,62 dan 0,46. Sedangkan penguasaan konsep untuk kelas
13
NoNama
penelitiJudul penelitian Hasil penelitian
ekperimen dan kontrol yaitu 0,57 dan 0,47. Berdasarkan uji t, kedua N-gain memiliki t-hitung yang lebih tinggi dari t-tabel, sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran CORE terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan.
C. Penerapan Model Pembelajaran CORE (PTK)6. Puspa
Dewi Setyawati (2011)
Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PKn dengan Metode CORE (Connecting Organizing Reflecting Extending) pada Siswa Kelas IV SDN Polehan 2 Kecamatan Blimbing Kota Malang
Penerapan Metode CORE pada pembelajaran PKn telah berhasil meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Polehan 2. Hal ini terlihat dari aktivitas serta nilai post tes yang terus meningkat. Berdasarkan hasil observasi, aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pada siklus II yang paling tampak yaitu sebagian besar siswa sudah berani mengeluarkan ide/gagasan dan bertanya/menjawab serta melaporkan hasil diskusi. Hasil belajar siswa terus meningkat mulai dari rata-rata sebelumnya ( 63,67) mengalami peningkatan pada siklus I dengan rata-rata sebesar (74,5) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu (56,67%) meningkat pada siklus II dengan rata-rata kelasnya sebesar (83) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya sebesar (83,33%).
14
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan, diantaranya
sebagai berikut:
1. Landasan filosofi model pembelajaran CORE sesuai dengan prinsip
konstruktivistik. Pembelajaran model CORE (Connect, Organize, Reflect,
Extend) pertama kali dikenalkan oleh Calfee dkk melalui konsep Reading-
Writing Cycle.
2. Unsur-unsur dalam model pembelajaran CORE adalah connect (C) yang
merupakan upaya untuk mengoneksikan informasi lama (pengetahuan awal
siswa) dengan informasi baru yang saling berkaitan, organize (O) merupakan
kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi, reflect (R)
merupakan kegiatan untuk memikirkan kembali, mendalami, dan menggali
informasi yang sudah didapat. Selanjutnya pada tahap ini siswa diberi
kesempatan untuk belajar kesadaran metakognitif tentang kualitas
berpikirnya, dan extend (E) merupakan kegiatan untuk mengembangkan,
memperluas, menggunakan konsep yang sudah diperoleh untuk mengatasi
permasalahan kontekstual yang terkait.
3. Skenario pembelajaran model CORE yaitu:
a. Tahap connect, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain
menghubungkan suatu fenomena yang berkaitan dengan materi
pembelajaran, membaca artikel dari: media terbaru, jurnal, buku, dll,
mendeskripsikan peristiwa.
b. Tahap organize, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain
mengorganisasi konsep materi, merencanakan ide, mengumpulkan
informasi, menjawab pertanyaan terbuka (open-ended question), membuat
keputusan.
c. Tahap reflect, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain
menganalisis data, menjelaskan hubungan kausal antara masalah dengan
konsep, mengerjakan kuis, menjawab pertanyaan terstruktur,
membandingkan perbedaan antar konsep yang benar dan salah.
15
d. Tahap extend, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain
menganalisis kesalahan sebelumnya, problem solving kasus tertentu,
keterampilan berpikir: klarifikasi dan abstraksi, membuat kesimpulan.
4. Asesmen dalam pembelajaran CORE berupa lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran CORE, lembar observasi asesmen ranah afektif, tes pemahaman
asesmen ranah kognitif, dan lembar observasi asesmen ranah psikomotor.
5. Model pembelajaran CORE dapat digunakan untuk penerapan kurikulum
2013 karena menggunakan pendekatan berbasis konstruktivistik dan penilaian
authentic.
6. Beberapa hasil kajian penelitian terdahulu yang terkait dengan model
pembelajaran CORE adalah berupa:
a. Pengembangan bahan ajar berbasis CORE oleh Aang Saptadri Yahya
(2012) dan L. Azizah, S. Mariani, R. Rochmad (2012).
b. Pengaruh model pembelajaran CORE oleh Pt. Yulia Artasari, Ni Wyn.
Arini, I Nym. Wirya (2012); Santi Yuniarti (2013); dan Bari, A.,
Kadaritna, N., Efkar, T. (2014).
c. Penerapan model pembelajaran CORE oleh Puspa Dewi Setyawati (2011).
16
DAFTAR PUSTAKA
Artasari, Pt. Yulia, dkk. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas IV Mata Pelajaran IPS, (Online), (http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/download/878/749, diakses 25 Januari 2014).
Azizah, L.,dkk. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model CORE Bernuansa Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis. Unnes Journal of Mathematics Education Research, Vol. 1(2), (Online), (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer/, diakses 25 Januari 2014).
Bari, A., Kadaritna, N., Efkar, T. (2014). Efektivitas Pembelajaran CORE dalam Meningkatkan Ketrampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaaan Konsep Kelarutan dan Ksp. (Online). (http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JPK/article/view/3654, diakses 27 Januari 2014)
Calfee, R.C. & miller, R.G. 2005. Breaking Ground: Constructing Authentic Reading-Writing Assessments for Middle and Secondary School Students. In Indrisano, R. and Paratore, J.(Eds.), Learning to Write, Writing to Learn: Theory and Research in Practice (pp.203-219). Delaware: IRA
Jacob, C. Refleksi pada Refleksi Lesson Study (Suatu Pembelajaran Berbasis Metakognisi), (Online), ( http://sakola.net/content/document/1593, diakses 24 Januari 2014).
Iskandar, Srini M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis. Malang: Bayumedia Publishing.
Kean, E. & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia.
Kemendikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013.(Online). (http://www.um.ac.id/data/download/file70EDCF85B75C26D549DBB671CD8D98C4.pdf, diakses 27 Januari 2014).
Nakhleh, M. B. 1992. Why Some Student’s Don’t Learn Chemistry. Journal of Chemical Education, 69 (3): 191-196.
Sastrawijaya, T. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud.
Setyawati, Puspa Dewi. 2011. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn dengan Metode CORE (Connecting,
17
Organizing, Reflecting, Extending) pada Siswa Kelas IV SDN Polehan 2 Kecamatan Blimbing Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Malang.
Yahya, Aang Saptadri.2012.Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berbasis CORE (Connect, Organize, Reflect, and Extend) untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional pada Materi Alkana, Alkena dan Alkuna. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program S1 Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang.
Yuniarti, Santi. 2013. Pengaruh Model CORE Berbasis Konstektual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa, (Online), (http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2013/01/Santi-Yuniarti.pdf, diakses 24 Januari 2014).
18