KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

20
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 319 KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN: KASUS DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA THE CHARACTERISTICS OF SMALL SCALE FISHERIES IN FOOD SECURITY: A CASE STUDY IN KENDARI, SOUTHEAST SULAWESI Ary Wahyono Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI [email protected] Abstrak Stigma nelayan kecil tidak memiliki konstribusi pada ketahanan pangan tidak selalu benar. Nelayan kecil adalah satu-satunya kelompok sosial yang memberikan asupan makanan dengan mudah untuk penyediaan kebutuhan ikan konsumsi. Paling tidak kebutuhan ikan konsumsi untuk keluarganya terpenuhi. Hal ini tidak terjadi pada perikanan tangkap skala besar yang lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ikan. Pemerintah Indonesia tampaknya lebih memilih untuk meningkatkan ekspor hasil perikanan dibandingkan dengan memikirkan kebutuhan konsumsi ikan dalam negeri. Tulisan ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan kepada rumah tangga nelayan kecil secara terbatas di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi nelayan kecil untuk kebutuhan konsumsi ikan lokal terpengaruh sejak adanya kebijakan moratorium perikanan tangkap karena sebagian nelayan kecil mulai tertarik untuk memasok kebutuhan industri pengolahan hasil ikan. Hal ini tentu saja mempengaruhi pasokan kebutuhan ikan konsumsi lokal. Kata kunci: nelayan kecil; ketahanan pangan; konsumsi ikan. Abstract Small scale fisheries are often stigmatized as poor ones without any contributions toward food security. In fact, small fishermen are the only social group supplying the needs of fish consumption. This does not happen in big scale fisheries aiming for increasing the number of exported fish. The Government of Indonesia seems prioritizing the number of exported fish products rather than fulfilling the local food security. Using qualitative approach, data were gathered from small fishermen in Kendari. Result shows that fisheries moratorium affects the small scale fisheries. The small fishermen are starting interested in supplying fishery industry. Consequently, it influences the local food security, particularly the needs of fish consumption. Keywords: small scale fishery; food security; fish consumption. Latar Belakang Salah satu isu human security di sektor perikanan dan kelautan adalah terindikasinya gejala kelebihan tangkap (overfishing) di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 1 , potensi sumber daya ikan di laut Indonesia diperkirakan mencapai 9.931.920 ton. Namun demikian, menurut Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Keputusan Menteri ini menguraikan tentang estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. 45/KEPMEN-KP/2011, besarnya potensi perikanan ini tidak merata di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP), di beberapa WPP tertentu sudah mengalami “kelebihan tangkap” (Lihat Tabel 1). Jumlah nelayan yang terlalu banyak merupakan salah satu penyebab terjadinya gejala kelebihan tangkap atau dalam bahasa McGoodwin, “too many people chasing to few fish” (McGoodwin, 1990). Artinya, pressure yang berlebihan dari nelayanlah yang menjadi salah satu penyebab overfishing. Dalam permasalahan yang dihadapi terkait isu human security di atas, masyarakat nelayan dan pesisir sebenarnya menempati posisi kunci yang bisa berpotensi ganda. Pada satu pihak,

Transcript of KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Page 1: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 319

KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN: KASUS DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

THE CHARACTERISTICS OF SMALL SCALE FISHERIES IN FOOD

SECURITY: A CASE STUDY IN KENDARI, SOUTHEAST SULAWESI

Ary Wahyono Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI

[email protected]

Abstrak

Stigma nelayan kecil tidak memiliki konstribusi pada ketahanan pangan tidak selalu benar. Nelayan kecil adalah

satu-satunya kelompok sosial yang memberikan asupan makanan dengan mudah untuk penyediaan kebutuhan ikan

konsumsi. Paling tidak kebutuhan ikan konsumsi untuk keluarganya terpenuhi. Hal ini tidak terjadi pada perikanan

tangkap skala besar yang lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ikan. Pemerintah Indonesia tampaknya

lebih memilih untuk meningkatkan ekspor hasil perikanan dibandingkan dengan memikirkan kebutuhan konsumsi

ikan dalam negeri. Tulisan ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan kepada rumah tangga nelayan

kecil secara terbatas di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi nelayan

kecil untuk kebutuhan konsumsi ikan lokal terpengaruh sejak adanya kebijakan moratorium perikanan tangkap

karena sebagian nelayan kecil mulai tertarik untuk memasok kebutuhan industri pengolahan hasil ikan. Hal ini tentu

saja mempengaruhi pasokan kebutuhan ikan konsumsi lokal.

Kata kunci: nelayan kecil; ketahanan pangan; konsumsi ikan.

Abstract

Small scale fisheries are often stigmatized as poor ones without any contributions toward food security. In fact,

small fishermen are the only social group supplying the needs of fish consumption. This does not happen in big scale

fisheries aiming for increasing the number of exported fish. The Government of Indonesia seems prioritizing the

number of exported fish products rather than fulfilling the local food security. Using qualitative approach, data

were gathered from small fishermen in Kendari. Result shows that fisheries moratorium affects the small scale

fisheries. The small fishermen are starting interested in supplying fishery industry. Consequently, it influences the

local food security, particularly the needs of fish consumption.

Keywords: small scale fishery; food security; fish consumption.

Latar Belakang

Salah satu isu human security di sektor

perikanan dan kelautan adalah terindikasinya

gejala kelebihan tangkap (overfishing) di Wilayah

Pengelolaan Perikanan (WPP). Berdasarkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor 47/KEPMEN-KP/20161, potensi sumber

daya ikan di laut Indonesia diperkirakan mencapai

9.931.920 ton. Namun demikian, menurut Surat

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

1Keputusan Menteri ini menguraikan tentang

estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan

dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

45/KEPMEN-KP/2011, besarnya potensi perikanan

ini tidak merata di seluruh wilayah pengelolaan

perikanan (WPP), di beberapa WPP tertentu sudah

mengalami “kelebihan tangkap” (Lihat Tabel 1).

Jumlah nelayan yang terlalu banyak merupakan

salah satu penyebab terjadinya gejala kelebihan

tangkap atau dalam bahasa McGoodwin, “too

many people chasing to few fish” (McGoodwin,

1990). Artinya, pressure yang berlebihan dari

nelayanlah yang menjadi salah satu penyebab

overfishing.

Dalam permasalahan yang dihadapi terkait

isu human security di atas, masyarakat nelayan

dan pesisir sebenarnya menempati posisi kunci

yang bisa berpotensi ganda. Pada satu pihak,

Page 2: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

320 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

nelayan adalah pemain utama yang bisa

mengkonversi potensi ikan-ikan di laut menjadi

pasokan protein orang-orang di darat. Dengan

segala resikonya dan aspek ketidaktentuan yang

tinggi, nelayanlah yang telah menangkap ikan-

ikan di laut dan mendaratkannya di pantai

sehingga ikan menjadi accessible oleh manusia

lain di daratan. Tetapi di sisi lain, nelayan juga

adalah pihak yang terlibat dalam gejala overfishing

tersebut. Dalam kerangka pikir demikan, menjadi

menarik untuk bisa memahami peranan nelayan

dalam ketahanan pangan.

Rice dan Gracia (2011) mengemukakan

bahwa pertumbuhan penduduk dunia pada tahun

2050 diperkirakan akan meningkat menjadi 9

milyar jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk yang

begitu cepat akan berakibat pada peningkatan

kebutuhan pangan. Oleh karena itu, jika pertumbuhan

penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan

produksi pangan, hal itu akan berakibat munculnya

bencana kerawanan pangan. Kerawanan pangan di

sini tidak hanya menyangkut pangan dalam arti

karbohidrat, seperti beras dan sejenisnya

melainkan kerawanan pangan-protein hewani

(termasuk ikan) sebagaimana disebutkan dalam

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang

Pangan.2

Konsumsi pangan protein ikan juga

semakin meningkat seiring dengan harga daging

sapi yang semakin mahal. Hal ini sesuai dengan

data konsumsi pangan yang dikeluarkan oleh

KADIN, yang menunjukkan bahwa konsumsi ikan

pada tahun 2014 mencapai 7,5 juta ton. Jumlah ini

meningkat dari 6,60 juta ton pada tahun 2010.

Jumlah konsumsi ikan tersebut bahkan

menunjukkan lebih besar jika dibandingkan dengan

jumlah konsumsi daging, telur dan susu, yang

masing-masing sebesar 1,83 juta ton, 1,58 juta ton

dan 3,29 juta ton pada tahun 2014, atau total hanya

2Di dalam undang-undang tersebut dinyatakan

bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari

sumber hayati produk pertanian, perkebunan,

kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air,

baik yang diolah maupun tidak diolah yang

diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,

bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan

dalam proses penyiapan, pengolahan,dan/atau pembuatan

makanan atau minuman.

sebesar 6,7 juta ton. Dengan kata lain, jumlah

konsumsi ikan ini telah mencapai 53% dari total

jumlah konsumsi protein hewani pada tahun 2014.

Jumlah konsumsi ikan meningkat pada

tahun 2014 dan tahun-tahun sesudahnya, karena

terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi

ikan oleh masyarakat Indonesia dari tahun ke

tahun. Jika pada tahun 2009 jumlah konsumsi ikan

per kapita per tahun baru sebesar 29,08 kg, pada

tahun 2010 dan 2011 berturut-berturut telah

meningkat menjadi 30,47 kg dan 31,64 kg, dan

pada tahun 2013 telah meningkat lagi sekitar 34,7

kg. Bahkan, pada tahun 2014 Kementerian

Kelautan dan Perikanan telah meningkatkan target

konsumsi ikan menjadi 35 kg per kapita per tahun.

Itu menunjukkan bahwa Indonesia dengan luas

wilayah yang mencapai 3,1 juta km2 sebetulnya

memiliki stock yang cukup besar dalam pemenuhan

kebutuhan protein masyarakat dari produk

perikanan.

Sebagaimana yang ditetapkan dalam

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

(Kepmen KP) Nomor Kep. 45/Men/2011 tentang

Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia, potensi sumber daya lestari di perairan

laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,5 juta ton,

dan pada tahun 2011 jumlah produksi ikan laut

hasil penangkapan sebesar 5.345.729. Potensi

tersebut belum ditambah dengan potensi perikanan

budi daya dan potensi perikanan pada perairan

umum. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun

2013 jumlah produksi perikanan budi daya

mencapai 13.300.906 ton dan jumlah produksi

perikanan tangkap di perairan umum pada tahun

yang sama sebesar 398.213 ton. Jumlah produksi

perikanan budi daya itu diperkirakan meningkat

pada tahun 2014 menjadi 13,9 juta ton.3

3http://m.bisnis.com/industri

Page 3: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 321

Tabel 1

Tingkat Eksploitasi Sumber daya Ikan

di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia

Sumber: Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 45/Men./2011.

Tabel 2

Konsumsi Pangan dan Penggunaan Pangan untuk Energi Dalam Negeri

2010 – 2014 (Juta Ton)

Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014

Beras 34,50 34,90 35,30 35,70 36,10

Jagung 14,40 14,50 14,70 14,90 15,10

Kedelai 2,10 2,10 2,10 2,20 2,20

Gulakonsumsi 3,00 3,00 3,10 3,10 3,20

CPO 7,50 8,60 9,80 11,10 12,40

Migor 6,00 6,10 6,30 6,50 6,70

Lainnya* 1,60 2,50 3,50 4,50 5,70

Teh** 94,00 95,00 96,00 97,00 98,00

Kopi** 304,00 308,00 312,00 315,00 319,00

Kakao** 328,00 332,00 336,00 339,00 343,00

Ikan 6,60 6,80 7,00 7,30 7,50

Daging 1,56 1,62 1,68 1,75 1,83

Telur 1,35 1,40 1,46 1,52 1,58

Susu 2,81 2,92 3,04 3,17 3,29

Sumber: laporan Kamar Dagang Indonesiaa (KADIN) dalam National Summit

* termasuk kebutuhan untuk energy (biodisel dan etanol)

** dalam 000 ton

Page 4: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

322 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

Tabel 3

Perkembangan produksi perikanan di Indonesia 2004, 2010 sampai 2013 (ton)

No. Wilayah Tingkat Produksi

2004 2010 2011 2012 2013

1 Sumatera 16.694 124.684 41.515 36.847 42.034

2 Jawa 220.121 462.417 292.812 318.704 354.521

3 Bali dan Nusa

Tenggara

16.442 46.161 11.430 13.840 13.970

4 Kalimantan 22.156 42.364 30.792 19.472 7.236

5 Sulawesi 31.189 40.320 36.812 22.626 28.216

6 Maluku dan Papua - 14.342 10.536 8.942 6.605

Total 305.602 730.286 423.896 420.431 452.581

Sumber: BPS, Statistik Perikanan 2014

Dengan jumlah produksi sebesar itu,

mestinya Indonesia sudah tidak memiliki masalah

dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dari

hasil laut. Akan tetapi, tantangan ke depan diperkirakan

akan semakin rumit, baik karena pertumbuhan

penduduk, maupun karena penurunan produksi.

Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa penurunan

produksi ikan di Indonesia terjadi pada tahun

2011 dan 2012. Walaupun pada tahun 2013 terjadi

peningkatan, tetapi jumlahnya masih jauh di

bawah produksi tahun 2010. Jika penurunan itu

terus terjadi, sedangkan kebutuhan konsumsi ikan

terus meningkat, maka dikhawatirkan pemenuhan

ketahanan pangan dari ikan akan sulit tercapai.

Lebih-lebih Kementerian Kelautan dan Perikanan

telah menargetkan peningkatan konsumsi ikan

dari 28 kg per kapita per tahun menjadi 35 kg per

kapita per tahun. Selain dua hal tersebut, sulitnya

pemenuhan kebutuhan protein masyarakat dari

produk ikan juga disebabkan oleh produksi ikan

yang dihasilkan dari industri perikanan cenderung

tidak untuk memenuhi permintaan kebutuhan

pangan langsung (direct human consumption)

melainkan untuk kebutuhan industri pakan ternak

dan produk olahan lainnya (FAO, 2011). Hal ini

dapat dimengerti karena pemerintah negara

berkembang cenderung lebih mementingkan

ekspor ikan untuk meningkatan pendapatan

nasional dibandingkan peningkatan ketahanan

pangan.

Sebagaima diketahui bahwa ikan adalah

salah satu komoditi pangan utama global yang

diperdagangkan, ikan menjadi komoditi pangan

terbesar kedua setelah buah dan sayuran (FAOstat

and FAO Trade STAT, 2007). Kecenderungan ini

terjadi juga pada pangan non-beras, pangan

karbohidrat non-beras, seperti jagung dan

singkong. Pemerintah Indonesia tidak memiliki

perhatian terhadap sumber pangan tersebut

sehingga di beberapa masyarakat yang mengkonsumsi

pangan non beras kehilangan sistem pangan lokal

yang berakibat pada biaya sosial (social cost)

yang harus ditanggung. Hilangnya sistem pangan

lokal menyebabkan masyarakat rentan terhadap

ketahanan pangan karena akses pangan tergantung

pada pangan beras, daya beli dan kelangkaan

stok pangan beras (Wahyono, A., dkk., 2013).

Konstribusi perikanan berskala kecil

(small-scale fishery) tidak dapat diabaikan dalam

penyedian pangan protein hewani. Menurut

catatan FAO, 90% pertumbuhan kebutuhan

konsumsi pangan ika di tingkatn global dipenuhi

dari perikanan berskala kecil (small-scale fishery), dan

sekitar 40% dari produksi ikan yang dihasilkan

perikanan berskala kecil, dikonsumsi oleh rumah

tangga nelayan kecil (FAO, 2011). Dari sini jelas,

konstribusi perikanan berskala kecil dalam

memenuhi kebutuhan konsumsi ikan global.

Dalam konteks kontribusi terhadap ketahanan

pangan, perikanan berskala kecil tersebut lebih

dominan dibandingkan perikanan berskala besar.

Di lain pihak, produksi ikan yang dihasilkan dari

industri perikanan besar cenderung tidak

dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan

kebutuhan pangan langsung (direct human

consumption) melainkan untuk kebutuhan pakan

ternak dan produk olahan lainnya, dan sebagainya

(FAO, 2011).

Harapan konstribusi perikanan berskala

kecil untuk menopang ketersediaan pangan sangat

besar. Hal ini memberikan keyakinan bahwa

konstribusi perikanan berskala kecil dapat

Page 5: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 323

memenuhi kebutuhan pangan sendiri dan sekaligus

memberikan sumbangan pada ketahanan pangan

nasional. Dalam konteks Indonesia, upaya untuk

meningkatkan produksi perikanan dihadapkan adanya

berbagai kendala atau ancaman yang dihadapi nelayan

kecil, antara lain adalah peralatan tangkap yang

masih sederhana, yang berpengaruh pada kemampuan

untuk menjangkau wilayah tangkap yang lebih

luas tetapi terbatas, sementara itu beberapa

wilayah perairan pantai yang menjadi lokasi

penangkapan nelayan kecil sudah over-fishing.

Terkait dengan latar belakang di atas,

tulisan ini mencoba memaparkan kejelasan seberapa

besar konstribusi hasil tangkapan nelayan kecil

sebenarnya dalam memenuhi kebutuhan pangan

dirinya (rumah tangga nelayan) dan sumbangannya

terhadap ketersediaan pangan lokal, dan kemudian

tulisan ini mencoba melakukan identifikasi

tantangan yang dihadapi nelayan kecil dalam

memberikan kontribusi ketersediaan pangan ikan.

Konseptualisasi

Serge M. Garcia dan Andrew A. Rosenberg

menjelaskan small-scale fishery dari sudut

pandang karakteristik yang melekat di dalamnya.

Beberapa karakteristik tersebut antara lain

adalah:type of jurisdiction, fishing capacity, lokasi

jaringan produksi, dan lokasi pendaratan kapal

ikan. Karakteristik type of jurisdiction menunjuk

pada zona wilayah penangkapan ikan yang telah

ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah.4 Di

Indonesia, zona wilayah penangkapan untuk perikanan

skala kecil berada pada jalur penangkapan I, (0-4

mil), yaitu wilayah penangkapan ikan dari permukaan

air laut pada surut terendah untuk ukuran armada

perikanan dibawah 10GT.5

4Di Indonesia, zona wilayah penangkapan

diatur dalam Kepmen Kelautan dan Perikanan No:

PER.02/MEN/2011 tentang jalur penangkapan ikan,

penempatan alat penangkapan dan Alat Bantu

Penangkapan di wilayah pengelolaan perikanan

negara Republik Indonesia.

5Zona wilayah penangkapan ikan ditentukan

berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan No:

PER.02/MEN/2011. Zona wilayah penangkapan ikan

meliputi jalur penangkapan ikan mulai dari permukaan

air laut pada surut terendah, terdiri dari jalur

penangkapan I [0-4] mil , II [4-12]mil , dan III [zona

ZEE dan perairan di luar jalur II]. Pembagian jalur

Karakteristik perikanan skala kecil lainya

adalah fishing capacity, yang meliputui sebagai

berikut:

(a) Skala teknologi dan investasi yang dibutukan

dalam unit penangkapan ikan;

(b) Organisasi bisnis usaha perikanan, yang

berbentuk usaha keluarga (family business);

(c) Produksi ikan untuk konsumsi rumah tangga

(subsistence fisheries);

(d) Ikan yang menjadi target tangkapan pada

umumnya adalah jenis ikan yang memiliki

harga rendah di pasar (low-value small pelagic

fisheries), meskipun hal ini tidak dapat

digeneralisasi karena jenis ikan karang juga

menjadi target tangkapan nelayan kecil,

seperti yang dilakukan nelayan Bajo.

Kemudian, karakteristik lokasi jaringan

produksi yang meliputi jaringan penangkapan,

pengolahan dan distribusi yang masih terbatas,

dan dukungan kegiatan perikanan dan lokasi

pendaratan ikan yang berbeda dengan industri

perikanan besar (large-scale fisheries).Sementara

itu, FAO membedakan antara small-scale fisheries

dan artisanal fisheries. Pengertian artisanal

fisheries adalah perikanan tradisional yang

umumnya rumah tangga nelayan (sebagai lawan

kata dari perusahaan komersial), memiliki ciri-

ciri memiliki modal-investasi kecil, sarana perahu

kecil, wilayah operasi penangkapan tidak terlalu

jauh, dan hasil tangkapan untuk kebutuhan

konsumsi. Dalam kenyataannya pengertian artisanal

fisheries tersebut di setiap negara tidak sama,

artisanal fiherie sbisa termasuk perikanan

subsisten atau perikanan komersiil karena hasil

tangkapannya dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi ikan lokal atau di ekspor ke

penangkapan ikan ini paralel dengan tonnase armada

perikanan dan kewenangan jenjang pemerintah dalam

melakukan pengawasan kegiatan penangkapan ikan,

yakni sebagai berikut:

Pengawasan di tingkat kabupaten/kota untuk armada

penangkapan ikan dibawah 10GT dan beroperasi

di jalur I [dibawah 4 mil].

Pengawasan di tingkat provinsi untuk armada

penangkapan ikan antara [10-30]GT dan

beroperasi di jalur I [4-12] mil.

Pengawasan di tingkat pusat untuk armada

penangkapan ikan diatas 30GT dan dan beroperasi

di jalur III [ di atas 12 mil].

Page 6: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

324 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

luar negeri. Hal yang membedakan karakteristik

artisanal fisheries dengan small-scale fisheries

adalah ukuran skala dari unit penangkapan ikan,

dan teknologi penangkapan yang menggambarkan

besarnya modal yang diinvestasikan ke dalam unit

penangkapan tersebut (FAO, 2015).

Berkes membuat 3 (tiga) klasifikasi perikanan,

yaitu perikanan subsisten, artisanal, dan industri.

Karakteristik yang membedakan ketiga kategori

perikanan tersebut tersebut dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 4

Karakteristik dan Kategori Unit Penangkapan Ikan

Karakteristik Kategori Unit Perikanan

Subsisten Artisanal Industri

Unit

penangkapan

Operator tunggal/keluarga Kecil, Sistem pembagian

kerja

Sistem pembagian kerja dan

jenjang karir jelas

Pemasaran Lokal Lokal dan nasional Global

Status pekerjaan Penuh/utama Sambilan dan atau utama Sambilan

Pengelolaan

hasil tangkapan

Pengeringan, pengasapan, dan

sebagian besar untuk konsumsi

rumah tangga

Pengeringan, pengasapan,

penggaraman, dan sebagian

hasil tangkapan untuk

konsumsi rumah tangga

Bergantung tipe dan

komoditas. Hasil tangkapan

cenderung digunakan untuk

bahan baku produk lain

Penjualan hasil

tangkapan

Dikonsumsi sendiri dan barter

dengan produk pangan

lainnya.

Pasar lokal dan sering

ditemui dalam jumlah besar

untuk kebutuhan konsumsi

sendiri

Dijual ke pasar yang telah

terorganisir

Pengumpulan

data perikanan

Dapat dilakukan melalui

otoritas perikanan

Tidak berjalan karena

tergantung otoritas

perikanan.

Sulit dilakukan

Sumber: Diadopsi dari Berkes, F., Mahon, R., McConney, P., Pollnac, P., dan Pomeroy, R., (2001).

Grafik 1

Persentase Profesi Nelayan dari Total Angkatan Kerja di 16 Negara Berkembang

Sumber: World Fish, 2011.Aquaculture,Fisheris, Poverty, Food Security. Working Paper.Penang, Worldfish Centre.

2.12

1.241.66

2.61

1.52

5.26

1.030.76

0.23 0.45 0.57

3.21

1.281.84

1.04

2.63

Page 7: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 325

Kontribusi Nelayan Kecil

Konstribusi nelayan kecil terhadap

ketahanan pangan ikan dapat dibedakan antara

konstribusi langsung dan konstribusi tidak

langsung. Konstribusi langsung adalah sumbangan

pangan ikan terhadap kualitas pangan, yaitu

bahan gizi makanan yang tidak terdapat pada

sumber pangan lainnya, seperti beras, ubi kayu,

dll.6 Seemntara itu, kontribusi tidak langsung

berupa hasil tangkapan ikan yang kemudian

menjadi sumber penghasilan rumah tangga

nelayan miskin dan bidang kehidupan yang

memberikan lapangan pekerjaan, mulai dari produksi,

pengolahan, maupun distribusi hasil tangkapan

dan masih banyak lagi sumbangan penghasilan

baik langsung maupun tidak langsung (Serge M.

Garcia dan Andrew A. Rosenberg, 2010),

meskipun nelayan sebagai angkatan kerja tidak

besar jumlahnya. Menurut catatan statistik FAO

tahun 2009, sektor perikanan mampu memberikan

lapangan pekerjaan baru sekitar 1,7% dari total

angkatan kerja, sedangkan Indonesia termasuk

yang besar dibandingkan negara lain, yakni

berkisar 5,28% dari total angkatan kerja (World

Fish, 2011).

Pada level individu/rumah tangga, konstribusi

langsung kegiatan perikanan adalah pemenuhan

kebutuhan konsumsi ikan yang diperoleh dari

hasil tangkapan (self-consumption). Bagi kalangan

rumah tangga nelayan miskin, kegiatan sebagai

nelayan murni atau nelayan sambilan adalah

persoalan ketahanan pangan di level perorangan

atau rumah tangga. Ketahanan pangan ikan di

kalangan rumah tangga menghadapi kendala karena

persentase total dari hasil tangkapan ikan yang

dikonsumsi tergantung level komersialisasi hasil

perikanan, begitu pula konsumsi ikan di kalangan

RT nelayan kecil bisa jadi lebih besar dari total

hasil tangkapannya.

6FAO mencatat bahwa ikan memberikan

sekitar 19% dari masukan protein (protein intake) di

negara berkembang. Kandungan protein yang terdapat

di ikan lebih baik dibandingkan dengan sumber protein

lainnnya. Protein ikan mengandung micro-nutrients

(zat besi, iodine, zine, calsium, vitamin A dan Vitamin

C), yang tidak terdapat di sumber pangan lainnya,

seperti beras, ubikayu atau jagung (FAO, 2009).

Hasil tangkapan nelayan kecil merupakan

sumber langsung untuk konsumsi pangan ikan

rumah tangga. Ini artinya, kontribusi nelayan

kecil untuk ketahanan pangan ikan paling tidak

terlihat dari hasil tangkapan yang dikonsumsi

untuk makan sehari-hari. Kebutuhan konsumsi

ikan makan terutama di kalangan masyarakat

nelayan juga dipenuhi melalui barter dari hasil

tangkapan dengan hasil tangkapan lainnya. Hal

ini terjadi pada nelayan yang menangkap jenis

ikan karang atau jenis ikan lainnya yang memiliki

nilai ekonomi tinggi. Selain barter, kebutuhan

ikan makan pada rumah tangga nelayan kecil

dilakukan dengan menjual hasil tangkapan untuk

membeli ikan makan. Pola seperti ini yang lazim

dilakukan sebagian besar nelayan kecil.

Konstribusi small-scale fishery dalam

artikel ini dilihat dari pemenuhan kebutuhan

pangan dirinya difokuskan pada ketersediaan

pangan ikan di level rumah tangga, yakni melalui

produktivitas hasil penangkapan ikan yang

dilakukan dalam kurun waktu tertentu (fishing

trip) dalam musim ikan dan kalender

penangkapan ikan dalam satu tahun dan hasil

produksi perikanan per rumah tangga dilihat

proporsinya, bagian untuk kebutuhan konsumsi

dan bagian dijual/dibarter untuk mendapatkan

penghasilan.

Konstribusi small-scale fishery dalam

ketahanan pangan pada level komunitas dilakukan

dengan memanfaatkan data sekunder, antara

lain:

(a) Jumlah unit perikanan kecil dengan berbagai

tipologinya.

(b) Produksi dan pemasaran berdasarkan jenis

ikan tangkapan.

(c) Pola konsumsi ikan per kapita.

Diagnosis konstribusi small-scale fishery

dalam ketahanan pangan dalam artikel ini

dilakukan dengan membandingkan kebutuhan

konsumsi ikan pada tingkat kabupaten dibandingkan

dengan produksi ikan small-scale fishery. Pola

pikir dalam tulisan ini terlihat pada tabel di

bawah ini.

Page 8: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

326 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

Tabel 5

Tipologi Small Scale-Fishery dan Konstribusi untuk Ketahanan Pangan

Tipologi Small Scale-Fishery Kontribusi Small Scale-Fishery

Langsung Tidak Langsung

Jenis Perahu/Kapal:

Sampan/tempel/mesin dalam

[dikonsumsi/jenis

ikan/jumlah/fishing trip]

Tingkat kecukupan pangan-

ikan kebutuhan di level RT

% ikan yang dikonsumsi

Dijual/dibarter—sell fish to buy fish

Jenis dan % ikan dijual/dibarter

Penghasilan lain

o Pengolahan

o Pengangkutan

o Trasnportasi

o Non perikanan tangkap

Konstribusi untuk membeli bahan

pangan ikan

Fishing trip

Jumlah personel melaut

Pemasaran

Sistem bagi hasil

Sumber: Diadopsi dari FAO. 2001. Increasing The Contribution of Small-Scale Fisheries to Poverty Alleviation

and Food Security. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries No. 10. Rome, FAO. 75 pp.

Jumlah Penduduk dan Produksi Perikanan

Tangkap

Kota Kendari memiliki wilayah daratan

seluas 267,37 km2 atau sekitar 0,69% dari luas

daratan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan

jumlah penduduk sebanyak 304.862 jiwa. Rincian

luas wilayah dan jumlah penduduk per kecamatan

dapat dilihat pada Tabel 6. Dari 10 kecamatan

yang ada di Kota Kendari, kecamatan yang paling

luas wilayahnya adalah Kecamatan Baruga, yakni

48 ha atau 18% dari luas keseluruhan wilayah

Kota Kendari. Sementara itu, kecamatan dengan

jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan

Kendari.

Selain wilayah daratan, Kota Kendari

memiliki wilayah laut seluas 177,64 km², dengan

garis pantai sepanjang sekitar 85,8 km (BPS Kota

Kendari, 2014). Dari 10 kecamatan yang ada di

wilayah Kota Kendari, terdapat enam kecamatan

yang mempunyai wilayah pesisir yang berada di

sepanjang garis pasang surut Teluk Kendari,

yaitu: Kecamatan Kendari, Kendari Barat, Poasia,

Abeli, Mandonga, dan Kambu. Adapun di

Kecamatan Abeli juga terdapat beberapa kelurahan

pesisir, yaitu: Kelurahan Bungkutoko, Kelurahan

Lapulu, Kelurahan Talia, Kelurahan Puday,

Kelurahan Sambuli, Kelurahan Tondonggeu,

Kelurahan Petoaha, dan Kelurahan Nambo.

Sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut

bermukim dalam wilayah pasang surut.

Kawasan pesisir Kota Kendari mencakup

garis sepanjang kawasan Teluk Kendari dengan

panjang daerah pesisir atau dataran pantai

sepanjang Teluk Kendari. Dataran yang dibentuk

oleh endapan rawa menempati bagian dalam

Teluk Kendari yang cukup luas. Penggunaan

lahan dalam kawasan bentangan dataran ini

adalah permukiman, tambak atau empang, dan

tanaman rawa. Kawasan pesisir Kota Kendari

membentuk pantai melingkar dan melebar ke arah

daratan di sisi barat. Mulut teluk menyempit pada

sisi timur yang menghadap ke Laut Banda. Pada

sisi timur ini terdapat pulau kecil Bungkutoko

sehingga perairan teluk Kendari relatif tertutup.

Tabel 6

Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

Menurut Kecamatan di Kota Kendari

No. Kecamatan Jumlah

Kelurahan

Luas

(Km²)

Jumlah

Penduduk

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Baruga

Wua-Wua

Kadia

Kendari

Barat

Kendari

Mandonga

Puwatu

Poasia

Kambu

Abeli

4

4

5

9

9

6

6

4

4

13

48,00

11,16

6,71

19,11

15,68

20,77

39,72

37,74

24,63

43,85

20.363

25.661

41.260

45.132

26.870

38.021

29.175

26.260

28.529

23.591

Jumlah 64 267,37 304.862

Sumber: Kota Kendari dalam Angka, 2014

Potensi perikanan di wilayah Kota Kendari

dapat dikelompokkan ke dalam perikanan tangkap,

perikanan budi daya, perikanan tambak, perikanan

kolam, dan perikanan darat. Tidak ada data

tentang potensi ikan lestari yang ada di wilayah

laut Kota Kendari. Meskipun demikian, dari

Page 9: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 327

berbagai potensi perikanan tersebut, produksi

perikanan didominasi dari hasil kegiatan

penangkapan ikan di laut dan diikuti hasil budi

daya laut, budi daya tambak, dan budi daya

kolam.

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa

produksi perikanan di Kota Kendari didominasi

oleh perikanan tangkap. Dalam tabel terlihat pada

tahun 2013 produksi mencapai 30.887,81 ton, atau

sekitar 99,45% dari total produksi perikanan di

wilayah itu. Potensi perikanan tangkap cukup

besar karena Kota Kendari memiliki posisi

strategis yang memiliki beberapa kelebihan. Kota

Kendari memiliki garis pantai sepanjang + 85,8

km, memiliki wilayah laut seluas 177,64 km2,

serta memiliki Pulau Bungkutoko yang berhadapan

langsung dengan Laut Banda. Selain itu Kota

Kendari relatif dekat dengan Laut Seram, Laut

Maluku, Laut Arafura, dan Laut Flores yang

terkenal kaya berbagai jenis ikan yang bernilai

ekonomis tinggi, seperti ikan cakalang, layang,

tenggiri, kembung, udang, dan lain-lain.

Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7,

produksi perikanan laut di Kota Kendari pada

tahun 2013 mencapai 30.027,43 ton dengan nilai

Rp 333.588.348. Produksi tersebut mengalami

peningkatan 1,11% dibandingkan tahun sebelumnya

(2012) yang sebesar 28.027,430 ton. Nilai produksi

juga mengalami peningkatan dari Rp.283.077.043

pada tahun 2012 menjadi Rp.333.588.348 pada

tahun 2013, atau meningkat sekitar 1,08%.

Produksi perikanan laut di Kota Kendari terdiri

dari berbagai jenis ikan, terutama cakalang, ikan

layang, dan tongkol. Keseluruhan jumlah produksi

tersebut dapat dilihat pada Tabel 8, yang

selanjutnya digambarkan pada Tabel 9.

Tabel 7

Jumlah Produksi Perikanan Laut di Kota Kendari

Tahun 2012-2013

Jenis Komoditi 2012 (Ton) 2013 (Ton)

Cakalang 9.598,25 9.931,61

Tuna 638,17 715,03

Tongkol 5.954,51 6.113,06

Layang 7.273,54 8.733,55

Tembang 156,29 60,77

Tenggiri 30,63 19,71

Kerapu 120,24 121,12

Ekor Kuning 15,45 17,94

Cumi-cumi 173,06 93,62

Kepiting Rajungan 46.01 111.40

Lain-Lain 4.021,28 4.970,00

Jumlah 28.027,43 30.887,81

Sumber: Bidang PBPT DKP Kota Kendari, dalam

Laporan Tahunan DKP Kota Kendari

Tahun 2013

Jumlah nelayan di wilayah Kota Kendari

pada tahun 2013 adalah sebanyak 6.926 orang,

tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan

Kendari, Kendari Barat, Poasia, Abeli, dan

Kecamatan Abeli (PPS). Jumlah terbanyak berada

di Kecamatan Abeli (PPS), disusul kemudian di

Kecamatan Kendari Barat. Jumlah nelayan di

wilayah ini cukup stabil, karena dari tahun 2012

sampai tahun 2013 hanya mengalami peningkatan

sebanyak satu persen atau hanya mengalami

peningkatan sebesar 30 nelayan.

Tabel 8 Volume dan Nilai Produksi Perikanan Kota Kendari

No. Jenis Usaha

Perikanan

Tahun 2012 Tahun 2013 Perkem

bangan

(%) Volume

(Ton)

Nilai

(Rp.000)

Volume

(Ton)

Nilai

(Rp.000)

1.

2.

3.

Perikanan Laut

Perairan Umum

Budi daya

Tambak

Kolam

Laut

28.027,430

-

714,110

136,130

23,270

554,710

283.077.043,00

-

13.370.960,00

5.785.525,00

651.560,00

6.933.875,00

30.887,81

-

170,95

101,53

36,08

33,34

333.588.348,00

-

5.826.365,00

4.315.025,00

1.011.240,00

500.100,00

1,1

-

0,24

0,75

1,55

0,06

Jumlah 28.741,540 296.448.003,00 31.058,76 339.414.713,00 1,08 Sumber: Bidang PBPT DKP Kota Kendari, dalam Laporan Tahunan DKP Kota Kendari Tahun 2013

Page 10: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

328 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

Tabel 9

Perkembangan Jumlah Nelayan Menurut Kecamatan

di Kota Kendari Tahun 2013

No. Kecamatan Jumlah Nelayan Perkembangan

2012 2013 (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Kendari

Kendari Barat

Mandonga

Puwatu

Kadia

Baruga

Wua-wua

Poasia

Kambu

Abeli (PPS)

159

1.665

-

-

-

-

-

139

-

4.933

162

1.672

-

-

-

-

-

142

-

4.950

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Jumlah 6.896 6.926 1,00 Sumber: Bidang PBPT DKP Kota Kendari, dalam Laporan Tahunan DKP

Kota Kendari Tahun Tahun 2013

Jumlah armada perikanan Kota Kendari

pada tahun 2013 adalah sebanyak 1.089 unit. Jika

dibandingkan dengan tahun 2010, jumlah armada

perikanan mengalami peningkatan, walaupun

sedikit. Namun, jika dibandingkan tahun 2011 dan

2012, jumlah armada perikanan di Kendari

mengalami penurunan, sebagaimana dapat dilihat

pada Tabel 10 sebagai berikut.

Berdasarkan penggunaan motor dalam

armada perikanan, dapat diketahui bahwa perahu

tanpa motor memiliki persentase yang cukup

besar, yaitu 31%. Jumlah kapal motor memang

cukup besar persentasenya, yaitu 46%, tetapi

motor yang dipakai masih berupa motor tempel

dengan persentase yang juga cukup besar, yaitu

23%. Dilihat dari besarnya kapal, dari jumlah

kapal motor sebanyak 506 unit pada tahun 2013,

sebanyak 76 unit (15,02%) memiliki kapasitas

<5GT. Jika ditambah dengan jumlah perahu tanpa

motor dan perahu motor tempel yang masing-

masing sebanyak 340 dan 249 unit, total armada

perikanan yang memiliki kapasitas <5GT

mencapai 665 unit, atau 61,07%. Jumlah inilah

yang masuk dalam golongan small scale fisheries.

Jika kapasitas 5-10GT juga dimasukkan sebagai

perikanan skala kecil, jumlah tadi akan menjadi

lebih besar lagi, yaitu mencapai 84,21%.

Meskipun demikian, satu hal yang perlu dicermati

adalah terjadinya penurunan perahu tanpa motor

yang berbanding terbalik dengan peningkatan

jumlah perahu motor tempel pada tahun yang

sama jika dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya.

Tabel 10

Perkembangan Jumlah Armada Perikanan Laut di

Kota Kendari Tahun 2010-2013

No. Jenis Armada Jumlah Armada Perikanan

2010 2011 2012 2013

1.

2.

3.

Perahu Tanpa Motor

Perahu Motor Tempel

Kapal Motor

< 5 GT

5 – 10 GT

10 – 30 GT

31 – 50 GT

> 50 GT

389

218

471

132

225

67

12

35

391

238

486

69

246

114

6

51

391

243

495

73

248

117

5

52

340

249

506

76

252

119

6

53

Jumlah 1.078 1.115 1.129 1.089

Sumber: Bidang PBPT DKP Kota Kendari, dalam Profil Kawasan Minapolitan 2014

Page 11: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 329

Tabel 11

Unit Penangkapan Ikan di Laut menurut Jenis Alat Tangkap di Kota Kendari Tahun 2012 dan 2013

No. Jenis Alat Tangkap Jumlah

2012 2013

1. Pukat Udang 2 2

2. Pukat Cincin/Gae/(Purse Seine) 105 108

3. Jaring Insang Hanyut (Drift Gill Net) 101 101

4. Jaring Insang Tetap (Bottom Set Gill Net) 57 59

5. Jaring Insang Trammel Net 62 62

6. Jaring Angkat/Bagan Perahu 52 56

7. Pancing Rawai (Long Line) 140 143

8. Pancing Huhate (Pull and Line) 35 36

9. Pancing Tonda (Troll Net) 78 80

10. Perangkap Sero 53 57

11. Perangkap Bubu/Rakkang 1123 1623

Jumlah 1808 2327 Sumber: Bidang PBPT DKP Kota Kendari dalam Laporan Tahunan DKP Kota Kendari tahun 2013

Beberapa jenis alat tangkap yang digunakan

oleh nelayan di wilayah Kota Kendari meliputi

pukat (pukat udang, pukat kantong, dan pukat

cincin), jaring (jaring insang dan jaring angkat),

pancing, perangkap, dan peralatan lainnya.

Beberapa jenis alat tangkap jumlahnya mengalami

peningkatan pada tahun 2013, terutama pada jenis

alat tangkap pukat cincin (purse seine), jaring

insang, jaring angkat, pancing tonda, dan

perangkap (bubu).

Pada Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa

jenis alat tangkap ikan yang paling banyak dipakai

oleh nelayan di wilayah Kota Kendari pada tahun

2013 adalah bubu, pancing rawai, pukat cincin,

dan jaring insang. Jika dibandingkan antara tahun

2012 dan 2013, terjadi peningkatan jumlah alat

tangkap sebesar 1,27% pada tahun 2013.

Peningkatan tersebut disebabkan adanya bantuan

alat tangkap dari Pemerintah Kota untuk

meningkatkan produksi perikanan di wilayah itu.

Karakteristik Perikanan Skala Kecil

Di Kendari, jenis perahu ikan ukuran

kecil tidak mudah dimasukkan ke dalam kategori

definisi small-scale fisheries sebagaimana

dikembangkan oleh FAO. Oleh karena itu, tulisan

ini lebih menggunakan kategori yang dikembangkan

dalam statistik perikanan Indonesia, yang lebih

dimasukan sebagai nelayan kecil, yang meliputi

perahu tanpa motor, perahu motor tempel, perahu

motor kurang dari 5GT, dan perahu motor antara

5-10GT. Berdasarkan statistik perikanan yang

dikeluarkan Kantor Pelabuhan Perikanan Nasional

(PPN) Kendari, dari keempat kategori perahu

nelayan kecil tersebut terjadi penurunan jumlah

perahu yang cukup signifikan pada perahu tanpa

motor dan perahu motor tempel kurang dari 5GT

selama empat tahun terakhir. Sebaliknya, terjadi

peningkatan pada perahu motor berukuran 5-10GT

dan perahu motor tempel. Pola pergeseran ini

kemungkian terjadi pada nelayan tanpa motor

tempel berubah menjadi perahu motor tempel, dan

nelayan yange mengunakan perahu mesin kurang

dari 5GT berganti dengan perahu motor tempel

antara 5-10 GT.

Jika, jumlah perahu tanpa motor dan perahu

bermesin tempel dikelompokan dalam perikanan

skala kecil, jumlahnya sekitar 53% dari total

armada perikanan di Kendari. Jumlah perahu tanpa

motor memiliki persentase yang cukup besar, yaitu

31%. Jumlah kapal motor memang cukup besar

persentasenya (46%), tetapi yang masih berupa

motor tempel persentasenya juga cukup besar,

yaitu 23%.

Dilihat dari besarnya kapal, dari jumlah

kapal motor sebanyak 506 unit pada tahun 2013,

sebanyak 76 unit (15,02%) memiliki kapasitas

<5GT. Ditambah perahu tanpa motor dan perahu

motor tempel yang masing-masing sebanyak 340

dan 249 unit, maka total armada perikanan yang

lebih kecil dari 5 GT mencapai 665 unit, atau

61,07%. Jumlah inilah yang tergolong sebagai

Page 12: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

330 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

small scale fisheries. Jika 5-10GT juga dimasukkan

sebagai perikanan skala lecil, jumlahnya akan

menjadi lebih besar lagi, yaitu mencapai 84,21%.

Meskipun demikian, satu hal yang perlu dicermati

adalah terjadinya penurunan perahu tanpa motor

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebaliknya

pada tahun yang sama terjadi peningkatan jumlah

perahu motor tempel. Ini menunjukkan bahwa

terdapat beberapa nelayan yang sebelumnya

menggunakan perahu tanpa motor pada tahun

2013 sudah meningkatkan armadanya dengan

menggunakan perahu motor, walaupun masih

motor tempel.

Di level desa, nelayan Tondogue termasuk

kategori nelayan subsisten, yang mencari ikan

hanya untuk mendapatkan ikan konsumsi. Mereka

mengoperasikan sendiri tanpa ABK. Ada dua alat

tangkap yang dominan untuk menghasilkan ikan

konsumsi sehari-hari, yaitu pancing ulur dan

pancing rawai, dan ada beberapa alat tangkap yang

dikembangkan oleh sejumlah kecil warga masyarakat,

seperti Keramba (KJA), jaring gillnet, dan bubu.

Pancing ulur dan pancing rawai memiliki

perbedaan dan persamaaan dari tujuan penggunaan

alat tersebut. Penggunaan pancing rawai dianggap

lebih efektif untuk mendapatkan ikan karena dapat

dioperasikan sepanjang tahun. Sementara itu,

pancing ulur berhenti dioperasikan pada saat bulan

terang, yaitu posisi bulan purnama dalam siap

bulannya. Oleh karena itu, dalam satu bulannya

alat tangkap ini hanya digunakan 24 hari, sedangkan

pancing ulur terbatas penggunaannya, terutama pada

musim barat, atau angin kencang.

Konsumsi Ikan

Kontribusi langsung dari kegiatan perikanan

pada ketahanan pangan di level rumah tangga

dapat dilihat melalui pola konsumsi ikan rumah

tangga nelayan (self consumstion). Di Tondogue,

Kendari, warga masyarakat cenderung mengkonsumsi

ikan segar dibandingkan mengkonsumsi ikan yang

diawetkan. Rata-rata kebutuhan konsumsi ikan setiap

rumah tangga nelayan berkisar 1 kg (1000 gram).

Jika dalam satu RT terdiri 5 jiwa, maka rata-rata

per jiwa sekitar 20 gram/kapita/hari atau 140

gram/ kapita/minggu atau 7.300 gr/perkapita/

setahun. Angka ini berada di atas sedikit jauh

darinilai rata-rata konsumsi ikan perkapita per hari

di Sulawesi Tenggara sebesar 121,49 gram/seminggu

(perkotaan) dan 106,8 gr/ seminggu (perdesaan),

atau 5.846,4 gr/perkapita/ setahun (perkotaan) dan

5.126,4 gram/perkapita/ setahun (SUSENAS,

2014).

Pola konsumsi di tingkat kabupaten terlihat

jenis ikan ikan pelajik seperti tongkol, tuna dan

cakalang dan kembung adalah ikan konsumsi yang

paling dominan, berikut ini gambaran pola

konsumsi ikan di Kota Kendari (lihat Grafik 2). Di

level komunitas, data dari Susenas Kota Kendari

menunjukkan rata-rata konsumsi ikan perkapita

per hari sebesar 121,49 gram/seminggu (perkotaan)

dan 106,8 gram/seminggu (perdesaan), atau 5.846,4

gram/perkapita/tahun (perkotaan) dan 5.126,4

gram/perkapita/setahun.

Tabel 12

Perbandingan Karakteristik Perikanan Tangkap di PPN Kendari

No. Ukuran Kapal Perusahaan Ikan Kapal Lokal/Gae

1. Tonasse Di atas 100 GT (6-26) GT

2. Alat Tangkap Purseseine [6 kali lipat dari jaring

Gae]

Jaring Gae [diameter 550 m

dan kedalamam 70 m

3. Crew Kapal 32 orang 20 orang

4. Mesin Nisssan 1010 cyl Mesin 6D15 dan 6D16

5. Sistem pengupahan ABK digaji tiap bulan Bagi hasil tangkapan

Page 13: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 331

Grafik 2

Pola Konsumsi Ikan RT di Desa Tondogue (RT/Kg/Hari)

Sumber: Hasil Kuesioner yang diolah, 2015

Grafik 3

Pola Konsumsi Menurut Jenis Ikan Per Kapita Per Hari

Sumber: Data Susesnas Kota Kendari, 2014.

1 [2,0]4 [1,83]

7 [1,37]

30 [1,83]

34 [1,94]

5 [2,16]3 [0,87]

1 2 3 4 5 6 7

1,72

0.032

0.225

0.002

0.019

0.203

0.051

0.114

0.001 0.006

0.000 -

0.038 0.027

0.195

0.010

0.021

0.005 0.005

-0.003 -

0.012

0.024

- -0.009

-0.008

0.051

0.009 0.005

Ek

or

kun

ing

To

ng

kol/

tun

a/ca

kal

Ten

gg

iri

Sel

ar

Kem

bun

g

Ter

i

Ban

den

g

Gab

us

Mu

jair

Mas

Lel

e

Kak

ap

Bar

on

ang

Ikan

seg

ar L

ainn

ya

Ud

ang

Cum

i-cu

mi/

soto

ng

Ket

am/k

epit

ing

/raj

Ker

ang/s

iput

Lai

nny

a

Kem

bun

g (

Ped

a)

Ten

gg

iri

To

ng

kol/

tun

a/ca

kal

Ter

i

Sel

ar

Sep

at

Ban

den

g

Gab

us

Ikan

dal

am k

alen

g

Ikan

dia

wet

kan

Ud

ang (

ebi)

Cum

i-cu

mi/

So

tong

Page 14: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

332 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

Dengan melihat rata-rata konsumsi ikan

per tahun sebesar 7.300 gr/perkapita/setahun, dan

jumlah penduduk Kota Kendari sebesar 304.862

jiwa (2014) maka dapat diketahui bahwa

kebutuhan pangan ikan di kota ini sebanyak

2.225.492.600 gr per hari. Sementara itu, total

produksi di Kota Kendari khususnya untuk jenis

ikan konsumsi lokal (jenis ikan ikan pelajik:

seperti tongkol, tuna kecil dan cakalang dan

kembung) sebesar 2.013.868.800 gram.7 Dari sini

dapat disimpulkan bahwa konstribusi nelayan

lokal sangat mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan pangan ikan. Jenis ikan konsumsi

lokal tersebut ditangkap dengan alat tangkap

pukat cincin (purse seine) atau istilah lokal pukat

gae yang digerakan dengan armada perahu

perikanan berbobot sekitar 10GT. Jadi dengan

demikian, peranan nelayan gae di Kendari sangat

besar dalam memenuhi kebutuhan ikan pangan

setempat, sementara alat tangkap lainnya yang

dioperasikan nelayan kecil non gae seperti

pancing ulur, bagan, huhate, pancing Gurita,

pancing tonda sangat kecil peranannya.

Akses Pangan Ikan

Di Todogue, Kendari, ikan makan yang

dikonsumsi sering disebut “ikan siang”. Disebut

ikan siang karena ikan ini dibeli pada saat

nelayan tiba pada siang hari pulang dari melaut.

Ikan siang pada umumnya jenis ikan karang

(kerapu, ekor kuning), yang ditangkap dengan

pancing rinta dan pancing ulur. Kebutuhan ikan

pangan harus dibeli karena tidak semua RT

memiliki pancing rinta.

Selain pancing rinta atau ulur, nelayan di

sini juga mengembangkan pancing rawai.

Nelayan rawai termasuk kategori one daily

fishing, yakni berangkat pada jam 02.30 dan

pulang pada jam 09.00 dalam setiap harinya.

Untuk pancing ulur atau pancing rinta, waktu

pengoperasian lebih terbatas dibandingkan pancing

rawai, yaitu berlangsung 5 bulan, mulai bulan

7Sumber dari produksi ikan yang dilaporkan

dari pendaratan ikan di Kota Kendari Tahun 2014 [TPI

Kendari]. Dari 33 jenis ikan dan hasil laut lainnya,

total produksi sebesar 32.357.261 kg, sedangkan

dengan mengambil jenis-jenis ikan tertentu yang pada

umumnya dikonsumsi yang diperoleh total produksi

20.138.688 kg.

September, Oktober, Nopember, Desember dan

Januari. Alat tangkap ini dioperasikan sekitar 10

jam dalam seharinya, dan dalam satu bulan hanya

20 hari kerja. Dalam kategori kenelayanan, unit

penangkapan ikan yang menggunakan pancing

memiliki tonasse di bawah 5 GT, dan di kalangan

nelayan di kelurahan ini mengkatagorikan dirinya

sebagai nelayan “non GT”, sebuah kategori yang

tidak bisa dihitung menurut rumus perhitungan

penentuan GT karena panjang dan lebarnya tidak

memenuhi standar kapal perikanan.

Karakteristik lain bahwa nelayan pancing

disini hanya dioperasikan seorang nelayan dan

one day fishing sifatnya. Jarak tempuh menuju

fishing groundsnya sekitar satu jam. Dengan

melihat karakteristik unit sarana penangkapan

maka nelayan di kelurahan Tondogue termasuk

kategori nelayan kecil.

Pengunaan pancing rawai dan ulur adalah

“simbiose mutualistis” untuk memenuhi

kebutuhan ikan konsumsi. Penggunaan jaring

rawai dan rinta adalah kombinasi alat yang

digunakan dalam upaya mempertahankan kehidupan,

khususnya kebutuhan pangan-ikan. Pancing

rawai adalah alat tangkap untuk berbagai jenis

ikan karang yang cukup efektif digunakan

sebagai sumber penghasilan keluarga karena

dapat dioperasikan sepanjang tahun, mulai bulan

Januari sampai dengan bulan Desember. Pancing

rawai tidak dapat digunakan pada saat posisi

bulan terang pada setiap bulannya. Hasil

tangkapan jaring rawai merupakan sumber pendapatan

meningkatkan daya beli kebutuhan pangan ikan.

Sedangkan, pancing rinta digunakan nelayan

untuk mendapatkan “ikan makan” masyarakat.

Hasil tangkapan pancing rinta memberikan

alternatif sumber pangan protein ikan yang murah

dibandingkan ikan hasil tangkapan pancing

rawai. Kebutuhan pangan ikan dapat dipenuhi

dari hasil tangkapan pancing rinta.

Namun demikian, hasil tangkapan ikan

pancing ulur tidak dapat dipenuhi kebutuhan ikan

konumsi sepanjang tahun. Jika dibandingkan

pancing rawai, penggunaan pancing ulur sangat

terbatas. Pancing ulur beroperasi hanya lima bulan,

dari bulan September sampai dengan Januari.

Kebutuhan ikan konsumsi di luar bulan-bulan itu

dipenuhi dari dari membeli ikan pelajik (tuna,

cakalang) hasil tangkapan nelayan dari luar

Page 15: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 333

[nelayan gae (pukat cincin). Dengan demikian,

rumah tangga nelayan di kelurahan Tondogue,

mengkonsumsi jenis ikan karang dan ikan

pelajik. Sebagaimana diketahui bahwa ikan

pelajik merupakan ikan makan yang tidak hanya

dikonsumsi oleh penduduk kelurahan ini,

melainkan dikonsumsi penduduk di Kota Kendari

dan kota/kabupaten lainnya di provinsi Sulawesi

Tenggara. Permintaan ikan pelajik untuk pasar-

pasar lokal cukup besar.8 Meskipun demikian,

nelayan Tondogue lebih memprioritaskan mendapatkan

ikan konsumsi dari hasil melaut daripada

membeli ikan makan meskipun hasil tangkpannya

jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomi

tinggi.

Kendala Akses Mendapatkan Ikan Pangan

Semua komunitas nelayan dimanapun

menjumpai faktor musim atau cuaca sebagai

rintangan alam untuk mendapatkan ikan. Kehidupan

di laut dengan penuh ketidakpastian (Acheson,

1981). Meskipun demikian, menghadapi kondisi

alam yang penuh ketidakpastian ini, nelayan telah

melakukan adaptasi untuk menyiasati kondisi

alam, antara lain memindahkan fishing grounds,

atau mencari ikan di pinggir pantai, dan

menggunakan alat tangkap yang bisa dioperasikan di

musim barat. Kesemuanya itu merupakan siasat

agar kehidupan bisa tetap berlangsung, terutama

untuk mendapatkan ikan makan.

Kendala akses pangan ini sebenarnya tidak

begitu dirasakan sebagai bencana yang mempengaruhi

kerentanan mereka, karena nelayan memiliki

sensitivitas yang rendah terhadap eksposure bencana

alam dibandingkan dengan bencana sosial yang

terjadi ketika pasokan ikan di pasar lokal

terganggu akibat dampak kebijakan pemerintah.

Sebagaimana diketahui, sebelum diberlakukan

moratorium kebijakan perikanan tangkap,

8Permintaan ikan makan dari pelajik dapat

diketahui dari perbedaan harga jenis-jenis ikan pelajik

di pasaran yang kadang lebih tinggi dibandingkan

dengan harga pembelian dari perusahaan. Nelayan di

Teluk Kendari menangkap jenis ikan pelajik, seperti

cakalang kecil kurang 1 kg, deho, bebi tuna,

menggunakan pukat gae atau payang. Pada musim

ikan, nelayan gae di sini menjual hasil tangkapan ke

pasar-pasar lokal di semua kota/kabupaten di Sulawesi

Tenggara dan ke perusahaan perikanan di kawasan

Pelabuhan Perikanan Nusantara [PPN] Kendari.

pasokan bahan baku industri perikanan mencukupi

dari kapal perikanan berskala besar. Kapal

perikanan milik industri perikanan yangberada di

kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara-Kendari

itu memiliki tenaga kerja asing yang dinilai lebih

terampil dibandingkan dengan Indonesia. Namun,

sejak Menteri Perikanan dan Kelauatan megeluarkan

larangan penggunaan ABK asing, hal itu sangat

berpengaruh pada produksi hasil tangkapan kapal

perikanan skala besar tersebut. Menghadapi

kesulitan pasokan industri perikanan, perusahaan

membeli bahan baku di pasar lokal untuk

memenuhi kebutuhan pabrik. Untuk mendapatkan

pasokan dari nelayan lokal, perusahaan membuat

daya tarik dengan membuat fee.9 Oleh karena itu,

ke depannya, dampak dari kebijakan pemerintah

ini akan berpengaruh pada stok ikan di pasar

lokal, dan kesempatan pedagang ikan lokal

semakin berkurang untuk mendistribusikan ikan

kebutuhan konsumsi ikan di masyarakat.

Penutup

Konsumsi ikan Indonesia telah mencapai

7,5 juta ton pada tahun 2014. Jumlah ini

merupakan peningkatan sekitar 6,60 juta ton

selama sepuluh tahun yang silam. Dengan

demikian, sumbangan protein ikan mencapai 53%

dari total jumlah konsumsi protein hewani di

Indonesia. Jumlah konsumsi ikan diperkirakan

akan meningkat lagi pada tahun 2015 dan tahun-

tahun sesudahnya, karena terdapat kecenderungan

peningkatan konsumsi ikan oleh masyarakat

Indonesia dari tahun ke tahun. Menurut catatan

dari FAO, di tingkat global, kebutuhan konsumsi

ikan disumbang sekitar 90% oleh perikanan berskala

kecil (small-scale fishery), dan sekitar 40% nya

dari produksi ikan yang dihasilkan perikanan

berskala kecil tersebut dikonsumsi oleh rumah

tangga nelayan kecil (FAO, 2011). Ini artinya,

rumah tangga nelayan kecil mengatasi ketahanan

pangan sendiri tanpa bantuan dari pemerintah.

Sementara itu, produksi perikanan tangkap

diperkirakan sejak tahun 2010 telah terjadi

penurunan produksi ikan di Indonesia. Jika

9Fee yang diberikan Rp.500,-/kg untuk ikan

layang, dan Rp.250,-/kg untuk ikan tongkol.

Page 16: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

334 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

Grafik 4

Cara Mendapatkan Ikan Makan pada Musim Paceklik Ikan

Sumber: Data Olahan Kuesioner, 2015

Grafik 5 Kebiasaan Membangun Lumbung Pangan Ikan dan

Jumlah RT Nelayan yang Mengkonsumsi Ikan yang Diawetkan

Sumber: Data Olahan Kuesioner, 2015

Page 17: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 335

Gambar 1 Skema Dinamika Akses Pangan Pasca Moratorium Kasus Kendari

penurunan itu terus terjadi, sementara kebutuhan

konsumsi ikan terus meningkat, maka dikhawatirkan

pemenuhan ketahanan pangan dari ikan akan sulit

tercapai.

Dibandingkan dengan perikanan skala

besar, kontribusi nelayan kecil tidak diragukan

lagi. Produksi ikan yang dihasilkan industri

perikanan besar cenderung tidak dimanfaatkan

untuk memenuhi permintaan kebutuhan pangan

langsung (direct human consumption) melainkan

untuk kebutuhan pakan ternak dan produk olahan

lainnya (FAO, 2011). Kecenderungan ini terjadi

karena ada kebijakan pemerintah di negara

berkembang yang lebih mementingkan ekspor

ikan untuk meningkatan pendapatan nasional

daripada peningkatan ketahanan pangan ikan.

Sebagaima diketahui bahwa ikan adalah salah satu

komoditi pangan utama global yang diperdagangkan

dan ikan menjadi komoditi pangan terbesar kedua

setelah buah dan sayuran (FAOstat and FAO

Trade STAT, 2007). Hal ini memberikan keyakinan

bahwa konstribusi nelayan kecil dapat memenuhi

kebutuhan pangan sendiri dan sekaligus memberikan

sumbangan pada ketahanan pangan nasional.

Hasil Sampingan

ABK Gae

[Memancing]

Pasar-Pasar

Ikan lokal

Bakul Ikan

Perempuan

[Mamalele]

Pedagang Ikan

Kota/Kab. di

Sultera

Pabrik

Pengolahan

Ikan

Hasil Bersih

Tangkapan

Kapal

Penangkapan

Gae

Hak Bagian

Ikan Makan

ABK kapal

Konsumen

[RT/Rumah

makan]

Di kirim

Surabaya dan

Jakarta

Kebutuhan Ikan

di Pulau Jawa

Kapal Purseseine

[pemasok bahan baku pabrik

pengolahan ikan]

Page 18: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

336 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

Berikut ini ringkasan temuan konstribusi nelayan

kecil terhadap ketahanan pangan di Kendari.

Pada level individu/rumah tangga, konstribusi

langsung kegiatan perikanan adalah pemenuhan

kebutuhan konsumsi ikan yang diperoleh dari

hasil tangkapan (self-consumption). Bagi kalangan

rumah tangga nelayan miskin, kegiatan sebagai

nelayan murni atau nelayan sambilan adalah

persoalan ketahanan pangan di level perorangan

atau rumah tangga. Ketahanan pangan ikan di

kalangan rumah tangga mrnghadapi kendala

karena persentase total dari hasil tangkapan ikan

yang dikonsumsi tergantung pada level

komersialisasi hasil perikanan, begitu pula

konsumsi ikan di kalangan RT nelayan kecil bisa

jadi lebih besar dari total hasil tangkapannya.

Kebutuhan subsisten dalam perikanan

nelayan miskin adalah sumber langsung ketahanan

pangan utama yang potensial, oleh sebab itu

konstribusi hasil tangkapan nelayan kecil dapat

dilihat juga melalui barter dengan komoditi

lainnya, dan penghasilan yang diperoleh dari menjual

hasil tangkapan jika kebutuhan susbistensi pangan

terpenuhi, dan hal ini menjadi sumber tidak

langsung yang penting untuk ketahanan pangan.

Upaya untuk meningkatkan ketahanan

pangan ikan dihadapkan pada kendala atau

ancaman berkurangnya pasokan ikan konsumsi

(ikan pelajik) yang menjadi bahan pangan hewan

ikan di masyarakat karena pemilik armada perikanan

berskala kecil lebih tertarik untuk memasok

kebutuhan perusahaan industri perikanan, karena

harganya lebih baik dibandingkan dengan pasar

lokal. Sejak adanya moratorium Menteri Kelautan

dan Perikanan yang melarang transhipment atau

pengangkutan hasil penangkapan ikan di tengah

laut mendorong perusahaan industri nasional

untuk membeli ikan pelajik, seperti cakalang,

tongkol dari perikanan skala kecil.

Daftar Pustaka

Acheson, J.M., (1981). “Anthropology of Fishing”

dalam Annual Review of Anthropology.

pp. 357-307.

Berkes, F., Mahon,R., McConney, P., Pollnac,P.,

and Pomeroy, R., (2001). Managing

Small-Scale Fisheries: Alternative Directions

and Methods. Ottawa: International

Development Research Centre.

Christophe Béné. (2006). Small-Scale Fisheries:

Assessing their Contribution To Rural

Livelihoods In Developing Countries.

Rome, Food And Agriculture Organization

of The United Nations Rome.

Dugan, P., Dey, M.D., and Sugunan, V.V. (2005).

Fisheries And Water Productivity In

Tropical River Basins: Enhancing Food

Security And Livelihoods By Managing

Water For Fish. Elsevier, Agriculture

water management xxx (2005)-… article

inpress.

Dugan, P.J., et.al. (2002). The Contribution of

Aquatic Ecosistems and Fisheries to Food

Security and Livelihoods: A Research

Agenda. In Challenge Program on Water

and Food Background Paper 3 (pp. 86-

113). Colombo: CGIAR & IWMI.

FAO. (2004). Fisheries country profiles. Rome,

FAO. (available at www.fao.org/fi/fcp/

fcp.asp).

FAO. (2005). Increasing the contribution of small-

scale fisheries to poverty alleviation and foor

security. FAO Technical Guidelines for

Responsible are summarize. No.10. Rome:

FAO.

FAO and Agricultural Organization of United

Nations. (2015). Small Scale and Artisanal

Fisheries. (available at http:// www.fao.

otrg/fishery/17/02/2015. 6.04).

Hanjra A. M., Quereshi E. M. (2010). Global

Water Crisis and Future Food Security in

an era of Climate Change. Food Policy,

35, 365-377.

McGoodwin. (1990). Crisis In The World's

Fisheries: People, Problems And Politics.

‘Too Many People Chasing To Few Fish’.

Colorado: Stanford University Press.

Muladi. (2012). Pemanfaatan Kerjasama Keamanan

(Cooperativesecurity) untuk Menghadapi Bahaya

Keamanan Komprehensif (Comphrehensive

Security Threat) dalam Rangka Ketahanan

Nasional dan Memperkokoh NKRI. Makalah

pada Ceramah PPRA dan PPSA Lemhannas.

Page 19: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 337

Rice,C.J., and Garcua.M. (2011). Fisheries, Food

Security, Climate Change and Biodiversity:

Characteristics of The Sector and the

Perspectives on Emerging Issues. ICES

Journal of Marine Science, 68 (6), 1343-

1353.

Wolrdfish. (2011). Aquaculture, Fisheris, Poverty,

Food Security. Working Paper. Penang:

Worldfish Centre.

Wahyono, A. dkk, (2013). Studi Pengembangan

Kelembagaan Bank Pangan Nonberas di

Tingkat Masyarakat untuk Membangun

Ketahanan Pangan di Pedesaan: Strategi

Petani Lahan Kering Memenuhi Kebutuhan

Pangan Nonberas. Jakarta: LIPI Press.

Sumber Statistik

BPS Kota Kendari (2014). Kota Kendari dalam

Angka.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kendari.

(2014). Laporan Tahunan Tahun 2013

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kendari.

(2015). Profil Kawasan Minapolitan 2014.

Tabel 13

Karakteristik Nelayan Kecil dan Konstribusi Untuk Ketahanan Pangan:

Kasus Kendari dan Maluku Tengah10

Tipologi Kecil Kontribusi Nelayan Kecil

Langsung Tidak langsung

Perahu < 10GT [dikonsumsi/jenis ikan

demersal/pelajik/one day

fishing

[1-1,5] kg/4-5

jiwa/harian

100% [subsisten]

Dijual/sell fish to buy fish

Jenis demersal/pelajik; 100% dan

jika lebih dijual untuk membeli

ikan pelajik

Nelayan murni, bekerja non

nelayan, jika musim paceklik ikan

o Tetap melaut,

o Ngojek

o Perkebunan

Harian [one day fishing]

1-2 orang

Penampung lokal

Tidak ada

10Dalam konteks ini, penulis tidak menggunakan kriteria perikanan berskala kecil (small-scale fisheries)

sebagaimana tercantum pada Tabel 5 yang lebih digunakan untuk pedoman dalam mencocokan kategori nelayan

kecil di lapangan. Penulis lebih memilih menggunakan istilah nelayan kecil dari pada small-scale fisheries.

Definisi nelayan kecil lebih mendekati dengan kondisi lapangan dan sesuai dengan definisi yang dipakai di

Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 UU No.1 Tahun 2016 tentang perlindungan, pemberdayaan

nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam, definisi nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan

penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari , baik tidak yang menggunakan kapal penangkap

ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar 10 (sepuluh) gros ton (GT).

Page 20: KARAKTERISTIK NELAYAN KECIL DALAM KETAHANAN PANGAN IKAN …

338 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016