KAREN SOLIHIN.pdf

87
NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL-ANKABUT AYAT 16-24 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh KAREN SOLIHIN NIM: 109011000243 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 / 1437 H

Transcript of KAREN SOLIHIN.pdf

Page 1: KAREN SOLIHIN.pdf

NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM

SURAT AL-ANKABUT AYAT 16-24

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

KAREN SOLIHIN

NIM: 109011000243

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 / 1437 H

Page 2: KAREN SOLIHIN.pdf

i

Page 3: KAREN SOLIHIN.pdf

ii

Page 4: KAREN SOLIHIN.pdf

iii

Page 5: KAREN SOLIHIN.pdf

iv

ABSTRAK

Karen Solihin, 109011000243, “ Nilai-nilai Pendidikan Dalam Surat Al-

Ankabut ayat 16-24.” Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang

terkandung dalam surat al-Ankabut ayat 16-24, dan metode penelitian yang

digunakan adalah library research yaitu dengan cara menelaah, menganalisis,

meneliti dari sumber rujukan atau literatur yang dapat dipertanggung jawabkan

tentang masalah yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini, dimana sumber

pokoknya adalah, Al-Qur’an, beberapa buku tafsir Al-Qur’an : Tafsir Al-Misbah,

Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, karya M. Quraish Shihab, Tafsir al-

Azhar, karya H. Abdullah Malik Karim.

Sehingga penulis mendapatkan beberapa kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

pertama Ibadah, adalah suatu wujud perbuatan yang dilandasi rasa pengabdian

kepada Allah swt, yang merupakan kewajiban agama Islam yang tidak bisa

dipisahkan dari aspek keimanan, kedua Sabar adalah dapat menahan diri dari hal-

hal yang bertentangan dengan hukum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun

sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang iman, demi

mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik, ketiga Syukur adalah proses kejiwaan

dan ungkapan batin atas apa yang diperolehnya, sifat syukur ditunjukan dalam

meningkatkan amal ibadah dan ikhtiar yang semuanya dilakukan karena Allah dan

untuk Allah, keempat Iman kepada Allah, yaitu mempercayai segala macam yang

Allah ciptakan baik yang ghaib maupun yang dzahir sehingga dapat

meningkatkan kualitas keimanan seseorang kepada Rabbnya.

Page 6: KAREN SOLIHIN.pdf

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT. Sang kholiq yang

menciptakan bumi beserta isinya, yang maha berkuasa dan berkendak, pemilik

nikmat dan kebahagiaan dan yang selalu menyayangi setiap umat yang dekat

denganNya. Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi yang berjudul Nilai- Nilai Pendidikan Dalam

Surat Al- Ankabut ayat 16-24, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit

kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun berkat kerjas keras, doa dan

kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi

ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dede Rosayada., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam,

dan Hj. Marhamah Saleh Lc, MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam beserta segenap dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta

bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga Allah SWT

membalas semua jasa-jasa beliau dan ilmu yang telah beliau berikan

mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

4. Abdul Ghofur, MA., Pembimbing Skripsi yang penuh keikhlasan dan

kebesaran hati dalam membagi waktu, tenaga dan pikiran beliau dalam upaya

memberikan bimbingan, petunjuk, serta mengarahkan penulis dalam proses

mengerjakan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

5. Ayahanda dan ibunda tercinta, yang menjadi penyemangat utama penulis,

yang tak pernah lelah mendoakan dan memberikan dukungan secara moril

dan materil serta selalu menyanyangi penulis dari kecil hingga dewasa ini.

Page 7: KAREN SOLIHIN.pdf

vi

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang tidak dapat terhitung dan

kasih sayang yang tak pernah putus yang diberikan untuk penulis.

6. Kakak dan adikku tersayang yang selalu memberikan doa dan menjadi obat

pelipur laraku.

7. Istriku tercinta Neneng Wasilah S.Pdi dan putri kecilku Calista Athifa Fatawa

yang selalu mendoa’kan dan menemani dalam suka dan duka penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan

2009 khususnya kelas PAI F. Terima kasih atas bantuan, dukungan dan

kenangan terindah yang kita lalui bersama di kampus tercinta.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan yang bermanfaat bagi penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

Tiada ucapan yang dapat penulis haturkan kecuali ucapan terima kasih

yang seluas-luasnya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian dan

menjadikannya kendaraan menuju surga Allah SWT.

Penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif

dari pembaca demi memperbaiki karya tulis ini, semoga dapat membawa manfaat

bagi para pengkaji/pembaca dan bagi penulis sendiri. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Jakarta, 19 Juli 2016

Penulis

Page 8: KAREN SOLIHIN.pdf

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH ........................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................. 6

C. Pembatasan Masalah ................................................................ 6

D. Rumusan Masalah .................................................................... 7

E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7

F. Manfaat Penelitian ................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Nilai-Nilai Pendidikan ............................................................ 8

1. Pengertian Nilai.................................................................. 8

2. Macam- Macam Nilai ....................................................... 9

3. Pengertian Pendidikan ....................................................... 11

B. Akhlak ..................................................................................... 14

1. Pengertian Akhlak ............................................................. 14

2. Macam- Macam Akhlak ..................................................... 15

3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .................................. 17

4. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 24

B. Metode Penelitian..................................................................... 24

C. Fokus Penelitian ....................................................................... 26

Page 9: KAREN SOLIHIN.pdf

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Tafsir Surat Al-Ankabut Ayat 16-24 ...................................... 27

B. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an Surat

Al-Ankabut Ayat 16-24............................................................ 49

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 65

B. Saran ......................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68

LEMBAR UJI REFERENSI

LAMPIRAN

Page 10: KAREN SOLIHIN.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan sumber utama dan yang pertama dalam ajaran

Islam. Ia menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia. Al-Qur‟an adalah kitab suci

terakhir yang diturunkan Allah swt kepada umat manusia yang isinya

mencangkup segala pokok-pokok syari‟at yang terdapat dalam kitab-kitab suci

yang diturunkan sebelumnya.

Kehadiran Al-Qur‟an memberi pengaruh yang luar biasa bagi lahirnya

berbagai konsep yang diperlukan manusia dalam berbagai bidang kehidupan.

Dalam rangka memahami isinya, kaum muslimin sendiri telah melahirkan banyak

kitab tafsir yang berupaya mengungkap dan menjelaskan makna pesannya.1

Quraisy Syihab dalam bukunya wawasan Al-Qur‟an mengemukakan

bahwa di antara tujuan diturunkannya Al-Qur‟an adalah:

1. Untuk membersihkan akal dan mensucikan jiwa dari segala bentuk syirik

serta memantapkan keyakinan tentang ke-Esaan yang sempurna bagi

Tuhan seru sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai

konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan umat manusia.

2. Untuk mengajarkan kepada kemanusiaan yang adil dan beradab. Yakni

bahwa manusia merupakan suatu umat yang wajib bekerja sama dalam

pendidikan kepada Allah swt dan pelaksanaan tugas sebagai khalifah di

bumi. Selain itu juga bertujuan untuk menjelaskan peranan ilmu dan

teknologi, guna menciptakan suatu peradaban yang sejalan dengan jati diri

manusia, dengan panduan Nur Illahi.

3. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau

bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan

akhirat.

4. Untuk mengajak manusia berpikir dan bekerja sama dalam bidang

kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan mufakat

yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan.

1Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur`an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir,

(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), Cet. Ke-1, h. Viii.

Page 11: KAREN SOLIHIN.pdf

2

5. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit,

penderitaan hidup, serta pemerasan manusia dalam bidang sosial,

ekonomi, politik, dan agama.2

Demikian sebagian tujuan kehadiran Al-Qur‟an, tujuan yang terpadu dan

menyeluruh bukan sekedar mewajibkan pendekatan yang religius yang bersifat

ritual atau mistik yang dapat menimbulkan formalitas dan kegersangan. Al-Qur‟an

adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan nilai-

nilai yang dapat dijadikan bagi penyelesaian berbagai problem hidup. Apabila

dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikirian, rasa, dan karsa kita mengarah

kepada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup

pribadi dan masyarakat.

Rasulullah saw adalah manusia teragung sepanjang sejarah yang telah

berhasil mengubah peradaban dunia, dari rusaknya akhlak menuju mulianya

akhlak, tentunya itu menjadikan suri tauladan bagi seluruh manusia yang

menginginkan sifat yang mulia. Beliau adalah gurunya para guru, dan sekaligus

sebagai penabur rahmat bagi seluruh alam. Manusia adalah makhluk yang

memiliki dua potensi. Pertama potensi yang mengarah kepada kebaikan, kedua

mengarah kepada keburukan.

Manusia yang diciptakan oleh Allah swt memiliki fitrah atau karakter

dasar sebagai makhluk yang cenderung berbuat baik, memiliki perasaan kasih

sayang serta bertingkah laku dengan baik atau dalam bahasa agama sering disebut

berakhlakul karimah. Pesan akhlak begitu agung dalam Al-Qur‟an sehingga

Fazlur Rahman mengatakan; “Al-Qur‟an ibarat puncak sebuah gunung es yang

terapung, sembilah persepuluh darinya terendam di bawah air sejarah dan hanya

sepersepuluh darinya yang tampak di permukaan”.3 Sungguh, tidak akan ada yang

mampu mengenalnya dan menggali secara mendalam konsep akhlak dalam Al-

Qur‟an secara komprehensif, kecuali mereka yang tenggelam di dalamnya.

Begitu dalam kandungan ayat-ayat suci Al-Qur‟an sehingga untuk

memahaminya dibutuhkan sebuah teori yang tidak hanya mampu memahami Al-

2 M. Quraish Syihab, Wawasan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2000), Cet. 10. h. 12.

3 Rosihun Anwar, Samudera Al-Qu‟ran, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet ke- I, h.

173.

Page 12: KAREN SOLIHIN.pdf

3

Qur‟an secara integral, tetapi juga mampu menghasilkan penafsiran-penafsiran

yang dapat menyelesaikan problem-problem kekinian. Al-Qur‟an sebagai kitab

suci terbesar telah menyedot perhatian banyak orang.

Selanjutnya dapat dipahami bahwa manusia yang dilahirkan secara

fitrah/suci memiliki dimensi kasih sayang dan rasa-perasaan lemah lembut

terhadap siapapun, oleh karenanya pendidikan yang hingga saat ini menjadi garda

depan pembentukan manusia seutuhnya menjadi sebuah keharusan untuk

mengintegrasikan intelektualitas dengan akhlakul karimah yang ada, seperti

halnya apa yang disampaikan oleh guru besar pendidikan agama Islam Ahmad

Tafsir, meyakini “Selama dari atas belum memberi keteladanan kepada

bawahannya sulit untuk mengharapkan perbaikan akhlak peserta didik melalui

pendekatan keteladanan”4. Ini artinya akhlak memiliki porsi atau domain dan

sangat vital dalam proses pendidikan yang ada saat ini, dan ini artinya sebagai

penegasan aspek akhlak tidak boleh dikesampingkan dalam pendidikan yang ada,

karena kecenderungan pendidikan yang ada lebih menekankan faktor kognitif

semata.

Sudah menjadi konsesus di kalangan ahli pendidikan bahwa proses

pendidikan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu tidak ada batasan umur

tertentu dalam pendidikan. Namun ada level-level pendidikan yang disusun sesuai

dengan keadaan perkembangan manusia sebagai makhluk individu maupun sosial

yang hidup dalam keberadaan suatu bangsa dan negara.

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peran yang sangat

penting dan strategis untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan kehidupan

bangsa. Dalam hal ini, pendidikan harus dapat menyiapkan warga negara untuk

menghadapi masa depannya. Dengan demikian tidak salah apabila orang

berpendapat bahwa cerah tidaknya masa depan suatu negara sangat ditentukan

oleh pendidikan saat ini.

Pendidikan harus mampu menciptakan manusia-manusia yang siap dan

eksis untuk hidup ditengah-tengah perubahan zaman yang ada. Bukan

4 Ahmad Tafsir, “Pendidikan Agama Islam di Sekolah Salah Paradigma”Media Indonesia

(Jum‟at, 03 Desember 2004), h. 3.

Page 13: KAREN SOLIHIN.pdf

4

terpengaruhi tetapi mempengaruhi, tetapi tidak juga bisa menolak perubahan,

karena perubahan adalah sebuah keniscayaan. Sehingga manusia tidak ikut lebur

dalam arus menerpanya, melainkan mampu mengendalikan arus perubahan,

mampu memilah dan sekaligus memilih kemana kehidupan sebuah masyarakat

akan dikendalikan dan diciptakan sesuai dengan tujuan pendidikan akhlak dalam

hal ini adalah pendidikan Islam.

Bagaimana pun pendidikan merupakan salah satu kunci yang sangat

esensial dalam kehidupan manusia. Baik buruknya sumber daya manusia

tergantung dari pendidikan yang diperolehnya. Pendidikan adalah sebuah investasi

sumber daya manusia. Jika pendidikan yang diperoleh seseorang memiliki

kualitas yang mumpuni, maka baik juga sumber daya manusia yang dimilikinya.

Karena itu, desain pendidikan selayaknya dipersiapkan secara matang sehingga

hasil yang dicapai pun memuaskan.5 Karena proses pendidikan merupakan suatu

proses yang bertujuan. Meskipun tujuannya bukan merupakan tujuan yang

tertutup (eksklusif) tetapi tujuan yang secara terus-menerus harus terarah kepada

pemerdekaan manusia.6

Gagalnya pendidikan untuk menanamkan nilai akhlak terlihat dengan

menempatkan Indonesia termasuk ke dalam negara yang korup, banyak sekolah-

sekolah yang khusus bagi para pemodal, orang kaya. Orang miskin tidak

mendapatkannya, sekolah seolah menjadi pemicu marjinalisasi terhadap mereka

yang tidak bisa mengenyam pendidikan yang layak. Hal ini semakin menutup

nilai akhlak dalam pendidikan, masih maraknya budaya tawuran, angka kriminal

yang tinggi, korupsi, kolusi dan nepotisme dari orang-orang yang berpendidikan

meyakinkan bahwa ada yang salah dalam pendidikan saat ini.

Problem yang muncul di tengah masyarakat adalah tingginya angka

kriminal di kalangan remaja, semua meremehkan nilai moral atau akhlak,

pendidikan seolah-olah hanya bersifat parsial tidak bersifat holistik, tidak

merambah wilayah pembangunan karakter, penenaman nilai, sehingga yang

5 A. Syafi‟f Ma‟rif et.al, Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta

(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1991), h 15. 6 H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif

Postmodernisme dan Studi Kultural (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005), h 119.

Page 14: KAREN SOLIHIN.pdf

5

terjadi adalah orang berpendidikan juga bisa melakukan tindakan kriminal yang

lebih kejam dibanding dengan orang yang tidak mengenyam pendidikan, kasus

korupsi misalnya yang telah merugikan banyak orang.

Sebuah prinsip yang harus dipegang dalam pendidikan khususnya

pendidikan Islam adalah pengembangan belajar sebagai muslim baik bagi terdidik

maupun pendidik. Setiap rangkaian belajar mengajar seharusnya ditempatkan

sebagai pengkayaan pengalaman kebertuhanan. Pendidikan bukanlah sosialisasi

atau internalisasi pengetahuan dan keberagaman pendidik, tetapi bagaimana

peserta didik mengalami sendiri keber-Tuhanan-nya. Ketaqwaan dan

keshalehannya bukanlah sikap dan perilaku yang datang secara mendadak, tetapi

melalui sebuah tahap penyadaran yang harus dilakukan sepanjang hayat. Karena

itu, pendidikan tidak lain sebagai proses penyadaran diri dan realitas universum.7

Pandangan terhadap fenomena pendidikan di atas memberikan inspirasi

pada penulis untuk lebih jauh mengungkap kembali ayat-ayat Al-Qur‟an yang

membawa pada perbaikan akhlak manusia dan pikiran-pikiran para praktisi

pendidikan yang dituangkannya dalam beberapa buku dan artikel yang banyak

menyorot berbagai persoalan moralitas atau akhlakul karimah yang dilandaskan

pada kerangka kemanusiaan atau pemuliaan manusia yang didasarkan kepada

potensi yang dimilikinya, serta bagaimana cara menyikapi sebuah bentuk

pluralitas sebagai sebuah keniscayaan yang ada dalam masyarakat, diakui ataupun

tidak. Karenanya, penulis ingin meneliti lebih jauh tentang konsep pendidikan

akhlak yang mengembalikan kesadaran akan dirinya sebagai “khalifatu filardh.”

Jika kembali kepada pembahasan mendasar tentang sumber Pendidikan

Agama Islam maka sumbernya adalah mengacu kepada sumber Islam itu sendiri,

yaitu Al-Qur‟an8 dan Al-Hadits. Oleh karena Islam sebagai sistem kehidupan

kaum muslimin dan Al-Qur‟an merupakan pedoman hidup sehari-hari maka Al-

Qur‟an tidak pernah berhenti dari pengkajian akan nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya, selalu ada upaya untuk menggali makna yang terkandung di dalamnya

7Abdul Munir Mulkhan, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren; Religiusitas

IPTEK (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h.111-112. 8 M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur‟an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: eLSAQ, 2005),

h. 1.

Page 15: KAREN SOLIHIN.pdf

6

dari berbagai sudut pandang. Dan ternyata Al-Qur‟an memang bisa didekati dari

berbagai sudut pandang yang berbeda, termasuk dari sisi kependidikan dan

kemanusiaan.

Berangkat dari sinilah, jika hendak berpikir ulang tentang pendidikan

Islam maka harus kembali mengacu kepada landasan yang telah diberikan Al-

Qur‟an. Dalam hal ini pembaharuan dalam pendidikan Islam harus dilakukan

sesuai dengan problematikanya, maka penulis memfokuskan kepada sisi akhlak

dan pendidikan Islam, atau dengan kata lain penulis berusaha menemukan konsep

akhlak pendidikan yang termuat dalam Al-Qur‟an.

Terbangunnya kembali konsep pendidikan yang berakhlakul karimah di

tengah sistem pendidikan nasional yang belum dapat sepenuhnya menunjukan

pendidikan yang berbasis pada akhlak serta pendidikan yang bercirikan pada

sosial planning dan setelah itu teraplikasi dalam praktek kehidupan yang bahagia

di dunia dan di akhirat, sehingga besar harapan langkah ini bisa memperbaiki

mutu pendidikan yang ada. Dengan adanya latar belakang di atas, penulis

mengambil judul pembahasan ini dengan: “Nilai-Nilai Pendidikan Yang

Terkandung Dalam Surat Al-Ankabut Ayat 16-24.”

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari uraian dan permasalahan tersebut di atas, penelitian ini

difokuskan dalam tiga topik permasalahan, yang dapat diasumsikan sebagai

problem akademik dan kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Banyaknya kejadian atau tindakan penyimpangan terhadap masyarakat

berpendidikan karena minimnya pemahaman mereka tentang akhlak.

2. Pendidikan sekarang ini lebih memfokuskan pada kecerdasan kognitif

semata, kurang menyentuh masalah moralitas.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini terfokus, maka penulis membatasi kajian

skripsi ini pada pembahasan tentang Nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam surat Al-Ankabut 16-24.

Page 16: KAREN SOLIHIN.pdf

7

D. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan dalam perumusan masalah penulisan skripsi ini,

penulis bertitik tolak dari identifikasi masalah di atas. Maka penulis dapat

merumuskan masalah yaitu: “Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung

dalam surat Al-Ankabut ayat 16-24.”

E. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi tujuan penulis pada wacana pendidikan

yang terkandung dalam surat Al-Ankabut adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui konsep nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada surat

Al-Ankabut ayat 16-24.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak. Misalnya:

1. Bagi guru

Mengembangkan khazanah pengetahuan keislaman di lingkungan

institusi pendidikan tinggi Islam.

2. Bagi sekolah

Memberi sumbangsih pemikiran tentang konsep dan teoritis tentang

pendidikan dalam Al-Qur‟an, serta menambah khazanah kepustakaan

dalam meneliti dan memahami Al-Qur‟an sebagai petunjuk umat.

3. Bagi mahasiswa dan pembaca

Mengetahui bagaimana pandangan Al-Qur‟an terhadap nilai

pendidikan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

Page 17: KAREN SOLIHIN.pdf

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Nilai-Nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke

dalam suatu pengertian yang memuaskan. Nilai adalah substansi, esensi atau sifat-

sifat yang melekat pada sebuah hakikat atau objek. Nilai adalah sesuatu yang

bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya

persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan

penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Dan nilai juga merupakan

sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan

dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).9

Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan.10

Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon

penghargaan.11

Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan

melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.12

Jadi nilai adalah sesuatu yang

bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

Nilai bukan semata-mata untuk memenuhi dorongan intelek dan keinginan

manusia, nilai justru berfungsi untuk membimbing dan membina manusia agar

menjadi lebih mulia, lebih matang sesuai dengan martabat human dignity dalam

arti tujuan dan cita-cita manusia.

Dari uraian di atas maka nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang

dianggap baik, berguna atau penting, dijadikan sebagai acuan dan melambangkan

kualitas yang kemudian diberi bobot baik oleh individu maupun kelompok

9 HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996), h. 61. 10

W.JS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999)

, h. 677. 11

H. Titus, M.S, et al, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h.

122. 12

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda

Karya,1993), h. 61.

8

Page 18: KAREN SOLIHIN.pdf

9

Pendidikan Islam merupakan pendidikan universal yang diperuntukan

untuk seluruh umat manusia. Pendidikan Islam memiliki nilai-nilai luhur yang

agung dan mampu menentukan posisi dan fungsi di dalam masyarakat Indonesia.

Maka pendidikan Islam berperan dalam penyusunan suatu sistem pendidikan

nasional yang baru, nilai-nilai luhur yang disandang oleh pendidikan Islam adalah:

a. Nilai historis, pendidikan Islam telah menyumbangkan nilai-nilai yang

sangat besar dalam kesinambungan hidup bangsa, di dalam kehidupan

bermasyarakat, di dalam perjuangan bangsa Indonesia, pada saat

terdapat invasi dari negara barat pendidikan Islam survive sampai saat

ini

b. Nilai religius, pendidikan Islam dalam perkembangannya tentu telah

memelihara dan mengembangkan nilai-nilai Islam sebagai salah satu

nilai religius masyarakat Indonesia; dan

c. Nilai moral, pendidikan Islam tidak dapat diragukan sebagai pusat

pemelihara dan pengembangan nilai-nilai moral yang berdasarkan

agama Islam, sebagai contoh sekolah madrasah, pesantren, merupakan

pusat pendidikan dan juga merupakan benteng bagi moral bagi

mayoritas bangsa Indonesia.13

2. Macam-macam Nilai

Substansi nilai merupakan suatu hal yang komplek dan beragam, nilai

berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam.14

yaitu:

a. Nilai Ilahiyah (nash) yaitu nilai yang lahir dalam keyakinan (belief),

berupa petunjuk dari supernatural atau Tuhan.15

Nilai yang diwahyukan

melalui rasul yang berbentuk iman, takwa, adil yang diabadikan dalam

Al-Qur‟an. Nilai ini merupakan nilai yang pertama dan paling utama

bagi para penganutnya dan akhirnya nilai tersebut dapat diaplikasikan

13

Chabib Thoha, dkk Kapita Selekta Pendidikan Islam, (yogyakarta : Pustaka Pelajar,

1996), cet.1, h. 78. 14

Muhaimin dan Abdul Muji, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 111. 15

Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001),

h. 98.

Page 19: KAREN SOLIHIN.pdf

10

dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini bersifat statis dan kebenarannya

mutlak.16

Nilai-nilai ilahiyah selamanya tidak mengalami perubahan. Nilai

ilahiyah ini mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku

pribadi dan selaku anggota masyarakat, serta tidak berkecendrungan

untuk berubah mengikuti selera hawa nafsu manusia dan berubah-ubah

sesuai dengan tuntutan perubahan sosial dan tuntutan individu.

b. Nilai Insaniyah (produk budaya yakni yang lahir dari kebudayaan

masyarakat baik secara individu maupun kelompok).17

Nilai ini tumbuh

atas kesepakatan manusia serta berkembang dan hidup dari peradaban

manusia. Nilai insani ini kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi

yang diwariskan turun-temurun mengikat anggota masyarakat yang

mendukungnya. Disini peran manusia dalam melakukan kehidupan di

dunia berperan untuk melakukan perubahan kearah nilai yang lebih

baik. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 53:

Artinya: yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-

kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya

kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada

diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi

Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Anfal: 53)

Kemudian dalam analisis teori nilai dapat dibedakan menjadi dua jenis

nilai pendidikan yaitu:

1. Nilai Instrumental yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk

sesuatu yang lain.

16

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 111. 17

Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001),

h. 99.

Page 20: KAREN SOLIHIN.pdf

11

2. Nilai Intrinsik ialah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang

lain melainkan di dalam dan dirinya sendiri.18

Nilai instrumental dapat juga dikatagorikan sebagai nilai yang bersifat

relatif dan subjektif, dan nilai intrinsik keduanya lebih tinggi dari pada nilai

instrumental.

Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga

macam yaitu:

a) Nilai subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal

ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut.

b) Nilai subjektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari

objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti nilai

kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan, badan dan jiwa, nilai

perdamaian dan sebagainya.

c) Nilai yang bersifat objektif metafisik yaitu nilai yang ternyata mampu

menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.19

Paparan di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing nilai mempunyai

keterkaitan dengan nilai yang satu dengan lainnya. Misalkan nilai ilahiyah

mempunyai relasi dengan nilai insani, nilai ilahi (hidup etis religius) mempunyai

kedudukan vertikal lebih tinggi dari pada nilai hidup lainnya. Di samping secara

hierariki lebih tinggi, nilai keagamaan mempunyai konsekuensi pada nilai lainnya

dan sebaliknya nilai lainnya mempunyai nilai konsultasi pada nilai etis religius.

3. Pengertian Pendidikan

Konsep pendidikan dan pembelajaran baik secara umum maupun khusus

telah dibicarakan, dibahas dan didalogkan dalam berbagai buku-buku ilmiah,

maupun kegiatan-kegiatan tertentu seperti seminar, loka karya dan sebagainya

oleh para ahli yang berskala nasional maupun internasional. Dalam pembicaraan

itu tetap saja hadir berbagai konsep dan pemikiran mendasar dari mereka tentang

18

Mohammad Nor Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filasafat Pancasila, (Surabaya:

Usaha Nasional, 1986), h. 137. 19

Ibid, h. 137.

Page 21: KAREN SOLIHIN.pdf

12

apa sesungguhnya pengertian pendidikan itu. Namun, sangat sulit untuk

memperoleh suatu rumusan yang signifikan yang disepakati oleh mereka.

Menyadari perbedaan-perbedaan pijakan pemikiran para ahli tersebut, tentunya

dilatarbelakangi oleh sudut pandang masing-masing diakibatkan oleh berbagai

faktor misalnya kondisi geografis di antara mereka, kondisi sosio kultural dari

mereka, keahlian yang ditekuni, pendekatan yang digunakan serta keinginan yang

mengilhami sasaran dan tujuan yang ditetapkan, disamping komprehensif dan

sangat pekanya manusia yang menjadi objek kerja pendidikan.

Keseluruhan perbedaan-perbedaan ini memiliki suatu nuansa positif dan

perspektif dimana dengannya dapat disimak seberapa dalam dan luas masalah

pendidikan, sehingga dapat dihayati bahwa masalah pendidikan tidak akan tuntas

dibahas, namun tetap menjadi kebutuhan dasar (basic need) dari manusia yang

menuntut adanya perenungan yang komprehensif dan sistematis atas dinamika

pendidikan itu sekaligus berkaitan erat dengan dinamika perkembangan

masyarakat dan tuntunan zaman yang terus mengalami perubahan.

Selanjutnya kata pendidikan berasal dari raba‟-yarbu‟, artinya tumbuh dan

berkembang. Dalam kamus dijelaskan ; yurabbi al-walad artinya memberinya

makan dan membuatnya tumbuh dan berkembang. Arti lainnya adalah

menyucikan diri. Dalam buku al-Munjid dijelaskan; yurabbi al-walad berarti

membina dan membuatnya suci dan bersih. Sementara sebagian lain mengatakan,

kata tarbiyah berakar kata dari raba-yarbu‟ yang artinya semakin tumbuh dan

bertambah. 20

Secara etimologis, sebagian cendikiawan mengartikan tarbiyah sebagai

perubahan berbagai potensi menjadi kemuliaan.21

Pendidikan merupakan proses

perubahan atau pengembangan diri anak didik dalam segala aspek kehidupan

sehingga terbentuklah suatu kepribadian yang utuh (insan kamil) baik sebagai

makhluk sosial, maupun makhluk individu, sehingga dapat beradaptasi dan hidup

20

Rasyid Majid Pur, Membenahi Akhlaq Mewarisi Kasih Sayang, (Bogor: Cahaya, 2003),

Cet. I, h. 1. 21

Ibid, h.2.

Page 22: KAREN SOLIHIN.pdf

13

dalam masyarakat luas dengan baik. Termasuk bertanggung jawab kepada diri

sendiri, orang lain, dan Tuhannya.22

Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti ilmu,

pengajaran dan penguasaan yang baik. Tidak ditemui unsur penguasaan atau

pemilikan terhadap objek atau anak didik, di samping tidak pula menimbulkan

interpretasi mendidik makhluk selain manusia, misalnya binatang dan tumbuh-

tumbuhan. Karena menurut konsep Islam yang bisa bahkan harus didik hanyalah

makhluk manusia. Dan akhirnya, Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan

tata krama, sopan santun, adab dan semacamnya atau secara tegas “akhlak yang

terpuji” yang terdapat hanya dalam istilah ta‟dib. Dengan tidak dipakainya konsep

ta‟dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan, telah berakibat hilangnya adab

sehingga melunturkan citra keadilan dan kesucian. Menurut Al-Attas, keadaan

semacam itu bisa membingungkan kaum muslimin, sampai-sampai tak terasa

pikiran dan cara hidup sekuler telah menggeser berbagai konsep Islam di berbagai

segi kehidupan termasuk pendidikan.

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba “pendidikan adalah bimbingan

atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan

rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama atau insan

kamil”23

.

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan dari berbagai pandangan

yang telah dikemukakan bahwa pendidikan mempunyai pengertian sebagai upaya

yang sistematis, terarah, dan terukur dalam membimbing dan mengarahkan anak

didik agar dapat memahami dan mengajarkan ajaran Islam serta menjadikannya

sebagai pedoman hidup sehari-hari dalam bertindak, bersikap dan berfikir.

Disamping itu juga pendidikan merupakan aspek penting yang harus

dilakukan oleh individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah agar segala usaha

yang dilakukan itu dapat menjadi penggerak, pengendali serta pembimbing dalam

kehidupan anak-anak didik sehingga terbentuklah manusia yang sempurna (insan

kamil).

22

Hasan Hafidz, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, (Solo: Ramadhani, 1989), h. 12. 23

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT Al-Ma‟rif, 1989), h.

cet,VIII, h. 19.

Page 23: KAREN SOLIHIN.pdf

14

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Pendidikan akhlak ialah penanaman, pengembangan dan pembentukan

akhlak yang mulia dalam diri anak didik. Pendidikan akhlak tidak harus

merupakan suatu program atau pelajaran khusus, akan tetapi lebih merupakan

suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan.24

Perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab, jama‟ dari khuluqun yang

berarti (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam

jiwa, dari padanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah dan wajar tanpa

memerlukan pikiran dan pertimbangan.25

Berakar dari kata khalaqa yang berarti

menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan)

dan khalaq (penciptaan).

Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak

tercangkup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan)

dengan perilaku makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku

seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak

yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak

khaliq (Tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja

merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama

manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan

dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.

Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih akhlak adalah suatu keadaan

atau bentuk gerakan jiwa yang tetap (konstan) yang melahirkan sikap atau

perbuatan-perbuatan secara wajar tanpa didahului oleh proses berfikir atau

rekayasa. Pengertian akhlak tersebut tidak memasukkan norma-norma/nilai-nilai

yang belum meresap kedalam jiwa sehingga dapat membentuk perilaku tanpa ada

status rekayasa. Sehingga apabila seseorang bertindak karena paksaan dari luar

24

M Sastraprtedja, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: Gramedia, 1993),

h. 3. 25

Abdul Kholiq et.al, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),

h. 87.

Page 24: KAREN SOLIHIN.pdf

15

dan belum meresap kedalam jiwa seseorang, seperti karena terpaksa dalam

berbuat, maka hal ini belum bisa dikatakan akhlaknya sudah terbentuk.

Selanjutnya Abudin Nata dalam bukunya bahwa ada lima ciri yang

terdapat dalam perbuatan akhlak:

Pertama, perbuatan akhlak tersebut sudah menjadi keperibadian yang

tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Kedua, perbuatan akhlak merupakan

perbuatan yang dilakukan dengan acceptable dan tanpa pemikiran

(unthouhgt). Ketiga, perbuatan akhlak merupakan perbuatan tanpa paksaan.

Keempat, perbuatan dilakukan dengan sebenarnya tanpa ada unsur sandiwara.

Kelima, perbuatan akhlak dilakukan untuk menegakkan kalimat Allah.26

Akhlak merupakan pondasi (dasar) yang utama dalam pembentukan

pribadi manusia yang seutuhnya, maka pendidikan yang mengarah terbentuknya

pribadi yang berakhlak, merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab

akan melandasi kestabilan kepribadian manusia secara keseluruhan.

2. Macam-macam Akhlak

a. Akhlak Mahmudah/Fadilah

Akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik

(yang terpuji). Secara garis besar akhlak mahmudah dibagi menjadi tiga, yaitu: 1)

Akhlak terhadap Allah, 2) Akhlak terhadap diri sendiri, 3) Akhlak terhadap

sesama.27

Adapun akhlak atau sifat-sifat mahmudah sebagaimana yang dikemukakan

para ahli akhlak, antara lain:

1) Al-Amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)

2) Al-Sidqu (benar, jujur)

3) Al-Adl (adil)

4) Al-Afwu (pemaaf)

5) Al-Wafa‟ (menepati janji)

6) Al-Ifafah (memelihara diri)

7) Al-Haya‟ (malu)

26

Abudin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Persepektif Hadist, (Jakarta: UIN Jakarta

press, 2005), h. 274. 27

A. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), h. 197.

Page 25: KAREN SOLIHIN.pdf

16

8) As-Syajaah (berani)

9) Al-Quwwah (kuat)

10) As-Sabru (sabar)

11) Ar-Rahmah (kasih sayang)

12) As-Sakha‟u (murah hati)

13) At-Ta‟awun (penolong/tolong menolong)

14) Al-Islah (damai)

15) Al-Ikha‟ (persaudaraan), dan lain sebagainya yang menunjukan kepada

sifat terpuji.28

Jadi manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah

mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia

nikmat yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukuri dengan

berupa berzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalam kehidupannya senantiasa

berlaku hidup sopan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapat terhindar

dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang

harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya.

Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang

baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik.

b. Akhlak Mazmumah/Qabihah

Akhlak mazmumah (akhlak tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan

dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap

membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar,

dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam

dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:

1) Ananiah (egois)

2) Al-Bagyu (lacur)

3) Al-Bukhl (pelit)

4) Al-Buhtan (dusta)

5) Al-Khmar (peminum khmar)

6) Al-Khianah (khianat)

28

Ibid, h. 198

Page 26: KAREN SOLIHIN.pdf

17

7) Al-Jumu (aniaya)

8) Al-Gasysyu (curang)

9) Al-Fawahisy (dosa besar)

10) Al-Ghaddab (marah)

11) Al-Ghibah (mengumpat)

12) Al-Namumah (adu domba)

13) Al-Guyur (menipu, memperdaya)

14) Al-Hasad (dengki)

15) Al-Istikbar (sombong), dan lain sebagainya yang menunjukan sifat-

sifat yang tercela.29

Sebagaimana yang diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud

pengamalannya dibedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika

sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan

perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan

jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya dan melahirkan

perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang

tercela. Namun di sini penulis hanya menitik beratkan kepada nilai-nilai akhlak

terpuji sebagai kajian yang perlu diamati dan didalami.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan

keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak

masa analisa hingga menjadi seorang mukallaf, seseorang yang telah siap

mengarungi lautan kehidupan.

Adapun secara umum akhlak dapat dibagi kepada tiga ruang lingkup yaitu

akhlak kepada Allah swt, akhlak kepada manusia dan akhlak kepada lingkungan.

a. Akhlak Kepada Allah swt

Akhlak kepada Allah swt dapat diartikan sebagai sikap atau

perbuatan taat yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk

29

Ibid, h. 200.

Page 27: KAREN SOLIHIN.pdf

18

kepada Tuhan sebagai sang khalik. Karena pada dasarnya manusia hidup

mempunyai beberapa kewajiban makhluk kepada khalik sesuai dengan

tujuan yang ditegaskan dalam firman Allah swt.,

Surat Adz-Zariyat ayat 56:

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya mereka menyembahku”30

(Q.S. Adz-Zariyat: 56).

Ada beberapa alasan yang meyebabkan manusia harus berakhlak kepada

Allah swt antara lain:

1) Karena Allah swt yang menciptakan manusia

Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat Ath-Thaariq ayat 5-7 yang

berbunyi:

Artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa yang

diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar yang keluar dari

antara tulang sulbi dan tulang dada”31

. (Q.S. Ath-Thaariq: ayat 5-7).

2) Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indra berupa

pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping

anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Sebagaimana

yang dijelaskan dalam firman Allah swt dalam surat An-Nahl ayat 78:

Artinya:” Dan Allah swt mengeluarkan kamu dari perut ibummu dalam

keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu

30

Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Termahnya, op. cit., h. 862. 31

Ibid, h. 473 .

Page 28: KAREN SOLIHIN.pdf

19

pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.32

(Q.S. An-

Nahl: ayat 78).

3) Karena Allah swt yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang

diperlukan bagi kelangsungan hidupa manusia seperti: bahan makanan

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang-binatang ternak

dan sebagainya. Firman Allah swt dalam surat Al-Jaatsiyah ayat 12-13

yang berbunyi:

Artinya: “Allah swt yang telah menundukkan lautan untukmu supaya

kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu

dapat mencari sebahagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu

bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan

apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada-Nya.

Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar tanda-tanda (kekuasaan

Allah swt) bagi kaum yang berfikir”.33

(Q.S. Al-Jaatsiyah: ayat 12-13)

4) Karena Allah yang telah memuliakan manusia dengan memberinya

kemampuan menguasai daratan dan lautan. Hal ini ditegaskan oleh Allah

swt dalam surat Al-Isra ayat 70:

Artinya:”Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami

angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang

32

Ibid, h. 473 33

Ibid, h. 399

Page 29: KAREN SOLIHIN.pdf

20

baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna

atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.34

(Q.S. Al-Isra‟:

ayat 70).

Apabila manusia tidak ingin melaksanakan kewajiban sebagai

makhluk berarti telah menentang kepada fitrahnya sendiri, sebab pada

dasarnya manusia mempunyai kecendrungan untuk mengabdi kepada

Tuhannya yang telah menciptakannya. Tujuan pengabdian manusia pada

dasarnya hanyalah mengharapkan akan adanya kebahagiaan lahir dan

batin, dunia dan akhirat serta terhindar dari murka-Nya yang akan

mengakibatkan kesengsaraan diri sepanjang masa.35

Dalam berhubungan

dengan khaliknya, manusia mesti memiliki akhlak yang baik kepada Allah

swt yaitu:

a) Tidak menyekutukan-Nya

b) Taqwa kepada-Nya

c) Mencintai-Nya

d) Ridha dan Ikhlas terhadap segala sesuatu keputusan-Nya dan bertaubat

e) Mensyukuri nikmat-Nya

f) Selalu berdoa kepada-Nya

g) Beribadah

h) Selalu berusaha mencari keridhoan-Nya36

b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri tanpa

bantuan manusia lain, orang kaya membutuhkan pertolongan orang miskin

begitu juga sebaliknya, bagaimana pun tingginya pangkat seseorang sudah

pasti membutuhkan rakyat jelata begitu juga dengan rakyat jelata,

hidupnya akan terkatung-katung jika tidak ada orang yang membantunya.

34

Ibid, h. 231. 35

A. Mudjab Mahli, Pembinaan Moral di Mata Al-Ghzali, (Yoghyakarta: BFE, 1984), h.

257. 36

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 148.

Page 30: KAREN SOLIHIN.pdf

21

Adanya saling membutuhkan ini menyebabkan manusia sering

mengadakan hubungan satu sama lain, jalinan hubungan ini sudah tentu

mempunyai pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu,

setiap orang seharusnya melakukan perbuatan dengan baik dan wajar,

seperti halnya: tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, mengeluarkan

ucapan baik dan benar, jangan mengucilkan orang lain, berhusnudzon

terhadap orang lain, memanggil dengan sebutan yang baik dan bagus.

Kesadaran untuk berbuat baik sebanyak mungkin kepada orang

lain, melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselarasan, dan

keseimbangan dalam hubungan manusia secara pribadi maupun dengan

masyrakat lingkungannya. Adapun kewajiban setiap orang untuk

menciptakan lingkungan yang baik adalah bermula dari diri sendiri. Jika

tiap pribadi mau bertingkah laku mulia maka terciptalah masyarakat yang

aman dan bahagia.

Sebagai individu manusia tidak dapat bisa memisahkan diri dari

masyarakat, dia senantiasa membutuhkan dan berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya. Agar tercipta hubungan yang baik dan harmonis

dengan masyarakat tersebut setiap pribadi harus memiliki sifat terpuji dan

mampu menempatkan dirinya secara positif ditengah-tengah masyarakat.

Pada hakikatnya orang yang berbuat baik atau berbuat jahat/tercela

terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri. Orang lain akan senang

berbuat baik kepada seseorang jika orang tersebut sering berbuat baik

kepada orang itu. Ketinggian budi pekerti seseorang menjadikannya dapat

melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna

sehingga menjadikan orang itu dapat hidup bahagia.

c. Akhlak Terhadap Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia, baik

binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tak bernyawa.

Manusia sebagai khlifah dipermukaan bumi ini menuntut adanya interaksi

antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam yang

Page 31: KAREN SOLIHIN.pdf

22

mengandung pemeliharaan dan bimbingan agar setiap makhluk mencapai

tujuan penciptaannya. Sehingga manusia mampu bertanggung jawab dan

tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungannya serta terbiasa

melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji untuk menghindari hal-hal

yang tercela. Dengan demikian terciptalah masyarakat yang aman dan

sejahtera.

Pada dasarnya faktor bimbingan pendidikan agama terhadap anak

yang dilakukan oleh orang tua di rumah, dan guru di sekolah akan dapat

berpengaruh terhadap pembentukan akidah, ibadah, dan akhlak anak yang

baik.

4. Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menemukan beberapa penelitian

yang relevan yaitu dari hasil penulis sebelumnya. Kajian yang relevan

tersebut antara lain adalah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Luqman Hakim yang berjudul “Nilai-

nilai Pendidikan pada Karakter Guru Profesional Dalam Persepektif

Al-Qur`an (Telaah Surah Luqman ayat 12-19)”. Penelitian tersebut

menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan metode yang

digunakannya adalah metode library reseach. Dan hasil dari penelitian

tersebut adalah bahwa peran akhlak dalam pendidikan agama Islam

secara keseluruhan dari tiga dimensi yaitu mendidik, mengajar dan

memberi contoh yang baik.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Suryadi yang berjudul “Nilai-

Nilai Pendidikan dalam Surat Al-ikhlas (kajian akhlak)”. Penelitian

tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dan dari hasil

penelitian tersebut adalah melalui analisa fenomena di lapangan

dengan wawancara yang dilakukan dan pengamatan pada objek

penelitian, ditemukan bahwa upaya guru untuk membina akhlak yang

baik pada muridnya dengan beberapa cara, yaitu, bercerita, memutar

video, memberikan reward. Dan memberikan buku harian prestasi

Page 32: KAREN SOLIHIN.pdf

23

yang beretujuan untuk meningkatkan ibadah dan akhlak yang baik.

Dan beberapa pesan komunikasi yang diberikan guru kepada murid

dalam upaya meningkatkan akhlak yang baik adalah dengan beberapa

cara yaitu, melalui pesan komunikasi verbal dan pesan komunikasi

non verbal

Page 33: KAREN SOLIHIN.pdf

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis mengambil tempat penelitian

diperpustakaan Iman Jama‟, serta didukung dengan koleksi buku-buku di

perpustakaan, baik di perpustakaan Utama maupun Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karena penelitian ini adalah bersifat

kajian pustaka, maka yang menjadi objek penelitian pada skripsi ini adalah buku-

buku referensi dan literatur yang dapat dipertanggung jawabkan yang terkait

dengan pembahasan skripsi dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan yang

Terkadung dalam Surat Al-Ankabut ayat 16-24”. Penelitian ini berlangsung

selama empat semester.

B. Metode Penelitian

Dalam upaya mengungkap permasalahan yang dibahas, penulis

menggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu Penelitian yang menghasilkan

data deskriptif yang mendalam berupa kata-kata tertulis.37

Untuk memperoleh

data yang representatif, dalam pembahasan skripsi ini digunakan metode

penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan cara menelaah,

menganalisis, meneliti dari sumber rujukan atau literatur yang dapat di

pertanggung jawabkan tentang masalah yang berkaitan dengan pembahasaan

skripsi ini. Dimana sumber pokoknya (primer) adalah:

1. Al-Qur'an.

2. Empat buku Tafsir Al-Qur'an : Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-

Qur'an, karya M. Quraish Shihab. Tafsir al-Azhar, karya H. Abdullah Malik Karim

37

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta,

2010), Cet. Ke- 2, h. 352.

24

Page 34: KAREN SOLIHIN.pdf

25

Amarullah (Hamka), Tafsir Al-Maraghi, karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi, dan Shahih

Tafsir Ibnu Katsir, karya Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

3. Hadits-hadits Nabi SAW.

Disamping hal tersebut, juga merujuk pada buku-buku pendukung

(sekunder) baik yang ada hubungan langsung maupun tidak langsung. Sumber-

sumber pendukung ini antara lain adalah:

1. Buku-buku Tafsir yang dianggap memadai dan mewakili.

2. Buku-buku yang berisikan ilmu-ilmu tentang Al-Qur`an, atau yang

dikenal dengan „Ulum Al-Qur‟an.

3. Kamus-kamus yang memuat daftar kata-kata Al-Qur`an, yang mana isinya

merupakan petunjuk praktis untuk menemukan ayat-ayat. Dan dipakai

pula kamus-kamus lain yang relevan dengan pembahasan.

4. Sumber-sumber lain yang relevan dengan pembahasan.

Adapun metode yang digunakan dalam menafsirkan ayat yang dibahas

dalam skripsi ini, peneliti menggunakan metode tafsir Tahlili yaitu dengan

berupaya mengkaji ayat-ayat Al-Qur‟an dari segala berbagai macam aspek

pengetahuan dan maknanya atau (dalam hal ini QS. Al-Ankabut 16-24) dengan

menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan khusus atau tema sentral surah

tersebut,

Tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam penelitian tentang nilai-nilai

pendidikan dalam surah Al-Ankabut ayat 16-24 dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Menetapkan ayat yang akan diteliti sebagai obyek bahasan.

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

3. Diperlukan pengetahuan tentang latar belakang diturunkannya ayat/asbab

an-nuzul, yang dimaksudkan untuk mempermudah memahami pengertian-

pengertian ayat.

4. Diteliti juga munasabah bagian-bagian ayat dengan ayat atau dengan ayat-

ayat lain dan berbagai bentuk hubungan lain. Tampaknya hal ini dapat

Page 35: KAREN SOLIHIN.pdf

26

disejajarkan dengan memperhatikan kontek pembicaraan yang mengitari

ayat.

5. Jika diperlukan maka akan diperkaya dengan berbagai hadits Nabi Saw,

yang ada hubungannya dengan pembahasan. Karena hadits dapat

menjelaskan dan membantu mendapatkan pengertian makna yang

terkandung dalam Al-Qur`an.

6. Memperhatikan penafsiran-penafsiran para mufasir khususnya dalam

kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan utama dengan tidak

mengesampingkan referensi lain yang dapat membantu dalam memahami

tentang makna nilai pendidikan dalam surat tersebut.

7. Langkah berikutnya adalah pemeriksaan Tahlili, yakni usaha menafsirkan

ayat-ayat yang dijadikan obyek pembahasan. Dalam hal ini terbagi dalam

beberapa tahapan.Pertama,memilih, menentukan dan menjelaskan kata

kunci yang dapat membantu untuk memahami konsep nilai pendidikan

apa sajakah yang terkandung dalam ayat-ayat yang sedang dibahas, kedua

menafsirkan ayat-ayat yang menjadi obyek pembahasan dengan

menggunakan huruf bercetak tegak sebagai pembeda terjemahan ayat

yang dicetak dengan huruf italic (miring), ketiga menjelaskan konsep

nilai pendidikan yang ada dalam ayat yang menjadi obyek pembahasan.

Sedangkan teknik penulisan, penulis berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi” yang telah distandarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

C. Fokus Penelitian

Dalam membahas skripsi ini, penulis hanya fokus menelusuri kandungan

surah Al-Ankabut: 16-24, dengan melihat penafsirannya serta menganalisa dengan

merujuk kepada penafsiran para ulama untuk kemudian dijadikan sebagai

referensi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Pemilihan ayat yang

terkandung dalam surat Al-Ankabut: 16-24 ini.

Page 36: KAREN SOLIHIN.pdf

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Tafsir Surat Al-Ankabut Ayat 16-24

Surat Al-Ankabut yang berarti rumah laba-laba adalah nama surah yang

ke-29 di antara surah-surah di dalam Al-qur‟an, terdiri dari 69 ayat dan termasuk

dalam golongan surah-surah makiyyah. Nama surat ini diambil dari perkataan al-

ankabut yang terdapat pada ayat 41 surah ini. “Dinamakan demikian karena dalam

surah ini Allah swt mengumpamakan orang-orang yang menyembah berhala itu

seperti rumah laba-laba yang percaya kepada kekuatan rumahnya sebagai tempat

dia berlindung dan sebagai tempat ia menangkap mangsanya. Padahal apabila

ditiup angin atau ditimpa oleh suatu barang yang kecil saja, rumah itu akan

hancur. Begitu pula dengan kaum musyrikin yang percaya dengan kekuatan

sembahan-sembahan yang tidak mampu sedikitpun menolong mereka dari azab

Allah swt di dunia. Apalagi menghadapi azab Allah swt di akhirat nanti‟‟.38

Al-BIqa‟I berpendapat bahwa tujuan utama surah ini adalah perintah untuk

bersungguh-sungguh melaksanakan amr ma‟ruf dan nahi‟ munkar serta ajakan

menuju jalan Allah dan pujian atas-Nya tanpa jemu, sedangkan menurut

Thabathaba‟I berkesimpulan bahwa tujuannya adalah menjelaskan bahwa Allah

swt, menghendaki dari keimanan bukan sekedar mengucapkan: “Kami telah

beriman kepada Allah”, tetapi yang dikehendakinya adalah hakikat iman yang

tercermin pada keteguhan menghadapi gelombang fitnah dan penganiayaan, tidak

tergoyahkan oleh perubahan keadaan dan situasi, tetapi terus-menerus teguh

bertahan kendati penganiayaan silih berganti.39

Jika memperhatikan paparan atau penjelasan para ahli di atas bahwa salah

satu tujuan sentral dan yang paling utama diturunkannya surat ini yaitu

menjelaskan keteguhan hakikat iman meski berbagai macam ujian dan cobaan

yang dihadapi, tanpa ada perubahan sedikitpun dari keimanan tersebut

38

Ahsin w, Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Hamzah, 2006), Cet.2, h. 25-26. 39

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), h. 4.

27

Page 37: KAREN SOLIHIN.pdf

28

1. Tafsir Ayat

Al-Ankabut Ayat 16

يم إر قال لقو وٱتقوي رلكم خيشوإبش ٱعبذوا ٱلل لكم إن كىتم م

٦١تعلمون Artinya: Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Sembahlah

olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. yang demikian itu adalah lebih baik

bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al-Ankabut ayat 16).

Allah ta‟ala memberitahukan tentang hamba, Rasul, dan kekasih-Nya,

Ibrahim as sebagai pemimpin umat yang hanif bahwa dia mengajak kaumnya

untuk menyembah Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, serta memurnikan

ketakwaan dan permintaan rezeki hanya kepada-Nya semata tanpa sekutu bagi-

Nya. Nabi Ibrahim as mengajak mereka dengan dakwah yang sederhana dan jelas,

tak kompleks dan misterius. Dakwah itu disampaikan secara teratur dengan

cermat, sehingga sangat baik jika diteladani oleh pembawa dakwah. Ia memulai

dengan menjelaskan hakikat dakwah dan mengajak mereka kepada-Nya,

“Sembahlah olehmu Allah swt dan bertakwalah kepada-Nya.

Kata ta‟lamun terambil dari kata alima- ya‟lamu yang mempunyai arti

mengetahui, mempelajari. Dan dari ayat tersebut terdapat dorongan bagi mereka

untuk menghilangkan kebodohan dari diri mereka sendiri dan memilih kebaikan

bagi mereka..

Musthafa Al-Maraghi menafsirkan: “ingatkanlah kepada kaummu kisah

Ibrahim as setelah akalnya sempurna, mampu mengadakan penelitian, meningkat

martabatnya dari martabat kesempurnaan ke martabat memberi petunjuk kepada

manusia, dan melaksanakan dakwah kejalan yang haq, maka ia menyeru kaumnya

untuk menyembah Allah swt semata, yang tidak mempunyai sekutu, memurnikan

ibadah kepada-Nya, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun dalam

keadaan terang-terangan, dan menjauhi kemurkaan-Nya dengan melaksanakan

segala kewajiban-Nya dan menjauhi kemaksitan.”40

40

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, h. 218.

Page 38: KAREN SOLIHIN.pdf

29

Allah swt memerintahkan nabi Muhammad saw agar menceritakan kepada

kaumnya kisah nabi Ibrahim as. Setelah dewasa dan sempurna pertumbuhan

akalnya, sanggup untuk berpikir dan menganalisa sesuatu dengan objektif serta

telah memungkinkan untuk mencapai derajat kenabiaan yang sempurna, maka

Ibrahim as mulai mencurahkan perhatiaanya menyeru manusia untuk menerima

kebenaran yang dibawanya. Ia mengajak mereka untuk mengEsakan Allah swt

dalam ibadah dan membersihkan diri dari segala bentuk kemusyrikan. Ia juga

menyerukan agar mereka ikhlas mengabdi kepada Allah swt baik ketika seorang

diri atau dihadapan orang banyak, serta menjauhi murka Allah swt dengan

melaksanakan segala tugas dan kewajiban yang diperintahkan-Nya serta menjauhi

segala larangan-Nya

Maka penulis berkesimpulan dari uraian di atas bahwa untuk mencegah

diri dari segala kemusyrikan yang ada yaitu dengan cara mendekatkan diri kepada

Allah dengan sebenar-benarnya tanpa ada penyelewengan sedikitpun yang

mengenai tentang akidah, dan berilmulah karena dengan ilmu seseorang bisa

mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.

Al-Ankabut Ayat 17

أوثه ا وتخلقون إفكا إن ٱلزيه تعبذون إوما تعبذون مه دون ٱلل

لا يملكون لكم سصق ٱلشصق مه دون ٱلل ا فٲبتغوا عىذ ٱلل

ۥ إلي ٦١تشجعون وٱعبذوي وٱشكشوا لArtinya: Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala,

dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak

mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan

sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan

dikembalikan. (QS. Al-Ankabut ayat 17).

Kata autsanan adalah bentuk jamak dari kata watsan, yaitu berhala

yang berupa batu atau dari kayu dan memiliki bentuk seperti manusia atau hewan

Page 39: KAREN SOLIHIN.pdf

30

yang mereka pilih atau buat untuk disembah. Kata ini lebih khusus dari pada kata

ashnam, karena yang ini adalah berhala yang disembah walau hanya batu yang

tidak berbentuk.41

Kata autsanan dalam ayat ini berbentuk nakirah sehingga mengisyratkan

bahwa kepercayaan tentang ketuhanan berhala-berhala itu adalah kepercayaan

sesat yang tidak berdasar serta berupa kebohongan dan pemutar balikan fakta

karena berhala-berhala itu tidak mampu memberikan manfaat kepada

penyembahnya.42

Ahmad Mushtafa al-Maraghi menegaskan bahwa pada ayat ini “Allah swt

memberitahukan kepada orang kafir bahwa apa yang mereka sembah selain Allah

swt itu tidak lain hanyalah berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan

mereka sendiri, dan mereka berdusta ketika menamakannya sebagai Tuhan serta

mengakuinya dapat memberikan syafaat bagi mereka di sisi Tuhan”.43

Dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur‟an, dijelaskan bahwa nabi Ibrahim

menjelaskan kepada mereka kerusakan kepercayaan mereka selama ini ditinjau

dari beberapa segi. Pertama, mereka menyembah berhala-berhala selain Allah

swt, dan itu adalah penyembahan yang amat bodoh. Apalagi jika mereka

menghindar untuk menyembah Allah swt. Kedua, dengan penyembahan itu

mereka tidak bersandar pada dalil. Berhala itu hanyalah buatan mereka dengan

penuh misi dusta dan kebatilan mereka menciptakannya sebagai suatu ciptaan

yang tak ada cerita sebelumnya, karena mereka membuat sesuai dengan dorongan

diri mereka tanpa ada dasar dan kaidah yang menjadi pijakan mereka. Ketiga,

berhala-berhala ini tidak memberikan manfaat bagi mereka sedikitpun.44

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang mereka

sembah ini hanyalah berhala. Berhala itu adalah buatan tangan mereka sendiri,

lalu mereka beriman. Padahal berhala mereka terbuat dari batu atau dari kayu.

41

M. Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 461. 42

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Tafsirannya, (Jakarta: Departemen Agama RI,

2007), Cet I, h. 377. 43

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra.

1989), h. 218. 44

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2004), h. 95.

Page 40: KAREN SOLIHIN.pdf

31

Mereka membuatnya sendiri lalu kemudian mereka sembah dan mereka muliakan

dan mereka beri nama dan mereka Tuhankan, perbuatan mereka sudah nyata

dusta.

Kata rizqan terambil dari asal kata razaqa yarzuqu rizqon yang

artinya “tiap-tiap rizki yang memberi manfaat”.

Penulis menarik kesimpulan bahwa rizki itu adalah sesuatu hal yang dapat

memberikan asas manfaat terhadap orang lain yang datangnya langsung dari

Allah swt melalui perantara. Oleh karena itu dianjurkan kepada manusia agar

sekiranya terus meningkatkan ibadahnya dan meminta rizki kepada Allah, karena

Allahlah sang maha pemberi rizki dan memberikan kepada orang yang Ia

kehendaki-Nya.

Selanjutnya kata fabtaghu terambil dari kata bagha yang antara lain berarti

meminta atau menuntut sesuatu melebihi batas moderasi, baik dalam kuantitas

maupun kualitas.

Ahmad mustafa al-maraghi menjelaskan, maka carilah rizki dari Allah swt

bukan dari berhala-berhala kalian, niscaya kalian akan memperoleh apa yang

kalian cari itu dan beribadah kepada-Nya semata dan bersyukurlah atas segala

nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kalian seraya memohon tambahan dan

karunia-Nya.

Rizki itu menjadi pikiran utama banyak orang, terutama jiwa yang tak

dipenuhi dengan keimanan. Namun mencari rizki dari Allah swt adalah hakikat

yang bukan sekedar untuk mendorong kecendrungan yang tersimpan dalam jiwa.

Al-Ankabut Ayat 18

Page 41: KAREN SOLIHIN.pdf

32

. Artinya: dan jika kamu (orang kafir) mendustakan, Maka umat yang

sebelum kamu juga telah mendustakan. dan kewajiban Rasul itu, tidak lain

hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya." (QS. Al-

Ankabut ayat 18).

Ayat 18 di atas merupakan lanjutan nasihat nabi Ibrahim as kepada

kaumnya, setelah beliau melihat tanda-tanda penolakan mereka atau nasihat

tersebut beliau sampaikan sebelum beliau telah menyampaikan nasihat lalu

mereka menolak. Bisa juga ayat di atas adalah komentar sekaligus teguran dari

Allah swt kepada kaum musyrikin untuk memberikan penegasan bahwa tugas

Rasul hanyalah menyampaikan ajaran agama Allah dan mengajak kepada

kebeneran.

Ayat di atas dapat juga merupakan penjelasan tentang pendustaan dan

akibatnya yang akan dialami oleh mitra bicara yang menolak kehadiran rasul.

Seakan-akan menyatakan kepada kaum musyirikin bahwa keadaan kamu dalam

menolak ajaran rasul, serupa dengan keadaan umat-umat yang lalu. Mereka juga

mendustakan Rasulnya, sikap itu mengundang jatuhnya siksa Allah swt, mereka

tidak mampu menolaknya dan tidak juga ada yang menolong mereka.

Di dalam tafsir Fakhr al-Razi dikatakan dalam ayat ini terdapat dua khitab.

Pertama, menceritakan tentang kaum nabi Ibrahim as. Sebagaimana ibrahim

berkata kepada kaumnya “jika kamu mendustakan, maka umat-umat sebelum

kamu telah mendustakan”. Kedua, bahwasannya khitab itu adalah khitab terhadap

kaum nabi Muhammad dan penjelasannya, bahwasannya hikayat-hikayat yang

banyak itu untuk tujuan-tujuan tertentu. Tetapi hikayat itu merupakan hikayat

yang baik, oleh karena itu banyak sekali penghikayat mengatakan untuk apa aku

kehilangan hikayat ini. Nabi Muhamammad bermaksud memberi peringatan

kepada kaumnya mengenai umat-umat terdahulu, sehingga mereka mencegah

dirinya dari berbohong dan mereka menggigil karena takut siksaan, lalu Nabi

Muhammad bersabda pada pertengahan hikayatnya “hai kaumku, jika kamu

Page 42: KAREN SOLIHIN.pdf

33

mendustakan aku maka aku takut akan datang sesuatu (siksaan) yang datang

kepada umat-umat sebelum kamu”.45

Menurut Quraish Shihab ayat tersebut di atas merupakan bentuk

pendustaan kaum Nabi Ibrahim as dan akibat dari pendustaan tersebut, yang

menyatakan:

Wahai kaum musyrikin dan pendurhaka, siapapun kamu membenarkan

tuntunan Allah swt maka itu adalah untuk keuntungan kamu dalam kehidupan

dunia dan akhirat, dan jika kamu terus menerus mendustakan ajaran Allah swt

yang disampaikan oleh para rasul, maka kamu merugikan diri kamu sendiri. Dan

cukuplah kamu ketahui bahwa umat-umat yang sebelum kamu seperti umat Nabi

Nuh as, Ad dan Tsamud telah mendustakan para rasul mereka, lalu Allah swt

membinasakan yang durhaka dan menyelamatkan yang taat. Demikian mereka

merugikan diri sendiri dan tidak sedikitpun merugikan Allah swt atau para rasul-

Nya.46

Nabi Ibrahim as kembali memperingatkan kaumnya bahwa jika mereka

membenarkan apa yang telah disampaikan kepada mereka, pasti mereka akan

bahagia. Sebaliknya, mereka akan mendapat mudarat dan kesengsaraan jika tetap

mendustakan seruan Nabi seperti yang dialami orang-orang sebelum mereka yang

mendustakan para utusan Allah swt. Seperti yang telah dialami umat Nabi Nuh,

Nabi Hud, dan Nabi Saleh. Mereka semua telah disiksa oleh Allah swt akibat

kedurhakaannya. Di sisi lain, Allah swt menyelamatkan orang-orang yang

beriman beserta para rasulnya.47

Al-Maraghi menjelaskan, “Jika kalian membenarkan aku, maka

sesungguhnya kalian telah beruntung memperoleh kebahagiaan di dunia dan

akhirat. Maka sesungguhnya kalian tidak akan mendatangkan kemudharatan

pendustaan kalian itu, karena umat-umat sebelum kalian pernah mendustakan para

rasulnya, seperti kaum Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Hud, dan Nabi Saleh. Lalu

45

Muhammad al-Razi Fakhruddin, Tafsir Fakhru al-Razi, … h. 46. 46

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, h. 462-

463. 47

Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Tafsirannya, (Jakarta: Departemen Agama RI,

2007), Cet. 1, h. 378.

Page 43: KAREN SOLIHIN.pdf

34

berlakulah apa yang telah menjadi sunah Allah swt pada makhluknya, yaitu

keselamatan orang-orang yang membenarkan para rasulnya”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tugas rasul hanya

menyampaikan dakwah mengesakan Allah. Bila seseorang tidak mau beriman dan

tetap mendurhakai rasul, tidak akan mendatangkan kerugian kepada rasul itu,

tetapi justru menimbulkan kecelakaan bagi orang itu sendiri.

Al- Ankabut Ayat 19-20

Artinya: Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan

(manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali).

Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Katakanlah:

"Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan

(manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut ayat 19-

20).

Kata yarau terambil dari kata “ra‟a yang dapat berarti melihat atau

memandang.48

Thaba‟thaba‟I sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab memahami kata

tersebut dalam arti melihat dengan mata hati atau memikirkan bukan melihat

dengan mata kepala, sedangkan Thahir Ibn Asyur memahami kata tersebut dalam

48

Muhammad Idris Abdul Rauf al-Marbawi, Kamus Arab Melayu, h. 222.

Page 44: KAREN SOLIHIN.pdf

35

kedua makna di atas, yaitu melihat dengan mata kepala dan melihat dengan mata

hati.

Sebagian ulama memandang ayat ini ditunjukan kepada penduduk Mekkah

yang tidak mau beriman kepada Rasulullah. Tetapi Jumhur mufassir berpendapat

bahwa ayat ini masih merupakan rangkaian dari peringatan Nabi Ibrahim kepada

kaumnya.

Menurut Sayyid Quthb, “ini adalah khitab yang ditujukan kepada orang-

orang yang mengingkari Allah dan pertemuan dengan-Nya. Khitab melalui cara

Al-Qur‟an dalam menjadikan seluruhnya sebagai media pemaparan ayat-ayat

keimanan dan petunjuk-Nya dan lembaran yang terbuka bagi indra dan hati, yang

mencari ayat-ayat Allah di dalamnya, dan melihat bukti-bukti wujud-Nya dan

wihdaniyah-Nya. Maha benar janji dan ancamannya.”49

Di sini Allah menegaskan bila mana orang-orang kafir tetap tidak juga

percaya kepada Allah Yang Maha Esa seperti apa yang disampaikan oleh para

rasul-Nya, maka mereka diajak untuk melihat dan memikirkan tentang proses

kejadian dari mereka sendiri sejak dari permulaan sampai akhir. Allah

menciptakan manusia mulai dari proses di rahim ibu selama enam atau sembilan

bulan atau lebih. Setelah lahir manusia dilengkapi dengan kemampuan

pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran. Untuk menjamin kehidupannya, Allah

memudahkan sumber-sumber rizki guna menunjang kelestarian hidupnya. Apabila

telah datang takdir, Allah mewafatkannya melalui malaikat yang ditugaskan. Bagi

Allah membangkitkan manusia adalah mudah seperti mudahnya menciptakan

mereka.50

Kata yubdi‟u terambil dari kata bada‟a berkisar maknanya pada

memulai sesuatu. Dalam al-munjid kata bada‟a diartikan “iftahuhu qoddamuhu fil

amal atau memulai, mendahulukan dalam perbuatan”.51

49

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, h. 96. 50

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Tafsirannya, h. 380 51

Luis Ma‟luf, Al-Munjid, (Beirut, Dar el-Machreq, 1986), h. 28

Page 45: KAREN SOLIHIN.pdf

36

Maksudnya, Allah yang memulai penciptaan dipahami dalam arti “Dia

yang menciptakan segala sesuatu pertama kali dan tanpa contoh sebelumnya”. Ini

mengandung arti bahwa Allah ada sebelum adanya sesuatu. Dia menciptakan yang

tidak ada maka menjadi ada segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.52

Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “Allah memberitahukan tentang al-

Khalil as bahwasannya ia menegaskan hari kiamat kepada kaumnya yang

mengingkarinya. Penegasan itu melalui hasil penciptaan Allah yang dapat mereka

liat pada diri mereka sendiri, setelah sebelumnya mereka bukan apa-apa dan

bukan siapa-siapa, hingga datang suatu masa pengembalian pada asalnya, dan itu

mudah bagi Allah swt. Penegasan itu juga dilakukan dengan mengambil pelajaran

dari penciptaan langit dan bumi, makhluk-makhluk yang ada pada keduanya, dan

benda-benda yang ada diantara keduanya yang menunjukan kepada adanya

pembuat sebagai Pencipta Yang Mutlak, yang mengatakan pada sesuatu “jadilah”

maka ia pun menjadi”.53

Karena Allah berfirman yang artinya:

“Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulangnya kembali, dan itu

lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Maha Tinggi di langit dan di

bumi. Dan Dialah yang Maha perkasa Maha Bijaksana”.

Tegasnya ayat ini memperingatkan bahwa manusia seharusnya dapat

memahami betapa mudahnya bagi Allah menciptakan manusia, akan tetapi

mengapa mereka tidak mempercayai akan adanya hari kebangkitan pada hal itu

justru lebih mudah bagi Allah.

Sementara ulama membatasi kata ( ) al-khalq pada ayat ini dalam

pengertian manusia.”ini karena mereka memahami kata “yu‟iduhu” yakni

mengembalikan manusia hidup kembali di akhirat setelah kematiannya di dunia

ini”.54

52

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, h. 464. 53

Muhammad Nasib al-Rifa‟I, Kemudahan Dari Allah: Riangkasan Tafsir Ibn Katsir,

Terj, Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet ke-1, h. 723. 54

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan dan Kesan Keserasian al-Qur‟an, h. 465.

Page 46: KAREN SOLIHIN.pdf

37

Kata ( ) an-nasy‟ah terambil dari kata nasya‟a yaitu menjadikan

kejadian, pada ayat ini maksudnya Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw

untuk mengatakan kepada orang-orang musyrik, jika mereka belum juga

mempercayai keterangan-keterangan di atas antara lain yang disampaikan oleh

leluhur mereka dan bapak para Nabi yakni Nabi Ibrahim, Allah menganjurkan

agar mereka berjalan mengunjungi tempat-tempat lain seraya memperhatikan dan

memikirkan betapa Allah kuasa menciptakan makhluk-Nya.

Al-Maraghi menafsirkan ayat ini “Berjalanlah dimuka bumi ini dan

saksikanlah langit-langit dengan segala bintangnya yang terang, baik bintang yang

tetap maupun yang beredar, saksikanlah pula bumi dengan segala isinya, seperti

gunung, tanah rata, gurun pasir dan padang tandus, pepohonan dan buah-buahan,

serta sungai-sungai dan lautan. Semua itu menjadi saksi atas kebaruannya sendiri

dan atas adanya pembuatan yang apabila berkata kepada sesuatu “jadilah”, maka

terjadilah ia”.55

Perintah berjalan kemudian dirangkai dengan perintah melihat seperti

firman-Nya (siiru fii al-ardhi fandhuru) ditemukan dalam al-Qur‟an sebanyak

tujuh kali, ini mengisyratkan perlunya melakukan apa yang diistilahkan dengan

wisata ziarah. Dengan perjalanan itu manusia dapat memperoleh suatu pelajaran

dan pengetahuan dalam jiwanya yang menjadikannya menjadi manusia terdidik

dan terbina, seperti dia menemui orang-orang terkemuka sehingga dapat

memperoleh manfaat dari pertemuannya dan yang lebih terpenting lagi ia dapat

menyaksikan aneka ragam ciptaan Allah.56

Dengan melakukan perjalanan di bumi seperti yang telah diperintahkan

dalam ayat ini, seseorang akan menemukan banyak pelajaran yang berharga baik

melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam maupun dari

peninggalan-peninggalan lama yang masih tersisa puing-puingya.

Ayat di atas adalah pengarahan Allah untuk melakukan riset tentang asal

usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti. Sebagai tambahan

55

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, h. 222. 56

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan dan Kesan Keserasian al-Qur‟an, h. 468.

Page 47: KAREN SOLIHIN.pdf

38

perjuangan mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas atau kewajiban bagi

setiap muslim baik bagi laki-laki maupun wanita. Menurut Nabi tinta para pelajar

nilainya setara dengan darah para syuhada‟ pada hari pembalasan. Dengan

demikian para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid

dipandang sebagai “orang-orang terpilih” dalam masyarakat yang telah

termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan

ilmu pengetahuan mereka, hal ini sejalan dengan ayat Al-Qur‟an surat At-Taubah

ayat 122 yang berbunyi:

Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang

untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi

peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya

mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah ayat 122).

Sungguh dalam Islam mereka yang tekun mencari ilmu lebih dihargai dari

pada mereka yang beribadah sepanjang masa. Kelebihan ahli ilmu dari pada ahli

ibadah adalah seperti kelebihan Muhammad saw atas orang Islam seluruhnya.

Dikalangan kaum muslimin hadist ini sangat populer sehingga mereka

memandang bahwa mencari ilmu merupakan bagian integral dari ibadah.

Dalam Islam nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut

penyebarannya tidak pernah diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang yang

berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak kemudahan oleh

Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah berhasil meneruskan

dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut ilmu. Motivasi religius ini

juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla. Suatu tradisi ulama yang disebut al-rihla

fi talab al-„ilm. Suatu perjalanan dalam rangka mencari ilmu adalah bukti

sedemikian besarnya rasa keingintahuan dikalangan para ulama.

Page 48: KAREN SOLIHIN.pdf

39

Rihla tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan

kebutuhan untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai-nilai

religius. Hadist-hadist Nabi membuktikan suatu hubungan tertentu: “seseorang

yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali, ia memperoleh pahala

seperti orang yang berperang menegakan agama. Para malaikat membentangkan

sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa untuknya termasuk ikan”.

Islam secara mutlak mendorong para pengikutnya untuk menuntut ilmu

sejauh mungkin, bahkan sampai ke negri Cina. Nabi menyatakan bahwa “Jauhnya

letak suatu Negara tidaklah menjadi masalah, sebagai ilustrasi unik terhadap

kemuliaan nilai ilmu pengetahuan”57

. Siapapun sepakat hadist Nabi yang berbunyi

Utlub al-„ilm walau kana bi al-shin, menekankan betapa pentingnya mencari ilmu

terutama ilmu agama yang dikategorikan Imam Ghazali sebagai fardlu „ain.

Al-Ankabut Ayat 21

Artinya: Allah mengazab siapa yang dikehendaki-Nya, dan memberi

rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan hanya kepada-Nya-lah kamu

akan dikembalikan. (QS. Al-Ankabut ayat 21).

Ayat di atas menyebutkan hal yang terpenting dalam kehidupan dihari

kemudian (kiamat) kata “ ” terambil dari kata “qalaba-yaqlibu-qolban

yang berarti membalik”. Hati manusia dinamai qolb karena ia sering kali berbolak

balik, al-Maraghi menafsirkan kata tuqlabun yaitu kalian dihidupkan kembali

setelah mati, maksudnya ialah sekalipun pengembalian itu ditangguhkan, namun

kalian jangan mengira bahwa Dia akan luput dari kalian.

57

Abdurrahman Mas‟ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta:

Gama Media, 2002), h.24-27.

Page 49: KAREN SOLIHIN.pdf

40

Didahulukannya kata ilaihi atas tuqlabun untuk mengisyaratkan

kekhususan Allah dalam hal pengembalian itu. Yakni hanya kepada-Nya, tidak

kepada siapapun selain-Nya. Ketika itu amat jelas kekuasaan Allah, tidak ada

satupun yang terlihat memiliki walau sekecil apapun tanda-tanda kekuasaan.

Ketika faktor-faktor yang dapat memberi manfaat dan menampik mudharat yang

pernah diketahui dalam kehidupan dunia, semuanya hilang sirna dan punah karena

memang penentu dan pemberi manfaat dan mudharat, rahmat dan siksa hanyalah

Allah semata.

Dengan demikian berdasarkan pengertian yang telah disebutkan dari para

ahli tafsir diatas. Maka hemat penulis bahwa yang dimaksud tuqlabun ialah akan

ada suatu masa dimana manusia itu akan kembali pada sang Penciptanya. Allah

tidak pernah menjauhkan diri-Nya kepada makhluk-Nya justru terkadang manusia

itu sendiri yang menjauhkan diri-Nya terhadap Penciptanya. Dan jangan pernah

beranggapan bahwa Allah lupa dengan segala apa yang diperbuat atau yang

dilakukan oleh hamba-hambanya, Allah akan memperhitungkan semua amal

perbuatan manusia dan Dia pula yang menentukan pahala atau azab sebagai

imbalannya.

Menurut Quraish Shihab, ayat di atas menyebut hal yang terpenting dalam

kehidupan dihari kemudian, yaitu bahwa:

“Dia menyiksa dengan sangat adil dan setimpal siapa yang Dia kehendaki untuk

disiksa setelah terlebih dahulu menetapkan dan memaparkan dengan sangat jelas

hukum-hukum yang berlaku umum sehingga diketahui oleh semua pihak dan

merahmati serta melimpahkan aneka kebahagian berdasar anugrah-Nya semata

siapa yang Dia kehendaki untuk dirahmati di antara hamba-hamba-Nya, yaitu

yang taat dan patuh melaksanakan tuntunan-Nya dan hanya kepada-Nyalah

setelah kematian kamu akan dikembalikan untuk disiksa atau dirahmati.58

Potongan ayat ini menjelaskan kekuasaan mutlak Allah, Dia akan

mengazab siapa yang dikehendaki-Nya di antara orang-orang yang tidak mau

beriman dan orang yang beriman yang mengerjakan dosa. Azab tersebut tidak

hanya terbatas di akhirat saja, tetapi juga di dunia. Sebaliknya Allah akan

memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki dengan nikmat dan keutamaan-

Nya. Allah yang menetapkan sesuatu menurut apa yang diinginkan-Nya. Allah

58

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan dan Kesan Keserasian al-Qur‟an, h. 470.

Page 50: KAREN SOLIHIN.pdf

41

tidak bertanggung jawab kepada manusia tetapi manusia yang wajib bertanggung

jawabkan perbuatannya kepada Allah.

Kemudian Ibn Katsir lebih lanjut mengatakan bahwa “Allah mengazab

siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-

Nya. Dia tidak berkehendak kecuali berdasarkan keadilan. Maka Dia tidak berbuat

zalim seberat dzarrah pun, karena kezaliman itu diharamkan atas diri-Nya sendiri

juga dalam pergaulan di antara kita. Dan hanya kepada-Nyalah kamu akan

dikembalikan pada hari kiamat”.59

Azab dan rahmat mengikuti kehendak Allah. Karena dia telah menjelaskan

jalan petunjuk dan jalan kesesatan, serta menciptakan kesiapan dalam diri manusia

untuk memilih. Allah juga memudahkan baginya untuk memilih salah satu dari

dua jalan, dan manusia setelah itu menanggung konsekuensi atas apa yang dia

pilih. Namun, jika ia memilih jalan kepada Allah untuk berharap dan

mendapatkan petunjuk-Nya, maka kedua hal itu akan mengantarkannya kepada

pertolongan Allah baginya. Sementara itu, “jika ia berpaling dari dalil-dalil

petunjuk dan menghalangi orang dari petunjuk-Nya, niscaya perbuatannya itu

akan mengantarkannya kepada keterputusan dan kesesatan. Dan dari situlah

ditentukan apakah ia mendapatkan rahmat atau azab.”60

Dari beberapa penjelasan sebegaimana yang telah dikemukakan di atas,

dapat dipahami bahwa Allah menciptakan permulaan hidup dalam segala sesuatu

adalah semata-mata atas kekuasaan-Nya, niscaya Allah pun akan menjatuhkan

azab dan siksaan-Nya terhadap orang yang Dia kehendaki-Nya. Demikian pula

ketika Dia menurunkan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dia

terletak di antara dua jalan, yaitu jalan yang diberi petunjuk dan jalan yang

tersesat. Manusia diberi alat buat menempuh jalan itu, yaitu akal dan pikirannya.

Hingga jalan mana yang akan ia tempuh, akan tetapi Allah selalu menganjurkan,

memanggil dan membujuk agar jalan yang ia tempuh ialah jalan yang benar-benar

di ridhoi Allah, dan Allah berjanji akan menolongnya. Sebagaimana firman Allah

dalam surat Al-An‟am ayat 12 :

59

Muhammad Nasib al-Rifa‟I, Kemudahan Dari Allah: Riangkasan Tafsir Ibn Katsir,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cet. 1, h. 723. 60

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an DI Bawah Naungan Al-Qur‟an, h. 98.

Page 51: KAREN SOLIHIN.pdf

42

Artinya: Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di

bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." Dia telah menetapkan atas Diri-Nya

kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak

ada keraguan padanya. orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak

beriman. (QS. Al-An’am ayat 12).

Akhir ayat ini menyebutkan bahwa semua manusia akan dikembalikan

kepada Allah. Maksudnya sekalipun pengembalian itu ditangguhkan, namun

kalian jangan mengira bahwa Dia akan luput dari kalian, karena hanya kepada-

Nyalah kalian kembali, Dialah yang menghisab kalian dan pada-Nyalah tersimpan

pahala serta siksaan kalian.

Al-Ankabut Ayat 22

Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri (dari azab

Allah) di bumi dan tidak (pula) di langit dan sekali-kali Tiadalah bagimu

pelindung dan penolong selain Allah. (QS. Al-Ankabut ayat 22).

Kata Mu‟jizin terambil dari kata ajaza-ya‟jizu-ajzan yang

berarti lemah, dalam kamus al-Qur‟an kata Mu‟jizin diartikan: yang melepaskan

Page 52: KAREN SOLIHIN.pdf

43

atau yang terlepas, sedangkan al-Maraghi menafsirkan kata tersebut dengan

tafsiran menjadikan Allah lemah.

Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud

Mu‟jizin yaitu “sesungguhnya Allah tidak dapat dilemahkan oleh seorang pun di

antara para penghuni langit dan bumi-Nya, justru Dia-lah yang maha perkasa di

atas seluruh hamba-Nya, karena segala sesuatu butuh kepada-Nya”.61

Tidak ada yang mengalahkan dan menandingi kekuasaan Allah, Allah

berkuasa atas sekalian hamba-Nya. Semua makhluk membutuhkan-Nya, andaikata

seseorang pergi mencari tempat pelarian ke langit yang tinggi, atau bersembunyi

dalam perut ikan di laut, ia tak akan dapat melepaskan diri dari genggaman

kekuasaan Allah. Oleh karena itu tidak ada seorang pun di antara manusia yang

dapat mencari seseorang penolong yang akan melepaskannya dari azab dan

siksaan Allah, baik itu di langit maupun di bumi.

Kemudian Sayyid Quthb menyatakan tentang inti dari potongan ayat di

atas, “kemana lagi kalian mencari perlindungan dan penolong selain Allah?

Ataukah, kepada malaikat dan jin? Sementara semuanya adalah para hamba

ciptaan Allah yang tak dapat memberikan manfaat atau mudharat kepada diri

mereka, apalagi untuk orang lain.62

Kemudian Ibn Katsir lebih lanjut menyatakan bahwa „‟dan kamu sekali-

kali tidak dapat melepaskan diri dari azab di bumi dan tidak pula di langit, “tidak

ada seorang pun, baik di langit maupun di bumi, yang dapat melemahkan-Nya.

Dia tidak membutuhkan perkara selain-Nya”. Dan sekali-kali tiada pelindung dan

penolong selain Allah.

Dari beberapa penjelasan sebagaimana telah dikemukakan di atas, dapat

dipahami bahwa Allah tidak dapat dilemahkan oleh apa pun dan siapapun, karena

Allah maha berkuasa tidak ada yang mengalahkan dan menandingi kekuasaan

Allah, matahari yang begitu besar, tunduk tidak sanggup melawan peraturan-

peraturan yang telah Allah tetapkan, kononlah engkau, hai manusia! “dan tidak

ada bagi kamu selain Allah sebagai pelindung yang akan melindungi kamu jika

61

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, h. 223. 62

Sayyid Quthb, Tafsir Zilalil Qur‟an, h.99.

Page 53: KAREN SOLIHIN.pdf

44

diancam oleh sesuatu bahaya. Tidak seorang pun di antara manusia yang dapat

mencari seorang penolong yang akan melepaskannya dari azab dan siksaan Allah,

baik di langit maupun di bumi.

Penyebutan kata fi as-samaa‟I atau di langit pada ayat di atas

untuk mengisyratkan kemungkinan dugaan sementara pendurhaka bahawa ia

dapat berlindung ke langit seperti Fir‟aun yang berusaha membuat bangunan

tinggi menuju ke langit untuk melihat Tuhan Nabi Musa atau bahwa arwah

seseorang akan berada di langit.

Ibn „Asyur berpendapat bahwa penyebutan kata langit bertujuan

memupuskan sama sekali harapan mereka untuk memperoleh keselamatan,

walaupun sebenarnya mereka juga sadar tentang ketidak mampuan mereka berada

di langit. Sedangkan Thaba‟thaba‟I memahami kata di langit sebagai tempat

dimana jin dapat berada. Karena itu, ulama tersebut memahami ayat-ayat di atas

sejalan maknanya dengan firman Allah yang artinya:

“Hai jama‟ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)

penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya

kecuali dengan kekuatan”. (QS. Ar-Rahman ayat 21).

Al-Ankabut Ayat 23

Artinya: Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan

Pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu

mendapat azab yang pedih. (QS. Al-Ankabut ayat 23).

Page 54: KAREN SOLIHIN.pdf

45

Kata artinya mereka putus asa dari rahmatku

(Allah). Terambil dari kata “al-ya‟su yang bermakna ketiadaan ambisi atau putus

asa”.63

Sedangkan menurut Quraish Shihab kata “( ) dipahami dalam arti

surga”. Dalam al-Qur‟an sering kali kata rahmat digunakan untuk menunjuk surga

Seperti dalam QS. Al-Jatsiah: 45 dan QS. AL-Insan: 31. Penamaannya

demikian sangat wajar, karena memang surga adalah tempat memperoleh ganjaran

Ilahi sekaligus rahmat-Nya sebagaimana neraka tempat penyiksaan dan siksa-Nya.

Di sisi lain keputus asaan mereka itu dapat dipahami dalam arti “mereka

mengingkari keniscayaan kiamat” atas dasar pada hari kiamat akan ada surga dan

ada juga neraka, siapa yang tidak mempercayai adanya kiamat, maka dia pada

hakikatnya tidak percaya dan telah memutuskan harapannya untuk memperoleh

surga. Bisa juga penggalan ayat itu dipahami sebagai ketetapan Allah atas mereka,

yakni mereka tidak akan masuk surga, dan dengan adanya ketetapan tersebut,

mereka menjadi orang-orang yang berputus asa.

Ayat yang lalu memupuskan harapan kaum musyrikin untuk memperoleh

dan perlindungan dari siksa Allah. Kini melalui ayat di atas dipupuskan pula

harapan mereka untuk memperoleh surga.

Al-Marghi menafsirkan ayat tersebut:

“Dan orang-orang yang kafir kepada bukti-bukti yang telah ditegakan

Allah pada alam ini sebagai dalil atas ketauhidan-Nya dan bukti-bukti yang

diturunkan-Nya kepada para rasul-Nya yang menunjuk kepada keesaan-Nya itu,

serta mengingkari pertemuaan dengan-Nya dan kembali kepada-Nya pada hari

kiamat, maka mereka itu adalah orang-orang yang tidak mengharapkan rahmat-

Nya, karena mereka tidak takut kepada siksa-Nya, tidak pula mengharapkan

pahala-Nya dan mereka tidak akan menerima azab yang pedih di dunia dan di

akhirat.”64

63

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirannya, h. 379 64

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, h. 224

Page 55: KAREN SOLIHIN.pdf

46

Menurut Quraish Shihab potongan ayat ini mengandung pengertian bahwa,

“ Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah yakni mengingkari bukti-

bukti yang terbentang di alam raya dan mengabaikan tuntunan-tuntunan-Nya yang

terdengar dibaca dari kitab suci serta mengingkari pula pertemuan dengan-Nya,

yakni hari kebangkitan, mereka itu yang sungguh jauh dari peringkat kemanusiaan

bahkan binatang, telah berputus asa dari rahmat-Ku, yakni berputus asa untuk Ku-

perlakukan dengan perlakuan seorang yang kasih sehingga Ku-masukkan ke surga

dan sekali lagi mereka itulah yang sungguh jauh dari segala macam kebajikan

yang memperoleh secara wajar dan adil siksa yang pedih.

Lebih lanjut Quraish Shihab menyatakan bahwa, sebagaimana pada ayat

20 yang lalu, Nabi Muhammad SAW. Diperintahkan untuk menyampaikan

kandungan ayat 20 hingga ayat 22. Adapun ayat ini, maka ia tidak termasuk apa

yang diperintahkan untuk disampaikan oleh beliau, tetapi Allah yang langsung

berdialog dengan Nabi Muhammad SAW. Dan menyampaikan kepada beliau

melalui malaikat Jibril. Itu sebabnya pada ayat 23 ini, Allah menunjukan surga

dan menisbatkannya langsung kepada diri-Nya dengan menyatakan (rahmat-Ku)

serta mengulangi kata ( ) ulaa‟ika yang menggunakan bentuk tunggal,

yakni kepada Nabi Muhammad SAW sendiri, bukan bentuk jamak seperti

ulaa‟ikum. Pernyataan Allah secara langsung dengan menyebutkan kata rahmat-

Ku mengisyaratkan bahwa surga adalah hak prerogratif Allah SWT. Dia sendiri

yang berwenang menentukan siapa yang wajar mendapatkannya, sekaligus

mengisyaratkan bahwa penganugerahannya semata-mata adalah berkat rahmat

Allah, bukan hak yang dapat dituntut oleh hamba-hamba Allah seberapa

banyakpun amal salehnya.

Kemudian Hamka lebih lanjut menyatakan bahwa dan orang-orang yang

kafir dengan ayat-ayat Allah, ialah yang telah bertemu dengan tanda-tanda dan

bukti adanya Allah itu, namun dia masih saja tidak mau percaya bahwa Allah ada

atau diakuinya bahwa Allah ada, tetapi dia tidak mau percaya bahwa Allah Maha

Kuasa sendiri-Nya, tiada bersekutu yang lain dengan Dia. Dan dari hal yang akan

Page 56: KAREN SOLIHIN.pdf

47

bertemu dengan Dia”, artinya dia tidak percaya akan hari kiamat; “Itulah orang

yang telah berputus asa dari RahmatKu. “artinya tidak ada harapan lagi baginya

dengan mendapat rahmat Ilahi yang Dia telah mewajibkan atas diri-Nya akan

memberikan itu. Barulah keputusan itu akan hilang, jika orang itu mengubah

pendirian, “dan orang-orang itu, bagi mereka adalah azab yang pedih.”65

Kemudian Ibn Katsir menafsirkan potongan ayat di atas yaitu, dan orang-

orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya, yakni ingkar

terhadap ayat-ayat Allah dan kafir terhadap hari kiamat, mereka putus asa dari

rahmat-Ku, mereka tidak memperoleh bagian dari rahmat itu, dan mereka itu

mendapat azab yang pedih.

Ditujukan ayat ini langsung kepada nabi Muhammad saw. Bertujuan untuk

mengukuhkan hati beliau serta untuk menghindarkan para pendurhaka mendengar

langsung firman ini karena mereka adalah orang-orang yang tidak beriman,

demikian tulis Thaba‟thaba‟i.

Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari berbagai penjelasan di atas ialah

Allah mengancam orang kafir yang tidak mau membenarkan keterangan-

keterangan-Nya di atas bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah,

sehingga mereka berputus asa. Karena mengingkari keesaan Allah, mendustakan

para rasul yang diutus untuk mereka, serta tidak percaya akan adanya hari

kebangkitan. Berarti mereka tidak takut akan ancaman azab Allah dan tidak

mengharapkan balasan yang baik dari sisi-Nya. Oleh karena itu, wajar jika mereka

diancam dengan azab yang pedih di dunia maupun di akhirat.

Hal itu karena seseorang manusia tak merasa putus asa dari rahmat Allah

kecuali ketika hatinya kafir, dan terputus antara dirinya dan Rabnya. Demikian

juga ia tak kafir kecuali ketika ia telah berputus asa dari tersambungnya hatinya

dengan Allah, dan telah kering hatinya itu, sehingga tak lagi mempunyai jalan

menuju rahmat Allah. Dan akibat yang diterimanya yaitu “mereka itu mendapat

azab yang pedih.

65

Hamka, Tafsri Al-Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panji Mas, 1982) Juzz XX, h. 168.

Page 57: KAREN SOLIHIN.pdf

48

Al-Ankabut Ayat 24

Artinya: Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan:

"Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari api.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al-Ankabut ayat 24).

Kata adalah kata perintah dari kata “haraqa-yaharriqu-tahriqon”.

Asal kata ini dari “hariqa-yahriqu-harqan yang berarti terbakar”, tambahan

tasydid di sini untuk memberi makna “banyak”, oleh karena itu makna haraqa

adalah membakar dengan api yang sangat banyak. Kata ini memiliki makna lain

yaitu “menguliti dengan kikir sehingga sakitnya terasa panas” akan tetapi yang

dimaksud di sini adalah membakar dengan api yang besar.66

Quraish Shihab menafsirkan ayat di atas yaitu, mendengar nasihat itu,

maka tidak ada jawaban kaumnya yang sebenarnya sangat dikasihi oleh Nabi

Ibrahim as itu selain mengatakan dengan sangat kasar serta penuh kebencian.

Bunuhlah dia dengan pedang dan semacamnya atau bakarlah dia sampai mati,

akhirnya mereka sepakat memilih untuk membakar beliau. Mereka kemudian

mengumpulkan bahan bakar lalu menyulutnya dengan api sehingga lahir kobaran

api yang sangat besar dan yang panasnya menyengat siapapun yang berada

meskipun itu jauh jaraknya, karena itu mereka melempar Nabi Ibrahim as dengan

ketapel besar sehingga beliau terjatuh di tonggakan api yang menyala itu, lalu

dengan cepat dan tanpa berangsur Allah Yang Maha Kuasa, penolong dan

pelindung satu-satunya menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api yang sangat panas

itu.

66

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirannya, h. 383

Page 58: KAREN SOLIHIN.pdf

49

Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan, firman-Nya mengabadikan

ucapan Nabi Ibrahim as: “Bunuhlah atau bakarlah dia”, dapat dipahami bahwa

kaum Nabi Ibrahim as ketika ingin membunuh Nabi ibrahim dengan dua cara

yaitu membunuhnya dengan pedang atau dengan dilemparkannya ke dalam api

yang sangat panas, akan tetapi disini kaumnya lebih memilih untuk

membunuhnya dengan kobaran api agar tak tersisa sedikitpun jasad Nabi Ibrahim

as, akan tetapi Allah berkehendak lain Nabi Ibrahim diselamatkan dengan

mu‟jizatnya yang tak bisa terbakar oleh panasnya api neraka.

Sedangkan Ibn Katsir menafsirkan ayat ini, Allah ta‟ala memberitahukan

ihwal kaum Ibrahim bahwa setelah Ibrahim as menyampaikan nasihat yang

meliputi pentujuk dan penjelasan, maka jawaban mereka hanyalah, bunuh atau

bakarlah dia. Hal itu karena mereka kalah dalam berdebat, lalu mereka beralih

kepada penggunaan kekuatan raja, kemudian mereka mengumpulkan kayu bakar

hingga terkumpul banyak dan kemudian membakarnya hingga terbuatlah api yang

sangat besar. Ibrahim tak memiliki kekuatan dan kekuasaan sehingga ikut

campurlah kekuasaan Allah dalam bentuknya yang jelas yaitu dengan mukjizat-

Nya yang mana Nabi Ibrahim tak dapat dibakar dengan api.

Terselamatkannya Ibarahim as dari api dengan cara supranatural yang

menjadi kekuasaan Allah bagi orang yang hatinya siap untuk beriman, namun

kaum Nabi Ibrahim tetap saja tak beriman, meskipun mereka telah melihat tanda

kekuasaan Allah. Kenyataan ini menunjukan bahwa kejadian-kejadian

supranatural tak memberi petunjuk kepada hati. Akan tetapi kesiapan untuk

menerima petunjuk dan keimanan itulah yang mengantar seseorang kepada

keimanan.

B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an

Surat Al-Ankabut Ayat 16-24.

Al-Qur‟an sebagai landasan pokok serta pedoman hidup umat Islam, telah

banyak memberikan pelajaran tentang nilai-nilai serta norma-norma dalam segala

segi kehidupan. Salah satunya adalah dalam bidang pendidikan yang merupakan

faktor fundamental serta menjadi kebutuhan yang penting, dan telah menjadi hak

Page 59: KAREN SOLIHIN.pdf

50

semua manusia untuk menempatkan pembinaan, pemeliharaan, serta pendidikan

yang layak dalam menempuh kesuksesan hidup. Baik itu kebutuhan hidup di

dunia maupun keselamatan hidup di akhirat.

Al-Qur‟an surat Al-Ankabut ayat 16-24 merupakan beberapa ayat dari

sekian banyak ayat dalam Al-Qur‟an yang membahas masalah pendidikan. Dalam

hal ini ayat tersebut menunjukan akan adanya nilai-nilai pendidikan yang penting

untuk dibahas, seperti halnya nilai pendidikan ibadah dalam surat ini. Tentunya

para ulama sepakat bahwa hal yang membedakan orang yang beriman dengan

orang yang kafir dari segi ibadahya. Dalam surat Al-Ankabut ayat 16 merupakan

seruan Nabi Ibrahim kepada kaumnya untuk beribadah kepada Allah, perjuangan

khalilullah (kekasih) Allah yaitu Nabi Ibrahim as yang mengajak kaumnya untuk

mengesakan Allah dalam ibadah dan membersihkan diri dari segala bentuk

kemusyrikan, karena selama ini mereka menyembah berhala yang tidak lain

adalah hasil buatan tangan mereka sendiri.

Berdasarkan isi kandungan surat Al-Ankabut ayat 16-24 penulis

mengambil beberapa nilai pendidikan sebagai intisari yang akan menjadi

pembahasan dalam bab ini. Adapun nilai-nilai pendidikan tersebut meliputi:

pendidikan ibadah, nilai pendidikan iman kepada hari kebangkitan, nilai

pendidikan kewajiban belajar mengajar, nilai pendidikan mensyukuri, dan nilai

pendidikan sabar yang akan penulis jabarkan sebagai berikut:

1. Pendidikan ibadah

Terambil dari kata u‟buduu dari ayat yang akan diteliti, yang berasal dari

kata abada-ya‟budu yang artinya menyembah, bahwasannya ibadah merupakan

hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan ibadah

seseorang berinteraksi langsung dengan Tuhannya dan karena dengan ibadah pula

seseorang mendapatkan langsung martabat kesempurnaan di hadapan Tuhannya.

Ibadah adalah suatu wujud perbuatan yang dilandasi rasa pengabdian

kepada Allah swt.67

Ibadah juga merupakan kewajiban agama Islam yang tidak

67

Aswil Rony, dkk, Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman, (Padang:

Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat, 1999), h.18

Page 60: KAREN SOLIHIN.pdf

51

bisa dipisahkan, dari aspek keimanan, keimanan merupakan pundamen,

sedangkan ibadah merupakan manifestasi dari keimanan tersebut. Ibadah dalam

pengertian yang lebih luas mencangkup keseluruhan kegiatan manusia dalam

hidup di dunia ini, termasuk kegiatan duniawi sehari-hari, jika kegiatan itu

dilakukan dengan sikap batin serta niat pengabdian dan penghambaan diri kepada

Tuhan, yakni sebagai tindakan bermoral.68

Dapat dipahami bahwa ibadah merupakan ajaran Islam yang tidak dapat

dipisahkan dari keimanan, karena ibadah merupakan bentuk perwujudan dari

keimanan. Dengan demikian kuat atau lemahnya ibadah seseorang ditentukan oleh

kualitas imannya. Semakin tinggi nilai ibadah yang dimiliki akan semakin tinggi

pula keimanan seseorang. Jadi ibadah adalah cermin atau bukti nyata dari aqidah.

Dalam pembinaan ibadah ini, firman Allah swt dalam surat Taha ayat 132:

artinya : “Dan perintahakanlah kepada keluargamu mendirikan shalat

dan bersabarlah kamu mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki

kepadamu, kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di

akhirat) adalah bagi orang yang bertaqwa”69

(Q.S. Thaha: 132).

Seluruh tugas manusia dalam kehidupan ini berakumulasi pada tanggung

jawabnya untuk beribadah kepada Allah swt. Pada usia anak 6 sampai 12 tahun

bukanlah masa pembebanan atau pemberian kewajiban, tetapi merupakan masa

persiapan latihan dan pembiasaan, sehingga ketika anak memasuki usia dewasa,

pada saat mereka mendapatkan kewajiban dalam beribadah, segala jenis ibadah

yang Allah swt wajibkan dapat mereka lakukan dengan penuh kesadaran dan

keikhlasan, sebab sebelumnya ia terbiasa dalam melaksanakan ibadah tersebut.

a. Macam-macam Ibadah

68

Ibid, h. 60 69

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirannya, h.492

Page 61: KAREN SOLIHIN.pdf

52

Jika ditinjau lebih lanjut ibadah pada dasarnya terdiri dari dua macam

yaitu: pertama ; Ibadah „Am yaitu seluruh perbuatan yang dilakukan oleh setiap

muslim dilandasi dengan niat karena Allah swt ta‟ala. Kedua; Ibadah Khas yaitu

suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan perintah dari Allah swt dan rasul-

Nya. Contoh dari ibadah ini adalah:

1. Mengucap dua kalimat syahadat

Dua kalimat syahadat terdiri daru dua kalimat yaitu kalimat pertama

merupakan hubungan vertikal kepada Allah swt. Sedangkan kalimat

kedua merupakan hubungan horizontal antar setiap manusia.

2. Mendirikan Shalat

Shalat adalah komunikasi langsung dengan Allah swt, sesuai dengan

cara yang telah ditetapkan dan dengan syarat-syarat tertentu.

3. Puasa Ramadhan

Puasa adalah menahan diri dari segala yang dapat membukakan atau

melepaskannya satu hari lamanya, mulai dari subuh sampai terbenam

matahari.

4. Membayar zakat

Zakat adalah bagian harta kekayaan yang diberikan kepada yang

berhak menerimanya dengan beberapa syarat.

5. Naik haji ke Baitullah

Ibadah haji adalah ibadah yang dilakukan sesuai dengan rukun Islam

ke 5 yaitu dengan mengunjungi Baitullah di Mekkah, dan ibadah ini

hanya dilakukan bagi orang yang mampu.70

Kelima ibadah khas di atas adalah bentuk pengabdian hamba terhadap

Tuhannya secara langsung berdasarkan aturan-aturan, ketetapan dan syarat-

syaratnya. Setiap guru atau pendidik di sekolah mestilah menanamkan nilai-nilai

ibadah tersebut kepada anak didiknya agar anak didik tersebut dapat

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

70

Aswil Rony, dkk, Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman, (Padang:

Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat, 1999), h. 26-31

Page 62: KAREN SOLIHIN.pdf

53

Ibadah tersebut memiliki pengaruh yang luar biasa dalam diri anak, pada

saat anak melakukan salah satu ibadah, secara tidak langsung akan ada dorongan

kekuatan yang terjadi dalam jiwa anak tersebut. Jika anak tersebut tidak

melakukan ibadah seperti biasa yang ia lakukan maka dia merasa ada suatu

kekurangan yang terjadi dalam jiwa anak tersebut, hal ini dilatar belakangi oleh

kebiasaan yang dilakukan anak. Untuk itu setiap orang tua di rumah harus

mengusahakan dan membiasakan agar anaknya dapat melaksanakan ibadah shalat

atau ibadah lainnya setiap hari.

2. Nilai Pendidikan Sabar

Sabar diartikan tabah, yaitu dapat menahan diri dari hal-hal yang

bertentangan dengan hukum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit,

mampu mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang iman.71

Menurut M.

Quraish Shihab, sabar adalah menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu

yang baik atau lebih baik. Secara umum, kesabaran dapat dibagi dalam dua bagian

pokok: yaitu sabar jasmani dan sabar ruhani. Yang pertama adalah kesabaran

dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan

anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan

keletihan atau sabar dalam menerima cobaan-cobaan yang menimpa jasmani,

seperti penyakit, penganiayaan dan semacamnya. Sedangkan sabar ruhani

menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu seksual yang bukan pada

tempatnya.72

Kata sabar الصبش , dari segi bahasa berarti mencegah dan menahan. Yaitu

kedudukan tinggi yang tidak akan diraih kecuali oleh orang-orang yang memiliki

semangat tinggi dan jiwa yang suci. Dalam firman-Nya Qs-Luqman: 17

71

Ahsin, op. cit., h. 257. 72

M. Quraish Shihab, op. cit., h. 593.

Page 63: KAREN SOLIHIN.pdf

54

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.(Qs. Al-

Luqman [31]: 17)

Kata( )washbir `ala maa ashaa bak, yaitu “Dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.Selanjutnya, Rif`at Syauqi Nawawi

mengutip pendapat Imam Ghazali mengenai lingkup wilayah aplikasi sabar, yaitu

meliputi tiga wilayah, yaitu

a. Ash-Shabr fi ath-tha`ah (terus-menerus sabar menjalankan ketaatan ).

b. Ash-shabr `an al-ma`shiyyah (sabar dalam rangka menghindarkan diri dari

maksiat), dan

c. Ash-Shabr`alaal-mushibah (tegar dan sabar dalam menghadapi musibah).73

Dari paparan Imam Al-Ghazali tersebut dapat ditegaskan bahwa kesabaran

yang dimiliki manusia seharusnya menghasilkan sikap aktif dalam beberapa hal,

yaitu terus menerus menjunjung sikap taat kepada Allah, terus menerus berusaha

menghindarkan diri dan tindakan-tindakan maksiat kepada Allah, dan tetap tegar

dan optimis serta tabah dalam menghadapi hal-hal yang secara lahiriah tidak

menyenangkan, seperti bersabar dalam menghadapi berbagai keadaan yang tidak

sesuai dengan keinginannya.

Namun, sabar juga memiliki cakupan yang lebih luas daripada itu, antara

lain”.74

1. Sabar dalam menuntut ilmu

Diperlukan kesabaran bagi siapa saja yang menuntut ilmu. Betapa banyak

gangguan yang harus dihadapinya. Misalnya, dia harus bersabar menahan lapar,

kekurangan harta, jauh dari keluarga dan tanah airnya. Dia harus bersabar dalam

upaya menimba ilmu dengan cara menghadiri kuliah/kelas, mencatat dan

memperhatikan penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan sebagainya.

73

Rif`at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur`ani, (Jakarta: Amzah, 2011), Cet. I, h. 74. 74

M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi Muda,

(Bandung: Marja, 2012), Cet. I, h. 74.

Page 64: KAREN SOLIHIN.pdf

55

Yahya bin Abi Katsir pernah berkata,”Ilmu tidak akan pernah didapat

dengan banyak mengistirahatkan badan.” Seseorang yang menuntut ilmu

seringkali mendapatkan gangguan dan halangan, baik yang berasal dari dalam

dirinya maupun dari luar dirinya. Maka diperlukan kesabaran dan ketegaran dalam

menuntut ilmu agar tidak mogok ditengah jalan.

2. Sabar dalam mengamalkan ilmu

Demikian pula orang berilmu yang hendak mengamalkan ilmunya,

gangguan dari luar dan dari dalam dirinya seringkali menghadang. Seperti,

perasaan malu dan rendah diri atau tidak adanya kesempatan atau tidak adanya

penghargaan. Hal-hal seperti ini meski dihadapi dan dilalui dengan kesabaran,

sehingga ilmu yang dimiliki dapat diamalkan untuk kebaikan. Dengan demikian,

ilmu itu tidak menjadi beban yang akan diminta pertanggungjawaban di akhirat

kelak.

3. Sabar dalam berdakwah

Terlebih dalam berdakwah, rintangan dan godaannya lebih besar. Orang

yang berdakwah dan ingin mengajak orang lain ke arah kebenaran dan kebaikan

selalu dihadapkan pada tantangan. Oleh karena itu kesabaran merupakan kunci

utama untuk meraih keberhasilan dakwah tersebut.

Sabar merupakan pilar kebahagiaan seorang muslim. Dengan kesabaran,

seorang muslim akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten dalam menjalankan

ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Sifat sabar akan

membantunya untuk lebih tegar, mampu menahan amarah, tidak merugikan orang

lain, bersikap lemah-lembut, dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu. Ali

bin Abi Thalib Ra berkata”sabar bagi keimanan laksana kepala terhadap tubuh

apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan”.75

Sabar adalah kompas yang mengarahkan kita pada jalan yang lurus. Tanpa

sabar, iman seorang menjadi lemah dan pemahaman tauhidnya menjadi kacau.

Lebih dari itu, sabar merupakan indra keenam yang kita miliki. Melalui kesabaran

75

Ibid.,h. 73.

Page 65: KAREN SOLIHIN.pdf

56

ini, kita akan mampu menyingkap pusparagam misteri yang selama ini belum

terpecahkan. Seringkali kita putus asa, malas, cemas, dan ragu-ragu. Pada titik ini,

kita jelas membutuhkan sifat dan karakter diri yang mampu meneguhkan diri agar

mampu menjadi manusia berkarakter sempurna dan paripurna. Hal ini pula yang

harus dimiliki seorang guru. Sebabnya, tidak lain karena para anak didik memiliki

karakter dan kepribadian masing-masing. Tidak semua anak didik adalah pribadi

yang rajin, tekun, dan memperhatikan pelajaran. Tidak sedikit yang justru kerap

kali menampilkan aksi-aksi negatif, semisal mengganggu temannya, usil dalam

proses belajar-mengajar, tidak memperhatikan pelajaran guru, dan malas belajar.76

Disamping itu, guru juga menghadapi akal yang bervariasi dalam hal daya paham,

cara pandang, penerimaan materi dan lain sebagainya. Atau bisa jadi guru

dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan “iseng” atau yang bukan pada tempatnya

serta dikejutkan ditengah-tengah penyampaianya bahwa salah seorang siswanya

tidur atau tersenyum sendiri dan seterusnya.77

Menyikapi keadaan ini, tentu kesabaran menjadi sebuah pelita, sebuah

cahaya yang tidak akan pernah redup, apalagi padam. Kesabaran akan

membingkai semua tutur kata dan jalinan sikap seorang guru agar selalu dalam

kebajikan. Kesabaran menjadi obat dalam pusparagam “kenakalan” yang

ditampilkan anak-anak didik.78

Karena dengan kesabaran tersebut, ia akan

senantiasa terbimbing oleh sang maha pembimbing yang sempurna yaitu, Allah

Swt.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat

sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.(Qs

Al-Baqarah [2]: 153)

Di dalam kata “kesabaran” terdapat isyarat adanya proses yang harus

dihadapi seseorang. Kesabaran juga mengindikasikan kesiapan menerima

76

Asef Umar Fakhruddin, op. cit., h. 100. 77

Fu`ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op. cit., h .41. 78

Asef Umar Fakhruddin, op. cit., h. 101.

Page 66: KAREN SOLIHIN.pdf

57

tahapan-tahapan proses itu hingga sampai kepuncaknya. Mereka yang sabar

menjadikan proses itu sebagai bagian dari komitmen profesional. Orang-orang

profesioanal sangat memerlukan kesabaran, Karena hanya dengan kesabaran

mereka bisa mencapai puncak prestasi.79

Menahan emosi dan menundukannya merupakan indikasi kuatnya seorang

guru, bukan indikasi kelemahanya. Sehingga dengan karakter kesabaranya itulah

faktor kesuksesan seorang guru.

3. Pendidikan Mensyukuri

Terambil dari ayat di atas yang bertujuan untuk diteliti yaitu kata

“wasykuru” yang berasal dari kata syakara-yaskuru yang bermakna “membuka”.

Kata ini dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai rasa terima kasih

kepada Allah dan untunglah (menyatakan lega, senang dan sebagainya). Ini berarti

bersyukur adalah menampakkan nikmat yang Allah Swt berikan kepada kita, baik

dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.

Dalam kamus Al-Qur`an, syukur menurut bahasa adalah berterima kasih.

Adapun menurut istilah adalah merasa gembira dan puas serta berterima kasih atas

segala nikmat dan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu

syukur merupakan cara hamba untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Khaliq,

berapapun yang didapat, bagaimanapun hasilnya itu merupakan sebuah anugrah

yang mesti dan patut disyukuri sebagai makhluk Allah.

Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan tertentu, seperti

anugrah-Nya. Setiap anugrah ini, keimanan, kesehatan, dan segala bentuk ciptaan-

Nya merupakan anugrah untuk manusia agar mensyukuri karuni-Nya. Begitu juga

halnya dengan seorang guru pertama-tama harus bersyukur kepada Allah Swt,

Tuhan yang Maha Esa, atas semua nikmat yang telah Dia anugerahkan. Posisi,

jabatan dan status sosialnya di masyarakat sebagai guru merupakan karunia Allah

yang sangat besar. Ini mengingat jarang sekali ada orang yang secara sadar ingin

mengabdikan diri kepada Allah melalui profesi guru. Allah telah menunjuk dan

mempercayakan peran itu kepadanya, oleh karena itu dia wajib mensyukurinya.

79

Hamka Abdul Aziz, op. cit., h.101.

Page 67: KAREN SOLIHIN.pdf

58

Rasa bersyukur merupakan ibadah dan juga cara untuk melindungi kita

dari “penyimpangan”. Tidak bersyukur berarti melangkah menuju kerusakan dan

kejahatan, merupakan kelemahan-kelemahan, dan menjadi takbabur ketika mereka

semakin kaya dan berkuasa. Mereka yang menunjukan rasa syukurnya kepada

Allah swt disertai ilmu bahwa semua yang mereka capai adalah pemberian dari

Allah, berarti mereka mengetahui bahwasannya mereka bertanggung jawab

menggunakan semua rahmat ini dijalan Allah seperti kehendak-Nya. Itulah rasa

syukur kepada Allah yang didasari kerendahan hati dan kedewasaan para Rasul.

Ar-Raghib Al-Asfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa

Al-Qur‟an menulis dalam al-mufradat fi gharib Al-Qur‟an, bahwa kata “syukur”

mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya

kepermukaan”.

Syukur dapat dikualifikasikan menjadi tiga macam:

a. Syukur dengan hati, yaitu dengan merenungkan nikmat sendiri.

b. Syukur melalui lisan, yaitu dengan memuji dan menyanjung sang

pemberi nikmat.

c. Syukur dengan anggota badan, yaitu dengan membalas nikmat

(karunia) yang diterimanya sesuai dengan kemampuan dan etika

bersyukur.

Jika ditelisik lebih dalam tentang makna syukur dari sudut pandang

komunikasi dua arah antara yang bersyukur dengan yang disyukuri, maka katagori

syukur dibedakan menjadi tiga macam. “Pertama, syukur seseorang kepada

atasannya (yang keduanya lebih tinggi) notabene Allah dengan cara berbakti,

memuji dan berbakti kepadanya. Kedua, syukur seseorang kepada sesamanya

(yang sepadan) dengan cara membalas kembali pemberiannya sesuai dengan

kondisi dan kemampuan yang ada pada dirinya. Ketiga, syukur seseorang kepada

orang yang kedudukannya lebih rendah dari padanya, yaitu berupa pemberian

imbalan yang sepantasnya”80

80

Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, Berzikir dan Berfikir, h. 41-42

Page 68: KAREN SOLIHIN.pdf

59

4. Nilai Pendidikan Iman Kepada Hari kebangkitan

Yang dimaksud dengan hari akhir adalah saat Allah membangkitkan

kembali manusia untuk hidup kembali, setelah habisnya waktu yang ditentukan

ketika hidup di dunia. Hidup pada hari akhir dimaksudkan untuk memberi balasan

kepada setiap insan atas amal dan perbuatan yang telah diperbuatnya ketika hidup

di dunia.

Banyak orang yang berfikir bahwa kehidupan setelah mati tidak masuk di

akal dan bertanya bagaimana akan dibangkitkan sedang mereka telah menjadi

tulang dan debu. Tidaklah mereka pikir bahwa mereka diciptakan dari sesuatu

yang tidak ada sebelumnya, yang diawali dan diciptakan dari ribuan bahkan jutaan

air mani, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian dari segumpal daging,

sebagian ada yang jadi dan sebagian ada yang tidak jadi, lalu tersimpan di dalam

rahim sampai waktu tertentu, kemudian lahir sebagai bayi dan kemudian

dipelihara samapa pada umur tertentu sampai ia mempunyai kekuatan, hendaknya

mereka merenungkan betapa bumi itu tandus dan tidak tumbuh, tapi jika Allah

menurunkan hujan, maka segar dan mekarlah ia, dan tumbuhlah bermacam-

macam tumbuhan yang indah. “Ketahuilah bahwa Dia yang telah menciptakan

langit dan bumi, mampu menghidupkan yang telah mati karena Dia maha Kuasa

atas segalanya”.81

81

Abdul A‟la AL-Maududi, Esensi Al-Qur‟an, Filsafat Politik Ekonomi Etika, (Jakarta:

Mizan), h. 20.

Page 69: KAREN SOLIHIN.pdf

60

Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari

suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air

mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani

itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan

segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,

lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami

jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,

Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu

sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian

akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (QS. Al-Mu’minun ayat

12-16).

Beriman kepada hidup sesudah mati adalah ajaran pokok agama Islam

yang terkahir. Perkataan yang biasa digunakan oleh al-Qur‟an untuk menyatakan

hidup sesudah mati ialah al-akhirat, kata akhir adalah lawan kata awal

(permulaan). Jadi kata akhir adalah bermakna kesudahan. Selain kata al-akhirat,

digunakan pula kata yaumul akhir artinya hari akhir, kadang-kadang digunakan

pula darul akhirah artinya tempat tinggal terakhir.

Artinya: Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman

kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan

orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah ayat 8).

Demikian terlihat bahwa keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan

keimanan kepada hari kemudian. Memang keimanan kepada Allah tidak

sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir. Hal ini disebabkan

keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan

sempurna motivasinya dengan keyakinan tentang adanya hari kemudian. Karena

kesempurnaan ganjaran dan balasannnya hanya ditemukan dihari kemudian nanti.

Page 70: KAREN SOLIHIN.pdf

61

Jika masih ada orang yang ragu tentang berulangnya kehidupan manusia

sesudah mati, hendaklah ia meneliti periode-periode dalam hidupnya. Dia pasti

akan melihat gejala-gejala kekuasaan Ilahi yang Maha Kuasa dan pencipta segala

sesuatu yang sangat menakjubkan. Dan pastilah pula keindahan ciptaan Allah di

atas bumi yang luas terhampar.82

Banyak redaksi yang digunakan Al-Qur‟an untuk menguraikan hari akhir,

misalnya yaum al-ba‟ts s (hari kebangkitan), yaum al-qiamah (hari kiamat), yaum

al-fashl (hari pemisah antara pelaku kebaikan dan kejahatan). Al-Qur‟an

menguraikan masalah kebangkitan secara panjang lebar, kata al-yaum al-akhir

saja terulang sebanyak 24 kali, di samping kata akhirat yang terulang sebanyak

115 kali. Ini menunjukan betapa besar perhatian Al-Qur‟an dan betapa penting

permasalahan ini. Banyak juga sisi dari “hari” tersebut yang diuraikan Al-Qur‟an,

dan uraian itu yang tidak jarang berbeda informasinya; bahkan berlawanan

diletakkan dalam berbagai surat. Seakan-akan Al-Qur‟an bermaksud untuk

memantapkan keyakinan tersebut bagian demi bagian serta fasal demi fasal dalam

jiwa pemeluknya. Di sisi lain, banyak pula cara yang ditempuh Al-Qur‟an ketika

menguraikna masalah tersebut serta banyak pula pembuktiannya.83

Allah telah berfirman (Q.S Al-Haqqah :13-16)

Artinya : Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup dan diangkatlah

bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka

82

Anshori Umar Sitanggal, Islam Membina Masyarakat Adil Makmur, (tt: Pustaka Dian,

1984), cet. I, h, 88 83

Qurais Shihab, wawasan Al-Qur‟an Tafsir Maudhi‟I atas Pelbagai Permasalahan

Umat, (Bandung: Mizan, 1996), cet II, h. 81

Page 71: KAREN SOLIHIN.pdf

62

pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari

itu langit menjadi lemah.

Maksudnya: ialah tiupan yang pertama yang pada waktu itu alam semesta

menjadi hancur.

Banyak sekali ayat Al-Qur‟an yang berbicara tentang kehancuran alam

raya, matahari digulung, bulan terbelah, bintang-bintang pudar cahanyanya,

gunung dihancurkan sehingga menjadi debu yang beterbangan bagaikan kapas dan

sebagainya, itu semua merupakan kehancuran total, bukan sebagian tertentu saja

dalam raya ini.

5. Nilai Pendidikan Belajar Mengajar

Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu

dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia,

sebagaimana yang telah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah

fil ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya jika bukan karena

bimbingan dan hidayah Allah. Namun manusia tidak pula begitu saja mampu

menelan secara mentah-mentah apa yang dilihatnya tetapi dengan cara mengamati

dan belajar memahami tentang semua ciptaan alam semesta ini yang diciptakan

oleh Allah, dan tidak hanya berhenti disitu, manusia seletah mengetahui tentang

sesuatu, itu wajib diajarkan atau diamalkan ilmunya agar fungsi kekhilafahan

manusia tidak terhenti pada satu masa saja. Dan semua itu sudah di atur oleh

Allah swt.

Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. tanpa ilmu

manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan

mampu merubah suatu peradaban. Bahkan tanpa ilmu pun manusia tidak akan

merubahnya menjadi lebih baik.

Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan

kewajiban bagi setiap muslim, sangat tepat wahyu pertama turun kepada Nabi saw

mengisyaratkan tentang perintah membaca (menuntut ilmu).

Page 72: KAREN SOLIHIN.pdf

63

Kata iqra‟ terambil dari kata qara‟a yang pada mulanya berarti menghimpun.

Apa bila kita merangkai huruf kemudian mengucapkan rangkaian tersebut maka

kita sudah menghimpunnya yakni membacanya.84

Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu

teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar

oleh orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata

tersebut. Antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti,

mengetahui ciri-ciri sesuatu dan lain sebagainya.

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa ketika Nabi saw diperintahkan untuk

membaca iqra‟ oleh malaikat Jibril, Nabi saw bertanya ma Aqra‟? tetapi malaikat

Jibril tidak menjawabnya. Ada yang berpendapat pertanyaan itu tidak dijawab,

karena Allah menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa saja, selama

bacaan tersebut Bismi Rabbika, dalam arti bermanfaat untuk manusia dan dirinya

dunia dan akhirat. Demikian Allah memberikan stimulus kepada manusia, agar

senantiasa mengerahkan segala daya dan upayanya dalam menuntut ilmu.

Syekh Abdul Halim Mahmud sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab beliau

menulis dalam bukunya al-Qur‟an Fi Syahr al-Qur‟an: “dengan kalimat iqra‟

bismi Rabbika, al-Qur‟an tidak hanya sekedar menyuruh membaca, tetapi

membaca adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang

sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya

ingin menyatakan “bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu,

bekerjalah demi Tuhanmu”. Demikian juga ketika kita berhenti melakukan

aktifitas hendaklah didasari pada bismi Rabbikai sehingga akhirnya ayat itu berarti

“jadilah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuanmu, kesemuanya

demi karena Allah semata”.

Segala potensi yang dimiliki manusia sebagai jalan untuk mengetahui sesuatu

baik berupa isyarat yang jelas (tampak) maupun yang tersembunyi yang hanya

mampu ditangkap dengan indra yang abstrak merupakan cara Allah mendidik

manusia.

84

M. Quraish Shihab, Tafisr Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 392.

Page 73: KAREN SOLIHIN.pdf

64

Quraish Shihab mengatakan ,”Al-Qur‟an sejak dini memadukan usaha dan

pertolongan Allah, akal dan Qolbu, pikir dan zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa

qalbu menjadikan manusia seperti setan. Iman tanpa ilmu sema dengan pelita

ditanya bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita ditangan pencuri.

Page 74: KAREN SOLIHIN.pdf

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Untuk mengakhiri uraian dari bab-bab sebelumnya dalam pembahasan

skiripsi ini, maka pada bab penutup ini dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai

berikut:

Nilai pendidikan yang diajarkan dalam surat Al-Ankabut ayat 16 sampai

ayat 24 adalah:

1. Ibadah: adalah suatu wujud perbuatan yang dilandasi rasa pengabdian

kepada Allah swt, yang juga merupakan kewajiban agama Islam yang

tidak bisa dipisahkan dari aspek keimanan. Keimanan merupakan

pundamen, sedangkan ibadah merupakan manifestasi dari keimanan

tersebut.

2. Sabar: adalah dapat menahan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan

hukum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu

mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang iman, demi mencapai

sesuatu yang baik atau lebih baik, dengan sabar akan menjadikan orang

memiliki sikap tawadlu, rendah hati, tidak sombong dan selalu bersyukur

atas cobaan yang menimpanya.

3. Syukur adalah proses kejiwaan dan ungkapan batin atas apa yang

diperolehnya. Sikap dan sifat syukur ditunjukan dalam meningkatkan amal

ibadah dan ikhtiar yang semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk

Allah, yang disertai dengan kesungguhan untuk terus memperbaiki segala

amalnya.

4. Keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari

kemudian (kehidupan setelah mati), keimanan kepada Allah tidak

sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir, dengan beriman

kepada hari akhir manusia akan sadar bahwa ada kehidupan setelah

kematian, yang di dalamnya terdapat balasan ketika manusia hidup di

dunia.

65

Page 75: KAREN SOLIHIN.pdf

66

5. Belajar mengajar adalah suatu keharusan dilakukan oleh seseorang

muslim dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan Allah

swt. Dan orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki

kedudukan yang sama dengan kebaikan orang yang berjihad di medan

perang melawan orang kafir.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka

penulis memberikan saran-saran berikut:

1. Orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga serta pendidik pada

umumnya berkewajiban menanamkan nilai-nilai pendidikan agama yang

bersumber pada Al-Quran dan Hadis, sebagai upaya untuk membentuk

kepribadian muslim yang diharapkan.

2. Orang tua hendaknya mengajarkan ibadah sebagai pendidikan yang paling

utama kepada anak, karena pada dasarnya pendidikan ibadah merupakan

hal yang paling sentral dalam membentuk kepribadiaanya yang lebih baik.

3. Orang tua hendaknya menanamkan pendidikan sabar kepada anak, yang

bertujuan agar tertanam di dalam diri anak sifat tersebut yang dapat

membawa dampak positif terhadap perkembangan anak itu sendiri.

4. Orang tua hendaknya menanamkan pendidikan syukur, karena bersyukur

atas nikmat dan karunia Allah akan membantu jiwa, mendekatkan kepada

Tuhannya dan mendorongnya untuk menggunakan nikmat-nikmat itu

sebaik-baiknya sesuai dengan pedoman Allah dan Rasulnya.

5. Orang tua hendaknya menanamkan pendidikan iman kepada hari

kebangkitan, agar anak ingat akan adanya kehidupan sesudah mati dan

balasannya, dengan adanya keimanan kepada hari kebangkitan dan

adanya hari pembalasan di akhirat atas perbuatan yang pernah dilakukan

seseorang di dunia sesuai dengan kelakuan masing-masing, akan

memelihara anak dari kejahatan dan akan mengarahkannya untuk berbuat

baik.

Page 76: KAREN SOLIHIN.pdf

67

6. Orang tua hendaknya memberikan motivasi kepada anak untuk menuntut

ilmu, menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia.

Tanpa ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu

manusia tidak akan mampu merubah suatu peradaban, bahkan dirinya pun

tidak bisa menjadi lebih baik. Dan mengajarkan ilmu kepada orang lain.

Menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya di sisi Allah dengan

jihad. Barang siapa yang memberi contoh kebaikan, kemudian kebaikan

itu dicontoh oleh orang lain, maka dia akan mendapat kebaikan yang

sama dengan orang yang melakukan tersebut, tanpa mengurangi pahala

orang yang melakukannya, begitu juga sebaliknya.

Page 77: KAREN SOLIHIN.pdf

68

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, Berzikir dan Berfikir.

Abidu, Yunus Hasan. Tafsir Al-Qur`an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir,

Jakarta: GayaMedia Pratama, 2007.

al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, , Semarang: Toha

Putra. 1989.

al-Marbawi, Muhammad Idris Abdul Rauf, Kamus Arab Melayu.

AL-Maududi , Abdul A‟la, Esensi Al-Qur‟an, Filsafat Politik Ekonomi Etika,

Jakarta: Mizan.

al-Rifa‟I, Muhammad Nasib, Kemudahan Dari Allah: Riangkasan Tafsir Ibn

Katsir, Terj, Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Anwar, Rosihun. Samudera Al-Qu‟ran, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya.

Fakhruddin, Muhammad al-Razi, Tafsir Fakhru al-Razi.

Hafidz, Hasan, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, Solo: Ramadhani, 1989.

Hamka, Tafsri Al-Azhar, Jakarta: PT Pustaka Panji Mas, 1982.

Isna, Mansur, Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Global Pustaka Utama,

2001.

Kholiq ,Abdul et.al, Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999.

M.S , H. Titus, , et al, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang,

1984.

Ma‟luf, Luis, Al-Munjid, Beirut, Dar el-Machreq, 1986.

Ma‟rif, A. Syafi‟f et.al, Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta,

Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1991.

Mahli , A. Mudjab, Pembinaan Moral di Mata Al-Ghzali, Yoghyakarta: BFE,

1984.

Page 78: KAREN SOLIHIN.pdf

69

Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT Al-Ma‟rif,

1989.

Mas‟ud, Abdurrahman, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,

Yogyakarta: Gama Media, 2002.

Mujib, Abdul dan Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda

Karya,1993,

Mujib,Abdul dan Muhaimin, , Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya.

Mulkhan, Abdul Munir, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren;

Religiusitas IPTEK, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Mustafa, A., Akhlak Tasawuf, Jakarta: Pustaka Setia, 1999.

Nata , Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner,

Jakarta, 2010.

Nata, Abudin dan Fauzan, Pendidikan dalam Persepektif Hadist, Jakarta: UIN

Jakarta press, 2005.

Nawawi, Rif`at Syauqi, Kepribadian Qur`ani, Jakarta: Amzah, 2011.

Pamungkas, M. Imam, Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi

Muda, Bandung: Marja, 2012.

Pur, Rasyid Majid, Membenahi Akhlaq Mewarisi Kasih Sayang, Bogor: Cahaya,

2003.

Purwadarminta, W.JS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,

1999.

Quthb, Sayyid, Fi Zhilalil Qur‟an Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, Jakarta: Gema

Insani Press, 2004.

Rony, Aswil, dkk, Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman, Padang:

Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat, 1999.

Sastraprtedja, M, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: Gramedia,

1993.

Page 79: KAREN SOLIHIN.pdf

70

Setiawan, M. Nur Kholis, Al-Qur‟an Kitab Sastra Terbesar ,Yogyakarta: eLSAQ,

2005.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur‟an,

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Shihab, Qurais, wawasan Al-Qur‟an Tafsir Maudhi‟I atas Pelbagai

Permasalahan Umat, Bandung: Mizan, 1996.

Sitanggal, Anshori Umar, Islam Membina Masyarakat Adil Makmur, tt: Pustaka

Dian, 1984.

Syam,Mohammad Nor, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filasafat Pancasila,

Surabaya: Usaha Nasional, 1986.

Syihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 2000. Tafsir.

“Pendidikan Agama Islam di Sekolah Salah Paradigma”Media

Indonesia Jum‟at, 03 Desember 2004.

Thoha , HM. Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996.

Tilaar, H.A.R, Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif

Postmodernisme dan Studi Kultural, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,

2005.

W, Ahsin, Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an, Jakarta: Hamzah, 2006.

Page 80: KAREN SOLIHIN.pdf

LEMBAR UJI REFERDNSI

Nama :Karen Solihin

NIM :109011000243

JudulSkripsi : Nilai-NilaiPendidikan Yang TerkandungDalam Surat Al-

Ankabut Ayat 16-24.

No ReferensiNomor

Footnote

I{alaman

Skripsi

Para{Dosen

Pembimbing

BAB I PENDAHULUAN

Yunus Hasan Abi&t, Tafsir Al-Qur'an SejarahTafsir dan Metode Para Mtfasir, (Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2007), Cet. Ke-1, h. Viii.

1 1

2. M. QuraishSyihab, Wawasan Al-Qur'an,(Bandung: Mizan,2000), Cet. 10. h. 12.

2 2

-t Rosihun Anwar, Samudera AI-Qu'ran,(Bandung: PustakaSetia, 2001), Cetke- I, h.

173.

3 2 +4. Ahmad Tafsir, "Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Salah Paradigma"Media Indonesia(Jum'at, 03 Desember 2004), h. 3.

4 3< +5. A. Syafi'fMa'rif et.al, Pendidikan Islam di

Indonesia antaraCitadanFakta (YogyakartaPT. Tiara Wacana, l99l), h 15.

5 4

>6. H.A.R Tilaar, Manifesto P endi dikanNas ional,

Ti nj au a n dc r i P e rsp ektifP o s tmo d e rn is me dan S tu diKulhtral (Jakarta: PenerbitBukuKompas,20os), h 119.

6 4

7. Abdul MunirMulkhan,Reko n st rul<s i P en di dikan d anTr a di s i P es ant ren ;Religiusiras IPTEK (YogYakarta:

PustakaPelajar, 2000), h. 1 1 1 -1 12.

7 5

<_ (!8. M. NurKholisSetiaw an, Al-Qur' an Kitabsastra 8 5 '--b----.-.

Page 81: KAREN SOLIHIN.pdf

Terbesar (Y ogyakarta: eLSAQ, 2005), h. 1.

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSITINDAKAN

9. HM. ChabibThoha, KapitaSelektaPendidikanIslam, (Yogyakarta: PustakaPelajar,l996), h.

61.

1 9 s+--b)

10. W.JS. Purwadarminta, KamusUmum BahasaIndonesia, (Jakarta :BalaiPustaka, 1999) , h.

677.

2 e<

1l H. Titus, M.S, et dl, Persoalan-persoalanFilsafat, (Jakarta :BulanBintang,1984),h. 122.

9

12. Muhaimindan Abdul Mujib,PemilciranPendidikan Islam, (Bandung:TrisendaKarya.l993), h. 61.

4 9

13. ChabibThoha, dldcKapitaSelektaPendidikanIslam, (yogyakarta :PustakaPelajar, 1996),cet.l. h. 78.

5 10-- ( >.\r-

14. Muhaimindan Abdul Muji,PemikiranPendidikan Islam'.K aj i an F i lo s ofi s dan K e r an gkaD a s a r Op e ra s i o ntt Inya, (Bandung: TrigendaKarya, 1993), h. 111.

6 t0

15. Mansur Isna, DiskursusPendidikan Islam,(Yogyakarta: Global PustakaUtama, 2001), h.

98.

l i0 I<--<f:>

i

16. Muhaimindan Abdul lvtftjlb,PemikiranPendidikan Islam:K ai i anFi I o s ofi s danKer angkaD as ar O p e r as i o n a In ya. (Bandung: TrigendaKarya, 1993),h. 111.

8 11

17. Mansur Isna, DiskursusPendidikan Islam,(Yogyakarta: Global PustakaUtama, 2001), h:99.

9 11

18. Mohammad NorSyam,P endi dikan F i I s afa t d an D as a r F i I a s afatPancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986),h. t37.

10 12

{)

19. Mohammad NorSyam,P endi dikanF i ls afa t d an D a s ar F i I a s afa tPancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986),h. 137.

11 t2 --.--.--{_-----t v)

Page 82: KAREN SOLIHIN.pdf

20. MajidRasyidPw,lfiembenahi Akhl aq M ew ari s i Kas i h Say an g,(Bosor: Cahaya 2003), Cet. I, h. 1.

12 13 /---t------\-.....- S_2

21.Pr;r.,l4 emb e nahiAkh I aq Mew a ri s i Kas i hSay ang,(Bogor: Cahaya. 2003), Cet. I, h. 2.

MajidRasyid 13 14

22. Hasan Hafrdz, Dasar-dasarPendidikandanllmuJiwa, (Solo:Ramadhani, 1989), h. 12.

14 t4 -S--t-23. Ahmad D. Marimba,

PengantarFilsafatPendidikan, (Bandung: PTAl-Ma'rif, 1989), h. cet,VIII, h. 19.

15 14\AJ

24. M Sastraprtedja,PendidikanNilaiMemasukiTahun 2000,(Jakarta: Cramedia, 1993). h. l.

16 15

/\ Abdul Kholiq et.al, PemikiranPendidikanh I am, (Y ogy akarta: PustakaPel ajar, 1.999), h.

17 1s< \a--->

I

zo. Abudin Nata danFauzan,PendidikandalamPersepektifiIadisr, (Jakarta:

UIN Jakarla pres s.2005), h.27 4.

18 16 'T=27. A. Mustafa, AkhlakTasawuf, (Jakarta:

Pustakasetia, 1999), h. 197.

19 16! rF28. A. Mustafa, AkhlakTasawuf, (Jakarta:

PustakaSetia, 1999), h. 198.

20 17 -----\:)

29. A. Mustafa, AkhlakTasaywf, (Jakarta:

PustakaSetia, 1999), h. 200.2t 17 F

30. Departemen Agama, Al-Qur'an danTerntahnya,oo. cit., h. 862.

22 1,9 F31. Departemen Agama, Al-Qur'an danTermahnya,

op. cit., h.473.23 20 <T=----.-F

32. Departemen Agama, Al-Qur'an danTermahnya,op. cit., h. 473.

24 20 +13. Departemen Agamq Al-Qur'an danTermahnya,

op. cit., h. 399.25 21 .F

14. Departemen Agamq Al-Qur'an danTermahnya,op. cit., h.231.

26 2t P35. A. MudjabMahli, Pembinaan Moral di Mata

Al-Ghzali, (Yoshyakarta: BFE, 1984), h. 257.

2'7 22 .u36. Abudin Nata, AkhlakTasawuf, (Jakarta: PT.

Raia GrafindoPersada, 1996), h. 148.

28 22 ::-\*

Page 83: KAREN SOLIHIN.pdf

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIANAbuddin Nata, Ilmupendidikai lstamDenganPendekatanMultidisipliner, (Jakarta,

2010), Cet.Ke- 2, h. 352.

BAB IV HASIL PENELITIANAhsin w, Al-Hafidz, Komutlt*i-Al-dtrrii,Jakarta: Hamzah,2006), Cet.2. h. 25-26.M. QuraishShih ab, Ta.fsir Al-Mirbahpes"",kesan, dankeserasian Al-eur'an, (Jikarta:LenteraHati, 2002). h. 4Ahmad Mustafa al-Maraghi, T"ri"mohTa,friAl-Maraehi,h. 218.M. QuraishSyihab, Tafsir AfMisbahPesanKesandanKeserasian Al-eur,an,(Jakarta: LenteraHati, Z00Z). h. 461.Depademen Agama RI, ,,ll-err'r,, Dn,Tctfsirannya, (Jakarta: Departemen Agama RI,2007). Cet I. h. 377 .

Ahrnad Mustafa Al-Maraghi, Tui"mohTnfsi,Al-Maraghi, (Semarang: Toha putra. l9g9), h.

SatyidQuthb, Fi Zhitatil A*h"DiBawahNaungan Al-Qur'an, (Jakarta:Cemalnsani Press, 2004). h.95.Muhammad Idris Abdul Ra.,f ul-M*ba,r|Kan.rus Arab Melatu, ( Darullhva ). h.Muhammad al-RaziFak}ruddin. TafsiiFakhnal-Razi. .. . h. 46.M. QuraishShihab, Tafsir af

,

MisbahP es anKesandanKeserasian Al-ettr' an,h.462-463.

Departemen Agama, Al-eurh"danTa,fs irannya, (Jakarta: Depart"-"n Agorru

Cet. l. h. 378.Muhammad Idris Abdul Rurl ul-M-b*i,Kamus Arab Melaw, h. 222.SayyidQuthb, Fi Zhilatll aurhn

Page 84: KAREN SOLIHIN.pdf

-rup^.,,^t

trto,,.orn Al-Our'an- h- 96t4 35 =F51. Departemen Agama R'I, Al-Qur'an Dan

,t ^t^:-^---,- I 'L9/l15 35 __ \a_,

I52. Luis Ma'luf, Al-Munjid, (tserrut, Dar el-r\,r^^L-6a IOCK\ h ,R

16 35

'a

53. M. QuraishShihab, IdJstr At-

MisbahPesanKesandanKeserasian al-Qur'an,

h.464.t7 36 ul-54. Muhammad Nasib al-Rifa'I, Kemudahan l)art

Allah: RiangkasanTafsirlbnKatsir, Terj'

Syihabuddin, (Jakarta: Gemalnsani Press'

l ooo\ ^Ar v^-1 h 1)1

M.QuraishShihab,al-Qur'an,M is b ah P e s an d an K e s a n Ke s er 0s i an

h. 465.

Tafsir Al- 18 JO <=U)\-

55.

l956. Ahmad Mustafa al-illatag)'tt,'1'erjemah I alstr dt-

t r.,,"--Li L 1'.>1

yE,

M.QuraishShihab, Tafsir Al-

Mis b ah P e s on d anK e s an Ke s er a s i a n

h. 468

al-Qur'an,20 17

57.

21 39 --, - 1- --....-\s,_>

\-58. Abdurrahman Mas'ud, Menggagas ! ormat

PendidikanNondikotomik, (Yogyakarta: Gamar, r:- /rr\.\a\ L 1,4 17IVIg(jr4r zwuz,r,

22 40 !.-\zr-

59. M.QuraishShihab, TaJsir At-

M is b ah P e s an danKe s a nKe s er as i an

h.470.

al-Qur'an,

23 4t {-\-.---+JI

60. Muhammad Nasib al-Rii'a'I, Kemudahan Dart

Allah: RiangkasanTafsirlbnKatsir' (Jakafla:

^ --r-^^-: rr-^-- IOOO\ ia+ t h 7)124 41 ---\--\--,

6TTSayyidQuthb. Fi Zhilalil Qur an Dt

I BawahNaungan Al-Qur'an.h' 98'25

:OZ. I en*ua Mustafa al-Maraghi, Ierjemahla|str at'

I Marashi,h.223.26 43 .:s

63. I SayyidQuthb' TafsirZilalil Qur-an' h'9e'

,.. 27 4564. I)epartemen Agallra D' Y

1 d .r-:------^-.- 1.11Oagnlulttt utttly.t,28 45 i:------J

\ S>\b-

65

66

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Teriemahla|str at-n r^-^-L; h ,) /-

n^rtk^. f"ftrl Al-Azhar' (Jakarta: PT

PustakaPanji Mas, 1982) Juzz XX, h' 168'

29 47

Page 85: KAREN SOLIHIN.pdf

I

67. Departemen Agama RI, Al-Qur'andanTafs irannya, h. 383.

30 48 G-68. AswiiRony, dkk" Alatlbadah Muslim Koleksi

Museum Aclhityawarman, (Padang:B agianProyekPembinaan?ermuseumanSumatera Barat, 1999), h.18.

31 50\- (>

69. AswilRony, dkke Alatlbadah Muslim Kolel<siMus eum Ad h i tyaw a rman, (Padang:

B agianProyekPembinaanPermuseumanSumatera Barat, 1999), h.

32 51

70. Departemen Agama F.I, Al-Qu r' andanTafsirannya, h.492

33 ------ \--------q271. AswilRony, dkk, Alatlbadah Muslim Koleksi

Mus eum Adhityaw arman, (Padang:

BagianProyekPembinaanPermuseumanSumatera Barat, 1999), h. 26-31

52

72. M. QuraishShihab, op. cit., h. 593. 36 53 '-=-\b-Rilat Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur'oni,(Jakarta: Amzah, 201 1), Cet.1,h. 74.

37 : i-D--f--:-74. M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern

Membangun Karakter Generasi Muda,(Banduns: Maria, 2012), Cet. I, h. 74.

54 ,\ _- \ \7---'-H

75. M. Imam Pamun gkas, Akhlak Muslim ModernMembangun Karakter Generasi Muda,(Bandung: Maria, 2012), Cet. I, h. 73.

39 55

76. AsefUmar Fakhruddin, op. cil., h. 100. 40 56

77. Fu'ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op. cit., h.41.

41 56 F-18. Asefumar Fakhruddin, ap. cil., h. 101. 56<

79. HamkaAbdul Aziz, op. cit., h.101. 43 57 _t>80. Abdullah bin Jarullah, FenomenaSyukur,

B erzikirdanBerlikir, h. 4 I -4244 59 +_

81. Abdul A'la Al-Maududi, Esensi Al-Qur'an,F ilsafatPolitikEkonomi Etika, (Jakarta: Mizan),h.20.

45 59

82. Anshori Umar Sitarggal, Islam 46 61 --.-14)_

Page 86: KAREN SOLIHIN.pdf

Anshori Umar Sitarggal, IslamM emb in a M as y ar akotA d ilM akmur, (tt: Pustaka

QuraisShihab, wcw as an Al-Qur' anTafs ir M au dhi' I a t as P e I b a ga i P e rm a s a I ah anUma

1996). cet II. h. 81

M. QuraishShihab, TaJisr Al-Misbah: Pesan,

KesandanKeserasian Al-Qur'an, (Jakarta:

LenteraHati. 2002\. h. 392.

Menyetujui,

' Abdul Ghofur, MA

NrP. 19681208199703r003

Page 87: KAREN SOLIHIN.pdf

DEPARTEMEN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. k. H. .lr.n<!a Uo 6 Cip,lal 15412 lndonesia

FoRM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081

Tgl. Terbit : 5 Januari 2009

No- Revisi: : 00

Hal 1t'l

SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

NomorLamp.Hal

: Un.0l/}- 1/KM.01 .31........1........:,..............: Bimbingan Skipsi

Jakarra,2iT llii 2016

Kepada Yth.Bpk Abdul Ghofur, MAPembimbing ShipsiFakultas Ilmu Tar.biyah dan KeguruanIJIN Syarif HitlayatullahJakarta-

Assal amu' ala ikum wr. wb.

Dengan ini tliharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing Vtr(materVteknis) penulisan skripsi mahasiswa:

Nama : Karen Solihin

NIM :109011000243

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Semester : XW @mpat Belas)

Judul Skipsi : Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat Al-Ankabut Ayat l6-24.

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 15 Februari2013 , abstaksi/o utline tt:ilunpir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional padajudul tersebut. Apabila perutahan substansial diaoggap perlu, mohon pembimbingmenghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingaa skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat

diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat petpanjangan.

Atas perhatian drt kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Was s alatnu' a I aikum w'-wb.

a.n. DekanSekjur

r, Hj. MarhamatrSaleh, Il, Mt'l..rp.

t gzzo3 t :2oo8o I 20 I oTembusan:

l. Dekan FITK2. Mahasiswa ybs.