KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS...

14
1 KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1 , Mohammad Shodiq Ibnu 2 , Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected]; [email protected] ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian skala laboratorium untuk mengetahui karakteristik serbuk ampas kelapa asetat, mengetahui kemampuan adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat terhadap gas SO 2 , dan mempelajari kemampuan adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat pada variasi panjang kolom. Tahap awal: pembuatan serbuk ampas kelapa dan serbuk ampas kelapa asetat. Karakterisasi adsorben: uji kadar air, kadar abu, daya serap terhadap larutan iod, kadar asetil, SEM dan FT-IR. Adsorben serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi panjang kolom 5, 7, dan 10 cm. Gas SO 2 yang terbuat dari pemanasan campuran HCl dan Na 2 S 2 O 3 dialirkan melewati kolom menuju wadah berisi larutan H 2 O 2 dan BaCl 2 . Gas SO 2 yang lolos akan bereaksi membentuk BaSO 4 dan dianalisis dengan metode turbidimetri menggunakan spektrofotometer pada λ 420 nm. Dengan mengetahui nilai absorbansi kadar sulfat, maka dapat diketahui persentase gas SO 2 yang teradsorpsi oleh adsorben serbuk ampas kelapa. Pada serbuk ampas kelapa terjadi peningkatan % teradsorpsi: 41,38 %, 45,62 %, dan 50,56 %, sedangkan pada serbuk ampas kelapa asetat: 50,56 %, 75,40 %, dan 78,11 %. Kata kunci: Karakterisasi, adsorpsi, ampas kelapa, anhidrida asetat, belerang dioksida PENDAHULUAN Penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin dan batubara yang semakin meningkat, menyebabkan kandungan oksida belerang (SO x ) di udara semakin meningkat. Pencemaran oleh gas SO x terutama disebabkan oleh komponen gas dioksida belerang (SO 2 ) dan trioksida belerang (SO 3 ). Keduanya disebut SO x . Gas SO 2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan gas SO 3 merupakan komponen yang tidak reaktif. Keberadaan gas SO x di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap sangat rendah. Gas belerang dioksida (SO 2 ) mempunyai sifat tidak berwarna, tetapi berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun dalam kadar rendah. Gas SO 2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan industri yang memakai bahan baku belerang. Berdasarkan struktur senyawa SO 2 , atom S berikatan rangkap dan berikatan tunggal dengan atom O, berbentuk bengkok, dan merupakan senyawa polar, sehingga dapat dijadikan sebagai adsorbat. Adsorben serbuk ampas kelapa bersifat polar, sehingga lebih efektif menyerap senyawa yang polar daripada senyawa yang kurang polar. Pada penelitian ini digunakan metode adsorpsi dengan menggunakan adsorben ampas kelapa, yang merupakan limbah yang jarang dimanfaatkan, prosesnya lebih sederhana, dan biayanya murah. Ampas kelapa adalah daging buah kelapa yang telah dihilangkan santannya. Ampas kelapa ini memiliki struktur permukaan berpori dan kandungan kimia berupa selulosa 16%, mannan 26 %, dan galaktomannan 61% (Zultiniar, 2009). Selulosa dan galaktomanan merupakan polisakarida yang mengandung gugus –OH sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Selulosa termasuk senyawa organik yang termasuk dalam golongan senyawa polimer. Senyawa polimer ini terdiri dari monomer berupa D- glukosa yang berikatan dengan glukosa membentuk 1,4’-β-D-glukosa. Molekul-

Transcript of KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS...

Page 1: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

1

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO2)

Yohanna Vinia Dewi Puspita1, Mohammad Shodiq Ibnu2, Surjani Wonorahardjo3

1Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian skala laboratorium untuk mengetahui karakteristik serbuk ampas kelapa asetat, mengetahui kemampuan adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat terhadap gas SO2, dan mempelajari kemampuan adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat pada variasi panjang kolom. Tahap awal: pembuatan serbuk ampas kelapa dan serbuk ampas kelapa asetat. Karakterisasi adsorben: uji kadar air, kadar abu, daya serap terhadap larutan iod, kadar asetil, SEM dan FT-IR. Adsorben serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi panjang kolom 5, 7, dan 10 cm. Gas SO2 yang terbuat dari pemanasan campuran HCl dan Na2S2O3 dialirkan melewati kolom menuju wadah berisi larutan H2O2 dan BaCl2. Gas SO2 yang lolos akan bereaksi membentuk BaSO4 dan dianalisis dengan metode turbidimetri menggunakan spektrofotometer pada λ 420 nm. Dengan mengetahui nilai absorbansi kadar sulfat, maka dapat diketahui persentase gas SO2 yang teradsorpsi oleh adsorben serbuk ampas kelapa. Pada serbuk ampas kelapa terjadi peningkatan % teradsorpsi: 41,38 %, 45,62 %, dan 50,56 %, sedangkan pada serbuk ampas kelapa asetat: 50,56 %, 75,40 %, dan 78,11 %. Kata kunci: Karakterisasi, adsorpsi, ampas kelapa, anhidrida asetat, belerang

dioksida

PENDAHULUAN Penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin dan batubara yang semakin

meningkat, menyebabkan kandungan oksida belerang (SOx) di udara semakin meningkat. Pencemaran oleh gas SOx terutama disebabkan oleh komponen gas dioksida belerang (SO2) dan trioksida belerang (SO3). Keduanya disebut SOx. Gas SO2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan gas SO3 merupakan komponen yang tidak reaktif. Keberadaan gas SOx di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap sangat rendah. Gas belerang dioksida (SO2) mempunyai sifat tidak berwarna, tetapi berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun dalam kadar rendah. Gas SO2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan industri yang memakai bahan baku belerang. Berdasarkan struktur senyawa SO2, atom S berikatan rangkap dan berikatan tunggal dengan atom O, berbentuk bengkok, dan merupakan senyawa polar, sehingga dapat dijadikan sebagai adsorbat. Adsorben serbuk ampas kelapa bersifat polar, sehingga lebih efektif menyerap senyawa yang polar daripada senyawa yang kurang polar.

Pada penelitian ini digunakan metode adsorpsi dengan menggunakan adsorben ampas kelapa, yang merupakan limbah yang jarang dimanfaatkan, prosesnya lebih sederhana, dan biayanya murah. Ampas kelapa adalah daging buah kelapa yang telah dihilangkan santannya. Ampas kelapa ini memiliki struktur permukaan berpori dan kandungan kimia berupa selulosa 16%, mannan 26 %, dan galaktomannan 61% (Zultiniar, 2009). Selulosa dan galaktomanan merupakan polisakarida yang mengandung gugus –OH sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Selulosa termasuk senyawa organik yang termasuk dalam golongan senyawa polimer. Senyawa polimer ini terdiri dari monomer berupa D-glukosa yang berikatan dengan glukosa membentuk 1,4’-β-D-glukosa. Molekul-

Page 2: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

2

molekul selulosa seluruhnya membentuk linear dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Ikatan hidrogen intramolekul terbentuk antara gugus-gugus –OH dari unit-unit glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang sama. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk dari gugus –OH dari molekul selulosa yang berdampingan. Berdasarkan struktur, serbuk ampas kelapa yang mengandung selulosa yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai adsorben karena mengandung gugus hidroksil (–OH) yang dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Dengan adanya gugus –OH, dapat menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut, sehingga dapat menjerap zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar. Selain selulosa, ampas kelapa juga mengandung galaktomanan. Gugus –OH pada galaktomanan juga merupakan polisakarida seperti selulosa. Kandungan galaktomanan lebih banyak pada ampas kelapa sehingga dapat berperan lebih dalam proses adsorpsi daripada selulosa.

Digunakan gas SO2 sebagai adsorbat, yang merupakan senyawa polar. Interaksi antara serbuk ampas kelapa dan gas SO2, yang dalam hal ini terjadi interaksi antara adsorben polar dan adsorbat polar disebut sebagai gaya dipol-dipol. Gaya dipol-dipol adalah gaya antarmolekul dalam zat yang polar. Molekul yang distribusi rapatan elektronnya tidak simetris bersifat polar dan mempunyai dua ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam senyawa polar, molekul-molekulnya cenderung menyusun diri dengan ujung positif berdekatan dengan ujung negatif dari molekul didekatnya, menghasilkan suatu gaya tarik-menarik yang disebut gaya tarik dipol-dipol.

Pada penelitian ini, digunakan serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat. Dengan adanya penggantian gugus –OH oleh gugus asetil, maka diharapkan kepolaran serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat lebih tinggi, sehingga dapat menyerap gas SO2 lebih banyak. Berbagai cara pembuatan selulosa asetat, diantaranya: 1) Peningkatan mutu sari buah nanas dengan memanfaatkan sistem filtrasi aliran dead-end dari membran selulosa asetat (Juansah dkk., 2009). 2) Pembuatan selulosa diasetat dari selulosa pulp sengon sebagai bahan baku pembuatan membran (Meurah dkk., 2009).

METODE PENELITIAN Eksperimen

Penelitian terdiri dari 5 tahap, yaitu: 1) Pembuatan adsorben serbuk ampas kelapa, 2) Pembuatan adsorben serbuk ampas kelapa asetat 3) Karakterisasi adsorben, 4) Pengujian serbuk ampas kelapa terhadap adsorpsi gas SO2, dan 5) Pengaruh variasi panjang kolom dan aktivasi dengan anhidrida asetat terhadap adsorpsi gas SO2. Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas Kelapa

Daging buah kelapa dikupas kulitnya dan diparut, lalu ditambah air dan diperas sampai santan yang keluar tidak berwarna. Kemudian ampas kelapa dioven pada suhu 100 °C selama 1 jam. Setelah dioven, dimasukkan ke dalam desikator. Ampas kelapa yang sudah kering dihaluskan dan diayak dengan ayakan ukuran 48 mesh. Serbuk ampas kelapa dengan ukuran 48 mesh disoxhlet dengan menggunakan pelarut n-heksana. Serbuk ampas kelapa yang sudah disoxhlet

Page 3: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

3

dioven kembali dengan suhu 65 °C selama 15 menit. Setelah dioven serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam desikator sampai berat konstan. Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas Kelapa Asetat

Serbuk ampas kelapa teraktivasi asetat dibuat dengan perbandingan massa serbuk ampas kelapa dengan volume asam asetat glasial 1:20, yaitu 5 gram serbuk ampas kelapa yang ditambahkan dengan 100 mL asam asetat glasial, diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 35 °C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan campuran 5 mL H2SO4 dan 30 mL asam asetat glasial dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 °C selama 90 menit. Larutan tersebut disaring, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 30 mL anhidrida asetat pada endapan yang dihasilkan sebelumnya dan diaduk kembali dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 °C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan secara tetes demi tetes akuades, disaring, endapan dicuci dengan akuades sampai filtrat tidak berwarna. Endapan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 40 °C selama 24 jam dan dihasilkan berwarna putih kecoklatan dalam bentuk serbuk. Karakterisasi Adsorben a. Penentuan Kadar Air

Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam krusibel, lalu dioven dengan suhu 110 °C. Kemudian dimasukkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. b. Penentuan Kadar Abu

Sebanyak 2,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam krusibel, lalu dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 850 °C selama 5 jam. Kemudian dimasukkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. c. Daya Serap Adsorben terhadap Larutan Iod (I2)

Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 1,25 mL larutan I2 0,1 N, lalu dikocok hati-hati dan disimpan di tempat yang gelap dan tertutup selama 2 jam. Hasil larutan tersebut kemudian disaring dan ditambahkan 5 mL larutan KI 20% dan 75 mL akuades lalu dikocok hingga homogen. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dari warna kuning kecoklatan sampai kuning muda, ditambah dengan indikator amilum 10 tetes, dititrasi kembali sampai warna biru hilang dan tepat tidak berwarna. Sebagai perbandingan dapat digunakan larutan blanko dengan menggunakan cara yang sama seperti cara di atas tanpa menggunakan adsorben. d. Kadar Asetilasi

Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat ditambah dengan 40 mL etanol 75 %. Direfluks pada suhu 55 °C selama 30 menit. Ditambah 40 mL larutan NaOH 0,475 N standar dan direfluks kembali pada suhu 55 °C selama 15 menit. Labu erlenmeyer ditutup rapat dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 72 jam pada suhu ruangan. Setelah 72 jam, larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,547 N standar dengan indikator PP sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan sampai warna merah muda hilang. Dilebihkan 1 mL larutan HCl 0,547 N dari titik akhir tersebut. Dicatat volume larutan HCl 0,547 N yang digunakan. Erlenmeyer ditutup kembali dengan rapat dan disimpan selama 24 jam pada suhu ruangan. Setelah 24 jam, larutan dititrasi kembali

Page 4: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

4

dengan larutan NaOH 0,475 N standar sampai terbentuk warna merah muda lagi (seperti awal). Dicatat volume larutan NaOH 0,475 N yang digunakan. Pengujian Serbuk Ampas Kelapa terhadap Adsorpsi Gas SO2

Disiapkan 2 buah erlenmeyer, erlenmeyer (a) untuk pembuatan gas SO2 dan erlenmeyer (b) untuk larutan penampung gas SO2. Masing-masing erlenmeyer disumbat dengan karet dan dihubungkan pada kolom. Kolom yang digunakan akan diisi dengan adsorben serbuk ampas kelapa, dengan variasi panjang kolom yaitu 5, 7, dan 10 cm. Sebanyak 5,00 gram kristal Na2S2O3 dan 10 mL larutan HCl 32 % dimasukkan dalam erlenmeyer (a). Campuran tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik pada suhu 120 °C selama 60 menit.

Gas yang terbentuk dilewatkan pada kolom yang berisi adsorben serbuk ampas kelapa, kemudian dialirkan ke dalam erlenmeyer (b) yang berisi larutan penampung. Larutan penampung tersebut berisi 3,11 gram larutan H2O2 35% dalam 100 mL.

Larutan penampung yang sudah bercampur dengan gas SO2 tersebut lalu diukur turbidansinya menggunakan turbidimeter. Sebelum diukur turbidansinya, ditambahkan 0,1 gram serbuk BaCl2.2H2O. Nilai turbidansi yang diperoleh tersebut dianggap sebagai turbidansi karena metode yang digunakan adalah turbidimetri. Pengujian dilakukan 2 kali atau duplo. Rancangan alat dapat ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1. Adsorpsi Gas SO2 dengan Kolom Serbuk Ampas Kelapa Pengaruh Variasi Panjang Kolom dan Aktivasi dengan Anhidrida Asetat terhadap Adsorpsi Gas SO2

Disiapkan 2 buah erlenmeyer, erlenmeyer (a) untuk pembuatan gas SO2 dan erlenmeyer (b) untuk larutan penampung gas SO2. Masing-masing erlenmeyer disumbat dengan karet dan dihubungkan pada kolom. Kolom yang digunakan akan diisi dengan adsorben serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat, dengan variasi panjang kolom yaitu 5, 7, dan 10 cm. Sebanyak 5,00 gram kristal Na2S2O3 dan 10 mL larutan HCl 32 % dimasukkan dalam erlenmeyer (a). Campuran tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik pada suhu 120 °C selama 60 menit.

Gas yang terbentuk dilewatkan pada kolom yang berisi adsorben serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat, kemudian dialirkan ke dalam erlenmeyer (b) yang berisi larutan penampung. Larutan penampung tersebut berisi 3,11 gram larutan H2O2 35% dalam 100 mL.

Page 5: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

5

Larutan penampung yang sudah bercampur dengan gas SO2 tersebut lalu diukur turbidansinya menggunakan turbidimeter. Sebelum diukur turbidansinya, ditambahkan 0,1 gram serbuk BaCl2.2H2O. Nilai turbidansi yang diperoleh tersebut dianggap sebagai turbidansi karena metode yang digunakan adalah turbidimetri. Pengujian dilakukan 2 kali atau duplo.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas Kelapa

Dilakukan preparasi terlebih dahulu agar ampas kelapa dapat digunakan sebagai adsorben. Ampas kelapa yang sudah tidak mengandung santan dioven pada suhu 100 °C selama 1 jam, lalu dimasukkan dalam desikator. Tujuan pengovenan untuk menghilangkan kandungan air dari pori-pori ampas kelapa. Ampas kelapa kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan ukuran 48 mesh. Tujuan dihaluskan adalah untuk memperkecil ukuran partikel serbuk ampas kelapa sehingga adsorbat yang terserap semakin banyak.

Serbuk ampas kelapa ukuran 48 mesh disoxhlet dengan pelarut n-heksana. Proses soxhlet bertujuan untuk menghilangkan kandungan minyak yang terdapat dalam ampas kelapa. Pelarut n-heksana dapat mengikat minyak karena bersifat non polar sehingga kantung-kantung minyak yang dihasilkan semakin besar. Kantung-kantung minyak dapat digunakan sebagai pori penjerap dan adsorbat yang terserap akan semakin banyak. Setelah disoxhlet, serbuk ampas kelapa dioven kembali untuk menguapkan n-heksana pada suhu 65 °C.

Untuk mengetahui kualitas adsorben yang akan digunakan, maka perlu dilakukan karakterisasi adsorben. Karakterisasi adsorben bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia dari adsorben yang akan digunakan dalam proses adsorpsi. Karakterisasi adsorben meliputi: kadar air, kadar abu, dan luas permukaan spesifik dengan cara melakukan uji daya serap terhadap larutan iod. Hasil karakterisasi adsorben serbuk ampas kelapa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Adsorben Serbuk Ampas Kelapa

Jenis Uji Standar Uji Hasil Penelitian Kadar air Kadar abu

Daya serap terhadap larutan iod (I2)

Maksimal 10 % Maksimal 2,5 % Minimal 2,0 %

7 % 2,0 %

5,997 % (Sumber: SII No. 0258-79, 1989)

Karakterisasi kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat pada adsorben. Kadar air dapat mempengaruhi kemampuan adsorpsi. Semakin besar kadar air suatu adsorben, maka semakin kecil kemampuan adsorben tersebut dalam menyerap adsorbat. Kadar air serbuk ampas kelapa yang diperoleh adalah 7 %. Angka yang dihasilkan masih memenuhi standar kadar air yaitu maksimal 10 %, sehingga dari hasil karakterisasi kadar air serbuk ampas kelapa baik digunakan sebagai adsorben.

Kadar abu dilakukan untuk mengetahui banyaknya oksida-oksida logam atau garam-garam mineral dan pengotor yang terkandung dalam adsorben. Kadar abu serbuk ampas kelapa adalah 2,0 %, sedangkan syarat kadar abu untuk standar adsorben yaitu maksimal 2,5 %. Serbuk ampas kelapa yang dihasilkan memiliki nilai kadar abu di bawah standar kadar abu. Hal ini disebabkan karena serbuk

Page 6: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

6

ampas kelapa mengandung garam mineral dan pengotor dalam jumlah yang relatif banyak.

Penentuan daya serap iod bertujuan untuk mengetahui luas permukaan spesifik adsorben. Semakin besar angka iod, maka semakin besar kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat. Daya serap terhadap larutan iod menunjukkan kemampuan serbuk ampas kelapa dalam mengadsorpsi komponen adsorbat. Adsorben memiliki luas permukaan tertentu. Luas permukaan merupakan luas total permukaan per gram suatu zat padat (m2/ g). Tidak semua permukaan dari adsorben dapat menyerap molekul I2. Permukaan yang dapat menyerap hanyalah permukaan spesifik yang memiliki pori yang volumenya sesuai dengan diameter dari molekul I2, sehingga akan menunjukkan luas permukaan yang besar. Luas permukaan spesifik adsorben, dapat diperkirakan secara langsung dengan menentukan daya serapnya terhadap larutan iod (I2). Serbuk ampas kelapa dengan kemampuan menyerap iodinnya tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga daya serap terhadap gas SO2 meningkat. Namun dari hasil penelitian, daya serap serbuk ampas kelapa terhadap larutan iod yang diperoleh adalah 5,997 %. Hasil yang diperoleh jauh di bawah standar kualitas adsorben, namun pada penelitian serbuk ampas masih bisa digunakan sebagai absorben. Aktivasi Serbuk Ampas Kelapa Asetat

Ada 3 tahapan dalam pembuatan serbuk ampas kelapa asetat, yaitu aktivasi, asetilasi, dan hidrolisis. Tahap aktivasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan tahap asetilasi dengan menggunakan larutan asam asetat glasial dan katalis H2SO4.

Pada tahap awal, serbuk ampas kelapa asetat dibuat dengan perbandingan massa serbuk ampas kelapa dengan volume asam asetat glasial 1:20, yaitu 5 gram serbuk ampas kelapa yang ditambahkan dengan 100 mL asam asetat glasial, diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 35 °C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan campuran 5 mL H2SO4 dan 30 mL asam asetat glasial dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 °C selama 90 menit. Tujuan penambahan larutan asam asetat glasial dan katalis H2SO4 adalah untuk menggembungkan serat-serat selulosa, sehingga didapatkan luas permukaan selulosa yang besar, dan mengurangi ikatan intramolekul hidrogen yang akan meningkatkan tinggi difusi reagen (Meurah, 2009).

Serbuk ampas kelapa yang akan diasetilasi harus kering karena kadar air dapat mempengaruhi jalannya reaksi esterifikasi. Untuk melakukan asetilasi, serbuk ampas kelapa yang telah diaktivasi direaksikan dengan anhidrida asetat. Pada penelitian, larutan tersebut disaring, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 30 mL anhidrida asetat pada endapan yang dihasilkan sebelumnya dan diaduk kembali dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 °C selama 90 menit.

Reaksi asetilasi adalah reaksi eksoterm, sehingga suhu harus dijaga kurang dari 50 °C. Reaksi asetilasi bersifat reversible, sehingga kadar air serbuk ampas kelapa yang terlalu tinggi akan menyebabkan hasil reaksi yang diinginkan tidak tercapai. Penambahan anhidrida asetat dilakukan tetes demi tetes karena reaksi asetilasi bersifat eksoterm, maka suhu yang digunakan pada proses asetilasi adalah 35 °C. Jika menggunakan suhu yang tinggi pada proses asetilasi menyebabkan serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat yang diinginkan terdegradasi.

Page 7: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

7

Setelah itu, ditambahkan akuades secara perlahan tetes demi tetes, disaring, endapan dicuci dengan akuades sampai filtrat tidak berwarna. Endapan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 40 °C selama 24 jam dan dihasilkan berwarna putih kecoklatan dalam bentuk serbuk. Penambahan akuades ini merupakan tahapan terakhir, yaitu tahap hidrolisis. Dengan adanya penambahan akuades, maka reaksi asetilasi tersebut berhenti. Pada tahap hidrolisis ini, larutan ampas kelapa yang telah terasetilasi diberi akuades secara perlahan tetes demi tetes. Tujuan utama dari tahap hidrolisis adalah untuk mensubstitusi gugus –OH air pada gugus asetil serbuk ampas kelapa yang teraktivasi semakin menurun. Laju hidrolisis dikendalikan oleh suhu dan konsentrasi katalis. Konsentrasi katalis yang lebih tinggi akan meningkatkan laju hidrolisis (Tresnawati, 2006). Pengaruh katalis membuat laju reaksi lebih cepat mencapai kondisi kesetimbangan, tetapi katalis tidak dapat meningkatkan atau menurunkan kesetimbangan. Faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan kondisi tersebut adalah suhu.

Serbuk ampas kelapa asetat lebih mengarah pada selulosa daripada galaktomannan maupun mannan, karena belum ada penelitian lebih lanjut mengenai galaktomannan maupun mannan. Belum terdapat juga penelitian tentang pemisahan kandungan selulosa, galaktomannan, dan mannan.

Untuk mengetahui kualitas adsorben yang akan digunakan, maka perlu dilakukan karakterisasi adsorben. Karakterisasi adsorben bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia dari adsorben yang akan digunakan dalam proses adsorpsi. Karakterisasi adsorben meliputi: kadar air, kadar abu, dan luas permukaan spesifik dengan cara melakukan uji daya serap terhadap larutan iod. Hasil karakterisasi adsorben dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Karakterisasi Adsorben Serbuk Ampas Kelapa Asetat

Jenis Uji Standar Uji Hasil Penelitian Kadar air Kadar abu

Kadar asetil Daya serap terhadap larutan iod (I2)

4-7 % Maksimal 2,5 %

39,0-40,0 % Minimal 2,0 %

16,5 % 1,0 %

38,74 % 5,997 %

(Sumber: SNI No. 06-2115, 1991) Kadar air berfungsi mengetahui presentase air yang terkandung dalam

serbuk ampas kelapa asetat. Kadar air serbuk ampas kelapa asetat yang baik berada pada rentang antara 4-7 %. Kadar air yang rendah dibutuhkan untuk meningkatkan reaktivitas selulosa asetat karena gugus hidroksil dalam air lebih reaktif daripada dalam selulosa. Untuk mendapatkan tingkat reaktivitas yang tinggi dibutuhkan kadar air yang rendah, sehingga proses subtitusi dapat berlangsung dengan baik. Kadar air yang tinggi juga dapat berpengaruh terhadap reaksi asetilasi karena reaksi tersebut bersifat reversible. Kadar air serbuk ampas kelapa asetat yang tinggi akan menyebabkan proses hidrolisis berlangsung lebih cepat daripada laju pembentukannya, sehingga hasil reaksi tidak dapat tercapai (Anwar, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian, kadar air serbuk ampas kelapa asetat yang diperoleh adalah 16,5 %. Berdasarkan standar (SNI, 1991), hasil yang diperoleh sangat besar, sehingga dapat menyebabkan penurunan reaktivitas selulosa asetat dan proses substitusi gugus hidroksil oleh gugus asetil menjadi terganggu.

Page 8: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

8

Kadar abu dilakukan untuk mengetahui banyaknya oksida-oksida logam atau garam-garam mineral dan pengotor yang terkandung dalam adsorben. Kadar abu serbuk ampas kelapa adalah 1,0 %, sedangkan syarat kadar abu untuk standar adsorben yaitu maksimal 2,5 %. Serbuk ampas kelapa yang dihasilkan memiliki nilai kadar abu sangat kecil. Hal ini disebabkan karena serbuk ampas kelapa mengandung sedikit garam mineral dan pengotor.

Kadar asetil bertujuan untuk mengetahui banyaknya gugus asetil yang terdapat di dalam selulosa asetat dapat diukur. Kadar asetil selulosa asetat dapat dipengaruhi oleh jumlah gugus asetil yang terdapat pada selulosa asetat. Kadar asetil sebanding dengan jumlah gugus asetil yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu selulosa asetat yang terbentuk memiliki kelarutan yang berbeda-beda (Rachmadetin, 2007). Berdasarkan syarat mutu selulosa asetat menurut SNI (1991), kadar asetil berada pada rentang 39,0-40,0 %, sedangkan pada hasil penelitian diperoleh kadar asetil sebesar 38,74 %. Hasil penelitian tersebut berada di bawah standar mutu selulosa, hal ini mungkin dapat disebabkan oleh pengaruh kadar air selulosa asetat yang tinggi, dan tidak memenuhi standar antara 4-7 %.

Penentuan daya serap iod bertujuan untuk mengetahui luas permukaan spesifik adsorben. Semakin besar angka iod, maka semakin besar kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat. Daya serap terhadap larutan iod menunjukkan kemampuan serbuk ampas kelapa dalam mengadsorpsi komponen adsorbat. Adsorben memiliki luas permukaan tertentu. Luas permukaan merupakan luas total permukaan per gram suatu zat padat (m2/ g). Tidak semua permukaan dari adsorben dapat menyerap molekul I2. Permukaan yang dapat menyerap hanyalah permukaan spesifik yang memiliki pori yang volumenya sesuai dengan diameter dari molekul I2, sehingga akan menunjukkan luas permukaan yang besar. Luas permukaan spesifik adsorben, dapat diperkirakan secara langsung dengan menentukan daya serapnya terhadap larutan iod (I2). Serbuk ampas kelapa dengan kemampuan menyerap iodinnya tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga daya serap terhadap gas SO2 meningkat. Daya serap serbuk ampas kelapa asetat terhadap larutan iod yang diperoleh adalah 14,778 %. Hasil yang diperoleh jauh di bawah standar kualitas adsorben, namun pada penelitian serbuk ampas kelapa asetat masih bisa digunakan sebagai adsorben.

Penentuan Gugus Fungsi Ampas Kelapa Asetat Menggunakan Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Keberhasilan proses reaksi asetilasi ampas kelapa asetat dapat dibuktikan dengan menggunakan analisis FT-IR. Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 2), pada serbuk ampas kelapa (garis warna hijau) terdapat puncak tajam melebar pada ῡ sekitar 3300 cm-1 mengindikasikan vibrasi ulur O-H dan puncak tajam melebar pada ῡ sekitar 1100 cm-1 mengindikasikan vibrasi ulur C-O. Pada serbuk ampas kelapa asetat (garis warna merah), terdapat puncak tajam pada ῡ sekitar 1750 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C=O (karbonil) dan puncak tajam melebar pada ῡ sekitar 1100 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C-O. Dari dua spektrum FT-IR tersebut, tampak terjadi tiga macam perubahan intensitas yang dapat diamati. Perubahan pertama adalah pada ῡ sekitar 3300 cm-1. Gugus O-H pada serbuk ampas kelapa intensitasnya tinggi, sedangkan pada serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat intensitasnya melemah. Hal ini mengindikasikan hilangnya gugus O-H pada struktur ampas kelapa setelah

Page 9: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

9

teraktivasi. Perubahan kedua adalah meningkatnya intensitas serapan IR sekitar 1100 cm-1. Daerah tersebut merupakan daerah yang khas vibrasi C-O. Perubahan ini menunjukkan adanya gugus C-O pada struktur serbuk ampas kelapa. Dari kedua perubahan tersebut dapat diduga bahwa struktur ampas kelapa mengalami perubahan pada gugus hidroksil. Gugus hidroksil pada ampas kelapa telah diubah menjadi gugus asetil. Perubahan ketiga, adanya perubahan gugus hidroksil menjadi gugus asetil diperkuat dengan munculnya puncak tajam pada ῡ 1750 cm-1. Puncak tersebut merupakan khas vibrasi ulur C=O (karbonil) sehingga memperkuat dugaan serbuk ampas kelapa telah mengalami proses asetilasi.

Gambar 2. Spektrum FT-IR Serbuk Ampas Kelapa dan Ampas Kelapa Asetat Hasil Analisis Morfologi Permukaan Serbuk Ampas Kelapa Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pada penelitian yang telah dilakukan, serbuk ampas kelapa dianalisis dengan SEM untuk mengetahui pori dari serbuk ampas kelapa. Analisis dilakukan sebelum dan sesudah adsorpsi terjadi. Berdasarkan pada Gambar 3.a, dapat dilihat bahwa permukaan serbuk ampas kelapa berongga dan berpori. Salah satu syarat suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben adalah memiliki struktur permukaan yang berpori, sehingga serbuk ampas kelapa dapat digunakan sebagai adsorben.

Setelah adsorpsi gas SO2, serbuk ampas kelapa juga dianalisis menggunakan SEM. Tujuannya untuk mengetahui perubahan struktur permukaan pada serbuk ampas kelapa setelah adsorpsi. Pada Gambar 3.b, dapat dilihat bahwa permukaan adsorben sesudah adsorpsi mengalami kerapatan pori, sehingga diduga serbuk ampas kelapa tersebut telah berhasil menjerap gas SO2. Pada proses tersebut terdapat interaksi fisika antara serbuk ampas kelapa dengan gas SO2, yaitu gaya dipol-dipol.

Serbuk ampas kelapa bersifat polar dan gas SO2 bersifat polar, sehingga gaya yang terjadi antara senyawa polar dan senyawa polar adalah gaya dipol-dipol. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adsorpsi yang terjadi merupakan adsorpsi fisika, karena gas SO2 hanya terjebak ke dalam pori serbuk ampas kelapa.

Dalam penelitian ini juga dilakukan perubahan permukaan pada serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat. Dengan adanya perubahan gugus hidroksil (–OH) oleh gugus asetil, maka diharapkan terjadi perubahan struktur permukaan antara serbuk ampas kelapa dan serbuk ampas kelapa asetat.

Page 10: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

10

Berdasarkan hasil analisis menggunakan SEM, dapat dilihat bahwa terjadi perubahan struktur permukaan serbuk ampas kelapa tersebut. Pada Gambar 3.c, struktur permukaan serbuk ampas kelapa asetat lebih kasar dan lebih tidak beraturan. Dapat diduga bahwa serbuk ampas kelapa asetat mempunyai pori dan rongga yang lebih banyak, sehingga kemampuan dalam menyerap gas SO2 semakin tinggi. Serbuk ampas kelapa asetat kepolarannya semakin tinggi, sehingga lebih mampu menyerap gas SO2 yang juga bersifat polar.

Setelah adsorpsi gas SO2, serbuk ampas kelapa asetat juga dianalisis menggunakan SEM. Tujuannya untuk mengetahui perubahan struktur permukaan pada serbuk ampas kelapa setelah adsorpsi. Pada Gambar 3.d, dapat dilihat bahwa permukaan adsorben sesudah adsorpsi mengalami kerapatan pori, sehingga diduga adsorben tersebut telah berhasil menjerap gas SO2. Pada proses tersebut terdapat interaksi fisika antara serbuk ampas kelapa asetat dan gas SO2, yaitu gaya dipol-dipol.

(a) (c)

(b) (d) Gambar 3a dan 3b Serbuk Ampas Kelapa Sebelum dan Sesudah Adsorpsi

dengan Perbesaran 5000x Gambar 3c dan 3d Serbuk Ampas Kelapa Asetat Sebelum dan Sesudah Adsorpsi

dengan Perbesaran 5000x

Serbuk ampas kelapa asetat memiliki kepolaran yang lebih tinggi daripada serbuk ampas kelapa, sehingga diharapkan daya adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat jauh lebih besar daripada serbuk ampas kelapa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan menghitung presentase gas SO2 yang teradsorpsi menggunakan spektrofotometer dengan metode turbidimetri.

Page 11: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

11

Adsorpsi Gas SO2 dan Analisis Kadar Sulfat dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer

Gas SO2 dibuat dari campuran 5 gram kristal Na2S2O3 dan 10 mL HCl 32 % yang dimasukkan dalam erlenmeyer yang ditutup dengan sumbat karet agar gas yang dihasilkan tidak keluar. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 120 °C selama 60 menit. Gas SO2 dialirkan ke kolom yang berisi serbuk ampas kelapa. Gas ditampung di dalam erlenmeyer tertutup dan berisi larutan penampung SO2. Larutan penampung berisi larutan H2O2 dan serbuk BaCl2.2H2O bertujuan untuk mengubah gas SO2 menjadi larutan H2SO4. Sedangkan BaCl2.2H2O bertujuan untuk menghasilkan endapan BaSO4 yang nantinya digunakan dalam analisis turbidimetri menggunakan spektrofotometer pada λ 420 nm.

Pada erlenmeyer yang berisi larutan penampung ini diberi sedikit lubang untuk mengurangi tekanan pada erlenmeyer tersebut, sehingga gas SO2 yang dihasilkan dapat mengalir melewati kolom tersebut. Jika tekanan pada erlenmeyer yang berisi larutan penampung tersebut tinggi, maka gas SO2 tidak dapat mengalir melewati kolom. Namun dapat dipastikan bahwa gas SO2 tidak ikut keluar karena selang yang digunakan panjangnya melebihi larutan H2O2, sehingga gas SO2 tersebut berubah menjadi larutan H2SO4.

Metode yang digunakan untuk menentukan kadar sulfat adalah metode turbidimetri menggunakan alat spektrofotometer. Pada penelitian ini dilakukan penentuan konsentrasi sulfat menggunakan spektrofotometer berdasarkan prinsip kekeruhan. Dari prinsip yang digunakan, larutan yang dihasilkan akan membentuk suspensi, dimana semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin pekat warna kekeruhan putih pada larutan. Kekeruhan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer pada λ 420 nm (SNI, 2005).

Pengaruh Variasi Panjang Kolom dan Aktivasi dengan Anhidrida Asetat terhadap Daya Adsorpsi Kadar Belerang Dioksida (SO2)

Pada penelitian dilakukan variasi panjang kolom untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variasi panjang kolom terhadap adsorpsi kadar belerang dioksida (SO2). Kolom yang digunakan adalah kolom yang terbuat dari kaca dengan diameter sebesar 0,8 cm2. Pada penelitian juga dilakukan aktivasi terhadap serbuk ampas kelapa dengan anhidrida asetat. Tujuan dilakukan aktivasi untuk mengetahui pengaruh daya adsorpsinya terhadap kadar belerang dioksida (SO2).

Tabel 3.a. Hasil Penyerapan Kadar SO2 oleh Serbuk Ampas Kelapa dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer

Perlakuan Adsorben (gram)

Absorbansi Sampel I

Absorbansi Sampel II

Absorbansi Rata-Rata

% Teradsorpsi

Tanpa serbuk ampas kelapa 0,44 1,015 1,497 1,256 -

Serbuk ampas kelapa 5 cm 0,44 0,683 0,793 0,738 41,24

Serbuk ampas kelapa 7 cm 0,67 0,652 0,714 0,683 45,62

Serbuk ampas kelapa 10 cm 0,93 0,605 0,637 0,621 50,56

Page 12: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

12

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3.a, diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan % teradsorpsi setiap kenaikan panjang kolom. Semakin besar panjang kolom, maka semakin meningkat daya serap yang diperoleh. Hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah adsorben yang digunakan pada kolom, semakin besar panjang kolom, maka semakin banyak adsorben yang digunakan dalam penyerapan. Jadi, semakin besar panjang kolom, maka kemampuan adsorben ampas kelapa dalam menyerap gas SO2 semakin meningkat, sehingga daya serapnya juga semakin meningkat.

Tabel 3.b Hasil Penyerapan Kadar SO2 oleh Serbuk Ampas Kelapa Asetat dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer

Perlakuan Adsorben (gram)

Absorbansi Sampel I

Absorbansi Sampel II

Absorbansi Rata-Rata

% Teradsorpsi

Tanpa serbuk ampas kelapa 0,44 1,015 1,497 1,256 -

Serbuk ampas kelapa asetat 5 cm 0,44 0,281 0,337 0,309 75,40

Serbuk ampas kelapa asetat 7 cm 0,67 0,268 0,282 0,275 78,11

Serbuk ampas kelapa asetat 10 cm 0,93 0,197 0,259 0,228 81,85

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3.b, diperoleh hasil bahwa terjadi

peningkatan % teradsorpsi pada serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat. Daya adsorpsi pada serbuk ampas kelapa asetat lebih tinggi daripada daya adsorpsi serbuk ampas kelapa, hal ini terjadi karena adanya substitusi gugus hidroksil dengan gugus asetil. Serbuk ampas kelapa asetat kepolarannya lebih tinggi, sehingga kemampuannya dalam menyerap adsorbat semakin tinggi.

Dapat dilihat perbedaan % gas SO2 yang teradsorpsi antara serbuk ampas kelapa dengan serbuk ampas kelapa asetat. Perbedaan % teradsorpsi pada panjang kolom 5 cm, 7 cm, dan 10 cm sebesar 34,16 %, 32,49 %, dan 31,29 %. Hal ini terbukti bahwa serbuk ampas kelapa asetat mempunyai daya serap yang semakin tinggi (Gambar 4).

Gambar 4 Kurva Hubungan % Teradsorpsi Gas SO2 dan Panjang Kolom pada Serbuk Ampas Kelapa dan Serbuk Ampas Kelapa Asetat

Page 13: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

13

Berdasarkan hasil adsorpsi terhadap gas SO2, maka dapat disimpulkan bahwa adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika. Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 2, interaksi antara serbuk ampas kelapa dan gas SO2, yang dalam hal ini terjadi interaksi antara adsorben polar dan adsorbat polar, yang disebut gaya dipol-dipol. Pada gaya dipol-dipol tersebut, gas SO2 hanya terjebak dan tidak bereaksi dengan pori-pori adsorben serbuk ampas kelapa, sehingga dapat dikatakan bahwa adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika. PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Semakin banyak adsorben yang digunakan, maka daya serap terhadap gas SO2 semakin tinggi. 2) Serbuk ampas kelapa yang teraktivasi asetat memiliki daya serap yang lebih tinggi dari serbuk ampas kelapa tanpa aktivasi dalam menyerap gas SO2. Saran

Ampas kelapa dan ampas kelapa asetat terbukti cukup efektif untuk menyerap gas SO2, oleh sebab itu peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Perlu dilakukan adsorpsi serbuk ampas kelapa lebih lanjut terhadap gas polar lainnya. 2) Perlu dilakukan variasi panjang kolom/ massa adsorben yang lebih banyak untuk mengetahui kemampuan serbuk ampas kelapa pada titik optimum. DAFTAR RUJUKAN Anwar, Khoirul. 2006. Variasi komposisi casting dalam metode inversi fasa

proses membran selulosa triasetat. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. (online), diakses tanggal 15 Februari 2013.

Juansah J., Dahlan K., & Huriati F. 2009. Peningkatan Mutu Sari Buah Nanas

dengan Memanfaatkan Sistem Filtrasi Aliran Dead-End dari membran Selulosa Asetat. Sains, 13(1): 94-100.

Meurah C. R., Aziz A. D., Noor E., & Kaseno. 2009. Pembuatan Selulosa

Diasetat dari Pulp Sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran. Jurnal Agritek, 10(1).

Rachmadetin, J. 2007. Pencirian membran komposit berbahan dasar limbah tahu

menggunakan polistirena. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. (Online), diakses tanggal 10 Januari 2013.

SII No. 0258-79. 1989. Syarat Kualitas Adsorben. SNI No. 06-2115-1991. Definisi, Syarat Mutu, Cara Pengemasan, Syarat

Penandaan Cara Pengambilan Contoh dan Cara Uji Selulosa Asetat. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (Online), (http://sisni.bsn.go.id), diakses tanggal 6 Januari 2013.

Page 14: KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF0A2BB22C53948C17732D... · serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi

14

SNI No. 19-7117.3.1-2005. Cara Uji dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Tresnawati, A. 2006. Kajian Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier dan

Mikroskop Susuran Elektron Membran Selulosa Asetat dari Limbah Nanas. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. (online), diakses tanggal 3 Februari 2013.

Zultiniar. 2009. Ekstraksi Galaktomannan dari Ampas Kelapa, (Online),

(http://google.co.id/ampas/ekstraksi-galaktomannan -dari-ampas), diakses 20 Desember 2012.