Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas...

21
Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011 KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN GURU TERHADAP PEMBENTUKAN MORALITAS SISWA DI SMP NEGERI 17 MAKASSAR Oleh: St. Muthmainnah UPT. Mata Kuliah Umum UNM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui kontribusi kepemimpinan pendidikan agama terhadap pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, dan 2) mengetahui upaya-upaya yang ditempuh pendidikan agama dalam pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa; 1) Pendidikan agama di SMP Negeri 17 Makassar mampu menjadi teladan (pemimpin) atau memberi kontribusi positif bagi siswa dalam pembentukan moralitasnya, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, perilaku atau penampilan, ataupun dalam sikap sosial siswa, dan 2) Kendala yang dihadapi pendidikan agama dalam pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, yaitu: (a) faktor pengaruh dari teman-teman bergaul siswa yang senantiasa membentuk pola pikir dan perilaku siswa khususnya di luar sekolah yang sulit diubah, dan (b) usia siswa yang berada pada usia remaja yang penuh gejolak, angan-angan dan keingintahuan yang tinggi, sehingga senantiasa mempengaruhi perilaku sehari-hari. Kata kunci: Kepemimpinan, pembentukan moral, dan siswa PENDAHULUAN Pendidikan berlangsung seumur hidup dan berlangsung kapan dan di mana saja, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, atau- pun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah sebagai pendidikan formal me-miliki peran yang sangat menentukan dalam pemberian dan pengembangan wawasan, baik dalam ranah kognitif, efektif maupun psikomotor, yang sekaligus merupakan pelengkap dan pendukung dari pendidikan yang ber-langsung dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan yang berlangsung di sekolah merupakan upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional ke arah pendidikan nasional yang beriorientasi pada aspek pembinaan aspek penge-tahuan (kognitif), efektif (sikap), dan keterampilan (psikomotor), yang se-lanjutnya disesuaikan dengan kuri-kulum masing- masing sekolah atau bidang studi, seperti halnya bidang studi pancasila dan UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar 85

Transcript of Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas...

Page 1: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN GURU TERHADAP PEMBENTUKAN MORALITAS SISWA DI SMP NEGERI 17 MAKASSAR

Oleh: St. Muthmainnah

UPT. Mata Kuliah Umum UNM

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui kontribusi

kepemimpinan pendidikan agama terhadap pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, dan 2) mengetahui upaya-upaya yang ditempuh pendidikan agama dalam pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa; 1) Pendidikan agama di SMP Negeri 17 Makassar mampu menjadi teladan (pemimpin) atau memberi kontribusi positif bagi siswa dalam pembentukan moralitasnya, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, perilaku atau penampilan, ataupun dalam sikap sosial siswa, dan 2) Kendala yang dihadapi pendidikan agama dalam pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, yaitu: (a) faktor pengaruh dari teman-teman bergaul siswa yang senantiasa membentuk pola pikir dan perilaku siswa khususnya di luar sekolah yang sulit diubah, dan (b) usia siswa yang berada pada usia remaja yang penuh gejolak, angan-angan dan keingintahuan yang tinggi, sehingga senantiasa mempengaruhi perilaku sehari-hari.

Kata kunci: Kepemimpinan, pembentukan moral, dan siswa

PENDAHULUAN

Pendidikan berlangsung seumur hidup dan berlangsung kapan dan di mana saja, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, atau-pun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah sebagai pendidikan formal me-miliki peran yang sangat menentukan dalam pemberian dan pengembangan wawasan, baik dalam ranah kognitif, efektif maupun psikomotor, yang sekaligus merupakan pelengkap dan pendukung dari pendidikan yang ber-langsung dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Pendidikan yang berlangsung di sekolah merupakan

upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional ke arah pendidikan nasional yang beriorientasi pada aspek pembinaan aspek penge-tahuan (kognitif), efektif (sikap), dan keterampilan (psikomotor), yang se-lanjutnya disesuaikan dengan kuri-kulum masing-masing sekolah atau bidang studi, seperti halnya bidang studi pancasila dan kewarganegaraan yang orientasinya pada pembentukan moral siswa.

Berdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian siswa yang cenderung berperilaku menyimpang, atau perilaku yang di-pandang tidak bermoral atau ber-tentangan dengan norma atau

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar85

Page 2: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

aturan yang berlaku, seperti mengganggu teman-temannya khususnya lawan jenis, tidak menghormati guru, kurang disiplin, dan berbagai perilaku lainnya yang bertentangan dengan eksistensi seorang siswa yang baik.

Dalam upaya pembinaan moral-itas siswa di sekolah tersebut, maka peran seorang guru, seperti halnya pen-didikan agama yang memang menyaji-kan materi yang berkaitan dengan pem-binaan moralitas sangat diperlukan. Hal ini dipertegas dalam sambutan kepala B-7 (Depdikbud, 1997:iii) bahwa “pen-didikan pancasila dan kewarganegaraan mengarahkan pada pembentukan moral yang diharapkan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari” sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan agama seyogyanya betul-betul mamahami dan mengaplikasikan setiap materi yang di-sajikan dalam kehidupannya sehari-hari sehingga berimplikasi positif pada perilaku siswa, mengingat guru sebagai panutan (pemimpin).

Guru dengan berbagai peran yang dimiliki, baik sebagai demons-trator, pengelola kelas, mediator dan fasilitator, serta evaluator, sehingga ke-pemimpinan guru sangat diperlukan dalam mengorganisir setiap fasilitas yang ada dalam pross belajar mengajar, dan mampu menjadi panutan atau teladan yang baik bagi siswa. Karena apabila seorang guru tidak mampu menjadi pemimpin yang baik khusus-nya di lingkungan kelas, maka siswa sulit untuk memperoleh suatu panutan yang patut mereka contoh dengan baik dalam perilakunya sehari-hari. Dengan demikian, betapa pentingnya kepemim-pinan seorang guru dalam upaya pem-

bentukan moralitas siswa, dengan ber-bagai kompetensi yang dimiliki sebagai seorang guru. Karena pembentukan moralitas siswa sangat diperlukan agar siswa senantiasa mematuhi aturan-aturan yang berlaku di sekolah, yang apabila aspek moralitas siswa diabaikan, maka tidak mustahil upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak akan tercapai.

Karena pentingnya pembentuk-an moralitas siswa, maka penulis ter-inspirasi untuk mengkaji lewat kajian empirik mengenai Kontribusi Kepemim-pinan Pendidikan agama terhadap Pembetukan Moralitas Siswa di SMP Negeri 17 Makassar.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mem-fokuskan masalah sebagai berikut:1. Bagaimana kontribusi

kepemimpin-an pendidikan agama terhadap pem-bentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar?

2. Kendala apakah yang dihadapi pen-didikan agama dalam pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar?

PEMBAHASAN KEPUSTAKAAN

A. Tinjauan Pustaka1. Pengertian

Kepemimpinan GuruIstilah kepemimpinan

berasal dari kata “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun kemudian lahirlah kata memimpin yang artinya membimbing atau menuntun dan kata pemimpin yang artinya orang yang berfungsi me-

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar86

Page 3: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

mimpin, membimbing atau menuntun.

G.R. Terry (Mifta Thoha, 1996:227) mengemukakan bahwa “kepe-mimpinan adalah aktifitas untuk mem-pengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi”.

Pendapat di atas menekankan bahwa kepemimpinan mencakup ke-giatan mempengaruhi orang lain agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Hal senada dikemukakan oleh Soewarno Handayaningrat (1993:64) bahwa:

Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses di mana pimpinan digambarkan akan memberi perintah/ pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memiliki dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan Ibnu Syamsi (1994:138) mengemukakan bahwa:

Kepemimpinan adalah suatu seni tentang cara untuk mempengaruhi orang lain kemudian mengarahkan keinginan, kemampuan dan kegiatan mereka untuk mencapai tujuan si pemimpin.

Jadi kepemimpinan pada haki-katnya adalah kemampuan untuk mem-pengaruhi orang lain dan berkaitan dengan kegiatan mempelopori, mem-bimbing, mengatur, menggerakkan dan mengontrol atau pengawasan. Keber-hasilan seorang pemimpin tergantung kepada kemampuannya untuk mem-pengaruhi. Dengan kata lain, kepemim-pinan dapat diartikan sebagai komuni-kasi langsung atau tidak langsung, dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan dengan hati bersedia mengikuti ke-hendak-

kehendak pemimpin itu. Se-orang pemimpin yang efektif adalah seorang yang memiliki kemampuan tersebut.

Untuk memperjelas tentang pengertian pemimpin dapat dilihat pendapat berikut.

Kartini kartono (1992:33) mengemukakan bahwa:

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan atau kelebihan khusus kelebihan di suatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Di bagian lain Faichid (kartini Kartono, 1992:33) mengemukakan bahwa:

Pemimpin adalah seseorang yang me-impin, dengan memprakarsi tingkah laku sosial dalam mengatur, menun-ukkan, mengorganisisr, atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi (penger-ian luas). Pemimpin ialah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas secara per-uasifnya dan akseptesisnya/penerimaan secara rela oleh pengikutnya.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seorang yang mempunyai ke-mampuan untuk menggerakkan orang lain sekaligus mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin yang dimaksud dalam kajian ini adalah guru-guru di sekolah yang harus ber-peran dalam upaya pembentukan moralitas siswa.

Secara etomologis atau dalam arti sempit, guru yang berkewajiban me-wujudkan program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberi-

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar87

Page 4: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

kan pelajaran di sekolah atau kelas.

Menurut Hadari Nawawi (1985:123), guru diartikan sebagai “orang yang bekerja dalam bidang pen-didikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.

Sedangkan Muh. Uzer Usman (1994:1), mengemukakan bahwa “guru adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru”.

Berdasarkan pendapat di atas, pada hakikatnya guru merupakan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang memiliki kualifi-kasi sebagai guru. Pekerjaan sebagai guru sebenarnya tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang tanpa memiliki keahlian sebagai guru. Orang yang pandai berbicara sekalipun belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan ber-bagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pen-didikan prajabatan. Dengan demikian, kepemimpinan guru merupakan ke-mampuan guru dalam mengarahkan siswa di sekolah yang di dukung oleh kemampuan yang dimilikinya.

2. Tipe KepemimpinanSecara umum dalam

berbagai bentuk organisasi, pemimpin digolong-kan ke dalam tiga golongan atau tipe pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh Hadari Nawawi (1995:94) yaitu “(a) tipe kepemimpinan otoriter, (b) tipe kepemimpinan laisse faire, dan (c) tipe kepemimpinan demokratis”. Untuk lebih jelasnya mengenai tipe kepemim-pinan

tersebut, berikut diuraikan satu persatu yaitu:a. Tipe Kepemimpinan Ptoriter

Tipe ini menunjukkan perilaku yang dominan berupa perilaku kepe-mimpinan otokrasi yang disempurna-kan. Tipe kepemimpinan ini merupakan tipe yang paling tua dikenal manusia. Oleh karena itu, tipe ini kepemimpinan merupakan tipe yang paling banyak dikenal. Kepemimpinan ini menempat-kan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok orang yang di antara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah.

Kedudukan dan tugas anak buah (bawahan) dalam tipe kepemimpinan ini semata-mata sebagai pelaksana ke-putusan, perintahan, dan bahkan ke-hendak pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, se-hingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah, karena di-pandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu, bukan saja dalam melaksanakan kegiatan tetapi juga penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak adapilihan lain, selain harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan di gunakan untuk menekan bawahan dengan mempergunakan sanksi atau hukum sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan ke-patuhan yang bersifat kaku.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar88

Page 5: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

b. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Tipe kepemimpinan ini merupa-kan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ter-nyata tipe kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemim-pinan kompromi dan perilaku ke-pemimpinan pembelot. Dalam prosesnya ternyata sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian kegiatan menggerak-kan dan memotivasi anggota kelom-pok/organisasinya dengan cara apa pun juga. Pemimpin berkedudukan penuh pada orang yang dipimpin dalam meng-ambil keputusan dan melakukan kegiat-an menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun berupa kelompok kecil.

Pemimpin dalam tipe ini hanya mengfungsikan dirinya sebagai pena-sehat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberi-kan baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan.c. Tipe

Kepemimpinan DemokratisTipe kepemimpinan ini

menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok. Tipe ini diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi. Di

samping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana.

Kepemimpinan tipe demokratis merupakan tipe kepemimpinan yang merakyat, yaitu kepemimpinan yang tidak membedakan asal keturunan, agama, ras, dan tingkat kehidupan atau status sosial. Tipe kepemimpinan demokratis menganggap bahwa semua orang mempunyai persamaan disebabkan adanya kesamaan pencipta, kesamaan kebutuhan-kebutuhan dasar hidup, dan adanya kesamaan tujuan, serta adanya pula kesamaan wujud yang dilengkapi dengan rasa, kehendak dan pikiran, maka seluruh umat manusia itu sebenarnya adalah satu.

Dengan demikian, dalam konsep pemikiran kepemimpinan tipe demo-kratis bahwa seluruh bawahan atau orang-orang yang mengikutinya di-perlukan secara sama. itulah sebabnya seorang pemimpin yang bertipe demokratis akan menggunakan gya partisipatif, persuasive, inovatif, dan motivatif agar seluruh yang dipimpin-nya memperoleh kemajuan-kemajuan dalam melaksanakan tugasnya dan mampu mengembangkan karier admini-strative ataupun karier sosial dalam lingkungan tempat kerjanya atau dalam lingkungan yang lebih luas.

Prinsip utama kepemimpinan demokratis adalah mengikutsertakan semua bawahannya dalam proses penetapan strategi dalam usaha men-capai tujuan bersama. Begitu pula tidak kalah pentingnya adalah pembinaan terhadap

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar89

Page 6: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

bawahan secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas kerja bawahan.

Dengan melihat uraian di atas, ciri-ciri kepemimpinan demokratis se-bagaimana dikemukakan oleh Sutarto (1991:75-76) sebagai berikut:

a. Wewenang pimpinan tidak mutlak

b. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan

c. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan.

d. Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan.

e. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun antara se-sama bawahan.

f. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau ke-giatan para bawahan dilakukan se-cara wajar.

g. Prakarsa dapat datang dari pim-pinan maupun bawahan.

h. Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, per-timbangan atau pendapat.

i. Tugas-tugas kepada bawahan di-berikan dengan lebih bersifat permintaan dari para instruktif.

j. Pujian dan keritik seimbang.k. Pimpinan mendorong potensi

bawahan dalam batas kemampuan masing-masing.

l. Pimpinan meminta kesetiaan kepada bawahan secara wajar.

m. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak.

n. Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling harga menghargai.

o. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpin-an dan bawahan.

Dari ciri-ciri kepemimpinan demokratis yang telah diuraikan di atas, terdapat pola hubungan kerjasama yang saling mendukung antara pimpinan dan bawahan. Demikian pula dalam meng-ambil keputusan, pemimpin sangat mementingkan musyawarah yang

di-wujudkan pada setiap jenjang dan dalam unit kerja masing-masing. Jadi, dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, namun justru sebaliknya, semua merasa terdorong untuk melak-sanakan sebagai wujud tanggung jawab bersama.

Dengan demikian, pemimpin demokratis memandang dan menem-patkan bawahan sebagai subyek, yang memiliki kepribadian yang berbagai aspeknya seperti dirinya juga, kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat, kreativitas, inisiatif yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya selalu dihargai dan disalurkan secara wajar.

3. Moralitas SiswaSebagai makhluk sosial yang

selalu membutuhkan orang lain, baik dalam lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan keluarga, maka sudah sepantasnya setiap siswa memiliki moralitas yang baik. Kesadaran moral merupakan faktor penting untuk me-mungkinkan tindakan siswa selalu ber-moral atau berperilaku susila. Sekalipun tidak ada orang yang melihatnya, tindakan yang bermoral hendaknya akan selalu dilakukan. Sebab tindakan yang berlandaskan moral didasari oleh kesadaran, bukan pada suatu kekuasaan apa pun dan juga bukan karena paksa-an, tetapi kesadaran moral itu sendiri.

Gheppy Haricahyono (1989:221) bahwa “moral adalah sesuatu yang ber-kaitan, atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar atau salahnya sesuatu tingkah lain”. Lebih lanjut Cheppy Haricahyono (1989:221) mengemukakan bahwa:

Moral adalah adanya kesesuaian dengan ukuran baik buruknya sesuatu tingkah laku atau karakter yang diterima oleh sesuatu

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar90

Page 7: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

masyarakat, termasuk di dalamnya berbagai tingkah laku spesifik, seperti tingkah laku seksual.

Emile Durkheim (1990:xi) mengemukakan bahwa moral adalah “keteraturan tingkah laku dan wewenang merupakan dua aspek dari hal disiplin”.

Berdasarkan pengertian di atas, berarti moralitas pada hakikatnya berkaitan dengan tingkah laku yang ditunjukkan seseorang dalam kehidup-an sehari-hari dan sangat terkait dengan norma-norma yang berlaku. Hal ini didukung oleh pendapat Emile Durkheim (1990:xi) tentang unsur-unsur moralitas yaitu: (a) keteraturan, (b) tingkah laku, dan (c) otonomi”.

Hal itu berarti moralitas terkait dengan adanya keteraturan yang ber-laku, tingkah laku yang sesuai dengan norma serta otonomi. Otonomi maksud-nya adalah bahwa perilaku demi ke-pentingan diri sendiri dianggap sebagai amoral, demikian juga halnya dengan perilaku yang mengingkari otonomi sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku, namun tidak berarti sangat membatasi hak-hak seseorang.

Menurut Cheppy Haricahyono (1989:243), karakteristik dari moralitas yaitu: 1) Beracuan tingkah laku, 2) Ke-tidakberpihakan, 3) Bebas kepentingan, dan 4) Bebas dari otoritas.

Pernyataan moral umumnya mengacu kepada tingkah laku tertentu. Melalui kriteria ini bisa membedakan pernyataan moral dari pernyataan-per-nyataan normatif lainnya. Contohnya, di depan pintu tertulis “ketuklah pintu sebelum memasuki ruangan”. Pada per-nyataan terakhir ini jelas mengacu kepada tingkah laku tertentu. Namun sulit

untuk begitu saja mengklasifi-kasikannya sebagai persyaratan moral. Akan tetapi apabila seseorang masuk tanpa mengetuk pintu atau minta permisi, maka terkadang menganggap-nya tidak bermoral karena tidak me-menuhi aturan berlaku.

Persyaratan-persyaratan moral seseorang umumnya didasarkan pada pertimbangan yang netral dan tidak memihak. Oleh karena itu, moral pada hakikatnya didasarkan nalar dan sekaligus menunjuk hasil pengamatan yang seksama dan netral. Contohnya, apabila akan demonstrasi maka tentu-nya tidak akan menuruti begitu saja kepentingan pribadi kita dan memaksakan apa yang kita anggap benar atau salah. Akan penyataan kita seyogyanya menempatkan pandangan universal yang merefleksikan kepentingan banyak orang.

Di samping kedua hal di atas, moralitasterikat dengan bebas kepen-tingan. Jadi moralitas terkait dengan kepentingan umum. Demikian pula moralitas harus bebas dari otoris, yaitu pernyataan moral yang pada dasarnya tidak bisa dipaksakan, atau dirubah melalui keputusan-keputusan penguasa. Bila dikaitkan dengan tingkah laku, ber-arti moralitas pada hakikatnya berkaitan dengan tingkah laku seseorang yang sesuai dengan norma-norma yang ber-laku. Dengan kata lain, dalam moralitas sangat dituntut adanya kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi ling-kungan di mana seseorang meng-adaptasi, atau pun kecenderungan perilaku yang tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Oleh karena itu, agar seseorang seperti halnya dapat bermoral, maka tentunya tidak terlepas dengan siapa mereka mendapat panutan,

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar91

Page 8: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

seperti halnya guru-guru di sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kontribusi Kepemimpinan Pen-didikan agama terhadap Pemben-tukan Moralitas Siswa

Dalam rangka pembentukan moralitas siswa di sekolah, maka ke-pemimpinan guru khususnya bidang studi Pendidikan Agama diharapkan dapat memberikan kontribusi positif. Hal tersebut tidak terlepas peranan pen-didikan pancasila dan kewarganegaraan yang memang diharapkan dalam pem-bentukan moral siswa yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari, baik di sekolah di luar sekolah.

Guna memperoleh gambaran tentang kontribusi kepemimpinan pen-didikan agama terhadap pembentukan moralitas siswa, maka berikut ini disaji-kan pernyataan-pernyataan responden sesuai dengan urutan pertanyaan dalam instrumen angket. Tabel 1. Cara Guru Berpakaian

Kaitannya dengan Profesinya sebagai Pendidik

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifabc

Sangat rapiSerasi dengan profesinyaKurang pantas

91240

79,1320,87

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber: Data hasil angket nomor 1

Pada tabel 1 di atas, tampak bahwa yang menyatakan cara guru berpakaian dikaitkan dengan profesinya sebagai seorang pendidik adalah sangat rapi sebanyak 91 responden (75,13 persen), dan serasi dengan profesinya sebanyak 24 responden (20,87 persen). Hal itu berarti cara pendidikan agama berpakaian di SMP Negeri 17 Makassar adalah

sangat rapi sehingga dapat mem-beri contoh yang baik bagi para siswa mengingat guru merupakan teladan bagi para siswa di sekolah.Tabel 2. Penampilan Guru di Sekolah

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifab

c

Sangat sopan Tidak berbeda dengan guru lainHanya merusak citra guru

7639

0

66,0933,91

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 2

Pada tabel 2 di atas, tampak bahwa yang menyatakan penampilan atau perilaku pendidikan agama di sekolah ini dipandang sangat sopan sebanyak 76 responden (66,09 persen), dan tidak berbeda dengan guru lain sebanyak 39 responden (33,91). Hal itu berarti penampilan atau perilaku pen-didikan agama di sekolah selama ini dipandang oleh para siswa di sekolah tersebut sangat sopan sehingga dapat memberi contoh yang baik kepada para siswa, mengingat guru merupakan penampilan bagi siswa di sekolah.Tabel 3. Cara Guru Berbicara

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

bc

Sangat menghargai dan akrabCukup menghargaiSangat kasar

31

840

26,96

73,040

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 3

Pada tabel 3 di atas, tampak bahwa yang menyatakan cara guru berbicara kepada siswa di SMP Negeri 17 Makassar yaitu sangat menghargai dan akrab sebanyak 31 responden (26,96 persen), dan cukup menghargai se-banyak 84 responden (73,04 persen). Hal itu

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar92

Page 9: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

berarti pendidikan agama dalam cara berbicaranya sehari-hari, baik di kelas maupun di luar kelas men-cerminkan seorang pemimpin yang patut di contoh khususnya oleh para siswa di sekolah.Tabel 4. Tata Cara Guru memberikan Tugas

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifabc

Sangat wajarPerlu dikurangiSangat memberatkan

87280

76,6524,35

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 4

Pada tabel 4 di atas, tampak bahwa yang menyatakan tata cara pendidikan agama memberikan tugas di nilai sangat wajar sebanyak 87 responden (75,65 persen), dan perlu dikurangi sebanyak 28 responden (24,35 persen). Hal itu berarti para siswa di SMP Negeri 17 Makassar memandang bahwa guru pendidikan agama di sekolah tersebut selama ini masih me-mandang wajar cara guru memberi tugas kepadanya khususnya tugas pe-kerjaan rumah (PR). Namun demikian, terdapat sebagian kecil siswa yang memandang bahwa tugas-tugas yang diberikan perlu dikurangi. Kondisi tersebut menurut asumsi penulis tidak terlepas dari persepsi siswa terhadap banyaknya tugas yang diberikan ataupun kesibukan siswa sehari-hari mengenai frekuensi pemberian tugas (PR).Tabel 5. Bentuk Pujian pada Siswa

yang Berprestasi

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

b

Mengatakan bagus / pintarMengacungkan jempol

115

0

100,00

0

c Memberi nilai tambahan

0 0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 5

Pada tabel 5 di atas, tampak bahwa semua responden penelitian ini (100,00 persen) menyatakan apabila mereka menunjukkan suatu prestasi yang baik, maka guru senantiasa mem-beri pujian dengan cara mengatakan bagus atau pintar. Pemberian pujian tersebut menurut asumsi penulis meru-pakan sesuatu yang sangat penting diberikan kepada siswa secara obyektif agar siswa dapat lebih termotivasi untuk berprestasi di sekolah, dan menghindari pemberian pujian yang bersifat sebyektif agar tidak menimbul-kan kecemburuan di kalangan siswa.Tabel 6. Sikap guru Bila Ada

Teman Tidak Memperhatikan Guru Saat Menerangkan

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

bc

Menegur secara baik-baikTidak peduliMembentak siswa bersangkutan

115

00

100,00

00

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 6

Pada tabel 6 di atas, tampak bahwa semua responden penelitian ini (100,00 persen) menyatakan apabila ada teman tidak memperhatikan guru pada saat menerangkan di kelas, maka sikap yang selama ini ditunjukkan pendidikan agama adalah menegur secara baik-baik. Jadi selama ini para siswa memandang apabila mereka tidak memperhatikan guru pada saat pendidikan agama menerangkan di kelas, maka guru ber-upaya menegur siswa secara baik-baik. Cara guru tersebut asumsi penulis akan merupakan

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar93

Page 10: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

salah satu cara sehingga menanamkan moralitas yang baik kepada siswa, sehingga siswa akan ber-upaya merupakan perilaku-perilaku yang jelek pada saat proses belajar-mengajar, dan akan menimbulkan persepsi yang baik terhadap perilaku yang ditunjukkan guru kepadanya.Tabel 7. Cara menghargai Waktu

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifab

c

Belajar Memanfaatkan sebaik-baiknyaBermain-main

2689

0

22,6177,39

0J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 7

Pada tabel 7 di atas, tampak bahwa yang menyatakan cara meng-hargai waktu yang dianjurkan oleh pendidikan agama adalah belajar se-banyak 26 responden (22,61 persen), dan memanfaatkan sebaik-baiknya sebanyak 89 responden (77,39 persen). Hal itu berarti anjuran pendidikan agama terhadap siswa terhadap pemanfaatan waktu adalah bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, seperti: belajar, membantu orang tua atau melakukan kegiatan yang positif.Tabel 8. Tindakan Pendidikan

agama Apabila Ada Tugas yang keliru Pengerjaannya

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

b

c

Memberi penjelasan seperlunyaMenyuruh kerjakan ulangTidak peduli

74

41

0

64,35

35,65

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 8

Pada tabel 8 di atas, tampak bahwa yang menyatakan

apabila ada tugas yang keliru dikerjakan siswa, maka tindakan yang paling dominant dilakukan guru adalah memberi pen-jelasan seperlunya sebanyak 74 respon-den (64,35 persen), dan menyuruh mengerjakan ulang sebanyak 41 res-ponden (35,65 persen). Hal itu berarti tindakan-tindakan yang diambil pen-didikan agama terhadap siswa yang keliru mengerjakan tugas adalah ber-upaya memberi penjelasan seperlunya kepada siswa sehingga dapat lebih di mengerti ataupun menyuruh siswa mengerjakan ulang. Hal itu berarti pen-didikan agama senantiasa menghargai hasil karya siswa, sebagaimana dapat dilihat bahwa tidak ada satupun responden yang menyatakan tidak peduli.Tabel 9. Pendidikan agama

menanyakan Keluhan Siswa Dalam Melaksanakan Tugas

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifabc

Selalu Kadang-kadangTidak pernah

102130

88,7011,30

0J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 9

Pada tabel 9 di atas, tampak bahwa yang menyatakan pendidikan agama selalu menanyakan keluhan-keluhan siswa dalam melaksanakan tugas sebanyak 102 responden (88,70 persen), dan kadang-kadang sebanyak 13 responden (11,30 persen). Hal itu berarti selama ini pendidikan agama di SMP Negeri 17 Makassar senantiasa menanyakan kepada siswa kesulitan-kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidikan agama. Kondisi tersebut menurut asumsi penulis akan membantu siswa dalam lebih memahami tugas-tugas yang diberikan.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar94

Page 11: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

Tabel 10. Cara Pendidikan agama Menegur Siswa Apabila Menunjukkan Perilaku Menyimpang

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

b

c

Memanggil secara baik-baikMeneriaki dengan kasarTidak peduli

115

0

0

100,00

0

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 10

Pada tabel 10 di atas, tampak bahwa semua responden penelitian ini (100,00 persen) menyatakan apabila mereka menunjukkan perilaku menyim-pang di sekolah, maka guru senantiasa memberikan perhatiannya secara baik, yaitu dengan cara memanggil secara baik-baik siswa yang bersangkutan, dan bukannya meneriaki secara kasar ataupun tidak peduli dengan segala perilaku yang ditunjukkan siswa di sekolah. Hal itu berarti para pendidikan agama di sekolah tersebut berupaya mngarahkan perilaku-perilaku siswa ke arah yang positif sesuai dengan tujuan pengajaran PPKn yang berorientasi pada aspek efektif.Tabel 11. Sikap Guru Bila Siswa Bertanya

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

bc

Memberi respon positifMenampung duluMarah-marah

46

690

40,00

60,000

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 11

Pada tabel 11 di atas tampak bahwa yang menyatakan sikap guru apabila siswa bertanya pada saat pendidikan agama menerangkan adalah memberi

respon positif sebanyak 46 responden (40,00 persen), dan menam-pung dulu sebanyak 69 responden (60,00 persen). Hal itu berarti para pendidikan agama di sekolah tersebut selama ini memandang positif terhadap siswa yang bertanya, walaupun pada saat guru menerangkan. Kondisi ter-sebut menurut asumsi penulis akan dapat membangkitkan kreativitas siswa untuk bertanya.Tabel 12. Sikap Guru Apabila

Siswa berpakaian Tidak Seragam/Sopan

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifabc

Memberi nasehatMemarahiMenyuruh pulang

91240

79,1320,87

0J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 12

Pada tabel 12 di atas, tampak bahwa yang menyatakan sikap pen-didikan agama apabila siswa berpakaian tidak seragam atau tidak sopan adalah memberi nasehat sebanyak 91 res-ponden (79,13 persen), dan memarahi sebanyak 24 responden (20,87 persen). Hal itu berarti pendidikan agama di SMP Negeri 17 Makassar sangat mem-beri perhatian terhadap siswa yang ke-dapatan berpakaian tidak seragam atau tidak sopan dengan cara yang baik, dan bukannya memperlakukan siswa secara tidak manusiawi.Tabel 13. Sikap Pendidikan agama

Apabila Siswa berbicara Tidak Senonoh

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

b

c

Memberi teguran / nasehatTidak memasukkan kelasMemarahi

115

0

0

100,00

0

0 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar95

Page 12: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 13

Pada tabel 13 di atas, tampak bahwa semua responden penelitian ini (100,00 persen) menyatakan sikap pen-didikan agama apabila siswa di dengar berbicara tidak senonoh baik di sekolah maupun di luar sekolah maka pen-didikan agama senantiasa memberi teguran atau nasehat. Kondisi tersebut menurut asumsi penulis akan sangat memberi arti positif bagi siswa, karena siswa dengan masa yang penuh gejolak harus diberi perhatian secara baik, dan bukannya memperlakukan mereka se-cara kasar apabila kedapatan melakukan tindakan menyimpang ataupun berkata-kata yang tidak senonoh.Tabel 14. Harapan Guru Apabila

Ada Teman yang Kesusahan

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

b

c

Membantu secara ikhlasMmbantu dengan harap pamrihMembantu seadanya

72

0

43

62,61

0

37,39

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 14

Pada tabel 14 di atas, tampak bahwa yang menyatakan harapan guru terhadap siswa apabila ada temannya yang kesusahan atau mengalami masalah dalam hal pelajaran atau ekonomi adalah dengan membantu secara ikhlas sebanyak 72 responden (62,61 persen), dan mengharapkan agar membantu seadanya atau sesuai ke-mampuannya sebanyak 43

responden (37,39 persen). Hal itu berarti selama ini pendidikan agama senantiasa meng-harapkan siswa untuk memiliki jiwa sosial dengan membantu sesama yang membutuhkan pertolongan tanpa meng-harap pamrih.

Selanjutnya mengenai sikap pendidikan agama di SMP Negeri 17 Makassar terhadap yang keluar kelas tanpa izin, dapat dilihat pada pernyata-an responden berikut. Tabel 15. Sikap Guru Apabila

Siswa Keluar Kelas Tanpa Izin

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifab

c

Menegur secara baikMelarang masuk kembaliMenyakiti

10312

0

89,5710,43

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 15

Pada tabel 15 di atas, tampak bahwa yang menyatakan sikap pendidikan agama apabila siswa keluar kelas tanpa izin pada saat menerangkan adalah menegur secara baik-baik sebanyak 103 responden (89,57 persen), dan melarang masuk kembali sebanyak 12 responden (10,43 persen). Hal itu berarti selama ini guru di samping berupaya memberi nasehat atau teguran secara baik guru juga senantiasa mem-beri pelajaran kepada siswa agar menghargai guru di depan kelas dengan cara melarang mereka untuk masuk kembali karena hal tersebut di nilai tidak menghormati guru. Sikap yang ditunjukkan guru tersebut menurut asumsi penulis merupakan contoh yang baik dan patut di contoh oleh siswa sekaligus dapat menyadarkan siswa, karena dalam penelitian ini tidak satupun responden yang menyatakan tindakan guru adalah menyakiti.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar96

Page 13: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

Jadi selama ini guru senantiasa berupaya menyadarkan siswa yang menunjukkan perilaku yang kurang baik pada saat proses belajar-mengajar dengan mem-beri pelajaran secara baik.Tabel 16. Cara Berapakaian Siswa

Sehubungan dengan Cara Berpakaian yang Ditunjukkan Pendidikan agama

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

b

c

Berusaha mencontohnyaSekedar menganggapnya baikTidak terpengaruh

115

0

0

100,00

0

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 16

Pada tabel 16 di atas, tampak bahwa semua responden penelitian ini (100,00 persen) menyatakan siswa di SMP Negeri 17 Makassar berusaha mencontoh cara berpakaian yang di-tunjukkan pendidikan agama, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kondisi tersebut merupakan salah satu bukti bahwa kepemimpinan pendidikan agama melalui cara berpakaian yang ditujukkan dapat memberi kontribusi positif terhadap pembentukan moralitas siswa, khususnya dalam hal berpakaian.Tabel 17. Perilaku Siswa

Sehubungan dengan Sikap Guru yang Ditunjukkan

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifab

c

Semakain sopanHanya mencontoh sebagian sajaTidak terpengaruh

8629

0

74,7825,22

0J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 17

Pada tabel 17 di atas, tampak bahwa sikap yang selama

ini di tunjukkan siswa sehubungan dengan sikap yang di tunjukkan guru sebagai panutan di sekolah adalah semakin sopan sebanyak 86 responden (74,78 persen), dan yang menyatakan hanya mencontoh sebagian saja sebanyak 29 responden (25,22 persen). Hal itu berarti sikap perilaku yang di tunjukkan guru di sekolah selama ini cukup memberi contoh yang baik kepada para siswa, di mana hal itu dapat dilihat dari pernyataan kepada para siswa yang sebagian besar menyatakan semakin sopan.Tabel 18. Cara berbicara Siswa

Sehubungan dengan Cara berbicara yang Di tunjukkan Guru

Pilihan Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifab

c

Semakin sopanSekedar menganggapnya baikTidak terpengaruh

10213

0

88,7011,30

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 18

Pada tabel 18 di atas, tampak bahwa yang menyatakan cara berbicara yang ditunjukkan siswa semakin sopan sehubungan dengan cara berbicara yang ditunjukkan pendidikan agama se-banyak 102 responden (88,70 persen), dan yang menyatakan sekedar meng-anggapnya baik sebanyak 13 responden (11,30 persen). Hal itu berarti cara ber-bicara guru yang baik di sekolah cukup memberi kontribusi positif terhadap cara siswa berbicara. Hal ini dapat disebabkan karena pendidikan agama dengan bidang studi yang diajarkan berorientasi pada aspek efektif juga perilaku yang ditunjukkan guru dapat

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar97

Page 14: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

menjadi contoh yang baik pada siswa.Tabel 19. Pandangan Siswa

terhadap Setiap Pendapat Orang Lain sehubungan dengan Arahan Guru

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifab

c

Semakin menghargaiMenghargai seadanyaTidak menghargai

8926

0

77,3922,61

0

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 19

Pada tabel 19 di atas, tampak bahwa yang menyatakan pandangan siswa terhadap setiap pendapat orang lain sehubungan dengan arahan dari pendidikan agama adalah semakin menghargai sebanyak 89 responden (77,39 persen), dan menghargai se-adanya sebanyak 26 responden (22,61 persen). Hal itu berarti arahan-arahan yang diberikan pendidikan agama selama ini dipandang cukup positif dan memberi kontribusi terhadap pandangan-pandangan siswa untuk menghargai setiap pendapat orang lain.

Selanjutnya mengenai sikap siswa terhadap orang lain yang me-merlukan pertolongan, dapat dilihat pada pernyataan responden berikut.Tabel 20. Sikap Siswa Terhadap

Orang Lain yang Memerlukan Pertolongan

Pilihan

Kategori Jawaban

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatifa

bc

Langsung memberi bantuanMembantu seadanyaTidak peduli

46

690

40,00

60,000

J u m l a h 115 100,00

Sumber : Data hasil angket nomor 20

Pada tabel 20 di atas, tampak bahwa yang menyatakan sikap atau perilaku siswa terhadap orang lain yang memerlukan pertolongan adalah lang-sung memberi pertolongan sebanyak 46 responden (40,00 persen), dan mem-bantu seadanya sebanyak 69 responden (60,00 persen). Hal itu berarti selama ini sifat menolong siswa dapat lebih di-tumbuhkan melalui pemberian peng-ajaran, nasehat atau contoh yang di-berikan oleh pendidikan agama di sekolah.

Berdasarkan pernyataan-per-nyataan responden di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap atau perilaku yang ditunjukkan guru dapat menjadi panutan atau contoh yang baik bagi siswa, dan selama ini pendidikan agama di SMP Negeri 17 Makassar oleh siswa dipandang mampu mengarahkannya pada sikap atau perilaku ke arah yang positif, seperti dalam hal berbicara, berpakaian, berperilaku, pandangan-pandangan siswa ataupun sikap sosial siswa. Dengan kata lain, dapat di-nyatakan kepemimpinan pendidikan agama di SMP Negeri 17 Makassar memberi kontribusi positif terhadap pembentukan moralitas siswa, baik di sekolah maupun di luar sekolah, melalui pemberian contoh yang baik kepada siswa dalam berpakaian, berbicara, bertutur kata, ataupun dalam perilaku guru sehari-hari.B. Kendala yang

Dihadapi Pen-didikan agama dalam Pembentuk-an Moralitas Siswa

Dalam pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, pen-didikan agama di

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar98

Page 15: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

sekolah tersebut senantiasa menghadapi berbagai ken-dala, seperti yang dikemukakan oleh pendidikan agama hasil wawancara, yang diidentifikasi sebagai berikut:1. Faktor lingkungan sosial yang

senantiasa membentuk pola pikir dan perilaku siswa khususnya di luar sekolah. Selama ini pola pikir dan perilaku siswa senantiasa di bentuk oleh lingkungannya karena faktor lingkungan memberi peng-aruh yang kuat terhadap seseorang. Apabila pola pergaulan dalam suatu lingkungan sosial berlangsung se-cara baik, maka hal tersebut akan dapat berdampak positif terhadap pola pikir dan perilaku siswa. Sebaliknya, apabila suatu lingkung-an sosial orang-orang di lingkungan tersebut senantiasa melakukan tindakan-tindakan yang negatif, seperti mencuri atau menodong, me-minum minuman keras, maka hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku siswa untuk me-lakukan hal yang sama. kondisi tersebut merupakan salah satu faktor penghambat dalam pem-bentukan moralitas siswa, karena bagaimanapun pendidikan agama berupaya membentuk pola pikir dan perilaku siswa ke arah yang baik, akan tetapi waktu di luar sekolah lebih banyak dan lebih menarik, maka hal tersebut merupakan salah satu kendala yang sangat dirasakan bagi guru dalam pembentukan moralitas siswa.

2. Usia Siswa yang berada pada usia remaja yang penuh gejolak, angan-angan dan keingintahuan yang tinggi,

sehingga hal tersebut senan-tiasa mempengaruhi perilaku sehari-hari, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan usia yang penuh gejolak tersebut, maka siswa memang senantiasa mendengar se-cara baik apa yang diarahkan guru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa dilaksanakan secara maksimal oleh siswa, kecuali hal tersebut betul-betul atas kesadaran dari dalam diri siswa mungkin akan memahami dan menyadari akan perilakunya yang menyimpang, akan tetapi setelah keluar kelas, maka hal tersebut sulit mereka aktualisasikan dalam ke-hidupan sehari-hari, karena pola berpikir sebagian siswa pada usia remaja yang penuh gejolak yaitu belum matang dalam menganalisa sesuatu secara baik, baik dari sisi dampak positif ataupun negatif bagi dirinya, yang penting bagi dirinya adalah hasrat atau keinginannya dapat tercapai.

3. Terbatasnya waktu yang disediakan dalam proses belajar-mengajar PPKn yaitu hanya berlangsung 2 x 45 menit dalam seminggu sehingga hal tersebut cukup membatasi pendidik-an agama dalam memberi pengajar-an kepada siswa tentang berbagai hal yang berorientasi pada aspek afektif (sikap).

Berdasarkan pernyataan-per-nyataan informan di atas, maka kendala dalam pembentukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, pada hakekat-nya berorientasi pada tiga aspek, yaitu: aspek lingkungan yang membentuk pola pikir dan perilaku siswa, usia

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar99

Page 16: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

remaja yang penuh gejolak dan dengan emosi yang senantiasa belum stabil, serta terbatasnya waktu proses belajar-mengajar di kelas yang hanya ber-langsung 2 x 45 menit dalam seminggu.

P E N U T U P

a. KesimpulanBerdasarkan hasil

penelitian mengenai kontribusi kepemimpinan pendidikan agama terhadap pemben-tukan moralitas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, maka disimpulkan sebagai berikut:1. Pendidikan agama di SMP

Negeri 17 Makassar mampu menjadi teladan (pemimpin) atau memberi kon-tribusi positif bagi siswa dalam pem-bentukan moralitasnya, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, perilaku atau penampilan, ataupun dalam sikap sosial siswa.

2. Kendala yang dihadapi pendidikan agama dalam pembentukan moral-itas siswa di SMP Negeri 17 Makassar, yaitu: (a) faktor pengaruh dari teman-teman bergaul siswa yang senantiasa membentuk pola pikir dan perilaku siswa khususnya di luar sekolah yang sulit diubah, dan (b) usia siswa yang berada pada usia remaja yang penuh gejolak, angan-angan dan keingintahuan yang tinggi, sehingga senantiasa mem-pengaruhi perilaku sehari-hari.

b. Saran-SaranSehubungan dengan

kesimpulan penelitian di atas, maka penulis meng-ajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada pendidikan agama agar lebih intensif melakukan berbagai pembinaan kepada siswa agar moralitas siswa dapat lebih dibentuk dengan melakukan koordinasi dengan guru pembimbing di sekolah.

2. Kepada siswa agar lebih menyadari pentingnya moral yang baik dalam kehidupan sehari-hari, mengingat siswa merupakan generasi sebagai harapan masa depan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1993. Pprosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina Aksara

Depdikbud. 1997. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Ditjen Dikdesmen, hal. Iii.

Durkheim, emile. 1990. Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan. Terjamah oleh Likas Ginting. Erlangga.

Handayaningrat,Soewarno. 1993. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV. Haji Masagung.

Haricahyono, Cheppy. 1989. Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang Press

Kartono, Kartini. 1992. Pemimpin dan Kepemimpinan Apakah Pemimpin

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar100

Page 17: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/9/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan observasi diperoleh informasi tentang adanya sebagian

Ikhtiyar, Edisi Khusus Hari Kartini, 21 April 2011

Informal Itue Jakarta: PT Raja Raja Grafindo.

Nawawi, hadari. 1985. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta: Gunung Agung.

Sahabuddin. 1985. Pendidikan Non Formal Suatu Pengantar. Ujung Pandang: FIP IKIP Ujung Pandang.

Sudijono, Anas. 1987. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali

Sudjana. 1991. Pendidikan Luar Sekolah (Wawasan Sejarah dan Teori Pendukung Asas). Bandung: Nusantara Press.

Sutarto. 1991. Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Syamsi, Ibnu. 1994. Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta.

Thoha, Mifta. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar101