Karakteristik Pelapukan Andesit

19
24 BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT 3.1 Geologi Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian secara umum terdiri dari perbukitan dan dataran yang terbentuk oleh hasil volkanisme masa lampau. Kemiringan lereng pada daerah ini berkisar antara 20% – 70%, bergelombang lemah hingga kuat dengan dataran melampar ke arah barat daerah penelitian. Obyek penelitian adalah sebuah morfologi bukit yang oleh masyarakat sekitar disebut Gunung Pancir dengan ketinggian ±75 meter relatif dari permukaan jalan raya. Posisi geografis Gunung Pancir berada pada 6 o 56’55” – 6 o 57’11” BT dan 107 o 31’31” – 107 o 31’47” LS. Bukit ini berbentuk mengerucut dengan litologinya, berdasarkan hasil pengamatan petrografi, diketahui berupa andesit piroksen yang berasal dari penerobosan magma (Gambar 3.1). Litologi dataran yang melampar di sekitar bukit diketahui berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973), berupa endapan danau seperti lempung tufan, batupasir tufan, dan konglomerat. Sungai Citarum adalah sungai utama yang mengalir ke arah utara melewati sebelah barat daerah penelitian. Pola aliran sungai yang umum terbentuk adalah pola dendritik yang berkembang pada dataran dengan litologi yang seragam. Gambar 3.1 Morfologi perbukitan yang memanjang relatif berarah utara-selatan dan dataran yang terdiri dari endapan danau. Tampak Gunung Pancir dengan latar belakang Gunung Lalakon.

description

dgdfg

Transcript of Karakteristik Pelapukan Andesit

Page 1: Karakteristik Pelapukan Andesit

24

BAB III

KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT

3.1 Geologi Daerah Penelitian

Morfologi daerah penelitian secara umum terdiri dari perbukitan dan dataran

yang terbentuk oleh hasil volkanisme masa lampau. Kemiringan lereng pada daerah

ini berkisar antara 20% – 70%, bergelombang lemah hingga kuat dengan dataran

melampar ke arah barat daerah penelitian. Obyek penelitian adalah sebuah morfologi

bukit yang oleh masyarakat sekitar disebut Gunung Pancir dengan ketinggian ±75

meter relatif dari permukaan jalan raya. Posisi geografis Gunung Pancir berada pada

6o56’55” – 6o57’11” BT dan 107o31’31” – 107o31’47” LS. Bukit ini berbentuk

mengerucut dengan litologinya, berdasarkan hasil pengamatan petrografi, diketahui

berupa andesit piroksen yang berasal dari penerobosan magma (Gambar 3.1). Litologi

dataran yang melampar di sekitar bukit diketahui berdasarkan Peta Geologi Lembar

Bandung (Silitonga, 1973), berupa endapan danau seperti lempung tufan, batupasir

tufan, dan konglomerat. Sungai Citarum adalah sungai utama yang mengalir ke arah

utara melewati sebelah barat daerah penelitian. Pola aliran sungai yang umum

terbentuk adalah pola dendritik yang berkembang pada dataran dengan litologi yang

seragam.

Gambar 3.1 Morfologi perbukitan yang memanjang relatif berarah utara-selatan dan dataran

yang terdiri dari endapan danau. Tampak Gunung Pancir dengan latar belakang Gunung Lalakon.

Page 2: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 25

Tata guna lahan di daerah penelitian sebagian besar telah dimanfaatkan untuk

beberapa keperluan seperti : 1) pemukiman penduduk dan persawahan, terutama

morfologi dataran yang dekat dengan sungai, 2) lokasi penambangan batu belah pada

perbukitan andesit seperti di Gunung Pancir, 3) penggalian pasir dilakukan terutama

pada perbukitan yang kondisi batuannya telah sangat lapuk seperti dijumpai pada

Gunung Lalakon, dan 4) hutan dan kebun.

Gunung Pancir merupakan lokasi penambangan andesit yang dikelola

perorangan. Bagian yang ditambang berada di sebelah selatan bukit, karena batuan di

bagian utara bukit telah mengalami pelapukan yang intensif, terlihat dari

kenampakannya yang berwarna coklat dan sebagian besar ditumbuhi vegetasi.

Andesit yang dijumpai di lapangan sebagian besar dalam kondisi lapuk ringan

hingga lapuk sempurna (Gambar 3.2). Kondisi segar hanya dapat diidentifikasi pada

bongkah-bongkah batuan dan kupasan sisa penambangan. Karakteristik andesit segar

di lapangan menunjukkan warna abu-abu kebiruan bertekstur porfiritik dengan

fenokris berupa piroksen dan plagioklas sedangkan andesit yang lapuk ringan

berwarna abu-abu dan di beberapa bagian menampakkan warna kemerahan akibat

proses oksidasi. Pada beberapa bagian dari tubuh andesit ditemukan fragmen batuan

asing (xenolith). Andesit lapuk berwarna abu-abu kekuningan hingga coklat yang

dijumpai pada bagian kulit dan bidang rekahan yang kemudian berkembang ke

seluruh material batuan.

Gambar 3.2 Singkapan andesit di Gunung Pancir menunjukkan struktur kekar kolom dan perubahan fisik batuan akibat pelapukan

Page 3: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 26

Kekar yang berkembang relatif lurus dan sejajar berupa kekar kolom. Struktur

kekar kolom yang berkembang pada batuan andesit di Gunung Pancir ini berarah

62o/N25oE.

3.2 Karakterisasi Derajat Pelapukan

Klasifikasi pelapukan batuan untuk tujuan keteknikan didasarkan pada

karakteristik batuan yang dapat ditentukan baik dari investigasi lapangan maupun

laboratorium. Karakterisasi bertujuan untuk memperoleh karakteristik khusus yang

dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan dan menyusun klasifikasi

perkembangan derajat pelapukan.

Metode untuk melakukan pengklasifikasian berkisar dari yang murni

berdasarkan pengamatan visual, sehingga menjadi subyektif, hingga pada metode

yang berdasarkan hasil pengujian yang detil dan akurat. Penelitian karakteristik

batuan pada dasarnya dapat digolongkan dalam dua aspek yaitu 1) karakteritik fisik

atau indeks, dan 2) karakteristik keteknikan. Sistem klasifikasi yang umum digunakan

biasanya didasarkan pada karakteristik yang diperoleh dari pengamatan visual dan

dengan beberapa uji indeks sederhana.

Menurut Zhao dkk. (1994), untuk klasifikasi pelapukan batuan dengan tujuan

keteknikan, beberapa kriteria yang harus digunakan adalah :

a. Deskripsi batuan, meliputi warna, tekstur, dan perbandingan batuan/tanah pada

material dan massa batuan

b. Slakability pada material batuan

c. Indeks kekuatan, meliputi indeks Schmidt hammer, indeks point load, uji kuat

tekan (uniaxial compressive strength), dan modulus elastisitas pada material

batuan

d. Porositas pada material batuan

e. Indeks jarak rekahan (fracture spacing index) dan Rock Quality Designation pada

massa batuan

f. Permeabilitas batuan

g. Indeks mikro, meliputi indeks mikropetrografi dan rekahan mikro pada material

batuan.

Page 4: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 27

3.2.1 Penyelidikan Lapangan dan Pengujian In Situ

3.2.1.1 Penyelidikan Lapangan

Pekerjaan penyelidikan lapangan adalah melakukan pengamatan dan deskripsi

batuan pada singkapan di lokasi penambangan (quarry), bongkahan, maupun tebing.

Metode yang digunakan mengikuti prosedur yang dikeluarkan oleh Geological

Society London (1970) dalam Geological Society Engineering Group Working Party

Report on The Logging of Rock Cores for Engineering Purposes tentang tatacara

pendeskripsian batuan secara sistematis untuk tujuan keteknikan, yaitu meliputi : 1)

kondisi pelapukan, 2) struktur, 3) warna, 4) ukuran butir, 5) kekuatan material batuan,

dan 6) nama batuan.

3.2.1.2 Pengujian In Situ

Schmidt hammer dikembangkan pada tahun 1942 oleh Ernst Schmidt sebagai

salah satu metode non destructive test untuk menguji kekerasan pada beton, dan pada

perkembangannya kemudian banyak digunakan untuk menguji tingkat kekerasan

batuan. Alat ini terdiri dari sebuah massa yang dipasangi pegas yang akan dilepaskan

menuju sebuah alat pengisap (plunger) ketika hammer ditekankan pada sebuah

permukaan yang keras. Pengisap akan menghantam permukaan dan mengakibatkan

massa dalam hammer memantul, nilai pantulan (rebound value) dapat terbaca pada

skala di Schmidt hammer. Bacaan nilai pantulan pada Schmidt hammer diasumsikan

konsisten dan dapat diduplikasi, dalam arti jika pengujian dilakukan berulang pada

tempat yang sama akan memberikan hasil yang sama ataupun memiliki tingkat

perbedaan yang kecil

Pengujian secara in situ dengan menggunakan Schmidt hammer dilakukan

karena mempertimbangkan beberapa persyaratan (Irfan dan Dearman, 1978 op cit.

Setiadji dkk., 2006), yaitu :

1. Cepat dan sederhana serta preparasi sampel yang minimum

2. Relevan dengan sifat-sifat batuan

3. Relevan dengan masalah-masalah keteknikan

4. Memiliki kemampuan membedakan antara derajat keteknikan secara tepat

terutama untuk tujuan klasifikasi derajat pelapukan batuan.

Page 5: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 28

Pada penelitian ini sebuah Schmidt hammer tipe N yang memiliki kuat energi

sebesar 2.207 N.m (0.225 kg.m) digunakan untuk mengukur kekerasan pantulan pada

permukaan batuan (Gambar 3.3). Pengukuran diambil pada permukaan batuan yang

tersingkap dengan posisi hammer tegak lurus terhadap permukaan batuan. Hasil

pengujian yang diperoleh berupa nilai kekerasan Schmidt hammer, R. Nilai Schmidt

hammer (Schmidt Hammer Value) kemudian diperoleh dengan menormalisasi nilai

pantulan (rebound value) dengan referensi arah bidang horizontal (ASTM Standard

D5873). Karena jika tidak dinormalisasi dengan bidang horizontal, nilai R yang

terbaca dapat terpengaruh oleh gaya gravitasi dari berbagai derajat.

Gambar 3.3 Schmidt hammer tipe N

3.2.2 Pengamatan Petrografi dan Pengujian Sifat Indeks Batuan

Karakterisasi derajat pelapukan batuan yang dilakukan di laboratorium

berdasarkan pada pengamatan petrografi dan pengujian sifat indeks batuan. Pengujian

laboratorium dilakukan untuk mendukung dan mengkuantifikasi hasil penyelidikan

lapangan.

3.2.2.1 Pengamatan Petrografi

Pengamatan sayatan tipis batuan yang dilakukan di bawah mikroskop

polarisasi bertujuan untuk menentukan nama batuan, karakteristik mikroskopis, dan

mineralogi batuan dalam setiap derajat pelapukan yang berbeda. Pengamatan

difokuskan pada perubahan tekstur batuan, perubahan bentuk dan ukuran mineral

penyusun, dan kehadiran mineral-mineral ubahan. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini mengikuti standar pengamatan petrografi yang berlaku umum yaitu

deskripsi dan penentuan nama batuan, serta pengamatan detail terhadap perubahan

tekstur, perbandingan jumlah fenokris dan massa dasar dari mineral utama, dan

kehadiran mineral sekunder. Perubahan bentuk dan ukuran mineral mengacu pada

Page 6: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 29

pendapat Patrick (1993, op cit. Setiadji dkk., 2006), ditunjukkan pada Gambar 3.4,

mineral yang berada pada kolom paling kanan adalah paling ideal (euhedral),

kemudian batas mineral berubah dan berbentuk subhedral dengan ukuran yang relatif

lebih kecil, hingga akhirnya menjadi anhedral dan berukuran halus. Disamping

mengamati perubahan tekstur, pengamatan jumlah mineral hasil ubahan dengan

mineral asalnya juga perlu diperhatikan. Kehadiran mineral ubahan menjadi penciri

penting dalam menentukan pelapukan batuan. Derajat pelapukan dapat ditentukan dari

jumlah kehadiran mineral ubahan yang terbentuk sebagai hasil pelapukan

menggunakan grafik atau tabel.

Gambar 3.4 Berbagai mineral hasil ubahan akibat proses pelapukan

(Patrick, 1993 op cit. Setiadji dkk., 2006)

3.2.2.2 Pengujian Sifat Indeks Batuan

Karakteristik fisik berhubungan dengan kondisi dan performa batuan itu di

alam. Selama proses pelapukan berlangsung, kecenderungan yang umumnya terjadi

adalah adanya peningkatan porositas dan kandungan lengas (moisture content)

sementara berat isi kering (dry unit weight) semakin mengecil. Perubahan berat isi

kering dan kandungan lengas ini adalah efek langsung dari meningkatnya porositas

yang disebabkan oleh adanya pelarutan atau rekahan yang menyertai proses

pelapukan.

Sifat indeks batuan yang akan diuji dalam penelitian ini meliputi berat isi

kering dan porositas batuan. Pengukuran berat isi kering dilakukan sesuai dengan

Page 7: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 30

standar prosedur dalam USACE Rock Testing Handbook (USACE, 1993). Uji berat

isi dilakukan terhadap contoh-contoh batuan yang representatif. Uji ini meliputi

pengukuran bulk volume dan berat spesimen (minimal 50g). Bulk volume didapat

dengan menggunakan metode water displacement. Metode ini menempatkan contoh

batuan dalam suatu wadah yang terisi air, dan mengukur volume fluida yang

terpindahkan. Material batuan sebelumnya telah dilapisi lilin parafin dengan tujuan

untuk menghindari penetrasi air ke dalam batuan. Karena batuan ini memiliki

porositas yang rendah, tingkat kesalahan akibat lilin masuk ke dalam pori-pori batuan

akan minimal.

Berat contoh batuan diukur dengan menggunakan timbangan setelah

dihancurkan dan dikeringkan dengan oven bertemperatur 110 ± 5 0C, dan berat isi

kering dari contoh batuan kemudian dapat dihitung dengan persamaan berikut:

VWb

d =γ

dimana

γ d = berat isi kering contoh batuan (g/cm3) Wb = massa contoh batuan (g) V = volume contoh batuan (cm3)

Porositas batuan merupakan perbandingan antara volume pori-pori batuan dengan

total volume batuan yang diekspresikan dengan persamaan berikut:

%100xVV

n v=

dengan

air

owv

WWV

ρ−

=

dimana

n = porositas batuan Vv = volume pori (cm3) V = volume total batuan (cm3) ρair = massa jenis air (1 g/cm3) Ww = massa jenuh batuan (g) Wo = massa kering oven batuan (g)

Page 8: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 31

3.3 Klasifikasi dan Perkembangan Derajat Pelapukan

3.3.1 Karakteristik Lapangan

Andesit di Gunung Pancir dijumpai dalam kondisi lapuk ringan hingga lapuk

sempurna, kondisi segar hanya dijumpai pada bongkah-bongkah dan kupasan batuan

hasil aktivitas penambangan. Pengamatan lapangan mengidentifikasi perkembangan

derajat pelapukan pada andesit dari perubahan warna (discoloration) pada material

batuan dan bidang diskontinuitas, perkembangan diskontinuitas pada batuan,

kekerasan, dan perbandingan antara material batuan dan tanah pada derajat pelapukan

tersebut.

Perkembangan derajat pelapukan secara gradual dapat diamati pada lereng

sebelah barat lokasi penambangan. Pada lereng ini dapat diamati perkembangan dari

Derajat Pelapukan II hingga V yang cukup representatif (Gambar 3.5). Pada andesit,

gejala awal pelapukan dimulai dari perubahan fisik di permukaan batuan, berupa

perubahan warna akibat reaksi kimia antara mineral penyusun batuan dengan air dan

oksigen. Gejala ini terjadi pada material batuan dan permukaan bidang diskontinuitas

akibat retakan yang berasal dari batuan itu sendiri, seperti kekar berlembar (sheet

joint) dan kekar kolom (columnar joint) atau akibat tektonik.

Gambar 3.5 Karakterisasi lapangan derajat pelapukan andesit berdasarkan pengamatan visual.

Page 9: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 32

Gejala awal berupa perubahan warna tipis pada permukaan batuan dan bidang

diskontinuitas merupakan ciri batuan yang dikategorikan sebagai Derajat Pelapukan II

atau disebut telah mengalami lapuk ringan (slightly weathered) (Gambar 3.6).

Perbedaan warna dengan kondisi segar adalah warna abu-abu yang lebih kusam

(andesit segar berwarna abu-abu kebiruan) dan pada beberapa bagian tubuh batuan

mengalami oksidasi yang menghasilkan warna merah kecoklatan. Perubahan warna

juga terjadi pada batas-batas kekar kolom yang berjarak antara 0,5–1,5 meter. Bidang-

bidang diskontinuitas ini mengalami perubahan warna dengan lebih intensif daripada

tubuh batuan karena sebagian besar telah berubah menjadi warna coklat. Secara

umum tekstur porfiritik pada derajat pelapukan ini masih dapat diamati pada batuan

yang tidak berwarna merah karena oksidasi, namun telah terjadi ubahan pada sebagian

kecil mineral plagioklas menjadi mineral lempung. Identifikasi kekerasan material

batuan secara kualitatif menunjukkan tingkat kekerasan yang relatif tidak jauh

berbeda dengan kondisi segarnya (fresh rock).

Gambar 3.6 Derajat Pelapukan II dicirikan dengan perubahan warna tipis pada permukaan

batuan dan bidang diskontinuitas.

Kekerasan andesit menurun pada kondisi lapuk sedang (moderately

weathered) atau Derajat Pelapukan III yang diakibatkan oleh perkembangan rekahan

dengan lebih intensif dan zona ubahan warna yang meluas pada hampir semua

permukaan batuan dan berkembang ke bagian dalam material batuan (Gambar 3.7).

Salah satu efek dari retakan yang intensif dijumpai adalah bentuk struktur block joint.

Pada derajat pelapukan ini material masih dominan berupa batuan dengan jarak antara

rekahan rapat (30-60cm) serta rekahan terisi oleh tanah berwarna coklat. Tekstur

porfiritik tidak dapat teramati dengan jelas pada derajat pelapukan ini.

Page 10: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 33

Gambar 3.7 Derajat Pelapukan III dicirikan oleh zona discoloration meluas dan berkembang

ke material batuan bagian dalam serta intensitas rekahan yang semakin intensif berbentuk block joint.

Perkembangan selanjutnya terjadi disintegrasi massa batuan yang

menghasilkan fragmen batuan dalam berbagai ukuran tetapi masih dikontrol oleh

orientasi bidang-bidang diskontinuitas. Pada kondisi ini material yang berukuran lebih

kecil menjadi lebih cepat lapuk hingga menjadi tanah, dan material yang lebih besar

sebagian mengalami lapuk lanjut. Ciri khas bagian ini adalah adanya spheroidal

weathering dan corestone, dikategorikan sebagai derajat pelapukan IV atau telah

lapuk kuat (highly weathered) (Gambar 3.8). Di atas zona ini material berubah

menjadi tanah, namun masih menunjukan sisa tekstur batuan asal yang telah lapuk

sempurna, dikenal sebagai derajat pelapukan V atau completely weathered. Tanah

hasil pelapukan andesit ini menunjukkan tekstur mottled atau mirip dengan tekstur

porfiritik pada batuan akibat sisa fragmen-fragmen batuan lapuk kuat yang

mengambang pada butiran-butiran tanah yang lebih halus. Ringkasan deskripsi

perkembangan derajat pelapukan andesit diberikan pada Tabel 3.1.

Gambar 3.8 Spheroidal weathering dengan corestone batuan lapuk menengah hingga lapuk

lanjut pada Derajat Pelapukan IV.

Page 11: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 34

Tabel 3.1 Ringkasan deskripsi perkembangan derajat pelapukan andesit.

Derajat Pelapukan Kete -balan (m)

Dekripsi Gambar

V IV III II

0.3- 1 10–13 2 – 4 2–4.5

Lapuk sempurna, terdapat tekstur mottled dengan fragmen telah lapuk lanjut, berwarna coklat, berbutir halus hingga kasar, lemah. Lapuk lanjut, rekahan intensif, rapat, dan saling memotong, aperture tertutup, seluruh tubuh batuan telah berubah warna menjadi coklat, material bercampur antara tanah dan batuan tetapi material batuan masih cukup mendominasi, lemah, material batuan dapat hancur dengan remasan tangan yang kuat. Terdapat spheroidal weathering. Material bagian dalam lapuk lanjut. Material bagian luar lapuk lanjut atau lapuk sempurna. Lapuk menengah, rekahan dengan struktur block joint cukup intensif dan rapat (30-60cm), aperture umumnya tertutup, abu-abu terang kecoklatan, cukup lemah, material dapat dipecahkan dengan sekali pukulan palu. Zona discoloration meluas pada hampir seluruh permukaan batuan dan berkembang cukup dalam. Bidang rekahan seluruhnya berubah warna menjadi coklat. Sebagian massa batuan (>20%) terubah menjadi mineral lempung atau tanah. Lapuk ringan, berkembang kekar kolom, jarak antar kekar kolom lebar (0.5-1.5m), abu-abu gelap, porfiritik, keras, pecah dengan beberapa kali pukulan palu, ANDESIT. Discoloration menghasilkan warna coklat pada permukaan batuan dan bidang rekahan.

Page 12: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 35

3.3.2 Karakterisasi Sifat Keteknikan

Karakteristik sifat keteknikan di lapangan dilakukan dengan menggunakan

Schmidt hammer. Pengujian dengan Schmidt hammer dilakukan terhadap material

batuan yang tersingkap dan kupasan batuan hasil aktifitas penambangan pada lokasi

penelitian dengan membuat garis pengamatan (scanline) imajinasi secara vertikal.

Garis pengamatan ditentukan sebanyak empat jalur dan setiap jalur mewakili

perkembangan derajat pelapukan secara kontinu (Gambar 3.9).

Gambar 3.9 Empat jalur pengujian (scanline) Schmidt hammer.

Schmidt hammer sangat sensitif terhadap perubahan kekerasan permukaan

batuan yang diakibatkan oleh proses pelapukan dan kehadiran bidang-bidang

diskontinuitas. Pengujian dilakukan pada bidang yang relatif rata (permukaan alami)

dan dalam kondisi kering dengan jarak antara pengujian minimal 1 cm. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa setiap derajat pelapukan memiliki kisaran nilai

pantulan Schmidt hammer yang lebar, namun secara umum menunjukkan

kecenderungan penurunan seiring derajat pelapukan yang semakin tinggi. Sebaran

data hasil pengujian Schmidt hammer diperlihatkan pada Gambar 3.10 dan nilai rata-

Page 13: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 36

rata pengukuran Schmidt hammer dari keempat scanline disajikan dalam Tabel 3.2.

Nilai Schmidt hammer untuk Derajat Pelapukan I diperoleh dari pengujian pada

batuan segar yang tersingkap akibat aktivitas penambangan di luar empat jalur

scanline di atas.

Gambar 3.10 Grafik nilai pantulan Schmidt hammer pada tiap scanline yang menunjukkan kecenderungan penurunan dengan semakin tingginya derajat pelapukan.

Tabulasi hasil pengukuran secara lengkap disertakan dalam Lampiran A dan

grafik sebaran data Schmidt hammer pada keempat scanline disertakan dalam

Lampiran B. Penggunaan alat yang portable ini sangat membantu dalam menentukan

kriteria derajat pelapukan, sehingga dapat dipilih contoh-contoh batuan yang akan

diuji di laboratorium.

Tabel 3.2 Nilai rata-rata Schmidt hammer berdasarkan derajat pelapukannya.

Derajat

Pelapukan Nilai rata-rata

Schmidt hammerStandar deviasi

Jumlah pengukuran

IV 15.47 2.74 81 III 19.11 4.26 122 II 25.21 4.49 325 I 34.57 3.21 28

Page 14: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 37

3.3.3 Karakteristik Laboratorium

3.3.3.1 Pengamatan Petrografi

Hasil pengamatan petrografi andesit di Gunung Pancir, Soreang

memperlihatkan tipe andesit piroksen. Andesit piroksen yang dijumpai di lokasi ini

secara mikroskopis bertekstur porfiritik dengan fenokris terdiri dari plagioklas,

piroksen, dan mineral opak, sedangkan massa dasar terdiri dari piroksen, plagioklas

mineral gelas dan mineral opak. Pada Derajat Pelapukan I, contoh batuan yang secara

pengamatan megaskopis dikategorikan sebagai batuan segar ternyata di bawah

mikroskop polarisasi telah menampakkan ubahan pada sebagian mineral fenokrisnya

(Gambar 3.11). Fenokris plagioklas, berbentuk euhedral hingga subhedral,

menampakkan zoning, dan memiliki kembaran carlbad albit, sebagian mengalami

ubahan menjadi mineral lempung, terutama pada bagian tengahnya. Piroksen

berwarna cokelat, subhedral, prismatik pendek, kehadirannya sekitar 25 persen.

Gambar 3.11 Sayatan tipis andesit piroksen Derajat Pelapukan I, bertekstur porfiritik, sebagian fenokris plagioklas telah mengalami ubahan menjadi mineral lempung.

Pada Derajat Pelapukan II, rekahan yang terbentuk sepanjang bidang belahan

(cleavage plane) pada fenokris plagioklas berkembang cukup intensif (Gambar 3.12).

Rekahan ini sebagian besar terisi kalsit. Kalsit juga dijumpai sebagai mineral

sekunder menggantikan plagioklas. Pada batuan yang termasuk dalam kategori lapuk

ringan ini ternyata telah terjadi alterasi mineral piroksen yang sangat signifikan,

ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi hitam, yang kemungkinan merupakan

oksida besi, pada sebagian besar tepian mineral fenokris piroksen dalam sampel

batuan. Rekahan mikro mulai teridentifikasi pada derajat pelapukan ini, walaupun

dalam jumlah yang tidak signifikan. Hal ini juga dapat menjadi indikasi menurunnya

kekuatan batuan selain karena alterasi mineral-mineral primer.

Page 15: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 38

Gambar 3.12 Sayatan tipis andesit piroksen Derajat Pelapukan II, rekahan mikro mulai teridentifikasi pada derajat pelapukan ini.

Pada Derajat Pelapukan III, alterasi pada plagioklas dan piroksen semakin

intensif (Gambar 3.13). Bagian tengah mineral dan sepanjang bidang belahan

sebagian besar plagioklas telah terubah menjadi mineral lempung atau kalsit. Kadang-

kadang area yang hampir opak terbentuk pada beberapa plagioklas akibat alterasi

yang kuat. Alterasi intensif pada piroksen tampak pada oksida besi yang terdapat pada

tepian luar piroksen semakin menebal dan mineral berbentuk anhedral. Rekahan

terbentuk sepanjang bidang belahan pada sebagian besar mineral. Pada plagioklas

rekahan ini sebagian terisi kalsit dan rekahan pada piroksen mengakibatkan sebagian

kecil mineral ini terdisintegrasi ke dalam ukuran yang lebih kecil. Massa dasar sedikit

terubah menjadi mineral lempung.

Gambar 3.13 Sayatan tipis andesit piroksen Derajat Pelapukan III, sebagian besar plagioklas telah terubah menjadi mineral lempung. Massa dasar sedikit terubah.

Pada derajat yang lebih tinggi, seluruh mineral piroksen telah terubah

membentuk area opak atau menjadi mineral sekunder berupa mineral lempung. Pada

derajat ini klorit juga teridentifikasi sebagai alterasi dari piroksen. Hampir seluruh

Page 16: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 39

mineral plagioklas telah terubah menjadi mineral lempung pada Derajat Pelapukan V.

Rekahan mikro semakin melebar dan merusak tekstur batuan seiring proses pelapukan

yang semakin lanjut, sebagian menunjukkan pola yang bercabang.

Ringkasan hasil pengamatan petrografi untuk perubahan komposisi mineralogi

batuan andesit berdasarkan derajat pelapukan batuan diberikan pada Tabel 3.3.

Sedangkan hasil pengamatan petrografi secara lengkap disajikan pada Lampiran C.

Tabel 3.3 Komposisi mineralogi andesit berdasarkan pengamatan mikroskop polarisasi.

Fenokris Massa dasar Mineral sekunder Derajat Pelapukan Pl Px Pl Px Gl Klo Kal Lpg MO I +++ ++ ++ + + - - ++ ++ II +++ ++ ++ + + - ++ + ++ III ++ ++ + + + - ++ ++ ++ IV +++ + +++ + + + - + + V ++ - ++ - - +++ - ++ + Keterangan :

++++ Jumlah amat banyak Pl Plagioklas MO Mineral opak +++ Jumlah banyak Px Piroksen Klo Klorit ++ Cukup banyak Gl Glas volkanik Kal Kalsit + -

Sedikit Tidak hadir

Lpg Mineral lempung

b) Uji Sifat Indeks Batuan

Pengujian sifat indeks batuan dilakukan terhadap lima sampel dari tiap derajat

pelapukan dengan tujuan untuk mengetahui kontinuitas perubahan sifat fisik andesit

akibat proses pelapukan. Rangkuman hasil pengujian sifat fisik batuan diberikan pada

Tabel 3.4 sedangkan hasil pengujian sifat indeks secara lengkap terhadap masing-

masing sampel diberikan pada Lampiran D.

Tabel 3.4 Rangkuman sifat indeks andesit berdasarkan derajat pelapukannya.

Densitas Kering PorositasDerajat

Pelapukan Ketebalan

(m) g/cm3 %

V 0.3 – 1 1.60 25.35 IV 10 – 13 1.76 23.14 III 2 – 4 2.12 18.29 II 2 – 4.5 2.44 8.42 I > 1 2.52 5.96

Page 17: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 40

3.4 Diskusi

Karakterisasi pelapukan andesit berdasarkan pengamatan visual di lapangan

mengidentifikasi lima derajat pelapukan batuan andesit berdasarkan karakter fisiknya.

Hal yang paling mudah teramati dalam proses pelapukan material batuan adalah

meningkatnya unsur besi yang dilepaskan, sehingga menghasilkan perubahan warna

menjadi coklat atau kekuningan pada material batuan (Knill, 1993). Andesit yang

masih segar dapat diidentifikasi pada bongkah atau kupasan hasil penambangan,

berwarna abu-abu kebiruan, bertekstur porfiritik dengan fenokris piroksen dan

plagioklas. Zona discoloration tipis pada permukaan batuan dan bidang

diskontinuitasitas adalah gejala awal dari pelapukan yang merupakan ciri dari derajat

pelapukan II. Pada derajat ini, secara kualitatif kekerasan batuan hampir tidak berbeda

dengan kondisi segarnya. Derajat pelapukan III dicirikan dengan zona discoloration

yang meluas pada hampir 70% permukaan batuan dan berkembang cukup dalam serta

intensitas rekahan yang lebih rapat mengakibatkan kekerasan batuan telah menurun

jauh. Material pada derajat pelapukan ini dapat hancur hanya dengan sekali pukulan

palu geologi dan lebih dari 20% massa batuan telah terubah menjadi mineral lempung

atau tanah. Pada derajat pelapukan yang lebih lanjut seluruh bagian batuan telah

berubah warna dan terdapat spheroidal weathering dan corestone. Karakteristik

seperti ini diidentifikasi sebagai derajat pelapukan IV atau lapuk lanjut. Pada kondisi

lapuk sempurna atau derajat pelapukan V material batuan telah terubah menjadi tanah

berbutir halus hingga kasar dengan tekstur mottled.

Selain dengan pengamatan visual, derajat pelapukan andesit dapat juga

dikarakterisasikan dengan perubahan tingkat kekerasan batuan yang tercermin dari

nilai pantulan Schmidt hammer. Karakteristik keteknikan yang paling jelas dan dapat

segera diketahui sebagai akibat dari pelapukan batuan segar adalah hilangnya

kekuatan batuan tersebut. Pengujian Schmidt hammer pada setiap derajat pelapukan

dari derajat pelapukan I hingga IV yang ditentukan dari pengamatan visual

mengindikasikan bahwa kekerasan batuan menurun pada derajat pelapukan yang

semakin tinggi, sedangkan pada derajat pelapukan V pengujian tidak bisa dilakukan

karena material yang dominan berupa tanah sehingga nilai Schmidt hammer tidak

terukur.

Bagaimanapun, derajat penurunan kekuatan batuan lebih berkaitan dengan

faktor pembentukan batuan asal, mineralogi, dan teksturnya daripada derajat

Page 18: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 41

pelapukannya. Hasil pengamatan di bawah mikroskop polarisasi memperlihatkan

bahwa batuan pada kondisi lapuk ringan ternyata telah memperlihatkan alterasi

mineral yang cukup signifikan. Hal ini dapat terlihat pada mineral piroksen (fenokris)

yang lebih dari 70% mengalami ubahan pada tepian mineralnya menjadi oksida besi

berwarna hitam. Rekahan mikro juga teridentifikasi telah muncul pada Derajat

Pelapukan II ini. Semakin tinggi derajat pelapukan, komposisi mineral primer

semakin tergantikan oleh mineral-mineral sekunder dan tekstur batuan semakin rusak

oleh rekahan-rekahan mikro yang semakin intensif.

Alterasi oleh mineral sekunder ini akan mengakibatkan perubahan densitas

seiring dengan proses pelapukan yang semakin lanjut. Mineral-mineral sekunder

seperti kalsit, klorit, mineral mika, ataupun mineral lempung memiliki densitas yang

lebih rendah daripada mineral primer seperti plagioklas dan piroksen. Perubahan

densitas akibat alterasi mineral ini ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 3.4, densitas

batuan terus mengalami penurunan sejalan dengan semakin tingginya derajat

pelapukan.

Berbanding terbalik dengan densitas, porositas batuan mengalami peningkatan

pada derajat pelapukan yang semakin tinggi. Pelapukan kimia telah merubah mineral

primer yang bertekstur interlocking pada material batuan dengan mineral sekunder

yang lebih lemah sehingga mempermudah berlanjutnya pelapukan secara fisika

berupa fragmentasi mineral ke dalam ukuran yang lebih kecil dan terbentuknya

rekahan-rekahan mikro. Fragmentasi mineral-mineral dan rekahan-rekahan mikro ini

yang meningkatkan porositas dalam batuan yang lapuk.

Pengujian sifat indeks batuan memberikan gambaran perbedaan karakter dari

masing-masing derajat pelapukan. Berat isi kering secara rata-rata dari hasil pengujian

lima sampel dari tiap derajat pelapukan menurun yang diimbangi oleh kenaikan

porositas batuan.

Dengan menggunakan grafik seperti pada Gambar 3.14 dapat diperlihatkan

perubahan sifat indeks batuan pada masing-masing derajat pelapukan. Tampak dari

grafik bahwa perubahan sifat indeks secara signifikan terjadi pada kondisi lapuk

ringan hingga lapuk lanjut, pada derajat pelapukan selanjutnya perubahan yang terjadi

relatif kecil.

Page 19: Karakteristik Pelapukan Andesit

Karakteristik Pelapukan Andesit 42

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV V

Derajat Pelapukan

Ber

at Is

i Ker

ing

(g/c

m3 )

0

5

10

15

20

25

30

Poro

sita

s (%

)

Berat Isi Kering Porositas

Gambar 3.14 Hubungan berat isi kering dan porositas andesit dengan derajat pelapukan.

Perubahan sifat indeks dari derajat pelapukan II menuju derajat pelapukan III

menarik untuk dicermati karena pada peralihan ini berat isi kering relatif menurun

jauh dan nilai porositas relatif naik tinggi. Hal ini mungkin disebabkan adanya kontak

batuan dengan mata air yang berasal dari rekahan-rekahan pada batuan andesit.

Kontak antara air dan batuan ditambah dengan kemiringan lereng yang cukup landai

ini yang diperkirakan mempercepat proses pelapukan andesit hingga kondisi lapuk

sempurna. Kondisi seperti ini tidak ditemui pada tebing bagian timur Gunung Pancir

yang lebih curam sehingga derajat pelapukan yang berkembang hanya sampai Derajat

Pelapukan III.