KARAKTERISTIK PASIEN NEUROPATI OPTIK TOKSIK...
Transcript of KARAKTERISTIK PASIEN NEUROPATI OPTIK TOKSIK...
1
KARAKTERISTIK PASIEN NEUROPATI OPTIK TOKSIK ETAMBUTOL
DI PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
Disusun oleh :
Muhammad Arief Munandar
NPM 131221170010
PENELITIAN OBSERVASIONAL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG
2019
2
Penelitian Observasional
KARAKTERISTIK PASIEN NEUROPATI OPTIK TOKSIK ETAMBUTOL
DI PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
Disusun oleh :
Muhammad Arief Munandar
NPM 131221170010
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
dr. Antonia Kartika Sp M(K)., Mkes
1
KARAKTERISTIK PASIEN NEUROPATI OPTIK TOKSIK ETAMBUTOL
DI PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
Muhammad Arief Munandar, Antonia Kartika
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
Abstract
Introduction : Ethambutol toxic optic neuropathy is one of the complication of ethambutol that
can cause visual impairment. The visual impairment can be temporary or permanent. Purpose : To describe the characteristics of patients with ethambutol toxic optic neuropathy in
National Eye Center Cicendo Eye Hospital.
Methods : This study is a descriptive retrospective study. Data were gathered from the medical
records of 30 patients that has been diagnosed with ethambutol toxic optic neuropathy in
Cicendo Eye Hospital from January 2014 to December 2018. The collected data include sex,
age, onset of visual complaints, visual acuity at the initial examination, on the first month and
the second month follow up visit, funduscopic examination, color vision, visual field defect, and
the treatment
Results : There were 30 patients included in this study. The mean age was 41.1 ± 15.6 years.
Sixteen (53.33%) patients were male. Twenty-three (76.67%) patients decrease in vision more
than 1 month since the start of treatment with ethambutol. At the initial examination, twenty-
two(36.67%) eyes had visual acuity less than 6/18 until 6/60 on snellen chart. Thirty-one
(51.67%) eyes had normal optic disc were seen by funduscopy. Thirty-six (60%) eyes had
dyschromatopsia. Thirty-eight (63.33%) eyes had bitemporal hemianopia. Nineteen (63.33%)
patients received a combination treatment of coenzyme Q10 and methylcobalamin. Conclusion : The majority of patients were male with mean age was 41.1 ± 15.6 years with
visual acuity less than 6/18 until 6/60 on snellen chart, color perception disorder and
bitemporal hemianopia. The optic disc is mostly normal.
Keyword : Ethambutol, Toxic optic neuropathy
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TBC) merupakan
penyakit infeksi yang hingga saat ini
masih menjadi masalah kesehatan bagi
masyarakat diberbagai negara di dunia.
Indonesia merupakan negara ke-3
dengan penderita TBC terbanyak
setelah India dan China. Pada tahun
2017 World Health Organization
(WHO) memperkirakan terdapat 10 juta
pasien kasus baru tuberkulosis
didunia.1,2,3
Etambutol adalah salah satu obat
anti tuberkulosis yang efektif dan jarang
terjadi resistensi. Salah satu efek
samping yang dilaporkan yaitu
terjadinya neuropati optik toksik.1,4,5,6
Neuropati optik toksik etambutol
merupakan komplikasi yang dapat
menyebabkan gangguan penglihatan.
Kejadian neuropati optik toksik
etambutol bervariasi, pada beberapa
studi berkisar antara 0,5% hingga 35%
penderita. Penelitian yang dilakukan
oleh Indrayani dkk melaporkan
insidensi neuropati optik toksik
etambutol di Rumah Sakit Sanglah,
Denpasar sebesar 16,7%. Chen dkk
melaporkan insidensi neuropati optik
toksik etambutol di Taiwan selatan
2
sebesar 1.29%. Yang HK dkk
melaporkan insidensi neuropati optik
toksik etambutol di Korea sekitar
0,7%.1,5,7,8,9.
Neuropati optik toksik etambutol
memberikan gejala penurunan tajam
penglihatan bilateral, perlahan dan
progresif. Gangguan penglihatan
lainnya yaitu berupa gangguan persepsi
warna dan defek lapang pandang.
Pemeriksaan funduskopi umumnya
didapatkan hasil normal, tetapi jika
progresifitas berlanjut dapat ditemukan
gambaran atrofi diskus saraf optik.
Tajam penglihatan, penglihatan warna
dan lapang pandang dapat membaik
dengan penghentian pengobatan
etambutol. Pada beberapa kasus
gangguan penglihatan menetap dengan
atrofi diskus saraf optik.10,11,12.
Penatalaksanaan pasien dengan
neuropati optik toksik etambutol yaitu
dengan penghentian segera pengobatan
etambutol. Pada sebagian kasus,
gangguan tajam penglihatan menetap
namun hingga saat ini belum terdapat
obat yang spesifik untuk neuropati optik
toksik etambutol. Terdapat penelitian
mengenai alternatif terapi neuropati
optik toksik etambutol yang dilakukan
di Rumah Sakit Mata Cicendo yaitu
koenzim Q 10 dan omega 3 namun
belum terdapat penelitian yang
membahas karakteristik pasien dengan
neuropati optik toksik etambutol.
Tujuan penelitiaan ini adalah untuk
melaporkan karakteristik pasien dengan
neuropati optik toksik etambutol di
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata
Cicendo.
SUBJEK DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
retrospektif deskriptif dengan
mengambil data dari rekam medis
pasien dengan diagnosis neuropati optik
toksik etambutol di Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo,
Bandung, selama periode Januari 2014
hingga Desember 2018.
Kriteria inklusi dari penelitian ini
yaitu rekam medis pasien yang
didiagnosis neuropati optik toksik
etambutol pada bulan Januari 2014
hingga Desember 2018. Kriteria
eksklusi adalah pasien dengan kelainan
mata lain yang dapat menyebabkan
gangguan tajam penglihatan,
penglihatan warna dan lapang pandang
seperti kelainan pada retina, glaukoma
dan neuropati optik karena penyebab
yang lain.
Data rekam medis pasien yang
diambil meliputi jenis kelamin, usia,
onset keluhan penurunan tajam
penglihatan sejak awal pengobatan
dengan etambutol, tajam penglihatan
saat pemeriksaan awal, kontrol bulan
ke-1 dan ke-2, pemeriksaan funduskopi,
penglihatan warna, lapang pandang dan
tatalaksana pasien.
Data usia dikelompokan dalam 7
kelompok usia berdasarkan
pengelompokan usia pasien TBC paru
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2013 - 2017. Onset
adalah waktu antara awal pengobatan
dengan etambutol hingga munculnya
keluhan gangguan penglihatan. Onset
terjadi gangguan tajam penglihatan
dikelompokan menjadi kurang dari 1
bulan dan 1 bulan atau lebih.
Chuenkongkaew W dkk melaporkan
3
neuropati optik toksik etambutol dapat
muncul antara bulan ke-1 hingga ke-6
setelah awal pemberian etambutol pada
dosis 13 hingga 20 mg/KgBB/hari.
Tajam penglihatan yaitu Best corrected
visual acuity (BCVA) dinilai
menggunakan Snellen chart. Tajam
penglihatan dikelompokan dalam 6
kategori gangguan penglihatan
berdasarkan definisi kerja WHO.
Penglihatan warna dinilai dengan
menggunakan test ishihara, dimana
dikatakan mengalami diskromatopsia
apabila terdapat penurunan dari
penglihatan warna pada plate ishihara.
Pemeriksaan diskus saraf optik dengan
menggunakan funduskopi direct.
Lapang pandang dinilai dengan
menggunakan Zeiss perimetri Humprey
30-2. Pasien dengan gangguan lapang
pandang apabila ditemukan defek
lapang pandang pada hasil pemeriksaan
perimetri.
Hasil penelitian dicatat dalam
windows Microsoft excel 2010 dan
ditampilkan dalam bentuk tabel dan
gambar .
HASIL
Berdasarkan data dari rekam medis
pasien sejak bulan Januari 2014 sampai
bulan Desember 2018 di Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo,
didapatkan 33 pasien dengan neuropati
optik toksik etambutol. Pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
sebanyak 30 pasien, dengan kelainan
bilateral. Jumlah kasus pasien dengan
neuropati optik toksik etambutol
mengalami peningkatan sejak tahun
2014 hingga 2018.
Gambar 1. Insidensi neuropati optik
toksik etambutol 2014-2018
Tabel 1. Karakteristik Demografis
Variabel n %
Jumlah pasien
Usia (n=30)
≥65 tahun
55-64 tahun
45-54 tahun
35-44 tahun
25-34 tahun
15-24 tahun
0-14 tahun
Rata-rata
30
4
5
8
5
6
2
0
41,1±15,6
13,33
16,67
26,67
16,67
20
6,67
0
Jenis kelamin
(n=30)
Laki-laki
16
53,33
Perempuan 14 46,67
Pada tabel l menampilkan
karakteristik demografis pasien
neuropati optik toksik etambutol. Umur
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2014 2015 2016 2017 2018
tahun
Jumlah
pasien
4
rata-rata pasien pada penelitian ini
adalah 41,1 ± 15,6 tahun dengan usia
terbanyak yaitu 45 hingga 54 tahun.
Terdapat 16 pasien (53,33%) laki-laki
dan 14 pasien (46,67%) perempuan.
Tabel 2. Karakteristik Klinis
Variabel n %
Onset keluhan
penurunan tajam
penglihatan (n=30)
<1 bulan
≥1 bulan
BCVA (snellen
chart) (n=60)
≥ 6/18
<6/18-6/60
<6/60-3/60
<3/60-1/60
<1/60-LP
NLP
Pemeriksaan fundus
(n=60)
Normal
Atrofi diskus saraf
optik
Penglihatan warna
(n=60)
Normal
Diskromatopsia
Sulit dinilai
Perimetri (n=60)
Hemianopia
bitemporal
Skotoma sentral
Dalam batas normal
Tidak ada data
7
23
10
22
12
9
7
0
31
29
17
36
7
38
4
4
14
23,33
76,67
16,67
36,67
20
15
11,67
0
51,67
48,33
28,33
60
11,67
63,33
6,67
6,67
23,33
Terapi (n=30)
Koenzim Q10
Kombinasi koenzim
Q10
+ metilkobalamin
+ citicolin
+ metilprednisolon
+ metilkobalamin dan metilprednisolon
Citicolin
2
19
1
1
5
2
6,67
63,33
3,33
3,33
16,67
6,67
Pada tabel 2 menampilkan
karakteristik klinis pasien neuropati
optik toksik etambutol. Onset pasien
mengeluh adanya penurunan tajam
penglihatan pada mata sebagian besar
terjadi pada 1 bulan atau lebih (76,67%)
sejak awal pengobatan dengan
etambutol. Sebagian besar tajam
penglihatan pasien kurang dari 6/18
hingga 6/60 yaitu 22 mata (36,67%).
Pada pemeriksaan Funduskopi
didapatkan pasien dengan diskus saraf
optik normal sebanyak 31 mata
(51,67%). Pada pemeriksaan
penglihatan warna didapatkan sebagian
besar mengalami diskromatopsia yaitu
36 mata (60%). Pemeriksaan lapang
pandang didapatkan 38 mata (63,33%)
mengalami hemianopia bitemporal.
Terapi pasien sebagian besar
mendapatkan kombinasi koenzim Q10
dengan metilkobalamin yaitu 19 pasien
(63,33%).
5
Gambar 2. Grafik tajam penglihatan
pada neuropati optik toksik etambutol
Pada gambar 2 menampilkan grafik
tajam penglihatan pasien neuropati
optik toksik etambutol. Terdapat 40
mata yang tidak menjalani kontrol pada
bulan ke-2 pengobatan neuropati optik
toksik etambutol.
Tabel 3. Perkembangan tajam
penglihatan pada bulan ke-2 kontrol
Tajam
penglihatan
n=20mata
%
Peningkatan 12 60
Tetap
Penurunan
6
2
30
10
Pada tabel 3 menunjukkan
perkembangan tajam penglihatan pada
bulan ke-2 pengobatan neuropati optik
toksik etambutol. Pada 20 mata yang
menjalani kontrol terdapat 12 dari 20
mata (60%) dengan peningkatan tajam
penglihatan, 6 dari 20 mata (30%)
dengan gangguan tajam penglihatan
yang menetap dan 2 dari 20 mata (10%)
dengan penurunan tajam penglihatan.
DISKUSI
Etambutol hidroklorid merupakan
golongan antimikroba bakteriostatik
yang digunakan sebagai obat anti
tuberkulosis (OAT) sejak tahun 1960.
Neuropati optik toksik etambutol
merupakan komplikasi yang timbul
akibat penggunaan etambutol dengan
dosis yang melebihi dosis ajuran yaitu
15 mg/KgBB/hari. Etambutol memiliki
chelating metal (Zn chelate) yang dapat
memblok proses oxidative
phosphorilation, sehingga ion Zn tidak
terikat pada mitokondria ganglion sel
retina yang mengakibatkan gangguan
metabolisme mitokondria dan memicu
kematian sel. Ion Cu dan ion Zn
diperlukan sebagai kofaktor sitokrom C
oksidase yang merupakan enzim utama
untuk rantai transpor dan untuk
metabolisme oksidase seluler dalam
mitokondria. Neuropati optik toksik
etambutol dapat menyebabkan
gangguan tajam penglihatan, persepsi
warna dan defek lapang pandang.
Kelainan ini biasanya bilateral, namun
onsetnya dapat berjalan unilateral.
Neuropati optik toksik etambutol dapat
reversibel ataupun menetap.1,2,5,15
Umur pasien pada penelitian ini
rata-rata 41,1 ± 15,6 tahun. Hasil ini
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
awal bulan 1 bulan 2
≥ 6/18 <6/18-6/60<6/60-3/60 <3/60-1/60<1/60-LP NLPtidak kontrol
Jumlah
mata
6
sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Indrayani dkk yang
melaporkan umur rata-rata pasien
dengan neuropati optik toksik
etambutol di Rumah Sakit Sanglah
Denpasar yaitu 46.8 tahun. Penelitian
yang dilakukan oleh Chen dkk
melaporkan umur rata-rata pasien
dengan neuropati optik toksik
etambutol di Taiwan selatan yaitu 76.75
± 7.21 tahun.5,8
Penelitian yang dilakukan oleh Chen
dkk melaporkan sebagian besar
neuropati optik toksik etambutol
diderita oleh laki-laki (81.25%) serta
penelitian yang dilakukan oleh
Indrayani dkk melaporkan sebanyak
80% pasien neuropati optik toksik
etambutol diderita oleh laki-laki. Pada
penelitian ini didapatkan sebagian besar
neuropati optik toksik etambutol
diderita oleh laki-laki yaitu sebesar
53,33%. Hal ini sejalan dengan
penderita tuberkulosis di Indonesia
pada tahun 2018. Berdasarkan data dan
informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2018 terdapat
511.873 penderita tuberkulosis dengan
jumlah laki-laki sebanyak 294.757
penderita (57,58%) dan perempuan
sebanyak 217.116 penderita
(42,42%).5,8,24
Pada penelitian ini sebagian besar
pasien datang ke Rumah Sakit Mata
Cicendo dengan keluhan penurunan
tajam penglihatan 1 bulan atau lebih
(76,67%) sejak awal pengobatan
dengan etambutol. Chuenkongkaew W
dkk melaporkan neuropati optik toksik
etambutol muncul antara 1 hingga 6
bulan (rata-rata 2,9 bulan) setelah
memulai terapi etambutol dengan dosis
13 hingga 20 mg/KgBB/hari (rata-rata
17 mg/KgBB hari). Penelitian Chan dan
Kwok menyatakan bahwa manifestasi
neuropati optik toksik etambutol paling
sering terjadi antara 3 hingga 5 bulan
pengobatan.7,12
Penurunan tajam penglihatan
bervariasi dari ringan hingga no light
perception (NLP). Pada penelitian ini,
pada pemeriksaan awal didapatkan
sebagian besar pasien yaitu 22 mata
(36,67%) dengan tajam penglihatan
kurang dari 6/18 hingga 6/60 dan
terdapat 10 mata (16,67%) dengan
tajam penglihatan 6/18 atau lebih. Pada
penelitian Nurindi dkk melaporkan
terdapat 24,4% pasien dengan
penurunan tajam penglihatan pada
pasien tuberkulosis yang mendapatkan
terapi etambutol, penelitian yang
dilakukan oleh Indrayani dkk
melaporkan terdapat 23,3% pasien
dengan penurunan tajam penglihatan
pada pasien tuberkulosis yang
mendapatkan terapi etambutol.2,8,18
Karakteristik pada pemeriksaan
funduskopi, dimana didapatkan 31 mata
(51,67%) dengan diskus saraf optik
normal dan 29 mata (48,33%) dengan
atropi diskus saraf optik. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Indrayani dkk melaporkan dalam
penelitiannya tidak didapatkan adanya
gangguan diskus saraf optik pada pasien
dengan neuropati optik toksik
etambutol. Penggunaan etambutol
dalam waktu yang lama akan
menyebabkan gambaran pucat pada
diskus saraf optik, terutama pada sisi
temporal dan biasanya bilateral serta
dapat menyebabkan gangguan
penglihatan permanen.8,19
7
Penelitian yang dilakukan oleh
Nurindi ddk melaporkan sebanyak
17,0% pasien yang mengalami
gangguan persepsi warna pada pasien
tuberkulosis dengan terapi etambutol.
Carissa dkk melaporkan terdapat
18,18% pasien dengan gangguan
persepsi warna pada pasien tuberkulosis
dengan terapi etambutol. Pada
penelitian yang dilakukan oleh
Indrayani dkk melaporkan sebanyak
23% pasien dengan gangguan persepsi
warna pada pasien tuberkulosis dengan
terapi etambutol. Pada penelitian ini
didapatkan 36 mata (60%) dengan
diskromatopsia. Gangguan persepsi
warna (diskromatopsia) merupakan
gangguan yang sering muncul pertama
kali namun sering kali tidak disadari
oleh pasien. Gangguan ini disebabkan
oleh apoptosis sel-sel ganglion tipe P
(parvoselullar) yang berfungsi sebagai
persepsi warna. Gangguan persepsi
warna pada awal intoksikasi etambutol
berupa defek biru-kuning (tritan) dan
pada fase lanjutan intoksikasi etambutol
berupa defek merah-hijau (protan dan
deutran).2,8,15,18
Neuropati optik toksik etambutol
dapat menyebabkan gangguan lapang
pandang berupa skotoma sentral atau
sekosentral dan hemianopia bitemporal.
Pada penelitian ini didapatkan
gambaran hemianopia bitemporal pada
38 mata (63,33%) dan skotoma sentral
pada 4 mata (6,67%). Penelitian yang
dilakukan oleh Mehta melaporkan
terdapat 33,33% pasien dengan
neuropati optik toksik etambutol
didapatkan hemianopia bitemporal.
Penelitian yang dilakukan oleh Kho dkk
melaporkan terdapat 32% pasien
dengan neuropati optik toksik
etambutol didapatkan hemianopia
bitemporal. Pada fase awal, saraf optik
yang pertama kali terkena, akan tetapi
jika etambutol dilanjutkan kerusakan
dapat menyebar sampai ke seluruh
kiasma yang akan memberikan gejala
hemianopia bitemporal.12,14
Sebagian besar pasien mendapatkan
terapi kombinasi koenzim Q10 dan
metilkobalamin yaitu 19 pasien
(63,33%). Tatalaksana neuropati optik
toksik etambutol yaitu dengan
penghentian terapi etambutol akan
tetapi penglihatan dapat terus menurun
atau tidak dapat membaik walaupun
etambutol telah dihentikan. Belum ada
obat yang spesifik untuk terapi
neuropati oleh karena etambutol.13,17
Xu dkk melaporkan terdapat
perkembangan tajam penglihatan dan
lapang pandang setelah pemberian
terapi metilkobalamin pada pasien
dengan neuropati optik toksik
etambutol. Metilkobalamin adalah salah
satu bentuk dari koenzim turunan
vitamin B12. Metilkobalamin banyak
digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit neurologis.13.
Penelitian yang dilakukan pada
hewan oleh Kartika dkk melaporkan
terdapat perbedaan densitas sel
ganglion retina dengan dan tanpa
suplementasi koenzim Q10 pada tikus
yang diberikan etambutol, dimana
kelompok yang diberikan suplementasi
koenzim Q10 memiliki densitas sel
ganglion lebih tinggi dan bermakna
secara signifikan. Koenzim Q10
merupakan neuroprotektif yang
berperan dalam transport elektron,
produksi ATP di mitokondria dan
8
sebagai anti oksidan yang mereduksi
radikal bebas. Martucci dan Carlo
menyatakan bahwa koenzim Q10
terbukti dapat memperlambat
perubahan patologis dan dapat menjadi
pertimbangan sebagai neuroprotektor
pada glaukoma.17,22.
Citicolin telah terbukti memberikan
efek neuroprotektif pada berbagai
bentuk cedera pada sistem saraf pusat,
termasuk cerebralischemia. Hingga
saat ini belum ada studi yang
melaporkan efek citicolin terhadap
neuropati optik toksik etambutol. Pada
penelitian ini terdapat 3 pasien yang
mendapatkan terapi citicolin. Ottobeli
dkk melaporkan adanya per-
lambatan, stabilisasi, dan perbaikan
fungsi penglihatan pada pasien
glaukoma yang diberikan citicolin.20,21
Pemberian steroid berperan dalam
menghambat proses demyelinisasi dan
pembengkakan pada selubung saraf
optik sehingga dapat mengembalikan
fungsi penglihatan dan mencegah
kebutaan permanen. Pada penelitian ini
terdapat 6 pasien yang mendapatkan
terapi metilprednisolon. Saat ini belum
terdapat penelitian penggunan
metilprednisolon pada neuropati optik
toksik etambutol.19,23
Penelitian yang dilakukan oleh
Chen dkk melaporkan bahwa 50 %
pasien mengalami perbaikan tajam
penglihatan dan 50% pasien mengalami
gangguan tajam penglihatan yang
menetap setelah penghentian terapi
etambutol. Pada penelitian ini, pada
bulan ke-2 kontrol terdapat 20 mata
yang menjalani kontrol dimana terdapat
12 dari 20 mata (60%) mengalami
peningkatan tajam penglihatan dan 6
dari 20 mata (30%) mengalami
gangguan tajam penglihatan yang
menetap. Tajam penglihatan pada
neuropati optik toksik etambutol akan
membaik setelah penghentian
pemberian etambutol. Akan tetapi pada
beberapa kasus menetap. Prognosis
neuropati optik toksik etambutol
tergantung pada derajat kerusakan saraf
optik saat ditemukan.5,14
Keterbatasan pada penelitian ini
yaitu terdapatnya data pengobatan
tuberkulosis yang tidak lengkap pada
beberapa pasien seperti dosis regimen
terapi dan durasi pengobatan
tuberkulosis. Saran peneliti agar
pencatatan data pengobatan
tuberkulosis saat pemeriksaan lebih
lengkap.
SIMPULAN
Neuropati optik toksik merupakan
salah satu komplikasi yang disebabkan
oleh etambutol yang dapat
menyebabkan gangguan penglihatan.
Karakteristik di Rumah Sakit Mata
Cicendo sebagian besar diderita oleh
laki-laki dengan umur rata-rata 41,1 ±
15,6 tahun, dengan tajam penglihatan
sebagian besar kurang dari 6/18 hingga
6/60, adanya gangguan persepsi warna
dan hemianopia bitemporal. Diskus
saraf optik sebagian besar normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Song W, Shancheng. The rare ethambutol-induce optic neuropathy A case report and literatur review. Medicine (Baltimore). 2017 Jan; 96(2): e5889
2. Nurindi FS, Rani H, Arif YP et al. Hubungan durasi penggunaan
9
Etambutol fase Intensif kategori 1 terhadap gangguan persepsi warna dan penurunan tajam penglihatan pada penderita tuberkulosis di puskesmas rawat inap panjang kota Bandar Lampung. Agromedicine. 2018 jun; volume 5: nomor 1
3. World Health Organization. Global report tuberculosis 2018. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/274453/9789241565646-eng.
4. Putra OA. Studi kasus mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap antibiotik lini pertama pada pasien tuberkulosis di RSUP Fatmawati. Bagian program studi farmasi fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta. 2012
5. Chen SC, Lin MC, Sheu SJ. Incidence and prognostic factor of ethambutol-related optic neuropathy: 10-year experience in Southern Taiwan. Kaohsiung J Med Sci. 2015 Jul;31(7):358-62
6. American Academy of Ophthalmology. Neuro-
Ophthalmology. Section 5 San
Fransisco: AAO; 2014-2015. h. 141-142
7. Chuenkongkaew W, Samsen P, Thanasombatsakul N. Ethambutol and optic neuropathy. J Med Assoc Thai. 2003 Jul;86(7):622-5
8. Indrayani IA, Masputra AA, Ida AJ et al. Characteristics of ethambutol optic neuropathy on tuberculosis treatment in Sanglah hospital Denpasar.2019 april DOI: 10.5455/IJMRC
9. Yang HK, Park MJ, lee JH et al. insidence of toxic optic neuropathy with low dose ethambutol. Int J Tuberc Lung Dis. 2016 Feb;20(2):261-4.
10. Miller NR, Prem SS, Vivek RP. Clinical Neuro Opthalmology. Edition 3.wolters kluwer. 2016. h.345-346
11. Chan RY, Kwok AK. Ocular toxicity of ethambutol. Hong Kong Med J. 2006;12(1):56
12. Mehta S. Patterns of ethambutol ocular toxicity in extended use therapy. Cureus . 2019;11(4): e4408
13. Xu J, Qi D, Shuangqing W et al. Treatment of ethambutol-induced optic neuropathy by buqihuoxue formula combined with methycobal. Int J Clin Exp Med 2017;10(4): 7011-7015
14. Kho RC, Al-Obailan M, Arnold AC. Bitemporal visual field defects in ethambutol-induced optic neuropath J Neuroophthalmol.2011Jun;31(2):121-6
15. Carissa ID, Esy N, Hariyanto IH et al. Kejadian buta warna pada Pasien tuberkulosis paru di unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru (UP4) Pontianak.CDK-251/ th. 2017/vol. 44 no. 4
16. Koul PA. Ocular toxicity with ethambutol therapy: Timely recaution. Institute of Medical Sciences, Soura, Srinagar -190 011
17. Martucci A and Carlo N. Evidence on neuroprotective properties of coenzyme Q10 in the treatment of glaucoma. Neural Regen Res. 2019 Feb; 14(2): 197–200
18. Widyanatha MI, Antonia K, Maula R. Pengaruh pemberian omega 3 terhadap fungsi penglihatan warna pada penderita tuberkulosis yang mendaparkan etambutol. Bagian ilmu kesehatan mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Bandung. 2018
19. Margolin E, Shemesh A. Optic Neuropathy, Toxic and Nutritional. [Updated 2019 Jan 25]. In: StatPearls Internet. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
10
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499979/
20. Hurtado O, Ignacio L, María AM. Neuroprotection and recovery recent data at the bench on citicoline. Stroke. 2011;42[suppl 1]:S33-S35.
21. Ottobelli L, Manni GL, Centofanti M, et al. Citicoline oral solution in glaucoma: is there a role in slowing disease progression? Ophthalmologica Journal International 2013;229(4):219-26
22. Kartika A, Setiohadji B. Perbandingan densitas sel gangglion retina dengan dan tanpa suplementasi koenzim q10 pada tikus yang diberikan etambutol. Bagian ilmu kesehatan mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Bandung. 2014
23. Kartika A. Setiohadji B. Methanol toxic optic neuropathy : clinical characteristics and visual acuity out come after High dose methylprednisolon. Neuro-ophthalmol jpn 2016.33: 421-427.
24. Kementerian kesehatan Republik Indonesia. Data dan informasi profil kesehatan Indonesia 2018. https://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.