Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan...
Transcript of Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan...
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan
Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi
Bencana Longsor
Alvian Budiman1, Adi Dimas Pramono1, Dicky Muslim1
1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21,
Jatinangor, 45363, Jawa Barat
Email : [email protected]
Abstrak
Longsor merupakan sebuah ancaman yang serius terhadap infrastruktur dan pemukiman di
daerah Majalengka. Salah satu studi kasusnya adalah pada Kelurahan Babakan Jawa,
Kecamatan Majalengka. Hal ini dikarenakan terdapatnya struktur geologi berupa sesar naik
dan sesar mendatar naik dekstral dengan arah trending barat-timur dan utara-selatan. Selain
itu, karakteristik batuan penyusun daerah penelitian didominasi oleh batuan sedimen
bertekstur halus seperti batupasir halus, batulempung, dan batulanau sehingga cukup
berpotensi dalam mengakibatkan bencana longsor. Angka populasi di Kecamatan Majalengka
mencapai 69.946 jiwa. Angka populasi ini adalah nomor dua terbesar dari seluruh kecamatan
di Kabupaten Majalengka. Dengan banyaknya populasi dan ancaman bencana geologi,
rencana mitigasi yang baik sangatlah diperlukan. Namun sejauh ini, upaya mitigasi termasuk
upaya pencegahan dan penanggulangan kebencanaan oleh pemerintah masih belum cukup
efektif dan efisien. Pemerintah harus mengetahui tindakan yang tepat dalam mitigasi, dan
salah satu elemen yang dibutuhkan adalah mengenai analisis resiko daerah kebencanaan. Dari
studi literatur, akan dihasilkan analisis dari peta geomorfologi, peta geologi, dan peta
persebaran pemukiman, kemudian dari analisis peta-peta tersebut akan dihasilkan tabel
analisis resiko sebagai tolak ukur dalam upaya mitigasi bencana longsor. Dari tabel analisis
resiko inilah rencana evakuasi dan mitigasi bencana dapat dirancang dengan cepat dan tepat.
Kata Kunci : Longsor, Analisis Resiko, Mitigasi, Majalengka
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Longsor merupakan sebuah ancaman
yang serius terhadap infrastruktur dan
pemukiman di daerah Majalengka. Salah satu
studi kasusnya adalah pada Kelurahan
Babakan Jawa, Kecamatan Majalengka. Hal
ini dikarenakan terdapatnya struktur geologi
berupa sesar naik dan sesar mendatar dekstral
dengan arah trending barat-timur dan utara-
selatan. Selain itu, karakteristik batuan
penyusun daerah penelitian didominasi oleh
batuan sedimen bertekstur halus seperti
batupasir halus, batulempung, dan batulanau
sehingga cukup berpotensi dalam
mengakibatkan bencana longsor. Angka
populasi di Kecamatan Majalengka mencapai
69.946 jiwa. Angka populasi ini adalah nomor
dua terbesar dari seluruh kecamatan di
Majalengka.
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Gambar 1. Peta Lokasi daerah penelitian
Selain itu, dengan banyaknya
pembangunan infrastruktur yang dilakukan
pemerintah seperti pembangunan bendungan,
jalan tol, dan pelabuhan yang ditujukan
khususnya pada daerah berkembang, maka
daerah Majalengka yang notabene termasuk
ke dalam golongan daerah berkembang
memerlukan kajian analisis kebencanaan dan
upaya mitigasi yang akan mendukung
program pembangunan infrastuktur tersebut.
Kemudian ditambah lagi dengan
banyaknya populasi dan ancaman bencana
geologi, rencana mitigasi yang baik sangatlah
diperlukan. Namun sejauh ini, upaya mitigasi
termasuk upaya pencegahan dan
penanggulangan kebencanaan oleh
pemerintah masih belum cukup efektif dan
efisien. Pemerintah harus mengetahui
tindakan yang tepat dalam mitigasi dan harus
mengenali potensi kebencanaan khususnya
bencana longsor pada daerah penelitian dan
sekitarnya. Untuk mengenali potensi
kebencanaan yang telah dan yang akan
terjadi, maka diperlukanlah salah satu kajian
ilmiah yaitu mengenai analisis resiko daerah
kebencanaan di daerah penelitian.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh karakteristik geologi
meliputi struktur geologi, geomorfologi dan
litologi di Kelurahan Babakan Jawa,
Kecamatan Majalengka dan sekitarnya
terhadap penilaian analisis resiko sebagai
langkah upaya mitigasi bencana longsor.
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Geologi
Kelurahan Babakan Jawa secara
fisiografi bentang alamnya termasuk ke dalam
Zona Bogor. Zona Bogor memanjang dari
arah barat-timur dan Rangkasbitung melalui
Bogor, Subang, Sumedang, Majalengka,
sampai Bumiayu (Jawa Tengah) ke arah timur
sampai dengan rangkaian Pegunungan Serayu
Utara. Zona ini terdiri dari jalur perbukitan
dan pegunungan yang kompleks. Zona ini
merupakan anticlinorium dari lapisan endapan
neogen yang terlipat dan terintrusi oleh
hypabisal volcanic neck (van Bemmelen,
1949).
Secara geomorfologi menurut Andriani
dkk (2015), bentang alam pada daerah
penelitian terbagi menjadi tiga satuan
geomorfologi, antara lain satuan
geomorfologi pedataran alluvium, satuan
perbukitan sedimen curam, dan satuan
perbukitan sedimen agak curam.
Tingkat kemiringan lereng dan elevasi
pada ketiga bentang alam ini sangatlah
bervariasi. Kemiringan lereng di daerah
penelitian didominasi oleh kemiringan lereng
agak curam hingga curam dengan persentase
kuantitatif sebesar 16,12%-105,26%,
sedangkan secara aspek morfografi, bentang
alam yang berkembang didominasi oleh
perbukitan memanjang dengan elevasi
berkisar antara 100-550 meter di atas
permukaan laut.
Stratigrafi dan urutan litologi dari yang
paling tua hingga paling muda yang
menyusun daerah Babakan Jawa dan
sekitarnya antara lain batulanau berumur
Miosen Awal yang terendapkan pada
lingkungan laut dalam, kemudian terendapkan
secara selaras diatasnya berupa batuan
sedimen berjenis batupasir berbutir sedang
hingga halus dan batulempung berumur
Miosen Tengah, lalu masih pada umur yang
sama terendapkan produk hasil erupsi gunung
api bawah laut berupa breksi vulkanik secara
tidak selaras diatas litologi batupasir tersebut
(Andriani dkk, 2015).
Kemudian pada periode tektonik
Pliosen-Plistosen terjadi proses perlipatan dan
pensesaran berupa uplifting yang
menyebabkan terbentuknya sesar naik. Pada
saat itu terjadi aktivitas tektonisme yang
menyebabkan pengangkatan dan beberapa
daerah mengalami perlipatan.dan pensesaran
dengan arah gaya-gaya kompresi relatif utara-
selatan. Pembentukan lipatan selalu
berasosiasi dengan pembentukan sesar naik
oleh karenanya pola lipatan dan sesar naik
yang terbentuk relatif bersamaan. Contoh pola
struktur demikian dijumpai di daerah
Majalengka (Haryanto, 1999). Sesar naik ini
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
memotong satuan batulanau, satuan breksi
vulkanik, dan satuan batupasir. Dengan waktu
yang hampir bersamaan terbentuk sesar
mendatar naik pada daerah penelitian. Sistem
tegasan kompresi, disamping sebagai
pembentuk sesar naik dan lipatan juga
mengakibatkan terbentuknya sesar mendatar.
Terbentuknya sesar mendatar terjadi akibat
kecepatan batuan yang bergeser tidak merata
sehingga pada bagian tertentu terjadi
perobekan secara lateral. Pembentukan sesar
mendatar ini dapat terjadi bersamaan dengan
pembentukan sesar naiknya (Davis, 1996).
Sesar mendatar naik terlihat memotong satuan
batulanau, satuan breksi vulkanik, dan satuan
batupasir.
Setelah itu terbentuk batuan beku
terobosan berumur Kuarter yang tersebar
secara acak mengikuti jalur-jalur rekahan
yang terbentuk akibat proses pensesaran pada
periode tektonik Pliosen-Plistosen
(Modifikasi dari Djuri, 1995 dalam Andriani,
2015).
2.2 Longsor
Tanah longsor didefinisikan sebagai
salah satu jenis gerakan massa tanah ataupun
batuan ataupun bahan rombakan yang
bergerak ke bawah atau keluar menuruni
lereng (Karnawati, 2005).
Menurut Goenadi et al. (2003) dalam
Alhasanah (2006), faktor penyebab tanah
longsor secara alamiah meliputi morfologi
permukaan bumi, penggunaan lahan,
kemiringan dan kestabilan lereng, litologi,
struktur geologi, hidrologi, dan kegempaan.
Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh
faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi
suatu bentang alam, seperti kegiatan
pertanian, pembebanan lereng, pemotongan
lereng, dan penambangan.
Akan tetapi, tanah longsor akan terjadi
apabila sudah terpenuhi tiga keadaan, yaitu:
1. Kemiringan lereng cukup curam
2. Terdapat bidang peluncur di bawah
permukaan tanah yang kedap air.
3. Terdapat cukup air (dari hujan) di dalam
tanah di atas lapisan kedap, sehingga
tanah jenuh air.
2.3 Mitigasi dan Analisis Resiko
Analisis resiko adalah penggunaan
secara sistematis dari informasi yang
didapatkan untuk mengidentifikasi bencana
dan memperkirakan resiko individu, materi,
dan lingkungan (IIEC 60300-3-9, 1995 dalam
Rausand, 2011).
Analisis resiko digunakan untuk
mengidentifikasi penyebab bencana,
menentukan dampak yang yang terjadi akibat
bencana, dan mengidentifikasi cara
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
penanggulangannya. Peran analisis resiko
sangat berkaitan dalam menentukan upaya
mitigasi suatu jenis bencana, termasuk
longsor. Hal ini dikarenakan setiap jenis
bencana memiliki cara mitigasi yang berbeda
dengan bencana yang lainnya sehingga
membutuhkan analisis resiko yang berbeda
pula.
III. Metodologi
Metode yang dilakukan dalam
penelitian ini berupa analisis data primer dan
sekunder yang diawali dengan melakukan
analisis geomorfologi meliputi analisis
morfografi dan analisis kemiringan lereng
yang mengacu pada ketentuan yang
dikemukakan oleh van Zuidam (1985).
Analisis morfografi dilakukan dengan
menggunakan software Sistem Informasi
Geografis berupa Global Mapper untuk
mendapatkan gambaran permukaan bumi dan
elevasi di daerah penelitian, sedangkan
analisis kemiringan lereng dilakukan dengan
menggunakan software MapInfo untuk
mengetahui tingkat kecuraman permukaan.
Metode yang dilakukan berikutnya
adalah melakukan pemetaan geologi
permukaan dengan luas penelitian seluas 25
km2 dan mengacu pada metode yang diusung
oleh Barnes (2004). Pemetaan ini dilakukan
untuk mendapatkan gambaran informasi
mengenai persebaran batuan dan struktur
geologi di daerah penelitian. Kemudian data-
data yang telah didapatkan disatukan menjadi
parameter-parameter berupa tabel ranking
penilaian analisis resiko mengenai kerawanan
bencana longsor yang dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Tabel Penilaian Analisis Resiko Bencana Longsor Modifikasi dari Taufiq (2008)
Parameter Kerentanan
Sangat tinggi Kerentanan Tinggi
Kerentanan
Sedang Kerentanan
Rendah Kerentanan
Sangat Rendah
Elevasi (m) >450 350-450 250-350 150-250 0-150
Kemiringan
Lereng (%) >45% 25–45% 15–25% 8–15% 0-8%
Litologi Batulempung,
btulanau
Batulanau,
batupasir sangat
halus
Batupasir sangat
halus, batupasir
sedang Batupasir kasar
Konglomerat,
Breksi, Intrusi
Penggunaan
lahan Pemukiman Perkebunan/Ladang Sawah
Semak
Belukar/Tanah
Kosong Hutan
Struktur
Geologi
Ada stuktur
(regional) Ada struktur (local)
Ada struktur
(indikasi, sedikit) Tidak ada
struktur Tidak ada
struktur
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
IV. Hasil dan Pembahasan
Gambar 2. Peta Citra Satelit daerah Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berdasarkan peta elevasi (Lihat gambar 2),
tingkat kerentanan longsor dibagi menjadi 5
kelas yaitu, kelas sangat rendah (0-150 m),
rendah (150- 250 m), menengah (250-350 m),
tinggi (350 - 450 m), sangat tinggi (>450).
Semakin tinggi elevasi suatu daerah, maka
semakin besar tingkat kerentanan tanah. Hasil
menunjukan bahwa sebagian besar di
Kelurahan Babakan Jawa memiliki elevasi
sekitar 350-450 m. Contoh di Dusun
Pancurendang Tonggoh memiliki elevasi
tinggi 350 m, sehingga memiliki tingkat
kerentanan gerakan tanah yang tinggi. Begitu
pula di Dusun Pancurendang Landeuh dengan
tingkat elevasi 350-450 m.
Di Desa Sindangkasih elevasi yang
berkembang sekitar 250-350 m, sehingga
memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah
menengah hingga tinggi. Di Desa Cimanintin,
elevasi yang dimiliki sekitar 300-450 m. Lalu
untuk Dusun Karamas, elevasi yang
berkembang sekitar 250-425 m. Secara
umum, semakin tinggi tingkat kerentanan,
semakin besar resiko bencana. Semakin tinggi
elevasi dari suatu area, semakin rentan pula
suatu daerah terkena bencana longsor.
Gambar 3. Peta Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah
regional di daerah penelitian
Anonim (2000), menunjukkan bahwa di
Dusun Pancurendang Tonggoh yang berada di
timur daerah penelitian memiliki tingkat
kerawanan gerakan tanah rendah hingga
menengah, tingkat kerawanan tersebut sama
dengan di desa Sindangkasih. Di Dusun
Pancurendang Landeuh yang berada di utara
daerah penelitian memiliki tingkat kerawanan
gerakan tanah menengah hingga tinggi. Di
Desa Cimanintin yang berada di barat daya
daerah penelitian memiliki tingkat kerawanan
gerakan tanah menengah. Dan untuk Dusun
Karamas memiliki tingkat kerawanan gerakan
tanah menengah Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa di daerah Kelurahan
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Babakan Jawa yang memiliki tingkat
kerawanan tertinggi adalah Dusun
Pancurendang Landeuh.
Gambar 4. Peta Kemiringan Lereng daerah penelitian
Berdasarkan peta kemiringan lereng
(Lihat Gambar 4), didapatkan informasi
secara kuantitatif dari kemiringan lereng di
daerah penelitian. Klasifikasi kemiringan
lereng dibuat berdasarkan perhitungan yang
dirumuskan oleh van Zuidam (1985).
Semakin curam tingkat kemiringan lereng
suatu daerah, maka akan semakin besar resiko
terkena longsor. Desa Sindangkasih memiliki
kemiringan lereng yang di dominasi oleh
lereng curam hingga sangat curam dengan
persentase kemiringan lereng 30%-140%,
sehingga memiliki tingkat kerentanan tinggi
sampai sangat tinggi.
Di Dusun Pancurendang Tonggoh yang
berada disebelah timur daerah penelitian di
dominasi oleh kemiringan lereng landai,
dengan persentase kemiringan lereng 2%-
70%, sehingga memiliki tingkat kerentanan
sangat rendah hingga sangat tinggi.
Di Dusun Pancurendang Landeuh dan
Dusun Karamas yang berada di sebelah utara
daerah penelitian memiliki kemiringan lereng
agak curam hingga sangat curam, dengan
persentase kemiringan lereng 15%-140%,
sehingga memiliki tingkat kerentanan
menengah hingga sangat tinggi. Di Desa
Cimanintin yang berada di sebelah barat daya
daerah penelitian memiliki kemiringan lereng
curam, dengan persentase kemiringan lereng
30%-70%, sehingga memiliki tingkat
kerentanan tinggi hingga sangat tinggi.
Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa daerah di Kelurahan Babakan Jawa
yang memiliki memiliki tingkat kerentanan
yang sangat tinggi berada di Dusun
Pancurendang Landeuh dengan tingkat
kemiringan lereng sangat curam dengan
persentase 70%-140%.
Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan daerah penelitian
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Jenis penggunaan lahan sangat
mempengaruhi tingkat ancaman bencana
longsor pada suatu daerah, Hal ini
dikarenakan suatu kejadian baru dapat
dikatakan kejadian bencana apabila manusia
sudah terkena dampaknya, baik itu dampak
materi, moril, ataupun nyawa. Sehingga
semakin luas daerah yang dihuni manusia,
maka semakin tinggi ancaman bencana yang
dihadapi. Penggunaan lahan yang didominasi
berupa pemukiman (Lihat Gambar 5) banyak
tersebar di daerah Desa Pancurendang
Landeuh, Desa Pancurendang Tonggoh,
Dusun Karamas, dan Desa Cimanintin
sehingga memiliki tingkat kerentanan sangat
tinggi.
Penggunaan lahan berupa ladang dan
perkebunan banyak dijumpai di Desa Sindang
Kasih, Dusun Karamas bagian selatan, dan
pada sebagian wilayah Desa Pancurendang
Tonggoh, sedangkan penggunaan lahan
lainnya berupa sawah, semak belukar, dan
hutan banyak tersebar di wilayah utara dan
selatan Desa Pancurendang Landeuh, dan
pada sebagian besar daerah tenggara, tengah,
dan timur wilayah daerah penelitian.
Kemudian berdasarkan peta geologi
daerah penelitian (Lihat Gambar 6), diketahui
bahwa dominasi batuan yang menyusun
daerah penelitian merupakan batuan sedimen
berbutir halus. Di Desa Sindangkasih, litologi
yang menyusun berupa batupasir halus dan
batulanau, Untuk Dusun Pancurendang
Landeuh, litologi yang menyusun daerah
tersebut adalah dominasi batupasir berbutir
sedang hingga halus dan batulanau. Di Dusun
Pancurendang Tonggoh, litologi yang
menyusun adalah dominasi batulanau dan
batupasir halus.
Gambar 6. Peta Geologi daerah penelitian
Untuk Dusun Karamas dan Desa
Cimanintin litologi yang menyusun adalah
batulanau. Semakin halus tekstur batuan,
maka semakin mudah mengalami
pelongsoran. Hal ini dikarenakan kemampuan
resistensi batuan melemah dan hubungan
antar partikel batuan cenderung tidak terikat
kuat (non interlocking).
Selain litologi, struktur geologi yang
terdapat di daerah penelitian pun sangat
berpengaruh terhadap keterjadian bencana
longsor. Struktur geologi berupa sesar naik
terdapat di daerah Dusun Pancurendang
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Landeuh dan Dusun Pancurendang Tonggoh,
dan Dusun Karamas, sedangkan struktur
berupa sesar mendatar terdapat di Desa
Cimanintin. Semakin banyak struktur yang
berkembang di suatu daerah, maka semakin
mudah partikel batuan untuk lepas dari batuan
induknya dan menyebabkan percepatan proses
liquifaksi apabila terjadi goncangan atau
gempa.
Dari data-data tersebut, diperoleh tabel
analisis resiko daerah Kelurahan Babakan
Jawa. Berdasarkan tabel analisis resiko,
daerah Babakan Jawa adalah daerah yang
memiliki resiko tinggi terhadap potensi
kebencanaan longsor, khususnya pada Dusun
Pancurendang Landeuh, (Lihat Tabel 2).
Dusun Pancurendang Landeuh dikategorikan
kerawanan sangat tinggi karena memiliki
kemiringan lereng >45%, tataguna lahan
berupa pemukiman, dan litologi penyusun
yang kurang memiliki daya dukung yang kuat
seperti batulanau dan batupasir halus. Selain
itu, faktor keterdapatan struktur geologi
berupa sesar berskala besar juga
mempengaruhi tingkat kestabilan batuan dan
tanah di daerah tersebut.
Tabel 2. Tabel Penilaian Analisis Resiko Bencana Longsor daerah Babakan Jawa
No Daerah Elevasi (m) Kemiringan
Lereng (%) Litologi
Penggunaan
Lahan
Struktur
Geologi Kerentanan
1 Desa
Sindangkasih 250-350 30%-140%
Batulanau,
batupasir
halus
Ladang,
Semak belukar Tidak ada Rendah
2
Dusun
Pancurendang
Landeuh
350-450 15%-140%,
Batulanau,
batupasir
halus
Pemukiman,
Sawah,
Perkebunan
Ada (sesar
regional)
Sangat
Tinggi
3
Dusun
Pancurendang
Tonggoh
350 2-70%
Batulanau,
batupasir
halus
Pemukiman,
Ladang
Ada (sesar
regional) Menengah
4 Dusun
Karamas 250-425 15%-140% Batulanau
Pemukiman,
Ladang,
Semak belukar
Ada (sesar
lokal) Tinggi
5 Desa
Cimanintin 300-450 30%-70% Batulanau
Pemukiman,
Ladang,
Semak
Belukar
Ada (sesar
lokal) Tinggi
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
V. Kesimpulan
Daerah Kelurahan Babakan Jawa
memiliki potensi kerawanan bencana longsor
yang cukup tinggi yang bisa menjadi ancaman
serius apabila tidak ditanggapi secara tepat.
Berdasarkan analisis data yang telah
dilakukan, maka dapat dihasilkan tabel
analisis resiko.
Dari tabel inilah tingkat ancaman
longsor untuk setiap daerah di Kelurahan
Babakan Jawa dapat dilihat dan diharapkan
masyarakat setempat dapat lebih memahami
potensi bencana longsor di lingkungan
sekitarnya. Berdasarkan tabel analisis resiko,
daerah yang memiliki tingkat kerentanan
bencana longsor paling tinggi adalah Desa
Pancurendang Landeuh, sedangkan daerah
yang memiliki tingkat kerentanan longsor
paling rendah adalah Desa Sindangkasih.
Daftar Pustaka
Alhasanah, Fauziah. 2006. Pemetaan dan
Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor
Serta Upaya Mitigasinya Menggunakan
Sistem Informasi Geografis. Tesis.
Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor.
Andriani, Tati dkk. 2015. Geologi Daerah
Babakan Jawa dan Sekitarnya,
Kecamatan Majalengka, Kabupaten
Majalengka, dan Kecamatan Jatigede,
Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa
Barat. Jatinangor: Fakultas Teknik
Geologi.
Anonim. 2000. Peta KRB Gerakan Tanah
Kabupaten Majalengka dan Sumedang.
Bandung: Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi.
Barnes, John W. & Richard J. Lisle. 2004.
Basic Geological Mapping The
Geological Field Guide Series Fourth
Edition. John Wiley & Sons Ltd.
England. P 43-64.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten
Majalengka Dalam Angka 2015.
Majalengka. Humas Kabupaten
Majalengka.
Davis, G.H., Reynolds, S.J. 1996. Struktural
Geology Of Rocks And Region. New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Haryanto, I., 1999. Tektonik Sesar Baribis,
Daerah Majalengka, Jawa Barat.
Thesis Magister, Program Studi Ilmu
Kebumian, ITB, 76 hal, tidak
diterbitkan.
Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerak
Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Rausand, M. 2011. Risk Assessment: Theory,
Methods, and Applications. New Jersey:
John Wiley and Sons.
Taufiq, H.P., dan Suharyadi, 2008. Landslide
Risk Spatial Modelling Using
Geographical Information System.
Tutorial Landslide. Laboratorium
Sistem Informasi Geografis. Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
Van Bemmelen, R. W. 1949. The Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes.
Volume I A. The Hague Martinus
Nijhoff, Netherland, 732h.
Van Zuidam, R.A., 1985 , Areal Photo
interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic Mapping, The Hague.