Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

21
KAPASITAS PREDASI LABA-LABA TERHADAP HAMA EKOSISTEM PERTANIAN Oleh: Adven Kristianti B1J011124 Purwaningtias F. B1J011131 Devi Fatkuljanah B1J011132 Khasanah B1J011133 Arbiansyah Adinegara B1J011137 Bunga Khalida Puri B1J011140 Niki Sylvia R. B1J011141 Sindy Lukitasari B1J011148 Gyneaeri Aisyah H. W. B1J011153 Hanifah Kholid Basalamah B1J011156 LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI

description

laporan praktikum pengendalian hayati

Transcript of Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

Page 1: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

KAPASITAS PREDASI LABA-LABATERHADAP HAMA EKOSISTEM PERTANIAN

Oleh:

Adven Kristianti B1J011124Purwaningtias F. B1J011131Devi Fatkuljanah B1J011132Khasanah B1J011133Arbiansyah Adinegara B1J011137Bunga Khalida Puri B1J011140Niki Sylvia R. B1J011141Sindy Lukitasari B1J011148Gyneaeri Aisyah H. W. B1J011153Hanifah Kholid Basalamah B1J011156

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2014

Page 2: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap makhluk hidup menjadi penyusun dan pelaku terbentuknya suatu

komunitas yang mampu mengatur dirinya sendiri secara alami, sehingga terjadi

keseimbangan numerik antara semua unsur penyusun komunitas. Setiap aktivitas

organisme dalam komunitasnya selalu berinteraksi dengan aktivitas organisme

lain dalam suatu keterikatan dan ketergantungan yang rumit yang menghasilkan

komunitas yang stabil. Interaksi antarorganisme tersebut dapat bersifat

antagonistik, kompetitif, atau bersifat positif seperti simbiotik (Untung, 2006).

Menurut Flint dan Bosch (2000), ekosistem adalah kesatuan komunitas

bersama-sama dengan sistem abiotik yang mendukungnya. Sebagai contoh adalah

ekosistem pertanian sawah dibentuk oleh komunitas makhluk hidup bersama-

sama dengan tanah, air, udara dan unsur-unsur fisik lain yang terdapat di sawah

tersebut. Konsep ekosistem, seperti konsep biosfer menekankan hubungan yang

tetap antara faktor-faktor hidup dan tak hidup di setiap lingkungan.

Arthropoda predator (serangga dan laba-laba) di ekosistem persawahan

merupakan musuh alami yang paling berperan dalam menekan populasi hama

padi (wereng coklat dan penggerek batang) (Thalib et al., 2002). Hal ini

disebabkan predator memiliki kemampuan untuk beradaptasi di ekosistem

ephemeral tersebut. Arthropoda predator yang telah terbukti efektif

mengendalikan hama padi adalah laba-laba pemburu, misalnya Pardosa

pseudoannulata dan kumbang Carabidae (Kromp dan Steinberger, 1992).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui kapasitas predasi dari laba-

laba terhadap hama ekosistem pertanian.

Page 3: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

II. TINJAUAN PUSTAKA

Agen pengendalian hayati merupakan organisme yang menggunakan

spesies hama sebagai sumber daya pakan dan seringkali disebut sebagai musuh

alami, organisme bermanfaat atau agen biokontrol (Habazar dan Yaherwandi,

2006). Musuh alami serangga terdiri atas predator, parasitoid, dan entomopatogen.

Serangga predator memiliki keunggulan di antara ketiga musuh alami tersebut,

yaitu memiliki kemampuan memangsa dengan cepat, dapat membunuh berbagai

stadium mangsa dan dapat mengkonsumsi beberapa jenis mangsa (Erawati, 2005).

Pengendalian hayati memiliki keuntungan antara lain yaitu aman artinya

tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia maupun

pada ternak, tidak menyebabkan resistensi hama, musuh alami bekerja secara

selektif terhadap inangnya atau mangsanya dan bersifat permanen untuk jangka

waktu panjang lebih murah, apabila keadaan lingkungan telah stabil atau telah

terjadi keseimbangan antara hama dan musuh alaminya. Hampir semua ordo

serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi selama ini ada beberapa

ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian

hayati, ordo-ordo tersebur antara lain Coleoptera, Orthoptera, Diptera, Ordonata,

Hemiptera, Neuroptera dan Hyminoptera (Jumar, 2000).

Serangga dilihat dari sudut pandang usaha tani, dikelompokkan menjadi

serangga hama, serangga berguna, dan serangga netral. Sebagai organisme

berguna, serangga ada yang berperan sebagai musuh alami baik sebagai parasitoid

maupun predator, serangga penyerbuk, dan dekomposer, sedangkan serangga

netral kerap menjadi mangsa predator, sehingga peranannya sangat besar dalam

menjaga keseimbangan ekosistem padi sawah. Kebanyakan petani memandang

serangga sebagai organisme perusak sehingga harus dikendalikan. Kenyataannya,

keragaman jenis serangga mempunyai peran yang sangat penting dalam ekosistem

padi sawah. Keanekaragaman hayati serangga berpengaruh terhadap kuantitas dan

kualitas produk yang dihasilkan. Umumnya, telah terjadi kestabilan populasi

hama dan musuh alaminya di ekosistem alami sehingga keberadaan serangga

hama pada pertanaman tidak lagi merugikan. Kenyataan tersebut perlu

dikembangkan sehingga mampu menekan penggunaan pestisida untuk

Page 4: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

mengendalikan serangan hama di lapangan, terutama pada tanaman-tanaman

berorientasi ekspor dan mempunyai nilai ekonomis tinggi (Widiarta et al., 2006).

Ekosistem padi sawah bersifat cepat berubah karena sering terjadi

perubahan akibat aktivitas pengolahan tanah, panen, dan bera. Beda antarwaktu

tanam tidak hanya menekan populasi hama tetapi juga berpengaruh pada

kerapatan populasi musuh alami pada awal musim tanam berikutnya, sehingga

pertumbuhan populasi predator tertinggal. Rendahnya kepadatan populasi musuh

alami pada saat bera karena mangsa (termasuk hama) juga rendah. Apabila

serangga netral cukup tersedia akan berpengaruh baik terhadap perkembangan

musuh alami. Peningkatan kelimpahan serangga netral akan meningkatkan

pengendalian alami melalui peningkatan aktivitas pada jarring-jaring makanan

(Winasa, 2001).

Serangga predator adalah serangga yang membunuh dan memakan

serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ciri-ciri predator secara

umum berukuran lebih besar dan lebih kuat dibandingkan mangsanya. Satu

individu predator membutuhkan lebih dari satu mangsa selama hidupnya. Predator

dapat mematikan mangsa dalam waktu singkat. Stadium pradewasa maupun

dewasa serangga predator dapat bersifat kanibal. Predator pradewasa dan dewasa

tidak selalu hidup pada habitat yang sama dengan mangsanya. Biasanya serangga

predator memiliki daur hidup lebih lama dibandingkan mangsanya (Habazar dan

Yaherwandi, 2006).

Berdasarkan penelitian Suana (2006), pada pertanian polikultur dan

monokultur ditemukan sebanyak 328 individu laba-laba dari 50 jenis, 30 genera,

dan 11 suku telah dikoleksi dengan sumur jebak dan jaring ayun pada ekosistem

sawah di Pulau Lombok. Kebanyakan suku laba-laba yang ditemukan dalam

penelitian tersebut memiliki penyebaran yang luas, tetapi ada juga suku yang

hanya dijumpai pada satu ekosistem sawah. Metidae, Salticidae, Pisauridae, dan

Clubionidae hanya dijumpai pada ekosistem sawah polikultur, sedangkan

Linyphiidae hanya dijumpai pada ekosistem sawah monokultur. Walaupun kelima

suku tersebut hanya dijumpai pada satu ekosistem sawah, tidak berarti bahwa

keduanya merupakan suku yang jarang.

Page 5: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timer, kamera

digital, dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain capung hidup (Anax junius) dan

laba-laba (Araneus diadematus) beserta jaring-jaringnya.

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:

1. Satu individu laba-laba yang sedang berada pada jaring-jaringnya di suatu

tempat dipilih sebagai objek pengamatan. Diusahakan laba-laba tersebut

belum mendapatkan mangsa, sehingga masih dalam keadaan lapar.

2. Capung hidup ditempelkan pada jaring-jaring laba-laba tersebut.

3. Lama waktu laba-laba dalam menemukan, melumpuhkan, dan menangani

mangsanya dihitung.

Page 6: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Pengamatan Tahapan Predasi Laba-Laba terhadap Capung

Tahapan Predasi Waktu

Menemukan (mendekati mangsa) 2 detik

Melumpuhkan (menginjeksi bisa ke mangsa) 24 detik

Menangani (menggulung mangsa dengan jaring) 2 menit 8 detik

Gambar 2.Laba-Laba Melumpuhkan Capung

Gambar 1.Laba-Laba Menemukan Capung

Page 7: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

B. Pembahasan

Predator merupakan kelompok musuh alami yang sepanjang hidupnya

akan memakan mangsanya. Predator memiliki bentuk tubuh yang relatif besar

sehingga mudah dilihat. Agen hayati, seperti artropoda predator telah banyak

dilaporkan dapat menekan populasi hama baik pada pertanaman padi maupun

pada pertanaman kedelai (Khodijah et al., 2012).

Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator).

Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup.

Sebaliknya predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Laba-

laba merupakan salah satu musuh alami hama (predator), terutama terhadap

serangga sehingga dapat berperan dalam mengontrol populasi serangga. Laba-laba

adalah predator polifag sehingga berpotensi untuk mengendalikan berbagai

spesies serangga hama (Chatterjee et al., 2009). Laba-laba mampu menempati

berbagai macam habitat sehinggga bisa berpindah dari satu habitat ke habitat

lainnya bila mengalami gangguan (Suana, 2006).

Laba-laba merupakan binatang yang dapat dijumpai di setiap benua dan

hampir semua habitat daratan. Ukuran laba-laba kecil seperti butiran beras sampai

dengan ukuran yang paling besar seperti tangan laki-laki dewasa. Laba-laba dapat

dibagi menjadi laba-laba beracun dan tidak beracun. Laba-laba beracun biasanya

lebih sering melakukan aktivitas di tanah dan berperan sebagai predator,

sedangkan laba-laba tidak beracun lebih sering membuat jaring (Borror, 1992).

Laba-laba atau labah-labah adalah sejenis hewan berbuku-buku

(arthropoda) dengan dua segmen tubuh yaitu segmen bagian depan cephalothorax

atau prosoma, yang sebetulnya gabungan dari kepala dan dada (thorax),

sedangkan segmen bagian belakang disebut abdomen (perut) atau opisthosoma.

Antara cephalothorax dan abdomen terdapat penghubung tipis yang dinamai

pedicle pedicellus. Laba-laba juga memiliki empat pasang kaki, tak bersayap dan

tidak memiliki mulut pengunyah. Laba-laba bernapas dengan paru-paru buku atau

trakea. Ekskresi laba-laba dilakukan dengan tubula Malpighi. Ekskresi lainnya

dilakukan dengan kelenjar koksal (Borror, 1992). Laba-laba mengalami sangat

sedikit metamorfosis selama perkembangan mereka. Apabila menetas, mereka

kelihatan seperti dewasa-dewasa yang kecil. Bila tungkai-tungkai hilang selama

Page 8: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

perkembangan, mereka biasanya dapat beregenerasi. Laba-laba biasanya berganti

kulit dari 4 sampai 12 kali selama pertumbuhan mereka sampai mereka dewasa.

Kebanyakan laba-laba berumur 1-2 tahun (Borror, 1992).

Klasifikasi laba-laba menurut Plantnick

(2010), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Famili : Araneidae

Genus : Araneus

Spesies : Araneus diadematus

Mangsa laba-laba salah satunya yaitu capung yang merupakan kelompok

serangga yang tergolong ke dalam bangsa Odonata. Capung umumnya bertubuh

relatif besar dan hinggap dengan sayap terbuka atau terbentang ke samping.

Dinamakan capung loreng hijau karena bagian thoraxnya berwarna hijau dengan

loreng hitam. Capung jarum umumnya bertubuh kecil (meskipun ada beberapa

jenis yang agak besar), memiliki abdomen yang kurus ramping mirip jarum, dan

hinggap dengan sayap-sayap tertutup, tegak menyatu di atas punggungnya

(Borror, 1992).

Capung merupakan hewan semi-akuatik. Siklus hidup capung, dari telur

hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga maksimal enam

atau tujuh tahun. Capung meletakkan telurnya pada tumbuhan yang berada di air.

Ada jenis yang senang dengan air menggenang, namun ada pula jenis yang senang

menaruh telurnya di air yang agak deras. Pasca menetas, larva capung hidup dan

berkembang di dalam perairan, mengalami metamorfosis menjadi nimfa dan

akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa. Sebagian besar siklus hidup

capung dihabiskan dalam bentuk nimfa di bawah permukaan air dengan

menggunakan insang internal untuk bernafas. Tempayak dan nimfa capung hidup

sebagai hewan karnivora yang ganas. Nimfa capung yang berukuran besar bahkan

Gambar 4. Araneus diadematus

(Plantnick, 2010)

Page 9: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan. Capung dewasa hanya

mampu hidup maksimal selama empat bulan (Borror, 1992).

Klasifikasi:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arhtropoda

Classis : Insecta

Ordo : Odonata

Familia : Epiprocta

Genus : Anax

Species : Anax junius

Capung adalah kelompok serangga yang tergolong ke dalam bangsa

Odonata. Capung umumnya bertubuh relatif besar dan hinggap dengan sayap

terbuka atau terbentang ke samping. Dinamakan capung loreng hijau karena

bagian thoraxnya berwarna hijau dengan loreng hitam. Capung jarum umumnya

bertubuh kecil (meskipun ada beberapa jenis yang agak besar), memiliki abdomen

yang kurus ramping mirip jarum, dan hinggap dengan sayap-sayap tertutup, tegak

menyatu di atas punggungnya (Borror, 1992).

Capung merupakan hewan semi-akuatik. Siklus hidup capung, dari telur

hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga maksimal enam

atau tujuh tahun. Capung meletakkan telurnya pada tumbuhan yang berada di air.

Ada jenis yang senang dengan air menggenang, namun ada pula jenis yang senang

menaruh telurnya di air yang agak deras. Pasca menetas, larva capung hidup dan

berkembang di dalam perairan, mengalami metamorfosis menjadi nimfa dan

akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa. Sebagian besar siklus hidup

capung dihabiskan dalam bentuk nimfa di bawah permukaan air dengan

menggunakan insang internal untuk bernafas. Tempayak dan nimfa capung hidup

sebagai hewan karnivora yang ganas. Nimfa capung yang berukuran besar bahkan

dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan. Capung dewasa hanya

mampu hidup maksimal selama empat bulan (Borror, 1992).

Gambar 4. Loreng Hijau (Borror, 1992)

Page 10: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

Berdasarkan pengamatan mekanisme predasi laba-laba terhadap capung

didapatkan hasil yaitu waktu yang dibutuhkan laba-laba untuk menemukan

capung pada jaring-jaringnya hanya 2 detik. Laba-laba selanjutnya mendekati

mangsanya dan mulai melumpuhkannya pada detik ke 24 dengan menginjeksikan

bisa menggunakan taring di mulutnya. Capung yang sudah lemas kemudian mulai

dibungkus dengan jaring-jaring yang keluar dari bagian belakang tubuh laba-laba

pada 2 menit 8 detik. Laba-laba tersebut tidak langsung mengonsumsi capung

pada saat itu juga tetapi justru meninggalkannya. Menurut Tarakanova et al.,

(2012), mekanisme predasi laba-laba dimulai dari menunggu mangsa yang

terbang dan terperangkap di jaringnya. Laba-laba mendekati serangga tersebut

dengan cepat, melumpuhkan mangsa dengan menusukkan racun, kemudian

memakannya dengan menghisap cairan tubuh mangsanya.

Kebanyakan laba-laba memang merupakan predator (pemangsa). Laba-

laba penenun (misalnya anggota suku Araneidae) membuat jaring-jaring sutera

berbentuk kurang lebih bulat di udara, di antara dedaunan dan ranting-ranting, di

muka rekahan batu, di sudut-sudut bangunan, di antara kawat telepon, dan lain-

lain. Helaian benang sutra tersebut berasal dari kelenjar spinneret yang terletak di

bagian belakang tubuh laba-laba. Benang sutra tersebut berupa serat protein yang

tipis tetapi kuat dan berguna bagi kelangsungan hidup hewan ini. Jaring ini

bersifat lekat, untuk menyergap serangga terbang yang menjadi mangsanya. Jaring

sutra membantu pergerakkan laba-laba untuk berayun dari satu tempat ke tempat

lain, menangkap mangsa, dan mencari tempat persembunyian. Jaring laba-laba

juga membantu pembuatan kantung telur dan melindungi lubang sarang dari

musuh. Beberapa laba-laba penenun memiliki kemampuan membungkus tubuh

mangsanya dengan lilitan benang-benang sutera. Kemampuan ini sangat berguna

terutama jika si mangsa memiliki alat pembela diri yang berbahaya, seperti lebah

yang mempunyai sengat atau jika laba-laba ingin menyimpan mangsanya

beberapa waktu sambil menanti saat yang lebih disukai untuk menikmatinya

belakangan (Harmer et al., 2011).

Begitu serangga terperangkap jaring, laba-laba segera mendekat dan

menusukkan taringnya kepada mangsa untuk melumpuhkan dan sekaligus

mengirimkan enzim pencerna ke dalam tubuh mangsanya. Bisa yang disuntikkan

Page 11: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

laba-laba melalui taringnya biasanya sekaligus mencerna dan menghancurkan

bagian dalam tubuh mangsa. Racun laba-laba memiliki fungsi primer yaitu

melumpuhkan mangsanya dan fungsi sekunder yaitu mematikan mangsanya.

Selanjutnya, perlahan-lahan cairan tubuh beserta hancuran organ dalam itu dihisap

oleh laba-laba yang bermulut tipe penghisap. Berjam-jam laba-laba menyedot

cairan itu hingga bangkai mangsanya mengering. Laba-laba yang memiliki rahang

(chelicera) kuat, bisa lebih cepat menghabiskan makanannya dengan cara

merusak dan meremuk tubuh mangsa dengan rahang dan taringnya itu. Tinggal

sisanya berupa bola-bola kecil yang merupakan remukan tubuh mangsa yang telah

mengisut (Goff et al., 2010).

Kraftt dan Cookson (2012) dalam artikelnya menjelaskan hubungan antara

produksi sutra laba-laba dan perilaku mereka. Sutra laba-laba memungkinkannya

untuk mengubah lingkungan fisik yang pada gilirannya menyebabkan perubahan

perilaku dan dampak dalam lingkungan yang baru. Sutra dapat bertindak sebagai

sarana perlindungan terhadap stres lingkungan, jerat mangsa, alat gerak, dan juga

sebagai dukungan sinyal kimia atau bertindak sebagai vektor sinyal getaran.

Sebagian besar ulasan ini menggambarkan sutra sebagai kepala agen yang

mengarahkan pembangunan perangkap, komunikasi, kohesi sosial, dan kerjasama

antara produsennya.

Page 12: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Mekanisme predasi laba-laba terhadap mangsanya yaitu laba-laba segera

mendekat serangga yang terperangkap jaring, menusukkan taring untuk

melumpuhkan dan sekaligus mengirimkan racun dan enzim pencerna ke

dalam tubuh mangsanya. Cairan tubuh beserta hancuran organ dalam mangsa

dapat langsung dihisap oleh laba-laba atau dapat pula mangsa dibalut sutra

untuk dimakan nanti.

2. Waktu yang dibutuhkan laba-laba dalam menemukan capung yaitu 2 detik,

melumpuhkan mangsa 24 detik, dan menangani mangsanya pada 2 menit 8

detik.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan pengamatan kapasitas predasi predator lain selain

laba-laba.

Page 13: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

DAFTAR REFERENSI

Borror, Donal J. 1992. Pengantar Pengolahan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada University.

Borror, D.J. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University.

Chatterjee, S. Isaia, M. Venturino, E. 2009. Spiders as Biological Controllers in The Agroecosytem. Journal of Theoretical Biology. Vol. 258: 352-362.

Erawati, W. 2005. Perilaku dan Siklus Hidup Sycanus annulicornic Dohrn. Asal Tanaman Kedelai pada Mangsa Larva Spodoptera litura (F.), Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Flint L. M dan V. den Bosch. R. 2000. Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

Goff, G. J. L., A. C. Mailleux, C. Detrain, J. L. Deneubourg, G. Clotuche, and T. Hance. 2010. Group Effect on Fertility, Survival and Silk Production in The Web Spinner Tetranychus urticae (acari: Tetranychidae) During colony foundation. Behaviour. Vol. 147(9): 1169–1184.

Habazar, T. dan Yaherwandi. 2006. Pengendalian Hama dan Penyakit Tumbuhan. Padang: Andalas University Press.

Harmer, Aaron M. T., T. A. Blackledge, J. S. Madin, and M. E. Herberstein. 2011. High-Performance Spider Webs: Integrating Biomechanics, Ecology and Behaviour. J. R. Soc. Interface. Vol. 8: 457–471.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.

Khodijah, Herlinda, Siti, Irsan, Chandra, Pujiastuti, Yulia, dan Rosdah Thalib. 2012. Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 1(1): 57-63.

Krafft, Bertrand and L. J. Cookson. 2012. The Role of Silk in the Behaviour and Sociality of Spiders. Psyche. Vol. 1: 1-25.

Kromp, B. and K.H. Steinberger. 1992. Grassy Field Margins and Arthropod Diversity: A Case Study on Ground Beetles and Spiders in Eastern Austria (Coleoptera: Carabidae; Arachnidae: Aranei, Opiliones). Agric. Ecosyst. Environ. Vol. 40: 71-93.

Plantnick, Norman. 2010. The World Spider Catalog. USA: American Museum of Natural History.

Page 14: Kapasitas Predasi Laba2 Gabung

Suana, I. W. 2006. Kolonisasi dan Suksesi Laba-Laba (Araneae) pada Pertanaman Padi. Jurnal Biologi. Vol. 9: 1-7.

Tarakanova, Anna and M. J. Buehler. 2012. The Role of Capture Spiral Silk Properties in The Diversification of Orb Webs. R. Soc. Interface. Vol. 9: 3240–3248.

Thalib, R., Effendy T.A., Herlinda S. 2002. Struktur Komunitas dan Potensi Artropoda Predator Hama Padi Penghuni Ekosistem Sawah Dataran Tinggi di Daerah Lahat, Sumatera Selatan. Makalah Seminar Nasional Dies Natalis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya & Peringatan Hari Pangan Sedunia, Palembang, 7-8 Oktober 2002.

Untung. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yoyakarta: Gajah Mada University Press.

Widiarta, I., Y. Kusdiaman, D. Suprihanto. 2006. Keragaman Arthropoda pada Padi Sawah dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal HPT Tropika. Vol. 6(2): 61-69.

Winasa, I.W. 2001. Arthropoda Predator Penghuni Permukaan Tanah di Pertanaman Kedelai : Kelimpahan, Pemangsaan, dan Pengaruh Praktek Budidaya Tanaman, Disertasi. Program Pascasarjana. IPB.