Kelompok 4 CORE

29
MODEL PEMBELAJARAN CORE (CONNECT, ORGANIZE, REFLECT, EXTEND) MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan Pembelajaran Kimia yang dibina oleh Ibu Prof. Dra. Srini M. Iskandar, M.Sc., Ph.D. Oleh Kelompok 4 (Kelas A) Moh. Ismail Sholeh 120331540711 Yusrotul Nisa Ansori 130331811086 Baiq Fara Dwirani S 130331811069

description

n

Transcript of Kelompok 4 CORE

Page 1: Kelompok 4 CORE

MODEL PEMBELAJARAN CORE

(CONNECT, ORGANIZE, REFLECT, EXTEND)

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan Pembelajaran Kimia

yang dibina oleh Ibu Prof. Dra. Srini M. Iskandar, M.Sc., Ph.D.

Oleh

Kelompok 4 (Kelas A)

Moh. Ismail Sholeh 120331540711

Yusrotul Nisa Ansori 130331811086

Baiq Fara Dwirani S 130331811069

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

Januari 2014

Page 2: Kelompok 4 CORE

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pengajaran ilmu kimia di SMA/MA ialah siswa

diharapkan dapat memahami konsep-konsep kimia beserta keterkaitannya. Tujuan

tersebut dapat tercapai jika siswa dapat memahami konsep dasar kimia dengan

benar. Hal ini disebabkan pengajaran kimia merupakan pengajaran yang syarat

dengan konsep, terutama konsep-konsep yang abstrak. Konsep-konsep tersebut

berkembang secara hierarkis sehingga untuk mempelajari konsep-konsep yang

tinggi tingkatannya, maka harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang

mendasarinya (Sastrawijaya, 1988:115). Pemahaman konsep dasar yang kurang

benar dapat menyebabkan kesalahan dalam mempelajari dan menerapkan konsep-

konsep kimia yang berkaitan. Hal ini diperkuat oleh Nakleh (1992:191) yang

menyatakan bahwa siswa tidak dapat memahami konsep-konsep kimia yang lebih

tinggi tingkatannya karena siswa tidak dapat mengkonstruksi dengan benar

pemahamannya terhadap konsep-konsep dasar kimia.

Salah satu hal yang dapat dilakukan siswa untuk memperoleh pemahaman

yang mendalam dan bermakna adalah dengan memahami konsep melalui

pengkonstruksian pemahaman pengetahuan yang dipelajarinya. Untuk mencapai

kemampuan tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif dan lebih

menekankan pada proses berfikir kritis siswa. Beberapa penerapan model

pembelajaran yang bersifat konstruktivistik diyakini dapat mengatasi hal tersebut.

Salah satu dari model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran CORE.

Model pembelajaran ini merupakan sebuah model pembelajaran yang mencakup

empat unsur atau tahapan yaitu connect (C), organize (O), reflect (R), dan extend

(E). Tahap connect mengajak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru

yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang pernah dialami baik dari

pengalaman dalam kehidupan sehari-hari atau dari pembelajaran yang pernah

diterima sebelumnya, tahap organize membawa siswa untuk mengorganisasikan

pengetahuannya melalui kegiatan dalam kelompok, tahap reflect melatih siswa

untuk menjelaskan kembali informasi yang telah didapatkan, dan tahap terakhir

1

Page 3: Kelompok 4 CORE

yaitu extend memperluas pengetahuan siswa dalam konteks baru. Berdasarkan

penjelasan latar belakang di atas dan dalam rangka menunjang proses

pembelajaran, maka penyusun membuat makalah dengan judul “Model

Pembelajaran CORE (Connect, Organize, Reflect, Extend)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana landasan filosofi model pembelajaran CORE?

2. Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam model pembelajaran CORE?

3. Bagaimana skenario pembelajaran model CORE?

4. Bagaimana asesmen dalam model pembelajaran CORE?

5. Bagaimana implikasi model pembelajaran CORE pada Kurikulum 2013?

6. Bagaimana hasil kajian penelitian terdahulu yang terkait dengan model

pembelajaran CORE?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam

makalah ini adalah:

1. Mempelajari landasan filosofi model pembelajaran CORE.

2. Mempelajari unsur-unsur dalam model pembelajaran CORE.

3. Mempelajari skenario pembelajaran model CORE.

4. Mempelajari asesmen dalam model pembelajaran CORE.

5. Mempelajari implikasi model pembelajaran CORE pada Kurikulum 2013

6. Mempelajari hasil kajian penelitian terdahulu yang terkait dengan model

pembelajaran CORE.

2

Page 4: Kelompok 4 CORE

BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofi Model Pembelajaran CORE

Teori konstruktivisme dewasa ini telah memberikan dampak yang

signifikan pada reformasi pendidikan yang semakin diakui sebagai teori tentang

bagaimana seseorang sampai kepada pengetahuan yang dimilikinya (Iskandar,

2011:8). Menurut prinsip kontruktivis, pengajar berperan sebagai mediator dan

fasilitator yang membantu agar proses belajar pebelajar berjalan sebagaimana

mestinya. Sebagaimana fasilitator dan mediator, tugas guru dapat dijabarkan

sebagai berikut: 1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa

bertanggung jawab dalam merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta

hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa memberi

kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama pengajar. 2) memberikan kegiatan-

kegiatan yang merangsang keingintahuan pebelajar dan membantu mereka untuk

mengekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomunikasikannya secara

ilmiah. 3) menyediakan sarana belajar yang merangsang pebelajar berpikir

produktif. 4) memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat perkembangan

berpikir pebelajar.

Dalam teori konstruktivisme, terdapat beberapa konsep kunci, diantaranya

adalah:

o Panca indera merupakan sarana untuk mengasimilasikan pengetahuan

baru.

o Pemahaman yang dimiliki oleh pebelajar menentukan apakah pengetahuan

baru diterima atau ditolak.

o Pemahaman yang dimiliki oleh pebelajar menentukan bagaimanakah

pengetahuan baru diinterpretasikan.

o Pengetahuan tidak ditransmisikan dari satu pribadi ke pribadi lain namun

dibangun secara individual dalam pribadi pebelajar.

o Pebelajar menggunakan kaitan-kaitan untuk membangun pengetahuan

baru.

3

Page 5: Kelompok 4 CORE

o Pemahaman pebelajar terus-menerus mengalami pembaruan, membangun

dan membangun kembali.

o Belajar merupakan proses individual dan proses sosial (Iskandar,

2011:15).

Teori belajar yang dikemukakan oleh John Dewey ini, melandasi

pengembangan model pembelajaran CORE. Model pembelajaran CORE pertama

kali dikenalkan oleh Calfee dkk (Calfee, Chambliss, & Beretz, 1991; Bruning,

Schraw, & Ronning, 1995, dalam Jacob, 2005) melalui konsep Reading-Writing

Cycle. Mulanya Calfee dkk mengusulkan suatu konsep pengajaran yang dinilai

dapat efektif yaitu dengan cara mengkoneksikan atau menghubungkan

pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang lama dengan yang baru serta

antar konsep, mengorganisasikan ide untuk memahami materi, memberikan

kesempatan bagi siswa untuk merefleksikan dan mendalami materi serta

mengembangkan, memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperluas dan

menemukan sendiri kesimpulan materi yang sedang dibahas. Usulan tersebut

menghasilkan suatu model pembelajaran yang dinamakan model pembelajaran

CORE yang merupakan singkatan dari empat tahapan pelaksanaan

pembelajarannya, yaitu Connecting, Organizing, Reflecting, and Extending.

Oleh karena strategi pembelajaran atau model CORE ini merupakan model

yang bersifat konstruktivistik, maka topik-topik pembelajaran kimia yang cocok

untuk pembelajaran konstruktivistik juga berlaku untuk pembelajaran CORE,

yakni model CORE cocok diterapkan untuk pembelajaran topik-topik kimia yang

bersifat teoritis maupun yang melibatkan praktikum. Dalam pelaksanaannya,

model pembelajaran CORE dapat menggunakan beberapa metode seperti diskusi

atau praktikum guna untuk mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan

berpikir reflektif dengan melibatkan siswa.

B. Unsur-unsur dalam Model Pembelajaran CORE

Model pembelajaran CORE memiliki empat unsur atau tahapan dalam

pembelajaran yaitu Connect, Organize, Reflect, dan Extend yang dapat dilihat

pada Gambar 2.1.

4

Page 6: Kelompok 4 CORE

Gambar 2.1 Fase Model CORE (Calfee, R.C., & Miller, R.G., 2005:214)

Aktivitas-aktivitas belajar yang dapat dilakukan pada tiap-tiap fase model

CORE diuraikan secara singkat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Deskripsi Fase-Fase pada Model Pembelajaran CORE (Calfee, R.C., & Miller, R.G., 2005)

Fase-fase pada Model Pembelajaran Core

Kegiatan belajar yang dapat diberikan

Connect :Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk menghubungkan informasi lama-baru dan antar konsep, mendorong kemampuan berfikir siswa dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya

Menghubungkan suatu fenomena yang berkaitan dengan materi pembelajaran

Membaca artikel dari media terbaru, jurnal, buku dll

Mendeskripsikan suatu peristiwaOrganize :Kegiatan pada fase ini memberikan kesempatan kepada siswa mengorganisasikan ide untuk memahami materi, merencanakan, dan meneliti informasi yang dikumpulkan

Mengorganisasi konsep materi Merencanakan ide Mengumpulkan informasi Menjawab pertanyaan terbuka

(open-ended question) Membuat keputusan

Reflect :Pada kegiatan ini siswa dilibatkan dalam menganalisis hasil eksplorasinya melalui pertanyaan yang dapat mendorong siswa melakukan investigasi lanjut. Pemahamannya diklarifikasi dan dimodifikasi berdasarkan refleksi dari aktivitasnya yang telah dilakukan.

Menganalisis data Menjelaskan hubungan kausal

antara masalah dengan konsep Mengerjakan kuis Menjawab pertanyaan terstruktur Membandingkan perbedaan antara

konsep yang benar dan salah

5

Page 7: Kelompok 4 CORE

Fase-fase pada Model Pembelajaran Core

Kegiatan belajar yang dapat diberikan

Extend :Pada fase ini siswa diberikan kesempatan untuk memperluas dan memantapkan pemahamannya terhadap konsep yang dipelajari atau menganalisis kesalahan sebelumnya

Menganalisis kesalahan sebelumnya

Problem solving kasus tertentu Keterampilan berfikir: klasifikasi,

dan abstraksi Membuat kesimpulan

Penjelasan lebih lanjut dari setiap tahapan adalah sebagai berikut.

1. Connect

Connect secara bahasa artinya come or bring together, sehingga

connecting dapat diartikan sebagai menghubungkan. Connect merupakan upaya

untuk menghubungkan informasi lama-baru dan antar konsep, mendorong

kemampuan berpikir siswa dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal

yang telah dimilikinya. Kegiatan pada tahap ini diawali dengan pengajar

menjelaskan kepada siswa tentang tujuan dari materi pelajaran yang akan

dipelajari sehingga diharapkan siswa dapat mencari hubungan antara pengetahuan

awal atau pengalaman yang didasarkan pada kehidupan sehari-hari dengan materi

yang akan dipelajari. Dalam hal ini bertujuan untuk mendorong dan melatih

kemampuan berpikir kritis siswa. Connect berkaitan erat dengan pengertian

belajar itu sendiri. Belajar merupakan proses aktif mengkonstruksi,

mengasimilasi, dan menghubungkan pengalaman yang dipelajari dengan

informasi yang sudah dimiliki. Dalam belajar, biasanya seseorang mengkonstruksi

pengetahuan baru dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Apabila

informasi telah dipahami dengan benar, maka informasi itu harus dihubungkan

dengan konsep-konsep yang telah dimiliki siswa.

2. Organize

Organize secara bahasa berarti arrange in a system that works well,

artinya siswa mengorganisasikan informasi-informasi yang diperolehnya.

Organize merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi

atau informasi-informasi yang diperolehnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan

untuk membantu siswa mengorganisasikan pengetahuannya adalah dengan diskusi

secara aktif sehingga hal ini akan menguatkan siswa dalam menghubungkan dan

mengorganisasikan apa yang mereka ketahui.

6

Page 8: Kelompok 4 CORE

3. Reflect

Reflect secara bahasa berarti think deeply about something and express,

artinya siswa memikirkan secara mendalam terhadap konsep yang dipelajarinya.

Reflect merupakan kegiatan untuk memikirkan kembali, mendalami, dan menggali

informasi yang sudah didapat. Siswa pada kegiatan ini dilibatkan dalam

menganalisa hasil eksplorasinya melalui pertanyaan yang dapat mendorong siswa

melakukan investigasi lanjut. Selanjutnya pada tahap ini siswa diberi kesempatan

untuk belajar kesadaran metakognitif tentang kualitas berpikirnya.

Pemahamannya diklarifikasi dan dimodifikasi berdasarkan refleksi dari aktifitas

pembelajaran yang telah dilakukan. Hanafiah dan Cucu dalam Yahya (2012)

mengemukakan bahwa refleksi dalam pembelajaran adalah cara berfikir tentang

apa yang baru dipelajarinya atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah

dilakukan atau dipelajarinya di masa lalu. Refleksi pembelajaran merupakan

respons terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima

dari proses pembelajaran. Siswa dituntut untuk mengedepankan apa yang baru

sebagai wujud pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan

sebelumnya, serta mengekspresikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk

kesimpulan. Dengan proses ini dapat dilihat kemampuan siswa menjelaskan

informasi yang mereka dapatkan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat

pemahamannya masing-masing.

4. Extend

Extend secara bahasa berarti make longer and larger, artinya diskusi dapat

membantu memperluas pengetahuan siswa. Extend merupakan kegiatan untuk

mengembangkan, memperluas, atau menggunakan konsep yang sudah diperoleh

untuk mengatasi permasalahan kontekstual yang terkait. Perluasan pengetahuan

tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki siswa.

Guthrie (dalam Jacob, 2005) menyatakan bahwa pengetahuan deklaratif dan

procedural siswa diperluas dengan cepat sehingga mereka meneliti terhadap

jawaban atas pertanyaan yang mereka miliki dan mereka melakukan strategi

berdiskusi untuk memperoleh informasi.

7

Page 9: Kelompok 4 CORE

C. Skenario Pembelajaran Model CORE

Deskripsi langkah-langkah kegiatan pada model pembelajaran CORE

seperti yang dikemukakan oleh Calfee, R.C. & Miller, R.G dapat dilihat pada

Tabel 2.1. Skenario pembelajaran dalam model pembelajaran CORE dapat

dicermati pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Skenario Pembelajaran Model CORE

No.Langkah-

langkah pokokKegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Pendahuluan Guru membuka kegiatan pembelajaran.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

Siswa mencermati penjelasan guru.

2. Connect Guru mengaitkan suatu fenomena atau pengalaman dalam kehidupan sehari-hari dengan materi yang akan dipelajari atau menghubungkan pengetahuan lama-baru dan antar konsep.

Siswa mengintervensi masalah yang dimiliki atau yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.

3. Organize Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok yang heterogen.

Guru memberikan suatu permasalahan untuk didiskusikan dalam kelompok (membagikan worksheet).

Guru membimbing dan memberikan kesempatan kepada siswa mengorganisasi ide untuk memahami materi, merencanakan, dan mengumpulkan informasi.

Guru melakukan observasi dan penilaian selama proses diskusi berlangsung.

Siswa berkumpul dalam kelompoknya masing-masing.

Siswa menerima worksheet.

Siswa mengorganisasi materi melalui kajian literatur dan mengumpulkan informasi/data dari permasalahan yang diberikan guru dan mendiskusikannya secara berkelompok.

4. Reflect Guru meminta tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan menganalisisnya dalam diskusi kelas.

Guru membimbing siswa agar konsep yang diterima siswa bisa mengarah pada suatu kesimpulan yang benar.

Siswa menganalisis data dan jawaban pertanyaan terbuka dalam worksheet sehingga diperoleh pemahaman yang benar tentang materi yang dipelajari.

Siswa membuat kesimpulan yang benar.

5. Extend Guru memberikan pemahaman baru dalam konteks yang berbeda (memberi soal-soal

Siswa mengerjakan soal-soal penerapan.

Siswa

8

Page 10: Kelompok 4 CORE

No.Langkah-

langkah pokokKegiatan Guru Kegiatan Siswa

penerapan). Meminta kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusinya dalam diskusi kelas.

mempresentasikan hasil diskusinya.

6. Penutup Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari.

Guru menutup pelajaran.

Siswa membuat kesimpulan.

Dalam proses pembelajarannya, menurut Artasari dkk (2012) model

pembelajaran CORE memiliki beberapa kelebihan yaitu:

a. Siswa aktif dalam belajar,

b. Melatih daya ingat siswa,

c. Melatih daya pikir siswa terhadap suatu masalah, dan

d. Memberikan pengalaman belajar inovatif kepada siswa.

Di samping kelebihan tersebut, model pembelajaran CORE juga memiliki

kekurangan yaitu:

a. Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini,

b. Menuntut siswa untuk terus berpikir,

c. Memerlukan banyak waktu, dan

d. Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model pembelajaran

CORE.

D. Asesmen dalam Pembelajaran CORE

Oleh karena pembelajaran CORE merupakan pembelajaran yang bersifat

konstruktivistik, maka asesmen yang sesuai untuk digunakan adalah asesmen

autentik (“authentic asessment”). Asesmen tersebut dapat berupa:

1. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran CORE (Tabel 2.3)

2. Lembar observasi untuk asesmen ranah afektif (Tabel 2.4 dan Tabel 2.5)

3. Tes pemahaman untuk asesmen ranah kognitif.

4. Lembar observasi untuk asesmen ranah psikomotor.

Tabel 2.3 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran CORE

No. Aspek yang dinilaiSkor

1 2 3 4

9

Page 11: Kelompok 4 CORE

1. ConnectPengajar menghubungkan informasi lama-baru dan antar konsep

2. OrganizePebelajar mengorganisasi ide untuk memahami materi, merencanakan, dan meneliti informasi yang dikumpulkan

3. Reflect Pebelajar menjelaskan konsep dalam

presentasi kelas Pebelajar melakukan tanya jawab dalam

diskusi kelas Pebelajar membuat kesimpulan yang benar

4. Extend Pebelajar mengerjakan soal-soal penerapan Pebelajar menjelaskan penyelesaian soal-

soal penerapan dalam presentasi kelasKeterangan skor: 1 = kurang baik, 2 = cukup baik, 3 = baik, 4 = sangat baik

Tabel 2.4 Format Pengamatan Perilaku Berkarakter

No. NIS Nama Siswa

Perilaku Berkarakter(1)

Disiplin(2)

Kejujuran(3)

Kerja-sama

(4) Tanggung

jawab12345678910

dstPetunjuk:Untuk setiap perilaku berkarakter siswa diberi nilai dengan skala berikut ini:A = Sangat baikB = MemuaskanC = Menunjukkan kemajuanD = Memerlukan perbaikan

Tabel 2.5 Format Pengamatan Keterampilan Sosial

No. NISNama Siswa

Keterampilan Sosial

BertanyaMenyumbang Ide/Pendapat

Menjadi Pendengar

Komuni-kasi

10

Page 12: Kelompok 4 CORE

yang Baik12345

Petunjuk:Untuk setiap keterampilan sosial siswa diberi nilai dengan skala berikut ini:A = Sangat baikB = MemuaskanC = Menunjukkan kemajuanD = Memerlukan perbaikan

Tes pemahaman untuk asesmen ranah kognitif dapat dilakukan dengan tes

tulis (pilihan ganda maupun essay). Tes pemahaman untuk asesmen ranah kognitif

dan lembar observasi untuk asesmen ranah psikomotor dapat disesuaikan dengan

materi pelajaran dan metode pembelajaran yang digunakan.

E. Implikasi Model Pembelajaran CORE pada Kurikulum 2013

Dalam draft Pengembangan Kurikulum 2013 diisyaratkan bahwa proses

pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan

pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca,

mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.

Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active learning)

dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan Kurikulum

2013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud).

Pembelajaran pada kurikulum 2013 yaitu menggunakan pendekatan

saintifik melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,

menalar, mencipta. Selain itu menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi

tahu (discovery learning). Untuk penilaian yang diukur adalah proses kerja siswa,

bukan hanya hasil kerja siswa dan menggunakan pendekatan authentic asessment

dalam penilaiannya (yaitu dapat menggunakan metode tes, nontes, atau

portofolio).

Kurikulum 2013 telah menerapkan model pembelajaran yang dipandang

sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan. Pada kurikulum tersebut

11

Page 13: Kelompok 4 CORE

dikembangkan tiga model pembelajaran yaitu model pembelajaran discovery

learning, model pembelajaran berbasis masalah, dan model pembelajaran proyek.

Meskipun model pembelajaran ini telah ditetapkan, tetapi dengan melihat dari

proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka tidak menutup kemungkinan

untuk menggunakan model pembelajaran lain yang sesuai dengan kriteria di atas.

Misalnya menggunakan model pembelajaran CORE.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, model pembelajaran CORE

dengan empat fase-nya, yaitu Connect, Organize, Reflect, dan Extend, menuntut

siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri dalam memperoleh

informasi/pengetahuan. Sedangkan pada model discovery learning, guru

menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi tahu. Dengan demikian, model

pembelajaran CORE memiliki kesamaan dengan model discovery learning dalam

hal tujuan pembelajaran, sehingga model CORE juga dapat diterapkan dalam

pembelajaran kurikulum 2013 sebagai alternatif model pembelajaran di kelas.

Selain karena berbasis konstruktivistik dalam pembelajarannya, sistem

penilaian model CORE juga menggunakan penilaian proses yang sesuai dengan

tuntutan kurikulum 2013, yaitu pendekatan authentic assesment. Dengan begitu,

model pembelajaran CORE dapat digunakan dalam penerapan kurikulum 2013.

F. Hasil Kajian Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Model

Pembelajaran CORE

Hasil kajian dari beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan model

pembelajaran CORE disajikan dalam Tabel 2.6

Tabel 2.6 Hasil Kajian Penelitian Terdahulu Terkait Model Pembelajaran CORE

NoNama

penelitiJudul penelitian Hasil penelitian

A. Pengembangan Bahan Ajar CORE

1. Aang Saptadri Yahya (2012)

Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berbasis CORE (Connect, Organize, Reflect, Exstend ) untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional pada Materi Alkana, Alkena, Alkuna

Dari hasil validasi bahan ajar diperoleh nilai rata-rata 3,61 dengan kriteria valid/baik/layak. Berdasarkan hasil uji terbatas diperoleh nilai rata-rata 3,47 dengan kriteri valid/baik/layak untuk bahan ajar. Dengan demikian, bahan ajar kimia RSBI pada materi Alkana, Alkena Alkuna yang dikembangkan berkriteria layak dan dapat dilakukan

12

Page 14: Kelompok 4 CORE

NoNama

penelitiJudul penelitian Hasil penelitian

untuk evaluasi sumatif di lapangan.

2. L. Azizah, S. Mariani, R. Rochmad (2012)

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model CORE Bernuansa Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis

Hasil pengembangan perangkat valid berdasarkan hasil validasi ahli, kepraktisan perangkat berdasarkan respon positif siswa dan guru sejawat. Aktivitas dan motivasi berpengaruh positif terhadap kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen mencapai ketuntasan dan lebih baik dari pada kelas kontrol, serta adanya peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen.

B. Pengaruh/Effektivitas Model Pembelajaran CORE

3. Pt. Yulia Artasari, Ni Wyn. Arini, I Nym. Wirya (2012)

Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) Terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas IV Mata Pelajaran IPS

Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir divergen siswa kelas IV di SD Negeri Gugus 2 Pujungan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CORE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (thit> ttab, thit = 5,78 dan ttab = 1,671).

4. Santi Yuniarti (2013)

Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual terhadapKemampuan Pemahaman Matematik Siswa

a. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematik yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui model CORE berbasis kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.

b. Kemampuan pemahaman matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui model CORE berbasis kontekstual lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.

c. Pada umumnya siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model CORE berbasis kontekstual.

5 Bari, A., Kadaritna, N., Efkar, T. (2014)

Efektivitas Pembelajaran CORE dalam Meningkatkan Ketrampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaaan Konsep Kelarutan dan Ksp

Efektivitas model pembelajaran CORE diukur berdasarkan perbedaan N-gain yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata N-gain keterampilan mengkomunikasikan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 0,62 dan 0,46. Sedangkan penguasaan konsep untuk kelas

13

Page 15: Kelompok 4 CORE

NoNama

penelitiJudul penelitian Hasil penelitian

ekperimen dan kontrol yaitu 0,57 dan 0,47. Berdasarkan uji t, kedua N-gain memiliki t-hitung yang lebih tinggi dari t-tabel, sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran CORE terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan.

C. Penerapan Model Pembelajaran CORE (PTK)6. Puspa

Dewi Setyawati (2011)

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PKn dengan Metode CORE (Connecting Organizing Reflecting Extending) pada Siswa Kelas IV SDN Polehan 2 Kecamatan Blimbing Kota Malang

Penerapan Metode CORE pada pembelajaran PKn telah berhasil meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Polehan 2. Hal ini terlihat dari aktivitas serta nilai post tes yang terus meningkat. Berdasarkan hasil observasi, aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pada siklus II yang paling tampak yaitu sebagian besar siswa sudah berani mengeluarkan ide/gagasan dan bertanya/menjawab serta melaporkan hasil diskusi. Hasil belajar siswa terus meningkat mulai dari rata-rata sebelumnya ( 63,67) mengalami peningkatan pada siklus I dengan rata-rata sebesar (74,5) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu (56,67%) meningkat pada siklus II dengan rata-rata kelasnya sebesar (83) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya sebesar (83,33%).

14

Page 16: Kelompok 4 CORE

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan, diantaranya

sebagai berikut:

1. Landasan filosofi model pembelajaran CORE sesuai dengan prinsip

konstruktivistik. Pembelajaran model CORE (Connect, Organize, Reflect,

Extend) pertama kali dikenalkan oleh Calfee dkk melalui konsep Reading-

Writing Cycle.

2. Unsur-unsur dalam model pembelajaran CORE adalah connect (C) yang

merupakan upaya untuk mengoneksikan informasi lama (pengetahuan awal

siswa) dengan informasi baru yang saling berkaitan, organize (O) merupakan

kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi, reflect (R)

merupakan kegiatan untuk memikirkan kembali, mendalami, dan menggali

informasi yang sudah didapat. Selanjutnya pada tahap ini siswa diberi

kesempatan untuk belajar kesadaran metakognitif tentang kualitas

berpikirnya, dan extend (E) merupakan kegiatan untuk mengembangkan,

memperluas, menggunakan konsep yang sudah diperoleh untuk mengatasi

permasalahan kontekstual yang terkait.

3. Skenario pembelajaran model CORE yaitu:

a. Tahap connect, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain

menghubungkan suatu fenomena yang berkaitan dengan materi

pembelajaran, membaca artikel dari: media terbaru, jurnal, buku, dll,

mendeskripsikan peristiwa.

b. Tahap organize, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain

mengorganisasi konsep materi, merencanakan ide, mengumpulkan

informasi, menjawab pertanyaan terbuka (open-ended question), membuat

keputusan.

c. Tahap reflect, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain

menganalisis data, menjelaskan hubungan kausal antara masalah dengan

konsep, mengerjakan kuis, menjawab pertanyaan terstruktur,

membandingkan perbedaan antar konsep yang benar dan salah.

15

Page 17: Kelompok 4 CORE

d. Tahap extend, kegiatan belajar yang dapat diberikan antara lain

menganalisis kesalahan sebelumnya, problem solving kasus tertentu,

keterampilan berpikir: klarifikasi dan abstraksi, membuat kesimpulan.

4. Asesmen dalam pembelajaran CORE berupa lembar observasi keterlaksanaan

pembelajaran CORE, lembar observasi asesmen ranah afektif, tes pemahaman

asesmen ranah kognitif, dan lembar observasi asesmen ranah psikomotor.

5. Model pembelajaran CORE dapat digunakan untuk penerapan kurikulum

2013 karena menggunakan pendekatan berbasis konstruktivistik dan penilaian

authentic.

6. Beberapa hasil kajian penelitian terdahulu yang terkait dengan model

pembelajaran CORE adalah berupa:

a. Pengembangan bahan ajar berbasis CORE oleh Aang Saptadri Yahya

(2012) dan L. Azizah, S. Mariani, R. Rochmad (2012).

b. Pengaruh model pembelajaran CORE oleh Pt. Yulia Artasari, Ni Wyn.

Arini, I Nym. Wirya (2012); Santi Yuniarti (2013); dan Bari, A.,

Kadaritna, N., Efkar, T. (2014).

c. Penerapan model pembelajaran CORE oleh Puspa Dewi Setyawati (2011).

16

Page 18: Kelompok 4 CORE

DAFTAR PUSTAKA

Artasari, Pt. Yulia, dkk. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas IV Mata Pelajaran IPS, (Online), (http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/download/878/749, diakses 25 Januari 2014).

Azizah, L.,dkk. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model CORE Bernuansa Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis. Unnes Journal of Mathematics Education Research, Vol. 1(2), (Online), (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer/, diakses 25 Januari 2014).

Bari, A., Kadaritna, N., Efkar, T. (2014). Efektivitas Pembelajaran CORE dalam Meningkatkan Ketrampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaaan Konsep Kelarutan dan Ksp. (Online). (http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JPK/article/view/3654, diakses 27 Januari 2014)

Calfee, R.C. & miller, R.G. 2005. Breaking Ground: Constructing Authentic Reading-Writing Assessments for Middle and Secondary School Students. In Indrisano, R. and Paratore, J.(Eds.), Learning to Write, Writing to Learn: Theory and Research in Practice (pp.203-219). Delaware: IRA

Jacob, C. Refleksi pada Refleksi Lesson Study (Suatu Pembelajaran Berbasis Metakognisi), (Online), ( http://sakola.net/content/document/1593, diakses 24 Januari 2014).

Iskandar, Srini M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis. Malang: Bayumedia Publishing.

Kean, E. & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia.

Kemendikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013.(Online). (http://www.um.ac.id/data/download/file70EDCF85B75C26D549DBB671CD8D98C4.pdf, diakses 27 Januari 2014).

Nakhleh, M. B. 1992. Why Some Student’s Don’t Learn Chemistry. Journal of Chemical Education, 69 (3): 191-196.

Sastrawijaya, T. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud.

Setyawati, Puspa Dewi. 2011. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn dengan Metode CORE (Connecting,

17

Page 19: Kelompok 4 CORE

Organizing, Reflecting, Extending) pada Siswa Kelas IV SDN Polehan 2 Kecamatan Blimbing Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Malang.

Yahya, Aang Saptadri.2012.Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berbasis CORE (Connect, Organize, Reflect, and Extend) untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional pada Materi Alkana, Alkena dan Alkuna. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program S1 Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang.

Yuniarti, Santi. 2013. Pengaruh Model CORE Berbasis Konstektual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa, (Online), (http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2013/01/Santi-Yuniarti.pdf, diakses 24 Januari 2014).

18