KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

82
KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI SAGA (Adenanthera Pavonina L) SEBAGAI PEWARNA ALAMI MENGGUNAKAN METODE SOXHLETASI SKRIPSI Oleh FIRA AYU HASMITA 150405013 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN DESEMBER 2019 Universitas Sumatera Utara

Transcript of KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

Page 1: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI

KULIT BIJI SAGA (Adenanthera Pavonina L) SEBAGAI

PEWARNA ALAMI MENGGUNAKAN

METODE SOXHLETASI

SKRIPSI

Oleh

FIRA AYU HASMITA

150405013

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DESEMBER 2019

Universitas Sumatera Utara

Page 2: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI

KULIT BIJI SAGA (Adenanthera Pavonina L) SEBAGAI

PEWARNA ALAMI MENGGUNAKAN

METODE SOXHLETASI

SKRIPSI

Oleh

FIRA AYU HASMITA

150405013

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DESEMBER 2019

Universitas Sumatera Utara

Page 3: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI

SAGA (Adenanthera Pavonina L) SEBAGAI PEWARNA ALAMI

MENGGUNAKAN METODE SOXHLETASI

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi

ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan

sumbernya.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari

terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan, maka

saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 5 Desember 2019

Fira Ayu Hasmita

NIM. 150405013

Universitas Sumatera Utara

Page 4: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

Universitas Sumatera Utara

Page 5: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

Universitas Sumatera Utara

Page 6: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

v

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul

Karakteristik Zat Warna Antosianin Dari Kulit Biji Saga (Adenanthera

Pavonina L) Sebagai Pewarna Alami Menggunakan Metode Soxhletasi ini

ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Departemen Teknik

Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, Penulis

banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, Penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia dan Prof. Dr. Halimatuddahliana, ST. MSc selaku

Dosen Pembimbing dan Co. Pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi

ini.

2. Dra. Siswarni MZ, MS dan Dr. Ir. Iriany, M.Si selaku Dosen Penguji I dan

Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun

dalam penulisan skripsi ini.

3. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Bambang Trisakti, M.T selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik

Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh dosen/staf pengajar dan pegawai administrasi Departemen Teknik

Kimia yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada

penulis.

6. Putri Herfayati selaku partner penelitian tugas akhir ini dan juga sahabat

penulis untuk kerja samanya yang baik selama proses penyelesaian tugas akhir.

7. Grup TRP Kakak Kakak: Gita Wulandari, Rizky Dwi Ananda Ginting dan

Trisna Putri Yuanita kerja samanya yang baik, teman berdiskusi banyak hal,

teman penghilang rasa bosan serta pemberi semangat dan masukan yang baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

vi

8. Sahabat penulis yaitu Latifah Fatharani dan Nurhalimah Matondang yang telah

banyak membantu dan menyemangati penulis.

9. Adi Iqbal Sayuti selaku rekan penulis yang telah banyak membantu dalam

kelancaran penelitian, penyemangat hidup dan tempat berbagi suka duka

penulis.

10. Asisten Lab Penelitian yaitu Tito, Rizal, Zahrul, Rehan, Kak Dhani, Kak

Gendis, Bang Rihap, Bang Fikri dan Bang Ardian yang telah memberi

dukungan serta masukan untuk penulis.

11. Rekan-rekan mahasiswa Stambuk 2015 yang membantu penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

12. Semua abang kakak senior dan adik-adik junior di Teknik Kimia USU,

terutama abang kakak angkatan 2012 dan adik-adik angkatan 2016, 2017, 2018.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu untuk

kontribusinya di dalam proses penyelesaian semua tugas akhir penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 5 Desember 2019

Penulis

Fira Ayu Hasmita

Universitas Sumatera Utara

Page 8: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

vii

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Kedua orang tua tercinta

Ayah Hasballah dan Mama Famini Herawati

Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik,

memberikan motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan

kasih sayang.

Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada hentinya

yang telah diberikan selama ini.

Terima kasih juga kepada Abang dan Adekku tercinta

Faizal Aziz Syahputra dan Cut Fina Anggraini atas semangat,

dukungan, serta doa yang telah diberikan.

Semoga kiranya Allah SWT selalu meridhoi segala jerih payah

mereka dan memberikan balasan yang terbaik bagi mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

`

viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Fira Ayu Hasmita

NIM: 150405013

Tempat/Tanggal

Lahir:

Medan/15 April 1998

Email: [email protected]

Nama Orang Tua: Hasballah dan Famini Herawati

Alamat Orang Tua: Jl. Garu II B gang Surya No. 6 D

Kecamatan Medan Amplas, Kota

Medan

Asal Sekolah:

SD Negeri 067257 (2003-2009)

MTs. Lab. IKIP. Al-Washliyah (2009-2012)

MA Negeri 2 Model Medan (2012-2015)

Beasiswa yang Pernah Diperoleh:

1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA): 2016

2. Beasiswa Prestasi Angkatan XXVI Dompet Dhuafa Waspada: 2017

Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara (HIMATEK FT USU): 2015 s/d 2018.

2. Staff Bidang Pendidikan Akademik dan Literatur Covalen Study Group (CSG)

Teknik Kimia USU Periode 2016 s/d 2017.

3. Staff Bidang Seni dan Olaraga Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia USU Periode

2018 s/d 2019.

4. Asisten Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia USU: 2017 s/d 2019.

5. Kerja Praktek di PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Pangkalan Kerinci,

Riau: 9 Oktober 2018 s/d 30 November 2018.

Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai:

Juara Kategori BEST PRESENTATION pada Perlombaan Karya Tulis Ilmia USU

MENULIS

Universitas Sumatera Utara

Page 10: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

ix

KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN

(Adenanthera Pavonina L) DARI KULIT BIJI SAGA SEBAGAI

PEWARNA ALAMI MENGGUNAKAN METODE

SOXHLETASI

ABSTRAK

Saga (Adenanthera pavonina L.) merupakan pohon yang memiliki biji kecil

berwarna merah berpotensi sebagai salah satu sumber antosianin yang dapat

berfungsi sebagai pewarna alami, antioksidan dan antikarsinogen. Ekstraksi senyawa

antosianin dari kulit biji saga dilakukan dengan metode soxhletasi. Adapun variabel

bebas pada penelitian ini adalah jenis pelarut (aquadest-asam sitrat 5 % dan etanol-

asam sitrat 5 % (b/v)) dan waktu ekstraksi (30, 60, 120 menit). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui jenis pelarut dan waktu ekstraksi yang terbaik digunakan

untuk ekstraksi antosianin dari kulit biji saga. Parameter dalam penelitian ini

meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif (rendemen ekstrak, total konsentrasi

antosianin, aktivitas antioksidan, intensitas warna dan konsentrasi letal toksisitas

antosianin pada ekstrak). Hasil penelitian diperoleh bahwa ekstrak kulit biji saga

memiliki kandungan antosianin dan pekatan ekstrak dengan karakteristik terbaik

pada perlakuan pelarut aquadest-asam sitrat 5 % dengan karakteristik rendemen

ekstrak dengan waktu ekstraksi 120 menit 64,488% (b/b), total antosianin dengan

waktu ekstraksi 120 menit 100,026 (mg/L), intensitas warna dengan waktu ekstraksi

60 menit 0,528, aktivitas antioksidan dengan waktu ekstraksi 60 menit (IC50) 11,622

ppm dan aktivitas toksisitas 63,326 ppm.

Kata Kunci : antosianin, soxhletasi, kulit biji saga, pewarna alami

Universitas Sumatera Utara

Page 11: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

x

CHARACTERISTICS OF ANTHOCYANIN (Adenanthera

Pavonina L) FROM SAGA SEEDS AS NATURAL DYES USING

SOXHLETATION METHOD

ABSTRACT

Saga (Adenanthera pavonina L) is a tree that has small red seeds which is one source

of anthocyanin which can be used as natural dyes, antioxidants and anticarcinogens.

Extraction of anthocyanin compound from saga seeds used soxhletation method. The

independent variables in this research the type of solvent (5% citric acid 5% and

citric acid 5% (w/v)) and the extraction time (30, 60, 120 minutes). This research

studies the type of solvent and extraction time which is best used for the extraction

of anthocyanin from saga seeds. The parameters in this research include qualitative

and quantitative analysis (total yield, total anthocyanin concentration, antioxidant

activity, intensity colour and lethal concentration of anthocyanin toxicity in extracts).

The results of the study were saga seeds extract containing anthocyanin with the best

characteristics in aquadest-citric acid 5% solvent with characteristics of extract yield

using 120 minutes extraction time was 64.448% (w/w), total anthocyanin using 120

minutes extractions time was 100,026 (mg/L), color intensity using 60 minutes

extraction time was 0.528, antioxidant activity (IC50) 11.622 ppm and toxicity

activity using 60 minutes extraction time was 63.326 ppm.

Keywords: anthocyanin, soxhletation, saga seeds, natutal dyes

Universitas Sumatera Utara

Page 12: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

xi

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii

PENGESAHAN SKRIPSI iii

LEMBAR PERSETUJUAN iv

PRAKATA v

DEDIKASI vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS viii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 TEORI SAMPEL 6

2.2.1 Saga 6

2.2.2 Etanol 8

2.2.3 Asam Sitrat 9

2.2 ANTOSIANIN 9

2.3 ZAT WARNA 11

2.3.1 Pewarna Alami 12

2.3.2 Pewarna Sintetis 13

2.4 EKSTRAKSI SOXHLET 14

2.5 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES EKSTRAKSI 15

Universitas Sumatera Utara

Page 13: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

xii

2.6 SPEKTROFOTOMETER UV-VIS 16

2.7 UJI TOKSISITAS METODE BSLT (Brine Shrimp

Lethality Test) 17

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 19

3.1 LOKASI PENELITIAN 19

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 19

3.2.1 Bahan 19

3.2.2 Peralatan 19

3.3 RANGKAIAN PERALATAN 20

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 21

3.4.1 Penyiapan Bahan Baku 21

3.4.2 Ekstraksi Pigmen Antosianin 21

3.4.3 Ekstraksi untuk Uji Toksisitas 21

3.5 KARAKTERISTIK EKSTRAK BIJI SAGA HASIL

EKSTRAKSI 21

3.5.1 Uji Pembuktian Antosianin Secara Kualitatif 21

3.5.2 Analisa Rendemen Ekstrak Kasar Antosianin 22

3.5.3 Penentuan Konsentrasi Total Antosianin 22

3.5.4 Analisa Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH 23

3.5.5 Analisa Intensitas Warna Pigmen 24

3.5.6 Uji Toksisitas Metode Bslt (Brine Shrimp Letalhity Test) 24

3.5.6.1 Tahap Pembiakan Bioindikator Artemia Salina

Leach 24

3.5.6.2 Tahap Penyiapan Larutan Stok Kontrol dan Uji

Toksisitas 24

3.5.6.3 Tahap Uji Toksisitas Metode BSLT (Brine

Shrimp Letalhity Test) 24

3.6 TAHAPAN PERCOBAAN 26

3.6.1 Tahap Ekstraksi Pigmen Antosianin 26

3.6.2 Tahap Ekstraksi Soxhlet untuk Uji Toksisitas 26

3.6.3 Tahap Pemekatan Ekstrak dengan Rotary Vacuum

Evaporator 27

Universitas Sumatera Utara

Page 14: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

xiii

3.6.4 Tahapan Karakteristik Ekstrak Kulit Biji Saga 28

3.6.4.1 Flowchart Uji Pembuktian Antosianin Secara

Kualitatif 28 .

3.6.4.2 Analisa Rendemen Ekstrak Kasar Antosianin 29

3.6.4.3 Analisa Konsentrasi Total Antosianin 29

3.6.5.4 Analisa Aktivitas Antioksidan 30

3.6.5.5 Analisa Intensitas Warna Pigmen 31

3.6.5 Tahap Uji Toksisitas 31

3.6.5.1 Tahap Penyiapan Bioindikator Artemia Salina

Leach 31 .

3.6.5.2 Tahap Penyiapan Larutan Stok Kontrol dan Uji

Toksisitas 32

3.6.5.3 Uji Toksisitas Metode BSLT (Brine Shrimp

Legalhity Test) 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1 ANALISIS KUALITATIF 34

4.1.1 Uji Pembuktian Antosianin Secara Kualitatif 34

4.2 ANALISIS KUANTITATIF 35

4.2.1 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut

Berdasarkan Rendemen Ekstrak 35

4.2.2 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut

Berdasarkan Analisis Kadar Total Antosianin 37

4.2.3 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut

Berdasarkan Analisis Intensitas Warna 38

4.2.4 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut

Berdasarkan Analisis Aktivitas Antioksidan 39

4.2.5 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut

Berdasarkan Analisis Aktivitas Toksistas 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45

5.1 KESIMPULAN 45

5.2 SARAN 46

DAFTAR PUSTAKA 47

Universitas Sumatera Utara

Page 15: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pohon dan Polong Saga 7

Gambar 2.2 Struktur Senyawa Rumus Kimia Antosianin 10

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Ektraksi Soxhletasi 20

Gambar 3.2 Tahapan Ekstraksi Soxhlet untuk Analisa Karakteristik

Antosianin 26

Gambar 3.3 Tahapan Ekstraksi Soxhlet untuk Uji Toksisitas 27

Gambar 3.4 Tahapan Pemekatan Ekstrak dengan Rotary Vacuum

Evaporator 27

Gambar 3.5 Flowchart Uji Pembuktian Antosianin Secara Kualitatif 28

Gambar 3.6 Tahapan Analisa Rendemen Ekstrak Kasar Antosianin 29

Gambar 3.7 Tahapan Analisa Konsentrasi Total Antosianin 30

Gambar 3.8 TahapanAnalisa Aktivitas Antioksidan 30

Gambar 3.9 Tahapan Analisa Intensitas Warna Pigmen 31

Gambar 3.10 Tahapan Tahap Penyiapan Bioindikator Artemia Salina Leach 32

Gambar 3.11 Tahapan Penyiapan Larutan Stok dan Larutan Uji Toksisitas 32

Gambar 3.12 Tahapan Uji Toksistas Metode BSLT (Brine Shrimp

Legalhity Test) 33

Gambar 4.1 Pengamatan Uji Pembuktian Antosianin (a) Perubahan Warna

Penambahan HCl 2 M (b) Perubahan Warna Penambahan

Larutan NaOH 34

Gambar 4.2 Reaksi Antosianin dengan Asam Klorida 35

Gambar 4.3 Reaksi Antosianin dengan Natrium Hidroksida 35

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Terhadap

Persen Rendemen Ekstrak Antosianin 36

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Terhadap

Kadar Total Antosianin 37

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Terhadap

Intensitas Warna Antosianin 38

Gambar 4.7 Grafik Penagruh Konsentrasi Larutan Ekstrak Terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 16: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

xv

Persen Inhibisi 40

Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Terhadap

Nilai IC50 (ppm) 41

Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Persentase Kematian Artemia Salina Leach

Terhadap Konsentrasi 43

Gambar L3.1 Gambar Biji Saga 61

Gambar L3.2 Pemisahan Kulit dan Biji Saga serta Penghalusan Kulit

Biij Saga 61

Gambar L3.3 Proses Ekstraksi Soxhlet 62

Gambar L3.4 Proses Rotary Vacum Evaporator 62

Gambar L3.5 Konsentrat Zat Warna 62

Gambar L3.6 Foto Penimbangan Konsentrat 63

Gambar L3.7 Konsentrat pada Penambahan Larutan HCl 63

Gambar L3.8 Konsentrat pada Penambahan Larutan NaOH 63

Gambar L3.9 Foto Analisa dengan Spektrofotometer UV-VIS 64

Gambar L3.10 Foto Pengamatan Pada Uji Toksisitas 64

Universitas Sumatera Utara

Page 17: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia C2H5OH (Etanol) 8

Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia C6H8O7 (Asam Sitrat) 9

Tabel 2.3 Spektrum Golongan Pigmen Tumbuhan 17

Tabel 4.1 Data Uji Pembuktian Antosianin 34

Tabel 4.2 Nilai IC50 pada Ekstrak Kulit Biji Saga 40

Tabel L1.1 Data Rendemen Ekstrak 54

Tabel L1.2 Data Kadar Total Antosianin 54

Tabel L1.3 Data Nilai Intensitas Warna 55

Tabel L1.4 Data Nilai Aktivitas Antioksidan 55

Tabel L1.5 Data Mortalitas Larva pada Pelarut Etanol 56

Tabel L1.6 Data Mortalitas Larva pada Pelarut Aquadest 56

Tabel L1.7 Data Hasil Perhitungan Toksisitas Ekstrak Kulit Biji Saga 57

Universitas Sumatera Utara

Page 18: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN .................................................... 54

L.1.1 Data Rendemen Ekstrak .................................................................... 54

L.1.2 Data Kadar Total Antosianin............................................................. 54

L.1.3 Data Nilai Intensitas Warna .............................................................. 54

L.1.4 Data Nilai Aktivitas Antioksidan ...................................................... 55

L.1.5 Data Nilai Aktivitas Toksisitas ......................................................... 56

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN ...................................................... 58

L.2.1 Perhitungan Rendemen Ekstrak ........................................................ 58

L.2.2 Perhitungan Konsentrasi Total Antosianin ....................................... 58

L.2.3 Perhitungan Aktivitas Antioksidan ................................................... 59

L.2.4 Perhitungan Intensitas Warna ........................................................... 59

L.2.5 Perhitungan Kematian Larva Artemia Salina.................................... 59

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN ............................................. 61

L.3.1 Tahap Persaipan Bahan Baku ............................................................ 61

L.3.2 Tahap Ekstraksi ................................................................................. 62

L.3.3 Tahap Pemurnian............................................................................... 62

L.3.4 Hasil Penelitian ................................................................................. 62

L.3.5 Foto Rendemen Ekstrak .................................................................... 63

L.3.6 Foto Uji Pembuktian Antiosainin Secara Kualitatif ......................... 63

L.3.7 Foto Analisis Spektrofotometer UV-VIS ........................................... 64

L.3.8 Foto Pengamatan Pada Uji Toksisitas ............................................... 64

Universitas Sumatera Utara

Page 19: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pewarna telah lama digunakan pada bahan makanan dan minuman untuk

memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat warna yang digunakan

adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu dan

teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin berkurang dalam industri

pangan yang digantikan oleh zat warna sintetik. Hal ini disebabkan bahan-bahan

pewarna sintetik lebih murah dan memberikan warna yang lebih stabil dibandingkan

pewarna alami (Hutapea, et al., 2014).

Aplikasi dari pewarna sintetik menyebabkan gangguan kesehatan dan tidak

stabilnya keseimbangan lingkungan. Apalagi, banyak negara yang sudah

memberlakukan ketat standar lingkungan atas pewarna sintetik. Contohnya, Jerman

telah melarang pewarna azo. Akibatnya, pewarna alami adalah salah satu pilihan

yang menjanjikan untuk mengembangkan pewarna tekstil yang prosesnya lebih hijau

dan alasan tersebut tercermin pada peningkatan jumlah publikasi terbaru (Uddin,

2015).

Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan minuman tidak memberikan

kerugian bagi kesehatan, tidak seperti zat warna sintetik yang menimbulkan dampak

negatif. Diantara zat warna sintetik yang sangat berbahaya untuk kesehatan sehingga

penggunaannya dilarang adalah zat warna merah rhodamin B (Mutiarawati, et al.,

2013).

Pewarna sintetik ini biasanya bersifat karsinogenik dan berbahaya bagi

lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi industri tekstil juga

mengandung logam berat seperti kromium (Cr), timah (Sn), tembaga (Cu), dan seng

(Zn) karena dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, kepedulian

penggunaan kembali pewarna alam harus didorong (Indrianingsih, et al., 2013).

Pewarna alami memiliki biodegrabilitas yang lebih baik dan umumnya memiliki

kompatibilitas tinggi dengan lingkungan. Selain itu, tidak beracun, non-alergi pada

kulit, non-karsinogenik, mudah tersedia dan terbarukan (Hernani dan Hidayat, 2017).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

2

Salah satu alternatif bahan baku untuk pembuatan pewarna alami adalah biji

saga. Biji saga berukuran hampir sama dengan kedelai, berbentuk bulat gepeng, kulit

bijinya berwarna merah dan keras. Daun, kulit batang, dan akar dari tanaman ini

dapat dimanfaatkan sebagai obat asma, inflamasi, bisul, rematik, tumor, diarrhoea

dan tonik. Hampir semua bagian dari tanaman saga pohon dapat dimanfaatkan.

Batang pohonnya bisa dipakai sebagai bahan bangunan, furnitur, ornament dekorasi,

bahan bakar, dan bubuk kayu yang telah dikeringkan dapat digunakan sebagai

pewarna merah pada pakaian (Kumoro, 2012).

Menurut Penelitian Abu et al., (2012) mengatakan bahwa kandungan dari biji

saga yaitu alkaloid, minyak, steroid, lektin, flavanoid, dan antosianin. Alkaloid pada

biji meliputi abrin, hipaforin, kholin, dan precatorin. Penelitian oleh Ara et al.,

(2010) mengatakan bahwa kandungan dari biji saga (Adenanthera pavonina L) yaitu

saponin, alkaloid, karbohidrat, kardiak glikosida, tanin, flavanoid, dan steroid. Pada

test kandungan flavonoid dilakukan 3 metode test uji flavonoid dengan

menggunakan pelarut metanol bahwa positif terdapat kandungan flavonoid.

Kandungan fitokimia dari ekstrak mentah mengungkapkan adanya flavanoid dan

tanin dalam ekstrak biji saga (Adenanthera pavonina L) ini mungkin bertanggung

jawab untuk aksi antioksidan. Penelitian oleh Partha et al., (2015) mengatakan

bahwa kulit biji saga (Adenanthera pavonina L) dengan melakukan shinoda test

dengan menggunakan pelarut metanol bahwa positif terdapat kandungan flavonoid.

Menurut penelitian oleh Lukman (1982) dan penelitian Maruthappan dan

Shree (2010) disebutkan juga, bahwa biji saga mengandung mengandung flavogloid,

flavonoid, alkaloid, antitripsin, saponin, hemaglutinin, dan faktor goitrogenik.

Menurut Theresia, (1986) bahwa pigmen kulit biji saga melarut dalam pelarut lemak

dan menghasilkan warna kuning muda. Sifat-sifat kelarutan pigmen kulit biji saga

dalam pelarut lemak memperlihatkan kesamaan dengan sifat-sifat kelarutan pigmen

klofofil dan karetonoid, sedangkan kelarutan dalam pelarut air menunjukkan

kesamaan dengan sifat-sifat kelarutan pigmen antosianin dan antoxantin.

Sebagian besar biji dari pohon saga belum ada masyarakat yang

membudidayakannya secara intensif karena manfaat biji saga bagi masyarakat masih

terbatas pada penggunaan daun sebagai antirayap padahal masih banyak potensi lain

dari tanaman ini misalnya sebagai bahan pewarna alami.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

3

Dikarenakan terdapatnya kandungan antosianin pada biji saga, maka potensi

biji saga untuk diubah menjadi zat pewarna alami sangat memungkinkan. Proses

penarikan antosianin dari kulit biji saga dapat dilakukan cara ekstraksi dengan

metode soxhletasi. Terdapat beberapa parameter penting dalam ekstraksi antosianin

dengan metode sokletasi antara lain waktu ekstraksi dan pemilihan jenis pelarut.

Pemilihan metode ekstraksi antosianin dengan cara soklet dilakukan karena

salah satunya dapat menghasilkan yield yang lebih tinggi dan umumya metode

sokletasi berlangsung pada suhu tinggi yang mengikuti titik didih pelarut (Kristijarti

dan Ariestya, 2012).

Proses ekstraksi sangat bergantung pada pemilihan pelarut yang sesuai

sehingga akan mempengaruhi kelarutannya. Pelarut sebaiknya memiliki sifat-sifat

diantaranya yaitu bersifat selektif, tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan

komponen yang diekstraksi, tidak korosif, mempunyai viskositas rendah, daya

pelarut tinggi, tidak beracun dan mudah didapatkan (Subagyo, et al., 2015).

Menurut penelitian penelitian terdahulu bahwa antosianin merupakan zat

warna yang bersifat polar dan akan larut dengan baik pada pelarut-pelarut polar.

Dimana pelarut aquadest dan etanol merupakan contoh pelarut polar sehingga

kemungkinan pelarut tersebut dapat melarutkan antosianin dengan cukup baik.

Pada penelitian ini, kulit biji saga akan diteliti sebagai sumber antosianin.

Kondisi yang optimal akan dikaji untuk mengekstraksi antosianin dari kulit biji saga

dengan menggunakan metode sokhletasi. Penelitian ini memvariasikan kondisi

operasi yaitu jenis pelarut dan waktu ekstraksi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah selama ini kulit biji

saga belum ada masyarakat yang memanfaatkannya secara intensif. Penelitian ini

mencoba menggali potensi kulit biji saga sebagai sumber antosianin dan pewarna

alami yang aman. Serta bagaimana kondisi yang optimal dalam mengekstraksi

antosianin dari kulit biji saga dengan melihat pengaruh pengaruh waktu ekstraksi dan

jenis pelarut yang digunakan terhadap karakteristik dari esktrak yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

4

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh kondisi proses yang optimal dalam mengektraksi zat

warna antosianin dengan karakteristik ekstrak kulit biji saga yang

dihasilkan.

2. Untuk menentukan ekstrak kulit biji saga dapat digunakan sebagai

pewarna alami dan tingkat keamanan bahan dalam pewarna pangan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kondisi proses yang optimal dalam mengekstraksi zat warna

antosianin dengan karakteristik ekstrak kulit biji saga yang dihasilkan.

2. Meningkatkan nilai ekonomis dari kulit biji saga yang dapat dimanfaatkan

sebagai pewarna alami.

1.5 LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Laboratorium Ekologi,

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Kimia Organik

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu antara lain:

1. Pre- treatment sampel

2. Ekstraksi pigmen antosianin dari kulit biji saga metode ekstraksi sokhlet

a. Variabel tetap:

o Massa sampel : 25 gram kulit biji saga

o Rasio bahan:pelarut : 1/7 (b/v) (Winata dan Yunianta, 2015)

b. Variabel berubah:

o Jenis Pelarut: etanol 96% + asam sitrat 5% dan Aquadest + asam sitrat

5%

o Waktu ekstraksi : 30 menit, 60 menit, 180 menit (Fitriani dan

Nurdianti, 2015)

c. Suhu ekstraksi sesuai titik didih pelarut masing masing.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

5

3. Karakterisasi ekstrak kulit biji saga berdasarkan:

o Analisis rendemen ekstrak

o Analisis total konsentrasi antosianin

o Analisis aktivitas antioksidan

o Analisis intensitas warna

o Analisis uji toksisitas pada ekstrak

Universitas Sumatera Utara

Page 24: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI SAMPEL

2.1.1 Saga

Saga (Adenanthera pavonina L.) merupakan pohon yang memiliki biji kecil

berwarna merah dengan batang pohon yang tinggi, dan daun yang lebih kecil. Pohon

Saga merupakan pohon yang memiliki banyak fungsi jika dimanfaatkan bagian dari

pohon tersebut misalnya kayunya digunakan untuk bahan kayu bakar oleh ibu rumah

tangga, daunnya digunakan sebagai bahan pupuk dan bijinya dapat dibuat menjadi

bahan kerajinan tangan (Sinaga, 2012).

Habitat dan penyebaran alaminya di Srilangka, Selatan Myanmar, Indo-

China, Selatan China, Thailand, seluruh daerah Malesian, Kepulauan Solomon dan

Utara Australia (Eliya, 2013). Tanaman saga pohon tidak memerlukan pemeliharaan

khusus dalam pertumbuhannya, dapat hidup dalam berbagai topografi, mulai dataran

rendah hingga tinggi yakni pada ketinggian 1-600 mdpl; tanah datar hingga lereng;

tanah yang subur, relatif subur hingga pesisir pantai; dari tanah netral hingga agak

asam. Menyukai pH sedikit asam, dapat tumbuh di seluruh daerah dataran rendah

beriklim tropis dengan curah hujan 3000-5000 mm per tahun. Saga pohon termasuk

tanaman deciduos atau berganti daun setiap tahun. Pohon saga dapat tumbuh hingga

20 meter (Kumoro, 2012).

Daun majemuk menyirip genap berseling, jumlah anak daun bertangkai 2-6

pasang, helaian daun 9-15 pasang, panjang tangkainya antara 10-40 cm, daun

berwarna hijau muda. Bunga kecil kecil berwarna kekuning-kuningan, corolla

berjumlah 4-5 helai, benang sari berjumlah 8-10. Polong berwarna hijau, panjangnya

mencapai 15 sampai 20 cm, polong yang tua akan kering dan pecah dengan

sendirinya, berwarna coklat kehitaman. Setiap polong berisi 10-12 butir biji. Biji

dengan garis tengah 5-6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan berwarna merah

mengkilap. Tiap 1 kilogram biji saga kering berisi kurang lebih 3750 butir saga

(Kumoro, 2012). Gambar pohon, polong muda dan polong tua saga disajikan dalam

Gambar 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

7

Gambar 2.1. Pohon dan Polong Saga (Kumoro, 2012)

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan (taksonomi), tanaman saga pohon

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Fabale

Famili : Fabaceae

Genus : Adenanthera L.

Spesies : Adenanthera pavonina L.

Sumber: Kumoro, 2012

Seringkali saga pohon (Adenanthera pavonina L.) disamakan dengan saga

perdu (Abrus precatorius L.). Biji saga perdu memiliki bentuk lebih bulat dan

memiliki bintik hitam dan diketahui mengandung beberapa senyawa aktif

diantaranya abrin yang merupakan senyawa beracun (Juniart dan Yuhernita, 2009).

Biji saga tersusun oleh adanya kulit, kotiledon, dan hipokotil. Kulit

merupakan bagian yang lebih besar yaitu sebesar 52,13% dengan kisaran 51,8-

52,5%, sedangkan kotiledon dan hipokotil sebesar 47,87% dengan kisaran 46,2-

48,91%. Tanda-tanda tua biji saga adalah adanya polong pecah dan terbelah dan

tangkupan kulit polong membentuk susunan spiral, biji sangat keras, kulit biji

berwarna merah cemerlang, serta keping biji berwarna kuning kecoklatan (Theresia,

1986).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

8

Biji saga pohon mengandung flavogloid, alkaloid, antitrypsin, hemaglutinin

dan faktor goitronik, yang menyebabkan racun. Akan tetapi dengan proses

perendaman biji dalam air, pemasakan, fermentasi atau penambahan asam, basa

dapat menghilangkan racun tersebut (Eliya, 2013).

Biji saga mengandung saponin pada kulit bijinya yang berwarna merah.

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Sumber

utama saponin adalah biji-bijian selain pada biji saga juga terdapat pada kedelai.

Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Saponin mudah larut dalam air dan tidak

larut dalam eter. Saponin yang bersifat keras atau racun biasa disebut Sapotoksin

(Muehtrrdiu, el al., 2002).

2.1.2 Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah

sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan

alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol termasuk

ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH, Etanol sering

disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).

Etanol banyak digunakan sebagai solven berbagai bahan-bahan kimia yang

ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum,

perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah solven yang

penting untuk sintesis senyawa kimia lainnya (Hambali, et al., 2014)

Tabel. 2.1. Sifat Fisika dan Kimia C2H5OH (Etanol)

SifatFisika Sifat Kimia

1. Tidak berwarna

2. Titik leleh -130°C-112°C

3. Titik didih 78,2°C - 78,5°C

4. Titik ledak 12°C - 16°C

5. Massa molekul 46,08 g/mol

pH netral

Mudah menguap

Larut dalam air

Larut dalam eter, kloroform

Memiliki bau yang menyengat

Sumber : Ncpalcohols, 2014

Universitas Sumatera Utara

Page 27: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

9

2.1.3 Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan padatan kering atau putih dengan rumus kimia

C6H8O7 dan memiliki berat molekul 192,12 g/mol. Senyawa ini terdapat sebagai

konstituen alami dalam buah-buahan, seperti jeruk, nanas, apel dan anggur (Maulana,

2011).

Tujuan penggunaan asam sitrat untuk menstabilkan antosianin yang

terekstrak pada sampel, semakin banyak asam yang ditambahkan maka larutan akan

semakin asam sehingga seharusnya semakin efektif mengekstrak antosianin.

Asam sitrat diketahui lebih efektif dalam mengekstrak antosianin dibanding

asam asetat karena pH-nya lebih rendah. Asam sitrat dikategorikan aman untuk

makanan oleh semua badan pengawasan makanan nasional dan internasional.

Senyawa ini secara alami terdapat pada semua jenis makhluk hidup dan kelebihan

asam sitrat dengan mudah dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh (Ginting,

2011).

Tabel. 2.2. Sifat Fisika dan Kimia C6H8O7 (Asam Sitrat)

Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Rumus Molekul C6H8O7

2. Tidak berwarna

3. Titik leleh 153°C

4. Densitas 1,655 g/cm3

5. Massa molekul 192,13 g/mol

Bersifat stabil

Bersifat korosi

Larut dalam air, dietil eter

Tidak terjadi polimerisasi

Memiliki bau seperti buah-buahan

Sumber : ScienceLab MSDS

2.2 ANTOSIANIN

Antosianin termasuk flavonoid dan memiliki struktur kimia polifenol yang

khas. Antosinin adalah pigmen yang larut dalam air, yang tersebar luas di buah dan

sayur-sayuran dan bertanggung jawab terhadap warna merah, ungu dan biru pada

bunga serta biji tanaman. Tidak kurang dari 500 jantosianin di alam, dan hanya enam

struktur umum, yaitu cyanidin, peonidin, pelargonidin, petunidin, delphinidin dan

malvidin, yang dimiliki sejauh penemuan ini (Sun, et al., 2018).

Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas

terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol, flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

10

flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda dalam oksidasi dari

antosianin. Larutan pada senyawa flavonoid adalah tak berwarna atau kuning pucat

(Wrolstad, 2001).

Senyawa golongan flavonoid termasuk senyawa polar dan dapat diekstraksi

dengan pelarut yang bersifat polar pula. Beberapa pelarut yang bersifat polar

diantaranya etanol, air dan etil asetat. Kondisi asam akan mempengaruhi hasil

ekstraksi. Keadaan yang semakin asam apalagi mendekati pH 1 akan menyebabkan

semakin banyaknya pigmen antosianin berada dalam bentuk kation flavilium atau

oksonium yang berwarna dan pengukuran absorbansi akan menunjukkan jumlah

antosianin yang semakin besar. Disamping itu keadaan yang semakin asam

menyebabkan semakin banyak dinding sel vakuola yang pecah sehingga pigmen

antosianin semakin banyak yang terekstrak (Simanjuntak, 2014).

Antosianin kurang stabil dalam larutan netral atau basa karena itu antosianin

harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam hidroklorida

dan larutannya harus disimpan di tempat yang gelap serta sebaiknya didinginkan.

Antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton atau kloroform, air, yang

diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin dilihat dari

penampakan berwarna merah, merah senduduk, biru dan ungu, mempunyai panjang

gelombang maksimum 465 - 560 nm (Siahaan, et al., 2014).

Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan

untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa.

Gambar 2.2 Struktur Senyawa Rumus Kimia Antosianin (Paliling, 2018)

Antosianin adalah komponen bioaktif kelompok flavonoid yang dapat

memberikan warna merah, ungu, biru, pada bunga, daun, umbi, buah dan sayur.

Antosianin larut dalam air dan aman untuk dikonsumsi sehingga, umumnya

Universitas Sumatera Utara

Page 29: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

11

digunakan sebagai pewarna alami untuk produk makanan dan minuman (Paliling,

2018).

Senyawa antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal

bebas, sehingga berperan untuk mencegah terjadi penuaan, kanker, dan penyakit

degeneratif. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik

dan antikarsinogenik, mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan

menurunkan kadar gula darah (Husna, et al., 2013).

2.3 ZAT WARNA

Zat warna banyak digunakan pada makanan, minuman, tekstil, kosmetik,

peralatan rumah tangga dan industri. Saat ini, penggunaan pewarna sintetis begitu

pesat digunakan pada makanan dan minuman. Dengan adanya penggunaan pewarna

sintetis yang semakin marak, maka perlu adanya peningkatan dalam penggunaan

pewarna alami (Susanti, et al., 2015).

Bahan pewarna dapat digolongkan kedalam empat golongan yakni pewarna

sintesis, bahan pewarna yang mirip dengan bahan pewarna alami, bahan pewarna

anorganik dan bahan pewarna alami untuk makanan paling banyak dibuat dari

ekstrak tumbuhan, tetapi juga dari sumber lain seperti serangga, ganggang,

cyanobacteria, dan jamur. Pewarna sintetik lebih disukai karena lebih ekonomis,

praktis dan sifat pewarnaannya yang lebih stabil dan seragam. Tetapi kelemahan

yang dimiliki oleh pewarna sintetik diantaranya adalah sifatnya yang karsinogenik

dan beracun. Kekhawatiran akan keamanan penggunaan pewarnaan sintetik

mendorong pengembangan pewarna alami sebagai bahan pewarna makanan

(Armanzah dan Hendrawati, 2016).

Penggunaan pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal

yang dilarang. Namun demikian, ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup

mahal bagi produsen kecil, maka produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih

murah dan lebih cerah warnanya. Penggunaan pewarna sintetik ini dapat berbahaya

bagi manusia karena dapat menyebabkan kanker kulit, kanker mulut, kerusakan otak,

serta menimbulkan dampak bagi lingkungan seperti pencemaran air dan tanah. Hal

ini berdampak secara tidak langsung bagi kesehatan manusia karena di dalamnya

terkandung unsur logam berat seperti Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

12

lain-lain. Oleh karena itu, perlu dicari sumber-sumber pewarna alami yang dapat

digunakan dalam pengolahan pangan sehingga dihasilkan pewarna yang aman

dengan harga relatif murah. Salah satu contoh pewarna alami yang bisa digunakan

adalah antosianin (Hutapea, 2014).

2.3.1 Pewarna Alami

Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,

hewan, atau dari sumber-sumber mineral lainnya. Salah satu sumber warna dari

tumbuhan yaitu kulit kayu sebagai bahan pewarna alami. Kulit kayu mengandung

beberapa pigmen yang dapat menghasilkan jenis-jenis warna sesuai dengan pigmen

yang dikandung oleh kulit pohon, seperti antosianin menghasilkan warna oren dan

merah, flavonoid menghasilkan warna kuning, beta antosanin, tanin, betalain,

kuinon, xanton, karotenoit, khlorofil dan pigmen heme. Selain itu penelitian

toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri

dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna

alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda beda dipengaruhi faktor jenis

tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor lainnya (Purwanto, 2016).

Zat pewarna alami (ZPA) digunakan untuk mengurangi ketergantungan

terhadap penggunaan zat pewarna sintetis (ZPS) yang dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan pada manusia. Zat pewarna alami

(ZPA) tidak bersifat polutif, tidak berefek samping, tidak merugikan kesehatan, tidak

beracun, dan ramah lingkungan, tapi dalam pemanfaatan ZPA memiliki kendala

seperti ketersediaan variasi warna yang sangat terbatas dan ketersedian bahan yang

tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dijadikan larutan

pewarna tekstil sehingga tidak praktis jika dibandingkan dengan zat pewarna sintetis

(ZPS) yang lebih muda diperoleh, ketersedian warna terjamin, jenis warna

bermacam-macam dan lebih praktis dalam penggunaannya (Purwanto, 2016).

Pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah

dan disimpan, bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya dan pH tertentu.

Namun, pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat

diperbaharui (renewable), mudah terdegradasi dan ramah lingkungan (Hernani,

Universitas Sumatera Utara

Page 31: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

13

2017). Menurut Hambali, et al., 2014 zat warna alami yang sering digunakan sebagai

zat warna makanan adalah:

1. Antosianin: Pewarna ini memberikan pengaruh warna ungu, merah, biru

atau coklat. Warna ini secara alami terdapat pada buah anggur,

strawberry, apel, dan bunga. Betasianin dan betaxantin termasuk pewarna

nabati yang diperoleh dari marga tanaman centrospermae, diantaranya bit

dan bogenvil yang memberi tampilan warna kuning dan merah.

2. Karotenoid: Dapat memberikan warna kuning, merah dan oranye.

3. Klorofil: Zat warna hijau yang terdapat dalam bentuk daun, permukaan

batang tanaman dan kulit buah-buahan.

4. Kurkumin : merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman

kunyit.

2.3.2 Pewarna Sintetis

Pewarna sintetis adalah zat warna yang mengandung bahan kimia yang

biasanya digunakan didalam makanan untuk mewarnai makanan. Pewarna sintetis ini

mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai

kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih

murah. Penggunaan zat pewarna sintetik seringkali disalahgunakan, misalnya zat

pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk bahan makanan. Hal ini jelas sangat

membahayakan kesehatan, karena adanya residu logam berat pada zat pewarna.

Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari mengkonsumsi zat pewarna sintetik

tersebut menimbulkan keinginan konsumen untuk kembali kepada penggunaan

pigmen-pigmen alami sebagai pewarna makanan, karena sampai saat ini pigmen-

pigmen alami tersebut masih dianggap lebih aman, tidak berbahaya, dan tidak

mempunyai efek samping. Sumber pigmen alami atau zat pewarna alami dapat

berasal dari alam seperti tumbuhan dan hewan (Hambali, 2014).

Dari sekian banyak pewarna sintetis, terdapat beberapa pewarna yang

dikatagorikan berbahaya bagi kesehatan, seperti yang banyak dijumpai dalam

beberapa kasus adalah Rhodamine B (C28 H31 N2 O3 Cl) dan Methanyl Yellow. Ciri

makanan yang menggunakan Rhodamine B, bisanya memiliki warna yang terang lagi

cerah, namun rasanya agak pahit (Hambali, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 32: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

14

2.4 EKSTRAKSI SOXHLET

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian

sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil

zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Ekstraksi bertujuan untuk

melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke dalam

pelarut yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut. Proses ekstraksi bermula dari

penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan

pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi

pengendapan massa dengan cara difusi (Harjanti, 2016).

Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat

dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat

ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen

kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam

pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses

ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentras cairan zat

aktif di dalam dan di luar sel. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju ekstraksi

adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan

tipe pelarut (Hambali, 2014).

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi suatu senyawa dari

bahan alam tergantung pada tekstur, kandungan senyawa, dan sifat senyawa yang

diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, sokletasi, maserasi,

dan perkolasi. Pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode soxhletasi.

Teknik ini digunakan karena kandungan senyawa organik yang ada dalam bahan

cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang

diisolasi (Hidayah, 2013).

Metode soxhlet digunakan untuk mengekstrak komponen kimia dari bahan

tumbuhan dengan alat soxhlet. Soxhletasi merupakan prosedur yang umumnya

dilakukan untuk memperoleh komponen kimia dari bahan ekstrak/simplisia kering.

Bahan yang akan diekstrak berada dalam sebuah kantong penyaring di dalam sebuah

tabung. Tabung yang berisi kantong bahan ekstrak/simplisia diletakkan di antara labu

Universitas Sumatera Utara

Page 33: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

15

suling dan suatu pendingin balik yang dihubungkan melalui pipa pipet. Pelarut dalam

labu diuapkan, uap akan naik melalui pipa samping mencapai pendingin balik, uap

terkondensasi kemudian turun ketabung merendam dan melarutkan zat aktif simplisia

kemudian turun kembali kelabu. Proses ini berlangsung berulang‐ulang sampai

hampir zat tersari seluruhnya. Soxhletasi menguntungkan karena cairan penyari yang

digunakan sedikit dan cocok untuk bahan yang tahan pemanasan. Cairan penyaring

yang digunakan murni sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak (Purwanto,

2016).

2.5 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES EKSTRAKSI

Faktor yang mempengaruhi ekstraksi diantaranya:

1. Temperatur

Temperatur operasi yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap ekstraksi

karena adanya peningkatan kecepatan difusi, peningkatan kelarutan dari larutan, dan

penurunan viskositas pelarut. Dengan viskositas pelarut yang rendah, kelarutan yang

dapat dicapai lebih besar. Temperatur yang digunakan harus dapat disesuaikan

dengan kelarutan pelarut, stabilitas pelarut, tekanan uap pelarut, dan selektifitas

pelarut.

2. Ukuran partikel padatan

Untuk meningkatkan kinerja proses ekstraksi baik dari segi waktu yang

diperlukan untuk lebih singkat dengan hasil ekstraksi yang diperoleh dapat lebih

besar, maka diupayakan agar sampel padatan yang digunakan memiliki luas

permukaan yang besar. Dimana luas permukaan yang besar ini dapat dicapai dengan

memperkecil ukuran pada bahan padatan. Ukuran kecil padatan ini kemudian akan

memperpendek lintasan pada kapiler, proses difusi dan tahanan proses difusi internal

dapat diabaikan. Semakin luas permukaan padatan maka perpindahan massa

ekstraksi akan berlangsung lebih cepat (Presetyo, et al., 2012).

3. Waktu

Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin lama waktu kontak antara

pelarut dan solute sehingga perolehan ekstrak akan semakin besar. Namun bila waktu

yang dibutuhkan terlalu lama maka secara ekonomis proses ekstraksi tersebut

berlangsung dengan tidak efisien (Presetyo, et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 34: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

16

4. Rasio zat padat terhadap pelarut

Jumlah pelarut perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Pelarut yang terlalu

banyak dapat mengakibatkan pemborosan biaya dalam operasi ekstraksi (Presetyo, et

al., 2012).

5. Faktor pelarut

Pelarut harus memenuhi kriteria seperti daya larut terhadap solut cukup besar

dapat diregenasi, memiliki koefisien distribusi solut yang cukup tinggi, dapat

memuat solut dalam jumlah yang besar, sama sekali tidak melarutkan diluen atau

hanya sedikit melarutkan diluen, memiliki kecocokan dengan solut yang akan

diekstraksi serta murah dan mudah didapat (Kristija dan Ariestya, 2012).

Teknik ekstraksi menjadi penting dalam aplikasi antosianin sebagai pewarna

bahan pangan. Antosianin merupakan molekul polar yang bersifat larut dalam air dan

lebih stabil dalam pelarut polar. Antosianin juga dapat larut dalam asam dan tidak

stabil dalam larutan netral atau basa sehingga metode konvensional ekstraksi

antosianin biasanya menggunakan pelarut asam seperti HCl dalam etanol. Namun,

HCl dan metanol berisiko untuk bahan pangan karena bersifat toksik sehingga dapat

digantikan dengan etanol dan asam-asam organik yang relatif lebih aman (Ginting,

2011).

Penggunaan asam sitrat lebih efektif dalam mengekstrak antosianin dibanding

asam asetat karena pH-nya lebih rendah. Pelarut etanol-asam sitrat 2% memiliki pH

3,6; sedangkan pelarut etanol-asam asetat 2%, ber-pH 4,1. Mukhsin (2007) juga

menggunakan pelarut etanol 95% dengan 1% asam sitrat (pH 3) untuk mengekstrak

antosianin. Semakin banyak asam yang ditambahkan maka larutan akan semakin

asam sehingga seharusnya semakin efektif mengekstrak antosianin (Ginting, 2011).

2.6 SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

Spektoskopi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang materi dan

komponennya berdasarkan cahaya atau partikel yang dipancarkan, diserap maupun

dipantulkan oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat dijelaskan sebagai suatu

ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara cahaya dan materi. Spektrofotometer

digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi oleh

molekul-molekul di dalam larutan. Spesi yang mengabsorpsi dapat melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 35: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

17

transisi elektron yang menimbulkan spektra ultraviolet dan tampak (Mutmainnah,

2018).

Spektrofotometer UV-Vis merupakan salah satu jenis spektrofotometer yang

sering digunakan dalam kegiatan analisis. Molekul-molekul dapat mengabsorpsi atau

mentransmisi radiasi gelombang elektromagnetik. Berkas cahaya putih adalah

kombinasi semua panjang gelombang spektrum tampak. Perbedaan warna yang

dilihat pada dasarnya ditentukan dengan bagaimana gelombang cahaya tersebut

diserap atau dipantulkan oleh objek atau suatu larutan (Nurlela, 2011).

Spektrofotometer ini memiliki bagian peralatan optik atau bagian-bagian yang

memegang fungsi dan peranannya sendiri.

Alat ini bekerja berdasarkan pada serapan sinar ultraviolet tampak oleh

molekul yang mengabsorbsi cahaya elektromagnetik. Senyawa-senyawa zat warna

dapat diukur panjang gelombang maksimum pada UV-Vis dengan panjang

gelombang 200-700 nm (Harbone, 1987). Golongan zat warna memiliki spektrum

yang berbeda-beda sehingga panjang gelombang yang dihasilkan dari golongan zat

warna berbeda-beda. Tabel spectrum dari golongan zat warna tumbuhan dapat dilihat

sebagai berikut (Baharuddin, 2015):

Tabel 2.3. Spektrum Golongan Pigmen Tumbuhan

Golongan Pigmen Jangka Spektrum

Tampak (nm) Jangka Ultraviolet (nm)

Antosianin 475 - 550 ±270

Tanin 474,5 -

Alkaloid - 270 – 285

2.7 UJI TOKSISITAS METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Uji toksisitas dengan metode BSLT merupakan salah satu metode untuk

menguji toksik dari suatu senyawa menggunakan hewan uji larva Artemia salina

Leach. Prosedurnya dengan menggunakan nila LC50 dari aktivitas senyawa terhadap

larva udang Artemia salina Leach. Suatu senyawa dikatan bersifat toksik jika harga

LC50<1000 µg/ml (ppm) yaitu konsentrasi dimana suatu senyawa dapat

menyebabkan terjadinya 50% kematian hewan uji larva Artemia Salina Leach

(Millati, 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 36: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

18

LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air

yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk

hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan

perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji

dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan

menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50 dapat

digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga

untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker (Ginting, et al., 2014)

BSLT menggunakan larva udang adalah cepat waktu ujinya sederhana (tanpa

teknik aseptik), murah (tidak serum hewan), jumlah organisme banyak, memenuhi

kebutuhan validasi statistik dengan sedikit sampel. Mekanisme kematian larva

berhubungan dengan fungsi-fungsi senyawa-senyawa yang terkandung dalam selnya

yang dapat menghambat daya makan larva. Cara kerja senyawa-senyawa tersebut

adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh sebab itu,

apabila senyawa-senyawa tersebut masuk kedalam tubuh larva maka alat

pencernaan larva akan terganggu. Di samping itu, senyawa-senyawa tersebut dapat

menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva sehingga akan

mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa larva tidak mampu

mengenali makanannya, akibatnya larva akan mati kelaparan (Millati, 2016).

Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut dimana

efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat yaitu 24 jam setelah

pemberian dosis uji (Arwan, 2017).

Universitas Sumatera Utara

Page 37: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Laboratorium Ekologi,

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Kimia Organik

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara, Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Biji Saga

2. Etanol 96%

3. Asam Sitrat 5%

4. Aquadest

5. 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil

6. Metanol PA

7. Larutan buffer KCl-HCl

8. Larutan buffer NaOAc

3.2.2 Peralatan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Neraca analitik

2. Alat ekstraksi soxhlet

3. Aerator

4. Blender

5. Heating Mantle

6. Kertas saring

7. Beaker Glass

8. Erlenmeyer

9. Alat Rotary Evaporator

10. Spektofotometer – UV VIS

Universitas Sumatera Utara

Page 38: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

20

3.3 RANGKAIAN PERALATAN

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Ekstraksi Soxhletasi

Keterangan :

1. Refluks Kondensor

2. Klem

3. Soxlet

4. Kertas Saring

5. Hols

6. Labu didih

7. Heater

8. Statif

9. Selang Air Masuk

10. Selang Air Keluar

a. Sampel didalam Hols

b. Etanol dan Ekstrak

Universitas Sumatera Utara

Page 39: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

21

3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 Penyiapan Bahan Baku

Bahan baku yaitu kulit kulit biji saga (Adenanthera Pavonina L) dicuci bersih

dan dipisahkan antara kulit bagian luar dan bagian inti biji. Bagian kulit luar ini

dihaluskan dengan blender.

3.4.2 Ekstraksi Pigmen Antosianin

Kulit biji saga halus dengan pelarut etanol 96% ditambahkan asam sitrat 5%

dan pelarut Aquadest ditambahkan asam sitrat 5% disiapkan sesuai dengan rasio

bahan:pelarut yaitu 1:7 (b/v) dan dimasukkan sampel 25 gram ke dalam alat soxhlet

serta pelarut ke dalam labu didih yang berlangsung pada kondisi operasi 70 °C dan

100 oC (sesuai titik didih pelarut), waktu ekstraksi yaitu selama 30 menit, 1 jam dan

2 jam sebagai variabel berubah penelitian. Ekstrak yang diperoleh berupa filtrat

bebas ampas. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator

pada suhu 50 oC dan kecepatan pemutaran 80 rpm hingga diperoleh konsentrat pekat.

Konsentrat ini disimpan dalam botol gelap pada suhu 4 °C sampai siap untuk

dianalisa (Fitriani dan Awaliyah, 2015; Winata dan yunianta, 2015).

3.4.2 Ekstraksi untuk Uji Toksisitas

Kulit biji saga halus ditimbang sebanyak 50 gram dibungkus dengan kertas

saring dan dimasukkan ke dalam soxhlet. Sampel diekstraksi dengan 500 ml pelarut

etanol 96% ditambahkan asam sitrat 5% dan pelarut Aquadest ditambahkan asam

sitrat 5% pada suhu sesuai titik didih masing-masing pelarut sampai pelarut dalam

soxhlet bening. Ekstrak yang didapat berupa filtrat bebas ampas dipekatkan dengan

rotary vacuum evaporator pada suhu 50 oC dan kecepatan pemutaran 80 rpm hingga

didapat konsentrat pekat. Konsentrat ini disimpan dalam botol gelap pada suhu 4 °C

sampai siap untuk dianalisa.

3.5 KARAKTERISASI EKSTRAK KULIT BIJI SAGA

3.5.1 Uji Pembuktian Antosianin Secara Kualitatif (Syamsinar, et al., 2018)

Uji kualitatif antosianin dari ekstraksi kulit biji saga dilakukan dengan

menggunakan pelarut HCl dan NaOH. Ekstrak antosianin kulit biji saga sebanyak 0,5

gram ditambahkan HCl 2 M sebanyak 5 mL kemudian dipanaskan selama 5 menit.

Hasil menunjukkan adanya antosianin apabila terjadi perubahan warna menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 40: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

22

merah. Kemudian ditambahkan NaOH 2 M tetes demi tetes sambil diamati

perubahan warna yang terjadi. Hasil menunjukkan adanya antosianin apabila timbul

warna menjadi hijau biru yang memudar perlahan-lahan.

3.5.2 Analisa Rendemen Ekstrak Kasar Antosianin (Armanzah dan

Hendrawati, 2016)

Setelah pelarut diuapkan dengan rotary vacum evaporator didapatkan ekstrak

pekat. Ekstrak tersebut ditimbang dan dibandingkan dengan berat awal kulit biji

saga. Pengukuran % berat rendemen pigmen antosianin dilakukan dengan

menggunakan rumus rendemen antosianin berikut:

[1]

3.5.3 Penentuan Konsentrasi Total Antosianin (Rafi, et al., 2017)

Penentuan kandungan antosianin total dilakukan dengan metode pH

perbedaan. Sebanyak masing-masing 0,8 ml ekstrak antosianin dimasukkan ke dalam

2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan buffer KCl-HCl (0,2

M, pH 1) sebanyak 7,2 ml dan tabung reaksi kedua ditambah larutan buffer NaOAc

(0,2 M, pH 4.5) sebanyak 7,2 ml. Masing-masing larutan diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 510 nm dan 700 nm setelah diinkubasi selama 15 menit pada

suhu ruang, hasilnya dimasukkan ke persamaan berikut:

[2]

Kadar total antosianin dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus

berikut:

[3]

Keterangan:

MW = Berat molekul sianidin-3-O-glukosida (449,2 g/mol)

Universitas Sumatera Utara

Page 41: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

23

DF = Faktor pengenceran (8 ml/ 0,8 ml)

Epsilon = Absorptivitas molar (26.900 L/mol.cm)

b = Tebal kuvet (1 cm)

Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg CyE/g sampel (CyE =

sianidin equivalen).

3.5.4 Analisa Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Tristiani, et al.,

2016)

Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH. Menyiapkan 5

sampel ekstrak kulit biji saga yang memiliki variasi waktu ekstraksi dan jenis pelarut.

Kemudian membuat larutan induk masing-masing sampel sebesar 100 ppm dengan

melarutkan 10 mg ekstrak pada 100 ml metanol PA. Selanjutnya melakukan

pengenceran menggunakan pelarut metanol PA dengan membuat variasi konsentrasi

yaitu 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, dan 8 ppm pada tiap masing-masing sampel.

Menyiapkan larutan stock DPPH 50 ppm. Larutan stock DPPH dibuat dengan

melarutkan 5 mg padatan DPPH ke dalam 100 ml metanol PA. Kemudian disiapkan

larutan perbandingan, yaitu larutan kontrol yang berisi 2 ml methanol PA dan 1 ml

larutan DPPH 50 ppm. Untuk sampel uji, disiapkan masing-masing 2 ml larutan

sampel dan 2 ml larutan DPPH. Kemudian, di inkubasi selama 30 menit pada suhu

27℃ hingga terjadi perubahan warna dari aktivitas DPPH. Semua sampel yaitu

sampel ekstrak yang telah di inkubasi di uji nilai absorbansinya menggunakan

spektrofotometer Uv-vis pada panjang gelombang 517 nm. Perhitungan nilai

konsentrasi efektif atau IC50 menggunakan rumus sebagai berikut:

[4]

Keterangan :

Ac = Nilai absorbansi kontrol

A = Nilai absorbansi sampel

Universitas Sumatera Utara

Page 42: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

24

3.5.5 Analisa Intensitas Warna Ekstrak (Yudiono dan Kurniawati, 2018)

Sebanyak 20 mg ekstrak kulit biji saga dilarutkan kedalam larutan buffer

asam sitrat + dibasic natrium fosfat pH 3 sebanyak 25 ml. Adapun larutan buffer

dibuat dengan melarutkan 159 ml dari larutan asam sitrat 2,1% kemudain

dicampurkan dengan 41 ml dari larutan natrium fosfat 0,16% sampai dengan pH 3.

Kemudian dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum (515 nm untuk cyanidin-3 - glukosida) sehingga absorbansi

didapat sekitar 0,2 sampai 0,7. Larutan asam sitrat - dibasic natrium fosfat pH 3.0

digunakan sebagai kontrol. Penentuan intensitas warna dihitung dengan persamaan

berikut:

Intensitas warna =

[5]

3.5.6 Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Letalhity Test (BSLT)

3.5.6.1 Tahap Pembiakan Bioindikator Artemia Salina Leach (Sarah, et al., 2017)

Pembiakan larva Artemia Salina Leach dilakukan dalam media air laut

buatan dengan melarutkan 27 gram garam komersial menggunakan 3 liter air.

Aerator digunakan sebagai sumber oksigen dan lampu 60-100 watt sebagai

penghangat untuk penetasan telur larva Artemia Salina Leach sebanyak 15 gram.

Pembiakan dilakukan dalam waktu 20-24 jam, setelah waktu tersebut maka larva

yang didapat harus dipisahkan dari cangkang telurnya.

3.5.6.2 Tahap Penyiapan Larutan Stok Kontrol dan Uji Toksisitas (Ginting, et al.,

2014)

Larutan stok dibuat dengan melarutkan ekstrak sampel pekat dengan air

garam (air laut buatan) sebagai media uji bioindikator larva Artemia Salina Leach.

Larutan stok 2000 ppm dibuat dengan melarutkan 20 mg ekstrak kulit biji saga pekat

dengan 10 ml air garam. Larutan stok ini digunakan sebagai larutan dasar dalam

membuat larutan uji dengan konsentrasi 1000; 100; 10; dan 0 ppm.

3.5.6.3 Tahap Uji Toksisitas Metode BSLT (Brine Shrimp Letalhity Test) (Susilowati,

2017)

Larutan uji dengan konsentrasi 1000; 100; 10; dan 0 ppm, masing-masing

dipipet sebanyak 6 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ekor

Universitas Sumatera Utara

Page 43: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

25

larva udang yang telah berumur 1 minggu. Setiap konsentrasi dilakukan dua kali

pengulangan dan dibandingkan dengan kontrol. Pengamatan I dilakukan selama 6

jam dengan selang waktu 1 jam. Selanjutnya pengamatan II dilakukan pada 12, 18

dan 24 jam. Jumlah larva udang yang mati dihitung tiap 6, 12, 18 dan 24 jam.

Persentase kematian (% mortalitas) untuk setiap variasi konsentrasi yang

diujikan dihitung menggunakan persamaan berikut:

[6]

Apabila pada kontrol terdapat larva Artemia salina yang mati, maka %

mortalitas dihitung dengan rumus Abbott:

[7]

Data persentase kematian pada larva Artemia salina yang diperoleh

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis data regresi dari konsentrasi

larutan dengan nilai probit yang diperoleh dari persen mortalitas. Dari analisis data

regresi log konsentrasi dan probit diperoleh nilai intersep dan slop sehingga dapat

disusun dalam persamaan linier y = ax + b. Nilai LC50 ditentukan dari log (x) yaitu

konsentrasi yang menyebabkan 50% hewan uji mati.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

26

3.6 TAHAPAN PERCOBAAN

3.6.1 Tahap Ekstraksi Pigmen Antosianin

Adapun tahapan ekstraksi soxhlet untuk analisa karakteristik antosianin dapat

dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini:

Gambar 3.2 Tahapan Ekstraksi Soxhlet untuk Analisa Karakteristik Antosianin

3.6.2 Tahap Ekstraksi Soxhlet untuk Uji Toksisitas

Adapun tahapan ekstraksi soxhlet untuk pengujian toksistas dapat dilihat pada

Gambar 3.3 dibawah ini:

Sampel sebanyak 25 gram dibungkus dengan kertas saring dan

dimasukkan ke dalam alat soxhlet

Masing-masing pelarut dengan perbandingan 1:7 (b/v) dimasukkan

kedalam labu didih

Mulai

Sampel sebanyak 50 gram dibungkus dengan kertas saring

dan dimasukkan ke dalam alat soxhlet

Mulai

Selesai

Dirangkai soxhlet, labu didih, kondensor dan heating mantle

Pemanas diatur pada suhu sesuai titik didih pelarut dan dilakukan

ekstraksi soxhlet dengan variasi 30 menit, 60 menit dan 120 menit

waktu ekstraksi

Diperoleh ekstrak berupa filtrat bebas ampas

A

Universitas Sumatera Utara

Page 45: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

27

Gambar 3.3 Prosedur Ekstraksi Soxhlet untuk Uji Toksisitas

3.6.3 Tahap Pemekatan Ekstrak dengan Rotary Vacuum Evaporator

Adapun tahapan pemekatan ekstrak dengan rotary vacuum evaporator dapat

dilihat pada Gambar 3.4 dibawah ini:

Gambar 3.4 Tahapan Pemekatan Ekstrak dengan Rotary Vacuum Evaporator

Ekstrak hasil ekstraksi soxhlet dimasukkan kedalam labu didih

Selesai

Labu didih dirangkai pada alat rotary vacuum evaporator

Diatur suhu rotary vacuum evaporator pada suhu 50 oC dan

dibiarkan pelarut menguap hingga terbentuk larutan pekat

Mulai

Larutan pekat siap diuji

Selesai

Masing-masing pelarut sebanyak 500 ml dimasukkan kedalam labu

Dirangkai soxhlet, labu didih, kondensor dan hotplate

Pemanas diatur pada suhu sesuai titik didih pelarut dan

dilakukan ekstraksi sampai larutan dibagian soxhlet bening

Diperoleh ekstrak berupa filtrat bebas ampas

A

Universitas Sumatera Utara

Page 46: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

28

3.6.4 Tahapan Karakterisasi Ekstrak Kulit Biji Saga

3.6.4.1 Flowchart Uji Pembuktian Antosianin Secara Kualitatif

Adapun flowchart uji pembuktian antosianin secara kualitatif dapat dilihat

pada Gambar 3.5 dibawah ini:

Ya

Gambar 3.5 Flowchart Uji Pembuktian Antosianin secara Kualitatif

Ya

Tidak

Tidak

Ekstak sampel sebanyak 0,5 gram dilarutkan HCl 2 M

sebanyak 5 ml

Selesai

Dipanaskan pada suhu 78 oC selama 5 menit

Mulai

Apakah warna

berubah

menjadi merah?

NaOH 2 M ditambahkan tetes demi tetes

Apakah warna

menjadi hijau

atau biru?

Universitas Sumatera Utara

Page 47: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

29

3.6.4.2 Analisa Rendemen Ekstrak Kasar Antosianin

Adapun tahapan analisa rendemen ekstrak kasar antosianin dapat dilihat pada

Gambar 3.6 dibawah ini:

Gambar 3.6 Prosedur Analisa Rendemen Ekstrak Kasar Antosianin

3.6.4.3 Analisa Konsentrasi Total Antosianin

Adapun tahapan analisa konsentrasi total antosianin dapat dilihat pada

Gambar 3.7 dibawah ini:

Ditimbang berat sampel awal

Selesai

Dihitung persen rendememen antosianin

Mulai

Ditimbang ekstrak pekat antosianin yang diperoleh dari hasil ekstraksi

Diukur absorbansi larutan ekstrak dengan spektrofotometer

UV-Vis pada gelombang 510 dan 700 nm

Diambil 1 ml larutan ekstrak dan ditambahkan 7,5 ml

larutan buffer NaOAc 0,2 M, pH 4,5

Ekstrak pekat dari kulit biji saga sebanyak 0,1 gram

dilarutkan dengan 10 ml aquadest

Mulai

Diambil 1 ml larutan ekstrak dan ditambahkan 7,5 ml larutan

buffer KCl-HCl 0,2 M, pH 1

A

Universitas Sumatera Utara

Page 48: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

30

Gambar 3.7 Tahapan Analisa Konsentrasi Total Antosianin

3.6.4.4 Analisa Aktivitas Antioksidan

Adapun tahapan analisa aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 3.8

dibawah ini:

Selesai

Nilai absorbansi yang didapat dimasukkan ke persamaan kadar total

antosianin untuk menentukan konsentrasi total antosianin

A

Masing-masing ekstrak pekat di timbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan 100 ml

methanol PA untuk pembuatan larutan induk 100 ppm

Diencerkan menggunakan larutan methanol PA dengan membuatn variasi

konsentrasi yaitu 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, dan 8 ppm untuk masing-masing sampel

Dilarutkan 5 mg padatan DPPH ke dalam 100 ml methanol PA untuk pembuatan

larutan stok 50 ppm

Disiapkan larutan perbandingan dengan larutan kontrol yang berisi 2 ml methanol

PA dan 1 larutan DPPH 50 ppm

Mulai

Disiapkan larutan uji dengan 2 ml larutan sampel dan 2 larutan DPPH, diinkubasi

selama 30 menit dan 27 oC

Diukur absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada

gelombang 517 nm

Selesai

Nilai absorbansi yang didapat dimasukkan ke persamaan aktivitas

antioksidan untuk menetukan nilai konsentrasi efektif atau IC50

Gambar 3.8 Tahapan Analisa Aktivitas Antioksidan

Universitas Sumatera Utara

Page 49: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

31

3.6.4.5 Analisa Intensitas Warna Ekstrak

Adapun tahapan analisa intensitas warna ekstrak dapat dilihat pada Gambar

3.9 dibawah ini:

Gambar 3.9 Tahapan Analisa Intensitas Warna Pigmen

3.6.5 Tahapan Uji Toksisitas

3.6.5.1 Tahap Penyiapan Bioindikator Artemia Salina Leach

Adapun tahapan penyiapan bioindikator artemia salina leach dapat dilihat

pada Gambar 3.10 dibawah ini:

Ekstrak pekat dari kulit biji saga sebanyak 20 mg

dilarutkan larutan buffer sebanyak 25 ml

Selesai

Mulai

Dihomogenkan dengan magnetic stirrer

Diukur absorbansi larutan ekstrak dengan

spektrofotometer UV-Vis pada gelombang 515 nm

Nilai absorbansi yang didapat dimasukkan ke persamaan

intensitas warna untuk menentukan intensitas warna ekstrak

Media pembiakan udang dibuat dengan melarutkan 27 gram garam

komersil dengan 3 liter air dalam wadah silinder

Dihubungkan pipa aerator ke dalam wadah dan lampu (60-100 watt)

diletakkan didekat wadah

Mulai

Ditimbang larva Artemia Salina Leach sebanyak 15 gram dan dan

dicampurkan ke dalam media air garam dan dibiarkan selama 20-24 jam

A

Universitas Sumatera Utara

Page 50: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

32

Gambar 3.10 Tahapan Penyiapan Bioindikator Artemia Salina Leach

3.6.5.2 Tahap Penyiapan Larutan Stok dan Larutan Uji Toksisitas

Adapun tahapan penyaiapan larutan stok dan larutan uji toksisitas dapat

dilihat pada Gambar 3.11 dibawah ini:

.

Gambar 3.11 Tahapan Penyaiapan Larutan Stok dan Larutan Uji Toksisitas

Ekstrak pekat di timbang sebanyak 20 mg dan dilarutkan

menggunakan air garam 10 ml untuk pembuatan larutan stok 2000

Selesai

Konsentrasi 1000 ppm dibuat dengan mengambil 5 ml larutan 2000

ppm dan ditambahkan air garam 5 ml

Konsentrasi 100 ppm dibuat dengan mengambil 2 ml larutan 1000

ppm dan ditambahkan air garam sampai 20 ml.

Konsentrasi 10 ppm dibuat dengan mengambil 2 ml larutan 100 ppm

dan ditambahkan air garam sampai 20 ml

Mulai

Selesai

Setelah 24 jam, dikumpulkan udang yang telah menetas dan dipisahkan

dari cangkang larva udang

Dibiarkan larva udang hidup sampai 1 minggu sebelum digunakan

sebagai bioindikator uji toksisitas

A

Universitas Sumatera Utara

Page 51: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

33

3.6.5.3 Uji Toksisitas Metode BSLT (Brine Shrimp Legalhity Test)

Adapun tahapan uji toksisitas metode bslt (brine shrimp legalhity test) dapat

dilihat pada Gambar 3.12 dibawah ini:

Gambar 3.12 Tahapan Uji Toksisitas Metode BSLT (Brine Shrimp Legalhity Test)

Larutan uji 1000, 100, 10 dan 0 ppm disiapkan masing-masing 6 ml

kedalam wadah kaca bening

Selesai

Dimasukkan bioindikator Artemia Salina Leach kedalam masing-

masing tabung uji

Dilakukan pengamatan tahap I setiap 1 jam selama 6 jam dan dicatat

kematian larva dalam masing-masing larutan uji

Dilakukan pengamatan II setiap 6 jam selama 24 jam dan dicatat

kematian larva dalam masing-masing larutan uji

Hitung jumlah udang yang mati dan buat % kematian larva dan

dicari nilai LC50 menggunakan analisis data regresi

Mulai

Universitas Sumatera Utara

Page 52: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS KUALITATIF

4.1.1 Uji Pembuktian Antosianin Secara Kualitatif

Uji pembuktian antosianin secara kualitatif merupakan uji pendahuluan

yang dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa aktif yang terdapat di

dalam sampel. Hasil uji pembuktian antosianin dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Uji Pembuktian Antosianin

Jenis

Pelarut Senyawa Reaksi

Perubahan

Warna Hasil

Etanol

Antosianin

Esktrak + HCl 2

M + pemanasan

5 menit

Merah mudah

menjadi merah

terang

Positif

Esktrak +

NaOH 2 M

Merah terang

menjadi coklat

kehitaman

Positif

Aquadest

Esktrak + HCl 2

M + pemanasan

5 menit

Merah mudah

menjadi merah

terang

Positif

Esktrak +

NaOH 2 M

Merah terang

menjadi coklat

kehitaman

Positif

Berikut gambar hasil percobaan uji pembuktian antosianin secara kualitatif:

(a) (b)

Gambar 4.1 Pengamatan Uji Pembuktian Antosianin (a) Perubahan Warna

Penambahan HCl 2 M (b) Perubahan Warna Penambahan Larutan

NaOH

Universitas Sumatera Utara

Page 53: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

35

Berdasarkan Tabel 4.1 ekstrak etanol dan aquadest kulit biji saga dengan

menggunakan HCl terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi merah

terang yang menunjukkan hasil positif bahwa antosianin pada kondisi asam

memiliki gugus metoksi yang dominan menyebabkan warna merah dan relatif

lebih stabil. Pada penambahan NaOH terjadi perubahan warna dari merah terang

menjadi hijau kehitaman yang menunjukkan hasil positif bahwa antosianin pada

kondisi basa menjadi berwarna gelap karena adanya gugus hidroksi yang dominan

menyebabkan warna cenderung relatif tidak stabil. Hasil penelitian analisa

kualitatif yang diperoleh juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan Fauziah, et al, 2016 melalui uji fitokimia. Reaksi yang terjadi pada uji

fitokimia dapat dilihat pada gambar 4.2 dan gambar 4.3 berikut (Fauziah, et al,

2016):

+ HCl → + Cl-

Gambar 4.2 Reaksi Antosianin dengan Asam Klorida

+ NaOH → + OH-

Gambar 4.3 Reaksi Antosianin dengan Natrium Hidroksida

4.2 ANALISA KUANTITATIF

4.2.1 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Berdasarkan Rendemen

Ekstrak

Rendemen ekstrak antosianin menunjukkan persen perolehan antosianin

dari kulit biji saga. Rendemen dilakukan dengan cara berat hasil dibagi dengan

berat awal. Setelah proses penyaringan, ekstrak kulit biji saga dimasukkan ke

dalam alat rotary vacum evaporator hal ini bertujuan untuk menguapkan pelarut

Universitas Sumatera Utara

Page 54: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

36

dengan suhu dibawah titik didih pelarut dengan menaikkan tekanan karena

antosianin dapat rusak pada suhu 60 oC. Ekstrak tersebut dirotary hingga kering

hingga diperoleh konsentrat pekat kemudian rendemen dapat dihitung dengan

rumus yang tertera pada lampiran. Pengaruh waktu ektraksi dan jenis pelarut

terhadap rendemen ekstrak ditunjukkan pada gambar 4.4 sebagai berikut:

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Terhadap Persen

Rendemen Ekstrak Antosianin

Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa rendemen ekstrak yang dihasilkan

cenderung meningkat dengan peningkatan waktu ekstraksi. Semakin lama waktu

ekstraksi, rendemen yang diperoleh pun akan meningkat, hal tersebut dikarenakan

semakin banyak senyawa yang terlarut ke dalam pelarut (Ramadhan dan Phaza,

2010). Semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan, waktu kontak antara

sampel dan pelarut semakin lama sehingga jumlah senyawa yang terekstraksi

semakin banyak. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tercapai kondisi

kesetimbangan antara konsentrasi senyawa di dalam bahan baku dengan

konsentrasi senyawa di pelarut (Srijanto, 2010). Dari gambar 4.4, rendemen

ekstrak kulit biji saga yang dihasilkan berbanding lurus dengan semakin lamanya

waktu ekstraksi.

Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa untuk jenis pelarut pada

pelarut etanol dengan waktu ekstraksi selama 120 menit 55,692% menghasilkan

rendemen ekstrak yang lebih banyak dibandingkan waktu 60 menit 51,592% dan

30 menit 36,424%. Sedangkan pada pelarut aquadest dengan waktu ekstraksi

selama 120 menit 68,488% menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih banyak

dibandingkan waktu 60 menit 50,856% dan 30 menit 51,028%. Dari data yang

0

20

40

60

80

30 60 120

Ren

dem

en E

kst

rak

(%

)

Waktu Ekstraksi (menit)

Etanol

Aquadest

Universitas Sumatera Utara

Page 55: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

37

diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa nilai rendemen ekstrak pada pelarut

aquadest lebih tinggi dibandingan dengan pelarut etanol hal ini disebabkan

aquadest merupakan pelarut yang lebih polar daripada etanol dalam

mengekstraksi antosianin serta semakin lama waktu ekstraksi, rendemen yang

diperoleh juga akan semakin banyak.

4.2.2 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Berdasarkan Analisis

Kadar Total Antosianin

Uji kuantitatif kadar antosianin dilakukan dengan metode differential pH

yaitu pH 1 dan pH 4,5 dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 510 nm dan panjang gelombang 700 nm. Pengaruh

waktu ekstraksi dan pelarut terhadap kadar total antosianin ditunjukkan pada

gambar 4.5 sebagai berikut:

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Pelarut Terhadap Kadar Total

Antosianin

Pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa kadar total antosianin yang

dihasilkan cenderung meningkat dengan peningkatan waktu ekstraksi. Hal ini

disebabkan karena semakin lama waktu ekstraksi maka kontak antar bahan dan

pelarut semakin lama sehingga semakin banyak antosianin yang terlarut

didalamnya (Susanti, et al., 2015).

Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa untuk variasi jenis pelarut

pada etanol dengan waktu ekstraksi selama 120 menit 98,857 (mg/L)

menghasilkan antosianin dengan kadar lebih tinggi dibandingkan waktu 60 menit

42,749 (mg/L) dan 30 menit 12,691 (mg/L). Sedangkan pada pelarut aquadest

0

20

40

60

80

100

120

30 60 120

Kad

ar

An

tosi

an

in (

mg/L

)

Waktu Ekstraksi (menit)

Etanol

Aquadest

Universitas Sumatera Utara

Page 56: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

38

dengan waktu ekstraksi selama 120 menit 100,026 (mg/L) menghasilkan

antosianin dengan kadar lebih tinggi dibandingkan waktu 60 menit 62,120 (mg/L)

dan 30 menit 18,369 (mg/L). Jumlah kandungan total antosianin yang diperoleh

cukup tinggi hal ini terjadinya degradasi pigmen karena penggunaan pelarut yang

mengandung asam sitrat dapat menyebabkan hidrolisis gugus asil yang labil, ko-

pigmen, atau kompleks logam yang merupakan bagian dari bentuk asli antosianin

yang berkontribusi untuk stabilitasnya. Penggunaan asam sitrat, sebagai asam

organik yang lebih lemah, dapat meminimalkan degradasi pigmen (Syamsinar, et

al., 2018). Dari data yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa nilai kadar

antosianin pada pelarut aquadest + asam sitrat lebih tinggi dibandingan dengan

pelarut etanol + as.sitrat hal ini disebabkan aquadest merupakan pelarut yang lebih

polar daripada etanol dalam mengekstraksi antosianin serta semakin lama waktu

ekstraksi, kadar antosianin yang didapat juga akan semakin besar.

4.2.3 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Berdasarkan Analisis

Intensitas Warna

Intensitas warna menunjukkan kepekatan warna merah dalam kulit biji

saga. Penentuan intensitas warna dari ekstrak kulit biji saga ditentukan dalam

panjang gelombang maksimum 515 nm. Pengaruh waktu ekstraksi dan pelarut

terhadap intensitas warna antosianin ditunjukkan pada gambar 4.6 sebagai berikut:

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Terhadap

Intensitas Warna Antosianin

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

30 60 120

Inte

nsi

tas

Warn

a

Waktu Ekstraksi (menit)

Etanol

Aquadest

Universitas Sumatera Utara

Page 57: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

39

Pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa intensitas warna antosianin yang

dihasilkan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan peningkatan waktu

ekstraksi. Hal ini disebabkan karena waktu ekstraksi pigmen antosianin

berpengaruh terhadap kadar antosianin maupun kestabilan warna pigmen.

Semakin lama waktu ekstraksi maka terjadinya kontak antara pelarut dengan

bahan akan semakin lama.

Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada ekstraksi selama 30

menit nilai intensitas zat warna untuk jenis pelarut etanol dan aquadest (0,298 dan

0,391). Kemudian pada waktu ekstraksi selama 1 jam memberikan nilai intensitas

warna tertinggi yaitu 0,311 pada pelarut etanol dan 0,528 pada pelarut aquadest.

Hal ini dikarenakan ekstraksi selama 1 jam memberikan waktu yang cukup untuk

menembus dinding sel dan menarik keluar senyawa-senyawa yang terkandung

dalam bahan, sehingga dihasilkan nilai intensitas warna yang paling tinggi.

Namun pada waktu ekstraksi 2 jam nilai intensitas warna mengalami penurunan

yaitu untuk jenis pelarut etanol dan aquadest (0,294 dan 0,330) hal ini disebabkan,

semakin lama waktu ekstraksi pigmen antosianin mengalami degradasi

(dekomposisi) antosianin dan perubahan struktur pigmen sehingga terjadi

pemucatan dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna) (Fitriani dan

awaliyah, 2015). Dari data yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa waktu

ekstraksi selama 1 jam merupakan waktu relatif baik untuk memperoleh

banyaknya pigmen warna antosianin.

4.2.4 Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Berdasarkan Analisa

Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antikosidan ekstrak kulit biji saga dalam penelitian ini

dilakukan menggunakan metode DPPH. Metode pengujian ini berdasarkan pada

kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas.

Radikal bebas yang digunakan adalah DPPH (1,1 –diphenyl-2-picylhydrazyl)

(Syafuddin, 2015). Aktivitas antioksidan dapat diketahui dari nilai persen inhibis.

Turunnya persen inhibisi dipengaruhi oleh menaiknya nilai absorbansi yang

dihasilkan sampel. Untuk melihat pengaruh persen inhibisi terhadap konsentrasi

larutan ekstrak sampel dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

40

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Konsentrasi Larutan Ekstrak Terhadap Persen

Inhibisi

Pada grafik 4.7 dapat dilihat bahwa persen inhibisi pada ekstrak kulit biji

saga yaitu cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi. Hal ini

dikarenakan naiknya nilai absorbansi yang disebabkan oleh tingginya konsentrasi

larutan sampel. Adapun data persen inhibisi ini digunakan untuk mencari

persamaan linier dengan cara memplotkan masing-masing data persen inhibis

dengan konsentrasi larutan uji maka akan didapat linierisasi dan persamaan yang

dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi efektif yang dinyatakan dalam

bentuk IC50.

Nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif ekstrak yang dibutuhkan untuk

meredam 50% dari total DPPH, sehingga nilai 50 disubstitusikan untuk nilai y.

Setelah mensubstitusikan nilai 50 pada nilai y, akan didapat nilai x sebagai nilai

IC50. Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidan

(Cahyani, 2017). Adapun nilai konsentrasi efektif ekstrak berdasarkan variasi

ekstrak yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Nilai IC50 pada Ekstrak Kulit Biji Saga

Jenis

Pelarut

Waktu

(Menit) Persamaan Garis Nilai y Nilai x atau IC50

Aquadest

30 y = -0,8193x + 94,590

50

54,425

60 y = -3,1408x + 86,502 11,622

120 y = -1,334x + 83,824 25,355

Etanol

30 y = -0,4937x + 87,553 76,064

60 y = -0,7668x + 87,395 48,768

120 y = -2,8782x + 93,487 15,109

60

65

70

75

80

85

90

95

100

5 6 7 8

Inh

ibis

i (%

)

Konsentrasi (ppm)

Aquadest

(30 menit)

Aquadest

(60 menit)

Aquadest

(120 menit)

Etanol (30

menit)

Etanol (60

menit)

Universitas Sumatera Utara

Page 59: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

41

Menurut Molyneux (2004), senyawa yang memiliki sifat sebagai

antioksidan yang sangat kuat apabila IC50 antara 50-100 ppm, aktivitas sedang

apabila nilai IC50 antara 100-150 ppm dan bersifat lemah apabila nilai antara 150-

200 ppm. Untuk melihat pengaruh waktu ekstraksi dan pelarut terhadap nilai IC50

ditunjukkan pada gambar 4.8 sebagai berikut:

Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Jenis Pelarut Terhadap Nilai

IC50 (ppm)

Pada gambar 4.8 dapat dilihat bahwa nilai IC50 pada jenis pelarut etanol

cenderung meningkat seiring dengan peningkatan waktu ekstraksi. Hal tersebut

disebabkan waktu kontak antara sampel dan pelarut semakin lama sehingga

jumlah senyawa yang terekstraksi semakin banyak dan kemampuan antioksidan

untuk menangkap radikal bebas semakin besar (Srijanto, 2010). Pada waktu

ekstraksi selama 2 jam menunjukkan nilai IC50 tertinggi yaitu 15,109 yaitu

antioksidan yang sangat kuat (nilai IC50 <50).

Sedangkan pada jenis pelarut aquadest nilai IC50 mengalami kenaikan dan

penurunan seiring dengan peningkatan waktu ekstraksi. Hal ini terjadi akibat

kerusakan antioksidan didalam ekstrak yang dipengaruhi oleh lamanya waktu

kontak antara zat aktif dengan pelarut yang suhunya semakin meningkat akibat

pemanasan yang lama (Tristantini, et al., 2016). Pada waktu ekstraksi selama 1

jam memberikan waktu yang cukup untuk menembus dinding sel dan menarik

keluar senyawa-senyawa yang terkandung dalam bahan, sehingga dihasilkan nilai

IC50 tertinggi yaitu 11,622 yaitu antioksidan yang sangat kuat (nilai IC50 <50).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

30 60 120

Nil

ai

IC 5

0 (p

pm

)

Waktu Ekstraksi (menit)

Etanol

Aquadest

Universitas Sumatera Utara

Page 60: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

42

Dari penelitian ini didapatkan nilai aktivitas antioksidan terkuat pada jenis

pelarut aquadest hal ini disebabkan aquadest merupakan pelarut yang lebih polar

daripada etanol dalam mengekstraksi antosianin sehingga semakin banyak

antosianin dan senyawa-senyawa antioksidan dalam kulit biji saga yang tersari

melalui proses ekstraksi tentu akan mempunyai potensi antioksidan yang lebih

tinggi (Senja, et al., 2014). Aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh jumlah

senyawa flavonoid yang ada pada ekstrak kulit biji saga, semakin banyak senyawa

flavonoid maka aktivitas antioksidan akan semakin meningkat (Verdiana, et al.,

2018).

4.2.5 Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Analisis Aktivitas Toksisitas

Ekstrak kulit biji saga terhadap jenis pelarut etanol dan aquadest yang diuji

dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang mampu

mendeteksi tingkat toksisitas sebagai tahap awal pengujian aktivitas. Ekstrak

setiap fraksi diuji dengan menggunakan larva artemia jumlah kematian larva

dihitung dengan menggunakan analisa probit. Nilai LC50 (Letal Consentration)

adalah jumlah kadar yang menyebabkan kematian dari 50% hewan uji dalam

selang beberapa waktu tertentu.

Berdasarkan nilai toksisitas dalam senyawa dari tumbuhan jika LC50 ≤ 30

ppm maka bersifat sangat toksik, ketika konsentrasi ekstrak 31 ppm ≤ LC50 ≤

1000 ppm bersifat toksik jika LC50 >1000 ppm maka bersifat tidak toksik

(Ningdyah, et al., 2015). Pada hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak aquadest kulit

biji saga mempunyai aktivitas toksisitas yang paling kuat dengan nilai LC50

sebesar 63,326 ppm sedangkan ekstrak etanol dengan nilai LC50 sebesar 334,643

ppm.

Tingkat toksisitas tersebut juga dapat menunjukkan potensi aktivitasnya

sebagai antikanker dimana semakin kecil nilai LC50 maka semakin toksik suatu

senyawa dan berpotensi sebagai antikanker (Susilowati, 2017). Sehingga dapat

disimpulkan ekstrak kulit biji saga dapat berpotensi sebagai antikanker dan

mengandung senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas farmakologi.

Sifat toksik dari kulit biji saga diperkirakan disebabkan oleh kandungan

senyawa yang ada di dalamnya diantaranya abrin yang juga banyak terdapat pada

biji saga. Para peneliti sebelumnya lebih banyak meneliti biji saga yang sudah

Universitas Sumatera Utara

Page 61: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

43

diketahui mengandung beberapa senyawa aktif diantaranya abrin. Abrin

merupakan senyawa beracun yang sifatnya sama dengan ricin diantara efeknya

adalah dapat menyebabkan apoptosis pada kultur sel leukemia, dapat

mempertinggi aktivitas sel pembunuh alami baik pada sel normal maupun pada

sel tumor. Aktivitas abrin lain yang sudah dilaporkan adalah menghambat sintesis

protein pada sel eukariot (Juniarti, et al., 2009).

Tingkat kematian larva tidak hanya dipengaruhi oleh komponen kimia

yang terkandung di dalamnya tetapi erat hubungannnya dengan konsentrasi

terhadap larva artemia. Untuk melihat pengaruh tingkat presentasi kematian

artemia salina leach terhadap konsentrasi ditunjukkan pada gambar 4.9 sebagai

berikut:

Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Persentase Kematian Artemia Salina Leach

Terhadap Konsentrasi

Pada gambar 4.9 dapat dilihat bahwa laju mortalitas larva meningkat

dengan meningkatnya konsentrasi larutan uji dan ekstrak pelarut etanol memiliki

tingat persen kematian larva paling tinggi dibandingkan ekstrak pelarut aquadest

bahkan dikonsentrasi 100 ppm pada ekstrak pelarut etanol mampu mematikan

70,556 % larva artemia salina leach dalam waktu 24 jam. Tinggi rendahnya

persentasi kematian larva berbanding terbalik dengan nilai LC50. Ketika nilai LC50

besar maka tingkat kematian larva akan semakin rendah begitu juga sebaliknya.

Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Ningdyah,

et al., 2015 dalam uji toksisitas hasil fraksinasi ekstrak kulit buah tampoi

(Ningdyah, et al., 2015).

0

20

40

60

80

100

0 10 100 1000

Mort

ali

tas

(%)

Konsentrasi (ppm)

Etanol

Aquadest

Universitas Sumatera Utara

Page 62: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

44

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

No.37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan

Pewarna, bahwa jumlah maksimum zat antosianin ditambahkan pada bahan

pangan yaitu 0-2,5 mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi berdasarkan asupan

harian yang dapat diterima (Acceptable Daily Intake) yang biasa disingkat ADI.

Hal tersebut jika tingkat konsumsi terhadap sampel tersebut secara terus-menerus

akan menyebabkan toksisitas atau keracunan bagi tubuh manusia.

Berdasarkan data yang diperoleh dari gambar grafik 4.9 bahwa konsentrasi

sampel pada 0 dan 10 ppm persen kematian larva yaitu 0-5,556 % untuk ekstrak

pelarut etanol sedangkan untuk ekstrak pelarut aquadest sebesar 0-7,222 %. Hal

ini sampel dapat dikatakan aman ketika konsentrasi berada diambang sampai 10

ppm sesuai yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah yaitu ADI zat antosianin

sebesar 0-2,5 mg/kg.

Ketika konsentrasi sampel sebesar 100 ppm tingkat kematian larva pada

ekstrak pelarut etanol mampu mematikan 70,556 % larva artemia salina leach

dalam waktu 24 jam. Hal ini disebabkan konsentrasi sampel terlalu tinggi dan

pelarut yang digunakan diduga mempunyai aktivitas sitotoksik. Sifat sitotoksik

dari ekstrak pada pelarut etanol mengandung flavonoida yang mengandung

glikosida sehingga senyawa ini menyumbang aktivitas sitotoksik (Ginting, 2014).

Hal ini diikuti dengan pemakaian konsentrasi yang terlalu tinggi sehingga tidak

aman bagi pencernaan yang dapat menyebabkan keracunan bagi hewan uji.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan yaitu

sebagai berikut :

1. Hasil identifikasi secara kualitatif menunjukkan bahwa kulit biji saga

mengandung antosianin.

2. Rendemen ekstrak meningkat dengan meningkatnya waktu ekstraksi

dimana untuk pelarut etanol dan aquadest dengan rendemen tertinggi

diperoleh pada waktu ekstraksi 120 menit.

3. Total antosianin meningkat dengan meningkatnya waktu ekstraksi dimana

total antosianin tertinggi untuk pelarut etanol dan aquadest diperoleh pada

waktu ekstraksi 120 menit.

4. Intensitas warna antosianin pada waktu 60 menit merupakan waktu terbaik

untuk memperoleh banyaknya pigmen warna pada pelarut etanol dan

aquadest.

5. Aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak antosianin kulit biji

saga memiliki aktivitas antioksidan dalam rentang kategori kuat sampai

sangat kuat dengan nilai IC50 tertinggi untuk pelarut aquadest diperoleh

pada waktu ekstraksi 60 menit sedangkan untuk pelarut etanol diperoleh

pada waktu ekstraksi 120 menit.

6. Nilai LC50 pada pelarut aquadest-asam sitrat 5% sebesar 63,326 ppm dan

pada pelarut etanol-asam sitrat 5% sebesar 334,643 ppm.

7. Konsentrasi pada uji toksisitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

tingginya kematian pada hewan uji sehingga konsentrasi yang aman untuk

makhluk hidup konsentrasi 0 dan 10 ppm sesuai dengan ketetapan

peraturan zat antosianin dapat dikonsumsi pada bahan pangan dengan nilai

ADI sebesar 0-2,5 mg/kg.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

46

5.2 SARAN

Perlunya pengembangan untuk metode ekstraksi zat warna untuk

menghasilkan produk yang lebih efisien dalam kinerja dan biaya serta

meminimalkan potensi kesalahan dan perlu dilakukan penambahan analisa lebih

lanjut seperti analisa lama penyimpanan. Sebaiknya juga zat antosianin

dikonsumsi tidak melebihi ambang batas ketetapan pemerintah, jika tingkat

konsumsi melebihi batas maksimum pangan dapat menyebabkan efek kerugian

bagi kesehatan. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam pengaplikasi

pada efektifitas untuk pengobatan kanker yang mana telah diketahui bahwa

ekstrak kulit biji saga dapat berpotensi sebagai antikanker dan mengandung

senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas farmakologi.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

47

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Sayeed Mohammed; Hossain A. B. M. Manirul; Mondol Abdul Majid dan

Islam M. Anwarul. Antifertility Studies on Ethanolix Extract of Abrus

precatorius L. on Swiss Male Albino Mice. International Journal of

Pharmaceutical Sciences and Research. 2012; 3(1) : 288-292.

Ara, Arzumand; Md. Moshfekus Saleh; Nazim Uddin Ahmed; Meshbahuddin

Ahmed; Md. Abul Hashem dan Sitesh Chandra Bachar. 2010. Phytochemical

Screening, Analgesic, Antimicrobial and Anti-oxidant Activities of Bark

Extract of Adenanthera Pavonina L.(Fabaceae). Advances in Natural and

Applied Sciences, 4(3): 352-360,2010. ISSN 1995-0748.

Armanzah, Raynaldi Syarief dan Tri Yuni Hendrawati. 2016. Pengaruh Waktuv

Maserasi Zat Antosianin Sebagai Pewarna Alami Dari Ubi Jalar Ungu

(Ipomoea Batatasl. Poir. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016.

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016.

Arwan, Baso. 2017. Uji Toksisitas Fraksi Ekstrak Etanol 70% Akar Parang Romang

(Boehmeria Virgata (Forst) Guill.) Terhadap Larva Udang (Artemia Salina

Leach) Dengan Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (Bslt).

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin:

Makassar.

Baharuddin, dkk. “Karakterisasi Zat Warna Daun Jati (Tectona gramdis) Fraksi

Metanol:n-Heksan sebagai Photosensitizer pada Dye Sentized Solar Cell”.

Journal of Chemica et Natura Acta vol.3. no.1 (2015): h.37-41.

Basito. 2011. Efektivitas Penambahan Etanol 95% Dengan Variasi Asam Dalam

Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kulit Manggis (Garcinia Mangostana

L.). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011.

Cahyani, Aprilia Intan. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Kulit Batang

Kayu Jawa (Lennea coromondelica) dengan Metode DPPH (2,2-

Diphenylpicryl Hydrazyl). Skripsi Program Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

48

Fauziah, Nadiya Ayu., Chairul Saleh dan Erwin. 2016. Ekstraksi dan Uji Stabilitas

Zat Warna dari Kulit Buah Alpukat (Persea americana Mill) dengan Metode

Spektroskopi UV-Vis. Jurnal Atomik vol.1, no.1 (2016): h. 23-27.

Fitriani dan Awaliyah Nurdianti. 2015. Pengaruh Suhu Ekstraksi Dan Lama

Pemanasan Terhadap Stabilitas Pigmen Antosianin Dan Karatenoid. Majalah

Ilmiah Al-Ribaath, Universitas Muhammadiyah Pontianak. Vol 12, No. 1, Juni

2015, Hal 35-43. ISSN: 1412-7156.

Ginting, Binawati., Tonel Barus., Lamek Marpaung., dan Partomuan Simanjuntak.

2014. Uji Toksisitas Esktrak Daun (Myristica fragrans Houtt) Dengan Metode

Brine Shrimp Lethatlity (BSLT). Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-

KALTIM. ISBN : 978-602-19421-0-9.

Ginting, Erliana. 2011. Potensi Ekstrak Ubi Jalar Ungu Sebagai Bahan Pewarna

Alami Sirup. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan

Umbi.

Hambali, Mulkan; Febrilia mayasari dan Fitriadi Noermansyah. 2014. Ekstraksi

Antosianin Dari Ubi Jalar Dengan Variasi Konsentrasi Solven, Dan Lama

Waktu Ekstraksi. Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014. Palembang:

Universitas Sriwijaya.

Harjanti, Ratna Sri. 2016. Optimasi Pengambilan Antosianin dari Kulit Buah Naga

Merah (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami pada Makanan.

Program Studi Teknik Kimia, Politeknik LPP. Chemica Volume 3, Nomor 2,

Desember 2016, 39-45. ISSN: 2355-8776.

Hernani; Risfaheri dan Tatang Hidayat. 2017. Ekstraksi dan Aplikasi Pewarna Alami

Kayu Secang dan Jambal dengan Beberapa Jenis Pelarut. Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pescapanen Pertanian. Vol. 34, No.2 Desember

2017, 113-124.

Hidayah, Tri. 2013. Uji Stabilitas Pigmen Dan Antioksidan Hasil Ekstraksi Zat

Warna Alami Dari Kulit Buah Naga (Hylocereus Undatus). Jurusan Kimia.

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.Semarang: Universitas

Negeri Semarang.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

49

Husna, Nida El; Melly Novita dan Syarifah Rohaya. Kandungan Antosianin Dan

Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu Segar Dan Produk Olahannya.

AGRITECH, Vol. 33, No. 3, Agustus 2013. Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Hutapea, Elvi Rasida Florentina; Laura Olivia Siahaan dan Rondang Tambun. 2014.

Ekstraksi Pigmen Antosianin Dari Kulit Rambutan (Nephelium Lappaceum)

Dengan Pelarut Metanol. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3, No. 2 (Juni

2014). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Indrianingsih, Anastasia Wheni; Cici Darsih dan Roni Maryana. 2013. Pewarna

Alam Dari Ekstrak Tanaman dan Aplikasinya di Usaha Kecil Menengah

Tekstil Indonesia. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia. ISBN:

979363167-8.

Juniarti, Delvi dan Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas

(Brine Shrimp Lethality Test) dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl)

dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L). Jurnal Sains, Vol 13 No 1, Hal

50-54.

Kristija, A Prima dan Ariestya Arlene. 2012. Isolasi Zat Warna Ungu Pada Ipomoea

batatas Poir dengan Pelarut Air. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat. Perjanjian No: III/LPPM/2012-02/10-P.

Kumoro, Kartiko Cahyo. 2012. Potensi Biji Saga Pohon (Adenanthera Pavonina,

Linn) Sebagai Bahan Baku Tempe; Sensori, Kualitas Gizi, Serat Pangan, Dan

Kapasitas Antioksidan. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas

Pertanian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Maulana, Nyoman Andika. 2011. Pabrik Asam Sitrat Dari Tepung Tapioka Dengan

Proses Fermentasi. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran”: Jawa Timur.

Millati, Nuria. 2016. Uji Toksisitas Dengan Metode BSLT Senyawa Steroid Fraksi

Petroleum Eter Mikroalga Chlorella sp. Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi. Universitas Islan Negeri Maulana Malik Ibrahim: Malang.

Molyneux, P. 2004. The Use of the Stabel Free Radical Diphenylpicryl Hydrazyl

(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanaarin Journal Science

and Technology.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

50

Muehtrrdiu, D,. P. Besanconn dan B. Possompd. 2002. Pengaruh ekstraksi lemak

terhadap nilai gizi Tepung saga (A Study on the Saga Bean (Adenanthera

pavonina, L.).

Mutainnah, Dian. 2018. Ekstraksi Dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami Dari Daun Jati

(Tectona Grandis Linn.F.) Sebagai Bahan Pengganti Pewarna Sintetik Pada

Produk Minuman. Skripsi, Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Alauddin Makassar.

Ncpalcohols. 2014. Ethanol. Durban : NCP Alcohols.

Ningdyah, Arimbi Wahyu., Andi Hairil Alimuddin dan Afghani Jayuska. 2015. Uji

Toksisitas dengan Metode Bslt (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Hasil

Fraksinasi Ekstrak Kulit Buah Tampoi (Baccaurea Macrocarpa). JKK, Vol

4(1), Halaman 75-83. ISSN: 2303-1077. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Nurlela. 2011. “Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang

Sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) dan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa

L.)”. Skripsi, Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi.

Paliling, Sarianti Ratu. 2018. Karakteristik Fisikokimia Dan Kadar Antosianin

Minuman Serbuk Kombinasi Susu Sapi Dan Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas

L.). Makasar: Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.

Paranigas, Hilaria Defena dan Nona Idiawati. 2015. Stabilitas Ekstrak Pigmen dari

Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin) dan Aplikasinya sebagai Pewarna

Pangan. JKK 4(3): 1-8.

Partha, Ghosh dan Chowdhury Habibur Rahaman. 2015. Pharmacognostic,

Phytochemical and Antioxidant Studies Of Adenanthera Pavonina L.

International Journal of Pharamacognosy and Pharmaceutical Research.

2015; 7(1) : 30-37.

Prasetyo, Susiana., Henny Sunjaya dan Yohanes Yanuar N. 2012. Pengaruh Rasio

Massa Daun Suji/Pelarut, Temperatur Dan Jenis Pelarut Pada Ekstraksi

Klorofil Daun Suji Secara Batch Dengan Pengontakan Dispersi. Lembaga

Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Perjanjian No:

III/LPPM/2012-02/09-P.

Purwanto, Isvan Jaya. 2016. Ekstraksi Kulit Kayu Kalapi (Kalappia Celebica

Kosterm) Sebagai Bahan Pewarna Alami Tekstil. Program Studi Manajemen

Universitas Sumatera Utara

Page 69: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

51

Hutan. Jurusan Kehutanan. Fakultas Kehutanan Dan Ilmu

Lingkungan.Kendari: Universitas Halu Oleo.

Rafi, Mohamad., Salina Febriany, Puji Wulandari, Irma Herawati Suparto., Taopik

Ridwan., Sri Rahayu dan Dyan Meiningsasi Siswoyo. 2018. Total Phenolics,

Flavonoids, and Anthocyanin Contents of Six Vireya Rhododendron from

Indonesia and Evaluation of their Antioxidant Activities. Journal Applied

Pharmaceutical Science Vol. 8 (09), pp 049-054. ISSN: 2231-3354.

Ramadhan, Ahmad Eka dan Phaza Haries Aprival. 2010. Pengaruh Konsentrasi

Etanol, Suhu dan Jumlah Stage Pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber

Officinale Rosc) Secara Batch. Jurnal Teknik Kimia. Jurusan Teknik Kimia,

Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.

Sarah, Quazi Sahely; Fatema Chowdhury Anny dan Mir Misbahuddin. 2017. Visual

Experiment Brine Shrimp Lethality Assay. Bangladesh J Pharmacol 12: 186-

189.

Senja, Rima Yulia., Elisa Issusilaningtyas., Akhmad Kharis Nugroho dan Erna

Prawita Setyowati. 2014. Perbandingan Metode Ekstraksi dan Variasi Pelarut

Terhadap Rendemen dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kubis Ungu (Brassica

Oleracea L. Var. Capitata F. Rubra). Traditional Medicine Journal, Vol 19

(1), p 43-48. ISSN: 1410-5918.

Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet Citrit Acid MSDS.

www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9923494

Siahaan, Laura Olivia; Elvi Rasida Florentina Hutapea dan Rondang Tambun. 2014.

Ekstraksi Pigmen Antosianin Dari Kulit Rambutan (Nephelium Lappaceum)

Dengan Pelarut Etanol. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3, No. 3 (September

2014). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Simanjuntak, Lidya; Chairina Sinaga dan Fatimah. 2014. Ekstraksi Pigmen

Antosianin Dari Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus). Jurnal

Teknik Kimia USU, Vol. 3, No. 2 (Juni 2014). Medan: Universitas Sumatera

Utara.

Sinaga, Lensi Mian. 2012. Sifat Antirayap Ekstrak Kulit Biji Saga (Adenanthera

Pavonina Linn). Program Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Medan:

Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

52

Srijanto, Bambang. 2010. Pengaruh Waktu, Suhu Dan Perbandingan Bahan Baku-

Pelarut Pada Ekstraksi Kurkumin Dari Temulawak (Curcuma Xanthorriza

Roxb.) Dengan Pelarut Aseton. Jurusan Teknik Kimia. Yogyakarta:

Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Suita Eliya. 2013. Seri Terknologi Perbenihan Tanaman Hutan Saga Pohon

(Adenanthera pavonina L.) . Kementrian Kehutanan Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan. ISBN: 978-979-3539-27-0.

Sun, Hanju; Yongsheng Zhu; Shudong He; Qiuyan Lou; Min Yu; Mingming Tang

dan Lijun Tu. 2018. Metabolism and prebiotics activity of anthocyanins from

black rice (Oryza sativa L.) in vitro. School of Food Science and Engineering,

Hefei University of Technology, Hefei, Anhui, PR China. Plos One. Research

Article. April 9, 2018.

Susanti, Anna; Sri Sudarmi; Purwo Subagyo; dan Anggun Sri Wahyningsih. 2015.

Ekstraksi Sederhana Antosianon dari Kulit Buah Naga (Hylocereus

polyrhizus) sebagai Pewarna Alami. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas

Teknologi Industri. UPN “Veteran” Yogyakarta. ISSN: 1410-394 X. Eksergi,

Vol XII, No.1. 2015.

Susilowati, Fitria. 2017. Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Ekstrak Etil Asetat

Spons Calthropella Sp. Asal Zona Intertidal Pantai Krakal Gunung Kidul

Yogyakarta. Jurnal Pharmasipha 1(1): 1-5.

Syamsinar., Nawalu Saputri., Risnayanti., Michrun Nisa. 2018. Mikroenkapsulasi

Ekstrak Buah Buni Sebagai Food Safety Colouring. Pharmacy Medical

Journal. Vol. 1 No. 2. 2018.

Theresia. 1986. Karakterisasi Biji Saga (Adenanthera pavonina Linn). Institut

Peratanian Bogor. Bogor.

Tristiani, Dewi., Alifah Ismawati, Bhayangkara Tegar Pradana dan Jason Garbiel

Jonathan. 2016. Pengujian Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

pada Daun Tanjng (Mimusops elengi L). Prosiding Seminar Nasional Teknik

Kimia 2016 Kejuangan. ISBN : 1693-4393.

Uddin, Mohammad Gias. Extraction of eco-friendly natural dyes from mango leaves

and their application on silk fabric. Textiles and Clothing Sustainability (2015)

Universitas Sumatera Utara

Page 71: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

53

1:7. Department of Textile Engineering, Faculty of Engineering, University of

Science and Technology, Bangladesh.

Verdiana, Melia., I wayan Rai Widarta., dan I Dewa Gede Mayun Permana. 2018.

Pengaruh Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Menggunakan Gelombang Ultrasonik

Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Lemon (Citrus Limon

(Linn.) Burm F.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol 7, No.4 , 213-222.

ISSN: 2527-8010.

Winata, Enesty Winnie dan Yunianta. 2015. Ekstraksi Antosianin Buah Murbei

(Morus alba L.) Metode Ultrasonic Bath (Kajian Waktu Dan Rasio

Bahan:Pelarut. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p. 773-783, April

2015.

Wrolstad, R., (2001), The Possible Health Benefits of Anthocyanin Pigments and

Polyphenolics.. http://lpi.oregonstate.edu/ss01/anthocyanin.html.

Yudiono, K dan Kurniawati, L. 2018. Effect of sprouting on anthocyanin, antioxidant

activity, color intensity and color attributes in purple sweet potatoes. Food

Research Eissn: 2550-2166. University of Malang: East Java.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

54

LAMPIRAN 1

DATA HASIL PENELITIAN

L1.1 DATA RENDEMEN EKSTRAK

Hasil perhitungan nilai rendemen ekstrak dari ekstrak kulit biji saga yang

diperoleh dalam peneltian ini dapat dilihat pada Tabel L1.1

Tabel L1.1 Data Rendemen Ekstrak

Jenis

Pelarut

Waktu

(Menit)

Berat

Ekstrak

Berat biji

saga

Rendemen

Ekstrak (%)

Etanol

30 9,106 25 36,424

60 12,898 25 51,592

120 13,923 25 55,692

Aquades

30 12,757 25 51,028

60 12,714 25 50,856

120 17,122 25 68,488

L1.2 DATA KADAR TOTAL ANTOSIANIN

Hasil analisa kadar total antosianin dari ekstrak kulit biji saga yang diperoleh

dalam peneltian ini dapat dilihat pada Tabel L1.2

Tabel L1.2 Data Kadar Total Antosianin

Jenis

Pelarut

Waktu

(Menit)

pH 1 pH 4,5 Absorbansi

Antosianin

(mg/L) 510 nm 700 nm 510 nm 700 nm

Etanol

30 1,608 1,193 0,732 0,393 0,076 12,691

60 1,500 0,906 0,818 0,480 0,256 42,749

120 1,809 1,114 1,151 1,048 0,592 98,857

Aquadest

30 0,207 0,023 0,085 0,011 0,110 18,369

60 0,385 0 0,036 0,023 0,372 62,120

120 0,794 0,077 0,139 0,021 0,599 100,026

L1.3 DATA NILAI INTENSITAS WARNA

Hasil analisa nilai intensitas warna dari ekstrak kulit biji saga yang diperoleh

dalam peneltian ini dapat dilihat pada Tabel L1.3

Universitas Sumatera Utara

Page 73: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

55

Tabel L1.3 Data Nilai Intensitas Warna

Jenis

Pelarut

Waktu

(Menit) Absorbansi Intensitas Warna

Etanol

30 0,238 0,298

60 0,249 0,311

120 0,235 0,294

Aquades

30 0,313 0,391

60 0,422 0,528

120 0,264 0,330

L1.4 DATA NILAI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

Hasil analisa nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit biji saga yang

diperoleh dalam peneltian ini dapat dilihat pada Tabel L1.4

Tabel L1.4 Data Nilai Aktivitas Antioksidan

Jenis

Pelarut

Absorbansi

Kontrol

Waktu

(Menit)

Konsentrasi

(ppm) Absorbansi

Antioksidan

(%)

IC50

(ppm)

Aquadest

0,952

30

5 0,065 93,172

54,425 0,952 6 0,060 93,697

0,952 7 0,072 92,437

0,952 8 0,087 90,861

0,952

60

5 0,177 81,408

11,622 0,952 6 0,173 81,828

0,952 7 0,193 79,727

0,952 8 0,270 71,639

0,952

120

5 0,179 81,197

25,355 0,952 6 0,154 83,824

0,952 7 0,206 78,361

0,952 8 0,204 78,571

Etanol

0,952

30

5 0,128 86,555

76,064 0,952 6 0,116 87,815

0,952 7 0,142 85,084

0,952 8 0,135 85,819

0,952

60

5 0,125 86,870

48,768 0,952 6 0,126 86,765

0,952 7 0,166 82,563

0,952 8 0,136 85,714

0,952

120

5 0,100 89,496

15,109 0,952 6 0,101 89,391

0,952 7 0,144 84,874

0,952 8 0,177 81,408

Universitas Sumatera Utara

Page 74: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

56

L1.5 DATA NILAI AKTIVITAS TOKSISITAS

Hasil analisa nilai aktivitas toksisitas dari ekstrak kulit biji saga yang diperoleh

dalam peneltian ini dapat dilihat pada Tabel L1.5, L1 6 dan L1.7

Tabel L1.5 Data Mortalitas Larva pada Pelarut Etanol

Waktu (Jam) Konsentrasi (ppm)

0 10 100 1000

1 0 0 0 0 4 1 10 10

2 0 0 0 0 6 3 10 10

3 0 0 0 0 9 4 10 10

4 0 0 0 0 10 5 10 10

5 0 0 0 0 10 7 10 10

6 0 0 0 0 10 7 10 10

12 0 0 1 1 10 7 10 10

18 0 0 3 1 10 7 10 10

24 0 0 3 1 10 7 10 10

Jumlah larva mati 0 0 0 0,222 8,778 5,333 10 10

Jumlah larva mati rata-rata 0 0,556 7,056 10

Mortalitas (%) 0 5,556 70,556 100

Tabel L1.6 Data Mortalitas Larva pada Pelarut Aquadest

Waktu (Jam) Konsentrasi (ppm)

0 10 100 1000

1 0 0 0 0 0 0 10 10

2 0 0 0 0 1 1 10 10

3 0 0 1 0 4 2 10 10

4 0 0 1 0 5 2 10 10

5 0 0 1 0 5 2 10 10

6 0 0 1 0 7 2 10 10

12 0 0 2 0 8 4 10 10

18 0 0 3 0 9 5 10 10

24 0 0 4 0 9 5 10 10

Jumlah larva mati 0 0 1,444 0 5,333 2,556 10 10

Jumlah larva mati rata-rata 0 0,722 3,944 10

Mortalitas (%) 0 7,222 39,444 100

Universitas Sumatera Utara

Page 75: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

57

Tabel L1.7 Data Hasil Perhitungan Toksisitas Ekstrak Kulit Biji Saga

Jenis

Pelarut

Konsentrasi

(ppm)

Log

konsentrasi

Mortalitas

(%) Probit

LC50

(ppm)

Etanol

1000 3 100,000 8,090

334,643 100 2 70,556 5,535

10 1 5,556 3,375

Aquadest

1000 3 100,000 8,090

63,326 100 2 39,444 4,732

10 1 7,222 3,534

Universitas Sumatera Utara

Page 76: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

58

LAMPIRAN 2

CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 PERHITUNGAN RENDEMEN EKSTRAK KASAR

Massa ekstrak pekat = 0,5 gram

Massa kulit biji saga = 0,42 gram

Rendemen Ekstrak Kasar =

x 100%

=

L2.2 PERHITUNGAN KONSENTRASI TOTAL ANTOSIANIN

A. Menghitung Nilai Absorbansi

Dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer UV-VIS sehingga didapat

nilai absorbansinya sebagai berikut:

Diketahui: Abs λ510nm pH 1,0 = 1,608

A λ700nm pH 1,0 = 1,193

A λ510nm pH 4,5 = 0,732

A λ700nm pH 4,5 = 0,393

Ditanya: Absorbansi ?

Penyelesaian ( ) ( )

A = (1,608 – 1,193) – (0,732 – 0,393)

A = 0,076

B. Menghitung Total Antosianin

Diketahui: MW (berat molekul sianidin-3-O-glukosida) = 449,2 g/mol

Df (faktor pengenceran) = 10

Epsilon = 26900 L/mol.cm

b (lebar kuvet) = 1 cm

Ditanya: Kadar Total Antosianin (mg/L) = ?

Penyelesaian:

Kadar Total Antosianin (mg/L) = A

Universitas Sumatera Utara

Page 77: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

59

=

= 12,691

L2.3 PERHITUNGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

Nilai absorbansi kontrol (Ac) = 0,952

Nilai absorbansi sampel (A) = 0,065

A = A - A

A x 100 %

= -

x 100 %

= 93,172 %

L2.4 PERHITUNGAN INTENSITAS ZAT WARNA

Nilai absorbansi sampel = 0,238

Berat sampel = 20 mg

Intensitas warna = A

=

= 0,298

L2.5 PERHITUNGAN KEMATIAN LARVA ARTEMIA SALINA

Persentase kematian (% mortalitas) pada konsentrasi 100 ppm

Jumlah larva mati rata-rata = 7,056

Jumlah total larva awal = 10

= 70,556 %

Universitas Sumatera Utara

Page 78: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

60

Nilai LC50 diperoleh dari analisis data regresi dari konsentrasi larutan dengan

nilai probit yang diperoleh dari persen mortalitas. Dari analisis data regresi log

konsentrasi dan probit diperoleh nilai intersep sebagai berikut:

a = 2,358

b = 0,952

Sehingga jika disusun dalam persamaan linier y = ax + b, menjadi:

y adalah kematian 50% larva untuk LC50 = 0,5

5 = 2,358 x + 0,952

x = 2,525

Maka didapatlah nilai LC50

LC50 = anti log (x)

= anti log (2,525)

= 102,525

= 334,643 ppm

Universitas Sumatera Utara

Page 79: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

61

LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI PENELITIAN

L3.1 TAHAP PERSIAPAN BAHAN BAKU

Gambar L3.1 Biji Saga

Gambar L3.2 Pemisahan Kulit dan Biji Saga serta Penghalusan Kulit Biij Saga

Universitas Sumatera Utara

Page 80: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

62

L3.2 TAHAP EKSTRAKSI

Gambar L3.3 Proses Ekstraksi Soxhlet

L3.3 TAHAP PEMURNIAN

Gambar L3.4 Proses Rotary Vacum Evaporator

L3.4 HASIL PENELITIAN

Gambar L3.5 Konsentrat Zat Warna

Universitas Sumatera Utara

Page 81: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

63

L3.5 FOTO RENDEMEN EKSTRAK

Gambar L3.6 Foto Penimbangan Konsentrat

L3.6 FOTO UJI PEMBUKTIAN ANTOSIANIN SECARA KUALITATIF

Gambar L3.7 Konsentrat pada Penambahan Larutan HCl

Gambar L3.8 Konsentrat pada Penambahan Larutan NaOH

Universitas Sumatera Utara

Page 82: KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI KULIT BIJI …

64

L3.7 FOTO ANALISIS SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

Gambar L3.9 Foto Analisa dengan Spektrofotometer UV-VIS

L3.8 FOTO PENGAMATAN PADA UJI TOKSISITAS

Gambar L3.10 Foto Pengamatan Pada Uji Toksisitas

Universitas Sumatera Utara