Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

91
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Aspek Biofisik 4.1.1. Wilayah Kota Sungai Penuh Kota Sungai Penuh secara geografis terletak antara 101° 14’ 32” BT sampai dengan 101° 27’ 31” BT dan 02° 01’ 40” LS sampai dengan 02° 14’ 54” LS. Kota ini memiliki luas keseluruhan 39.150 Ha, yang terdiri dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 23.177,6 Ha (59,2 %) dan lahan budidaya seluas 15.972,4 Ha (40,8 %) dan dengan jumlah penduduk 87.804 jiwa. Kota Sungai Penuh terbagi menjadi lima kecamatan yaitu, Kecamatan Sungai Penuh, Kecamatan Pesisir Bukit, Kecamatan Hamparan Rawang, Kecamatan Tanah Kampung, dan Kecamatan Kumun Debai. Lanskap Rumah Larik Limo Luhah Sungai Penuh berada di Kecamatan Sungai Penuh, Kelurahan Sungai Penuh yang memiliki luas wilayah 45 Ha. Secara fisik, batas-batas Lanskap Rumah Larik Limo Luhah adalah sebagai berikut (Gambar 4 ): 1. Utara : Permukiman dan Sekolah 2. Selatan : Permukiman 3. Timur : Permukiman 4. Barat : Sungai Batang Bungkal Gambar 4. Kawasan Rumah Larik Limo Luhah

Transcript of Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

Page 1: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

14

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Aspek Biofisik

4.1.1. Wilayah Kota Sungai Penuh

Kota Sungai Penuh secara geografis terletak antara 101° 14’ 32” BT sampai

dengan 101° 27’ 31” BT dan 02° 01’ 40” LS sampai dengan 02° 14’ 54” LS. Kota

ini memiliki luas keseluruhan 39.150 Ha, yang terdiri dari Taman Nasional

Kerinci Seblat (TNKS) seluas 23.177,6 Ha (59,2 %) dan lahan budidaya seluas

15.972,4 Ha (40,8 %) dan dengan jumlah penduduk 87.804 jiwa. Kota Sungai

Penuh terbagi menjadi lima kecamatan yaitu, Kecamatan Sungai Penuh,

Kecamatan Pesisir Bukit, Kecamatan Hamparan Rawang, Kecamatan Tanah

Kampung, dan Kecamatan Kumun Debai. Lanskap Rumah Larik Limo Luhah

Sungai Penuh berada di Kecamatan Sungai Penuh, Kelurahan Sungai Penuh yang

memiliki luas wilayah 45 Ha.

Secara fisik, batas-batas Lanskap Rumah Larik Limo Luhah adalah sebagai

berikut (Gambar 4 ):

1. Utara : Permukiman dan Sekolah

2. Selatan : Permukiman

3. Timur : Permukiman

4. Barat : Sungai Batang Bungkal

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Kawasan Rumah Larik Limo Luhah

Page 2: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

15

 

4.1.2. Aksesibilitas dan Sirkulasi

Kawasan Rumah Larik Limo Luhah Sungai Penuh berada 1 Km dari pusat

Kota Sungai Penuh. Kota Sungai Penuh dapat dicapai dari Kota Jambi dengan

jarak 477 Km. Untuk menuju kawasan Rumah Larik dalam Kota Sungai Penuh

dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor atau dengan

menggunakan transportasi tradisional bendi (delman). Ada 4 jalur yang dapat

ditempuh untuk menuju kawasan Rumah Larik Limo Luhah, yaitu (Gambar 5 ) :

1. Melalui jalan raya dari arah Kelurahan Dusun Baru. Jalur ini merupakan

pertemuan antara akses masuk dari pusat kota, Dusun Baru, dan Desa Sumur

Anyir. Jalur ini dapat ditempuh oleh masyarakat yang tinggal di kecamatan

Kayu Aro, Siulak, dan Air Hangat.

2. Jalan raya dari Pusat Kota dan Pasar Sungai Penuh yang terletak di sebelah

selatan kawasan Rumah Larik. Jalur ini sering ditempuh oleh masyarakat yang

tinggal di Kelurahan Sungai Jernih, Talang Lindung, Pelayang raya, dan Pasar

Sungai Penuh.

3. Melalui jalan Baru yang terletak di Desa Gedang. Jalur ini berada di sebelah

Timur kawasan Rumah Larik dan dapat diakses oleh masyarakat yang tinggal

di Kecamatan Sitinjau Laut, Danau Kerinci, Keliling Danau, Batang Merangin,

dan Gunung Raya.

4. Melalui jalan raya dari arah desa Sumur Anyir yaitu jalan Arif Rahman Hakim.

Jalur ini merupakan jalur yang dapat ditempuh oleh masyarakat yang tinggal di

Kecamatan Hamparan Rawang dan Desa Sumur Anyir.

4.1.3. Iklim

Kondisi iklim kawasan Rumah Larik Limo Luhah Sungai Penuh yang

terletak di Kota Sungai Penuh sangat dipengaruhi oleh letak geografisnya yaitu

berada di sekitar daerah khatulistiwa. Berdasarkan data iklim periode 2000-2006,

wilayah kota Sungai Penuh memiliki curah hujan berkisar antara 77,81-131,8

mm/tahun. Rata-rata curah hujan sejak tahun 2000 sampai 2006 mencapai

108,1 mm. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan selama periode 2000 –

2006 sangat kecil.

Page 3: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

16

 

Gam

bar 5

. Sirk

ulas

i dan

Aks

es M

enuj

u K

awas

an R

umah

Lar

ik L

imo

Luha

h

Page 4: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

17

 

Kondisi topografi wilayah kota Sungai Penuh yang terdiri dari lembah

dan perbukitan menyebabkan suhu di daerah ini cukup sejuk. Kota Sungai

Penuh memiliki suhu rata-rata maksimum 28,2° C dan suhu minimum 16,2° C

(Tabel 1). Jumlah rata-rata hari hujan dari tahun 2000-2006 tercatat antara

11,4-13,3 hari, dengan kelembaban rata-rata 80,33 - 83,50 MmHg (Tabel 2),

sedangkan penyinaran matahari pada tahun 2000-2006 tercatat antara 37.08 -

43 %.

Tabel 1. Keadaan Suhu Udara

No. Bulan Suhu

Maksimum (°C) Minimum (°C)

1 Januari 27.9 15.3

2 Pebruari 28.3 15.6

3 Maret 28.2 16.0

4 April 28.8 16.6

5 Mei 28.9 16.4

6 Junl 28.9 16.7

7 Juli 28.7 15.9

8 Agustus 28.4 15.0

9 September 26.8 15.4

10 Oktober 28.3 16.2

11 Nopember 27.8 17.3

12 Desember 27.8 18

Rata-rata 28.2 16.2

Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci Dalam Angka, Tahun 2006

Page 5: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

18

 

Tabel 2. Curah Hujan dan Kelembaban

No Bulan Curah Hujan

Hari Hujan Kelembaban

1 Januari 159 13 78

2 Februari 288 18 81

3 Maret 39.5 11 78

4 April 152.8 9 74

5 Mei 103.6 9 76

6 Juni 99.4 7 84

7 Juli 13.8 3 83

8 Agustus 42.8 3 80

9 September 175.6 9 74

10 Oktober 26.7 7 80

11 November 226.6 21 83

12 Desember 223 27 87

Rata-rata

2006 124.2 11.4 80

2005 83.3 8 83

2004 90.6 12 83

2003 131.80 13.33 83.42

2002 130.50 12.60 83.50

2001 77.81 12.08 81.33

2000 113.60 12.00 83.00

Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci Dalam Angka, Tahun 2006

4.1.4. Tanah dan Topografi

Kota Sungai Penuh termasuk daerah dataran tinggi yang berada pada

ketinggian 813 m di atas permukaan laut. Kota ini merupakan lembah yang

dikelilingi oleh perbukitan, sebagian wilayah monografinya bergelombang dan

berbukit-bukit.

Page 6: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

19

 

Berdasarkan data BPS Kabupaten Kerinci tahun 2006, jenis tanah di Kota

Sungai Penuh terdiri dari tanah Andosol dan Podsolik. Wilayah dengan jenis

tanah Andosol seluas 5.732 Ha sedangkan jenis tanah Podsolik seluas 4.518 Ha

yang tersebar di lima kecamatan di Kota Sungai Penuh. Selain itu juga terdapat

tanah Alluvial yang meliputi daerah-daerah di sekitar aliran sungai. Kawasan

Rumah Larik Limo Luhah Sungai Penuh termasuk wilayah yang didominasi oleh

jenis tanah Alluvial.

Kota Sungai Penuh memiliki topografi yang beragam mulai dari datar (0-

8°), bergelombang (8-16°), curam yang bergelombang (16-30°), dan sangat curam

yang bergelombang (>30°) (Gambar 6 ). Wilayah datar dengan kemiringan (0-8°)

memiliki luas sekitar 6.300 Ha, wilayah yang bergelombang dengan kemiringan

(8-16°) seluas 1.295 Ha, luas wilayah yang curam bergelombang dengan

kemiringan (16-30°) 4.345 Ha, dan wilayah yang sangat curam bergelombang

dengan kemiringan (>30°) seluas 1.295 Ha. Lanskap Rumah Larik Limo Luhah

termasuk wilayah yang memiliki topografi relatif datar dengan kemiringan (0-8°).

Gambar 6. Peta Kemiringan Lahan Kota Sungai Penuh

Page 7: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

20

 

4.1.5. Hidrologi

Lanskap Rumah Larik Limo Luhah Sungai Penuh merupakan kawasan

pemukiman masyarakat adat yang berada di pinggir sebuah sungai yaitu Sungai

Batang Bungkal. Sungai ini membelah Kota Sungai Penuh membujur dari Selatan

ke Utara. Di bagian hulu sungai dapat ditemui batu-batu kali berukuran kecil

hingga besar, sedangkan di bagian hilir merupakan daerah endapan yang

dimanfaatkan sebagai tempat penambangan pasir oleh warga. Sungai Batang

Bungkal pada zaman dahulu digunakan oleh masyarakat Suku Kerinci terutama

yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai sebagai tempat untuk kegiatan mandi,

cuci, kakus (MCK). Selain sebagai tempat MCK, sungai juga dimanfaatkan untuk

irigasi sawah dan ladang yang terdapat di bagian hilir atau sebelah utara lanskap

Rumah Larik (Gambar 7). Di bagian hilir sungai juga terdapat pintu air yang

mengendalikan debit air untuk digunakan mengairi sawah. Pada saat musim

kemarau, sungai menjadi kering sedangkan pada musim hujan sungai dapat

meluap hingga menyebabkan banjir.

Gambar 7. Sungai Batang Bungkal sebagai Sumber Irigasi Lahan Pertanian

Selain Sungai Batang Bungkal, masyarakat yang menghuni Rumah Larik

Limo Luhah juga memanfaatkan sebuah mata air yaitu Sumur Pulai yang terdapat

di Desa Gedang berjarak sekitar 200 meter sebelah timur dari pemukiman. Mata

air ini dimanfaatkan oleh masyarakat terutama pada musim kemarau saat sungai

Batang Bungkal mengering. Sumur Pulai ini telah menjadi tempat pemandian

umum bagi masyarakat sekitar dan terbagi dua yaitu pemandian untuk laki-laki

Page 8: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

21

 

dan perempuan. Namun, saat ini Sumur Pulai sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh

masyarakat sekitar karena pemerintah melalui program PNPM-P2KP pada tahun

2009 telah menyediakan sarana air bersih dan kamar mandi umum di dalam

kawasan Rumah Larik Limo Luhah. Hal ini sejalan dengan hasil Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Kota Sungai Penuh (Musrenbang) tahun 2010 yang

salah satu hasilnya memprioritaskan pembangunan dan rehabilitasi sarana air

bersih.

Gambar 8. Sumur Pulai (kiri) dan Sarana Air Bersih (kanan)

4.1.6. View

Kota Sungai Penuh merupakan kota dengan pemandangan alam yang indah.

Terletak di lembah yang dikelilingi oleh perbukitan membuat kota ini juga

memiliki udara yang sejuk dan dingin. Rumah Larik Limo Luhah yang hanya

berjarak 1 Km dari pusat kota merupakan titik awal perkembangan pemukiman

masyarakat Kota Sungai Penuh. Dari kawasan Rumah Larik dan di sekitarnya kita

dapat melihat pemandangan perbukitan yang membentang di sebelah Utara dan

Selatan, sedangkan di sebelah Timur dan Barat terdapat pemandangan sawah yang

membentang. Namun, dengan perkembangan pemukiman di sekitar kawasan

Rumah Larik menyebabkan pemandangan-pemandangan tersebut tertutup oleh

bangunan. Selain itu Rumah Larik Limo Luhah juga berada di daerah dengan

kemiringan yang relatif datar (0-2°) dan lebih rendah dibandingkan dengan daerah

di sekitarnya. Pemandangan perbukitan dan persawahan dapat dilihat dengan jelas

jika melewati jalan Baru di sebelah Timur Rumah Larik tepatnya di Desa Gedang.

Di dalam kawasan Rumah Larik Limo Luhah sendiri, pemandangan permukiman

Page 9: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

22

 

yang padat cukup teratur dan estetik. Hal ini dikarenakan hampir di setiap rumah

memiliki pekarangan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman pekarangan

terutama tanaman hias. Rumah-rumah yang tidak memiliki pekarangan umumnya

menggunakan tanaman dalam pot untuk menghiasi rumahnya. Selain itu, terdapat

taman pekarangan mini yang ditanami berbagai jenis tanaman hias pada setiap RT

dalam kawasan Rumah Larik ini yang menambah nilai estetika. Taman mini ini

dikelola oleh Dasawisma yang merupakan perkumpulan ibu-ibu skala RT di

bawah PKK. Pada peringatan hari-hari tertentu sering diadakan lomba keindahan

antar luhah maupun antar Dasawisma (Gambar 9).

4.2. Aspek Sosial Ekonomi

Kawasan Rumah Larik Limo Luhah yang termasuk dalam Kelurahan Sungai

Penuh dihuni oleh 2.755 penduduk dengan 695 Kepala Keluarga yang terdiri atas

penduduk laki-laki sebanyak 1.331 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.424

jiwa. Penduduk yang tinggal di kawasan Rumah Larik ini merupakan masyarakat

asli Suku Kerinci yang telah menetap secara turun-temurun. Di samping

masyarakat Suku Kerinci juga terdapat masyarakat pendatang yang berasal dari

Minangkabau dan daerah lainnya yang sedang bertugas atau bekerja di Kerinci.

Hampir semua penduduk yang tinggal di kawasan Rumah Larik ini adalah Warga

Negara Indonesia (WNI) dan beragama Islam.

Dari segi pendidikan, dapat dilihat umumnya penduduk Kelurahan Sungai

Penuh berpendidikan SMA/SLTA ke atas serta memiliki pendidikan khusus

dibidang keagamaan (Tabel 3). Keberadaan sekolah-sekolah yang letaknya

berdekatan dengan kawasan Rumah Larik menjadi faktor pendukung bagi

masyarakat untuk memperoleh pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak

hingga SMA/SLTA. Sarana pendidikan yang terdapat di sekitar kawasan Rumah

Larik antara lain yaitu, Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Sungai Penuh, SD Negeri

2 Sungai Penuh, SD Negeri 5 Sungai Penuh, MTS Limo Luhah Sungai Penuh,

SMP Negeri 8 Sungai Penuh, SMA Negeri 1 Sungai Penuh, SMA Negeri 4

Sungai Penuh, dan SMK Negeri 1 Sungai Penuh.

Page 10: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

23

 

Gambar 9. View di Kawasan Rumah Larik Limo Luhah dan sekitarnya

Page 11: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

24

 

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Sungai Penuh

NO PENDIDIKAN JUMLAH (ORANG)

1. LULUSAN PENDIDIKAN UMUM

a. Taman Kanak-Kanak 105

b. Sekolah Dasar 385

c. SMP/SLTP 394

d. SMA/SLTA 673

e. Akademi ( D1-D3) 40

f. Sarjana (S1-S3) 191

2. LULUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

a. Pondok Pesantren

b. Madrasah

c. Pendidikan Keagamaan 99

d. Sekolah Luar Biasa

e.Kursus/Keterampilan 80

Sumber : Monografi Kelurahan Sungai Penuh Tahun 2009/2010

Berdasarkan data monografi Kelurahan Sungai Penuh tahun 2009/2010,

diketahui secara umum bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk

Kelurahan Sungai Penuh termasuk penduduk yang tinggal di kawasan Rumah

Larik Limo Luhah adalah pedagang atau wiraswasta (Tabel 4). Wiraswasta yang

dilakukan penduduk di kawasan Rumah Larik ini umumnya berupa usaha warung,

wartel, warnet, fotocopy, percetakan, jasa menjahit, jasa isi ulang air mineral,

hingga usaha perkayuan dan kerajinan batik tulis. Profesi penduduk lainnya

adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sebagian besar bekerja di

instansi pemerintahan, petani yang menggarap sawah milik pribadi atau sebagai

buruh tani yang menggarap sawah milik orang lain, dan pensiunan yang sebagian

besar merupakan pensiunan guru.

Page 12: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

25

 

Tabel 4. Sebaran Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH (ORANG)

1. Karyawan

a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 236

b. ABRI 4

c. Swasta 263

2. Wiraswasta/Pedagang 299

3. Tani 263

4. Pertukangan 25

5. Buruh tani 47

6. Pensiunan 56

7. Jasa 65

Sumber : Monografi Kelurahan Sungai Penuh tahun 2009/2010

 

4.3. Aspek Sejarah

4.3.1. Asal Usul Suku Kerinci

Seperti halnya kedatangan suku-suku bangsa Indonesia lainnya, Suku

Kerinci juga berasal dari Asia Tenggara. Mereka datang melalui jalur yang

melewati Semenanjung Malaka, menyeberang Selat Malaka, kemudian menyusuri

pantai timur Sumatera hingga ke Selat Berhala, masuk ke Sungai Batanghari,

terus ke Batang Merangin dan akhirnya sampai ke hulu Batang Merangin yaitu

Danau Kerinci (Afanti 2007).

Kedatangan mereka bergelombang, gelombang pertama disebut sebagai

suku bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) pada zaman Neolitikum (batu muda)

antara 4000 SM sampai 2000 SM. Gelombang yang kedua disebut sebagai suku

bangsa Dentro Melayu muda yang datang pada zaman perunggu yaitu sekitar

tahun 400 SM sampai 100 SM. Suku Kerinci diketahui sebagai suku yang lebih

tua dari Suku Inca Amerika yang menyembah matahari dan juga Suku Candiaku

yang berasal dari hulu sungai Indragiri. Suku bangsa Proto Melayu yang

menduduki daerah Kerinci pada saat itu dikenal sebagai kelompok yang murni

karena kedatangan mereka adalah yang pertama. Pada zaman ini diketahui

terdapat sebuah gunung berapi yang sangat tinggi dan terletak di tengah-tengah

Page 13: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

26

 

Pulau Sumatra yaitu berada di daerah pemukiman dan persawahan yang ada di

Kerinci mulai dari Siulak sampai ke daerah Hilir Sanggaran Agung. Menurut

legenda, gunung berapi tersebut bernama Gunung Beremas dan di masa inilah

adanya kehidupan manusia yang mendiami daerah di sekitar kaki Gunung

Beremas (Afanti 2007).

Kondisi topografi alam Kerinci yang terdiri dari lembah dan perbukitan

berbentuk seperti gelombang ombak merupakan akibat dari letusan dahsyat

Gunung Beremas yang mengeluarkan aliran lava pijar, lahar magma disertai oleh

gelombang debu panas yang mengandung gas beracun mengalir ke daerah-daerah

yang lebih rendah melalui lereng-lereng bukit. Letusan Gunung Beremas ini

menghasilkan bentukan alam yang berbukit-bukit dan menyisakan sebagian sisa

badan gunung yang sekarang dikenal sebagai Gunung Kerinci dengan tinggi 3.805

meter di atas permukaan laut. Gunung ini terletak di sebelah utara Kerinci dan

masih menjadi gunung yang tertinggi di Pulau Sumatra (Afanti 2007).

Setelah letusan terjadi, daerah disekitar Gunung Beremas hanya tinggal

puing-puing akibat dilanda lava pijar gunung berapi dan sebagian membentuk

lembah-lembah,bukit-bukit, dan sungai-sungai baru. Sisa-sisa suku murni Melayu

Tua yang selamat dari bencana alam itu kemudian mendiami lembah Kerinci.

Suku ini kemudian dikenal dengan sebutan “Kecik Wok Gedang Wok”. Suku

“Kecik Wok Gedang Wok” memulai sebuah kehidupan baru mereka yang masih

tergolong primitif dan tinggal di gua-gua. Dalam berinteraksi, secara individu

mereka belum memiliki nama hanya sebutan orang yang kecil dipanggil Wok

Kecik dan orang yang lebih tua dipanggil Wok Gedang. Kehidupan mereka

sehari-hari hanya berburu binatang, mengumpulkan makanan-makanan seperti

buah-buahan yang ada di hutan dan mencari ikan di sungai. Suku Melayu Tua

murni ini hidup berkelompok dan tempat tinggalnya tidak menetap selalu

berpindah-pindah dari tempat pertama ke tempat yang lainnya dan kembali lagi ke

tempat pertama. Suku ini sudah memiliki kepercayaan yaitu Animisme, mereka

melakukan pertapaan untuk mencari jati diri, membersihkan jiwa raga agar

terhindar dari pengaruh jiwa yang kotor serta menumbuhkan kesabaran sebagai

pegangan hidup mereka sehari-hari (Afanti 2007).

Page 14: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

27

 

Selanjutnya, Kerinci kedatangan suku bangsa Paleomongoloid gelombang

pertama dari tanah Yunan Tiongkok Selatan. Mereka melalui Sungai Mekhong

sampai di Hindia belakang kemudian melanjutkan ke daerah-daerah lainnya dan

ada yang sampai ke daerah pusat alam Melayu Tua Kerinci. Suku-suku

Paleomongoloid yang sudah berada di Kerinci ini berhubungan dengan kelompok

Melayu Tua murni sehingga melahirkan keturunan-keturunan nenek moyang

Kerinci (Afanti 2007). Oleh sebab itulah masyarakat suku Kerinci hingga saat ini

memiliki ciri yang mirip dengan orang-orang Tiongkok seperti memiliki mata

sipit dan berkulit putih. Berabad kemudian, gelombang berikutnya suku-suku

Indonesia lainnya berdatangan ke daerah Kerinci untuk melakukan kegiatan

perdagangan dan sebagainya, dari proses interaksi maka timbullah perubahan

pada masyarakat suku Kerinci yang tidak berkebudayaan menjadi memiliki

pemikiran untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti upacara sakral, membuat

tempat pemujaan, hingga mengadakan sajian-sajian. Walaupun demikian, sikap

suku Kerinci yang menerima kedatangan suku-suku dari luar tidak menghilangkan

atau meninggalkan nilai-nilai leluhur dari kebudayaan nenek moyang mereka

(Afanti, 2007).

4.3.2. Asal Nama Kerinci

Kata ‘Kerinci’ dalam masyarakat Kerinci diucapkan dalam dialek yang

berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh cara melafadkan bahasa Kerinci

oleh masing-masing dusun yang juga berbeda dan mempunyai kekhasan

tersendiri. Masyarakat Sungai Penuh dan Pondok Tinggi yang tinggal berada di

Kota Sungai Penuh biasa melafadkannya dengan sebutan ‘Kincai’, masyarakat

Dusun Rawang, Koto Lanang, dan Sungai Tutung yang berada di sekitar Kota

Sungai Penuh biasa menyebutnya ‘Kincei’. Masyarakat Kerinci bagian utara

seperti dusun Semurup dan Siulak menggunakan sebutan ‘Kinci’, sedangkan

orang Kerinci bagian Selatan seperti dusun Pulau Sangkar, Lempur, dan Temiai

menyebutnya ‘Krinci’. Demikian juga dengan masyarakat di sekitar Kerinci

seperti Minangkabau dan Jambi biasa menyebutnya ‘Kurinci’. Orang Belanda

yang pernah menduduki Kerinci menggunakan sebutan ‘Korintji’ sedangkan

orang Inggris menyebutnya ‘Korinchi’ (Djakfar 2001).

Page 15: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

28

 

Asal kata nama Kerinci tidak diketahui secara jelas, namun terdapat legenda

yang menjelaskan asal penggunaan nama Kerinci. Ada tiga legenda yang

menceritakan kisah terciptanya kata ‘Kerinci’ yaitu :

1. Legenda yang menyatakan bahwa nama ‘Kerinci’ berasal dari kata ‘Kunci’.

Kata ini memiliki arti bahwa daerah Kerinci merupakan daerah yang

tertutup dan terkunci. Maksudnya adalah daerah Kerinci tidak berinteraksi

atau berhubungan dengan dunia luar dan sebaliknya. Hal ini disebabkan

kondisi geografis Kerinci yang dikelilingi oleh pegunungan bukit barisan,

hutan lebat, topografi yang bergelombang, dan banyak terdapat hewan buas

sehingga membuat orang beranggapan bahwa Kerinci merupakan daerah

yang tertutup.

2. Legenda yang menyatakan bahwa nama ‘Kerinci’ berasal dari dua kata,

yaitu ‘Kering’ dan ‘Cair’. Legenda ini menceritakan bahwa dulu Kerinci

merupakan sebuah danau yang sangat luas yang memiliki sebuah pulau

kecil ditengah-tengahnya yaitu Tanah Cuguk. Seluruh daerah di kaki-kaki

bukit merupakan daerah rawa basah. Pada saat musim kemarau rawa-rawa

ini mengering sehingga membuat daerah daratan menjadi semakin luas,

sedangkan pada musim penghujan daratan ini kembali basah menjadi rawa

sehingga lahan kering menyempit. Fenomena alam inilah yang

menyebabkan nama Kerinci berasal dari kata ‘Kering’ dan ‘Cair’.

3. Kisah setelah kedatangan suku bangsa Melayu ke daerah Kerinci. Pada saat

itu Kerinci belum memiliki nama, maka datanglah suku bangsa lainnya dari

hulu Sungai Batanghari yang menyusuri Batang Merangin hingga sampai ke

hulunya. Mereka melihat di hulu sungai tersebut sudah ada manusia yang

mendiami sehingga mereka menyebutnya orang Kerinci. Dalam bahasa

mereka ‘Kerin’ berarti Hulu, sedangkan ‘ci’ berarti Sungai. Jadi Kerinci

berarti Hulu Sungai. Suku inilah yang kemudian memperkenalkan nama

Kerinci ke dunia luar, namun orang-orang yang mendiami daerah hulu

sungai ini sendiri tidak tahu namanya.

Page 16: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

29

 

4.3.3. Masuknya Agama Islam ke Kerinci

Sebelum masuknya agama Islam ke Kerinci tidak diketahui secara jelas

agama apa yang dianut oleh orang Kerinci. Tetapi dilihat dari peninggalan-

peninggalan yang ditemukan dapat dikatakan bahwa orang Kerinci pernah

menganut Animisme dan agama Hindu atau Budha.

Agama Islam di Kerinci disebarkan oleh orang-orang pendatang dari daerah

lain yang kebanyakan berasal dari Minangkabau. Orang yang menyebarkan ajaran

Islam ini biasa disebut dengan Siak, yaitu orang yang taat beragama seperti halnya

dengan mubalig, ulama, imam atau bilal. Adapun orang-orang Siak yang pernah

datang ke Kerinci mengajarkan agama Islam antara lain sebagai berikut :

1. Siak Lengeih di Koto Pandan

2. Siak Jelir di Siulak

3. Siak Rajo di Sungai Medang

4. Siak Ali di Koto Beringin Semurup

5. Siak Sati di Koto Jelatang Hiang

6. Siak Baribut Sati di Koto Merantih Terutung

7. Siak Ji (Haji), makamnya di Lunang (Inderapura)

Masuknya agama Islam ke Kerinci yaitu sekitar abad ke-9 sampai abad ke-13

ketika Kerinci masih dikuasai oleh Sugindo-sugindo yang kemudian lenyap dan

dikuasai oleh Depati IV-8 Helai Kain sampai awal abad ke-20 (1904).

4.3.4. Perlawanan Rakyat Kerinci Menentang Penjajahan Belanda

Sampai tahun 1906, Kerinci tidak pernah dijajah oleh negara atau kerajaan

manapun. Hal ini disebabkan oleh banyak yang tidak mengetahui keberadaan

daerah Kerinci karena terletak di daerah yang cukup sulit dicapai dan memiliki

medan yang sulit ditempuh. Diperkirakan bahwa Kerinci adalah daerah yang

terakhir di Indonesia yang dijajah oleh Belanda, padahal saat itu daerah di

sekitarnya seperti Minangkabau, Jambi dan Bengkulu telah lebih dulu dijajah oleh

Belanda.

Sebelum memasuki abad ke-20, banyak orang Kerinci yang berdagang

hingga ke luar daerah seperti ke Muko-Muko dan Indrapura. Melihat banyaknya

pedagang Kerinci yang datang maka timbul keinginan orang Belanda untuk

Page 17: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

30

 

datang ke Kerinci. Niat Orang Belanda untuk datang ke Kerinci mendapat

pertentangan dari masyarakat Kerinci yang dipimpin oleh Depati Parbo. Kejadian

ini menyebabkan kemarahan orang Belanda, mereka berinisiatif untuk menyerang

Kerinci.

Pada tahun 1903 Belanda menyerang Kerinci dari tiga jalur yaitu dari

Jambi, Muko-Muko, dan Indrapura. Pasukan Indrapura berhasil menaklukkan

daerah Kerinci Hulu dan tengah, sedangkan pasukan dari Jambi menaklukkan

bagian timur, begitu juga dengan pasukan dari Muko-Muko yang menaklukkan

daerah bagian selatan, semuanya mendapatkan perlawanan yang gigih dari rakyat

Kerinci. Walaupun sudah banyak dusun-dusun yang diduduki Belanda, gerilya

sepanjang malam tetap terus dilakukan oleh rakyat. Dengan dalih hendak

membunuh keluarga Depati Parbo, maka Depati Parbo bersedia untuk berunding

dengan Belanda. Dalam perundingan tersebut Depati Parbo ditangkap dan

dibuang ke Jakarta dan Ternate. Setelah Depati Parbo ditangkap, perlawanan

rakyat terus berlangsung dibawah pimpinan Haji Umar dan Pangeran Mudo dari

Bangko namun berakhir dengan jatuhnya banyak korban tewas. Kemudian

perlawanan dilanjutkan oleh Ki Marakabeh dari Semurup yang telah menyusun

kekuatan, namun karena pengkhianatan akhirnya perlawanan ini gagal dan

pasukan Ki Marakabeh banyak yang tewas (Disparbud Kerinci, 2004).

Setelah perlawanan Haji Umar, maka berakhirlah perlawanan rakyat Kerinci

menentang Belanda pada pertengahan tahun 1906. Depati Parbo dikenal sebagai

pahlawan rakyat Kerinci dalam menentang penjajah. Belanda berkuasa dan

berdasarkan ketetapan kerajaan Belanda maka pada tanggal 1 Januari 1906

Kerinci disatukan dengan Jambi menjadi satu Karesidenan yang diperintah oleh

Residen yang bernama O. B. Folfach. Pada tahun 1922 kerasidenan dipindahkan

ke Pesisir Selatan sampai tahun1942 kedudukan Jepang.

Proklamasi 17 Agustus 1945 yang di umumkan oleh Sukarno – Hatta

membuka lembaran baru sejarah perjuangan rakyat Kerinci. Setelah menerima

selebaran dan telegram dari Padang, pada hari jumat tanggal 31 Agustus 1945

Sang Saka Merah Putih dikibarkan pertama kalinya di Kerinci tepatnya di Masjid

Raya Sungai Penuh oleh A. Thalib.

Page 18: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

31

 

4.3.5. Periode Kemerdekaan

Pada tanggal 21 Juli 1958, rakyat Kerinci mengadakan kongres yang

menghasilkan resolusi untuk diajukan kepada pemerintah pusat agar Kerinci

menjadi satu kabupaten dalam provinsi Jambi. UU Darurat RI Nomor 19 tahun

1957 menetapkan pemekaran provinsi Sumatera Tengah menjadi Provinsi Jambi,

Sumatera Barat, dan Riau. Dengan adanya UU Nomor 61 tahun 1958, Kerinci

ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II. Peresmian baru dilakukan pada tanggal 10

November 1958 oleh Gubernur Jambi saat itu yaitu Yusuf Singadekane. Tanggal

10 November tersebut setiap tahunnya diperingati sebagai hari jadi Kabupaten

Kerinci. Sampai sekarang, dengan berlakunya Undang-Undang RI Nomor 22

tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, daerah ini resmi menjadi Kabupaten

Kerinci dalam wilayah Provinsi Jambi. Selanjutnya, dengan berbagai

pertimbangan pemerintah, maka pada tahun 2008 Kabupaten Kerinci mengalami

pemekaran wilayah menjadi wilayah Kabupaten Kerinci dan Kotamadya Sungai

Penuh. Adapun pertimbangan dalam melakukan pemekaran wilayah antara lain

sebagai berikut :

1. Keputusan Pemerintah Kerajaan Belanda (Government Besluit) Nomor

13 tanggal 3 November 1909, Sungai Penuh ditunjuk sebagai Ibukota.

2. Aspirasi masyarakat membentuk Kota Sungai Penuh sejak tahun 1970-

an.

3. Perkembangan Kota Sungai Penuh tidak efektif dikelola hanya oleh

pemerintah Kecamatan.

4. Kota Sungai Penuh merupakan kota terpadat kedua di Provinsi Jambi

setelah Kota Jambi.

5. PP Nomor 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria

pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah.

6. Untuk peningkatan pelayanan publik dan percepatan pembangunan.

7. Hasil penelitian oleh Prof. Dr. Sadu Wasistiono, MS (Pasca Sarjana

IPDN) tahun 2005 yang menyatakan bahwa Kabupaten Kerinci layak

untuk dimekarkan.

Dengan disahkannya UU Nomor 25 tahun 2008 tentang Pembentukan Kota

Sungai Penuh oleh DPR – RI tanggal 21 Juli 2008 dan diresmikan oleh Menteri

Page 19: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

32

 

Dalam Negeri H. Mardiyanto maka pada tanggal 8 November 2008, Sungai Penuh

resmi berpisah dari Kabupaten Kerinci dan menjadi Kotamadya Sungai Penuh.

Kota Sungai Penuh saat ini terdiri dari lima kecamatan yaitu, Kecamatan Sungai

Penuh, Kecamatan Hamparan Rawang, Kecamatan Pesisir Bukit, Kecamatan

Kumun Debai, dan Kecamatan Tanah Kampung.

4.4. Aspek Budaya

4.4.1.Arti dari Larik dan Luhah

Larik dalam bahasa Kerinci disebut Laheik. Larik merupakan sebutan untuk

rumah – rumah Uhang Kincai (orang Kerinci) yang berupa rumah panggung dan

berjajar memanjang dari Timur ke Barat (Laheik Jajo). Rumah Larik berdiri di

atas sebidang tanah empat persegi panjang yang disebut “Pahit Basudut Mpat”

atau Parit Bersudut Empat. Status tanah parit bersudut empat ini adalah tanah adat

yang hak guna tanahnya diatur menurut hukum oleh Depati dan Ninik Mamak.

Rumah Larik terdapat dalam sebuah Luhah. Luhah tidak sama dengan

Lurah. Luhah yaitu sebuah dataran pemukiman yang terdiri dari kelebu – kelebu

atau kelompok – kelompok perut membentuk satu kesatuan masyarakat yang

dipimpin oleh Depati dan dibantu oleh Ninik Mamak. Kelebu adalah segolongan

orang yang berasal dari satu keturunan nenek moyang yang perempuan dikepalai

oleh Ninik Mamak. Rumah Larik Limo Luhah yang terdapat di Kota Sungai

Penuh terdiri dari Luhah Rio Mendiho (Romen), Luhah Rio Jayo (Rioja), Luhah

Rio Tamenggung (Rita), Luhah Pamangkou Rajea (Praja), dan Luhah Datuk

Singarapi Puteah (dasira). Satu luhah dapat terdiri dari beberapa larik dan satu

larik dapat terdiri dari beberapa rumah (Gambar 10).

Page 20: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

33

 

Gambar 10. Rumah Larik yang Limo Luhah

4.4.2. Filosofi Hidup Masyarakat Kerinci

Masyarakat Kerinci atau uhang kincai termasuk suku bangsa yang memiliki

filosofi hidup. Sama halnya dengan masyarakat suku Minangkabau yang memiliki

filosofi alam takambang jadi guru, masyarakat Kerinci juga memiliki filosofi

hidup yang berorientasi pada alam. Filsafat alam yang mereka anut tercermin dari

peribahasa atau petitih – petitih adat yang menceritakan tentang keadaan alam,

misalnya:

“Sekalai aye daleang sekalai barasek pulau”

Artinya : “Setiap mengambil keputusan sering berubah-ubah sesuai

dengan situasi dan kondisi”.

“Siko kbea ngubeang galo-galo kno patek ludok”

Artinya : “ Seseorang tercemar nama baiknya, sekampung terbawa

nama”.

Petitih-petitih adat ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari dalam

masyarakat Kerinci sebagai pedoman dan ajaran mereka dalam bertindak atau

melakukan suatu kegiatan. Disamping agama Islam yang sebagian besar dianut

oleh masyarakat Kerinci, terdapat adat-istiadat yang juga mengatur kehidupan

mereka. Masuknya agama Islam ke Kerinci pada abad ke-13 menyempurnakan

Page 21: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

34

 

dan melengkapi ajaran adat yang sudah ada terlebih dahulu. Seperti pepatah yang

berbunyi : “Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah, adat memakai,

syarak mengato, benar kata adat, syah kata syarak”. Masyarakat Kerinci yang

dahulu masih menganut kepercayaan terhadap hal-hal gaib (animisme) pada masa

sekarang telah menganut agama Islam. Akan tetapi, sebagian dari masyarakat

masih memiliki kepercayaan berhubungan dengan gaib yang mereka lakukan

dalam keadaan tertentu seperti dalam pelaksanaan kesenian adat kenduri pusaka

dan bentuk kegiatan lainnya. Sistem kepercayaan mereka padukan dengan ajaran

Islam untuk membentuk suatu paduan yang sempurna ke arah tujuan yang lebih

baik dan hanya dipergunakan untuk hal-hal tertentu saja. Menurut Afanti (2007)

kesenian Tari Asik Naik Mahligai Istana Kaco adalah salah satu contoh atraksi

kesenian yang menggabungkan kepercayaan dengan Islam sehingga para penari

dapat memijak kaca, memijak bara api, dan atraksi berbahaya lainnya dengan

membaca mantra – mantra dan membakar kemenyan serta menyediakan sesajian.

Semua kegiatan masyarakat yang dilakukan tetap berpegang teguh pada ajaran

adat istiadat dan agama Islam.

4.5. Kelembagaan dan Pemerintahan Adat

4.5.1. Organisasi dan Struktur Pemerintahan Adat

Rumah Larik Limo Luhah Kota Sungai Penuh berada dalam wilayah adat

Depati Nan Bertujuh. Wilayah adat Depati Nan Bertujuh ini memiliki para

pemangku adat yang terdiri dari Depati Nan Bertujuh, Permanti Nan Sepuluh,

Pemangku Nan Berduo, serta Ngabi Teh Santio Bawo. Setiap pemangku adat

memiliki tugasnya masing-masing dalam pemerintahan adat. Struktur

pemerintahan adat dapat dilihat pada Gambar 11.

Selain para pemangku adat di atas, juga terdapat Tengganai yaitu anak

jantan yang tugasnya mengurus masalah dalam keluarga atau tumbi. Tengganai

termasuk salah satu pusaka yang tiga atau Sko yang tigo takah, yaitu :

1. Depati atau setingkat depati. Depati merupakan raja atau wakil raja yang

menjalankan pemerintahan dalam negeri. Depati berasal dari bahasa sanskerta

yaitu Adipati yang berarti kepala tertinggi.

Page 22: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

35

 

2. Manti, berasal dari kata Menteri yang mengurus anak keponakan dalam luhah.

Fungsi ini dipegang oleh Ninik mamak yang bergelar Datuk, Rio, Pemangku,

dan ada yang langsung gelar skonya seperti Bujang Peniyang, Singarajo, dan

sebagainya. Depati dan Ninik Mamak adalah simbol tertinggi pada struktur

lapisan sosial masyarakat Kerinci.

3. Tengganai (anak jantan). Bertugas mengurus anak batino dalam keluarga atau

tumbi. Tengganai dipilih diantara anak jantan yang bijaksana, yaitu saudara

laki-laki tertua dari ibu, dan saudara yang muda atau adik ibu, ataupun sanak

famili ibu yang laki-laki dalam satu perut atau kelebu.

Gambar 11. Struktur Pemerintahan Adat Depati Nan Bertujuh

Sko yang tigo takah ini mencerminkan sistem adat alam Kerinci yang

mempunyai kedaulatan sendiri dengan bentuk semi kerajaan dan bercorak

demokratis. Dalam menyelesaikan suatu perkara, secara adat perkara diselesaikan

terlebih dahulu oleh tengganai rumah, jika tidak dapat diselesaikan dilanjutkan ke

Ninik Mamak dan Depati. Apabila hingga duduk tengganai, Ninik Mamak, dan

Depati tidak juga dapat diselesaikan, maka dibawalah perkara tersebut ke

Lembaga Kerapatan Adat Kerinci (LKAK). LKAK merupakan tempat

Page 23: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

36

 

berhimpunnya para tokoh masyarakat untuk memutuskan suatu perkara

menyangkut negeri alam Kerinci yang terdiri dari kaum ulama, orang cerdik

pandai, tokoh-tokoh adat, dan generasi pemuda yang dikenal dengan sebutan

Uhang Empat Jenis.

4.5.2. Adat yang Berlaku dalam Masyarakat

Adat berasal dari bahasa Yunani yang merupakan kata majemuk, terdiri dari

a artinya tidak dan dat artinya nyata. Jadi Adat berarti sesuatu yang tidak nyata,

tetapi terasa. Etika, moral, budi, dan kemanusiaan merupakan contoh sesuatu yang

tidak nyata tetapi bisa dirasakan oleh manusia. Pengetahuan manusia mengenai

adat sebenarnya merupakan ajaran budi yang bersumber pada nilai luhur manusia

itu sendiri sebagai pelaku kehidupan dan bertingkah laku dalam kehidupan.

Dalam masyarakat Kerinci, adat telah dikenal dan digunakan oleh nenek moyang

mereka dahulu untuk mengatur kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat. Seperti

petitih adat yang mengatakan : “Adat neghoi bapago adeak, adeak tapian bapago

baso” (Adat negeri berpagar adat, adat tapian berpagar basa). Maksudnya adalah

bila suatu negeri tanpa adat tanpa peraturan undang – undang negeri tersebut akan

kacau dan hancur. Akan tetapi, adat sering mengalami kepincangan dalam sejarah

manusia, maka setelah masuk Islam agamalah yang meluruskannya. “Adat

bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah” maksudnya adalah adat dapat saja

berubah, tetapi syarak tidak boleh berubah. Seluko adat ini juga terdapat pada

daerah Minangkabau dan Jambi.

Sebelum masuk Islam1 , masyarakat Kerinci masih menggunakan adat

bersendi alur, patut, dan mungkin. Adat ini digunakan sebagai pemikiran atau

pertimbangan sebelum melakukan suatu tindakan atau kegiatan. Sebagai contoh :

di Sungai Penuh sekarang sulit mencari lahan kosong untuk dibangun, Sungai

Penuh memiliki banyak bukit (Alur). Seharusnya bukit-bukit diratakan untuk

menambah tanah (Patut), tapi mungkinkah bukit diratakan? (Mungkin).

Dalam pandangan masyarakat kerinci, adat sebagai sumber norma moral

dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu adat yang asli (sejak manusia sudah dapat

1 Hasil wawancara dengan mantan Ketua Adat Limo Luhah Sungai Penuh, Maret 2010

Page 24: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

37

 

bergerak, berkata, dan sebagainya) dan adat yang tidak asli (sejak manusia telah

berkebudayaan). Setelah mengalami proses perjalanan sejarah hingga pengaruh

Hindu dan Islam, adat masyarakat kerinci dibagi menjadi empat macam yang

disebut dengan istilah “Adat yang Empat” (Disparbud Kerinci 2003), yaitu :

1. Adat yang Sebenar adat, adalah segala sesuatu yang berdasarkan hakekat alam,

seperti sunatullah, yang berhadist, berlapaz, bermakna. Adat ini tidak lekang

karena panas, tidak lapuk kena hujan (berlaku sepanjang masa).

2. Adat yang Diadatkan, adalah hasil kesepakatan dan mufakat nenek moyang

yang diwariskan secara turun temurun hingga sekarang. Adat ini tidak tertulis,

tetapi dipatuhi oleh masyarakat. Seperti pepatah mengatakan : “Rama – rama

sikumbang jati, khatib indah pulang berkuda, patah tumbuh hilang berganti,

adat lama seperti itu juga”. Maksudnya adalah adat sebagai warisan turun

temurun tetap berlaku sepanjang masa tidak terpengaruh oleh perubahan waktu

dan tempat.

3. Adat yang Teradat, adalah adat yang dipakai pada suatu tempat dengan

keadaan lingkungan yang kadang-kadang berubah. Seperti kata pepatah :

“sekali air besar, sekali tepian beranjak, sekali raja berganti, sekali peraturan

berubah”. Maksudnya adalah jika suatu adat tidak sesuai lagi dengan keadaan

zaman, maka adat lama bisa diubah disesuaikan dengan zaman, tetapi tidak

meninggalkan syarak dan kitabullah.

4. Adat-Istiadat, adalah adat yang dibuat berdasarkan musyawarah dan diubah

dengan musyawarah, seperti undang yang empat yaitu undang rajo, undang

negeri, undang dalam negeri, dan undang yang 20.

4.5.3. Sistem Kekeluargaan dan Kemasyarakatan

Sama halnya dengan suku Minangkabau, garis keturunan suku Kerinci

ditarik secara matrilineal atau matriarchat. Matriarchat berarti suatu suku bangsa

atau masyarakat, dimana hubungan keturunan ditentukan menurut garis keturunan

ibu (Disparbud Kerinci 2003). Meskipun garis keturunan suku Kerinci ditarik dari

garis keturunan ibu, masyarakat adat Kerinci tidak diperintah atau dipimpin oleh

seorang wanita. Seorang ibu di dalam keluarga berperan sebagai bendahara yang

mengatur harta benda dan kesejahteraan keluarga, sedangkan ayah yang berada

diluar keluarga anak dan isterinya disebut sebagai uhang semenda atau anok

Page 25: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

38

 

batino dari keluarga ibu. Seorang ayah dalam keluarga memiliki kewajiban

memberi nafkah anak dan isterinya berupa nafkah lahir (rumah, pakaian,

makanan) dan nafkah batin (pendidikan, keturunan). Setiap suku-suku dari luar

yang berbaur maupun telah menjadi keturunan Kerinci langsung menjadi anok

batino didalam keluarga.

Dalam hubungan kekeluargaan masyarakat suku Kerinci, saudara-saudara

laki-laki dari ibu juga memiliki peranan penting dalam keluarga. Mereka berstatus

sebagai tengganai rumah atau mamak rumah. Tengganai rumah menerima

kekuasaan dari ibunya untuk mengatur rumah atau keluarganya, memelihara

kekayaan, serta mengurus kemenakannya. Sistem seperti ini dinamakan

Avonculat, artinya pertanggung jawaban anak-anak berada ditangan paman atau

mamaknya (Afanti 2007). Seperti kata pepatah rumah sekato tengganai, luhah

sekato penghulu, alam sekato rajo. Seorang ayah dalam keluarga harus tunduk

dan taat pada tengganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari isterinya. Tengganai

termasuk salah satu warisan nenek moyang yang ditinggalkan yaitu sko yang tigo

takah.

Menurut Ketua Adat Limo Luhah Sungai Penuh, Sistem kemasyarakatan

suku Kerinci terdiri dari beberapa unsur, yaitu tumbi, pintu, perut, kelebu, dan

luhah. Unsur ini merupakan formasi asli dari kehidupan masyarakat Kerinci yang

menghasilkan sistem kepemimpinan adat seperti Depati, Rio, Ninik Mamak, dan

gelar adat lain yang terdapat di Kerinci. Unsur-unsur di atas dijelaskan satu

persatu sebagai berikut :

1. Luhah, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya luhah adalah suatu

permukiman yang terdiri dari beberapa kelebu atau kelompok perut yang

dipimpin oleh Depati dan Ninik Mamak.

2. Kelebu, yaitu sekelompok orang yang berasal dari satu keturunan nenek

moyang perempuan dan dikepalai oleh Ninik Mamak.

3. Perut, yaitu sekelompok orang yang memiliki ikatan pertalian darah dari

satu nenek moyang yang perempuan dan dikepalai oleh tengganai

dibawah naungan Ninik Mamak.

4. Pintu, hampir serupa dengan perut, pintu juga dikepalai oleh seorang

tengganai.

Page 26: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

39

 

5. Tumbi, yaitu sekelompok orang yang berasal dari satu keturunan nenek

moyang perempuan dan dikepalai oleh bapak di bawah naungan

tengganai.

Sistem kemasyarakatan suku Kerinci dapat dikatakan unik. Sulit untuk

membedakan antara kelebu dan perut. Selain itu di beberapa dusun di Kerinci ada

yang tidak mengenal perut, ada yang kepemimpinannya hanya dengan Depati

tidak mengenal Ninik Mamak dan sebaliknya. Namun, perbedaan ini telah

disepakati oleh para pemangku adat di Kerinci karena sesuai dengan icopake

masing-masing dusun. Icopake artinya cara untuk melakukan sesuatu yang

merupakan adat turun temurun melalui kesepakatan bersama secara tidak

langsung.

4.6. Tata Guna Lahan dan Sistem Pemilikan Tanah

Tata guna lahan di Kota Sungai Penuh terdiri dari permukiman, pertanian,

jasa dan perdagangan, konservasi, perkantoran, dan sebagainya (Tabel 5). Jenis

penggunaan lahan yang terbesar adalah hutan untuk konservasi dan perumahan.

Tabel 5. Tata Guna Lahan di Kota Sungai Penuh

NO. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) (%)

1  Jasa dan Perdagangan 30,404 0,36 2  Pendidikan 37,172 0,45 3  Kesehatan 28,845 0,35 4  Peribadatan 1,761 0,02 5  Pemerintahan/Perkantoran 22,368 0,27 6  Pertamanan/Olahraga/Rekreasi 136,334 1,64 7  Pariwisata 2,544 0,03 8  Perumahan 2729,72 32,75 9  Transportasi 618,629 7,43 10  Industri Kecil 2,6 0,03 11  Konservasi 2819,215 33,63 12  Pertanian (Lahan Cadangan) 1904,007 22,65    Luas Lahan 8333,82 100,00

Sumber : BAPPEDA Kota Sungai Penuh Tahun 2010

Area konservasi memiliki luas terbesar sekitar 33,63 % dari total luas

Kota Sungai Penuh. Area konservasi ini didominasi oleh hutan hujan tropis

Page 27: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

40

 

yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Luas perumahan atau

permukiman di Kota Sungai Penuh mencapai 2729,72 Ha atau 32,75 % yang

terdiri dari bangunan rumah dan pekarangan. Sedangkan area pertanian yang

juga berfungsi sebagai lahan cadangan memiliki luas sekitar 1904,007 Ha atau

22,65 % dari luas total. Area pertanian di kota Sungai Penuh didominasi oleh

persawahan yang terdiri dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Area

persawahan berada pada daerah dengan topografi yang relatif datar dan dekat

dengan aliran sungai. Selain sawah, area pertanian juga terdiri dari kebun dan

ladang. Kebun dan ladang umumnya berada pada daerah dataran yang lebih

tinggi yaitu di daerah perbukitan dengan sumber air yang melimpah.

Masyarakat yang berkebun dan berladang biasanya adalah mereka yang

tinggal di daerah perbukitan dan tinggal di pusat kota. Tanaman perkebunan

yang ditanam oleh masyarakat antara lain Kayu Manis (Cinnamomum

burmanii), Cengkeh (Syzigium aromaticum), Kopi (Coffea sp.), Jeruk (Citrus

sinensis), dan lain sebagainya.

Berdasarkan data monografi Kelurahan Sungai Penuh tahun 2010, luas

area permukiman yaitu sekitar 35 Ha dari luas total 45 Ha, sedangkan sisanya

terdiri dari persawahan, tanah wakaf, dan perkantoran. Menurut hak

kepemilikan atas tanah dalam wilayah adat Depati Nan Bertujuh, hak

kepemilikan dibagi menjadi tiga macam, yaitu tanah milik pribadi (sawah atau

tanah basah dan ladang atau tanah kering), tanah milik kaum (parit sudut

empat), dan tanah milik negeri (tanah patok rajea). Seluruh tanah dalam

wilayah adat Depati Nan Bertujuh disebut dengan tanah adat atau di Kerinci

dikenal dengan istilah tanah ajun arah. Menurut Watson (1992), ajun arah

adalah sistem pembagian sebidang tanah yang belum digarap atau yang tidak

digarap dalam wilayah adat oleh para pemangku adat kepada orang yang

meminta untuk di ajun arah. Tanah ajun arah dibagi menjadi dua macam,

yaitu:

1. Hakuladami, yaitu tanah ajun arah yang di dalamnya diperbolehkan

adanya campur tangan manusia atau boleh dimanfaatkan oleh

manusia berupa hutan, parit sudut empat, sawah, dan ladang.

2. Hakullah, yaitu wilayah imbo bano atau rimba belantara yang

Page 28: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

41

 

merupakan hutan larangan. Di hutan ini tidak diperbolehkan adanya

pemanfaatan oleh manusia karena hutan ini merupakan penyangga

hulu – hulu sungai. Contoh imbo bano ini yaitu Taman Nasional

Kerinci Seblat yang termasuk tanah patok rajea.

Hutan dan ladang yang umumnya berada di perbukitan merupakan milik

kaum yang telah di ajun arah. Untuk masyarakat Limo Luhah, tanah arah yang

berupa hutan dan ladang berada di daerah Desa Sungai Jernih, Desa Talang

Lindung, dan Renah Kayu Mbun. Masing-masing luhah memiliki tanah arah

yang dikelola oleh beberapa tumbi. Sebagian besar hutan diperbukitan telah

berubah fungsi menjadi ladang atau parak. Ladang biasanya ditanami dengan

berbagai tanaman palawija dan hortikultur. Tanah arah berupa ladang ini juga

berfungsi sebagai lahan cadangan untuk pemukiman apabila lahan untuk

permukiman di Rumah Larik Limo Luhah semakin menyempit dan tidak

memungkinkan untuk dilakukan pembangunan lagi. Sekarang, perkembangan

permukiman di daerah perbukitan ini sangat pesat, banyak masyarakat limo

luhah memilih untuk membangun rumah dan menetap di daerah ini.

sedangkan rumah yang terdapat di Rumah Larik Limo Luhah disewakan

kepada orang lain, baik kepada orang Kerinci maupun kepada pendatang. Dari

wawancara dengan masyarakat lokal, mereka membenarkan bahwa saat ini di

kawasan Rumah Larik Limo Luhah telah didominasi oleh pendatang dari

berbagai suku dengan status sebagai penyewa bukan pembeli. Bahkan, jumlah

pendatang dan masyarakat lokal saat ini memiliki perbandingan 3 : 1.

Dalam wilayah adat Depati Nan Bertujuh, tanah yang menjadi milik

pribadi biasanya adalah tanah hibah atau tanah hasil jual beli, dan sebagainya

yang pemakaiannya diatur oleh adat setempat. Sedangkan tanah milik kaum

yaitu parit sudut empat dimiliki secara bersama oleh luhah, kelebu, perut, dan

penggunaannya diatur oleh Ninik Mamak dengan persetujuan Depati. Tanah

adat parit sudut empat adalah tanah dataran yang dipergunakan untuk

bangunan rumah tinggal dan bangunan rumah tradisi orang Kerinci yang

luasnya sekitar 100 depa persegi. Tanah ini dikelilingi oleh parit sedalam 2 m

dan lebar 2,5 m, namun sekarang tidak ditemui lagi parit ini di Rumah Larik

Limo Luhah (Disparbud Kerinci 2003). Parit ini disamping berfungsi sebagai

Page 29: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

42

 

batas permukiman Rumah Larik juga memiliki fungsi sebagai sirkulasi air atau

limbah dan melindungi dari serangan hewan buas. Tanah milik negeri atau

tanah patok rajea terdiri dari jalan umum, tepian tempat mandi, sumur air

minum, dan rimba belantara.

Masyarakat Kerinci mengenal adanya harta pusaka, harta pembawaan,

dan harta pusaka guntung. Harta pusaka merupakan harta warisan nenek

moyang yang telah turun temurun dan biasanya dikuasai oleh kaum atau

luhah. Harta pusaka terbagi menjadi dua jenis yaitu, harta pusaka tinggi dan

pusaka rendah. Pusaka tinggi diperoleh melalui tembilang besi, yang artinya

diperoleh dari warisan nenek moyang atau orang tua mereka terdahulu berupa

sawah, ladang, rumah pusaka dan sebagainya dimana hak gunanya dikuasai

oleh pihak wanita, Sedangkan pusaka rendah diperoleh melalui tembilang

emas, yaitu dari pembelian atau pemberian orang tua mereka dan diturunkan

kepada anak laki-laki dan perempuan. Harta pembawaan adalah harta yang

telah ada atau dimiliki oleh pihak laki-laki maupun perempuan sebelum

mereka menjadi suami isteri. Apabila terjadi perceraian di antara keduanya,

maka harta pembawaan laki-laki tetap menjadi haknya dan harta pembawaan

perempuan juga tetap menjadi haknya. Harta pencarian bersama tetap dibagi

dua, kecuali mereka mempunyai anak. Harta pusaka guntung adalah apabila

suami isteri tidak memiliki anak atau keturunan sedangkan mereka meninggal

dunia, maka harta pencarian bersama mereka dibagi dua kepada orang tua

pihak suami dan orang tua dari pihak isteri. Apabila kedua orang tua mereka

telah meninggal dunia, maka harta diserahkan kepada kelebu atau perut.

4.7. Elemen – Elemen Lanskap Rumah Larik Limo Luhah

Dalam masyarakat suku Kerinci, berdirinya suatu negeri harus memiliki

beberapa persyaratan baik syarat non fisik maupun fisik. Syarat-syarat tersebut

disebutkan dalam pepatah adat yang berbunyi :

“neghoi sekato rajea, luhah sekato penghulu, rumah sekato tengganai”

“pahit sudut mpat, umoh batanggo, laheik bajajo, berlubuk bertapian,

bersawah baladeang, babale bamesjoik, bapandan pekuburan”.

Page 30: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

43

 

Artinya :

“ Negeri mengikuti kata raja, luhah mengikuti kata penghulu, dan rumah

mengikuti kata tengganai”

“ Memiliki batas wilayah yaitu parit bersudut empat, memiliki rumah

tempat tinggal, memiliki larik yang berjejer, memiliki jalan dan

pemandian umum, memiliki sawah dan ladang, memiliki balai dan

masjid atau surau, memiliki tempat pemakaman”.

4.7.1. Elemen – Elemen Non Fisik (Intangible Elements)

4.7.1.1. Struktur Kepemimpinan dalam masyarakat

Syarat – syarat kelengkapan sebuah negeri yang termasuk elemen non

fisik seperti yang telah disebutkan dalam pepatah di atas merupakan salah satu

warisan yang ditinggalkan oleh nenek moyang suku Kerinci yang masih

dipertahankan sampai saat ini yaitu sko yang tigo takah. Sko yang tigo takah

ini terdiri dari Depati, Ninik Mamak, dan Tengganai. Depati merupakan

pemimpin negeri, Ninik Mamak mengurus luhah sedangkan tengganai sebagai

pengurus rumah. Dalam mengangkat pemangku adat terdapat beberapa

persyaratan yang harus dimiliki dan dimusyawarahkan dalam kerapatan adat

oleh para depati dan Ninik Mamak. Seorang Depati dan Ninik Mamak selain

berparuh besar, langsing kukuk, lebar sayap, dan kembang ekor juga harus

masin lidah (pandai berbicara), cepat tangan (cepat bertindak), ringan kaki

(cepat bergerak), dan tahan lantak (kuat dalam menghadapi masalah).

Berbeda dengan Depati dan Ninik Mamak, gelar tengganai langsung

jatuh pada anak jantan yaitu saudara laki-laki dari ibu atau anak batino.

Pengangkatan tengganai tidak melalui musyawarah maupun upacara seperti

jadi Depati dan Ninik Mamak. Dalam penobatannya sebagai pemimpin

masyarakat, Depati dan Ninik Mamak harus mengucapkan sumpah atau

perbayo. Mereka tidak boleh berkhianat, tamak, dan sombong. Akan tetapi

haruslah cerdik bijaksana, kaya budiman, dan berilmu. Dalam menjalankan

pemerintahan dengan sistem kedepatian, tidak ada seorang Depati yang

kekuasaannya lebih tinggi dari Depati lainnya. Para Depati memiliki

kekuasaan yang sama tidak ada yang menjadi pimpinan tertinggi dan tidak ada

Page 31: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

44

 

yang menjadi bawahan. Keputusan diambil melalui musyawarah mufakat para

Depati dan Ninik Mamak. Hal ini telah berlangsung sejak lama dan turun

temurun yang mencerminkan bahwa masyarakat suku Kerinci sejak dahulu

telah hidup dengan sistem kekeluargaan dan kemasyarakatan yang tinggi.

4.7.1.2. Aktivitas Masyarakat Adat Limo Luhah Sungai Penuh

Selain struktur kepemimpinan dalam masyarakat yang berupa sko yang

tigo takah, elemen non fisik lainnya adalah aktivitas sosial dan budaya

masyarakat. Aktivitas sosial dan budaya ini lahir dari adat istiadat dan

kepercayaan masyarakat yang telah berlangsung turun temurun dan masih

dilakukan hingga sekarang. Aktivitas –aktivitas ini berupa upacara-upacara

adat yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Lain padang lain belalang,

lain lubuk lain ikannyo. Pepatah ini masih berlaku hingga sekarang.

Upacara adat di Kerinci banyak macamnya, upacara di masing-masing

dusun tidak sama, sesuai dengan icopake dari masing-masing dusun tersebut.

Icopake boleh berbeda antara masing-masing dusun, tetapi adat yang

dijunjung tetap sama. Sesuai dengan prinsip “adat nan serupa icopake nan

berlainan”. Prinsip ini bukan berarti masyarakat Kerinci terpecah belah

karena tidak memiliki rasa persatuan dan kesatuan, tetapi menunjukkan nilai

seni budaya tinggi yang dimiliki oleh masyarakat suku Kerinci dan

kemampuan untuk mengembangkan adat istiadatnya tanpa merubah nilai-nilai

asli dari para leluhur mereka.

Dalam pelaksanaannya, upacara adat di daerah Kerinci khususnya oleh

masyarakat adat Limo Luhah Sungai Penuh ada yang masih dilakukan sampai

sekarang dan ada pula yang sudah ditinggalkan. Upacara adat oleh masyarakat

suku kerinci dibagi menjadi tiga kelompok (Disparbud Kerinci 2003), yaitu :

1. Upacara adat “Titian teras bertangga batu”

2. Upacara adat “ Cupak gantang kerja kerapat”

3. Upacara adat “ Tumbuh-tumbuh roman-roman”

Upacara adat “Titian teras bertangga batu” adalah suatu upacara adat

yang dilakukan berkesinambungan dari generasi ke generasi yang dapat

dijumpai sepanjang hidup. Yang termasuk upacara adat ini antara lain upacara

Page 32: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

45

 

kenduri sko, penobatan depati dan Ninik Mamak, tindik dabur dan sunat

Rasul, khatam Al-Quran, adat perkawinan, kehamilan, kelahiran, aqiqah, kerat

pusar, turun ke air (turun mandi), dan upacara kematian.

Upacara adat “Cupak gantang kerja kerapat” memiliki pengertian yaitu,

suatu upacara adat yang meliputi mata pencaharian hidup dan sosial

kemasyarakatan yang dilaksanakan secara bersama-sama atau gotong-royong.

Upacara adat ini misalnya kegiatan mendirikan rumah baru, pekerjaan menarik

ramuan kayu dari rimba, merendam ramuan kayu, gotong-royong

membersihkan bendar, menanam benih, menuai padi, kenduri sudah tuai,

kenduri tolak bala, dan upacara yang berhubungan dengan spiritual.

Upacara adat “Tumbuh-tumbuh roman-roman” merupakan suatu

upacara adat yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu sesuai dengan

permasalahan yang timbul dan bersifat khusus. Upacara adat ini meliputi

upacara asyeik negeri, talea naik haji, mengangkat anak angkat, pelanggaran

hukum adat, melepas nazar dan upacara silang sengketa.

Seluruh upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat suku Kerinci,

disamping menjadi warisan budaya nenek moyang mereka juga mempunyai

fungsi antara lain sebagai :

a. memperkuat persatuan dan kesatuan kekerabatan dalam suku

khususnya, dan meningkatkan silaturahmi dalam kehidupan

bermasyarakat pada umumnya.

b. kebanggaan masyarakat suku Kerinci bahwa mereka juga memiliki

tata cara adat tersendiri yang tidak kalah dengan daerah lainnya.

c. media berkomunikasi antara generasi muda dan generasi tua dalam

menyampaikan pesan, saran, dan nasihat untuk kehidupan yang lebih

baik.

d. sarana pembinaan bagi para generasi muda yang akan melestarikan

nilai-nilai tradisional dan budaya warisan nenek moyang.

Adapun upacara adat dan aktivitas budaya yang dilakukan masyarakat

adat Limo Luhah Sungai Penuh antara lain :

4.7.1.2.1. Upacara adat Perkawinan

Adat perkawinan yang dilakukan masyarakat Kota Sungai Penuh

Page 33: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

46

 

umumnya sekarang sudah menurut aturan hukum Islam, namun adat lama

masih dipakai seperti “kawin semenda”, yaitu pihak pria mengikuti istri dan

tinggal di rumah mertuanya. Pihak pria yang tinggal di rumah mertuanya

menurut icopake masing-masing dusun ada dua cara :

1. Mulang, yaitu pengantin pria diantar oleh keluarga, kaum kerabat dan

Depati serta Ninik Mamak kembali ke rumah pengantin wanita.

2. Baserau baimbei, yaitu pengantin wanita memanggil atau menjemput

pengantin pria di rumahnya, secara bersama kembali ke rumah pengantin

wanita.

Pengantin dalam istilah kerinci disebut “muntaing”. upacara pernikahan

dilaksanakan dirumah mempelai perempuan pada siang hari, pada hari yang

telah ditetapkan tengganai rumah. Sebelum pelaksanaannya, rumah pihak

mempelai perempuan dihiasi pelaminan. Di pintu gerbang masuk dibuat

gapura yang berwarna-warni. Di halaman depan didirikan tenda (taruk),

sedangkan di ruangan utama disediakan kursi pengantin atau pelaminan.

Pelaminan perkawinan masyarakat suku Kerinci adalah merupakan tempat

acara akad nikah dan tempat bersanding. Pelaminan pengantin terdiri dari

tempat duduk, layar belakang, langit-langit, dan alat perlengkapan atau

aksesoris sebagai hiasan.

Saat upacara akan dilaksanakan, kedua pengantin mengenakan pakaian

adat dan “dudok basanding” di atas kursi yang sudah disediakan dan

didampingi dua orang dara kecil sebagai dayang (tukang kipas). Sikap dudok

basanding untuk pengantin pria ialah bersila dan sikap pengantin wanita

bertimpuh duduk di atas lapik. Selesai sholat dzuhur, para undangan mulai

berdatangan. Para pemangku adat, orang tua, cerdik pandai dipersilahkan

masuk dan mengambil tempat di ruang utama sedangkan undangan umum

mengambil tempat di taruk atau dirumah tetangga terdekat.

Tuan rumah lalu menghidangkan Nasi Ibat (nasi yang dibungkus dengan

daun pisang berbentuk segi empat) untuk para undangan dan pemangku adat.

Jika diperkirakan para undangan sudah datang semuanya, mereka

dipersilahkan menyantap hidangan yang telah dipersiapkan oleh tengganai

rumah. Selesai makan bersama, tengganai melanjutkan acara dengan

Page 34: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

47

 

memberikan petatah-petitih adat (dalam bahasa Kerinci disebut Parno). Isi

Parno yang disampaikan tengganai dihadapan para undangan antara lain :

a. Menyampaikan ucapan terima kasih kepada para undangan karena

telah memenuhi undangan peresmian pernikahan anak kemenakan

b. Meminta doa restu agar kedua mempelai dapat hidup bahagia, rukun

dan damai, dapat membina rumah tangga yang syakinah, mawaddah,

warahmah.

Kemudian dilanjutkan pula dengan penyampaian kata-kata nasihat

untuk kedua pengantin diwakili oleh salah seorang dari undangan dan diakhiri

dengan bersalam-salaman dengan kedua pengantin.

4.7.1.2.2. Upacara Adat Kematian

Penyelenggaraan adat kematian dimana-mana pada umumya sama.

Masyarakat Suku Kerinci di Sungai Penuh juga melakukan upacara adat

kematian seperti dusun-dusun lainnya. Pertama kali keluarga yang

bersangkutan memberitahukan berita kematian kepada Tuo Tengganai, Ninik

Mamak dan pegawai Masjid untuk diminta disampaikan kepada masyarakat

umum supaya dapat diketahui masyarakat luas. Tetangga dan kerabat yang

mendengar berita ini datang menampakkan muka tanda ikut berduka cita.

Sedangkan kaum ibu yang datang biasanya membawa secupak beras (dalam

bahasa Kerinci disebut beras Po) dan diserahkan pada ahli waris. Serta

mengisi kotak sosial kematian dengan sejumlah uang yang telah disepakati

bersama.

Setelah masyarakat berdatangan, barulah jenazah dimandikan dan

dikafani. Kemudian jenazah dibawa turun dari rumah dan di tempatkan ke

dalam keranda yang beralaskan kasur kecil dan tikar pandan. Keranda

kemudian ditutup dengan kain khusus berwarna hitam bertuliskan ayat-ayat

Al-qur’an.

Selanjutnya barulah upacara mulai dilaksanakan dengan tertib acara

sebagai berikut :

1) Salah satu dari tengganai atau ahli waris almarhum/almarhumah

menyampaikan pidato di hadapan para takzi dan takziyah. Isi pidato tersebut

Page 35: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

48

 

antara lain :

a) Menyampaikan tanggal kelahiran almarhum/almarhumah, meninggal

pukul ….., hari…., tanggal …

b) Menyampaikan jumlah saudara almarhum/almarhumah serta

keturunan almarhum kalau ada.

c) Menerangkan tentang jalan kematian almarhum/almarhumah

d) Menerangkan riwayat hidup almarhum/almarhumah

e) Menyampaikan permohonan maaf kepada takzi/takziyah jikalau ada

terdapat kesalahan semasa hidup almarhum/almarhumah

f) Menyampaikan informasi bahwa para ahli waris akan bersedia

menunggu kedatangan para takzi/takziyah untuk menyelesaikan

secara kekeluargaan hutang-piutang almarhum/almarhumah jika ada.

2) Penyampaian nasihat kematian (biasanya oleh salah satu Ustadz yang

hadir).

3) Membawa jenazah ke mesjid terdekat untuk di sholatkan

4) Membawa jenazah ke pandan perkuburan untuk dimakamkan.

5) Pembacaan Do’a.

Pada malam harinya dilaksanakan pengajian dua atau tiga malam

berturut-turut. Pada hari ketiga diadakan acara membersihkan kuburan (dalam

bahasa Kerinci disebut acara Naek Tmpak) dan diakhiri dengan acara

mengundang tetangga atau keluarga terdekat untuk acara penutupan dengan

makan bersama.

4.7.1.2.2. Kenduri Sko

Kenduri sko adalah upacara penobatan Depati-Ninik Mamak. Upacara

ini merupakan tradisi dari orang Kerinci yang sudah berlangsung selama

ratusan tahun. Pada dasarnya upacara ini merupakan penghormatan kepada

leluhur nenek moyang mereka yang sudah mencencang melatih mengurat

mengukir yang berarti telah meletakkan dasar kehidupan pertama kali pada

pemukiman atau dusun untuk tempat kehidupan dan silaturahmi kekeluargaan

dengan kelompok lain yang masih bertalian darah.

Pengangkatan Depati-Ninik Mamak tidak sembarang angkat, tetapi

Page 36: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

49

 

dipilih orang yang bijaksana, berparuh besar, langsing kukuk, lebar sayap,

dan kembang ekor.

Berparuh besar maksudnya pandai bicara dan tahu tentang adat.

Langsing kukuk berarti perkataannya dituruti oleh orang lain.

Lebar sayap artinya adil dan berlapang dada.

Kembang ekornya artinya dapat membedakan baik dan buruk.

Waktu untuk melaksanakan kenduri sko tidak ditentukan karena untuk

menyelenggarakannya membutuhkan biaya yang sangat besar hingga

mencapai ratusan juta rupiah. Kenduri sko menurut tradisi Kerinci ada

beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :

a. Kenduri sudah tuai, upacaranya sekali setahun setiap sesudah panen

padi.

b. Kenduri tengah padang, dilaksanakan di suatu lapangan terbuka yang

melibatkan masyarakat.

c. Kenduri sko yang sebenarnya, yaitu penobatan tetua adat dan

penurunan benda-benda pusaka leluhur.

Upacara kenduri sko sendiri terdiri dari beberapa kegiatan yaitu :

1. Perundingan Ninik Mamak

2. Perundingan Depati

3. Ajun Arah (minta izin)

4. Pemotongan kerbau

5. Penurunan dan memandikan benda pusaka

6. Acara kesenian rakyat

7. Pembacaan garis keturunan (ranji)

8. Menjemput calon yang akan dinobatkan

9. Penobatan

10. Pembacaan sumpah jabatan

11. Mengantarkan ke rumah istri dan makan bersama

Berbagai tahapan kegiatan yang dilakukan selama kenduri sko memiliki

makna kekeluargaan dan kekerabatan yang tinggi dalam masyarakat satu

kaum sehingga dapat disimpulkan tujuan diadakannya kenduri sko, yaitu :

a. Pengangkatan tetua adat dalam dusun, luhah, kalbu atau perut dengan

Page 37: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

50

 

pemberian gelar Depati, Pemangku, Datuk, Rio, dan setingkat Ninik

Mamak.

b. Menurunkan benda-benda pusaka nenek moyang untuk diperlihatkan

kepada masyarakat dan memandikannya dengan upacara malimau puseko.

c. Menentukan kembali tanah-tanah ajun arah (tanah ulayat) milik bersama,

baik yang berupa sawah atau ladang.

d. Menetapkan hukum adat atau mengatur kembali hal-hal yang patut diatur.

e. Mengingatkan kepada jasa-jasa para pendahulu dan mengucapkan syukur

kepada Tuhan.

f. Kesempatan untuk bermaaf-maafan.

4.7.1.2.4. Upacara Membangun Rumah

Salah satu upacara adat yang tidak dapat dijumpai lagi saat ini pada

masyarakat Limo Luhah adalah upacara membangun rumah. Upacara ini

dilakukan apabila orang tua mendapatkan keturunan seorang anak perempuan,

maka orang tua harus mendirikan sebuah rumah untuk anak perempuannya

yang menyambung dengan rumah orang tuanya. Membangun rumah tidak

hanya menjadi tanggung jawab orang tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab

Ninik Mamak dan Tengganai rumah. Membangun sebuah rumah diawali

dengan pencarian kayu di hutan yang dipimpin oleh seorang pawang. Pawang

adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam menentukan pohon yang

cocok untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Pada tahap ini, pawang

memilih pohon untuk tiang tuo di hutan dengan cara mengetuk-ngetuk batang

pohon. Pohon yang terpilih kemudian ditancapkan dengan sebuah kapak. Hari

berikutnya dilanjutkan dengan memeriksa kapak yang telah ditancapkan ke

batang pohon kemarin apakah jatuh atau tidak. Jika kapaknya jatuh, maka

pohon tersebut tidak diizinkan oleh penunggu pohon untuk ditebang dan

kualitasnya kurang baik. Sedangkan pohon dengan kapak yang masih

menancaplah yang digunakan untuk membangun rumah. Pohon yang terpilih

ini kemudian ditebang secara bersama-sama oleh masyarakat dan diiringi

dengan tale2 oleh anak batino untuk menambah semangat kerja bagi anak

jantan. Setelah ditebang, kayu ditarik bersama-sama menuju dusun tempat

Page 38: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

51

 

untuk membangun dengan masih diiringi tale.

Selama perjalanan menarik kayu dari hutan ke dusun, kayu dihamburi

dengan beras, kunyit, dan bunga-bungaan dengan maksud untuk mengusir

penghuni-penghuni kayu yang masih terbawa. Setelah sampai di dusun, kayu

tersebut direndam dalam lumpur agar tahan lama dan kayu tidak berbubuk.

Kayu tersebut direndam selama 6 bulan hingga 1 tahun. menurut Depati Adam

Rasul, kayu yang direndam ini dapat bertahan hingga 5 sampai 15 tahun.

Sebelum pekerjaan membangun rumah dimulai, diadakan sebuah kenduri kecil

dengan menyembelih seekor ayam. Darah ayam ini diserahkan kepada

penghuni dengan maksud agar nanti dalam pembangunan rumah tidak terjadi

kecelakaan yang menyebabkan luka dan mengeluarkan darah. Semua

pekerjaan diatur oleh Tengganai dan tukang yang ahli. Pekerjaan ini

melibatkan banyak anggota masyarakat karena dikerjakan secara gotong

royong. Menurut Datuk Supratman, gotong royong dilakukan pada siang hari

setiap hari sabtu hingga rabu. Hari kamis umumnya masyarakat tidak bekerja,

mereka melakukan kegiatan mencukur rambut dan sebagainya untuk shalat

jumat pada keesokan harinya. Rumah Larik menggunakan ukiran-ukiran yang

dikerjakan oleh ahlinya. Alat untuk mengukir adalah beliung yang ujungnya

dipasang besi.

Pada saat membangun rumah, tiang tuo dilubangi terlebih dulu bagian

bawahnya dan dimasukkan sedikit ramuan berupa emas, ampas besi, timah

putih, dan timah hitam. Emas maksudnya adalah agar penghuni rumah banyak

rezeki, ampas besi untuk penangkal petir, dan timah untuk mengusir atau

mencegah orang lain berbuat jahat terhadap penghuni rumah. Selain itu, pada

tiang tuo diikat dengan beberapa tanaman, antara lain :

2 Tale: nyanyian atau lagu khas Kerinci (sumber: http://books.google.co.id/books, 23 mei 2010).

Page 39: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

52

 

a. Sebatang tebu, hikmahnya agar rumah tersebut sering didatangi tamu

dan harus dihormati.

b. Pisang batu satu tandan, agar penghuni rumah banyak rezeki.

c. Urai pinang, agar penghuni rumah memiliki keturunan.

d. Nio (kelapa) tumbuh, agar penghuni rumah selalu dalam keadaan

sehat.

e. Berbagai macam jenis buah, agar disekeliling rumah tersebut

nantinya ditanami dengan berbagai tanaman buah-buahan.

Setelah tiang tuo selesai didirikan, anak batino atau ibu dari anak batino

datang membawa peralatan yang terdiri dari keris, uang Kerinci lama, dan

lain-lainnya. Anak batino bersama pengiringnya dan seorang pawang

mengelilingi tiang tuo sambil menunduk. Sambil membaca mantera, pawang

menggoreskan keris pada ujung jari anak batino dan darahnya digosokkan

pada tiang tuo. Hal ini memiliki maksud agar nanti tidak terjadi pertikaian

yang sampai meneteskan darah di rumah itu. setelah upacara ini selesai, anak

batino dan pengiringnya kembali ke rumah orang tuanya menunggu

pembangunan rumah selesai. Buah-buahan yang digantung pada tiang tuo

diambil oleh para pekerja dan kemudian dilaksanakan makan bersama.

Apabila suatu saat orang tua dari anak batino meninggal dunia, maka yang

menghuni rumah adalah anak batino yang tertua atau anaknya yang belum

menikah. Hal ini diatur oleh Tengganai rumah (Zakaria 1973).

4.7.2. Elemen – Elemen Fisik (Tangible Elements)

Selain memenuhi persyaratan non fisik, sebuah negeri juga harus

memiliki syarat-syarat fisik, yaitu sebagai berikut:

a. Pahit sudut mpat

Pahit sudut mpat atau parit yang bersudut empat merupakan batas-batas

tanah kaum yang berfungsi sebagai kawasan permukiman masyarakat suku

Kerinci. Tanah kaum yang berada dalam batas parit bersudut empat ini adalah

tempat berdirinya rumah-rumah larik sebagai tempat tinggal masyarakat.

Dalam parit sudut empat limo luhah, pembagian tanah diatur oleh Ninik

Mamak luhah masing-masing. Jumlah larik yang dibangun di atas tanah ini

Page 40: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

53

 

tidak dibatasi, tergantung dari ukuran batas.

Parit sudut empat merupakan sebidang tanah yang umumnya memiliki

ukuran sekitar 100 depa x 100 depa atau sekitar 28.900 meter persegi dengan

lebar parit 2,5 m dan dalam 2 m. Parit ini dibuat mengelilingi permukiman

masyarakat. Selain berfungsi sebagai batas wilayah, parit ini juga berfungsi

sebagai sirkulasi air, tempat menanam, dan pelindung dari serangan binatang

buas3. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat di dalam parit ini antara lain

palem, pandan, dan aur berduri yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

anyaman.

b. Umah batanggo

Salah satu elemen penting bagi sebuah negeri yaitu memiliki umah

batanggo atau rumah sebagai tempat tinggal. Rumah tradisional tempat

tinggal uhang Kincai yang disebut dengan Rumah Larik. Disebut Rumah

Larik karena susunannya yang berjejer membentuk sebuah larik yang

memanjang dan sambung menyambung antara satu rumah dengan rumah

lainnya. Rumah Larik secara unit merupakan sebuah rumah panggung yang

terbagi menjadi 2 ruang secara horisontal dan 3 ruang secara vertikal. Rumah

larik diperuntukkan bagi ibu atau anak perempuan dalam sebuah tumbi.

Apabila ada anak perempuan yang menikah, maka orang tua wajib

membangun sebuah rumah baru untuk anak perempuannya dengan izin dari

Ninik Mamak.

Rumah Larik memiliki bentuk yang khas dan setiap bentuk memiliki

makna. Setiap bagian dari bangunan rumah disesuaikan dengan kegiatan dan

budaya masyarakat suku Kerinci. Rumah ini melambangkan rasa

kekeluargaan dan persatuan yang tinggi dalam masyarakat. Tidak hanya

sebagai tempat tinggal, rumah juga digunakan sebagai tempat pertemuan para

Depati dan Ninik Mamak serta tempat untuk menyimpan pusaka peninggalan

nenek moyang.

c. Laheik bajajo

Laheik bajajo artinya memiliki larik yang berjejer. Larik merupakan

tempat tinggal suatu kelebu atau perut yang membentuk sebuah luhah. dalam 3 Hasil wawancara dengan Depati Hasril Maizal, April 2010

Page 41: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

54

 

kawasan Rumah Larik Limo Luhah terdapat sekitar 12 larik yang tiap lariknya

dihuni oleh 45 hingga 150 Kepala Keluarga4. Di Kota Sungai Penuh, selain

Rumah Larik Limo Luhah juga terdapat Rumah Larik di daerah Pondok

Tinggi dan Rumah Larik Dusun Baru (Gambar 12). Di Dusun Baru,

masyarakat menyebutnya sebagai “rumah jejer”. Rumah Larik memiliki salah

satu ciri yaitu berorientasi dari Timur ke Barat atau menurut garis edar

matahari, tapi ada juga bangunan Rumah Larik yang berorientasi dari Utara ke

Selatan yang disebut dengan “Laheik Malintang” (Disparbud Kerinci 2003).

Gambar 12. Kawasan Rumah Larik dalam Kota Sungai Penuh

d. Berlubuk bertapian

Berlubuk bertapian artinya sebuah negeri harus memiliki tempat

pemandian umum yang terpisah antara pria dan wanita. Dahulu masyarakat

memanfaatkan sebuah mata air bernama sumur pulai yang terdapat di Desa

gedang. Namun, saat ini karena telah jarang digunakan dan tidak dirawat

sumur ini kondisinya sangat kotor dan tidak lagi berfungsi. Masyarakat

memanfaatkan sumber air bersih dan tempat pemandian umum yang telah

dibangun oleh pemerintah. Setiap luhah memiliki 1 hingga 2 tempat

pemandian umum dan sumber air bersih (Gambar 13). 4 Hasil wawancara dengan Depati Zakirman Ramli, April 2010

Page 42: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

55

 

Gambar 13. Sumur Pulai (kiri) dan Tempat Pemandian Umum (kanan)

e. Bersawah baladeang

Dalam masyarakat suku Kerinci, sawah disebut sebagai tanah basah dan

ladang disebut sebagai tanah kering. Tanah basah dan tanah kering ini merupakan

tanah ajun arah yang berstatus hak milik pribadi dan termasuk pusaka tinggi.

Selain milik pribadi, juga terdapat sawah dan ladang yang merupakan tanah kaum

sehingga penggarap hanya memiliki status hak pakai. Sawah dan ladang milik

kaum boleh diperjualbelikan dengan seizin dari Ninik Mamak. Fungsi utama

tanah kaum yang terdiri dari sawah dan ladang adalah sebagai lahan cadangan

untuk pemukiman disamping sebagai penghasil kebutuhan pangan masyarakat.

Tanah kaum masyarakat Limo Luhah yang berupa sawah umumnya terdapat di

daerah Desa Sumur Anyir dan Desa Gedang (Gambar 14). Sedangkan ladang

berada di daerah perbukitan di Desa Talang Lindung dan Renah kayu Mbun.

Gambar 14. Sawah

Page 43: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

56

 

f. Babale bamesjoik

Babale bamesjoik artinya memiliki balai tempat pertemuan dan masjid atau

surau sebagai tempat beribadah. Masyarakat adat Limo Luhah Sungai Penuh

memiliki sebuah balai adat yang saat ini sedang dalam pembangunan. Balai adat

ini dibangun oleh ketua adat Limo Luhah yaitu Depati Armen Sabri. Balai adat ini

nanti akan digunakan sebagai tempat pertemuan para pemangku adat dan sebagai

ruang perlengkapan pada pelaksanaan acara kenduri sko. Sebelum dibangun balai

adat, pertemuan para pemangku adat dilakukan di salah satu rumah Depati atau

Ninik Mamak.

Mayoritas masyarakat adat Limo Luhah Sungai Penuh adalah muslim. Di

setiap luhah dapat dijumpai surau sebagai tempat beribadah dan melakukan

aktivitas keagamaan lainnya. Di kawasan Rumah Larik Limo Luhah terdapat 1

buah masjid dan 6 buah surau. Masjid yang terdapat dalam kawasan Rumah Larik

ini adalah Masjid Raya Sungai Penuh yang dibangun di atas tanah pekuburan pada

zaman dahulu5. Surau di setiap luhah dibangun dan dikelola secara swadaya oleh

masyarakat. Surau dan mesjid merupakan elemen penting dalam kawasan Rumah

Larik karena berfungsi sebagai sarana penyebaran syiar Islam dan informasi

kepada masyarakat (Gambar 15).

Gambar 15. Masjid (kiri) dan Surau (kanan)

5 Hasil wawancara dengan Ketua Adat Limo Luhah Depati Armen Sabri, Maret 2010.

Page 44: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

57

 

g. Bapandan pekuburan

Bapandan pekuburan artinya sebuah negeri harus memiliki tempat

pemakaman umum untuk kaum kerabat yang meninggal dunia (Gambar 16).

Pemakaman merupakan tanah adat yang berstatus hak milik kaum. Makam

menurut lokasinya terbagi menjadi dua, yaitu makam yang berada dalam luhah

dan makam yang berada di luar luhah. Makam yang berada di dalam luhah

umumnya adalah makam nenek moyang yang pertama kali membangun luhah

tersebut yang sampai sekarang masih tetap dipelihara oleh masyarakat (Zakaria

1984). Makam yang berada di luar luhah adalah makam kaum yang biasanya

terdapat di ladang-ladang masyarakat.

Berdasarkan wawancara dengan ketua adat Limo Luhah, diketahui bahwa

pemakaman kaum pada zaman dahulu berada pada ladang-ladang penduduk yang

terdapat di sekitar kawasan Rumah Larik yang sekarang telah berkembang

menjadi pemukiman dan sekolah. Beberapa makam nenek moyang masyarakat

adat Limo Luhah berada di Dusun Bernik Luhah Rio Mangku Bumi. Nenek

moyang yang dimakamkan secara bersama di daerah ini antara lain Rio Jayo

Patah, Ngabi Ha, Rio Tamenggung, Rio Mangku Bumi, Saleh Bujang, Lelo

Mencak, Puti Kecik Beranting Emas, German Besi, dan Saleh Hitam. Makam

nenek moyang ini menjadi tempat berziarah oleh masyarakat terutama pada saat

perayaan kenduri sko. Makam ini terletak di tengah-tengah permukiman

masyarakat Dusun Bernik dan telah dipagari untuk menghindari gangguan dari

tindakan vandalisme dan hewan- hewan peliharaan masyarakat setempat.

Gambar 16. Pandan Pekuburan

Page 45: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

58

 

Selain memiliki elemen-elemen fisik dan non fisik, kawasan Rumah Larik

Limo Luhah juga memiliki beberapa elemen penting lainnya sebagai pendukung

kegiatan atau penunjang kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut :

a. Tanah Mendapo

Tanah mendapo merupakan lapangan terbuka yang berfungsi sebagai tempat

pelaksanaan penobatan para pemangku adat pada saat kenduri sko (Gambar 17).

Lapangan ini berupa jalan beraspal yang cukup lebar berada tepat di depan Masjid

Raya Sungai Penuh dan kantor Kelurahan Sungai Penuh. Menurut Zakaria (1974),

tanah mendapo adalah tanah yang sudah dipilih oleh penguasa yang dinamakan

tanah nan sebingkah, di bawah payung nan sekaki, tempat membekukan karang

setio. Maksudnya yaitu di tanah inilah para pemangku adat dinobatkan dan

diambil sumpahnya di depan masyarakat umum. Tanah mendapo juga dipimpin

oleh seorang kepala mendapo yang juga harus menjadi ketua adat.

Gambar 17. Tanah mendapo (kiri) dan Tanah mendapo saat kenduri sko (kanan)

b. Bileik (lumbung padi)

Bileik atau lumbung padi digunakan oleh masyarakat sebagai tempat untuk

menyimpan padi setelah panen (Gambar 18). Bileik terdapat di dalam parit sudut

empat dan mengelilingi permukiman. Bileik ini memiliki ukuran yang bermacam-

macam, tapi umumnya berukuran 12 m x 3,5 m. Berbentuk empat persegi

panjang, bagian bawah kecil dan mengembang ke atas. Tiang berupa tiang kayu

bersegi delapan, atap terbuat dari ijuk, bambu lapis, kayu sirap, atau daun rumbia,

dan dinding papan tebal. Pemasangan dinding papannya ditegakkan, bileik ini

juga memiliki pintu dan palasa seperti Rumah Larik. Tangga yang digunakan juga

berupa tangga jantan dan tangga betina. Konstruksi bileik ini tidak menggunakan

Page 46: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

59

 

paku (Zakaria 1984). Saat ini masyarakat tidak lagi menggunakan lumbung padi,

dari pengamatan yang dilakukan di kawasan Rumah Larik hanya ditemukan satu

bileik yang tersisa dengan kondisi yang tidak dapat digunakan lagi. Banyaknya

tempat penggilingan padi (rice milling) di sekitar permukiman masyarakat

membuat para petani padi lebih memilih untuk langsung membawa hasil

panennya ke tempat penggilingan dan menjualnya (Gambar 18).

Gambar 18. Bileik (kiri) dan Rice milling (kanan)

c. Tabeuh Larangan (tabuh larangan)

Tabuh larangan yang disebut juga dengan beduk larangan banyak terdapat

di Kerinci. Lokasinya tersebar di berbagai dusun, baik yang terdapat di dalam

kawasan Rumah Larik maupun yang terdapat di masjid-masjid tua. Tabuh

larangan yang terbesar berada di Masjid Agung Pondok Tinggi yang dibuat

sekitar tahun 1800-an. Tabuh terbuat dari kayu besar dengan kulit sapi betina

sebagai alas tabuhnya dan rotan sebagai pengikatnya. Panjang tabuh umumnya

mencapai 3 m dan diameter 1,5 m. Tabuh berbentuk silinder dan semakin

mengecil ke arah belakang, pada bagian depan dan belakang diberi ukiran dengan

motif teratai (Zakaria 1984). Di kawasan Rumah Larik Limo Luhah hanya

terdapat dua tabuh larangan, yaitu pada luhah Rio Tamenggung dan luhah Datuk

Singarapi Putih (Gambar 19). Tabuh larangan pada luhah Datuk Singarapi Putih

memiliki ukuran lebih besar dari tabuh yang terdapat pada luhah Rio

Tamenggung. Tabuh ini bernama Sigantou Alang dan telah berusia lebih dari 250

tahun. Tabuh larangan dahulu berfungsi sebagai media penyampai informasi

kepada masyarakat seperti pemberitahuan gotong royong, berita kematian,

Page 47: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

60

 

kebakaran, banjir, dan yang paling utama adalah sebagai tanda masuknya waktu

shalat6.

Gambar 19. Tabuh Larangan

d. Pasa (pasar)

Pasar yang terdapat di Kelurahan Pasar Sungai Penuh ini merupakan pasar

tradisional. Pasar tradisional ini dinamakan pasar Tanjung Bajure yang merupakan

satu-satunya pusat kegiatan jual beli masyarakat untuk kebutuhan pangan dan

lain-lainnya (Gambar 20). Pasar ini buka setiap hari dan selalu ramai dipenuhi

oleh pembeli terutama pada pagi hari. Para pedagang umumnya berasal dari

berbagai dusun yang menjajakan hasil hasil pertanian atau perkebunannya mulai

dari dalam pasar hingga ke pinggir-pinggir trotoar. Hasil-hasil pertanian yang

dijual berupa pisang, sayur, kelapa, beras, singkong, kentang, tomat, dan lain

sebagainya. Pasar Tanjung Bajure hanya buka dari pagi hingga siang hari.

Gambar 20. Pasar Tradisional Tanjung Bajure

6Hasil wawancara dengan Depati Hasril Maizal, April 2010.

Page 48: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

61

 

e. Terminal

Terminal merupakan fasilitas transportasi yang penting bagi suatu daerah.

Terminal angkutan umum yang terdapat di sekitar kawasan Rumah Larik dan

berada berdampingan dengan pasar tradisional Tanjung Bajure ini mempermudah

akses masyarakat dari berbagai dusun untuk mencapai Kota Sungai Penuh

(Gambar 21). Terminal ini merupakan pemberhentian bagi angkutan umum yang

memiliki rute seperti Tanjung Genting, Sungai Abu, Kemantan, Lolo, Rawang,

Pulau Tengah, Jujun, Lempur, dan lain sebagainya. Angkutan umum ini hanya

beroperasi dari pagi hingga sore hari.

Gambar 21. Terminal Angkutan Umum Kota Sungai Penuh

4.7.2.1. Vegetasi

Kota Sungai Penuh merupakan daerah dataran tinggi dengan iklim tropis

dan udara yang sejuk. Kondisi ini mendukung keadaan tanahnya yang subur dan

ketersediaan air yang melimpah dari perbukitan sehingga sangat baik untuk

bercocok tanam. Hampir setiap rumah di dalam kawasan Rumah Larik memiliki

pekarangan. Luas pekarangan disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia.

Pekarangan ditanami dengan berbagai tanaman yang memiliki fungsi beragam, di

antaranya sebagai tanaman pangan, estetik, obat, dan adat. Tanaman yang

berfungsi sebagai tanaman pangan adalah tanaman yang biasa digunakan sebagai

bumbu dapur. Tanaman dengan fungsi estetik merupakan tanaman-tanaman hias

yang memiliki keindahan untuk menambah kualitas view rumah dan pekarangan.

Fungsi obat yaitu tanaman digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit-

penyakit tertentu. Sedangkan tanaman dengan fungsi adat adalah tanaman yang

digunakan dalam kegiatan-kegiatan adat seperti untuk sesajian dalam upacara adat

Page 49: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

62

 

tertentu. Daftar tanaman yang teridentifikasi di dalam kawasan Rumah Larik

tersaji pada Lampiran 4.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat adat Limo Luhah, pada

zaman dulu kawasan Rumah Larik ini adalah rimba yang ditumbuhi oleh pohon-

pohon besar. Pada masa membangun permukiman, bahan bangunan untuk Rumah

Larik diambil dari rimba ini. bahan bangunan berupa kayu digunakan untuk

sebagai tiang, dinding, rangka atap, dan sebagainya. Kayu yang dipilih adalah

kayu dengan kualitas yang baik, pada umumnya digunakan kayu jenis Surian

(Toona ciliata). Dengan perkembangan permukiman penduduk yang sangat pesat

saat ini, tidak dijumpai lagi rimba yang menjadi sumber untuk mendapatkan kayu

sebagai bahan bangunan dan masyarakat telah beralih menggunakan bahan

bangunan berupa beton. Selain rimba, di sekitar permukiman Rumah Larik

terdapat ladang-ladang penduduk. Pada ladang-ladang ini biasanya juga terdapat

makam-makam keluarga atau kerabat yang telah meninggal. Di dalam ladang,

selain dijumpai tanaman pertanian juga terdapat tumbuhan bambu yang rimbun.

Bambu umumnya juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bahan bangunan

Rumah Larik sebagai atap dan dinding ruang bagian bawah.

Pada zaman dulu, pemukiman masyarakat dalam parit sudut empat sudah

mengenal pekarangan. Namun, pekarangan baru sebatas memanfaatkan lubang

parit di sekeliling permukiman dan ruang antar larik. Di dalam parit ditanami

dengan tanaman pangan dan tanaman pelindung, sementara sebagai batas antara

larik yang satu dengan larik di belakangnya ditanami dengan pisang. Saat ini,

tidak ditemui lagi parit yang mengelilingi pemukiman maupun ruang yang tersisa

antar larik.

Dari hasil pengamatan kondisi eksisting di lapangan dan wawancara

mendalam terhadap beberapa narasumber mengenai elemen-elemen fisik, maka

diketahui layout kawasan Rumah Larik Limo Luhah dan sekitarnya seperti tertera

pada Gambar 22.

Page 50: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

63

 

Gambar 22. Layout Kawasan Rumah Larik dan sekitarnya

4.7.2.2. Ragam Hias Rumah Larik

Elemen lain yang merupakan elemen fisik adalah ragam hias yang terdapat

pada Rumah Larik. Rumah Larik memiliki ragam hias yang menarik disamping

keunikannya dari segi arsitektural. Ragam hias pada Rumah larik berupa ukiran-

ukiran dengan motif beragam yang terdapat pada tiang, dinding, pintu, dan

jendela. Motif-motif ukiran tersebut ada yang organik dan ada yang geometris.

Jenis-jenis motif ukiran yang terdapat pada Rumah Larik antara lain sebagai

berikut :

1. Teratai bindui dengan stilasi bunga teratai dan akar-akaran

Motif jenis ini terdapat pada tiang segi delapan (Gambar 23). Motif ini

bermakna bahwa setiap mendirikan rumah harus dilandasi oleh kesucian

jiwa dan niat yang baik. Motif bunga teratai melambangkan jiwa yang

tulus.

2. Keluk paku dengan stilasi tumbuhan paku-pakuan

Motif jenis ini terdapat pada pasak-pasak timbul konstruksi tiang

(Gambar 23). Motif keluk paku melambangkan suatu ikatan yang kuat

Page 51: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

64

 

untuk menghadapi pengaruh-pengaruh jahat dari luar maupun dalam.

Selain itu juga memberikan kesan kekuatan pada konstruksi rumah adat

Kerinci.

Gambar 23. Motif Salampit simpea (kiri) dan Keluk paku (kanan)

3. Kacang belimbing dengan stilasi belimbing dengan kacangan

Motif ini terdapat pada dinding bagian depan. Motif ini merupakan

cerminan Tut Wuri Handayani dalam masyarakat Kerinci yang tidak

berhenti menuntut ilmu.

4. Sigiring-giring dengan stilasi dedaunan

Motif ini terdapat pada bagian di atas pintu. Motif ini bermakna

peringatan untuk tamu yang akan masuk ke dalam rumah hendaknya

memberi tahu terlebih dahulu atau permisi kepada penghuni rumah.

Tidak dibenarkan masuk rumah tanpa permisi.

5. Nangguri lahak dengan stilasi rangkaian bunga Nangguri

Motif ini melambangkan hidup dalam lingkungan yang bersih pada larik

dan halaman rumah. Letaknya yaitu pada dinding bagian luar.

6. Salampit simpea dengan stilasi lampit rotan berderet empat

Motif ini terdapat pada dinding bagian dalam dan luar. Makna yang

terkandung di dalamnya adalah dalam mendirikan rumah harus

berdasarkan petunjuk Undang yang Empat dan kehidupan masyarakat

Kerinci diikat dengan ketentuan beradat berlembaga.

Page 52: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

65

 

7. Embun buntal, stilasi bunga dengan banyak relungan

Motif embun buntal terdapat pada dinding pintu rumah. Motif ini

bermakna bahwa semua urusan atau masalah hendaknya jangan dipersulit

dan jika masuk ke rumah orang hendaklah dengan wajah yang jernih dan

hati yang lapang.

8. Si matoharai dengan stilasi bunga matahari

Motif bunga matahari ini melambangkan bahwa di dalam rumah terang

seperti cahaya matahari dan kehidupannya berada dalam kedamaian.

Motif ini terdapat pada tonjolan kayu pintu rumah.

Jenis-jenis motif ukiran di atas merupakan hasil Sayembara Rumah Adat

Tradisional Daerah Kerinci yang diselenggarakan pada tahun 1994. Hasil ini

dirumuskan oleh Depati Alimin dan Datuk Supratman sebagai peserta sayembara.

Motif-motif ukiran tersebut, pada zaman dahulu diukir oleh orang-orang tua yang

ahli. Pekerjaan mengukir dilakukan secara bergantian dengan menggunakan

beliung. Ragam hias khas Kerinci berupa ukiran-ukiran pada Rumah Larik

umumnya hanya terdiri dari empat warna, yaitu merah, putih, hitam, dan biru.

Empat warna ini juga memiliki makna masing-masing, yaitu sebagai berikut:

a. Merah, melambangkan sikap yang berani dalam kebenaran dan suku

Kerinci termasuk bangsa ksatria.

b. Putih, melambangkan kesucian hati masyarakat terhadap tamu atau orang

lain.

c. Hitam, bermakna ketegasan didalam adat. Seperti kata pepatah keras

adat berdenting-denting, lunak lembago berjela-jela.

d. Biru, melambangkan bahwa Kerinci tanahnya sangat subur, alamnya

indah, dan penduduknya suka perdamaian.

4.8. Tatanan Lanskap Kawasan Rumah Larik Limo Luhah

Kawasan Rumah Larik Limo Luhah yang berada dalam wilayah adat Depati

Nan Bertujuh Sungai Penuh memiliki konsep tata ruang yang dapat dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu ruang makro (negeri), ruang meso (luhah), dan ruang

mikro (rumah tinggal).

Page 53: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

66

 

4.8.1. Ruang Makro (Negeri)

Tata ruang wilayah adat Depati Nan Bertujuh dibagi berdasarkan jenis

penggunaan dan hak kepemilikan tanah7, yaitu parit sudut empat, tanah basah,

tanah kering, dan tanah patok rajea. Tanah parit sudut empat yang berada pada

daerah dengan kemiringan yang relatif datar berfungsi sebagai permukiman

masyarakat. Tanah basah berupa sawah juga terdapat pada daerah yang relatif

datar. Tanah kering berupa ladang terdapat di kaki-kaki bukit dengan kemiringan

yang landai. Sedangkan tanah patok rajea adalah rimba atau hutan yang terdapat

di daerah perbukitan dengan kemiringan yang curam dan tidak boleh diolah oleh

manusia.

Kondisi topografi wilayah yang berbeda-beda dimanfaatkan untuk

penggunaan yang sesuai. Berdasarkan pengamatan di lapangan, secara hirarki

pembagian ruang makro wilayah adat Depati Nan Bertujuh dapat dilihat pada

Gambar 24. Tanah patok rajea yang berupa rimba merupakan tanah adat (tanah

ajun arah) yang terletak di daerah perbukitan yang mengelilingi negeri. Selain

rimba, yang termasuk tanah patok rajea dalam sebuah negeri adalah pandan

pekuburan dan jalan umum. Tanah kering merupakan tanah adat yang berstatus

hak milik pribadi sesuai dengan pembagian yang diatur oleh Ninik Mamak

masing-masing luhah. Tanah kering berupa ladang ini dijumpai di daerah lereng

perbukitan seperti Desa Talang Lindung dan Desa Renah Kayu Mbun. Ladang

sebagai lahan bagi masyarakat untuk bercocok tanam yang hasilnya dapat

dikonsumsi sendiri atau dijual di pasaran. Tanah basah atau sawah merupakan

Gambar 24. Ilustrasi Perspektif Ruang Makro (Wilayah Adat Depati Nan Bertujuh)

7 Hasil wawancara dengan Depati Hasril Maizal, April 2010

Page 54: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

67

 

tanah adat yang sangat luas di Kota Sungai Penuh. Persawahan ini mengelilingi

pusat kota dan menyebar hingga ke kaki perbukitan. Sawah bagi sebagian

masyarakat merupakan sumber penghidupan utama, sedangkan sebagian lagi

menjadikan sawah sebagai penghasilan tambahan disamping profesi utamanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2004), luas area persawahan di

Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh mencapai total 16.125 ha atau sekitar

3,84%. Tanah parit sudut empat merupakan batas bagi permukiman Rumah Larik

dengan lingkungan di sekitarnya. Tanah ini berstatus hak pakai dan hak milik bagi

anak batino dan hanya boleh disewakan, tetapi tidak boleh dijual kepada orang

lain. Ilustrasi pembagian ruang makro wilayah adat Depati Nan Bertujuh

berdasarkan peta jenis penggunaan lahan kota Sungai Penuh tahun 2010 dapat

dilihat pada Gambar 25.

Page 55: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

68

 

Gambar 25. Pembagian Ruang Makro

4.8.2. Ruang Meso (Luhah)

Luhah dalam sistem pemerintahan adat Depati Nan Bertujuh adalah suatu

permukiman tradisional masyarakat adat yang memusat dan membentuk satu

kesatuan. Luhah terbentuk dari gabungan beberapa perut, perut terdiri dari

beberapa tumbi. Jadi, luhah merupakan kesatuan dari banyak tumbi yang

mendiami Rumah Larik. Dalam satu luhah dapat terdiri dari beberapa larik

tergantung dari banyaknya tumbi yang mendirikan Rumah Larik. Proses

terbentuknya sebuah luhah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu

diawali dari sebuah tumbi yang mendirikan rumah, jika tumbi tersebut memiliki

anak perempuan maka orang tuanya harus mendirikan sebuah rumah baru yang

menyatu dengan rumah orang tuanya (rumah induk). Demikian seterusnya hingga

membentuk sebuah larik yang memanjang. Setelah selesai larik pertama, maka

larik kedua dibangun sejajar di depan larik yang pertama. Selanjutnya, larik ketiga

dibangun di belakang larik pertama, larik keempat dibangun di belakang larik

yang kedua, dan seterusnya hingga membentuk sebuah luhah. Proses

terbentuknya sebuah luhah dapat dilihat pada Gambar 26.

Masyarakat dalam suatu luhah adalah masyarakat yang berasal dari satu

nenek moyang yang sama. Ukuran panjang dan banyaknya larik dalam sebuah

luhah tidak ditentukan, tergantung dari luas dan kondisi lahan. Sedangkan

Page 56: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

69

 

mengenai penentuan posisi atau letak sebuah luhah, antara luhah yang

satudengan yang lainnya tidak diketahui dengan jelas8.

Gambar 26. Proses Terbentuknya Sebuah Luhah

Kawasan Rumah Larik Limo Luhah memiliki elemen-elemen fisik yang

bernilai sejarah dan budaya (Gambar 27). Elemen-elemen ini berupa sawah,

masjid, surau, pekuburan, sungai, tanah lapang, tabuh larangan, maupun tempat

pemandian umum. Terdapat elemen yang bernilai historis karena telah ada sejak

zaman dulu, seperti masjid, lapangan terbuka, tabuh, pekuburan, dan sawah serta

ada pula yang dibangun beberapa tahun yang lalu tetapi memiliki peranan dan

fungsi yang penting bagi masyarakat, seperti surau dan tempat pemandian umum.

Secara umum, tatanan lanskap sebuah luhah dapat dilihat pada Gambar 28.

8 Hasil wawancara dengan Ketua Adat Limo Luhah Depati Armen Sabri, Maret 2010

Page 57: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

70

 

Gambar 27. Tata Letak Elemen-elemen Lanskap Kawasan Rumah Larik Limo Luhah

Page 58: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

71

 

Gambar 28. Tatanan Lanskap Ruang Meso (luhah)

Page 59: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

72

 

4.8.3. Ruang Mikro (Rumah Tinggal)

Tata ruang mikro dalam wilayah adat Depati Nan Bertujuh adalah rumah

tempat tinggal dan pekarangan. Rumah tempat tinggal ini merupakan rumah

tradisional masyarakat suku Kerinci, yaitu Rumah Larik.

Pekarangan Rumah Larik pada zaman dulu sengaja diluaskan sebagai

tempat untuk menjemur padi. Di depan rumah atau larik dibuat parit kecil dari

susunan batu, sedangkan lumbung padi (bileik) dibangun di belakang atau di

depan larik (Zakaria 1984). Di belakang rumah atau larik pada umumnya ditanami

dengan pisang sebagai batas dengan rumah atau larik di belakangnya dan

mencegah api menjalar lebih luas jika terjadi kebakaran9.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, saat ini pekarangan Rumah Larik

umumnya telah mengalami penyempitan lahan. Pembangunan rumah dengan

konstruksi beton telah mempersempit area untuk pekarangan. Selain itu, adanya

kebijakan pemerintah pada tahun 1970 untuk memperluas jalan dalam larik ikut

mempersempit pekarangan Rumah Larik. Saat ini, setiap rumah rata-rata

memiliki pekarangan depan rumah selebar 1 - 2 m dari badan jalan larik,

sedangkan untuk halaman di bagian belakang rumah tidak ada ruang yang tersisa.

Jika dulu pekarangan dijadikan sebagai tempat untuk menjemur padi, maka saat

ini masyarakat menjemur padi di pinggir jalan larik maupun jalan dusun.

Pekarangan ditanami dengan berbagai tanaman hias, tanaman obat maupun

tanaman untuk bumbu dapur (Gambar 29). Parit dari batu dan lumbung padi saat

ini tidak ditemukan lagi di dalam kawasan Rumah Larik Limo Luhah. Namun,

terdapat parit atau selokan kecil sebagai sirkulasi air yang dibangun oleh

pemerintah. Jalan yang terdapat dalam larik berupa jalan aspal yang kondisinya

kurang baik karena banyak terdapat lubang-lubang. Lebar jalan dalam larik ini

beragam sekitar 2 – 5 m.

9 Hasil wawancara dengan mantan Ketua Adat Limo Luhah Depati Hamdan Manan, Maret 2010.

Page 60: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

73

 

Gambar 29. Pekarangan (kiri) dan Aktivitas Menjemur Padi (kanan)

Rumah Larik sebagai rumah tradisional masyarakat suku Kerinci memiliki

keunikan dan nilai arsitektural yang tinggi (Lampiran 5). Rumah uhang kincai ini

berupa rumah panggung , tinggi, dan panjang. Bagian-bagian Rumah Larik terdiri

atas :

1. Tiang Tuo

Tiang tuo terletak di tengah rumah. Jumlah tiang pada satu Rumah Larik

adalah 12 buah dengan diameter 25 – 50 cm. Semua tiang yang digunakan untuk

mendirikan rumah ini harus bersegi delapan. Segi delapan ini memiliki makna

delapan pasak negeri, yaitu negeri bersudut empat lawang nan dua, adat yang

empat, undang yang empat, hukum yang empat, kata yang empat-empat, emas

seemas, waris sko nan tigo takah, waris nan berjawab khalifah nan bernunjung.

2. Alang

Alang adalah penghubung antara satu tiang dengan tiang lainnya bagian

atas yang terbuat dari papan tebal (Gambar 30).

3. Bandul

Bandul adalah penghubung tiang sebelah bawah yang juga bersegi delapan.

Bandul ini membatasi ruang luar dan ruang dalam. Pada sisi dalam, dibuat lubang

untuk menyimpan barang-barang rumah tangga. Bandul pada bagian tengah

rumah dapat berfungsi sebagai tempat Depati dan Ninik Mamak duduk bersandar.

4. Pintau (pintu)

Pintau adalah pintu untuk masuk ke dalam rumah (Gambar 30). Pintu ini

terbuat dari papan setebal 3 – 6 cm dan terletak di depan tangga naik ke rumah.

Tinggi pintu hanya 125 sampai 150 cm, sehingga kalau ada tamu yang masuk

Page 61: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

74

 

harus menundukkan kepalanya dan secara tidak langsung telah memberi hormat

kepada penghuni rumah.

Gambar 30. Alang (kiri) dan Pintau (kanan)

5. Pintau bukan (pintu bukan atau bukan pintu)

Pintau bukan adalah pintu yang menghubungkan lantai rumah dengan

loteng. Pintu ini tidak memiliki daun pintu seperti pintu pada umumnya sehingga

kita dapat melihat atap rumah dari dalam rumah. Pintu ini memiliki lebar

seperempat lebar loteng yang berfungsi sebagai pintu untuk menuju ke ruang atas.

6. Pintau singok

Pintau singok adalah jendela yang menghadap keluar dan terletak di bagian

depan rumah. Jendela ini tempat anak jantan dan orang tua-tua duduk untuk

mengamati keadaan di luar rumah. Untuk melihat keluar jendela cukup dengan

duduk di lantai rumah karena letak jendela yang sangat rendah.

7. Pintau Suhai (Pintu suri)

Pintau Suhai adalah jendela yang menghadap keluar pada dinding bagian

belakang rumah. Jendela ini tempat anak batino melihat-lihat keluar. Jendela ini

rendah sekali, apabila duduk dilantai maka kepala dapat dijulurkan keluar

(Gambar 31).

Page 62: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

75

 

Gambar 31. Pintau Suhai (sumber: Tambo Sakti Alam Kerinci 2 1984)

8. Pintau dumeh (pintu rumah)

Pintau dumeh adalah pintu bagian tengah yang terdapat di dalam rumah

(Gambar 32). Pintu ini terbuat dari papan tebal yang berfungsi menghubungkan

ruang luar dan ruang dalam. Pintu ini memiliki ukuran yang sama dengan pintau

untuk masuk ke dalam rumah. Pada bagian tengah pintu terdapat ukiran timbul

stilir matahari yang terdiri dari kombinasi warna merah, biru, dan kuning.

Gambar 32. Pintau Dumeh

9. Palasa

Palasa merupakan teras yang menjorok di depan pintu depan (Gambar 33).

Fungsinya yaitu tempat menyandarkan tangga dan tempat tamu menunggu. Selain

itu palasa juga berfungsi sebagai tempat menggantungkan tabung air dari bambu.

10. Atak (atap)

Atap terbuat dari kayu lapis (sirap), ijuk, dan bambu. Namun, untuk Rumah

Larik yang asli menggunakan atap dari bambu yang dinamakan atap supit

(Zakaria 1984). Saat ini sulit ditemui Rumah Larik dengan konstruksi yang masih

Page 63: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

76

 

asli. Pada umumnya rumah sudah menggunakan atap dari bahan seng (Gambar

33). Selukoh10 adat Kerinci mengatakan: Atak lipat pandan lang manarak –

bubung sawo mangampea. Selukoh ini menggambarkan bubung rumah Kerinci

ujung ke ujung lentik biduk dan diberi puncak kayu berukiran.

Gambar 33. Palasa (kiri) dan Atak (kanan)

11. Tanggo (tangga)

Tangga pada Rumah Larik ada dua macam, yaitu :

a. Tanggo janteang atau tanggo jantan, yaitu tangga yang terdiri dari satu

batang kayu sepanjang kira-kira 175 cm dan dirakuk untuk tempat berpijak

sebanyak 7 buah (Gambar 34). Tangga jantan merupakan tangga yang asli pada

Rumah Larik. Rakuk ini memiliki nama dan urutan, yaitu:

Rakuk pertama disebut takih

Rakuk kedua disebut tanggo

Rakuk ketiga disebut tunggu

Rakuk keempat disebut tingkah

Rakuk kelima disebut takih

Rakuk keenam disebut tanggo

Rakuk ketujuh disebut tunggu

Maksud dari tujuh buah rakuk ini adalah hal-hal yang tidak diketahui oleh

manusia, yaitu langkah, rezeki, pertemuan, maut, langkah, rezeki, dan pertemuan.

10 Selukoh, dalam bahasa Indonesia disebut seloka, yaitu bentuk puisi melayu klasik berisikan pepetah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair.. (sumber: id.wikipedia.org).

Page 64: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

77

 

Pada rakuk ketujuh yaitu tunggu, kalau ada tamu yang datang maka ia harus

menunggu dulu sampai dipersilakan masuk oleh penunggu rumah. Tangga jantan

ini dapat diangkat dan dipasang. Jika diangkat dan diletakkan di atas palasa maka

tandanya orang rumah tidak terima tamu atau sedang bepergian. Selain itu juga

untuk menghindari ada pencuri yang ingin naik ke rumah. Untuk naik dan turun

tangga ini juga diperlukan kehati-hatian dan perlahan-lahan, hal ini bermakna

bahwa segala pekerjaan itu harus penuh perhitungan dan hati-hati. Bagi seorang

anak laki-laki yang ingin bertandang ke rumah perempuan, jika melihat tangga

sudah diangkat artinya sudah ada yang bertandang ke rumah itu atau penghuni

rumah sudah tidak menerima tamu lagi. Jika tangga ini terletak di bawah palasa,

pertanda bahwa penghuni rumah sedang pergi ke sawah, kebun, atau ke tempat

lainnya (Zakaria 1973).

b. Tanggo batino atau tangga betina, adalah tangga yang memakai dua tiang

dan dihubungkan oleh tujuh buah anak tangga (Gambar 34). Tangga betina

disebut juga dengan tangga beranak. Tangga ini juga disandarkan pada palasa

namun tidak dapat diangkat dan dipindahkan karena berat.

Gambar 34. Tanggo Janteang (kiri) dan Tanggo Batino (kanan)

12. Luang (ruang)

Rumah orang Kerinci atau Rumah Larik terdiri dari dua ruang, yaitu ruang

dalam dan ruang depan yang dibatasi oleh dinding tengah. Ruang depan

dinamakan luan sedangkan ruang dalam disebut dumeh. Ruang dalam berfungsi

sebagai ruang tidur, ruang makan, dan dapur. Ruang dalam ini tidak bersekat-

sekat. Dapur terletak di sebelah kanan rendah dan dilapisi dengan tanah,

Page 65: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

78

 

kemudian dipasang tungku dari batu. Di atas tungku terdapat phang atau selayan,

yaitu tempat menyimpan kayu bakar. Tempat tidur terletak di sebelah kiri,

sedangkan tempat makan berada dekat dapur.

13. Kandea (kandang)

Kandea adalah ruang bagian bawah rumah. Kandang ini berdinding bambu

yang dianyam dan menutupi seluruh bagian bawah rumah. Kandang berfungsi

sebagai tempat memelihara ternak dan tempat menyimpan padi.

14. Pha (paran)

Pha adalah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan barang-barang

seperti tikar, benda-benda pusaka, atau alat yang tidak sering dipergunakan. Pha

juga berfungsi sebagai tempat membersihkan benda-benda pusaka pada saat

kenduri sko.

15. Ptaih

Ptaih adalah ruang di antara pha dan atap. Ruang ini dipergunakan untuk

tempat menyimpan benda-benda pusaka peninggalan nenek moyang. Menurut

kepercayaan lama, ruang ini juga sebagai tempat berdiam roh-roh sakti.

Pada ruang luar dalam Rumah Larik terdapat tiga bentuk loteng, yaitu:

a. Ada loteng yang dinaikkan setinggi 40 cm dari alang lintang.

b. Ada loteng yang langsung dipasang di atas alang.

c. Sama sekali tidak mempunyai loteng bagian depan, langsung bagian atap.

Lantai loteng dalam bahasa Kerinci disebut tulok bahea, telak garo, tlok

balahea, pehang kartea. Lantai loteng ini terbuat dari bambu atau bilah bambu

yang di belah menjadi tiga dan kemudian disusun memanjang mengikuti panjang

rumah. Susunan bambu ini diikat dengan menggunakan tali ijuk atau rotan.

Loteng bagian depan rumah berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda

seperti alat-alat tenun, jangki, cetakan logam (loyang), alat masak (cerano),

senjata, dan lain-lainnya (Gambar 35). selain untuk menyimpan barang-barang

rumah tangga, loteng ini juga berfungsi sebagai tempat tidur nenek atau kakek

yang sudah hidup sendirian. Hal ini memiliki maksud untuk menghormati orang

tua dan memberikan ruang pada tempat yang lebih tinggi. Pada siang hari, loteng

ini biasa digunakan oleh anak gadis untuk memintal benang tenun untuk kain.

Fungsi lainnya dari loteng tulok bahea ini adalah untuk menyimpan pusaka yang

Page 66: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

79

 

dimuliakan dan dikeramatkan orang Kerinci. Pusaka ini dalam istilah Kerinci

disebut “Patitip-Patatoh” berupa keris, tombak, pedang, payung, manik-manik,

tanduk/bambu dengan tulisan incung, batu akik, rambut manusia yang disebut

Jato-jati, juga untuk tempat benda-benda yang berasal dari orang yang telah

meninggal dunia yang memiliki riwayat tertentu. Untuk naik ke loteng ini

digunakan tangga jantan yang terbuat dari pohon Pakis gajah atau enau

(Disparbud Kerinci 2003).

Gambar 35. Jangki Terawang (kiri) dan Cerano (kanan)

Masyarakat Kerinci memiliki kepercayaan bahwa loteng tulok bahea ini

sangat sakral karena merupakan tempat roh-roh uhang tuwo. Roh uhang tuwo ini

maksudnya adalah roh orang-orang tua yang sudah meninggal dunia sejak lama

maupun benda-benda pusaka yang dianggap sebagai tempat hidup roh-roh

tersebut. Benda-benda pusaka biasanya disimpan di umoh gdea (rumah gedang).

Umoh gdea adalah Rumah Larik milik salah satu tumbi yang ditunjuk berdasarkan

kesepakatan para Depati dan Ninik Mamak untuk menyimpan benda pusaka.

Setiap luhah memiliki umoh gdea masing-masing. Untuk menaiki loteng pada

sebuah umoh gdea haruslah penghuni rumah atau tunggu umoh. Tunggu umoh

adalah seseorang yang telah diikat dengan sumpah karang setio, orang yang dapat

dipercaya, berkata jujur, dan bekerja sesuai dengan peraturan adat. Tunggu umoh

disebut juga dengan istilah uhang talilaik uhang takebeik artinya, seseorang yang

dililit dan diikat dengan tugas tanggung jawab khusus menurut adat istiadat

Kerinci (Disparbud Kerinci 2003).

Page 67: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

80

 

Pada zaman dulu, orang Kerinci mengukur sesuatu menggunakan satuan

ukuran yang ada pada manusia. Ukuran tersebut yaitu Depa, Hasta, dan Jengkal. 1

Depa = 160-180 cm, 1 Hasta = 40-55 cm. Pada saat itu masyarakat belum

mengenal satuan ukuran meter, centimeter, atau inchi.

Pola bangunan pada Rumah Larik dibagi menjadi dua bagian yang terpisah,

yaitu:

1. Bagian utama atau bawah terdiri dari tiang-tiang besar;

2. Bagian atas terdiri dari tiang-tiang bubung dan atap.

Pembagian konstruksi rumah yang terpisah ini bukan berarti kekurangan

bahan baku kayu untuk mendirikan rumah. Pada zaman dulu bahan kayu sangat

melimpah di daerah ini. Orang Kerinci memiliki alasan mengapa tidak membuat

tiang rumah berupa tiang panjang yang langsung menyangga dari bawah hingga

ke alang atau balok bubungan. Hal ini disebabkan antara lain, yaitu:

a. Adanya kepercayaan orang Kerinci bahwa alam kehidupan terdiri atas

dua bagian, yaitu dunia atas yang disebut Maliyu dan dunia bawah yang

disebut Marena. Dunia atas merupakan tempat kehidupan roh-roh nenek

moyang, peri, dan dewa-dewa. Dunia bawah tempat kehidupan manusia,

binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Keduanya merupakan sisi yang saling

terpisah (Gambar 36).

Gambar 36. Pembagian Ruang Mikro secara Vertikal

Page 68: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

81

 

b. Dari segi teknologi yang telah dipahami orang Kerinci selama ratusan

tahun. terpisahnya dua bagian ini akan mempermudah proses pengerjaan

dan pemasangan konstruksi. Semua pemasangan konstruksi Rumah Larik

tanpa menggunakan paku. Sistem sambungan pada konstruksi yaitu

berpasak kayu, silang bertakik, dan ikat tali.

c. Adanya ungkapan dalam masyarakat Kerinci, yaitu Kayu gedeang

tempek basanda – Imbun daeu tempek batedeuh (Pohon besar tempat

bersandar – rindang daun tempat berteduh). Artinya: Pohon besar beserta

akarnya merupakan konstruksi tiang-tiang rumah yang menyangga

kehidupan. Sedangkan rimbun daun dan ranting-ranting merupakan

bagian atas rumah agar dapat bertahan hidup dari serangan terik matahari

dan hujan. Sesuai dengan filsafat nenek moyang Kerinci, bahwa alam

diciptakan oleh Tuhan tetap dua-dua bagian yang terpisah, seperti siang-

malam, bumi-langit, laki-laki dan perempuan, hidup-mati, dan lain

sebagainya (Disparbud Kerinci 2003).

Orientasi tiang-tiang yang digunakan pada Rumah Larik pada umumnya

kayu bagian pangkal harus berada di sebelah bawah bertemu pondasi batu, bagian

ujung harus berada di atas dengan posisi vertikal. Sedangkan untuk alang-alang

dan bagian lainnya dengan posisi horisontal, orientasi kayu tidak

dipermasalahkan. Seluruh dusun di Kerinci, Rumah Larik didirikan di atas batu

pondasi yang disebut batu sendai (Gambar 37). Menurut masyarakat, pondasi

didirikan di atas batu karena pohon-pohon di hutan Kerinci tidak ada yang tahan

pelapukan air tanah sehingga mudah ambruk jika ditanam. Batu pondasi yang

dipilih adalah yang berbentuk rata pada kedua permukaannya. Batu pondasi

diletakkan di atas tiga buah batu yang berfungsi sebagai bantalan. Batu bantalan

ini dinamakan tungku tigo. Batu ini lebih kecil ukurannya dari batu pondasi.

Tungku tigo berfungsi sebagai gaya main bangunan rumah jika terjadi gempa dan

untuk mengatur ketinggian tiang-tiang agar memiliki kerataan yang sama.

Page 69: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

82

 

Gambar 37. Pondasi Batu (batu sendai)

Ukuran sebuah Rumah Larik menurut Zakaria (1984) adalah 6 depa x 3

depa atau sekitar 10,8 m x 6,4 m (1 depa = 1,8 m), tinggi rumah kira-kira 3 depa.

Tinggi kandang (ruang bawah) adalah 1,5 m, tinggi loteng 1,75 m, dan tinggi

bubungan sekitar 2 m. Sedangkan berdasarkan hasil Sayembara Rumah Adat

Tradisional Daerah Kerinci tahun 1994, diketahui bahwa Rumah Larik memiliki

ukuran 11,55 m x 9 m dengan besar setiap ruang 3,85 m x 4,5 m. Sedangkan

tinggi kandang 1,2 m dan tinggi dinding ruang atas 1,8 m (Gambar 38).

Gambar 38. Denah Ruang Atas Rumah Larik

Page 70: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

83

 

Rumah Larik yang asli sebenarnya tidak bersekat antar ruang baik ruang

dalam maupun ruang luar, tetapi hanya di sekat oleh sebuah dinding pada bagian

tengah yang memisahkan ruang dalam dan ruang luar (Gambar 39). Ruang luar

adalah tempat berkumpul keluarga atau dilaksanakannya pertemuan dan

perundingan para pemangku adat. Jika ada tamu, maka tuan rumah duduk di

sebelah dinding tengah, sedangkan tamu duduk di sebelah dinding depan dekat

jendela. Apabila tamu adalah Depati dan Ninik Mamak, maka tempatnya adalah

di atas anjung yang ditinggikan 10 cm dari lantai rumah. Anjung ini terletak di

sebelah kanan dari dinding tengah atau sebelah kiri dinding depan, bersandar ke

dinding dan menghadap ke ruangan.

Gambar 39. Denah Rumah Larik Tanpa Sekat (Sumber: Zakaria 1984)

Keterangan gambar:

A : Ruang dalam (dumeh)

B : Dapur (tanpa sekat)

C : Ruang makan

D : Anjung (tempat duduk orang adat)

E : Ruang Tamu

F : Palasa

// : Pintu

II : Jendela

= : Dinding (bisa buka pasang)

Page 71: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

84

 

4.8.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tatanan Lanskap

Tatanan lanskap Kawasan Rumah Larik Limo Luhah secara makro

dipengaruhi oleh filosofi hidup masyarakat yang berorientasi kepada alam.

Masyarakat suku Kerinci menselaraskan kehidupan mereka dengan lingkungan

tempat mereka tinggal. Hampir setiap kegiatan dilakukan dengan memperhatikan

keadaan alam dan sumberdaya yang ada di dalamnya. Hutan di perbukitan tidak

boleh dijamah karena terdapat sumber air yang menjadi sumber air bersih dan

mengairi ladang serta sawah-sawah yang ada di bawahnya. Ladang-ladang

terdapat di sekitar kaki bukit untuk memudahkan mendapatkan air yang melimpah

dari bukit. Demikian halnya dengan sawah yang tidak pernah kering karena

sungai selalu mengalir membelah kota dan mengairi sawah-sawah yang ada di

sekitarnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tatanan lanskap secara meso adalah

kondisi alam dan kehidupan sosial budaya masyarakat. Nenek moyang pada

zaman dahulu memilih daerah yang subur di sekitar sungai sebagai permukiman.

Selain itu, sungai juga dapat berfungsi sebagai tempat MCK dan jalur transportasi

bagi masyarakat. Larik-larik kemudian dibangun dengan mengikuti arah matahari

terbit dari timur dan terbenam ke barat. Larik dibangun memanjang menyesuaikan

ketersediaan lahan pada saat itu, oleh sebab itulah terdapat larik-larik yang tidak

memiliki panjang yang sama. Kehidupan sosial masyarakat yang sangat kuat dari

segi kekeluargaan dan kemasyarakatan juga ikut mempengaruhi terbentuknya

tatanan lanskap berupa luhah-luhah yang menyatu dalam satu kesatuan yaitu

kawasan Rumah Larik Limo Luhah.

Tatanan lanskap Rumah Larik Limo Luhah secara mikro yaitu rumah tempat

tinggal dipengaruhi oleh kepercayaan dan aktivitas keseharian masyarakat. Rumah

Larik dibangun dengan ritual-ritual yang mengandung banyak makna. Pembagian

ruang menurut sumbu vertikal mengandung nilai ketuhanan. Rumah memiliki

kolom yang dianggap sakral yaitu tiang tuo sebagai tiang pertama dalam

membangun rumah. Selain itu, adanya citra vertikal pada atap atau loteng yang

menjadi ruang tempat tidur bagi orang tua dan menyimpan benda-benda pusaka

peninggalan nenek moyang. Ruang tengah merupakan ruang untuk manusia dan

ruang bawah adalah kandang untuk menyimpan hasil pertanian dan ternak.

Page 72: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

85

 

Pembagian ruang menurut sumbu horisontal mengandung nilai kemanusiaan.

Ruang tengah merupakan tempat aktivitas keseharian manusia seperti makan,

tidur, memasak, dan pertemuan adat. Rumah Larik yang memiliki pintu

penghubung antara satu rumah dengan rumah berikutnya merupakan cerminan

nilai kemanusiaan yang tinggi. Makna yang terkandung di dalamnya adalah nilai

kekeluargaan, kebersamaan, dan saling percaya antara satu sama lain. Karakter

dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya Rumah Larik Limo Luhah

dapat dilihat pada Gambar 40.

Gambar 40. Karakter dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lanskap Budaya

Rumah Larik Limo Luhah.

Seiring dengan perkembangan zaman, tatanan lanskap di kawasan Rumah

Larik baik secara makro, meso, dan mikro telah banyak mengalami perubahan.

Hal ini dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, meningkatnya kebutuhan ekonomi

masyarakat, kebijakan pemerintah , dan sikap keterbukaan masyarakat terhadap

budaya asing.

Page 73: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

86

 

4.9. Persepsi dan Keinginan Masyarakat

Masyarakat Kota Sungai Penuh pada umumnya dan masyarakat adat Limo

Luhah khususnya merupakan masyarakat transisi. Masyarakat transisi adalah

masyarakat yang mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat

industri dan komunikasi modern. Hampir tidak ada lagi masyarakat tradisional

yang belum tersentuh pengaruh dan perkembangan masyarakat industri dan

komunikasi modern (Banawiratma 1991). Meskipun demikian, tidak semua

budaya tradisional ditinggalkan oleh masyarakat. Kehidupan masyarakat yang

sedang mengalami transisi menciptakan kehidupan yang bersifat konsumtif

terhadap budaya asing dam memunculkan persepsi bahwa budaya tradisional

sudah tidak cocok dan ketinggalam zaman. Akan tetapi, untuk meninggalkan

budaya tradisional secara mutlak juga tidak mungkin sehingga masyarakat

mengadopsi kedua budaya ini secara bersama (Sagrim 2009).

Kehidupan masyarakat transisi tidak terlepas dari pembangunan.

Pembangunan dalam perspektif modernisasi berasumsi pada dua kutub yang

berbeda, yaitu pemerintah dalam posisi superior (pusat) dan masyarakat dalam

posisi inferior (periferi). Perubahan selalu berasal dari pemerintah, budaya

tradisional masyarakat dianggap sebagai salah satu penghambat sehingga perlu

digantikan dengan oleh budaya modern yang lebih produktif. Orientasi utama

pembangunan adalah peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Perubahan mendasar

yang terjadi semakin mengikis budaya tradisional. Padahal masyarakat tradisional

sudah memiliki pola pengaturan kehidupan sosialnya sejak lama , namun harus

mengalami transformasi menuju pola pengaturan baru yang oleh pemerintah

dianggap lebih baik (Widodo 2008).

Dari pengamatan di dalam kawasan Rumah Larik dan sekitarnya, terlihat

jelas perubahan kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Hal yang paling

menonjol berubah adalah konstruksi dan gaya arsitektur bangunan rumah serta

anggota masyarakat yang tinggal di dalam kawasan tersebut. Berdasarkan data

hasil kuisoner dari 31 responden, menunjukkan bahwa sekitar 64,5 % menyatakan

setuju dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat (Gambar 41).

Masyarakat berpendapat bahwa perubahan yang terjadi saat ini terutama budaya

modernisasi tidak bisa dicegah dan masyarakat pendatang tidak dapat dibendung.

Page 74: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

87

 

Gambar 41. Diagram Hasil Kuisoner tentang Setuju atau Tidaknya terhadap

Perubahan yang Terjadi dalam Masyarakat

Masyarakat Suku Kerinci adalah masyarakat yang masih menjunjung tinggi

adat istiadatnya. Meskipun mengadopsi budaya asing yang tidak dapat dibendung,

budaya tradisional masyarakat masih sangat kuat. Kehidupan bermasyarakat yang

saling menghormati dan tolong menolong masih bisa dirasakan hingga saat ini.

Hasil kuisoner menunjukkan 96,77 % masyarakat atau 30 orang responden

mengatakan betah tinggal di dalam kawasan Rumah Larik ini (Gambar 42).

Gambar 42. Diagram Hasil Kuisoner tentang Betah atau Tidaknya Masyarakat

Tinggal di Dalam Kawasan Rumah Larik Limo Luhah.

Page 75: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

88

 

Sebagian besar masyarakat Suku Kerinci terutama yang tinggal di dalam

kawasan Rumah Larik Limo Luhah masih melakukan adat budaya mereka. Hasil

kuisoner menunjukkan sekitar 87 % atau 27 orang responden mengatakan masih

melakukan adat budaya tradisional mereka (Gambar 43). Adat budaya yang masih

dilakukan hingga saat ini antara lain yaitu, penggunaan kata sapa atau panggilan,

upacara adat perkawinan, upacara naik haji, upacara kenduri sko, dan lain

sebagainya.

Gambar 43. Diagram Hasil Kuisoner tentang Masih atau Tidaknya Masyarakat

Melakukan Kegiatan Adat Budaya Tradisional

Masyarakat adat Limo Luhah Sungai Penuh melestarikan budaya mereka

secara turun temurun. Salah satu caranya adalah melalui cerita orang-orang tua

yang diturunkan pada anak dan cucunya. Hasil kuisoner terhadap 31 orang

responden menunjukkan 32,25 % menyatakan tahu tentang sejarah suku Kerinci,

38,70 % menyatakan sedikit tahu, dan 29,03 % menyatakan tidak tahu. Golongan

masyarakat yang menyatakan tahu tentang sejarah Suku Kerinci rata-rata adalah

para orang tua dan pemangku adat. Sedangkan yang menyatakan tidak tahu adalah

remaja dan masyarakat pendatang. Selain bersumber dari cerita orang-orang tua,

Page 76: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

89

 

informasi dan pengetahuan mengenai sejarah dan budaya tradisional masyarakat

Suku Kerinci diperoleh melalui buku-buku sejarah dan kebudayaan Kerinci.

Kawasan Rumah Larik merupakan lanskap budaya yang unik, bernilai

budaya tinggi, dan membanggakan bagi masyarakat Suku Kerinci. Dari hasil

kuisoner terhadap 31 orang responden akan pentingnya keberadaan kawasan

Rumah Larik, 48,38 % mengatakan sangat penting dan 51,61 % mengatakan

penting. Kemudian, 100 % responden menganggap kawasan ini perlu dilestarikan

agar dapat menjaga nilai-nilai sejarah dan budaya Kerinci sehingga dapat di

ketahui oleh generasi-generasi muda. Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat

masih menganggap pentingnya keberadaan lanskap budaya Rumah Larik ini dan

ingin melestarikannya. Sejauh ini, masyarakat telah melakukan berbagai upaya

untuk mendukung pelestarian tersebut seperti, berpartisipasi aktif

menyumbangkan pikiran, tenaga, dan finansial. Sebanyak 77,42 % masyarakat

menginginkan adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat

dalam pengelolaan kawasan Rumah Larik ini. Pengelolaan dan pelestarian yang

diinginkan oleh masyarakat adat Limo Luhah antara lain :

1. Penetapan kawasan Rumah Larik serta elemen-elemen di dalamnya

sebagai Benda Cagar Budaya (BCB) yang perlu dilestarikan.

2. Adanya sertifikasi kepemilikan lahan milik adat dalam kawasan Rumah

Larik Limo Luhah oleh pemerintah.

3. Adanya bantuan (insentif) dari pemerintah terhadap para pemilik Rumah

Larik untuk biaya pemeliharaan.

4. Adanya peran aktif para pemangku adat tiap Luhah dalam upaya

pelestarian kawasan Rumah Larik.

5. Meningkatkan kepedulian masyarakat dan lembaga adat.

6. Pembangunan yang dilakukan tetap mempertahankan nilai-nilai budaya.

7. Adanya sanksi adat bagi masyarakat yang menjual tanah dan rumah

dalam kawasan Rumah Larik Limo Luhah.

8. Adanya upaya dari masyarakat untuk melakukan penghijauan dan

menjaga kebersihan lingkungan Rumah Larik agar terlihat lebih tertata

dan indah.

Page 77: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

90

 

4.10. Pengelolaan Lanskap

4.10.1. Pengelolaan Lanskap Oleh Masyarakat

Tanah adat di Kerinci dikenal dengan istilah tanah ajun arah atau tanah

ulayat di Minangkabau. Tanah ajun arah terbagi menjadi dua, yaitu yang berada

dalam lingkungan parit sudut empat dan yang berada di luar permukiman adat.

Tanah adat dalam parit sudut empat dikuasai secara bersama oleh luhah, kalbu,

perut, tumbi, dan diatur pemakaiannya oleh Ninik Mamak dengan persetujuan

Depati (Disparbud Kerinci 2003). Tanah dalam parit sudut empat yang terdiri dari

rumah tempat tinggal, pekarangan, surau, masjid, sekolah, tempat pemandian

umum, tanah lapang, jalan, dan fasilitas lainnya hanya dilakukan pemeliharaan

fisik saja. Rumah dan pekarangan merupakan tanggung jawab pemilik rumah

untuk memeliharanya. Sedangkan untuk fasilitas umum seperti jalan, masjid,

surau, dan tanah lapang dikelola secara bersama oleh masyarakat atau dikelola

oleh lembaga dan petugas-petugas yang telah diberikan wewenang untuk

mengelolanya. Adanya aturan yang tidak boleh memperjual belikan tanah adat

terutama dalam lingkungan parit sudut empat menjadi salah satu cara pengelolaan

yang diatur oleh adat sehingga dapat melestarikan warisan nenek moyang.

Tanah ajun arah yang berada di luar permukiman adat adalah hutan.

Hutan adat ada yang boleh dimanfaatkan oleh manusia dan ada yang tidak boleh

dijamah sama sekali. Dalam mempertahankan hutan, adat diberikan hak untuk

menjaganya. Hutan larangan (imbo larang) merupakan hutan yang tidak boleh

digarap oleh manusia, batasnya ditentukan oleh adat. Hutan merupakan lahan

cadangan yang berfungsi sebagai tempat membangun permukiman baru jika

sudah tidak ada lagi lahan untuk membangun. Selain hutan, sawah dan ladang

juga merupakan tanah ajun arah yang berfungsi sebagai lahan cadangan.

Kepemilikan sawah dan ladang telah diatur oleh adat, dan pemakaiannya juga

telah diatur oleh Depati dan Ninik Mamak. Sawah dan ladang boleh diperjual

belikan atau dialih fungsikan dengan persetujuan dari Ninik Mamak.

4.10.2. Kebijakan Pemerintah

Kota Sungai Penuh diresmikan pada tanggal 8 November 2008 oleh Menteri

Dalam Negeri H. Mardiyanto berdasarkan UU No. 25 Tahun 2008. Berdasarkan

Page 78: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

91

 

hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2010, Kota

Sungai Penuh berhasil meraih penghargaan sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB)

terbaik se-Indonesia. Sebagai kota yang baru terbentuk, Kota Sungai Penuh belum

memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penyusunan RTRW ditargetkan

selesai pada tahun 2010 (http://www.sungaipenuhkota.go.id/, Mei 2010).

Berdasarkan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota Sungai Penuh

Tahun 2010, prioritas pembangunan dalam rancangan Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) Kota Sungai Penuh Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan sarana dan prasarana pendukung perekonomian daerah.

2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelayanan kepada

masyarakat.

3. Peningkatan pendapatan masyarakat berbasis ekonomi kerakyatan.

4. Peningkatan pelestarian lingkungan hidup dan penataan ruang.

Dari prioritas dan sasaran pembangunan di atas, pemerintah kota

merencanakan pembangunan dan perbaikan jalan serta jembatan, rehabilitasi

irigasi teknis dan sarana air bersih, rehabilitasi fasilitas umum seperti sekolah dan

puskesmas, pemberian bantuan modal bagi koperasi dan UKM, mengoptimalkan

penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, pemanfaatan lahan kritis di luar

kawasan TNKS, dan penataan Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) yang ada di

Kota Sungai Penuh.

Pengelolaan yang dilakukan pemerintah Kota Sungai Penuh terhadap

kawasan Rumah Larik Limo Luhah baru terbatas pada pemeliharaan fisik.

Pemerintah belum memberikan perhatian khusus pada usaha pelestarian sejarah

dan budaya masyarakat adat yang ada di Kota Sungai Penuh.

4.11. Analisis Keberlanjutan

Analisis keberlanjutan lanskap budaya Rumah Larik Limo Luhah dilakukan

terhadap dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal (budaya dan

adat istiadat masyarakat) dan faktor eksternal (pengaruh budaya asing dan

kebijakan pemerintah). Kedua faktor tersebut dinilai dapat mempengaruhi

keberlanjutan masyarakat adat, budaya dan wilayah adat.

Page 79: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

92

 

4.11.1. Faktor Internal

Faktor internal yang terkait dengan keberlanjutan lanskap budaya Rumah

Larik Limo Luhah salah satunya yaitu, adanya hukum dalam adat yang mengatur

tentang hak warisan. Hak warisan adalah hak pusaka yang diturunkan dari nenek

moyang kepada keturunannya (ahli waris). Hak warisan dalam masyarakat suku

Kerinci ada empat macam, yaitu warisan gelar, warisan rumah, warisan tanah, dan

warisan benda ringan. Warisan gelar berupa Depati maupun Ninik Mamak dapat

jatuh kepada anak jantan atau anak batino. Gelar ini merupakan warisan budaya

dari nenek moyang yang masih bertahan hingga sekarang. Warisan rumah atau

pusaka rumah hanya diturunkan pada anak batino dan tidak boleh diperjual

belikan. Misalnya, seseorang meninggalkan empat buah rumah, maka dua rumah

diserahkan kepada anak batino dan dua rumah lagi boleh dibagi kepada anak

jantan, akan tetapi anak batino tetap berhak atas semua rumah tersebut (Zakaria

1973). Hal ini menggambarkan bagaimana rumah dianggap sebagai sesuatu yang

sangat berharga sehingga hak kepemilikannya bagi ahli waris diatur dalam adat

yang berlaku dalam masyarakat.

Warisan tanah dapat berupa tanah kering (ladang) atau tanah basah (sawah).

Warisan berupa ladang diturunkan kepada anak jantan dan anak batino secara adil.

Sedangkan sawah, pewarisannya sama dengan hak waris terhadap rumah, yaitu

diturunkan kepada anak batino. Sawah warisan ini tidak boleh dijual karena

termasuk pusaka, kecuali dengan izin dari Depati dan Ninik Mamak. Seperti yang

dijelaskan sebelumnya, bahwa sawah dan ladang juga berfungsi sebagai lahan

cadangan untuk mendirikan pemukiman baru. Selain itu, sebagian besar

masyarakat berprofesi sebagai petani yang menggantungkan hidupnya pada hasil

pertanian. Warisan lainnya adalah warisan benda ringan, yaitu benda-benda yang

dapat dibawa seperti hewan ternak, emas, pakaian, dan lain sebagainya. Warisan

ini diturunkan kepada anak jantan, apabila tidak ada anak jantan maka semuanya

jatuh pada anak batino (Zakaria 1973).

Selain masalah hak warisan di atas, faktor yang ikut mempengaruhi

keberlanjutan lanskap budaya Rumah Larik ini adalah hubungan kekeluargaan

dan kekerabatan yang masih dijunjung tinggi oleh semua golongan dalam

masyarakat adat Limo Luhah. Pola pemukiman yang berluhah-luhah

Page 80: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

93

 

memungkinkan masyarakat untuk lebih saling berinteraksi dalam kehidupan

sehari-hari. Sikap gotong royong masih dapat dilihat dalam kegiatan-kegiatan

tertentu, baik yang bersifat kegiatan sosial maupun kegiatan adat. Namun, rasa

kekeluargaan dan kebersamaan dalam masyarakat saat ini tidak seperti kehidupan

masyarakat pada zaman dahulu yang masih sangat kuat.

Kegiatan-kegiatan adat dan tradisi budaya yang masih sering dilakukan

hingga sekarang juga mendukung keberlanjutan dari budaya masyarakat sendiri.

Tradisi-tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini antara lain, upacara adat

perkawinan, upacara adat kematian, upacara kenduri sko, upacara naik haji, dan

lain sebagainya. Sedangkan tradisi yang sudah tidak dilakukan lagi oleh

masyarakat antara lain, upacara mendirikan rumah, kenduri setelah menuai padi,

tale, upacara turun mandi anak, dan tari Tauh11.

Suku Kerinci memiliki kemiripan dengan suku Minangkabau, yaitu suka

merantau jauh dari daerah asalnya. Menurut Junus (1978, diacu dalam Rasyid

2008), keinginan untuk merantau ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama

adalah keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa menggunakan

tanah-tanah yang telah ada. Hal ini dihubungkan dengan keadaan bahwa seorang

anak jantan tidak mempunyai hak menggunakan tanah warisan bagi kepentingan

dirinya sendiri. Ia hanya dapat menggunakan tanah warisan itu untuk kepentingan

keluarga matrilinielnya. Kedua, adalah perselisihan-perselisihan yang dapat

menyebabkan orang merasa yang dikalahkan akan meninggalkan kampung dan

keluarga untuk menetap di tempat lain. Keadaan ini kemudian ditambah dengan

keadaan yang diciptakan oleh perkembangan yang berlaku pada masa akhir-akhir

ini, seperti dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Orang

Kerinci dapat dijumpai di beberapa daerah di Indonesia, mereka pada umumnya

merantau untuk bekerja, sekolah, dan ada yang merantau karena ikatan

perkawinan. Orang Kerinci yang merantau biasanya kembali pulang ke kampung

halamannya apabila kehidupan ekonominya sudah menjadi lebih baik. Di

kampung halamannya, mereka kembali membantu orang tua maupun saudara-

saudaranya. Banyak masyarakat Kerinci yang bekerja menjadi TKI di Malaysia

11 Hasil wawancara dengan Depati Hasril Maizal, April 2010.

Page 81: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

94

 

dan membawa sesuatu yang baru seperti budaya luar masuk ke kampung

halamannya.

4.11.2. Faktor Eksternal

Penetapan Sungai Penuh sebagai Kotamadya dan sekaligus memisahkan diri

dari Kabupaten Kerinci berdasarkan UU No.25 Tahun 2008 yang disahkan oleh

DPR-RI pada tanggal 21 Juli 2008 merupakan titik awal perubahan dan

pembangunan Kota Sungai Penuh sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB). Dalam

kurun waktu 2 tahun mulai dari 2008 hingga 2010 Kota Sungai Penuh telah

banyak mengalami perkembangan sehingga meraih prestasi sebagai DOB terbaik

se-Indonesia. Perkembangan pesat terjadi di berbagai aspek, terutama pada aspek

teknologi dan informasi. Arus globalisasi dan kemajuan teknologi tidak dapat

dicegah sehingga budaya luar dapat dengan mudah masuk ke dalam kehidupan

masyarakat. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat Suku Kerinci

pada khususnya sedang mengalami masa transisi dari masyarakat agraris

tradisional yang penuh dengan nuansa spiritualistik menuju masyarakat industri

modern yang materialistik. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi lebih

konsumtif terhadap budaya-budaya luar yang dominan bersifat kebendaan.

Semakin berkembangnya teknologi informasi seperti handphone dan internet

semakin menjerumuskan para generasi muda dalam dunia modernisasi. Para

generasi muda mulai tidak peduli lagi dengan adat dan budaya yang berlaku

dalam kehidupan masyarakat tempat dimana mereka hidup. Padahal, para orang

tua membutuhkan para pemuda untuk melanjutkan tradisi dan melestarikan

budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka dahulu.

Sebagai kota yang baru terbentuk, Sungai Penuh belum memiliki RTRW

dan penyusunannya ditargetkan selesai pada tahun 2010. Pemerintah memiliki

sasaran pembangunan yang meliputi peningkatan tata pemerintahan, sarana dan

prasarana infrastruktur, sumber daya manusia, ekonomi , dan sumber daya alam

serta pariwisata. Tatanan lanskap kawasan Rumah Larik Limo Luhah dan

lingkungan di sekitarnya saat ini sudah sangat jauh berbeda jika dibandingkan

dengan kondisi pada tahun 1940-an. Lingkungan di sekitar parit sudut empat yang

dahulu terdiri dari ladang dan hutan, saat ini sudah berubah menjadi area

Page 82: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

95

 

permukiman, pendidikan, dan komersil (Gambar 44). Selain itu, dalam larik tidak

dapat ditemui lagi rumah-rumah yang saling terhubung satu dengan lainnya,

setiap rumah telah memisah menjadi unit-unit tersendiri. Hal ini menggambarkan

kondisi kehidupan sosial masyarakat yang dahulu kekerabatannya sangat erat,

akan tetapi saat ini cenderung individualis. Banyak elemen-elemen lanskap yang

sudah rusak dan hilang karena termakan usia seperti rumah larik, tabuh larangan,

bilik padi, makam nenek moyang, dan sebagainya. jika kondisi ini terus dibiarkan

tanpa ada usaha pelestarian, dikhawatirkan lanskap budaya Rumah Larik Limo

Luhah ini akan kehilangan karakternya.

Gambar 44. Perubahan Lanskap di Sekitar Kawasan Rumah Larik Limo Luhah

Gambar Kiri (tahun 1940-an) dan Gambar Kanan (tahun 2010)

Pada bidang pariwisata, belum adanya kebijakan-kebijakan pemerintah

yang bersifat melindungi warisan sejarah dan budaya Kerinci. Peningkatan

pariwisata hanya difokuskan pada objek pemeliharaan objek wisata yang telah ada

dan merencanakan objek wisata baru yang hanya memiliki nilai estetika untuk

menarik pengunjung. Objek-objek seperti benda-benda bersejarah yang banyak

tersebar di Kota Sungai Penuh dan berpotensi sebagai objek daya tarik wisata

belum mendapatkan perhatian dari pemerintah. Selain itu, belum adanya peraturan

tertulis yang melindungi benda-benda bersejarah seperti masjid keramat, tabuh

Page 83: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

96

 

larangan, dan makam keramat yang merupakan Benda Cagar Budaya (BCB).

Rumah-rumah Larik yang masih tradisional seperti yang terdapat di luhah

Mangku Bumi dan Luhah Rio Jayo juga belum mendapatkan perhatian. Padahal

rumah-rumah tersebut merupakan aset berharga yang perlu dilestarikan.

4.11.3. Analisis SWOT Terhadap Keberlanjutan Lanskap Budaya Rumah

Larik Limo Luhah

Analisis SWOT adalah metode analisis yang paling dasar, analisis ini akan

digunakan untuk melihat permasalahan dari empat aspek yang berbeda. Dari

analisis faktor internal akan dirumuskan aspek kekuatan (strengths) dan

kelemahan (weaknesses), sedangkan dari faktor eksternal akan dirumuskan aspek

peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Aspek-aspek tersebut adalah

sebagai berikut:

4.11.3.1. Kekuatan (Strengths)

1. Masyarakat masih mempertahankan tradisi budaya yang ditinggalkan oleh

nenek moyang mereka.

2. Masih berlakunya status tanah adat atau tanah ajun arah yang mengatur hak

kepemilikan terhadap suatu lahan.

3. Hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang masih kuat terjalin dalam

masyarakat.

4. Masih terdapatnya beberapa elemen lanskap yang mengandung nilai sejarah

dan budaya dalam kawasan Rumah Larik Limo Luhah.

5. Adanya keinginan dari masyarakat untuk melestarikan Rumah Larik sebagai

rumah tradisional masyarakat Kerinci dan elemen-elemen pendukungnya.

4.11.3.2. Kelemahan (Weaknesses)

1. Banyaknya orang Kerinci yang merantau ke daerah lain dan membawa

pengaruh budaya luar.

2. Banyaknya masyarakat pendatang yang tinggal di dalam kawasan Rumah

Larik karena adanya kecenderungan masyarakat lokal untuk menyewakan

rumahnya dan menetap di lokasi yang baru.

Page 84: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

97

 

3. Adanya pembukaan ladang yang mulai merambah ke hutan dan perubahan

ladang menjadi daerah pemukiman baru.

4. Banyaknya lahan sawah yang mulai dijual oleh pemiliknya karena kebutuhan

lahan yang tinggi sedangkan ketersediaan lahan terbatas.

5. Peran Depati dan Ninik Mamak yang mulai berkurang dalam masyarakat.

6. Kurangnya kepedulian para generasi muda untuk melestarikan sejarah dan

budaya Kerinci.

4.11.3.3. Peluang (Opportunity)

1. Kemajuan teknologi dan informasi yang dapat mendukung kelestarian lanskap

budaya Rumah Larik.

2. Pembangunan dan rencana pembangunan pemerintah yang mendukung

keberlanjutan kawasan Rumah Larik Limo Luhah.

3. Kebijakan pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk

melindungi serta melestarikan benda-benda bernilai sejarah dan budaya

khususnya dalam kawasan Rumah Larik Limo Luhah.

4.11.3.4. Ancaman (Threats)

1. Masuknya budaya luar yang memiliki nilai negatif bagi keberlanjutan lanskap

budaya Rumah Larik Limo Luhah.

2. Kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan kelestarian nilai-nilai sejarah

dan budaya dalam kawasan Rumah Larik Limo Luhah.

4.12. Usulan Pelestarian Lanskap

4.12.1. Konsep Pelestarian

Kawasan Rumah Larik Limo Luhah merupakan lanskap budaya berupa

permukiman tradisional di Kota Sungai Penuh yang memiliki karakter unik yaitu,

dipengaruhi oleh kondisi alam baik secara makro, meso, dan mikro berupa daerah

perbukitan dan lembah dengan topografi yang beragam serta adat budaya yang

berlaku dalam masyarakatnya. Kehidupan masyarakatnya memiliki ciri rasa

kekeluargaan dan kekerabatan yang tinggi. Selain itu, kecenderungan masyarakat

kerinci untuk merantau ke daerah lain dan kembali ke kampung halaman dapat

Page 85: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

98

 

memberikan nilai positif dan negatif bagi keberlanjutan lanskap budaya Rumah

Larik ini. Pembangunan pesat yang dilakukan pemerintah sebagai Daerah

Otonomi Baru (DOB) semakin mengancam keberadaan kawasan Rumah Larik ini.

Selain itu, ketersediaan lahan yang terbatas untuk pembangunan memaksa

masyarakat untuk menjual sawah dan ladangnya. Konsep pelestarian yang

diusulkan adalah melindungi keberadaan kawasan Rumah Larik Limo Luhah dan

tanah adat yang berada dalam wilayah adat Depati Nan Bertujuh dengan

meningkatkan peran dan hubungan kerjasama antara pemerintah Kota Sungai

Penuh dengan masyarakat lokal yang terdiri dari masyarakat adat Limo Luhah,

para pemangku adat (Depati dan Ninik Mamak), serta masyarakat yang sedang

dalam perantauan. Hal ini bertujuan agar antara pemerintah yang berada pada

posisi superior dalam proses pembangunan dan masyarakat yang inferior sebagai

objek pembangunan memiliki sebuah solusi terbaik tentang bagaimana

pembangunan kota tetap berjalan dan kelestarian kawasan Rumah Larik juga tetap

terjaga. Masyarakat adat hendaknya dilibatkan dalam setiap pengambilan

keputusan yang terkait dengan keberlanjutan kawasan atau wilayah adat mereka.

4.12.2. Tindakan Pelestarian

Melihat kondisi eksisting kawasan saat ini, tidak memungkinkan untuk

dilakukan pelestarian dengan cara restorasi atau mengembalikan kawasan ke

bentuk aslinya sesuai dengan karakter yang dimiliknya. Tindakan pelestarian yang

diusulkan adalah rehabilitasi terhadap Rumah Larik yang masih tersisa, yaitu

Rumah Larik yang terdapat di luhah Rio Jayo sebagai representasi Rumah Larik

yang original, preservasi terhadap elemen-elemen yang terdapat di dalam kawasan

Rumah Larik Limo Luhah seperti tanah mendapo, makam nenek moyang, tabuh

larangan, dan benda-benda pusaka peninggalan nenek moyang, serta konservasi

terhadap wilayah adat Depati Nan Bertujuh dan kawasan Rumah Larik Limo

Luhah agar tetap menjadi sebuah pusat permukiman masyarakat adat limo luhah

yang penuh akan nilai budaya dan menjadi warisan bagi generasi di masa

mendatang.

Page 86: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

99

 

4.12.3. Zonasi Pelestarian

Tindakan pelestarian kawasan Rumah Larik Limo Luhah dilakukan dengan

tujuan mempertahankan dan melestarikan kawasan termasuk elemen-elemen yang

bernilai historis dan budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penentuan pola zona konservasi yang jelas untuk mendukung

tindakan pelestarian terhadap kawasan Rumah Larik Limo Luhah ini dan elemen-

elemen pendukungnya (Gambar 45).

Gambar 45. Zona Pelestarian Kawasan Rumah Larik Limo Luhah beserta

Elemen-elemen Pendukungnya dalam Wilayah adat Depati Nan Bertujuh

Kawasan Rumah Larik Limo Luhah merupakan zona inti yang berada

berdekatan dengan pusat kota sehingga sangat rentan terhadap proses

pembangunan dan pengembangan kawasan yang dilakukan oleh pemerintah.

Keberadaan kawasan Rumah Larik mulai terancam oleh perkembangan area

komersil atau perdagangan. Oleh karena itu, area di sekitar kawasan Rumah Larik

yang terdiri dari permukiman penduduk harus dilindungi untuk mencegah

terjadinya perubahan penggunaan lahan. Daerah yang termasuk zona inti lainnya

adalah tanah basah atau sawah yang merupakan tanah adat. Daerah persawahan

ini berada di sebelah Timur kawasan Rumah Larik Limo Luhah yang termasuk ke

Page 87: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

100

 

dalam Desa Gedang dan Desa Sumur Anyir. Area persawahan ini dilindungi oleh

zona penyangga yang terdiri dari permukiman penduduk dan pada zona ini harus

dilakukan pemantauan dan pengendalian agar permukiman tidak merambah lahan-

lahan sawah yang merupakan tanah warisan. Zona inti lainnya adalah hutan adat

yang berada di daerah perbukitan. Hutan merupakan salah satu warisan yang

harus dilindungi karena daerah ini merupakan hulu sungai yang mengalir

membelah Kota Sungai Penuh dan mengairi ladang serta sawah-sawah penduduk.

Zona penyangga yang melindungi hutan adat ini adalah ladang-ladang penduduk

yang terdapat di lereng bukit. Ladang atau tanah kering termasuk salah satu

warisan nenek moyang, namun ladang berfungsi juga sebagai lahan cadangan

sehingga boleh dimanfaatkan. Sedangkan zona pengembangan yang mengelilingi

zona penyangga merupakan daerah yang diizinkan untuk dilakukannya berbagai

bentuk pembangunan.

4.12.4. Strategi Pengelolaan Pelestarian Lanskap Berdasarkan Analisis

SWOT

Berdasarkan analisis SWOT di atas, dirumuskan strategi pengelolaan

pelestarian lanskap dengan mengkombinasikan faktor-faktor internal maupun

eksternal. Strategi tersebut dapat dibagi menjadi empat kriteria, yaitu strategi SO

(Strengths-Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST

(Strengths-Threats), dan strategi WT (Weaknesses-Threats). Strategi-strategi ini

kemudian dapat digolongkan menjadi dua, yaitu strategi yang terkait dengan

peran masyarakat dan strategi yang terkait dengan peran pemerintah. Analisis

dengan menggunakan mastriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 88: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

101

 

Tabel 6. Strategi Pelestarian Lanskap Kawasan Rumah Larik Limo Luhah

Berdasarkan Analisis SWOT

Matriks SWOT

Internal Strenghts (S) • Masyarakat masih

mempertahankan budaya warisan nenek moyang mereka

• Status tanah ajun arah masih berlaku dalam masyarakat

• Masih banyak terdapat elemen lanskap bernilai sejarah dan budaya

• Rasa kekeluargaan yang kuat dalam masyarakat

• Adanya keinginan untuk melestarikan Rumah Larik.

Internal Weaknesses (W) • Budaya luar dibawa oleh masyarakat perantau • Semakin banyaknya masyarakat pendatang • Perambahan hutan menjadi ladang dan ladang menjadi pemukiman • Keterbatasan lahan memaksa masyarakat untuk menjual tanahnya • Peran para pemangku adat semakin berkurang • Generasi muda kurang peduli terhadap sejarah dan budayanya.

Eksternal Opportunities (O) • Kemajuan teknologi dan

informasi yang dapat mendukung kelestarian

• Adanya pembangunan yang mendukung keberlanjutan kawasan Rumah Larik

• Adanya kebijakan pemerintah untuk perlindungan benda-benda bernilai sejarah dan budaya.

Strategi SO • Adanya kerjasama antara

pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan kawasan Rumah Larik

• Pembangunan yang dilakukan pemerintah tetap memperhatikan nilai sejarah dan budaya

• Adanya pengakuan hak kepemilikan tanah adat melalui pembuatan sertifikat tanah.

Strategi WO • Meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai pentingnya melestarikan nilai sejarah dan budaya melalui teknologi

• Membuat kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan

• Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam mengelola tanah adat.

• Memasukkan mata ajaran kebudayaan Kerinci dalam muatan lokal

Eksternal Threats (T) • Kebijakan pemerintah yang

kurang mendukung keberlanjutan kawasan Rumah Larik

• Masuknya budaya luar yang bernilai negatif bagi kelestarian kawasan Rumah Larik.

Strategi ST • Masyarakat harus peka

terhadap kebijakan pemerintah yang dapat mengancam kelestarian kawasan Rumah Larik

• Masyarakat harus lebih selektif dan kuat menghadapi budaya luar yang dapat mengancam kelestarian budaya mereka.

Strategi WT • Masyarakat sebaiknya

menyewakan rumah dan tanahnya tidak kepada masyarakat pendatang

• Masyarakat harus memahami rencana pembangunan pemerintah

• Meningkatkan peran orang tua dan para pemangku adat.

Page 89: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

102

 

4.12.5. Strategi Terkait Peran Para Pihak dalam Pelestarian Lanskap

Strategi pelestarian lanskap budaya Rumah Larik Limo Luhah yang terkait

dengan peran masyarakat, yaitu:

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya melestarikan

nilai sejarah dan budaya. Salah satunya dengan cara meningkatkan peran

orang tua dan para pemangku adat.

2. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam mengelola tanah adat.

3. Masyarakat harus meningkatkan kepedulian terhadap pelestarian Rumah

Larik dan kepekaan terhadap hal-hal yang dapat mengancam keberlanjutan

kawasan.

4. Masyarakat sebaiknya menyewakan rumah dan tanahnya tidak kepada

masyarakat pendatang.

5. Masyarakat harus memahami rencana pembangunan pemerintah.

Strategi pelestarian yang terkait dengan peran pemerintah khususnya

pemerintah Kota Sungai Penuh, yaitu:

1. Adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan

kawasan Rumah Larik.

2. Merancang suatu peraturan daerah yang mengatur perlindungan terhadap

kawasan atau objek yang bernilai sejarah dan budaya.

3. Pembangunan yang dilakukan pemerintah tetap memperhatikan nilai sejarah

dan budaya.

4. Adanya pengakuan hak kepemilikan tanah adat melalui pembuatan sertifikat

tanah.

5. Membuat kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan

khususnya yang terkait dengan pemanfaatan lahan di dalam wilayah adat

Depati Nan Bertujuh.

6. Memasukkan mata ajaran kebudayaan Kerinci dalam muatan lokal dan

kegiatan ekstrakurikuler sekolah untuk meningkatkan pengetahuan dan

kepedulian para generasi muda tentang kebudayaan mereka .

Page 90: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

103

 

4.12.6. Koordinasi Para Pihak yang Terkait dengan Pelestarian Lanskap

Dalam upaya melestarikan lanskap budaya Rumah Larik Limo Luhah

diperlukan sebuah koordinasi yang baik dan jelas. Koordinasi melibatkan pihak-

pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Masyarakat lokal

maupun perantau memiliki tanggungjawab atau keterlibatan langsung yang sangat

mempengaruhi keberlanjutan kawasan Rumah Larik ini. Sedangkan pemerintah

sebagai pembuat kebijakan secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh

positif dan negatif terhadap kelestarian kawasan Rumah Larik. Masyarakat

sebagai pihak yang memiliki peranan yang kuat harus menyadari bahwa mereka

memiliki sesuatu yang bernilai tinggi yaitu adat istiadat dan budaya, serta

memiliki tugas untuk melestarikannya. Banyaknya ancaman berupa pengaruh

budaya luar dan kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat membutuhkan

peran aktif masyarakat. Dalam hal ini adalah peran para orang tua dan pemangku

adat Limo Luhah. Terkait dengan strategi pelestarian, para orang tua dan

pemangku adat Limo Luhah diharapkan lebih berperan aktif dan responsif dalam

menyikapi segala bentuk tindakan yang dapat mengancam keberlanjutan kawasan

Rumah Larik Limo Luhah ini.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana pembangunan harus

memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat adat

Limo Luhah. Pembangunan sebaiknya diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat

tanpa mengganggu keberadaan elemen-elemen lanskap yang masih terdapat di

dalam kawasan Rumah Larik Limo Luhah seperti tanah mendapo, tabuh larangan,

makam, maupun kebudayaan atau tradisi masyarakat. Selain itu, dibutuhkan peran

pemerintah untuk meningkatkan peran para generasi muda dalam mengenali dan

memahami adat serta budaya mereka. Salah satu caranya adalah dengan

memasukkan mata ajaran kebudayaan Kerinci kedalam muatan lokal dan kegiatan

ekstrakurikuler sekolah. Untuk itu perlu ditingkatkan kerjasama dan koordinasi

antara masyarakat dengan pemerintah agar karakteristik lanskap budaya Rumah

Larik Limo Luhah dapat dilestarikan (Gambar 46).

Page 91: Karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap budaya ...

104

 

Keterangan : Garis koordinasi kerjasama

Garis pengelolaan secara langsung

Garis pengelolaan secara tidak langsung

Gambar 46. Koordinasi Pemerintah dan Masyarakat dalam Pelestarian Lanskap

Budaya Rumah Larik Limo Luhah.

Masyarakat Adat

Limo Luhah

Masyarakat Perantau

Kawasan Rumah Larik Limo Luhah

Pemerintah