Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat · Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan...
Transcript of Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat · Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan...
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju
Sulawesi Barat 91511, Indonesia
Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi
Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat,
mencakup aspek perkembangan ekonomi makro, keuangan
pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan dan
pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan
pengelolaan uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan,
serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di
samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas
sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah
juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan
dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi
stakeholders di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data
dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta
melalui perolehan data internal yaitu survei dan liaison. Sehubungan
dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik
berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara
kontinu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi
pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari para
pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang
lebih baik ke depan.
Mamuju, November 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI BARAT
ttd
Asep Budi Brata
Deputi Direktur
Penanggung Jawab
Asep Budi Brata
Koordinator Penyusun
Surya Alamsyah
Editor
Departemen Regional III
Layout
Anton Kisworo
Tim Penulis
Surya Alamsyah
Anton Kisworo
Dien M.I. Idris
Kontributor
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
Unit Operasional Sistem Pembayaran
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil.
Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan
UU.
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk
bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity - Professionalism -
Excellence - Public Interest - Coordination and Teamwork.
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK viii
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. Perkembangan Ekonomi 7
1.1 Kondisi Umum 9
1.2 Sisi Permintaan 10
1.3 Sisi Penawaran 17
2. Keuangan Pemerintah 27
2.1 Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat 29
2.2 Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat 30
3. Inflasi 37
3.1 Inflasi Secara Umum 39
3.2 Inflasi Bulanan 40
3.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran 42
3.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan 43
3.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas 44
3.6 Disagregasi Inflasi 48
4. Stabilitas Keuangan Daerah 55
4.1 Perkembangan Stabilitas Keuangan 57
4.2 Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi 62
4.3 Perkembangan Institusi Perbankan 63
4.4 Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan 64
5. Sistem Pembayaran 67
5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai 69
5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 70
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73
6.1 Ketenagakerjaan 75
6.2 Pengangguran 77
6.3 Nilai Tukar Petani 77
6.4 Tingkat Kemiskinan 79
7. Prospek Perekonomian 81
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 83
7.2 Prospek Inflasi 85
7.3 Rekomendasi Kebijakan 87
LAMPIRAN 89
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 11
Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran 18
Tabel 3. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) 33
Tabel 4. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) 34
Tabel 5. Komoditas Andil Terbesar 41
Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 45
Tabel 7. Inflasi Kelompok Bahan Makanan 46
Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang 46
Tabel 9. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan bahan Bakar 46
Tabel 10. Inflasi Kelompok Kesehatan 47
Tabel 11. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 48
Tabel 12. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 48
Tabel 13. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa) 75
Tabel 14. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan 76
Tabel 15. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang
Ditamatkan 77
Tabel 16. NTP Setiap Sub Sektor 78
Tabel 17. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan 80
Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat 9
Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 11
Grafik 3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 11
Grafik 4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat 12
Grafik 5. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat 12
Grafik 6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu 12
Grafik 7. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat 13
Grafik 8. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 14
Grafik 9. Perkembangan Giro Pemerintah 14
Grafik 10. Investasi Bangunan 15
Grafik 11. Realisasi Pengadaan Semen 15
Grafik 12. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat 15
Grafik 13. Perkembangan Ekspor Impor 17
Grafik 14. Negara Tujuan Ekspor CPO 17
Grafik 15. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran 18
Grafik 16. Perkembangan Sektor Pertanian 19
Grafik 17. Perkembangan Kredit Pertanian 20
Grafik 18. Perkembangan Sektor Perdagangan 21
Grafik 19. Perkembangan Kredit Perdagangan 21
Grafik 20. Perkembangan Sektor Industri 22
Grafik 21. Pertumbuhan Industri Menengah dan Kecil 22
Grafik 22. Perkembangan Sektor Konstruksi 23
Grafik 23. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi 23
Grafik 24. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 24
Grafik 25. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan III 30
Grafik 26. Komponen APBN Sulawesi Barat di Sulawesi Barat 30
Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat 31
Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 32
Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 32
Grafik 30. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju 39
Grafik 31. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju 40
Grafik 32. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju 40
Grafik 33. IKK, IKE dan IEK 43
Grafik 34. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 43
Grafik 35. Andil Inflasi Triwulan III 2016 44
Grafik 36. Andil terhadap Inflasi Tahunan 44
Grafik 37. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya 45
Grafik 38. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi 49
Grafik 39. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi 49
Grafik 40. Inflasi Bulanan Sulawesi Barat 52
Grafik 41. Inflasi Tahunan Sulawesi Barat 52
Grafik 42. Pertumbuhan DPK Perseorangan 53
Grafik 43. Kondisi Ekonomi Saat ini dibandingkan 6 bulan lalu 53
Grafik 44. Perkembangan Kredit Konsumsi 53
Grafik 45. Konsumsi Rumah Tangga 57
Grafik 46. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju 57
Grafik 47. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju 58
Grafik 48. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen 58
Grafik 49. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang 59
Grafik 50. Penggunaan Penghasilan Konsumen 59
Grafik 51. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat 60
Grafik 52. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat 60
Grafik 53. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat 61
Grafik 54. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat 61
Grafik 55. Perkembangan Kredit Rumah Tangga 61
Grafik 56. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga 61
Grafik 57. Perkembangan Kredit Korporasi 62
Grafik 58. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi 62
Grafik 59. Perkembangan Aset dan DPK 64
Grafik 60. Perkembangan Penyaluran Kredit 64
Grafik 61. Perkembangan Kredit UMKM 65
Grafik 62. Perkembangan Risiko Kredit UMKM 65
Grafik 63. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat 69
Grafik 64. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat 69
Grafik 65. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar 70
Grafik 66. Perputaran Kliring di Sulawesi Barat 70
Grafik 67. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor 76
Grafik 68. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya 78
Grafik 69. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat 79
Grafik 70. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) 83
Grafik 71. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) 83
Grafik 72. Perkembangan Harga CPO Dunia 84
Grafik 73. Prakiraan Curah Hujan 85
Grafik 74. Prakiraan Sifat Hujan 85
Grafik 75. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) 86
Grafik 76. Prospek Inflasi 86
1. SDM Berkualitas sebagai Landasan Perekonomian yang Kuat 24
2. Pelemahan Domestic Demand di Sulawesi Barat 52
Perkembangan Ekonomi
Akselerasi
pertumbuhan
ekonomi Sulawesi
Barat terjadi pada
triwulan III 2016
Aktivitas perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 mencapai
Rp7,01 triliun atau tumbuh 5,97% dibandingkan periode yang sama pada
tahun 2015. Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 4,80% (yoy).
Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat sejak triwulan II 2016, mampu
menopang perekonomian Sulawesi Barat di tengah perlambatan ekonomi yang
sedang terjadi. Konsumsi pemerintah yang tumbuh 28,18% (yoy), menyumbang
4,53% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan.
Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDRB) atau bisa juga disebut
sebagai investasi yang berhasil tumbuh 10,10% (yoy). Investasi banyak
dilakukan dari pihak swasta yang berupaya meningkatkan keuntungan dengan
menambah modal atau memperluas jaringan usahanya. Investasi asing
meningkat signifikan pada triwulan III 2016 terkait pembangunan pembangkit
listrik di Mamuju.
Lapangan usaha indusri pengolahan belum pulih secara utuh. Walaupun
mengalami sedikit peningkatan, lapangan usaha industri pengolahan masih
tumbuh negatif 5,74% (yoy), sedikit lebih baik dibandingkan periode
sebelumnya yang tumbuh -6,20% (yoy). Belum pulihnya perekonomian global
menyebabkan ekspor CPO ke luar negeri mengalami penurunan.
Meskipun perkembangan triwulan III cukup baik, perekonomian Sulawesi Barat
di tahun 2016 secara keseluruhan akan lebih rendah dibandingkan tahun
2015. El Nino memberikan dampak terhadap produksi lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyebabkan hasil produksi sumber
daya alam di Sulawesi Barat. Meskipun secara hasil terlihat tidak terdapat
signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, lapangan usaha ini merupakan
yang terbesar di Sulawesi Barat.
Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi
belanja pemerintah
daerah masih rendah
Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat pada periode laporan sebesar Rp3,18
triliun, turun 19,67% atau Rp778,97 miliar dibandingkan triwulan III 2015 (yoy).
Penurunan pagu tersebut seiring dengan kebijakan pengetatan fiskal oleh
pemerintah pusat sehingga membuat anggaran ke setiap daerah di Indonesia
menjadi berkurang.
Kenaikan realisasi belanja yang tumbuh sebesar 28,94% (yoy) menjadi
Rp198,81 miliar menjadi pendorong pada peningkatan belanja pemerintah di
triwulan laporan. Faktor pendorong berikutnya yaitu adalah pertumbuhan
belanja operasional yang tumbuh sebesar 8,12% (yoy). Meskipun realisasi
belanja pada triwulan laporan meningkat, namun kumulatif realisasi belanja
pemerintah ditambah transfer sampai dengan triwulan laporan masih relatif
rendah, baru mencapai 46,03%.
Pencapaian target pendapatan daerah sampai dengan triwulan III 2016
sebesar 67,24%. Masih dibutuhkan banyak terobosan dan upaya untuk
mendorong pencapaian target pendapatan di tahun 2016 sebesar Rp1,71
triliun.
Inflasi
Tekanan inflasi
Sulawesi Barat di
Triwulan III 2016
rendah
Laju inflasi pada triwulan III 2016 sebesar 3,43%, menurun dari 4,30% pada
triwulan II 2016. Menurunnya tekanan inflasi utamanya bersumber dari
komponen volatile food, dimana sumbangan yang diberikan adalah sebesar
1,01%. Meningkatnya produksi beras dan komoditas hortikultura telah
memberikan sumbangan berarti terhadap realisasi inflasi triwulan III 2016 yang
cenderung menurun. Hal ini tercermin dari andil inflasi kelompok komoditas
bahan makanan yang menurun dari 2,14% (triwulan II) menjadi 1,14%.
Pengaruh paling besar terhadap penurunan inflasi triwulan laporan diberikan
oleh Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat
sebesar -0,47% (yoy). Efek penurunan harga BBM masih terus berlanjut dan
memiliki pengaruh untuk terus menjaga pencapaian inflasi pada level moderat
triwulan ini.
Inflasi Sulawesi Barat selama tahun 2016 akan lebih rendah dibandingkan
2015. Adanya penurunan pencapaian inflasi tahunan tersebut diprediksi
karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, adanya efek penurunan harga
BBM yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat pada triwulan II 2016 lalu,
peningkatan produksi beras dan hortikultura, musim migrasi ikan yang lebih
lama dari seharusnya akibat anomali efek La Nina, perbaikan infrastruktur kota
seperti penghubung jalan antar Provinsi dan kabupaten serta adanya
peningkatan koordinasi di antara anggota TPID.
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan
daerah di Sulawesi
Barat terkendali
Dalam kondisi perekonomian masih cenderung melambat dan permintaan
konsumen cenderung melemah, rumah tangga cenderung menggunakan
penghasilannya untuk meningkatkan konsumsi. Pada triwulan III 2016, pangsa
konsumsi didalam pengeluaran rumah tangga sebesar 66,18%, meningkat
dibandingkan 64,25% pada triwulan II 2016. Rumah tangga tetap berupaya
untuk menjaga kestabilan tabungannya, sehingga pangsa tabungan hanya
sedikit menurun, dari 14,95% menjadi 14,70%.
Kredit rumah tangga pada triwulan III 2016 tumbuh 10,93% (yoy), lebih rendah
dibandingkan 18,03% pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut
didorong pertumbuhan kredit multiguna (KMG) dan kredit pemilikan rumah
(KPR), yang masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 29,40% dan
8,58%. Sementara, kredit untuk pembelian kendaraan bermotor (KKB) masih
mengalami kontraksi 73,98% (yoy). NPL kredit rumah tangga pada triwulan III
2016 berada pada level 1,0%, relatif sama dengan triwulan lalu sebesar 1,1%.
Terdapat empat sektor yang mendominasi penyaluran kredit di Sulawesi Barat,
terbesar pada sektor perdagangan, yang di triwulan III 2016 nilainya sebesar
Rp1,87 triliun atau 68,33%. Meskipun menjadi primadona, tetapi penyaluran
kredit di sektor perdagangan cenderung melemah pertumbuhannya. NPL kredit
korporasi menunjukkan peningkatan, pada triwulan laporan sebesar 4,17%
lebih tinggi dibandingkan 3,82% pada triwulan II 2016.
Kredit UMKM tumbuh sebesar 11,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan 15,5%
pada triwulan lalu. Meskipun melambat, namun pertumbuhan tersebut cukup
baik, karena penyaluran UMKM di sektor yang produktif, seperti industri
pengolahan dan konstruksi tumbuh cukup pesat, masing-masing sebesar
23,19% dan 40,08%.
Sistem Pembayaran
Transaksi di Sulawesi
Barat mengalami
peningkatan
Selama triwulan III 2016, tercatat aliran uang mengalami net outflow sebesar
Rp110 miliar. Posisi net outflow pada periode laporan lebih rendah
dibandingkan net outflow pada triwulan sebelumnya yang mencapai Rp664
miliar. Sejak bulan Juli hingga September 2016 aliran uang masuk (inflow)
sebesar Rp194 miliar sedangkan aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp304
miliar. Selama triwulan laporan, setoran UTLE berjumlah Rp109miliar. Angka
tersebut jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya Rp18
miliar. Dengan kata lain, pertumbuhan setoran UTLE pada triwulan III 2016
sebesar 503% dibandingkan triwulan II 2016 (qtq).
Transaksi kiliring mengalami peningkatan sejak menjelang sampai dengan hari
raya Idul Adha. Pada bulan Agustus 2016 transaksi yang terjadi senilai Rp1,7
miliar atau tumbuh 15,8% (mtm) sedangkan pada bulan September 2016
transaksi terjadi senilai Rp3,2 miliar atau tumbuh 87,2% (mtm).
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran
berada pada level
3,33%
Jumlah tenaga kerja Sulawesi Barat meningkat pada periode Agustus 2016.
Jumlah penduduk yang berada pada usia kerja atau usia di atas 15 tahun pada
Agustus 2016 mencapai 897.964 jiwa atau meningkat 2,3% dibandingkan
Agustus 2015 (yoy). Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif tersebut
mengindikasikan prospek ketenagakerjaaan di Sulawesi Barat. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami sedikit penurunan
dimana TPT pada periode Agustus 2016 sebesar 3,33%, cukup stabil
dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,35%.
Secara tahunan, kesejahteraan petani meningkat, ditandai dengan menguatnya
tingkat pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) dari 3,00% (yoy) menjadi 3,38%
(yoy) ditriwulan III 2016 dengan indeks sebesar 108,77. Peningkatan NTP
terbesar terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 6,94% menjadi 105,56.
Prospek Perekonomian
Konsumsi belum akan
meningkat di awal
tahun 2017
Seperti pola tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017
akan mengalami perlambatan pada kisaran 6,78% - 7,01% (yoy). Perlambatan
akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan
konsumsinya di triwulan I 2017 demi mempersiapkan keuangan menjelang
bulan puasa dan hari raya Idul Fitri pada triwulan II 2017.
Pada tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh
dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2017 yaitu 6,78% - 7,17% (yoy).
Pengaruh pemerintahan baru memberikan angin segar baru bagi Sulawesi
Barat. Program-program pemerintahan selanjutnya akan terus berlangsung
disertai program-program baru yang diharapkan akan semakin mengundang
investor untuk masuk ke Sulawesi Barat.
Inflasi pada triwulan I 2017 akan cenderung rendah. Berlimpahnya produksi
sumber daya alam kebutuhan sehari-hari masyarakat pada periode ini
membuat harga-harga yang beredar pun akan rendah. Normalisasi paska
perayaan tahun baru juga menjadi penyebab rendahnya tingkat permintaan.
Potensi inflasi tinggi bersumber dari bumbu-bumbuan yang produksinya
cenderung terbatas pada periode ini.
Inflasi Sulawesi Barat di 2017 diperkirakan akan meningkat. Meski pencapaian
tersebut masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sebesar 4% +/- 1%. Berdasarkan proyeksi tahunan, pencapaian inflasi pada
tahun 2017 akan berada pada kisaran angka sebesar 4,30% - 4,60% (yoy). Hal
ini disebabkan oleh adanya peningkatan ekonomi Sulawesi Barat, kemungkinan
pemerintah menaikkan BBM dan TDL.
Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sisi Permintaan
Harga Konstan (Rp Miliar)
Konsumsi Rumah Tangga 3,072.9 3,102.2 3,236.3 3,245.6 3,228.2 3,253.7 3,401.1 3,419.6 3,390.1 3,486.0 3,515.5
Konsumsi Lembaga Non Profit RT 48.4 51.3 46.8 48.0 46.1 47.2 48.7 49.7 48.3 49.2 50.4
Konsumsi Pemerintah 710.0 847.9 926.3 1,406.1 600.2 1,003.0 1,064.9 1,564.9 591.3 1,136.9 1,365.0
Investasi 1,570.1 1,639.5 1,727.8 1,789.2 1,683.3 1,751.3 1,845.5 1,943.3 1,838.7 1,933.3 2,031.8
Ekspor 2,809.6 3,050.8 3,230.9 3,266.2 2,811.0 3,366.4 3,503.2 3,594.2 3,090.9 3,314.9 3,445.3
Impor 2,736.1 2,934.6 3,005.7 3,212.4 2,561.0 3,072.5 3,108.8 3,592.2 2,643.2 2,972.3 3,327.4
Total PDRB 5,688.5 5,960.1 6,224.8 6,326.8 6,006.5 6,479.8 6,618.6 6,878.5 6,382.5 6,791.0 7,013.8
Pertumbuhan Tahunan (% yoy)
Konsumsi Rumah Tangga 5.34 5.03 4.46 4.78 5.06 4.88 5.09 5.36 5.01 7.14 3.36
Konsumsi Lembaga Non Profit RT 21.62 23.50 6.22 5.45 -4.69 -8.00 4.16 3.57 4.67 4.25 3.40
Konsumsi Pemerintah -2.29 -0.53 2.06 19.14 -15.45 18.29 14.96 11.29 -1.50 13.35 28.18
Investasi 7.40 2.82 5.40 14.83 7.21 6.82 6.81 8.61 9.23 10.40 10.10
Ekspor -3.02 -3.43 5.66 11.06 0.05 10.34 8.43 10.04 9.96 -1.53 -1.65
Impor -6.82 -7.60 -2.57 6.08 -6.40 4.70 3.43 11.82 3.21 -3.26 7.03
Total PDRB 7.13 6.26 10.60 11.39 5.59 8.72 6.33 8.72 6.26 4.80 5.97
Sisi Penawaran
Harga Konstan (Rp Miliar)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,393.1 2,615.3 2,533.0 2,211.9 2,474.6 2,779.3 2,611.1 2,477.6 2,538.6 2,738.2 2,718.5
Pertambangan dan Penggalian 109.6 119.3 125.7 161.5 122.6 132.9 143.1 159.1 132.9 151.9 160.4
Industri Pengolahan 548.3 630.1 728.3 767.0 656.7 733.4 733.8 842.4 714.9 687.9 691.7
Pengadaan Listrik dan Gas 3.4 3.6 3.6 3.6 3.4 3.6 3.7 4.1 4.4 4.5 4.6
Pengadaan Air 9.7 9.5 9.7 10.3 9.8 10.4 10.7 11.2 11.0 11.3 11.4
Konstruksi 429.9 390.0 452.3 577.6 430.8 453.1 508.0 621.5 475.9 514.7 566.9
Perdagangan Besar dan Eceran 600.1 604.0 628.0 628.8 605.6 647.3 661.2 647.8 640.2 675.5 671.5
Transportasi dan Pergudangan 90.7 94.2 103.2 106.2 97.7 101.7 109.3 113.9 99.2 111.0 115.4
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.1 14.5 14.7 16.0 14.3 15.0 15.7 17.1 15.6 16.7 17.4
Informasi dan Komunikasi 242.0 251.8 269.3 275.3 269.0 272.2 291.8 318.3 304.6 311.9 313.9
Jasa Keuangan dan Asuransi 116.0 120.3 119.5 123.1 118.6 117.4 134.5 138.4 137.6 155.4 150.0
Real Estate 168.9 170.6 173.4 174.2 175.3 178.8 182.2 185.2 186.8 188.6 193.5
Jasa Perusahaan 5.4 5.2 5.2 5.6 5.5 5.8 5.7 6.0 5.9 5.9 6.1
Administrasi Pemerintahan 452.6 422.7 495.9 623.8 477.9 479.0 591.3 686.4 514.1 593.9 706.7
Jasa Pendidikan 286.5 285.4 322.6 386.3 309.9 310.8 356.7 383.9 345.0 361.6 400.7
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108.9 112.2 122.6 139.2 120.8 121.3 131.0 138.8 134.8 134.9 148.1
Jasa lainnya 109.1 111.5 117.8 116.4 114.0 117.7 128.8 126.7 121.2 127.0 136.9
Inf lasi
Indeks Harga Konsumen 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94
Laju Inflasi Tahunan (% yoy) 6.24 6.68 4.61 8.05 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42
Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd) 0.72 1.98 4.07 8.05 -0.56 1.54 2.56 5.07 -0.45 0.78 0.94
INDIKATOR2014 2015 2016
Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran
Sumber:
Laporan Bank Umum
Bank Indonesia
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I
Stabilitas Keuangan
Perbankan
Nominal (Rp Miliar)
Total Aset 4,416.8 4,551.8 4,666.8 4,792.4 4,745.3 5,008.2 5,086.1 5,135.5 5,297.8 5,909.3 5,990.8
Total DPK 2,789.4 3,035.0 3,154.0 2,916.0 3,170.6 3,508.3 3,872.9 3,304.6 3,593.2 4,164.5 3,862.3
Giro 822.2 914.3 981.4 504.9 860.3 972.4 1,144.5 477.6 1,142.6 1,372.9 1,078.7
Tabungan 1,789.2 1,815.0 1,854.8 2,189.9 1,819.1 1,902.0 2,033.5 2,529.9 2,098.4 2,390.3 2,373.8
Deposito 177.9 305.7 317.8 221.3 491.3 634.0 694.9 297.0 352.2 401.2 409.8
Total Kredit (Lokasi Proyek) 5,321.7 5,471.2 5,573.8 5,734.8 5,836.1 6,043.8 6,237.9 6,530.8 6,207.7 6,527.6 6,732.9
Kredit Modal kerja 1,606.4 1,690.7 1,712.3 1,750.0 1,746.0 1,818.4 1,874.5 1,980.9 2,073.4 1,969.7 1,948.4
Kredit Investasi 826.4 803.1 765.1 818.6 841.3 899.4 938.8 1,090.1 820.3 784.2 784.5
Kredit Konsumsi 2,888.9 2,977.4 3,096.4 3,166.1 3,248.8 3,326.0 3,424.6 3,459.9 3,314.0 3,773.7 4,000.0
Kredit UMKM 2,045.4 2,130.5 2,175.4 2,279.7 2,298.6 2,316.6 2,410.4 2,718.5 2,819.9 2,675.9 2,681.3
Risiko Keuangan
NPL Gross (%)
Total Kredit (Lokasi Proyek) 4.50 4.54 4.33 3.57 3.95 3.40 2.78 2.08 2.03 2.06 2.08
Kredit Modal kerja 10.18 10.38 10.29 8.50 9.05 7.71 6.04 3.80 3.73 3.86 3.92
Kredit Investasi 3.41 3.35 3.22 2.53 4.34 2.98 2.57 2.39 3.14 3.71 4.18
Kredit Konsumsi 1.65 1.55 1.31 1.12 1.10 1.16 1.06 0.99 0.90 0.79 0.77
Kredit UMKM 6.33 8.88 8.66 6.91 7.93 6.59 5.15 3.64 3.48 3.72 3.98
Sistem Pembayaran
Sistem Pembayaran Tunai
Nominal (Rp Miliar)
In Flow 49.2 160.4 39.4 47.5
Out Flow 647.1 136.5 703.7 167.5
Net Flow -597.8 24.0 -664.3 -120.0
Sistem Pembayaran Non Tunai
Nominal Kliring (Rp Miliar) 9.6 7.7 6.7 6.4
Jumlah Warkat Kliring 138 168 187 220
INDIKATOR2014 2015 2016
1.1 Kondisi Umum
Perekonomian Sulawesi Barat triwulan III 2016 mengalami akselerasi dibandingkan periode
sebelumnya. Berdasarkan harga konstan, ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 mencapai
Rp7,01 triliun atau tumbuh 5,97% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015.
Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya mampu tumbuh 4,80% (yoy). Kinerja perekonomian Sulawesi Barat pada periode ini
melebihi pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional yang mampu tumbuh 5,02% (yoy). Secara
triwulanan, perekonomian Sulawesi Barat tumbuh 3,28% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh 2,14% (qtq).
Konsumsi pemerintah menjadi penopang perekonomian Sulawesi Barat selama triwulan III 2016.
Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat sejak triwulan II 2016, mampu menopang perekonomian
Sulawesi Barat di tengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi. Konsumsi pemerintah yang
tumbuh 28,18% (yoy), menyumbang 4,53% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara
keseluruhan. Komponen lain yang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat pada periode laporan yaitu pembentukan modal tetap domestik regional bruto
(PMTDRB) atau bisa juga disebut sebagai investasi yang berhasil tumbuh 10,10% (yoy).
Perkembangan investasi di Sulawesi Barat di tahun 2016 ini sangat baik dibandingkan tahun
sebelumnya dengan terus tumbuh di atas 9% (yoy). Investasi yang dilakukan banyak dari pihak
swasta yang berupaya meningkatkan keuntungan dengan menambah modal atau memperluas
jaringan usahanya. Sementara itu, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan pada triwulan
III 2016 dengan hanya tumbuh 3,36% (yoy). Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 7,14% (yoy). Pertumbuhan ini menjadi yang paling rendah
setidaknya sejak 2012.
Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Seiiring meningkatnya konsumsi pemerintah, lapangan usaha administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib juga mengalami pertumbuhan yang menggembirakan.
Lapangan usaha telah meningkat cukup pesat sejak triwulan lalu dan pada triwulan III 2016
mengalami pertumbuhan sebesar 19,52% (yoy). Pertumbuhan yang cukup tinggi ini menjadikan
pangsa lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang
terbesar ketiga di Sulawesi Barat dengan cakupan 9,4%. Pangsa lapangan usaha ini menggeser
lapangan usaha industri pengolahan yang masih mengalami kontraksi (5,74%, yoy) seperti triwulan
sebelumnya. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami akselerasi yang
cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan tumbuh 4,12% (yoy). Lapangan usaha
ini berhasil kembali tumbuh positif setelah pada triwulan II 2016 mengalami kontraksi -1,48% (yoy).
Perekonomian Sulawesi Barat di triwulan IV akan semakin meningkat. Memasuki periode terakhir
di 2016, perekonomian akan lebih banyak ditopang konsumsi. Konsumsi masyarakat bersumber
dari masa kampanye menjelang pemilihan kepala daerah dan hari raya Natal dan Tahun Baru.
Selain itu, konsumsi pemerintah juga akan semakin meningkat untuk mempercepat realisasi
anggaran. Meskipun terganggu pemangkasan anggaran, aktivitas instansi baru di Sulawesi Barat
akan mendorong konsumsi pemerintah. Dari sisi sektoral, curah hujan yang baik disertai
infrastruktur yang lebih baik akan menyebabkan produksi pertanian dan perkebunan akan
mengalami perbaikan. Meningkatnya harga CPO akibat perbaikan permintaan yang bersumber dari
India dan Korea dapat menjadi tumpuan di tengah produksi kelapa sawit yang terganggu.
Meskipun perkembangan triwulan III cukup baik, perekonomian Sulawesi Barat di tahun 2016
secara keseluruhan proyeksi akan lebih rendah dibandingkan tahun 2015. El Nino memberikan
dampak terhadap produksi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang
menyebabkan hasil produksi sumber daya alam di Sulawesi Barat. Meskipun secara hasil terlihat
tidak terdapat peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, lapangan usaha ini
merupakan yang terbesar di Sulawesi Barat. Hal ini menyebabkan sedikit penurunan pada
lapangan usaha ini akan mempengaruhi perekonomian Sulawesi Barat secara keseluruhan. Di
samping itu, lapangan usaha industri pengolahan juga terkena dampak lanjutannya karena
lapangan usaha ini mengandalkan hasil produksi dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan. Dari sisi pengeluaran, konsumsi pemerintah menjadi motor penggerak perekonomian
Sulawesi Barat di 2016 mengingat hadirnya instansi pemerintah yang baru di salah satu provinsi
termuda ini. Kehadiran instansi tersebut memberikan dampak yang positif tidak hanya sisi
perekonomian namun juga terlihat peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Peningkatan yang
terjadi pada konsumsi pemerintah menjadi alternatif setelah konsumsi rumah tangga terdampak
pelemahan ekonomi secara nasional. Masyarakat cenderung berbelanja pada periode tertentu saja
dan akan menahan konsumsi untuk kebutuhan-kebutuhan yang tidak terlalu diperlukan seperti
kebutuhan sekunder dan tersier. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, diperkirakan ekonomi
Sulawesi Barat di tahun 2016 akan tumbuh dalam rentang 5,95% - 6,34% (yoy).
1.2 Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi disumbang konsumsi pemerintah dan
investasi. Konsumsi pemerintah masih terus tumbuh tinggi dengan pertumbuhan sebesar 28,18%
(yoy), meneruskan pertumbuhan pada triwulan II sebesar 13,35% (yoy). Begitu pula investasi yang
tumbuh di atas 10% sejak triwulan II 2016. Pada periode laporan investasi mampu tumbuh 10,10%
(yoy). Di sisi lain, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh 3,36%
(yoy). Kondisi ini membuat konsumsi rumah tangga hanya menyumbang 1,73% dari total
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di triwulan III 2016.
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
p: proyeksi Bank Indonesia
Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Permintaan
Grafik 3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi
Barat Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pangsa konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Barat. Meskipun
mengalami perlambatan, pangsa konsumsi rumah tangga mencapai 51,5%. Pangsa konsumsi
rumah tangga mengalami tren penurunan sejak kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat. Padahal
pada awal tahun 2016, pangsa konsumsi rumah tangga mencapai 55,3%. Konsumsi pemerintah
memang mengalami peningkatan di tahun 2016 ini dengan pangsa yang terus tumbuh dari 10,4%
di awal tahun menjadi 21,9% di triwulan III 2016. Pangsa perekonomian terbesar kedua setelah
konsumsi rumah tangga yaitu investasi yang mencapai 30,6%. Perlahan tapi pasti porsi investasi
terus meningkat. Perlambatan ekonomi tidak mempengaruhi minat investasi di Sulawesi Barat yang
masih banyak potensi yang belum tereksplor. Investasi yang saat ini banyak terjadi lebih kepada
investasi pengembangan pelaku usaha agar dapat memperoleh keuntungan yang semakin besar.
1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga pada periode laporan tercatat mengalami perlambatan dari 7,14% (yoy)
pada triwulan II 2016 menjadi 3,36% (yoy) pada triwulan III 2016. Meskipun melambat, konsumsi
rumah tangga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar
1,73%. Perlambatan pada komponen konsumsi rumah tangga disebabkan lemahnya konsumsi
makanan dan minuman. Pelemahan ini akibat normalisasi konsumsi masyarakat paska bulan
puasa dan hari raya Idul Fitri. Kondisi masyarakat Sulawesi Barat yang terpengaruh perlambatan
ekonomi nasional, membuat masyarakat menahan perilaku konsumsi pada periode-periode yang
tidak seharusnya. Masyarakat akan meningkatkan konsumsi pada periode penting seperti hari raya
keagamaan atau pun tahun baru.
2014
TOTAL I II III IV TOTAL I II III IVp
TOTALp
KONSUMSI RUMAH TANGGA 4.89 5.06 4.88 5.09 5.36 5.10 5.01 7.14 3.36 5.59 5.08 - 5.45
KONSUMSI LNPRT 13.80 -4.69 -8.00 4.16 3.57 -1.40 4.67 4.25 3.40 4.05 3.87 - 4.27
KONSUMSI PEMERINTAH 6.09 -15.45 18.29 14.96 11.29 8.81 -1.50 13.35 28.18 14.71 15.26 - 15.68
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 9.23 10.40 10.10 9.93 9.71 - 10.12
PERUBAHAN PERSEDIAAN 9.88 -7.02 -35.60 -318.21 -53.20 -64.89 -66.52 -220.14 -50.88 68.01 -454.37 - -453.98
EKSPOR 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 9.23 10.40 10.10 9.93 1.8 - 2.21
IMPOR 9.9 -7.0 -35.6 -318.2 -53.2 -64.9 -66.5 -220.1 -50.9 68.0 2.38 - 2.79
TOTAL PDRB 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.26 4.80 5.97 7.60 5.99 - 6.37
PERTUMBUHAN YOY (%)2015 2016
Grafik 4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi
Barat
Grafik 5. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah
Tangga Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu
Sumber: Survei Bank Indonesia, diolah
Pelemahan konsumsi rumah tangga ditengarai disebabkan penghasilan yang menurun.
Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, Indeks Penghasilan Konsumen
mengalami penurunan yang cukup dalam pada akhir triwulan III 2016. Di akhir periode triwulan II
2016, Indeks Penghasilan Konsumen berada pada angka 149 sedangkan pada periode laporan
indeks tersebut turun jauh ke angka 109. Penurunan pendapatan masyarakat sebagai akibat
pelemahan lapangan usaha industri pengolahan yang sedang terjadi di Sulawesi Barat. Penjualan
sumber daya alam dan hasilnya menurun karena tingka permintaan di Sulawesi Barat juga sedang
menurun. Tidak hanya berdampak pada masyarakat yang bekerja di industri, masyarakat yang
berdagang pun terkena imbas penjualan yang tidak sebaik 6 bulan sebelumnya. Kecenderungan
masyarakat menahan konsumsi dan lebih mementingkan kebutuhan pokok agar kondisi stabilitas
keuangan rumah tangga tetap terjaga.
Konsumsi rumah tangga di triwulan IV 2016 akan meningkat. Pertumbuhan konsumsi akan
ditopang konsumsi makanan dan sandang. Kampanye calon kepala daerah Sulawesi Barat akan
semakin intens di akhir tahun 2016 agar memanfaatkan momen euforia masyarakat yang
meningkat di periode menjelang perayaan tahun baru. Selain itu, hari raya Natal juga berpotensi
semakin meningkatkan konsumsi masyarakat.
Ada potensi konsumsi rumah tangga secara keseluruhan di 2016 mengalami perlambatan
dibandingkan 2015. Hal ini disebabkan pelemahan tingkat permintaan di Sulawesi Barat telah
mempengaruhi pergerakan harga-harga yang beredar. Namun, tendensi konsumsi pada periode
tertentu diharapkan masih dapat menggerakkan konsumsi untuk lebih tinggi dibandingkan periode
2015. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan terjadi pada 2017 dengan potensi lebih meningkat
dibandingkan 2016. Antusiasme masyarakat diharapkan lebih tinggi pada 2017 dengan kepala
daerah yang baru.
1.2.2 Konsumsi Pemerintah
Konsumsi pemerintah Sulawesi Barat mengalami akselerasi pada triwulan laporan. Konsumsi
pemerintah semakin tumbuh tinggi paska hadirnya instansi baru yang sebagai bentuk pemisahan
administrasi yang dahulunya digabung Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Setelah triwulan II
2016 konsumsi pemerintah tumbuh 13,35% (yoy), pada periode laporan konsumsi pemerintah
tumbuh lebih tinggi 28,18% (yoy). Meskipun konsumsi pemerintah dibayangi pembatasan anggaran
dari pemerintah pusat, kehadiran instansi baru tersebut mampu menahan perekonomian Sulawesi
Barat dari pelemahan lanjutan sejak triwulan II 2016. Pengetatan fiskal yang dilakukan secara
nasional untuk menstabilkan perekonomian, berdampak pada pertumbuhan belanja pemerintah
provinsi Sulawesi Barat yang tidak setinggi periode sebelumnya. Secara total, belanja pemerintah
provinsi Sulawesi Barat tumbuh 22% (yoy) dengan peningkatan dari Rp811,5 miliar menjadi
Rp992,8 miliar. Kenaikan belanja ini didukung kenaikan belanja operasional dan transfer yang
berhasil direalisasikan sebesar Rp794,0 miliar. Belanja modal juga masih mampu tumbuh
meskipun beberapa rencana program pemerintah ditunda pelaksanaannya. Belanja modal yang
direalisasikan pada triwulan III mencapai Rp198,8 miliar.
Rendahnya pendapatan daerah membuat surplus anggaran Provinsi Sulawesi Barat menurun.
Pada periode yang sama tahun lalu pendapatan yang diperoleh pemerintah provinsi Sulawesi Barat
mencapai Rp1,17 triliun. Pada triwulan III 2016, pendapatan tersebut menurun 2,0% menjadi
Rp1,15 triliun. Penurunan tersebut menyebabkan surplus anggaran juga menurun menjadi
Rp154,5 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, surplus anggaran pemerintah provinsi
Sulawesi Barat mencapai Rp359,4 miliar. Penurunan pendapatan disebabkan turunnya
pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan lain.
Grafik 7. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kinerja konsumsi pemerintah semakin meningkat di triwulan IV 2016. Menjelang tutup buku
anggaran 2016, pemerintah daerah akan berupaya meningkatkan realisasi anggaran yang sampai
triwulan IIII masih minim. Pemerintah daerah akan memanfaatkan bulan-bulan terakhir di 2016
untuk melaksanakan program yang sempat tertunda dan program unggulan lainnya. Meskipun
belanja modal cenderung terbatas, pemerintah daerah akan mengoptimalkan belanja operasional.
Grafik 8. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Barat
Grafik 9. Perkembangan Giro Pemerintah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat benar-benar mempengaruhi komponen konsumsi
pemerintah. Hal ini membuat komponen ini tumbuh paling tidak di atas 10% secara keseluruhan
karena selama ini pertumbuhan tahunan konsumsi pemerintah masih di bawah 10%. Selain itu,
aktivitas pemerintahan akan semakin meningkat menjelang berakhirnya periode pemerintahan
provinsi Sulawesi Barat. Untuk tahun 2017, pola konsumsi pemerintah akan kembali normal seperti
sebelum tahun 2016. Normalisasi ini berpotensi berpotensi dapat tumbuh lebih tinggi mengingat
pemerintahan baru akan hadir di tahun 2017. Harapan akan program-program baru yang lebih baik
meneruskan pemerintahan sebelumnya akan meningkatkan konsumsi pemerintah
1.2.3 Investasi
Investasi di Sulawesi Barat masih terus mengalir. Sejak awal 2016, pertumbuhan investasi
tergolong tinggi. Setelah pada triwulan II 2016 investasi tumbuh 10,4% (yoy), investasi Sulawesi
Barat tumbuh 10,1% (yoy) pada triwulan laporan. Investasi di Sulawesi Barat selama tahun 2016
didominasi oleh pihak swasta. Pemangkasan anggaran pemerintah membuat investasi yang
dilakukan pemerintah lebih terbatas. Pihak swasta berupaya meraih keuntungan dari provinsi
Sulawesi Barat sebagai salah satu provinsi termuda di Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya
harapan masih banyak yang belum dieksplor di Sulawesi Barat dan dapat memperoleh imbal hasil
yang lebih tinggi.
Tren investasi non bangunan meningkat. Konsentrasi investasi Sulawesi Barat sejak berdiri adalah
ke arah pembangunan infrastruktur. Namun, dengan terbatasnya anggaran, pada tahun 2016 ini
pembangunan infrastruktur lebih terbatas dan lebih fokus ke penyelesaian pembangunan yang
telah dimulai seperti pembangunan jalan arteri yang menghubungkan kota Mamuju dengan
Bandara Tampa Padang. Kondisi ini menyebabkan investasi bangunan menjadi semakin terbatas
hingga triwulan III 2016. Tercatat pertumbuhan investasi bangunan melemah menjadi 10,39%
(yoy). Padahal pada triwulan sebelumnya investasi bangunan mampu tumbuh 12,21% (yoy). Hal
tersebut dikonfirmasi dengan perlambatan pertumbuhan realisasi pengadaan semen di Sulawesi
Barat yang hanya tumbuh 5,5% (yoy). Pertumbuhan pengadaan semen selama 2016 terus
mengalami penurunan. Pada triwulan I, pengadaan semen tumbuh 25,0% (yoy) sedangkan pada
triwulan II semakin melambat menjadi 9,4% (yoy). Di sisi lain, investasi non bangunan semakin
meningkat dengan tumbuh 9,52% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 6,73%
(yoy). Pihak swasta telah banyak berinvestasi di bidang bangunan sehingga pada periode laporan
lebih banyak berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya seperti pembelian mesin dan
alat-alat pendukung produksi.
Grafik 10. Investasi Bangunan Grafik 11. Realisasi Pengadaan Semen
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Penanaman modal dari asing meningkat signifikan. Pada triwulan III 2016, penanaman modal dari
asing yang berhasil terealisasi berjumlah Rp156 miliar sedangkan yang berasal dari dalam negeri
berjumlah Rp52 miliar. Konsentrasi penanaman modal asing lebih banyak pada pembangunan
PLTU Belang-belang di kecamatan Kalukku dengan kapasitas 2x25 MW untuk mendukung pasokan
listrik di Sulawesi Barat. Pembangunan ini menjadi salah satu bentuk upaya pemerintah
mengembangkan kawasan industri di Mamuju, Tampa Padang, dan Belang-belang. Dengan
tersedianya infrastruktur pendukung industri, diharapkan investor dapat lebih tertarik
menanamkan dananya di Sulawesi Barat dan mengeksplor sumber daya alam agar lebih bernilai
tinggi.
Grafik 12. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Iklim investasi Sulawesi Barat akan semakin membaik di triwulan IV 2016. Peningkatan nilai
penanaman modal asing dalam 2 triwulan terakhir, mengindikasikan investor mulai berusaha
mengeksplor Sulawesi Barat lebih jauh. Diperkirakan eksplorasi tambang di Sulawesi Barat menjadi
daya tarik investor selain hilirisasi industri terhadap komoditas unggulan Sulawesi Barat. Pada
periode triwulan IV 2016, investor akan lebih banyak fokus membangun infrastruktur pendukung
sembari menunggu terpilihnya kepala daerah yang baru di awal tahun 2017.
Investasi pada 2016 lebih difokuskan pada penyediaan infrastruktur pendukung usaha.
Pertumbuhan investasi di Sulawesi Barat akan mengalami peningkatan selama 2016. Meskipun
belum ada lagi investor yang masuk untuk mengelola sumber daya alam di Sulawesi Barat, investasi
akan dilakukan untuk mendukung aktivitas perekonomian di Sulawesi Barat. Para pelaku usaha
akan meningkatkan nilai tambah produksinya tanpa membangun gedung baru atau memperluas
pasar. Hal ini disebabkan kondisi perekonomian yang belum kondusif sehingga akan berisiko tinggi
jika akan melakukan ekspansi. Sementara di tahun 2017, ekspektasi bahwa tahun 2017 akan
lebih baik dibandingkan 2016 membuat optimisme investasi akan meningkat pada 2017. Namun,
investasi besar diperkirakan belum akan terjadi pada tahun 2017. Investor akan melihat kondisi
terkini perekonomian paska terpilihnya kepala daerah baru pada awal 2017.
1.2.4 Ekspor dan Impor
Impor Sulawesi Barat meningkat di tengah penurunan Ekspor. Ekspor Sulawesi Barat tumbuh
negatif 1,65% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan ekspor triwulan sebelumnya -1,53%(yoy).
Pelemahan ekspor diakibatkan penurunan kinerja industri di Sulawesi Barat. Selain itu, tingkat
permintaan global akan komoditas masih belum membaik sehingga ekspor Sulawesi Barat ke luar
negeri cenderung terbatas. Di sisi lain, impor justru mengalami peningkatan yang signifikan dengan
tumbuh 7,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya -3,26% (yoy). Peningkatan
impor disebabkan pemenuhan persediaan barang bagi para pelaku usaha setelah penjualan yang
meningkat pada triwulan sebelumnya.
Neraca perdagangan Sulawesi Barat mengalami penurunan. Neraca perdagangan Sulawesi Barat
mencatat nilai Rp117,9 miliar lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
Rp342,6 miliar. Penurunan surplus neraca ini disebabkan peningkatan ekspor yang tidak setinggi
kenaikan impor. Penurunan produksi kelapa sawit menyebabkan penurunan nilai ekspor CPO dari
Sulawesi Barat. Namun, nilai ekspor yang baik diiringi peningkatan nilai impor yang cukup tinggi
karena tingginya kebutuhan masyarakat. Impor ditujukan bagi para pedagang yang melakukan re-
stock terhadap barang persediaan. Selain itu, impor dari luar negeri mulai menunjukkan ada
peningkatan. Belum banyaknya industri di Sulawesi Barat menyebabkan barang kebutuhan
masyarakat masih harus didatangkan dari luar daerah.
Negara tujuan ekspor Sulawesi Barat mengalami pergeseran. Tiongkok merupakan salah satu
negara tujuan utama ekspor Sulawesi Barat sampai tahun 2015. Perlambatan ekonomi yang
melanda Tiongkok menyebabkan negara tersebut membatasi impor dari negara lain. Pada tahun
2016, negara tujuan ekspor Sulawesi Barat beralih ke negara dengan kondisi ekonomi yang sedang
membaik di benua Asia. Republik Korea menjadi salah satu alternatif pasar ekspor baru Sulawesi
Barat karena saat ini negara tersebut sedang berupaya mengembangkan energi alternatif.
Grafik 13. Perkembangan Ekspor Impor Grafik 14. Negara Tujuan Ekspor CPO
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan IV 2016, ekspor akan meningkat disertai pertumbuhan impor yang cenderung
terbatas. Kinerja industri yang diperkirakan akan membaik membuat ekspor Sulawesi Barat juga
akan meningkat. Harga CPO sebagai komoditas ekspor luar negeri Sulawesi Barat juga sedang
dalam tren meningkat. Sementara itu, impor yang terbatas disebabkan masih lemahnya
permintaan di Sulawesi Barat sehingga pedagang yang mengimpor barang dari luar Sulawesi Barat
akan menunggu persediaan habis terlebih dahulu.
Ekspor luar negeri Sulawesi Barat masih tergantung produksi kelapa sawit. Belum adanya hilirisasi
industri terhadap sumber daya alam di Sulawesi Barat dalam skala besar, membuat kegiatan
ekspor luar negeri masih bergantung terhadap produksi CPO. Secara total, ekspor luar neger
selama 2016 akan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Produksi yang terganggu
selama triwulan II dan III menyebabkan pertumbuhan ekspor tidak bisa lebih tinggi. Produksi akan
lebih baik pada triwulan IV 2016. Tahun 2017, diperkirakan ekspor akan kembali meningkat. Selain
produksi akan membaik karena curah hujan yang mendukung, peningkatan ekspor diharapkan
akan terjadi akibat perbaikan ekonomi di luar negeri. Penambahan mesin-mesin pendukung
produksi juga akan meningkatkan produktivitas yang selama ini terhambat kapasitas produksi.
1.3 Sisi Penawaran
Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib dan lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan andil besar terhadap pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Barat di triwulan III 2016. Lapangan usaha administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial mengalami pertumbuhan menggembirakan sebesar 19,52% (yoy).
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 4,12%
(yoy), setelah sebelumnya mengalami kontraksi -1,48% (yoy). Lapangan usaha lain yang
memberikan konstribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu lapangan usaha konstruksi
yang berhasil tumbuh 11,60% (yoy). Pertumbuhan tertinggi berada pada lapangan usaha
pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan 25,96% (yoy). Namun, karena pangsanya
yang masih kecil di Sulawesi Barat, pertumbuhan tinggi tersebut hanya sedikit mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat.
Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
p: proyeksi Bank Indonesia
Grafik 15. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pangsa lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam tren menurun. Perekonomian
Sulawesi Barat terus berkembang dari tahun ke tahun. Kehidupan masyarakat pun dirasakan
sudah lebih baik dibandingkan sebelum menjadi provinsi. Akses ke luar daerah Sulawesi Barat saat
ini sudah lebih mudah dibandingkan pada saat masih bergabung Sulawesi Selatan. Hal ini
menyebabkan pengaruh luar sudah lebih banyak masuk ke Sulawesi Barat. Masyarakat yang
tadinya banyak bertani atau pun melaut sudah mulai bergeser ke lapangan usaha lain yang
memberikan imbal hasil lebih baik seperti industri, perdagangan, maupun ikut ambil bagian dalam
pemerintahan yang masih terus berkembang. Hal ini banyak berlaku bagi penduduk yang
berkembang pada masa setelah Sulawesi Barat menjadi provinsi. Pangsa untuk lapangan usaha
favorit masyarakat Sulawesi Barat tersebut adalah sebegai berikut: industri pengolahan pangsanya
9,0%, perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor pangsanya 10,1%, dan
administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib pangsanya 9,4%.
Selama tahun 2016, lapangan usaha yang menopang perekonomian Sulawesi Barat yaitu (1)
pertanian, kehutanan, dan perikanan, (2) konstruksi, dan (3) administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib. Meskipun terganggu kondisi cuaca ekstrim yang sering
terjadi di Sulawesi Barat, namun pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap menjadi andalan
2014
TOTAL I II III IV TOTAL I II III IVp
Totalp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.93 3.40 6.27 3.08 12.01 6.04 2.59 -1.48 4.12 5.44 2.38 - 2.76
Pertambangan dan Penggalian 8.04 11.89 11.37 13.82 -1.48 8.06 8.45 14.30 12.15 13.76 12.12 - 12.49
Industri Pengolahan 35.92 19.76 16.40 0.77 9.82 10.95 8.86 -6.20 -5.74 6.84 0.74 - 1.16
Pengadaan Listrik dan Gas 10.55 -0.65 1.26 1.65 13.62 4.05 28.52 25.74 25.96 26.16 26.37 - 26.75
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6.46 1.04 9.22 10.15 8.82 7.32 12.07 9.41 6.40 5.66 8.05 - 8.48
Konstruksi 8.11 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47 13.59 11.60 9.25 10.86 - 11.3
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.10 0.91 7.17 5.29 3.01 4.10 5.71 4.36 1.56 4.71 3.85 - 4.25
Transportasi dan Pergudangan 7.39 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 1.52 9.15 5.56 6.42 5.51 - 5.9
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.53 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 8.74 11.21 10.91 11.92 10.56 - 10.96
Informasi dan Komunikasi 7.20 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 13.25 14.58 7.57 5.52 9.77 - 10.2
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.77 2.20 -2.42 12.55 12.46 6.26 16.01 32.44 11.51 9.84 16.74 - 17.14
Real Estate 4.14 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 6.52 5.48 6.22 6.39 5.96 - 6.36
Jasa Perusahaan 3.01 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64 1.60 6.95 4.92 4.81 - 5.21
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6.16 5.59 13.32 19.24 10.05 12.02 7.58 23.99 19.52 16.26 16.74 - 17.12
Jasa Pendidikan 4.02 8.17 8.91 10.57 -0.60 6.29 11.33 16.34 12.32 6.52 11.16 - 11.57
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.05 10.91 8.08 6.90 -0.29 6.01 11.53 11.21 13.06 15.68 12.79 - 13.18
Jasa lainnya 8.92 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 6.31 7.84 6.26 5.85 6.36 - 6.73
TOTAL PDRB 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.26 4.80 5.97 7.60 5.99 - 6 .37
PERTUMBUHAN YOY (%)2015 2016
perekonomian Sulawesi Barat dan akan mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi. Antisipasi
kondisi cuaca yang tidak menentu telah diupayakan pemerintah dengan penggunaan bibit unggul,
pembuatan irigasi, dan program-program lainnya. Untuk konstruksi, meskipun terbatasnya
anggaran, pembangunan di Sulawesi Barat meneruskan proyek yang sudah berjalan. Memang
beberapa proyek menjadi tertunda akibat pengetatan fiskal ini. Sementara, administrasi
pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib menjadi primadona baru di Sulawesi Barat
mengingat setelah menjadi provinsi, instansi-instansi perwakilan perlahan-lahan hadir di Sulawesi
Barat termasuk di tahun 2016. Tahun 2017 menjadi tahun perbaikan bagi pertanian, kehutanan,
dan perikanan. Dengan jumlah curah hujan yang mendukung, hasil produksi sumber daya alam
diperkirakan akan meningkat di tahun 2017. Apalagi ditambah infrastruktur pendukung yang lebih
baik setelah pengadaan dilakukan tahun 2016. Lapangan usaha konstruksi juga akan membaik
seiiring pemerintahan baru yang akan hadir di Sulawesi Barat di 2017. Diharapkan pemerintahan
baru ini dapat membawa sentimen positif untuk pembangunan infrastruktur tidak hanya dari
pemerintahan namun juga dari swasta. Saat ini pihak swasta berharap dapat mengembangkan
sektor properti di Sulawesi Barat. Sementara, industri pengolahan akan meningkat pada tahun
2017 mengingat tren harga komoditas yang meningkat disertai perbaikan permintaan terhadap
komoditas ekspor yang berasal dari Indonesia.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami akselerasi. Lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh positif 4,12% (yoy). Kondisi ini berbalik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 1,48% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha
ini disebabkan curah hujan yang membaik selama periode triwulan III 2016 disertai efek El Nino
pada tahun 2015 sudah mulai mereda. Selain itu, sebagai bentuk balasan El Nino, terjadi La Nina
selama triwulan III 2016. Kondisi La Nina membuat perairan Sulawesi Barat menghangat sehingga
menjadi habitat yang cocok bagi beberapa komoditas ikan laut. Hal tersebut ditandai dengan
produksi ikan yang meningkat pada bulan September 2016. Padahal di periode yang sama tahun
sebelumnya produksi ikan laut cenderung terbatas.
Grafik 16. Perkembangan Sektor Pertanian
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perbaikan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan ditandai dengan pertumbuhan
kredit di lapangan usaha ini yang membaik. Meskipun masih kontraksi, kredit pertanian
menunjukkan ada peningkatan. Kredit yang berhasil direalisasikan pada periode ini sejumlah
Rp388 miliar, sedikit lebih baik dibandingkan periode sebelumnya Rp370 miliar. Kenaikan ini
disebabkan para petani berupaya mengembangkan hasil produksinya agar menghasilkan panen
yang lebih baik dengan menggunakan bibit unggul dan peralatan yang lebih memadai.
Grafik 17. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan akan tumbuh lebih
baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun produksi padai sebagai salah satu komoditas
unggulan cenderung terbatas pada periode ini, produksi sumber daya alam lain diperkirakan akan
meningkat. Peningkatan ini seiiring dengan perbaikan infrastruktur dan perluasan lahan yang
dilakukan sehingga secara produktivitas akan meningkat. Selain itu, perkiraan dari Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa curah hujan di Sulawesi Barat akan sangat
baik hingga awal tahun 2017.
Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi andalan Sulawesi Barat.
Meskipun secara pangsa mengalami penurunan, namun lapangan usaha ini masih tumbuh dengan
baik. Panen raya dengan produksi yang baik menjadi penopang lapangan usaha ini lebih baik dari
tahun sebelumnya. Namun, yang berpotensi mengalami penurunan berasal dari produksi ikan yang
cenderung menurun hingga akhir tahun 2016. Di 2017, harapan lapangan usaha ini lebih baik lagi
bersumber dari program-program pemerintah yang dalam beberapa periode terakhir mendukung
lapangan usaha terbesar di Sulawesi Barat ini. Pembangunan irigasi, penggunaan bibit unggul dan
penyuluhan kepada para petani menjadi contoh berbagai upaya yang dapat meningkatkan produksi
sumber daya alam di 2017.
1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran kembali melambat pada triwulan III 2016.
Lapangan usaha yang mencakup perdagangan besar, perdagangan eceran, reparasi mobil dan
motor, tumbuh 1,56% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 4,36% (yoy). Hal
tersebut terindikasi dari kredit perdagangan yang juga mengalami perlambatan dengan hanya
tumbuh 10,1% (yoy), melanjutkan perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan di periode
sebelumnya 10,6% (yoy). Gairah perdagangan belum membaik seiiring tingkat permintaan
masyarakat yang masih lemah. Harga-harga di tingkat pedagang banyak yang tidak berubah secara
signifikan atau kadang cenderung menurun karena rendahnya tingkat pembelian.
Grafik 18. Perkembangan Sektor Perdagangan Grafik 19. Perkembangan Kredit Perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Lapangan usaha perdagangan besar dan kecil pada triwulan terakhir 2016 cenderung terbatas.
Pelemahan konsumsi rumah tangga menyebabkan pelaku usaha cenderung berhati-hati dalam
melakukan persediaan barang. Pertumbuhan yang tinggi pada triwulan III 2016 diperkirakan tidak
akan terjadi pada triwulan IV 2016. Perdagangan akan kembali menggeliat pada periode awal
tahun 2017.
Perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha perdagangan besar dan kecil berimbas
perlambatan lapangan usaha ini sepanjang 2016. Perkiraan hingga akhir tahun, tingkat
permintaan masyarakat belum juga akan pulih meskipun memasuki liburan akhir tahun yang
dimulai dengan hari raya Natal. Belum pulihnya perekonomian nasional ditengarai membuat
masyarakat hanya berbelanja kebutuhan inti saja dan akan mengabaikan kebutuhan yang tidak
esensial seperti kendaraan atau elektronik.
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha indusri pengolahan belum pulih. Lapangan usaha industri pengolahan mengalami
kontraksi dengan tumbuh -5,74% (yoy), lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh
-6,20% (yoy). Belum pulihnya perekonomian global menyebabkan ekspor CPO ke luar negeri
mengalami penurunan. Tingkat permintaan global yang masih rendah menyebabkan masih
rendahnya penjualan komoditas Indonesia ke luar negeri. Salah satu negara importir utama CPO
Sulawesi Barat yaitu Tiongkok belum juga pulih ekonominya. Pasar ekspor industri CPO Sulawesi
Barat bergeser ke negara lain di Asia Timur yaitu Republik Korea namun jumlahnya belum mampu
meningkatkan penjualan hasil industri Sulawesi Barat.
Meskipun industri besar sedang mengalami penurunan, industri mikro dan kecil semakin tumbuh.
Upaya masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam terlihat dari upaya
membentuk usaha mikro dan kecil. Industri mikro dan kecil tumbuh 30,69% (yoy). Pertumbuhan ini
semakin meningkat sejak awal tahun. Lapangan usaha yang dijadikan bentuk usaha masyarakat
sebagian besar yang terkait kebutuhan pokok masyarakat yaitu makanan dan pakaian. Industri
mikro dan kecil makanan tumbuh 23,27% (yoy) sedangkan tekstil tumbuh 29,96% (yoy).
Grafik 20. Perkembangan Sektor Industri Grafik 21. Pertumbuhan Industri Menengah dan
Kecil
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan akan pulih pada triwulan IV 2016. Setelah
mengalami kontraksi 2 triwulan berturut-turut, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan
membaik pada periode terakhir di 2016. Efek El Nino yang telah usai paska hadirnya masa La Nina,
diperkirakan akan meningkatkan produksi sumber daya alam di Sulawesi Barat terutama
perkebunan.
Lapangan usaha industri pengolahan akan mengalami pertumbuhan yang terbatas pada 2016.
Harga CPO yang mengalami peningkatan diharapkan dapat memberikan angin segar bagi industri
pengolahan Sulawesi Barat. Selain itu, tren negara-negara di dunia yang mencari energi alternatif
diharapkan dapat menggunakan CPO sebagai salah satu sumber energi. Dengan begitu, maka
permintaan akan CPO akan meningkat. Tingkat permintaan akan CPO diperkirakan akan tumbuh
pada 2017 meskipun tidak terlalu siginifikan. Industri kecil dan menengah diharapkan terus
tumbuh hingga menjadi besar agar dapat berkontribusi lebih terhadap perekonomian Sulawesi
Barat. Peningkatan kapasitas produksi banyak dilakukan para pelaku usaha agar dapat
meningkatkan kapasitas usahanya menjadi lebih besar.
1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami akselerasi pada
periode laporan. Lapangan usaha ini tumbuh 19,52% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya (23,99%, yoy) namun menjadi salah satu pertumbuhan tertinggi di triwulan III 2016.
Pertumbuhan positif ini membuat lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan
jaminan sosial wajib menjadi lapangan usaha terbesar ketiga menggeser industri pengolahan yang
sedang dalam tren penurunan. Masuknya instansi baru di Sulawesi Barat pada triwulan II 2016
turut memberikan kontribusi terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Instansi baru tersebut
langsung aktif dan berbaur dengan masyarakat Sulawesi Barat untuk memberikan pelayanan
terbaik bagi masyarakat Sulawesi Barat.
Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib masih akan
tumbuh hingga akhir tahun 2016. Instansi pemerintah lainnya hadir pada triwulan IV 2016 dan
akan semakin memberikan kontribusi terhadap perekonomian Sulawesi Barat bersama dengan
pemerintah daerah Sulawesi Barat. Proses realisasi program pemerintahan akan semakin
meningkat seiiring proses penyelesaian program pemerintah yang selesai pada periode semester
II. Selain itu, aktivitas pemerintahan akan meningkat akibat proses pemilihan umum kepala daerah.
Secara umum, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib
tumbuh signifikan di tahun 2016. Hadirnya instansi baru di Sulawesi Barat memberikan kontribusi
positif terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Aktivitas pemerintah semakin meningkat pada
2017 mengingat pemerintahan baru akan hadir di Sulawesi Barat. Ekspektasi muncul
pemerintahan baru akan melanjutkan pemerintahan selanjutnya dengan disertai pemikiran-
pemikiran baru untuk mengembangkan Sulawesi Barat dalam segala aspek.
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Pertumbuhan konstruksi di Sulawesi Barat mengalami perlambatan. Di tengah wacana
pengembangan kawasan Indonesia Timur, perkembangan konstruksi di Sulawesi Barat tidak begitu
menggembiarakan. Lapangan usaha ini tumbuh 11,6% (yoy) atau lebih rendah dari periode
sebelumnya 13,6% (yoy). Sumber pendanaan yang masih berasal dari pemerintah pusat karena
masih terbatasnya pendapatan asli daerah, membuat proyek pembangunan yang dicanangkan
awal tahun menjadi tertunda. Pemerintah pusat sedang menggalakkan pengetatan fiskal untuk
menjaga stabilitas perekonomian nasional di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi secara
global. Pembangunan lebih banyak dilakukan pihak swasta meliputi pertokoan, perumahan, hotel
non bintang maupun pusat perbelanjaan di ibukota Mamuju.
Grafik 22. Perkembangan Sektor Konstruksi Grafik 23. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Di triwulan IV 2016, lapangan usaha konstruksi lebih fokus meneruskan pembangunan yang ada.
Terbatasnya belanja modal pemerintah, membuat tidak ada proyek besar yang terjadi pada triwulan
IV 2016. Program yang sedang berjalan diharapkan dapat selesai pada akhir tahun ini seperti
perbaikan jalan, perumahan, rumah toko atau pun gedung perkantoran.
Selama tahun 2016, pembangunan akan lebih banyak dilakukan oleh pihak swasta. Terbatasnya
anggaran pemerintah daerah membuat upaya pemerintah mengundang swasta untuk membangun
Sulawesi Barat diharapkan mampu menopang perekonomian yang sedang dalam tren melambat.
Beberapa proyek pemerintah yang tertunda pada 2016, diharapkan dapat terealisasi pada 2017
disertai momentum pemerintahan yang baru.
1. SDM Berkualitas sebagai Landasan Perekonomian yang Kuat
Kualitas sumber daya manusia (SDM) di Sulawesi Barat menghambat pertumbuhan ekonomi ke
arah yang lebih baik. Padahal sumber daya alam yang dimiliki melimpah sehingga berpotensi
menjadi daerah pengekspor yang baik. IPM Sulawesi Barat berada pada urutan 31 dari 34 provinsi
di Indonesia. IPM yang sebesar 62,96 masih berada di bawah rata-rata nasional pada angka 69,55.
Angka IPM ini disertai dengan rendahnya rata-rata lama sekolah yang hanya mencapai 7,42 tahun
atau setara lulusan SD. Persentase buta huruf untuk usia produktif (15-44 tahun) di Sulawesi Barat
pun termasuk tinggi di Indonesia yang mencapai 3,33%. Kualitas SDM yang rendah ditengarai
kondisi topografi Sulawesi Barat yang dahulunya terisolir dari daerah luar. Kondisi yang
menyebabkan masyarakat sulit memperoleh informasi dari daerah lain. Daerah lain sudah
berkembang cukup pesat dengan peningkatan kualitas dalam berbagai aspek melalui teknologi
informasi yang berkembang sejak dimulainya abad ke-21. Sementara daerah Sulawesi Barat
sebelum menjadi provinsi seperti tidak terpengaruh apa pun. Kehidupan masyarakat cenderung
stagnan tanpa peningkatan akitivitas perekonomian dimana sulitnya mencapai pusat perdagangan.
Meskipun secara jarak Makassar cukup dekat, dahulu menempuh perjalanan dari Sulawesi Barat
ke daerah Makassar merupakan hal yang berat untuk dilakukan.
Grafik 24. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Meskipun perkembangan IPM di Sulbar mengalami peningkatan yang pesat, namun masih perlu
perbaikan dalam berbagai aspek untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi lebih baik. Kondisi
SDM saat ini menjadi perhatian bagi para pelaku usaha atau investor dari luar yang membutuhkan
tenaga kerja berkualitas yang masih sulit ditemui di Sulawesi Barat. Para pelaku usaha atau
investor dari luar harus merekrut tenaga kerja dari luar Sulawesi Barat saat membutuhkan tenaga
ahli di bidang tertentu. Sebagaimana diketahui bahwa harapan pelaku usaha dan investor
menggunakan tenaga kerja yang berkualitas adalah agar produktivitas lebih tinggi.
Berdasarkan Forum Group Discussion (FGD) pada Oktober 2016 yang dilakukan Bank Indonesia
bersama pemerintah daerah dan para pengusaha di Sulawesi Barat, permasalahan SDM kembali
BOKS 1
mencuat menjadi penghambat pengembangan UMKM di Sulawesi Barat. Pemerintah memberikan
keringanan kepada para pelaku usaha yang membutuhkan modal dalam bentuk pinjaman. Namun,
dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, pinjaman modal tersebut tidak dioptimalkan
untuk pengembangan usaha. Bahkan ada anggapan karena pinjaman tersebut merupakan
program dari pemerintah sehingga pinjaman modal dianggap sebagai hibah yang tidak perlu
dikembalikan. Permasalahan dalam pinjaman UMKM ini hanyalah contoh kecil yang menjadi
penyebab perbankan enggan menyalurkan kreditnya untuk usaha sehingga berakibat menghambat
berkembangnya perekonomian di Sulbar.
Salah satu indikator yang dapat diupayakan dalam peningkatan kualitas SDM adalah peningkatan
rata-rata lama sekolah. Dengan semakin lama seorang penduduk mengenyam pendidikan, maka
paling tidak penduduk tersebut memiliki banyak pengetahuan selama bersekolah. Belum lagi,
beberapa keterampilan yang hanya diajarkan di sekolah. Berdasarkan simulasi CGE-Indoterm, jika
rata-rata lama sekolah ditingkatkan menjadi 9.23 tahun saja atau rata-rata lulusan SMP, maka
berdampak positif pada pertumbuhan rata-rata PDRB mencapai 0.48% di tahun 2020 dan tenaga
kerja terserap meningkat 0.83% per tahunnya. Simulasi tersebut menggunakan asumsi:
1. Koefisien Return on Education (ROE) Investment untuk wilayah Sulawesi Barat adalah 0,16,
yang artinya setiap kenaikan rata-rata lama sekolah akan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sebesar 0,16
2. Peningkatan rata-rata lama sekolah akan berpotensi meningkatkan produktivitas tenaga
kerja yang bekerja pada bidang clerical dan administration
Kalau melirik apa yang diinvestasikan oleh Jepang sejak dahulu, kita pantas mencontoh mereka
dalam mengembangkan SDM. Dahulu mereka sengaja mengirimkan banyak penduduk untuk
belajar di luar Jepang untuk diterapkan di negaranya sendiri. Tentu sebelum pergi belajar, mereka
sudah dibekali dengan pemikiran-pemikiran dasar yang membuat mereka tetap loyal dan punya
budaya yang tidak akan hilang. Saat ini, Jepang sudah meraih apa yang semua negara impikan.
Negara yang maju dalam ekonomi, industri, dan perkembangan teknologi. Tidak jarang penduduk
Jepang menjadi sosok pelopor dalam menemukan terobosan yang mempengaruhi dunia. Rakyat
Jepang terkenal pekerja keras di tengah minimnya sumber daya alam di negara mereka. Negara
mereka terkenal dengan mudahnya terkena bencana alam. Namun, di zaman sekarang, ketika
Jepang dilanda bencana alam, dampak yang terjadi tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan manusia-
manusia berkualitas Jepang selalu menemukan solusi untuk masalah negaranya dan diterapkan
dengan sebaik-baiknya. Di saat Jepang sedang dilanda perlambatan ekonomi pun, kondisi ekonomi
dan keuangan negara Jepang relatif stabil tanpa gonjang-ganjing yang membuat khawatir
penduduknya.
Tidak seperti jepang, Sulawesi Barat dimanjakan dengan sumber daya alam yang melimpah.
Masyarakat banyak yang dapat mengandalkan hidup dari wilayah sekitarnya saja. Di sisi lain,
dengan beberapa wilayah yang sulit dijangkau membuat akses terhadap pendidikan, kesehatan
atau peluang pendapatan lain menjadi sangat jauh dan menyulitkan. Hal tersebut mengisyaratkan
bahwa saat pembangunan infrastruktur terus dikembangkan perlu dikembangkan pula kualitas
SDM. Tidak hanya sekedar SDM berijazah namun SDM dengan produktivitas terbaik dan memiliki
moral perilaku yang baik pula. Karena SDM berkualitas tanpa moral perilaku yang baik akan
menjadi bumerang tersendiri. Hal tersebut mengingat potensi tingginya kriminalitas yang sulit
diberantas akibat kriminalitas yang dibangun dengan intelektualitas yang tinggi.
2.1 Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat1
Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat mengalami penurunan sejalan dengan kebijakan pengetatan
anggaran oleh pemerintah pusat. Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat pada periode laporan sebesar
Rp3,18 triliun, turun 19,67% atau Rp778,97 miliar dibandingkan triwulan III 2015 (yoy). Penurunan
pagu tersebut seiring dengan kebijakan pengetatan fiskal oleh pemerintah pusat sehingga
membuat anggaran ke setiap daerah di Indonesia menjadi berkurang.
Berdasarkan jenisnya, pagu anggaran terbesar diperuntukan bagi belanja modal (41,15%), diikuti
belanja barang (40,53%), sisanya sebesar 17,83% untuk belanja pegawai dan bantuan sosial
(0,49%). Kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat menyasar kepada
anggaran belanja modal dan bantuan sosial yang dianggap penyalurannya kurang efisien. Pada
triwulan laporan, pagu anggaran kedua komponen tersebut masing-masing mengalami penurunan
masing-masing 37,27% (yoy) dan 92,95% (yoy). Sementara pagu untuk belanja barang meningkat
10,68% (yoy) dan belanja pegawai tumbuh 12,95% (yoy).
Realisasi APBN pada periode laporan mengalami peningkatan. Meskipun pagu APBN mengalami
penurunan, namun realisasi belanja APBN pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan
sebesar Rp314,60 miliar atau meningkat 18,57% (yoy). Dengan demikian nilai realisasi APBN pada
triwulan III 2016 sebesar Rp2,01 triliun atau 63,14% dibandingkan pagu APBN.
Berdasarkan jenisnya, realisasi terbesar dalam realisasi APBN adalah belanja modal, yakni sebesar
43,06% dari total belanja, diikuti belanja barang 36,13%, belanja pegawai 20,49% dan belanja
bantuan sosial 0,32%.
Dibandingkan pagu APBN, realisasi terbesar berupa belanja pegawai, 72,55% dari total belanja
atau setara Rp411,67 miliar. Realisasi terbesar kedua adalah belanja modal sebesar 66,07% atau
Rp864,98 miliar, diikuti belanja barang 56,28% atau Rp725,73 miliar dan terendah berupa belanja
untuk bantuan sosial sebesar 41,22% atau Rp6,37 miliar.
Secara tahunan (yoy), pertumbuhan belanja pegawai di triwulan III 2016 meningkat 20,48% atau
setara Rp69,97 miliar menjadi Rp411,67 miliar. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun lalu sebesar 26,26% atau triwulan lalu sebesar 46,05%. Melambatnya
pertumbuhan tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan pengetatan anggaran
yang dicanangkan oleh pemerintah pusat serta normalisasi belanja pegawai paska pemberian THR
dan gaji ke 13 dan 14 yang dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri atau akhir triwulan II 2016.
Realisasi belanja modal tumbuh 6,12% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2015, yakni
sebesar 28,92% (yoy) atau turun sebanyak Rp27,01 miliar. Pada periode laporan, masih terdapat
realisasi belanja modal yang mengalami penundaan, yaitu sebesar Rp8,84 miliar.
Sementara itu, sebagian besar belanja modal pada triwulan laporan masih digunakan untuk
pembangunan infrastruktur, terbesar berupa pembangunan jaringan sumber dan pemanfaatan air
untuk area Kaluku - Karama dan area Palu (Sulawesi Tengah) - Lariang (Sulawesi Barat), yaitu
sebesar Rp338,42 miliar diikuti pemeliharaan jalan nasional wilayah I dan II di Sulawesi Barat
sebesar Rp297,01 miliar serta program penataan & penyehatan lingkungan pemukiman sebesar
1 DJPBN Provinsi Sulawesi Barat
Rp119,20 miliar. Sementara rencana untuk pembangunan terminal baru Bandara Tampa Padang
telah mulai direalisasikan dengan pencairan APBN sebesar Rp13,21 miliar atau setara dengan
53,01% dari pagu anggaran. Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah untuk meningkatkan
kualitas infrastruktur yang tersedia di Sulawesi Barat.
Realisasi belanja barang sebesar Rp725,73 miliar atau tumbuh 75,68% (yoy) dibanding periode
yang sama tahun lalu sebesar Rp413,09 miliar. Meskipun tumbuh pesat, namun pertumbuhan
belanja barang tesebut merupakan yang terendah di tahun 2016, dimana pencairan APBN untuk
belanja barang pada triwulan I 2016 sebesar 202,84% (yoy) dan triwulan II 2016 sebesar 121,17%
(yoy). Peningkatan belanja barang tersebut seiring dengan mulai beroperasinya beberap instansi
pemerintah di Sulawesi Barat pada tahun 2016 dan mendorong peningkatan permintaan
kebutuhan dinas/instansi vertikal pada periode laporan.
Realisasi belanja bantuan sosial sebesar Rp6,37 miliar, turun drastis dibandingkan Rp124,21
miliar pada triwulan III 2015. Meskipun turun drastis namun secara nilai, pencairan belanja
bantuan sosial di triwulan laporan merupakan yang terbesar di tahun 2016.
Grafik 25. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di
Triwulan III
Grafik 26. Komponen APBN Sulawesi Barat di
Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat,
diolah
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat,
diolah
2.2 Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat
Pertumbuhan PAD masih di level negatif dengan kecenderungan membaik. Moderasi pertumbuhan
ekonomi yang terjadi masih mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam mengelola pendapatan
daerah, terindikasi dari pertumbuhan pendapatan daerah yang masih berada pada level negatif,
sebesar -2,10% (yoy), namun lebih baik dibandingkan triwulan lalu sebesar -4,94% (yoy). Koreksi
pertumbuhan ini dirasakan cukup signifikan mengingat pada triwulan III 2015, pertumbuhan PAD
merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir, yaitu sebesar 19,72% (yoy). Secara nominal,
koreksi nilai pendapatan daerah tersebut sebesar Rp23,56 miliar, dari Rp1.170,89 miliar pada
triwulan III 2015 menjadi Rp1.147,34 miliar di periode laporan. Penurunan pendapatan tersebut
terutama berasal dari penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya pajak daerah.
Secara triwulanan, kinerja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 patut
diapresiasi dengan peningkatan pendapatan sebesar Rp446,55 miliar dibandingkan triwulan lalu,
menjadi Rp1,15 triliun atau setara dengan 26,17% dari target tahunan (rata-rata tiap triwulan
sebesar 25%). Secara kumulatif, pencapaian target pendapatan daerah sampai dengan triwulan III
2016 sebesar 67,24%. Masih dibutuhkan banyak terobosan dan upaya untuk mendorong
pencapaian target pendapatan di tahun 2016 sebesar Rp1,71 triliun. Potensi penerimaan pajak
maupun retribusi perlu dioptimalkan dan didukung dengan kebijakan pemerintah daerah. Upaya ini
dibutuhkan disebabkan karena realisasi kumulatif pada triwulan II 2016 tersebut merupakan yang
terendah dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir.
Meskipun pendapatan daerah menurun, namun realisasi belanja pemerintah Provinsi Sulawesi
Barat hingga triwulan III 2016 tumbuh sebesar 12,07% (yoy) menjadi sebesar Rp990,47 miliar.
Pertumbuhan angka belanja pemerintah pada triwulan laporan mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 62,67% (yoy), namun lebih baik dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan III 2015 sebesar 10,93% (yoy).
Kenaikan realisasi belanja yang tumbuh sebesar 28,94% (yoy) menjadi Rp198,81 miliar,menjadi
pendorong pada peningkatan belanja pemerintah di triwuwlan laporan. Faktor pendorong
berikutnya yaitu adalah pertumbuhan belanja operasional sebesar 8,12% (yoy). Meskipun realisasi
belanja pada triwulan laporan meningkat, namun kumulatif realisasi belanja pemerintah ditambah
transfer sampai dengan triwulan laporan masih relatif rendah, baru mencapai 46,03%.
Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Upaya menggenjot pendapatan daerah. Guna mengimbangi tendensi peningkatan pengeluaran
pada triwulan berjalan, pemerintah provinsi pun berinisiasi untuk menggenjot penerimaan daerah,
baik bersumber dari retribusi maupun potensi pajak daerah yang belum dikelola secara optimal,
seperti pengenaan pajak sarang burung walet yang banyak dibudidayakan di wilayah Mamuju,
pembenahan pengelolaan parkir, percepatan proses pembayaran pajak mobil dan balik nama,
serta kebijakan lainnya.
Realisasi Belanja diperkirakan meningkat pada triwulan berjalan. Di tengah pengetatan anggaran
yang ditetapkan pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Sulawesi Barat meyakini bahwa realisasi
DAU yang tertunda akan dicairkan pada akhir tahun, dan hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison pada
bulan November 2016. Pengeluaran anggaran untuk belanja modal dan barang akan mengalami
peningkatan cukup pesat, dimana secara historis akselerasi terbesar belanja pemerintah terjadi
pada triwulan IV 2016. Belanja modal dan barang tersebut terutama untuk pembangunan
infrastruktur, seiring dengan banyaknya investasi yang masuk ke Sulawesi Barat.
2.2.1 Pendapatan
Koreksi pertumbuhan PAD dipengaruhi oleh penurunan PAD. Pada triwulan III 2016, pendapatan
daerah masih tumbuh negatif, sebesar 2,01% (yoy). Meskipun masih negatif, pencapaian ini
merupakan yang terbaik di tahun 2016, dibandingkan triwulan I 2016 (-35,86%) dan triwulan lalu
(-4,94%). Menurunnya pertumbuhan PAD menjadi alasan utama yang melatar belakangi
terkontraksinya pertumbuhan pendapatan daerah pada periode laporan.
Pertumbuhan PAD mengalami terkoreksi -15,27% (yoy). Melemahnya Pendapatan Provinsi
Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan, dengan
pertumbuhan -15,27% (yoy), atau mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp29,17 miliar
menjadi Rp161,92 miliar di triwulan III 2016. dari Rp1,17 triliun pada triwulan II 2016. Koreksi
pertumbuhan tersebut cukup dalam, mengingat pada triwulan II 2016 pendapatan daerah tumbuh
sebesar 68,85% (yoy) dan periode yang sama tahun lalu meningkat 19,72% (yoy).
Secara tahunan (yoy), komponen PAD yang mengalami penurunan nilai yang terbesar yaitu pajak
daerah, turun sebanyak Rp15,80 miliar (-9,91%) menjadi Rp143,64 miliar, diikuti dengan lain-lain
PAD yang sah sebanyak Rp14,95 miliar (-64,53%) menjadi Rp8,22 miliar. Sementara penerimaan
dari retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah menunjukkan peningkatan.
Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah
Prov. Sulawesi Barat
Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov.
Sulawesi Barat
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Berbeda halnya dengan PAD, dana perimbangan/transfer dan lain-lain pendapatan yang sah di
triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, masing-
masing tumbuh sebesar 0,48% (yoy) dan 56,61% (yoy) sehingga nilainya tercatat sebesar
Rp982,99 miliar dan Rp2,42 miliar. Meskipun pertumbuhan dana perimbangan/ transfer masih
rendah, namun lebih baik dibandingkan 2 (dua) triwulan sebelumnya di tahun 2016 yang masih
mencatat kontraksi pertumbuhan.
Pertumbuhan pendapatan transfer ditopang oleh peningkatan dana alokasi khusus (DAK) di APBD
yang mengalami lonjakan signifikan (lebih dari 300%, yoy). Sementara komponen lain dan dana
perimbangan, seperti transfer dari pemerintah pusat, bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak dan
dan alokasi umum (DAU) mencatat akselerasi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu.
Turunnya nilai DAU tersebut dipengaruhi oleh penundaan realisasi anggaran oleh Pemerintah Pusat
dengan nilai sekitar Rp22 miliar2.
Tabel 3. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah
2.2.2 Belanja Pemerintah
Belanja Pemerintah tumbuh melambat. Belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan
III tahun 2016 mencapai Rp909,47 miliar, tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu, dari
62,67% (yoy) menjadi 12,07% (yoy). Namun tingkat pertumbuhan ini lebih baik dibandingkan
triwulan III 2015 sebesar 10,93% (yoy). Secara kumulatif, realisasi belanja pemerintah Provinsi
sampai dengan triwulan III 2016 sebesar 42,16%, Realisasi belanja APBD untuk periode triwulan
III 2016 merupakan yang terendah dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir.
Melambatnya tingkat pertumbuhan dibandingkan triwulan lalu disebabkan melemahnya
pertumbuhan belanja modal dari 164,28% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 28,94% (yoy), diikuti
dengan turunnya pertumbuhan belanja operasional dari 49,00% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi
8,12% (yoy). Hal ini tak lepas dari kebijakan pengetatan anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat.
Pertumbuhan belanja operasional dan transfer pada triwulan laporan didorong oleh hibah. Secara
tahunan, seluruh komponen belanja operasional mengalami penurunan nominal dibandingkan
triwulan III 2015, dengan penurunan terbesar pada belanja pegawai sebesar 10,56% (yoy). Namun
demikian, peningkatan signifikan dari belanja hibah memberikan dampak signifikan terhadap
belanja operasional, dan mampu mendorong belanja operasional mampu tumbuh positif
dibandingkan triwulan III 2015.
2 Hasil Liaison bulan November 2016.
Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Tw I 2016 Tw II 2016 Tw III 2016 %
Pendapatan 1,450,184.1 1 ,706,336.9 270,741.40 700,781.68 1 ,147,336.03 67.2%
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 239,795.8 278,766.5 30,602.3 101,169.4 161,919.71 58.1%
Pendapatan Pajak Daerah 216,196.5 243,211.1 28,824.7 90,811.1 143,640.38 59.1%
Pendapatan Retribusi Daerah 4,141.8 12,177.3 1,088.3 4,409.4 6,723.56 55.2%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di Pisahkan 1,175.0 1,225.0 - - 3,337.84 272.5%
Lain - lain PAD yang Sah 18,282.5 22,143.1 6,893.0 5,948.9 8,217.93 37.1%
Pendapatan Transfer 1,004,208.8 1 ,425,086.6 238,356.8 597,360.54 982,992.68 69.0%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 1,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 597,360.54 42,404.95 3.0%
Bagi Hasil Pajak 36,113.9 25,362.0 6,673.0 11,632.67 11,977.21 47.2%
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam - 1,986.4 396.9 396.85 495.75 25.0%
Dana Alokasi Umum (DAU) 895,580.9 925,147.6 231,285.9 539,669.42 677,109.57 73.2%
Dana Alokasi Khusus (DAK) 72,514.0 152,205.3 - 45,661.59 251,005.19 164.9%
Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik - 277,980.4 - 0 0.0%
Dana Insentif Daerah (DID) - 42,405.0 - 0 42,404.95 100.0%
Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah 206,179.5 2,483.8 1,782.3 2,251.8 2,423.6 97.6%
Pendapatan Hibah 742.7 742.7 - 146.4 170.8 23.0%
Pendapatan Lainnya 205,436.8 1,741.1 1,782.3 2,105.4 2,252.8 129.4%
Tabel 4. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Realisasi belanja modal mengalami penurunan dibanding triwulan lalu. Pertumbuhan belanja
modal yang sebesar 28,94% (yoy) mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan 164,28%
(yoy) pada triwulan lalu. Koreksi pertumbuhan untuk belanja tanah sebesar -69,99% (yoy) dan
rendahnya pertumbuhan belanja modal untuk jalan, irigasi dan jaringan (3,08%) dimana komponen
ini memiliki pangsa terbesar dalam belanja modal, telah mempengaruhi lambatnya pertumbuhan
belanja modal di triwulan III 2016.
Sementara itu berdasarkan pangsanya di triwulan laporan, terbesar (41,82%) digunakan untuk
jalan, irigasi dan jaringan atau sebesar Rp83,15 miliar, belanja gedung dan bangunan sebesar
34,58% atau Rp68,75 miliar, belanja peralatan dan mesin sebesar 18,91% atau Rp37,59 miliar
dan sisanya diperuntukan bagi belanja tanah dan aset tetap lainnya.
Rendahnya realisasi belanja modal mempengaruhi capaian belanja pemerintah sebesar 42,16%
(kumulatif). Sampai dengan tiwulan III 2016, capaian belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
sebesar 42,16% (ytd). Kondisi ini dipengaruhi oleh realisasi belanja modal yang relatif masih
rendah, sebesar 23,88% (ytd) sementara realisasi belanja operasional lebih baik, sebesar 53,69%
(ytd). Pertumbuhan belanja modal tersebut merupakan yang terendah dalam 4 tahun terakhir, rata-
rata sebesar 49,01%.
Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Tw II 2016 Tw III 2016 %
BELANJA 1,354,142.8 2,005,650.8 677,997.9 909,470.4 45.3%
BELANJA OPERASI 910,562.6 1,172,242.5 518,034.7 710,664.0 60.6%
Belanja Pegawai 241,370.0 260,365.7 135,501.2 158,971.3 61.1%
Belanja Barang dan Jasa 429,066.8 505,862.8 158,236.8 232,210.3 45.9%
Belanja Bunga - 5,842.5 - 524.8 9.0%
Belanja Hibah 228,625.8 388,165.0 218,456.2 309,972.9 79.9%
Belanja Bantuan Sosial 11,500.0 12,006.5 5,840.5 8,984.6 74.8%
BELANJA MODAL 443,580.2 832,581.4 130,597.0 198,806.5 23.9%
Belanja Modal Tanah - 6,000.0 5,937.3 5,937.3 99.0%
Belanja Modal Peralatan dan Mesin - 126,257.5 25,257.8 37,590.9 29.8%
Belanja Modal Gedung dan Bangunan - 415,901.6 64,032.0 68,748.8 16.5%
Belanja Modal Jalan. Irigasi dan Jaringan - 276,893.2 33,697.9 83,147.1 30.0%
Belanja Modal dan Tetap Lainnya - 7,529.1 1,672.0 3,382.3 44.9%
BELANJA TAK TERDUGA - 827.0 - 0.0%
Belanja Tak Terduga 1,000.0 827.0 - 0.0%
TRANSFER - 151,344.4 29,366.2 83,329.6 55.1%
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 86,281.0 116,188.4 20,160.2 68,326.1 58.8%
Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 86,281.0 116,188.4 20,160.2 68,326.1 58.8%
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 66,066.0 35,156.0 9,206.0 15,003.5 42.7%
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 66,066.0 34,087.0 9,206.0 15,003.5 44.0%
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 1,000.0 1,069.0 9,206.0 - 0.0%
SURPLUS/ (DEFISIT) - (450,658.4) 22,783.8 154,535.9 -34.3%
PEMBIAYAAN - -
PENERIMAAN PEMBIAYAAN - 450,691.0 29,362.1 6.5%
Penggunaan SILPA - 90,000.0 29,362.1 - 0.0%
Pinjaman Dalam Negeri - 360,691.0 29,362.1 8.1%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN - 2,000.0 2,000.0 2,000.0 100.0%
Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah - 2,000.0 2,000.0 2,000.0 100.0%
PEMBIAYAAN NETTO - 448,691.0 27,362.1 27,362.1 6.1%
SISA LEBIH PEMBIAYAN ANGGARAN (SILPA) - (1,967.4) 50,145.8 181,898.0
2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian
Kinerja keuangan pemerintah daerah membaik. Berdasarkan alokasi antara pendapatan dan
belanja di atas, terdapat surplus pendapatan sebesar Rp154,54 miliar. Namun surplus tersebut
lebih disebabkan karena rendahnya realisasi belanja APBD hingga triwulan III 2016, terutama
belanja modal. Unutk mendorong kinerja pemerintah dalam mengelola pendapatan dan belanja,
pemerintah provinsi berupaya untuk terus melakukan optimalisasi kebijakan dan tindakan untuk
mendorong pencapaian penerimaan dan pengeluaran sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Sementara itu, rasio kemandirian pemerintah yang mengindikasikan kemampuan pemerintah
untuk mendapatkan penghasilan dari daerahnya sendiri, pada triwulan III 2016 sebesar 14,11%,
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 14,44%.
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
3.1 Inflasi Secara Umum
Tekanan inflasi pada triwulan III 2016 cenderung rendah. Secara tahunan (yoy), laju inflasi pada
triwulan III 2016 sebesar 3,43%, melemah dibandingkan 4,30% pada triwulan II 2016. Menurunnya
tekanan inflasi utamanya bersumber dari komponen volatile food, dimana sumbangan yang
diberikan adalah sebesar 1,01%. Meningkatnya produksi beras dan komoditas hortikultura telah
memberikan sumbangan berarti terhadap realisasi inflasi triwulan III 2016 yang cenderung
menurun. Hal ini tercermin dari andil inflasi kelompok komoditas bahan makanan yang menurun
dari 2,14% (triwulan II) menjadi 1,14%.
Inflasi bulanan kota Mamuju relatif lebih lebih tinggi dibandingkan inflasi Kawasan Timur Indonesia
(KTI) dan nasional. Dalam triwulan III 2016, fluktuasi inflasi kota Mamuju sampai dengan bulan
Agustus 2016 relatif lebih terkendali dibandingkan inflasi KTI dan Indonesia. Namun demikian
meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap transportasi udara pada saat hari raya Idul Qurban
dan berkurangnya pasokan ikan akibat musim migrasi ikan yang beralih ke perairan di luar Sulawesi
Barat telah mendongkrak inflasi Mamuju di bulan September 2016 hingga melampaui tingkat
inflasi KTI dan nasional. Pada periode September, inflasi bulanan (mtm) Mamuju meningkat dari -
0,79% menjadi 0,32%, sementara inflasi KTI meningkat lebih moderat. Inflasi wilayah KTI naik dari
-0,12% menjadi 0,05% dan inflasi nasional dari -0,02% menjadi 0,22%.
Grafik 30. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Secara kumulatif, hingga triwulan III 2016 inflasi terjaga pada level moderat. Dampak normalisasi
harga transportasi udara paska hari raya Idul Fitri dan membaiknya pasokan bahan pangan,
mengakibatkan sampai dengan bulan Agustus 2016 Kota Mamuju tercatat mengalami inflasi
sebesar 0,62% (kumulatif/year to date). Namun demikian meningkatnya permintaan masyarakat
terhadap transportasi udara pada bulan September akibat hari raya Idul Qurban menyebabkan
tekanan inflasi meningkat pada level yang moderat menjadi 0,94%. Peningkatan tekanan inflasi ini
disumbang oleh komponen core sebesar 1,70%, yang berasal dari komoditas penunjang
masyarakat dalam merayakan hari raya Idul Qurban seperti tarif pulsa ponsel dengan andil inflasi
sebesar 0,06%, minyak kemasan dan pembantu rumah tangga dengan andil masing-masing
sebesar 0,01%.
Grafik 31. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju Grafik 32. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan IV 2016, inflasi relatif akan meningkat dengan level yang moderat. Kelompok bahan
makanan diperkirakan mengalami kenaikan, seiring dengan berkurangnya produksi ikan akibat
musim migrasi yang telah berakhir, dan berakhirnya musim panen. Selain itu, adanya perayaan hari
raya Natal dan masuknya musim kampanye sebagai bentuk persiapan pemilihan Gubernur pada
bulan Februari juga diprediksi dapat menambah tekanan inflasi kota Mamuju.
Secara tahunan proyeksi inflasi Kota Mamuju 2016 diperkirakan berada pada kisaran angka 3,00%
(yoy) - 3,40% (yoy) atau sesuai dengan target inflasi yang telah ditetapkan oleh Nasional sebesar
4% +/- 1%. Proyeksi tersebut jauh lebih rendah dari pencapaian inflasi Kota Mamuju pada tahun
2015 yang tercatat sebesar 5,07% (yoy). Adanya penurunan pencapaian inflasi tahunan tersebut
diprediksi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, adanya efek penurunan harga BBM yang
telah dilakukan oleh pemerintah pusat pada triwulan II 2016 lalu, peningkatan produksi beras dan
hortikultura, musim migrasi ikan yang lebih lama dari seharusnya akibat anomali efek La Nina,
perbaikan infrastruktur kota seperti penghubung jalan antar Provinsi dan kabupaten serta adanya
peningkatan koordinasi di antara anggota TPID.
Di sisi lain, beberapa hal yang patut diwaspadai dan diprediksi dapat meningkatkan tekanan inflasi
akhir tahun 2016 adalah berakhirnya musim panen raya beras, tingginya curah hujan akibat
masuknya musim penghujan, berakhirnya musim migrasi ikan, adanya kemungkinan Pemerintah
Pusat menaikkan harga BBM dan TDL serta adanya persiapan kampanye untuk menghadapi
pemilihan kepala daerah 2017.
3.2 Inflasi Bulanan
Juli: Dampak migrasi ikan ke perairan Sulawesi Barat sangat terasa pada bulan Juli 2016 dan
menyebabkan inflasi tercatat sebesar 0,64% (mtm). Meningkatnya produksi ikan tangkap tercermin
dari andil yang dicapai dari beberapa ikan laut seperti Cakalang sebesar -0,19%, Layang sebesar -
0,10%, Tuna sebesar -0,02%, Tongkol sebesar -0,02%. Selain itu produksi komoditas hortikultura
yang meningkat hampir di seluruh wilayah juga tercatat memberikan andil negatif seperti Tomat
Sayur sebesar -0,02%, Jagung Muda sebesar -0,01%, Bawang Putih sebesar -0,01% dan Tomat
Sayur sebesar -0,01%.
Agustus: Inflasi mengalami pelemahan lebih jauh dan berada pada angka -0,79% (mtm) akibat
melimpahnya produksi ikan dan hortikultura serta normalisasi angkutan udara. Puncak migrasi
ikan terjadi pada bulan ini dan menyebabkan andil beberapa komoditas ikan terhadap inflasi
menjadi berkurang, seperti Cakalang sebesar -0,52% dan Layang sebesar -0,14%. Normalisasi
angkutan udara setelah Hari Raya Idul Fitri juga terjadi pada bulan ini dan mengakibatkan andil
yang dicapai oleh komoditas ini tercatat sebesar -0,16%. Komoditas lainnya yang berpengaruh
terhadap pencapaian inflasi bulan ini disumbang dari komoditas hortikultura seperti Tomat Sayur
ang tercatat sebesar -0,05%, Wortel sebesar -0,02% dan Kol Putih sebesar 0,01%. Seluruh
pencapaian tersebut juga direfleksikan oleh pencapain inflasi berdasarkan komponennya. Tercatat
bahwa komponen Administered Prices memberikan andil sebesar -0,11% dan komponen Volatile
Food sebesar 0,72%.
September: Berakhirnya musim migrasi ikan dan perayaan hari haya Idul Qurban mendorong
pencapaian inflasi lebih tinggi pada bulan laporan, dengan pencapaian sebesar 0,32% (mtm).
Pencapaian tersebut utama didorong oleh berkurangnya produksi ikan tangkap akibat berakhirnya
musim migrasi ikan di perairan Sulawesi Barat. Hal ini dibuktikan oleh andil komoditas ikan-ikanan
seperti Cakalang yang tercatat sebesar 0,10% dan Layang sebesar 0,06%. Selain hal tersebut,
masuknya perayaan hari raya Idul Qurban juga diketahui menjadi penyebab peningkatan inflasi
akibat meningkatnya permintaan masyarakat terhadap komoditas angkutan udara, yang tercatat
memberikan andil sebesar 0,05% (mtm). Adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Tarif
Dasar Listrik juga berdampak terhadap daya beli masyarakat dan memberikan sumbangan sebesar
0,04%.
Peningkatan tekanan inflasi pada bulan ini, juga tercermin pada komponen inflasi Volatile Food
yang tercatat memberikan andil sebesar -0,03% atau melemah jauh dibandingkan bulan lalu yang
tercatat sebesar -0,72% (mtm). Selain itu tingginya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan
angkutan udara untuk menghadapi hari raya Idul Qurban juga menyebabkan andil yang diberikan
oleh komponen Administered Prices tercatat sebesar 0,18%. Tingginya masyarakat terhadap
kebutuhan sandang seperti baju muslim juga turut menyebabkan komponen inflasi Core/inti juga
mengalami peningkatan andil inflasi sebesar 0,17%.
Tabel 5. Komoditas Andil Terbesar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Juli 0 .64 Agustus -0.79 September 0.32
Bawang Merah 0.03 Cakalang/Sisik -0.52 Cakalang/Sisik 0.10
Makanan Ringan/Snack 0.03 Angkutan Udara -0.16 Bandeng/Bolu 0.08
Celana Panjang Jeans 0.17 Layang/Benggol -0.14 Tarip Pulsa Ponsel 0.06
Baju Kaos Berkerah 0.20 Tomat Sayur -0.05 Layang/Benggol 0.06
Baju Muslim 0.26 Gula Merah -0.03 Angkutan Udara 0.05
Cakalang/Sisik -0.20 Sekolah Dasar 0.09 Beras -0.09
Layang/Benggol -0.13 Jeruk Nipis/Limau 0.04 Bayam -0.05
Bandeng/Bolu -0.12 Makanan Ringan/Snack 0.04 Gula Pasir -0.04
Telur Ayam Ras -0.12 Tarip Listrik 0.04 Daging Sapi -0.03
Tuna -0.04 Beras 0.04 Tomat Sayur -0.03
3.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran
Laju inflasi berada pada level yang terkendali akibat kecukupan pasokan. Masuknya musim migrasi
ikan di perairan Sulawesi Barat terbukti meningkatkan produksi ikan tangkap oleh nelayan dan
berdampak terhadap pelemahan tekanan inflasi pada triwulan laporan. Selain itu, melimpahnya
hasil hortikultura juga memberikan stimulasi terhadap keseluruhan hasil pencapaian inflasi pada
triwulan III 2016. Masuknya musim panen pada bulan September juga berpengaruh terhadap
produksi beras di sentra-sentra produksi Sulawesi Barat seperti di Polewali Mandar dan Majene. Di
sisi lain, terbatasnya maskapai penerbangan di Sulawesi Barat menyebabkan tekanan inflasi
sangat terasa pada hari raya keagamaan. Hal tersebut berdampak pada pencapaian inflasi
Sulawesi Barat pada triwulan laporan. Pada triwulan berjalan (triwulan IV 2016), tekanan inflasi
diprediksi akan menguat seiring dengan berakhirnya musim migrasi ikan di perairan Sulawesi
Barat, berakhirnya musim panen padi, libur akhir tahun, perayaan Hari Raya Natal dan persiapan
pelaksanaan kampanye menjelang pemilihan kepala daerah Sulawesi Barat tahun 2017.
Berdasarkan hasil survei pusat informasi harga pangan strategis, rata-rata harga komoditas
hortikultura pada triwulan III secara stabil berkisar mulai dari Rp19.000,- hingga Rp44.000,-. Rata-
rata harga cabai merah selama triwulan laporan untuk jenis Cabai Merah Besar adalah sebesar
Rp31.937/kg, Cabai Merah Keriting Besar sebesar Rp29.625/kg, Cabai Rawit Hijau Segar sebesar
Rp19.369/kg dan Cabai Rawit Merah Segar sebesar Rp30.208/kg. Komoditas hortikultura lainnya
seperti Bawang Merah dan Bawang Putih berada pada level harga yang lebih tinggi. Tercatat
Bawang Merah adalah sebesar Rp44.057 dan Bawang Putih sebesar Rp33.666/kg. Stabilnya
harga komoditas hortikultura disebabkan oleh panen hortikultura yang terjadi secara serentak di
hampir seluruh wilayah dan arus distribusi barang yang lancar.
Peningkatan produksi ikan pada triwulan laporan diketahui meningkat dan berdampak pada
menurunnya sumbangan inflasi yang diberikan. Menyikapi adanya peningkatan produksi hasil
tangkap ikan, pemerintah daerah diketahui akan mulai mengoperasikan cold storage di Kabupaten
Polewali Mandar sebagai sarana penyimpanan hasil tangkap nelayan untuk dapat dipergunakan
pada waktu-waktu yang diperlukan. Berdasarkan hasil liaison yang telah kami lakukan ke
Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, pengoperasian cold storage tersebut nantinya akan dapat
menampung penyimpanan sebanyak 50 ton ikan, yang dilengkapi dengan kemampuan untuk
memproduksi es balok sebanyak 500 batang/hari. Namun demikian, hingga saat ini cold storage
tersebut masih belum dapat dioperasikan karena terkendala oleh pihak pengelola yang belum
selesai proses penunjukannya.
Untuk komoditas beras yang sebelumnya diprediksi akan mengalami masa panen raya pada bulan
Agustus dan September 2016, akibat efek anomali El Nino yang terjadi pada tahun 2015 lalu, pada
kenyataannya hanya mengalami panen raya pada bulan September 2016. Hal ini diprediksi
menjadi salah satu penyebab mengapa pencapaian inflasi triwulan ini masih berada di atas
Nasional dan KTI.
Hasil pemantauan harga pangan strategis yang kami lakukan pada triwulan laporan, mencatat
bahwa harga rata-rata beras untuk jenis premium berkisar pada harga Rp9.765/kg, jenis medium
sebesar Rp8.998/kg dan jenis rendah sebesar Rp8.614/kg. Secara umum harga beras pada
triwulan laporan diketahui lebih rendah dibandingkan harga rata-rata beras pada triwulan
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil produksi beras sehingga
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada triwulan ini.
3.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan
Normalisasi permintaan paska bulan Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri menyebabkan
pelemahan tekanan inflasi. Historis data menunjukkan bahwa permintaan masyarakat cenderung
melambat, baik dari sisi permintaan bahan makanan hingga kebutuhan transportasi baik darat dan
udara. Hal ini dicerminkan oleh tingkat pencapaian inflasi pada bulan Juli dan Agustus yang masing-
masing tercatat mengalami inflasi yang jauh lebih rendah dari triwulan II, yaitu sebesar 0,64% (mtm)
dan -0,79% (mtm).
Namun demikian, masuknya Idul Qurban pada bulan September menyebabkan permintaan
kebutuhan masyarakat kembali menguat pada akhir triwulan laporan. Hal ini sejalan dengan pola
historisnya, dimana permintaan masyarakat terhadap bahan makanan dan transportasi cenderung
meningkat dalam rangka merayakan hari raya Idul Qurban. Namun demikian, masuknya musim
panen raya pada bulan September menyebabkan kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dengan
baik dan optimal. Satu-satunya kebutuhan masyarakat yang belum terkelola dengan baik adalah
penyediaan alat transportasi yang beragam. Hal ini menyebabkan komoditas inflasi yang tergabung
di dalam kelompok transportasi mengalami pertumbuhan inflasi yang cukup tinggi pada bulan
September yaitu sebesar 0,64% (mtm).
Grafik 33. IKK, IKE dan IEK Grafik 34. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Ekspektasi konsumen mengalami pelemahan optimisme akibat pengaruh perlambatan ekonomi
yang terjadi. Persepsi terhadap perekonomian menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan
triwulan lalu. Hal ini disebabkan oleh menurunnya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Seluruh
informasi tersebut, dibuktikan oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)3 pada bulan September
2016 sebesar 127,0 menurun dari 146,8 di bulan Juni 2016. Penurunan optimisme ini disebabkan
antara lain oleh adanya pengetatan anggaran oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah,
yang dikhawatirkan dapat mengganggu perekonomian daerah. Penurunan optimisme ini
berdampak pada indeks penghasilan konsumen yang menurun cukup jauh dari 149,0 pada
3 Survei Konsumen KPw BI Provinsi Sulawesi Barat
triwulan II menjadi 109,0 pad triwulan laporan. Hal tersebut juga mempengaruhi pola konsumsi
masyarakat terhadap barang tahan lama yang menurun sebesar 12 poin dari 124,0 pada triwulan
II menjadi 112,0 pada triwulan III 2016.
Keseluruhan hal tersebut menjaga tingkat permintaan inflasi pada level moderat. Jika dilihat dari
sisi permintaan penurunan optimisme tersebut berdampak pada pola konsumsi masyarakat dan
berujung pada terjaganya tingkat pencapaian inflasi pada triwulan laporan.
3.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas
Pengaruh paling besar terhadap penurunan inflasi triwulan laporan diberikan oleh Kelompok
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat sebesar -0,47% (yoy). Efek penurunan
harga BBM masih terus berlanjut dan memiliki pengaruh untuk terus menjaga pencapaian inflasi
pada level moderat triwulan ini. Sementara itu, lonjakan permintaan masyarakat menjelang Idul
Qurban dan adanya peningkatan ekspektasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menaikan
harga rokok, terlihat pada tekanan sumbangan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau yang tercatat sebesar 1,21% (yoy), diikuti oleh Kelompok Bahan Makanan yang tercatat
memberikan andil sebesar 1,14% (yoy) serta Kelompok Sandang sebesar 0,93% (yoy).
Grafik 35. Andil Inflasi Triwulan III 2016 Grafik 36. Andil terhadap Inflasi Tahunan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 36 menggambarkan pengaruh konsumsi masyarakat terhadap inflasi terutama inflasi pada
kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Kondisi tersebut mengindikasikan potensi tekanan
harga yang rentan dengan kenaikan konsumsi makanan menjelang perayaan hari besar
keagamaan, seperti pada saat memasuki perayaan hari raya Idul Qurban. Sementara itu pada grafik
37 terlihat dominasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau diikuti dengan
Kelompok Bahan Makanan. Andil kedua kelompok tersebut cenderung mengalami penurunan
dalam 2 triwulan terakhir.
Grafik 37. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Andil terbesar inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau berasal dari Rokok
Kretek Filter. Hal ini disebabkan oleh peningkatan ekspektasi masyarakat terhadap isu harga rokok
yang akan dinaikkan oleh pemerintah pusat untuk menekan jumlah perokok Indonesia. Hal ini telah
meningkatkan andil Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau terhadap
pencapaian inflasi tahunan kota Mamuju dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,84%
(yoy) menjadi 1,21% (yoy). Selain rokok, komoditas lainnya yang berpengaruh terhadap kelompok
ini adalah komoditas makanan pelengkap seperti Makanan Ringan/Snack dengan andil sebesar
0,22% (yoy), disusul dengan Minuman yang Tidak Beralkohol dengan andil sebesar 0,18% (yoy), Air
Kemasan dengan andil sebesar 0,07% (yoy) dan Mie 0,07% (yoy). Hal ini didorong oleh kebutuhan
masyarakat dalam menghadapi Hari Raya Idul Qurban.
Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan IV 2016, inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh permintaan masyarakat dalam
menghadapi Hari Raya Natal yang diiringi oleh berakhirnya musim migrasi ikan dan berakhirnya
musim panen.
Kelompok Bahan Makanan merupakan kelompok dengan andil terbesar ke dua pada triwulan
laporan, atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,14% (yoy).
tekanan tersebut disumbang oleh subkelompok Padi-Padian, Umbi-Umbian dan hasilnya sebesar
0,46% (yoy). Pelemahan andil pada kelompok ini disebabkan oleh meningkatnya hasil produksi
komoditas beras dan komoditas hortikultura. Selain itu masuknya musim migrasi ikan ke wilayah
perairan Sulawesi Barat juga berperan dalam mendukung pelemahan andil inflasi kelompok ini.
Tw II 2016 Tw III 2016
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0.84 1.21
Makanan Jadi 0.29 0.48
Minuman yang Tidak Beralkohol 0.14 0.18
Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.42 0.54
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Pada triwulan berjalan tekanan inflasi pada kelompok ini juga diperkirakan masih cukup tinggi,
mengingat bahwa akhir tahun masyarakat banyak membutuhkan komoditas yang tergabung dalam
kelompok ini untuk mendukung perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.
Tabel 7. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan inflasi Kelompok
Sandang meningkat. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya
harga komoditas dunia untuk
emas. Kenaikan harga
komoditas tersebut
berpengaruh terhadap andil
komoditas emas sebesar 0,02%
(yoy). Diperkirakan pada
triwulan berjalan kelompok ini
perlu diwasapadai, mengingat persiapan atribut dalam mendukung kampanye pemilihan kepala
daerah akan mulai dipersiapkan, seperti kaos berkerah, kaos tanpa kerah, kemeja lengan pendek
dan kemeja lengan panjang.
Sumbangan inflasi Perumahan, Air,
Listrik, Gas dan Bahan Bakar
menurun menjadi 0,41%,
dibandingkan 0,81% pada triwulan II
2016. Penurunan tersebut
disebabkan oleh penurunan harga
bahan baku pembuatan tempat
tinggal yang tergabung di dalam sub
kelompok Biaya Tempat Tinggal.
Tw II 2016 Tw III 2016
Bahan Makanan 2.14 1.14
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 0.62 0.46
Daging dan Hasil-hasilnya 0.01 -0.05
Ikan Segar 0.88 0.18
Ikan Diawetkan 0.04 0.04
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -0.05 -0.08
Sayur-sayuran 0.45 0.08
Kacang-kacangan 0.01 0.00
Buah-buahan 0.12 0.18
Bumbu-bumbuan -0.02 0.32
Lemak dan Minyak 0.02 0.02
Bahan Makanan Lainnya 0.00 0.00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 9. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan bahan
Bakar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tw II 2016 Tw III 2016
Sandang 0.58 0.93
Sandang Laki-Laki 0.30 0.31
Sandang Wanita 0.17 0.31
Sandang Anak-Anak 0.07 0.22
Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.04 0.09
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Tw II 2016 Tw III 2016
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0.81 0.41
Biaya Tempat Tinggal 0.63 0.10
Bahan Bakar, Penerangan dan Air -0.02 0.13
Perlengkapan Rumah Tangga 0.21 0.19
Penyelenggaraan Rumah Tangga 0.00 -0.01
Andil Inflasi TahunanKelompok Komoditas
Penurunan harga bahan baku tersebut tercermin dari andil subkelompok tersebut yaitu sebesar
0,10% (yoy) dibandingkan triwulan lalu sebesar 0,63% (yoy). Pada triwulan berjalan diperkirakan
tekanan inflasi pada kelompok ini akan meningkat, seiring dengan rencana kenaikan harga tarif
dasar listrik oleh pemerintah pusat.
Inflasi pada kelompok kesehatan
meningkat pada level moderat
menjadi 0,11% (yoy) dari triwulan
sebelumnya sebesar 0,06% (yoy).
Peningkatan inflasi tersebut utamanya
disumbang dari biaya komoditas Tarif
Gunting Rambut sebesar 0,02% (yoy).
Hal ini disebabkan karena pada
triwulan laporan diketahui bahwa
banyak bermunculan kedai potong rambut modern di Kota Mamuju. Hal ini diprediksi menjadi
sebab berubahnya harga cukur rambut tradisional menjadi tarif cukur rambut modern. Untuk
triwulan IV 2016 diperkirakan bahwa Kelompok Kesehatan masih akan mengalami inflasi,
mengingat dalam menghadapi hari raya Natal dan Tahun Baru, masyarakat akan banyak
membutuhkan komoditas yang tergabung di dalam kelompok ini seperti Perawatan Jasmani Dan
Kosmetika serta Jasa Perawatan Jasmani.
Tekanan inflasi pada Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga sedikit menurun, menjadi
0,10% dibandingkan 0,11% pada triwulan lalu. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh rendahnya
sumbangan inflasi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan, yang tercatat sebesar
-0,01% (yoy). Rendahnya andil inflasi pada subkelompok ini dipengaruhi oleh berakhirnya efek
tahun ajaran baru.
Satu-satunya kelompok yang tercatat mengalami deflasi pada triwulan laporan adalah Kelompok
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat sebesar 0,47% (yoy). Pelemahan inflasi
pada Kelompok ini disebabkan oleh subkelompok transportasi yang tercatat memberikan andil
sebesar -0,50% (yoy) atau melemah lebih jauh dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -
0,25% (yoy). pelemahan menunjukkan beberapa hal yaitu, (i) efek penurunan BBM oleh pemerintah
pusat yang dilakukan pada triwulan I 2016 dan (ii) permintaan kebutuhan transportasi udara
masyarakat pada perayaan hari raya Idul Qurban tidak sebesar permintaan yang terjadi pada hari
raya Idul Fitri.
Pada triwulan berjalan diperkirakan tekanan inflasi pada kelompok ini akan menguat, terkait
dengan adanya kemungkinan pemerintah pusat menaikkan harga BBM pada akhir tahun dan
adanya kenaikan permintaan masyarakat pada hari raya Natal dan Tahun Baru terhadap komoditas
transportasi udara.
Tabel 10. Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tw II 2016 Tw III 2016
Kesehatan 0.06 0.11
Jasa Kesehatan 0.03 0.02
Obat-obatan 0.01 0.01
Jasa Perawatan Jasmani 0.00 0.02
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0.02 0.04
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Tabel 11. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan
Olah Raga
Tabel 12. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor,
Komunikasi & Jasa Keuangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.6 Disagregasi Inflasi
Tekanan inflasi disumbang oleh seluruh komponen baik Volatile Food (VF), Core dan Administered
Prices (AP). Secara triwulanan, realisasi inflasi (tahunan) pada triwulan III 2016 lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2016 yaitu sebesar 3,43% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 4,30%
(yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh sumbangan komponen VF sebesar 1,01% (yoy). Namun
demikian, kuatnya tekanan inflasi pada komponen AP dan core meyebabkan pelemahan inflasi
tertahan lebih jauh lagi. Hal tersebut tercermin dari adanya peningkatan andil kelompok AP sebesar
0,04% (yoy) atau meningkat dari -0,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya dan komponen core yang
andilnya meningkat sedikit menjadi 2,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,35% (yoy).
Shock atau tekanan inflasi dapat pada triwulan laporan dapat tergambarkan secara jelas melalui
tracking inflasi bulanan. Pada bulan Juli tingkat inflasi adalah sebesar 0,64% (mtm), lalu kemudian
kembali melemah pada bulan Agustus sebesar -0,79% (mtm) dan akhirnya kembali menguat
menjadi 0,32% (mtm) akibat didorong oleh tingginya kebutuhan masyarakat untuk merayakan hari
raya Idul Qurban dan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga rokok. Hal tersebut dapat
terlihat pada andil Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau dan Kelompok Bahan
Makanan, dimana kedua kelompok tersebut merupakan kelompok yang tergabung di dalam
Komponen VF yang tercatat memiliki andil sebesar -0,03% (mtm) dan Komponen AP yang tercatat
sebesar 0,18% (mtm).
Meski tercatat memberikan andil yang cukup besar, diketahui bahwa jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya andil pada ke dua komponen tersebut mengalami pelemahan. Hal ini
menunjukkan bahwa pada triwulan laporan kecukupan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat mengalami peningkatan dan efek perayaan hari raya Idul Qurban masih belum sekuat
efek perayaan hari raya Idul Fitri.
Secara tahunan (yoy) realisasi inflasi pada akhir triwulan III 2016 untuk masing-masing komponen
adalah sebesar 5,06% (yoy) untuk VF, 3,68% untuk komponen Core dan 0,27% untuk komponen
AP.
3.6.1 Volatile Food
Panen raya yang terjadi pada triwulan laporan membantu pencapaian deflasi pada bulan laporan.
Secara bulanan inflasi pada komponen VF mengalami deflasi yaitu sebesar 0,13% (mtm) atau
Tw II 2016 Tw III 2016
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0.11 0.10
Pendidikan 0.08 0.10
Kursus-Kursus / Pelatihan 0.01 0.00
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0.01 -0.01
Rekreasi 0.01 0.01
Olahraga 0.01 0.00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Tw II 2016 Tw III 2016
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0.24 -0.47
Transpor -0.25 -0.50
Komunikasi dan Pengiriman -0.03 -0.01
Sarana dan Penunjang Transpor 0.04 0.04
Jasa Keuangan 0.00 0.00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
melemah dibandingkan denga triwulan lalu yang tercatat mengalami inflasi sebesar 2,61% (mtm).
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya hasil produksi beras akibat panen raya yang terjadi pada
akhir triwulan III 2016. Jika dilihat secara tahunan, komponen ini mengalami tingkat pelemahan
inflasi yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,06% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 10,30% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tersebut secara tahunan diakibatkan
oleh meningkatnya hasil produksi kan-ikanan, seperti ikan Cakalang yang tercatat memiliki andil
sebesar -0,76% (yoy), dan hortikultura seperti komoditas cabai rawit dengan andil sebesar -0,06%
(yoy), cabai merah dengan andil sebesar -0,06% (yoy), tomat sayur dengan andil sebesar -0,03%
(yoy) dan tomat buah sebesar -0,03% (yoy).
Secara bulanan, pelemahan inflasi VF mencapai puncaknya pada bulan Agustus sebesar -3,46%
(mtm), yang disebabkan oleh melimpahnya hasil produksi ikan seperti Cakalang dengan andil
sebesar -0,52% dan Layang dengan andil sebesar -0,14%. Selain komoditas ikan-ikanan, komoditas
hortikultura juga tercatat menjadi penyebab dalamnya deflasi pada bulan tersebut, seperti tomat
sayur sebesar -0,05%, wortel sebesar -0,02% dan kol putih sebesar -0,01%.
Inflasi beras, hortikulura dan ikan berpotensi meningkat pada triwulan berjalan, namun terjaga
pada level moderat. Hal ini disebabkan karena telah selesainya musim migrasi ikan melewati
perairan Sulawesi Barat dan berakhirnya musim panen raya. Namun demikian, berdasarkan
rencana pengoperasian cold storage di Polewali Mandar, kesulitan penangkapan ikan akibat
berakhirnya musim migrasi akan dapat diatasi mengingat bahwa pada akhir tahun penunjukan
pengelola cold storage diperkirakan sudah selesai. Berakhirnya musim panen raya baik untuk beras
maupun untuk komoditas hortikultura diprediksi juga akan terjadi.
Grafik 38. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi Grafik 39. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Memperhatikan informasi di atas, maka komponen VF diprediksi masih akan menjadi komponen
yang pencapaian inflasinya paling tinggi di antara komponen lainnya, yaitu sebesar 6,60% (yoy) –
7,00% (yoy). Namun demikian pencapaian tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan
pencapaian inflasi VF tahun kemarin yang mencapai angka sebesar 12,19% (yoy). Pada tahun 2017
diproyeksikan inflasi VF secara tahunan akan kembali menguat dalam level yang moderat yaitu
dalam rentang 7,2% (yoy) - 7,5% (yoy). Hal ini disebabkan karena musim migrasi ikan yang
kemungkinan tidak akan sepanjang tahun 2016.
3.6.2 Administered Price
Secara bulanan tradisi mudik pada saat hari raya Idul Qurban menjadi salah satu penyebab
tekanan inflasi pada triwulan laporan. Hal tersebut menyebabkan inflasi pada komponen ini
mengalami inflasi yang paling tinggi pada triwulan laporan yaitu sebesar 1,20% (mtm). Komoditas
yang berperan terhadap pencapaian hal tersebut yaitu transportasi udara dengan andil sebesar
0,05% (mtm). Adanya isu yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat terkait dengan rencana
peningkatan harga rokok juga berdampak cukup besar terhadap pencapaian inflasi komponen ini.
Tercatat bahwa komoditas rokok kretek filter memberikan andil sebesar 0,05% (mtm) sedangkan
rokok putih memberikan andil sebesar 0,03% (mtm). Meski demikian secara umum hasil capaian
inflasi komponen ini pada triwulan laporan mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 1,28% (mtm).
Jika dilihat secara tahunan, terjadi peningkatan yang cukup jauh dibandingkan dengan triwulan
lalu. Pada triwulan laporan tercatat pencapaian tahunan adalah sebesar 0,27% (yoy) atau
meningkat dari -0,76% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi tersebut
sangat dipengaruhi oleh isu kenaikan harga rokok, yang menyebabkan andil inflasi yang diberikan
oleh rokok kretek filter menjadi 0,35% (yoy), disusul oleh rokok putih sebesar 0,14% (yoy) dan
terakhir adalah rokok kretek dengan andil sebesar 0,05% (yoy).
Perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru serta adanya kemungkian kenaikan TDL dan BBM
berpotensi menyebabkan tekanan inflasi pada triwulan berjalan. Keseluruhan hal tersebut
diprediksi menjadi penyebab peningkatan inflasi komponen ini, terlebih apabila dikaitkan dengan
peningkatan penggunaan daya listrik oleh rumah tangga dalam rangka mempersiapkan atribut
kampanye bagi kampanye pemilihan Gubernur.
Memperhatikan informasi di atas, maka pencapaian inflasi komponen AP diprediksi akan sedikit
menguat dalam level yang moderat, yaitu sebesar 2,90% (yoy) – 3,10% (yoy). Proyeksi pencapaian
tersebut diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar -2,50% (yoy). Pada
tahun 2017 diproyeksikan inflasi AP secara tahunan akan kembali menguat dalam level yang
moderat yaitu dalam rentang 3,30% (yoy) – 3,50% (yoy). Hal ini disebabkan karena efek kenaikan
harga BBM dan TDL oleh Pemerintah Pusat dampaknya akan sampai dengan akhir tahun 2017.
3.6.3 Core Inflation
Pencapaian inflasi Core melemah. Pada grafik 39 terlihat bahwa tekanan inflasi dari komponen
core memiliki pergerakan yang paling perlahan dibandingkan komponen lainnya. Pada akhir
triwulan III 2016, inflasi di bulan September sebesar 0,26% (mtm) atau 3,68% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan 3,65% (yoy) pada triwulan II 2016.
Secara bulanan, pelemahan tekanan inflasi tersebut disumbang oleh penurunan harga pelengkap
minuman seperti gula pasir dengan andil sebesar -0,04% (mtm), disusul oleh pelemahan harga
mobil dengan andil sebesar -0,01% (mtm). Adanya pelemahan harga mobil ini sesuai dengan hasil
survei konsumen KPw BI Prov. Sulawesi Barat, dimana tingkat keyakinan konsumen terhadap
kondisi ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan laporan sedikit menurun. Hal tersebut memberikan
indikasi bahwa sebagian besar masyarakat melakukan penghematan pembelian untuk barang-
barang berdaya tahan lama seperti mobil dan berdampak pada adanya pelemahan permintaan
terhadap penjualan mobil sehingga mengakibatkan turunnya andil inflasi komoditas barang
tersebut.
Tekanan inflasi komponen Core diperkirakan meningkat pada triwulan berjalan. Ekspektasi ini
disebabkan oleh meningkatnya permintaan komoditas sandang yang akan dibutuhkan untuk
menyemarakkan atribut kampanye pemilihan kepala daerah. Selain itu, adanya kebutuhan
masyarakan untuk melakukan pembelian baju baru untuk menghadapi hari raya Natal dan Tahun
baru juga diprediksi akan berpengaruh terhadap peningkatan pencapaian inflasi pada triwulan
berjalan. Dari kelompok ikan segar, berakhirnya musim migrasi ikan juga diprediksi akan
berdampak pada kelompok ikan-ikanan yang tergabung di dalam kompnen Core inflasi, seperti ikan
tuna.
2. Pelemahan Domestic Demand di Sulawesi Barat
Pola konsumsi Sulawesi Barat sebenarnya cenderung sama sejak 2013, dimana konsumsi
meningkat di saat bulan puasa dan akhir tahun. Selain pola konsumsi, inflasi tinggi di akhir tahun
2014 dan 2015 lebih disebabkan pasokan ikan yang terbatas di saat kebutuhan akan komoditas
ini sedang tinggi-tingginya. Penurunan tingkat permintaan masyarakat (domestic demand) Sulawesi
Barat terlihat sejak pertengahan 2015 dimana kecenderungan inflasi tahunan yang terus menurun.
Kondisi ini diperparah dengan turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 2 (dua) kali di
awal 2016 yaitu bulan Januari 2016 (dari Rp7.300 menjadi Rp7.050, atau turun 3,4%) dan April
2016 (dari Rp7.050 menjadi Rp6.450 atau turun 8,5%). Sejak penurunan BBM tersebut, tren inflasi
Sulawesi Barat terus melandai. Hingga Oktober 2016, inflasi tahun kalender hanya mencapai
0,78% (ytd). Dengan tersisa dua bulan di 2016, diperkirakan inflasi ini menjadi yang terendah bagi
Sulawesi Barat. Jika dua bulan terakhir itu masing-masing terjadi inflasi tinggi sekitar 1%, maka
inflasi Sulawesi Barat 2016 mencapai 2,78% (yoy). Jelas angka tersebut berada di bawah target
4±1% dimana inflasi terendah berada di angka 3%. Kondisi inflasi yang sangat rendah
mengindikasikan adanya aktivitas perekonomian yang lemah yang dapat bersumber dari konsumsi
masyarakatnya.
Grafik 40. Inflasi Bulanan Sulawesi Barat Grafik 41. Inflasi Tahunan Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Indikasi selanjutnya bersumber dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang terdiri dari
tabungan, deposito, dan giro, perseorangan di Sulawesi Barat dimana pertumbuhan DPK selama
2016 cukup tinggi dengan selalu di atas 10% (yoy). Penurunan hanya terjadi pada saat periode
tertentu seperti hari raya keagamaan, selebihnya masyarakat cenderung menahan dananya di
bank. Berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia, masyarakat merasakan kondisi saat ini
penghasilan mereka tidak seperti periode sebelumnya (6 bulan sebelumnya) dimana penghasilan
cenderung turun. Hal tersebut membuat mereka berjaga-jaga dengan menyimpan uang di bank
terhadap kondisi ke depan.
BOKS 2
Grafik 42. Pertumbuhan DPK Perseorangan Grafik 43. Kondisi Ekonomi Saat ini dibandingkan 6
bulan lalu
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perlambatan ekonomi akibat pelemahan konsumsi diantisipasi Bank Indonesia dengan
menurunkan suku bunga kebijakan hingga pada periode November BI 7-Day (Reverse) Repo Rate
berada pada angka 4,75%. Penurunan suku bunga yang bersifat nasional ini, berdampak positif
terhadap perkembangan kredit di Sulawesi Barat. Sejak bulan Mei 2016, kredit konsumsi terus
mengalami pertumbuhan yang signifikan. Tentunya masih banyak yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan gairah perekonomian masyarakat yang harus disertai koordinasi instansi di daerah.
Pemerintah dapat melaksanakan event-event khusus di periode-periode selain hari besar
keagamaan seperti pariwisata, UMKM, ataupun pendidikan. Selain untuk mendorong aktivitas
perekonomian masyarakat, event tersebut dapat menjadi ajang penarik bagi investor maupun
wisatawan. Namun, penyelenggaraan event harus diiringi pencarian potensi pendapatan daerah
agar pembangunan dapat terus berkelanjutan.
Grafik 44. Perkembangan Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
1.
4.1 Perkembangan Stabilitas Keuangan
Kondisi stabilitas sistem keuangan di Provinsi Sulawesi Barat masih stabil. Terutama dari
ketahanan sektor rumah tangga. Konsumsi masyarakat cukup tinggi dengan perilaku untuk
berhutang yang masih terjaga. Secara total, risiko kredit di Sulawesi Barat masih stabil dengan rasio
Non Performing Loan (NPL) pada triwulan III 2016 sebesar 2,08%, relatif stabil dibandingkan 2,06%
pada triwulan II 2016.
Seiring dengan stabilitas risiko tersebut, kinerja perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasi
pun meningkat. Rasio LDR perbankan Sulawesi Barat menurut lokasi proyek meningkat dari
156,74% di triwulan II 2016 menjadi 174,32% pada triwulan laporan. Peningkatan LDR tersebut
terlihat semakin besar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, sebesar 145,68%.
4.1.1 Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat. Sektor rumah tangga memiliki peranan penting dalam
perekonomian dan sistem keuangan. Dalam perekonomian Sulawesi Barat, rumah tangga memiliki
porsi yang terbesar, lebih dari 70% merupakan konsumsi rumah tangga. Dalam institusi keuangan
pun peran rumah tangga cukup besar, terindikasi dari besarnya pangsa tabungan dalam bank
umum di Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 sebesar 61,46%. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kondisi keuangan rumah tangga, yaitu tingkat pendapatan, tingkat penciptaan
lapangan kerja, pengangguran dan kondisi pembiayaan/ kredit oleh rumah tangga.
Konsumsi rumah tangga dalam perekonomian (PDRB) di triwulan III 2016 tumbuh melambat,
dengan perubahan angka pertumbuhan dari 7,14% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 3,36% (yoy)
pada triwulan III 2016. Seiring dengan perlambatan tersebut, pangsa konsumsi rumah tangga
dalam perekonomian pun turun dari sekitar 74,60% menjadi 71,30%.
Grafik 45. Konsumsi Rumah Tangga Grafik 46. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat
ini di Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Melambatnya pertumbuhan konsumsi sejalan dengan hasil Survei Konsumen periode September
2016, dimana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 127,0, turun 19,8 poin dibandingkan
IKK Juni 2016 sebesar 146,8. Meskipun secara bulanan dalam triwulan III 2016 terdapat
peningkatan IKK di bulan Agustus dari 142,7 menjadi 143,0. Di samping itu, konsumen pun
mengutarakan penurunan konsumsinya pada saat ini lebih rendah dibandingkan triwulan lalu,
dengan perubahan indeks dari 190,0 menjadi 154,0 sehingga angka nett balance4-nya pun turun
dari 90,0 menjadi 54,0. Sementara pada IKK, pelemahan konsumsi pada saat ini dibandingkan
dengan triwulan lalu selain dipengaruhi oleh faktor seasonal seperti Ramadhan dan Idul Fitri,
konsumen beranggapan bahwa kondisi ekonomi pada saat ini masih relatif lesu namun akan mulai
mengalami perbaikan kinerja pada 6 bulan kedepan.
Kedua komponen pembentuk IKK mengalami penurunan. Seiring dengan berlalunya Ramadhan
dan Idul Fitri, konsumen pun meyakini bawa terjadi penurunan pendapatan dan kembali normalnya
konsumsi (terutama barang tahan lama), sehingga Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE), turun dari
144,7 (triwulan II 2016) menjadi 128,0. Namun demikian, persepsi tersebut tidak lepas dari
pengaruh melemahnya kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat secara umum. Melemahnya
optimisme konsumen terlihat dari penurunan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 149,0
(triwulan II 2016) menjadi 126,0 (triwulan III 2016), meskipun masih berada pada level optimis.
Konsumen menengarai bahwa kebijakan pengetatan anggaran oleh pemerintah pusat akan
mempengaruhi kemampuan dan kebijakan pemerintah provinsi dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
harapan kenaikan pendapatan pada masyarakat. Di samping masih terdapat belum pastinya siapa
pemimpin daerah Sulawesi Barat nantinya, sehingga menurunkan optimisme konsumen dalam
melakukan kegiatan usaha.
Grafik 47. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi
Saat ini di Mamuju
Grafik 48. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Konsumen
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Hasil Survei Konsumen di wilayah Mamuju mengungkapkan bahwa optimisme rumah tangga
terhadap penghasilannya pada saat ini dan 6 bulan ke depan relatif sama. Tiadanya faktor yang
menjadi pendorong peningkatan permintaan mempengaruhi optimisme rumah tangga terhadap
kestabilan pendapatan. Kondisi tersebut diindikasikan dengan indeks penghasilan pada saat ini
(dalam IKE) sebesar 109,0 dan indeks ekspektasi penghasilan pada 6 bulan mendatang (dalam
IKE) sebesar 108,0.
Sementara itu konsumen melihat bahwa beleid kebijakan anggaran yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat, mempengaruhi kemampuan pemerintah daerah untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Terlebih kondisi ekonomi cenderung
melambat dan rumah tangga mengekspektasikan belum ada perkembangan berarti ke depannya.
4 Selisih antara orang yang menjawab meningkat dan menurun, dengan mengabaikan jawaban sama/tetap
Sejalan dengan hal tersebut, indeks ketersediaan lapangan kerja pada saat ini dan 6 bulan
kedepan belum mengalami prospek yang berarti. Namun demikian penurunan optimisme tersebut
berada pada level yang cukup tinggi, sebagaimana terlihat pada perubahan indeks dari 163,0 (pada
IKE) menjadi 155,0 (pada IEK).
Selain sektor formal, rumah tangga memperkirakan hal serupa terjadi pada sektor informal, dimana
optimisme rumah tanggal terhadap indeks kegiatan usaha pada 6 bulan ke depan cenderung
mengalami penurunan, yakni dari 152,0 pada triwulan II 2016 menjadi 115,0 pada triwulan III
2016.
Meskipun kondisi perekonomian diperkirakan belum sepenuhnya pulih, namun rumah tangga
memperkirakan kerentanan harga pada triwulan IV 2016 akan meningkat, seiring dengan adanya
moment pergantian tahun, intensitas kampanye dan kondisi cuaca yang ekstrim. Berbagai event
tersebut mempengaruhi ekspektasi rumah tangga terhadap tekanan harga, diindikasikan dengan
indeks sebesar 169,0, meningkat signifikan dibandingkaan ekspektasi untuk triwulan III 2016
sebesar 17,0.
Grafik 49. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3
bulan yang akan datang
Grafik 50. Penggunaan Penghasilan Konsumen
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.1.1.2 Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Konsumsi cenderung meningkat. Meskipun kondisi perekonomian masih cenderung melambat dan
permintaan konsumen cenderung melemah, namun hasil SK menginformasikan bahwa rumah
tangga semakin cenderung menggunakan penghasilannya untuk meningkatkan konsumsi. Pada
triwulan III 2016, pangsa konsumsi didalam pengeluaran rumah tangga sebesar 66,18%,
meningkat dibandingkan 64,25% pada triwulan II 2016. Meskipun telah melewati Lebaran, namun
banyaknya event, seperti pameran dan bazaar di Sulawesi Barat, sehingga masyarakat
memanfaatkan moment tersebut untuk berbelanja. Efek dari peningkatan konsumsi tersebut,
rumah tangga mengurangi keinginan berhutangnya, diindikasikan dari penurunan pangsa
penghasilan untuk membayar cicilan, dari 20,80% menjadi 19,12%. Sementara itu, hal positif
adalah rumah tangga tetap berupaya untuk menjaga kestabilan tabungannya, sehingga pangsa
tabungan hanya sedikit menurun, dari 14,95% menjadi 14,70%.
Relatif kecilnya porsi pendapatan untuk tabungan mengindikasikan kerentanan rumah tangga di
sektor keuangan, dan hal ini menjadi salah satu kendala bagi perbankan dalam mendorong
percepatan kinerja usahanya. Seiring dengan hal tersebut, jumlah rumah tangga yang memiliki
rasio kredit terhadap pendapatan (debt service to ratio/DSR) cenderung menurun, jika pada
triwulan II 2016 sebesar 20,80% maka pada triwulan III 2016 sedikit melandai menjadi 19,12%.
4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan
Sektor rumah tangga mendominasi pangsa dana pihak ketiga (DPK) di Sulawesi Barat. Jumlah
simpanan perseorangan di perbankan Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 sebesar Rp2,81triliun
atau sebesar 70,14% dari total dana pihak ketiga. Pangsa tersebut naik dibandingkan 65,96% pada
triwulan II 2016. Meskipun dominan, namun pertumbuhan dana perseorangan tersebut melemah
dari 19,92% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 9,86% (yoy) pada triwulan laporan.
Berdasarkan jenisnya, kecenderungan masyarakat untuk menempatkan dananya pada produk
tabungan cenderung meningkat, dengan pangsa 83,65%, sedikit lebih tinggi dibandingkan 82,19%
pada triwulan II 2016. Preferensi ini antara lain didorong oleh peningkatan layanan perbankan
kepada nasabahnya, dan berbagai fasilitas penggunaan tabungan. Sementara itu, indikasi
mengenai minimnya pengetahuan berbisnis dan investasi ditengarai menjadi salah satu penyebab
keengganan depositor perseorangan untuk menempatkan dananya dalam bentuk giro dan
deposito, meskipun perbankan telah memberikan suku bunga yang cukup tinggi untuk simpanan
deposito, yaitu sekitar 7,4%.
Grafik 51. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total
DPK di Sulawesi Barat
Grafik 52. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Pertumbuhan DPK perseorangan lebih baik dibandingkan DPK bukan perseorangan. Di tengah
kondisi yang kurang kondusif dan melemahnya daya beli masyarakat, DPK perseorangan masih
mampu mencatatkan pertumbuhan positif secara tahunan, sebesasr 9,86% (yoy). Sebaliknya DPK
non perseorangan setelahj mencatat pertumbuhan pesat di triwulan lalu sebesar 35,88% (yoy),
pada triwulan III 2016 menurun drastis menjadi -8,85% (yoy). Pertumbuhan DPK perseorangan
tersebut mempu mendukung pertumbuhan DPK secara total yang tumbuh sebesar 3,52% (yoy).
Sementara itu berdasarkan jenis simpanan, pertumbuhan tertinggi terdapat pada deposito sebesar
19,37%, hal ini antara lain dipengaruhi oleh perkembangan tingkat suku bunga deposito yang
cenderung meningkat dibandingkan triwulan lalu dari sekitar 6,4% menjadi 7,4%. Berikutnya
pertumbuhan tabungan sebesar 16,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
tiwulan II 2016 sebesar 26,31% (yoy). Kondisi yang cukup meresahkan terjadi pada simpanan giro
perseoranga, dimana koreksi pertumbuhannya di triwulan laporan semakin dalam dibandingkan
periode sebelumnya, dari -19,87% (yoy) menjadi -47,22% (yoy). Pangsanya pun didalam DPK
perseorangan hanya sekitar 5,49%.
Grafik 53. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total
DPK di Sulawesi Barat
Grafik 54. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan kredit RT melambat Secara total, kredit rumah tangga pada triwulan III 2016 tumbuh
10,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan 18,03% pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
tersebut didorong pertumbuhan kredit multiguna (KMG) dan kredit pemilikan rumah (KPR), yang
masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 29,40% dan 8,58%. Sementara, kredit untuk
pembelian kendaraan bermotor (KKB) masih mengalami kontraksi 73,98% (yoy). Pangsa ketiga
macam kredit tersebut di dalam kredit rumah tangga sangat besar, yaitu 97,64%. Kontraksi pada
KKB disinyalir dipengaruhi oleh pertumbuhan industri kelapa sawit yang belum sepenuhnya pulih.
Sebagai informasi, konsumen KKB banyak yang berkecimpung di industri kelapa sawit.
Grafik 55. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 56. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Risiko kredit rumah tangga tergolong rendah. NPL kredit rumah tangga pada triwulan III 2016
berada pada level 1,0%, relatif sama dengan triwulan lalu sebesar 1,1%. Dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya, rasio NPL kredit rumah tangga cenderung menurun. Pada tahun 2015,
NPL kredit rumah tangga sebesar 1,4%. Berdasarkan jenisnya, NPL terbesar terdapat pada
pembiayaan kredit untuk ruko dan KPA, sementara NPL untuk KPR relatif masih terjaga, sebesar
2,4%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu 2,2%. NPL untuk KMG dan KKB pun terbilang
rendah, di bawah 1%.
4.2 Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi
Pertumbuhan kredit korporasi terkoreksi 2,85% (yoy). Secara umum, terdapat empat sektor yang
mendominasi penyaluran kredit di Sulawesi Barat, terbesar pada sektor perdagangan, yang di
triwulan III 2016 nilainya sebesar Rp1,87 triliun atau 68,33%. Meskipun menjadi primadona, tetapi
penyaluran kredit di sektor perdagangan cenderung melemah pertumbuhannya, di periode laporan
sebesar 10,12% (yoy) lebih rendah dibandingkan 14,04% (yoy) pada triwulan lalu. Kondisi serupa
terjadi pada sektor pertanian, konstruksi, dan jasa sosial masyarakat, bahkan pertumbuhan kredit
di sektor pertanian mengalami kontraksi -37,04% (yoy). Pertumbuhan kredit di pertanian sangat
dipengaruhi oleh penurunan kinerja industri kelapa sawit sehingga menurunkan aktivitas usaha di
sektor pertanian. Sementara kredit konstruksi sedikit terkendala dengan kebijakan anggaran yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hal serupa terjadi pula pada kredit di sektor jasa sosial
masyarakat, meskipun tertinggi (23,13%, yoy) namun lebih rendah dibandingkan 29,89% (yoy)
pada triwulan lalu. Berbagai kendala tersebut menyebabkan pertumbuhan kredit korporasi di
triwulan III 2016 mengalami koreksi sebesar 2,85% (yoy), sementara pada triwulan lalu
pertumbuhannya masih 1,32% (yoy).
Tingkat risiko kredit korporasi meningkat. Berbeda halnya dengan NPL kredit perseorangan, NPL
kredit k orporasi justru menunjukkan peningkatan, pada triwulan laporan sebesar 4,17% lebih tinggi
dibandingkan 3,82% pada triwulan II 2016. Kondisi ini mencerminkan kerentanan pada sektor
korporasi yang cenderung meningkat, dimana pada tahun lalu NPL sektor korporasi berada di
bawah 4%. Peningkatan NPL tersebut dipengaruhi oleh kecenderungan meningkatnya NPL pada
sektor pertanian dan sektor perdagangan, dimana kedua sektor tersebut mendominasi penyaluran
kredit di Sulawesi Barat.
Grafik 57. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 58. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Kinerja kredit diperkirakan membaik pada periode mendatang5. Kontak liaison di bidang
perbankan mengungkapkan hal tersebut, diindikasikan dengan penyaluran kredit yang
diperkirakan tumbuh cukup pesat pada triwulan IV 2016. Membaiknya kinerja kredit tak lepas dari
5 Liaison kepada pelaku usaha di bidang perbankan.
kuatnya kenaikan permintaan seiring dengan semakin banyaknya institusi pemerintahan dan non
pemerintah yang beroperasi. Hal ini mendorong meningkatnya kebutuhan terhadap barang sehari-
hari, terutama makanan dan tempat tinggal. Kondisi ini memicu tingginya permintaan untuk
pembangunan rumah kos dan pengembangan usaha perdagangan. Secara umum perbankan
memperkirakan bahwa target penyaluran kredit di tahun 2016 dapat tercapai.
4.3 Perkembangan Institusi Perbankan
Akselerasi perbankan tertahan dengan melambatnya pertumbuhan DPK dan kredit. Kinerja
perbankan pada triwulan III 2016 menunjukkan penurunan kinerja pada variabel keuangannya.
Secara tahunan (yoy), asset, DPK dan kredit tumbuh melemah dibandingkan triwulan lalu ,masing-
masing dari 18,0% menjadi 15,92%, DPK dari 18,70% menjadi 0,27%, demikian pula kredit dari
8,00% menjadi 7,03%. Berbagai faktor mempengaruhi pertumbuhan kinerja perbankan yang
cenderung melambat, mulai dari kebijakan pengetatatan anggaran yang diterapkan pemerintah
pusat, yang berimbas terhadap perolehan dana di perbankan dan terkendalanya penyaluran kredit
yang terkait dengan kegiatan pemerintahan, seperti sektor konstruksi. Kendala dana pun turut
membatasi ekspansi kredit yang dapat dilakukan oleh perbankan. Berbagai kendala tersebut turut
memperlemah kondisi ekonomi masyarakat, yang sebelumnya telah menunjukkan perlemahan
daya beli.
Melambatnya pertumbuhan asset dipengaruhi oleh pertumbuhan dana. Seiring dengan penundaan
realisasi sebagian APBN kepada provinsi, bank di Sulawesi Barat yang masih mengandalkan
penanaman dana dari pemerintah turut terkena imbasnya. DPK yang triwulan lalu mencatat
pertumbuhan fantastis sebesar 18,70% (yoy), pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar
0,27% (yoy). Hal ini tentu mempengaruhi aset perbankan yang turut mengalami pelemahan
pertumbuhan dibandingkan triwulan lalu.
Eksistensi perbankan dalam penyaluran kredit masih terjaga, dimotori oleh kredit konsumsi.
Meskipun sumber pendanaan perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup besar,
namun penyaluran kredit oleh perbankan di triwulan laporan masih relatif terjaga, hanya sedikit
menurun dari 8,00% (yoy) di triwulan lalu menjadi 7,03%. Kebutuhan masyarakat yang meningkat
seiring dengan arus migrasi ke Sulawesi Barat yang cukup pesat dalam setahun terakhir
mendorong kredit konsumsi tumbuh cukup kuat dan menjadi salah satu pondasi dalam
pertumbuhan kredit perbankan. pada periode ini, kredit konsumsi tumbuh sebesar 16,13% (yoy)
lebih tinggi dibandingkan 13,46% (yoy) padfa tirwulan lalu. Penurunan suku bunga acuan (BI 7-Day
(Reverse) Repo Rate), serta kebijakan BI dalam melonggarkan penyaluran kredit mulai memberikan
dampak positif terhadap penyaluran kredit di Sulawesi Barat. Animo masyarakat untuk mengajukan
kredit dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya meningkat. Hal ini terlihat pula pada penyaluran
kredit di sektor perdagangan yang tumbuh 8,58% (yoy).
Dominasi kredit konsumsi di perbankan Sulawesi Barat semakin menunjukkan keperkasaannya
dengan pangsa kredit yang semakin dominan, dari 57,81% menjadi 59,57% di triwulan ini.
Sementara pangsa kredit modal kerja dan investasi cenderung menurun. Pertumbuhan kredit
investasi dan modal kerja pada periode ini mengalami penurunan, masing-masing sebesar -17,02%
dan 2,44%, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar -12,81% dan 8,32%. Penurunan
pertumbuhan kredit modal kerja antara lain dipengaruhi oleh musim tanam di sektor pertanian
yang telah lewat, serta berlalunya Lebaran, sehingga animo untuk bisnis jangka pendek dalam
menghadapi momen tersebut turut berkurang.
Grafik 59. Perkembangan Aset dan DPK Grafik 60. Perkembangan Penyaluran Kredit
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.4 Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan
Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM masih berlanjut. Melambatnya pertumbuhan kredit
UMKM yang telah terjadi sejak triwulan lalu, kembali berlanjut pada triwulan III 2016, dimana kredit
UMKM tumbuh sebesar 11,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan 15,5% pada triwulan lalu.
Meskipun melambat, namun pertumbuhan tersebut cukup baik, karena penyaluran UMKM di
sektor yang produktif, seperti industri pengolahan dan konstruksi tumbuh cukup pesat, masing-
masing sebesar 23,19% dan 40,08%.
Pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di Sulawesi Barat mencapai 34,66%,
pangsanya menurun dibandingkan 36,08% pada triwulan lalu. Penyaluran kredit pada industri
pengolahan tersebut cukup menggembirakan dana mengindikasikan mulai berkembangnya
perekonomian yang berbasis kepada pengolahan, meskipun mungkin kasih pada level sederhana
namun tidak sepenuhnya mengandalkan kepada hasil alam semata. Sementara, risiko kredit
UMKM mulai menunjukkan peningkatan secara moderat, pada triwulan III 2016 sebesar 3,98%
lebih tinggi dibandingkan 3,72% pada triwulan lalu. Untuk menjaga NPL tersebut berada pada level
rendah perbankan secara aktif menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit
UMKM.
Ke depannya, penyaluran UMKM diperkirakan akan kembali tumbuh. Hal tersebut dikonfirmasi oleh
hasil kegiatan liaison di bidang perbankan. Kontak memperkirakan UMKM di sektor perdagangan
dan jasa masyarakat akan tumbuh cukup pesat pada triwulan mendatang, terutama dengan
maraknya intensitas kampanya dan adanya momen pergantian tahun.
Grafik 61. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 62. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Bank Indonesia berupaya agar akses keuangan masyarakat meningkat di tengah keterbatasan
infrastruktur yang ada. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan pemetaan terhadap
potensi Layanan Keuangan Digital (LKD). Hasil penelitian pemetaan potensi daerah Layanan
keuangan Digital Provinsi Sulawesi Barat bekerjasama dengan UNHAS adalah sebagai berikut:
1. Jaringan komunikasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan jaringan telkomsel di
seluruh kabupaten;
2. Terdapat 3 Kabupaten terpilih sebagai wilayah potensial implementasi LKD berdasarkan
perbandingan jumlah kantor cabang dengan penduduk dewasa, yakni: (1) Kab. Mamasa (5,26),
(2) Kab. Mamuju Tengah (6,52), dan (3) Kab. Polewali Mandar (9,13). Hal ini mengindikasikan
bahwa kantor cabang bank di Kabupaten Mamasa jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan
Kabupaten lainnya di Sulawesi Barat, dimana pada setiap 100.000 penduduk dewasa hanya
dapat dilayani oleh 5,26 kantor cabang;
3. Terdapat 3 Kabupaten terpilih sebagai wilayah potensial implementasi LKD berdasarkan
perbandingan jumlah kantor cabang dengan luas wilayah, yakni: (1) Kab. Mamuju Tengah
(1,66), (2) Kab. Mamasa (1,66), dan (3) Kab. Mamuju Utara (4,60). Hal ini mengindikasikan
bahwa kantor cabang bank di Kabupaten Mamuju Tengah jumlahnya relatif kecil dibandingkan
dengan Kabupaten lainnya di Sulawesi Barat, dimana pada setiap 1000 km2 luas wilayah
hanya dapat dilayani oleh 1,66 kantor cabang, hal yang sama juga terjadi pada wilayah
Kabupaten Mamasa;
4. Terdapat variasi jumlah agen LKD potensial pada setiap Kabupaten. Adapun 3 (tiga) kabupaten
dengan jumlah agen LKD individual tertinggi adalah: (1) Kabupaten Polewali Mandar (118 unit),
(2) Kabupaten Mamuju (72 unit), dan (3) Kabupaten Majene (44 unit). Kemudian wilayah yang
paling sedikit agen LKD adalah Kabupaten Mamuju Tengah (33 unit);
5. Terdapat 2 dimensi utama, dan 8 indikator yang dijadikan dasar untuk menentukan 3
Kabupaten/wilayah potensi untuk implementasi LKD. Berdasarkan hasil perhitungan yang
dilakukan, maka diperoleh 3 Kabupaten/wilayah terpilih dan nilai skoringnya, yakni: (1) Kab.
Mamuju Tengah (32,17); (2) Kab. Mamasa (42,33); dan (3) Kab. Polewali Mandar (68,62).
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
1. Pertumbuhan Ekonomi
5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
Selama triwulan III 2016, tercatat aliran uang mengalami net outflow sebesar Rp110 miliar. Posisi
net outflow pada periode laporan lebih rendah dibandingkan net outflow pada triwulan sebelumnya
yang mencapai Rp664 miliar. Sejak bulan Juli hingga September 2016 aliran uang masuk (inflow)
sebesar Rp194 miliar sedangkan aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp304 miliar. Inflow terbesar
pada triwulan III 2016 terjadi pada bulan Juli 2016 yang mencapai Rp97 miliar. Kondisi tersebut
ditengarai besarnya kebutuhan masyarakat pada saat hari raya Idul Fitri yang jatuh pada periode
tersebut. Selain itu, kebutuhan dana di Sulawesi Barat meningkat pada triwulan III 2016 seiiring
aktivitas masyarakat yang banyak terjadi selama periode ini selain hari raya Lebaran seperti
Polewali Mandar International Folk and Art Festival (PIFAF), perayaan hari jadi Provinsi Sulawesi
Barat atau pun hari raya Idul Adha.
Grafik 63. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi
Barat
Grafik 64. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI Prov.
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Bank Indonesia semakin gencar menjaga kualitas uang yang beredar di Sulawesi Barat. Hal ini
tercermin tingginya setoran uang tidak layak edar (UTLE) selama triwulan III 2016. Setoran UTLE
pada periode ini paling tidak mencapai Rp30 miliar per bulannya. Selama triwulan laporan, setoran
UTLE berjumlah Rp109miliar. Angka tersebut jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya Rp18 miliar. Dengan kata lain, pertumbuhan setoran UTLE pada triwulan III 2016
sebesar 503% dibandingkan triwulan II 2016 (qtq). Pencapaian ini tidak terlepas dari upaya Bank
Indonesia dalam mengurangi uang lusuh di Sulawesi Barat dengan melakukan kegiatan kas
keliling. Dalam periode Juli sampai September 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Barat melaksanakan kas keliling dalam kota Mamuju sebanyak 26 kali dan luar kota
Mamuju sebanyak 4 kali yang telah mencakup seluruh kabupaten di Sulawesi Barat (Majene,
Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju Tengah dan Mamuju Utara).
Grafik 65. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
Transaksi kiliring mengalami peningkatan sejak menjelang sampai dengan hari raya idul Adha.
Pada bulan Agustus 2016 transaksi yang terjadi senilai Rp1,7 miliar atau tumbuh 15,8% (mtm)
sedangkan pada bulan September 2016 transaksi terjadi senilai Rp3,2 miliar atau tumbuh 87,2%
(mtm). Tendensi transaksi kliring di Sulawesi Barat masih seperti periode sebelumnya dimana
hanya terjadi pada periode tertentu saja. Hal tersebut sejalan dengan tingkat konsumsi masyarakat
yang mengalami peningkatan pada saat perayaan hari keagamaan.
Grafik 66. Perputaran Kliring di Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengupayakan berkembangnya
elektronifikasi di Sulawesi Barat. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Barat telah
melaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah
kabupaten Mamuju Tengah untuk pemberlakuan elektronifikasi untuk pembayaran honorarium
tenaga honorer di instansi setempat. Meskipun program elektronifikasi tersebut telah berjalan
sejak 2013, koordinasi antar instansi ini diharapkan mampu meningkatkan intensitas transaksi
dan keragaman instrumen pembayaran di Mamuju Tengah. Selain itu, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Sulawesi Barat telah berinisiasi untuk kegiatan yang sama pada pemerintah Kabupaten
Mamasa dan Mamuju Utara. Bank Indonesia mengusahakan agar elektronifikasi di Sulawesi Barat
paling tidak menjangkau ke seluruh pemerintahan yang ada di Sulawesi Barat hingga tingkat
kabupaten. Dengan begitu, pemerintah sebagai pengatur tata kelola di suatu daerah dapat menjadi
bagian terdepan untuk menyebarluarkan elektronifikasi di Sulawesi Barat. Upaya elektronifikasi di
Sulawesi Barat terkendala infrastruktur pendukung seperti jaringan internet dan seluler yang masih
terbatas. Program Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yaitu proyek
Sulawesi-Maluku-Papua Cable System (SMPCS) yang menjangkau jaringan internet di Indonesia
timur diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada.
2. Pertumbuhan Ekonomi
6.1 Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga kerja Sulawesi Barat meningkat pada periode Agustus 2016. Jumlah penduduk yang
berada pada usia kerja atau usia di atas 15 tahun pada Agustus 2016 mencapai 897.964 jiwa atau
meningkat 2,3% dibandingkan Agustus 2015. Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif
tersebut mengindikasikan prospek ketenagakerjaaan di Sulawesi Barat. Jumlah penduduk
produktif ini meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia di Sulawesi Barat. Jumlah angkatan
kerja pada Agustus 2016 mengalami peningkatan 4.8% (yoy) menjadi 645.971 orang, dan 71,90%
diantaranya merupakan tenaga kerja atau sebanyak 624.182 orang. Peningkatan jumlah tenaga
kerja ini disebabkan banyaknya pendatang ke Sulawesi Barat untuk mencari penghasilan. Prospek
Sulawesi Barat yang masih baru sebagai provinsi memunculkan harapan banyak lapangan
pekerjaan baik itu bersumber dari pemerintahan, pihak swasta, maupun kesempatan
berwirausaha.
Tabel 13. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat pengangguran Sulawesi Barat stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat
pengangguran di Sulawesi Barat masih terjaga dalam level yang rendah meskipun saat ini sedang
terjadi perlambatan ekonomi. Kontraksi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan
tidak sampai menimbulkan pemutusan hubungan tenaga kerja dengan perusahaan. Malah
sebagian penduduk mendirikan usaha sendiri meskipun dalam skala mikro dan kecil namun dapat
menyerap tenaga kerja yang ada di sekitarnya. Jumlah penduduk yang bekerja pada periode
Agustus 2016 meningkat sebanyak 4,7% (yoy) menjadi 624.182 jiwa. Pada saat bersamaan,
jumlah pengangguran masih stabil di angka 3,3% dengan jumlah 21.289 jiwa. Tren yang berubah
adalah dimana jumlah pekerja tidak dibayar mengalami penurunan. Padahal dari periode ke
periode angka ini terus mengalami peningkatan. Semakin terbukanya perekonomian Sulawesi
Barat membuat masyarakat berupaya meningkatkan kesejahteraan dan tidak lagi bekerja tanpa
mendapat upah.
Seiiring menurunnya pangsa ekonomi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan,
tenaga kerja pada lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan. Pada periode Agustus
2016, tercatat 310.605 penduduk atau 49.8% dari total penduduk bekerja di Sulawesi Barat,
bekerja pada lapangan usaha pertaninan, kehutanan, dan perikanan. Penurunan penyerapan
tenaga kerja pada lapangan usaha ini cukup tajam karena pada periode yang sama tahun
sebelumnya pangsa tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
mencapai 58,5%. Lapangan usaha lain yang banyak diminati angkatan kerja yaitu lapangan usaha
2013 2014 2015 2016
Feb Feb Feb Feb
Penduduk Usia Kerja (15+) 835,797 856,255 877,444 897,964
Angkatan Kerja 558,574 608,446 616,549 645,971
Bekerja 545,438 595,797 595,905 624,182
Pengangguran 13,136 12,649 20,644 21,489
Bukan Angkatan Kerja 277,223 247,809 260,865 252,293
Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (%) 66.83 71.06 70.27 71.90
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2.35 2.08 3.35 3.33
Keterangan
perdagangan yang menyerap 82.761 penduduk dan lapangan usaha jasa kemasyarakatan yang
menyerap 92.170 penduduk. Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha perdagangan dan
jasa kemasyarakatan semakin meningkat seiiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
konsumsi masyarakat. Kondisi ini mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih baik
dibandingkan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, sehingga membuat calon
tenaga kerja yang akan memasuki dunia kerja cenderung memilih bekerja di lainnya.
Grafik 67. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pekerja di sektor informal terus menurun. Dengan jumlah tenaga kerja mencapai 70,2% dari total
penduduk yang bekerja atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 73,7%. Sisanya 29,9% atau sebanyak 186.318 bekerja di sektor formal seperti industri,
perdagangan maupun jasa. Sejalan dengan perkembangan perekonomian Sulawesi Barat,
peningkatan pekerja di bidang formal selain pertanian seperti perdagangan dan jasa, jumlah
pekerja di sektor formal meningkat dari 156.848 di Agustus tahun 2015 menjadi 186.318 di
Agustus 2016.
Tabel 14. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah. Berdasarkan data Agustus 2016, mayoritas
tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah dengan porsi mencapai 54,8% dari total penduduk yang
bekerja atau sebesar 342.124 orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebanyak 326.720 orang. Perkembangan positif terjadi pada pekerja yang
berpendidikan universitas, dengan porsi 8,4% dari total penduduk yang bekerja. Angka tersebut
2013 2014 2015 2016
Agt Agt Agt Agt
Berusaha Sendiri 106,510 95,694 114,787 128,355
Berusaha dibantu buruh tidak tetap 140,965 148,518 138,544 151,650
Berusaha dibantu buruh tetap 9,498 11,989 17,120 18,098
Buruh/Karyawan 135,863 147,814 139,728 168,236
Pekerja Bebas 27,408 39,290 36,728 40,577
Pekerja Tak Dibayar 125,194 152,492 148,998 117,266
Jumlah Tenaga Kerja 545,438 595,797 595,905 624,182
Sektor Formal 26.7% 26.8% 26.3% 29.9%
Sektor Informal 73.3% 73.2% 73.7% 70.2%
Status Pekerjaan Utama
meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan porsi sebesar 7,6%.
Peningkatan terjadi pula pada TK berpendidikan menengah ke atas. Semakin banyaknya lapangan
usaha yang berkembang di Sulawesi Barat membuat kebutuhan akan tenaga kerja berkualitas
meningkat.
Tabel 15. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Pendidikan yang Ditamatkan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.2 Pengangguran
Berdasarkan data Agustus 2016, angka pengangguran mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada
Agustus 2016 tercatat sebesar 4,09% (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan pada Agustus
2015 sebesar 63,21%. Sejalan dengan hal tersebut, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami sedikit penurunan dimana TPT pada periode Agustus
2016 sebesar 3,33%, cukup stabil dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,35%.
6.3 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. NTP mengalami kenaikan dari 106,92 pada triwulan II 2016 menjadi 108,77
pada triwulan III 2016. Pada periode laporan, NTP tumbuh 3,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,00% (yoy). peningkatan NTP tersebut disebabkan harga gabah
acuan pada triwulan III lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016 sehingga harga yang diterima
petani lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Secara tahunan, kesejahteraan petani tumbuh meningkat. Hal tersebut ditandai dengan
menguatnya tingkat pertumbuhan NTP dari 3,00% (yoy) menjadi 3,38% (yoy) di triwulan III 2016
dengan indeks sebesar 108,77. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor hortikultura
sebesar 6,94% menjadi 105,56. Stabilnya harga komoditas hortikultura pada level yang cukup
tinggi, cukup berperan dalam peningkatan NTP subsektor ini. Selain itu, peningkatan yang secara
tahunan meningkat juga terjadi pada subsektor perikanan tangkap yang meningkat sebesar 3,15%
atau menjadi 106,7. Hal ini terjadi karena produksi ikan pada triwulan ini cenderung meningkat
akibat adanya musim migrasi ikan di wilayah perairan Sulawesi Barat yang diikuti oleh tingginya
2013 2014 2015 2016
Agt Agt Agt Agt
SD ke bawah 311,077 333,457 326,720 342,124
SMP 73,840 92,134 90,023 92,302
SMA 69,918 76,964 84,647 81,442
SMK 36,536 31,186 33,290 43,035
Diploma 13,918 15,982 15,819 12,574
Universitas 40,149 46,074 45,406 52,705
Total 545,438 595,797 595,905 624,182
Tingkat Pendidikan
permintaan masyarakat terhadap komoditas tersebut. Sementara itu, subsektor tanaman
perkebunan rakyat juga mengalami peningkatan sebesar sebesar 2,78% (yoy).
Grafik 68. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 16. NTP Setiap Sub Sektor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Jika dilihat secara triwulanan, seluruh subkelompok NTP mengalami peningkatan, kecuali NTP
hortikultura yang mengalami koreksi pertumbuhan. Peningkatan NTP pada triwulan III 2016
didukung oleh pertumbuhan pada sebagian besar subkelompoknya. Pertumbuhan terbesar pada
perkebunan rakyat sebesar 3,18% (qtq) yang didukung oleh membaiknya harga CPO internasional
dari triwulan lalu, diikuti oleh peternakan sebesar 2,28% (qtq) akibat adanya perayaan hari raya
I II III IV I II III
NILAI TUKAR PETANI (NTP) 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 108.77
Indeks Harga diterima 116.92 118.91 121.82 123.57 125.03 125.98 129.34
Indeks Harga dibayar 114.38 114.55 115.77 116.40 117.88 117.82 118.90
Tanaman Pangan (NTPP) 95.27 97.13 97.48 103.68 105.78 100.40 100.57
Indeks Harga diterima 108.90 111.27 112.87 120.80 124.96 118.72 120.08
Indeks Harga dibayar 114.32 114.55 115.78 116.50 118.14 118.25 119.40
Hortikultura (NTPH) 101.84 100.05 98.71 100.34 103.19 105.58 105.56
Indeks Harga diterima 116.28 114.36 114.10 116.28 121.13 123.96 125.21
Indeks Harga dibayar 114.19 114.30 115.59 115.89 117.39 117.41 118.61
Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 108.11 112.00 115.15 113.29 110.72 114.70 118.35
Indeks Harga diterima 125.13 129.75 134.79 133.31 132.00 136.65 142.36
Indeks Harga dibayar 115.74 115.84 117.05 117.67 119.23 119.14 120.29
Peternakan (NTPT) 101.04 101.47 103.36 103.34 102.33 103.52 105.88
Indeks Harga diterima 113.33 113.99 117.31 118.13 118.56 119.76 123.37
Indeks Harga dibayar 112.17 112.34 113.49 114.31 115.85 115.70 116.52
Perikanan (NTNP) 99.33 100.27 102.11 100.17 100.58 101.66 103.00
Indeks Harga diterima 114.64 116.36 119.95 118.23 118.51 119.27 121.90
Indeks Harga dibayar 115.42 116.04 117.47 118.03 117.82 117.32 118.35
NTN (nelayan) 99.39 100.26 103.48 101.57 102.68 104.85 106.75
Indeks Harga diterima 115.91 117.81 123.11 121.42 121.86 123.53 126.81
Indeks Harga dibayar 116.63 117.50 118.97 119.54 118.68 117.81 118.80
NTPI (pembudidaya ikan) 99.22 100.29 99.64 97.66 96.86 96.05 96.43
Indeks Harga diterima 112.44 113.84 114.45 112.70 112.69 111.88 113.37
Indeks Harga dibayar 113.33 113.51 114.86 115.41 116.34 116.48 117.57
URAIAN2015 2016
Idul Qurban. Subsektor hortikulutra pada triwulan ini terkoreksi sangat dalam yaitu sebesar 0,02%
(qtq) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,32% (qtq).
6.4 Tingkat Kemiskinan
Secara umum, tingkat kemiskinan Sulawesi Barat tetap rendah. Sebagai provinsi baru yang terus
berkembang, Sulawesi Barat memberikan dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat, salah satunya penurunan tingkat kemiskinan. Pada periode Maret 2016, tingkat
kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,74% dengan jumlah penduduk miskin sebanyak
152,73 ribu orang, menurun 4,83% (yoy) dibandingkan 160,48 ribu orang pada Maret 2015.
Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk
miskin baik yang berada di pedesaan maupun perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan
menurun sebanyak 3,21 ribu orang (tahunan) menjadi 129,88 ribu orang pada Maret 2016 jiwa.
Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan pun mengalami penurunan sebanyak 4,54 ribu
orang menjadi 22,85 ribu orang pada Maret 2016.
Grafik 69. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Penurunan kemiskinan dipengaruhi oleh rendahnya kenaikan garis kemiskinan. Terjaganya tingkat
inflasi pada selama 2016 memberikan stimulus positif terhadap rendahnya kenaikan garis
kemiskinan di Sulawesi Barat. Pada Maret 2016, garis kemiskinan di Sulawesi Barat mengalami
kenaikan 9,53% (yoy) menjadi Rp286.840/kap/bulan. Kenaikan tersebut lebih rendah
dibandingkan September 2015 yang sebesar 12,56% (yoy). Peningkatan garis kemiskinan yang
terbesar terdapat di daerah perdesaan, yaitu sebesar 10,35% (yoy) menjadi
Rp290.340/kap/bulan. Sementara garis kemiskinan di perkotaan sebesar Rp273.224/kap/bulan,
meningkat 6,31% (yoy).
Peningkatan garis kemiskinan (GK) tertinggi pada non makanan. Meskipun nilai garis kemiskinan
(GK) non makanan lebih rendah dibandingkan GK makanan, namun pertumbuhannya meningkat
cukup pesat. Pada Maret 2016, GK Non makanan sebesar Rp59.632/kap/bulan, meningkat
12,31% (yoy) dibandingkan Rp53.095/kap/bulan pada Maret 2015. Meskipun pertumbuhannya
masih 2 digit, namun cenderung menurun dibandingkan periode sebelumnya (17,81%, yoy). Pada
saat bersamaan, GK makanan meningkat 8,82% (yoy) menjadi Rp227.208/kap/bulan di bulan
Maret 2016. Kenaikan GK makanan pun melambat dibandingkan 19,35% (yoy) pada Maret 2015.
Tertahannya kenaikan garis kemiskinan tersebut tak lepas dari upaya yang dilakukan Pemerintah
Daerah dan berbagai instansi lainnya dalam menjaga tekanan inflasi dan kenaikan garis
kemiskinan.
Tabel 17. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Daerah MakananBukan
MakananTotal Makanan
Bukan
MakananTotal Jumlah (ribu)
Pertumbuhan
(tahunan)
Tingkat
Kemisk inan
KOTA
Maret 2013 173,274 45,155 218,429 27.10 9.19%
September 2013 184,670 46,303 230,973 24.60 8.57%
Maret 2014 188,201 47,732 235,933 8.61% 5.71% 8.01% 26.30 -2.95% 9.16%
September 2014 196,282 49,667 245,949 6.29% 7.27% 6.48% 29.87 21.42% 9.99%
Maret 2015 204,476 52,529 257,005 8.65% 10.05% 8.93% 27.39 4.14% 10.52%
September 2015 212,226 56,854 269,080 8.12% 14.47% 9.40% 22.51 -24.64% 8.69%
Maret 2016 215,503 57,721 273,224 5.39% 9.88% 6.31% 22.85 -16.58% 8.59%
DESA
Maret 2013 171,344 40,506 211,850 126.90 13,27%
September 2013 185,377 42,969 228,346 129.60 13,31%
Maret 2014 189,491 43,724 233,215 10.59% 7.94% 10.08% 127.60 0.55% 13,19%
September 2014 197,261 49,074 246,335 6.41% 14.21% 7.88% 124.82 -3.69% 12,67%
Maret 2015 209,873 53,237 263,110 10.76% 21.76% 12.82% 133.09 4.30% 12,87%
September 2015 221,332 58,262 279,594 12.20% 18.72% 13.50% 130.70 4.71% 12,70%
Maret 2016 230,339 60,001 290,340 9.75% 12.71% 10.35% 129.88 -2.41% 12,56%
KOTA DAN DESA
Maret 2013 171,800 41,603 213,403 151.10 12,30%
September 2013 185,216 43,728 228,944 151.70 12,23%
Maret 2014 189,196 44,642 233,838 10.13% 7.30% 9.58% 153.90 1.85% 12,27%
September 2014 197,309 49,214 246,523 6.53% 12.55% 7.68% 154.69 1.97% 12,05%
Maret 2015 208,787 53,095 261,882 10.35% 18.94% 11.99% 160.48 4.28% 12,40%
September 2015 219,500 57,979 277,479 11.25% 17.81% 12.56% 153.21 -0.96% 11,90%
Maret 2016 227,208 59,632 286,840 8.82% 12.31% 9.53% 152.73 -4.83% 11,74%
Garis Kemisk inan (Rp/Kapita/Bln) Pertumbuhan (tahunan) Penduduk Misk in
3. Pertumbuhan Ekonomi
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Seperti pola tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 akan mengalami
perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2017 diperkirakan berada
pada kisaran 6,78% - 7,01% (yoy). Perlambatan akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah
tangga dan konsumsi pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan
konsumsinya di triwulan I 2017 demi mempersiapkan keuangan menjelang bulan puasa dan hari
raya Idul Fitri pada triwulan II 2017. Konsumsi pemerintah juga akan lebih rendah dari triwulan IV
2016 karena awal tahun dimana realisasi anggaran belum terlalu tinggi. Namun, aktivitas
perekonomian diharapkan meningkat mengingat periode ini memasuki pemilihan umum kepala
daerah. Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran akan mengalami peningkatan akiabt
event 5 (lima) tahunan tersebut. Sementara itu, lapangan usaha industri mengalami perbaikan
seiiring produksi yang optimal pada periode ini. Diiringi dengan harga CPO yang cenderung
meningkat, ekspor Sulawesi Barat juga diharapkan akan lebih baik pada triwulan I 2017.
Grafik 70. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode
Triwulanan)
Grafik 71. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode
Tahunan)
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan semakin baik pada tahun 2017. Pada tahun 2017,
perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan
2017 yaitu 6,78% - 7,17% (yoy). Pemerintahan baru akan menghadiri Sulawesi Barat pada tahun
2017 setelah Gubernur yang menjabat sejak Sulawesi Barat berdiri, sudah habis masa jabatannya.
Pengaruh pemerintahan baru memberikan angin segar baru bagi Sulawesi Barat. Program-program
pemerintahan selanjutnya akan terus berlangsung disertai program-program baru yang diharapkan
akan semakin mengundang investor untuk masuk ke Sulawesi Barat. Beberapa modal yang sudah
dimasukkan oleh pihak swasta diharapkan dapat memberikan dampak positif di 2017.
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Pada awal tahun 2017, konsumsi rumah tangga dan pemerintah belum meningkat. Pola awal tahun
dimana normalisasi konsumsi akan terjadi setelah tahun baru terjadi. Begitu pula dengan investasi,
yang diperkirakan akan menggeliat mulai dari triwulan II 2017 paska terpilihnya kepala daerah yang
baru. Namun, ekspor Sulawesi Barat akan menjadi penopang perekonomian di triwulan I 2017.
Dengan produksi yang baik dan harga pasaran yang meningkat, akan mendorong ekspor Sulawesi
Barat ke luar daerah dan luar negeri lebih tinggi dibandingkantahun sebelumnya.
Grafik 72. Perkembangan Harga CPO Dunia
Sumber: Bloomberg, diolah
Pada tahun 2017, konsumsi pemerintah dan investasi masih menjadi penopang perekonomian.
Pemerintahan yang baru akan hadir pada 2017 dimana pembangunan akan melanjutkan yang
tertunda di 2016 serta beberapa pemikiran-pemikiran baru yang belum ada pada pemerintahan
sebelumnya. Selain itu, pihak swasta memiliki ekspektasi yang positif terhadap prospek
perekonomian Sulawesi Barat yang belum tereksplor lebih jauh. Pihak swasta akan meningkatkan
investasinya di Sulawesi Barat agar meriah keuntungan yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Tahun 2017 juga berpotensi mendatangkan investor-investor baru yang sudah sejak
lama memantau potensi yang ada di Sulawesi Barat seperti potensi tambang ataupun hilirisasi
industri terhadap komoditas-komoditas utama di Sulawesi Barat. Tercatat, perusahaan asing telah
melakukan eksplorasi cadangan minyak dan gas di perairan Sulawesi Barat.
Pola perekonomian Sulawesi Barat masih akan sama di 2017. Tingkat permintaan masyarakat
akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 yaitu memasuki bulan puasa dan hari raya Idul
Fitri. Selebihnya tingkat permintaan cenderung stagnan atau bahkan menurun pada saat setelah
hari raya Idul Fitri. Konsumsi pemerintah akan tumbuh secara normal, tidak seperti 2016 yang
dihadiri instansi baru. Konsumsi pemerintah berpotensi lebih tinggi jika investasi yang dilakukan di
2016 berhasil memberikan dampak. Pembangunan pembangkit listrik di 2016 diharapkan menarik
investor untuk membangun industri berbasis sumber daya alam yang belum dieksplor lebih jauh
seperti kakao, kopi, atau pun ikan laut.
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami sedikit perlambatan
dibandingkan periode sebelumnya. Dengan curah hujan yang cukup baik akan mendukung
produksi komoditas di Sulawesi Barat. Namun, mengingat masa di triwulan I 2017 bukan periode
panen raya, jumlah produksi tidak setinggi pada triwulan IV 2016. Hambatan produksi sumberd
daya alam bersumber dari cuaca ekstrim terjadi dengan kemungkinan gagal panen dan nelayan
tidak dapat melaut. Selain menjadi lahan kelapa sawit yang cukup luas, Sulawesi Barat juga
memiliki industri pengolahan CPO yang berada di beberapa wilayah. Harga CPO akan
mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dihasilkan dari petani lokal
Sulawesi Barat.
Grafik 73. Prakiraan Curah Hujan Grafik 74. Prakiraan Sifat Hujan
Prakiraan Desember 2016 Prakiraan Januari 2017 Prakiraan Desember 2016 Prakiraan Januari 2017
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Administrasi pemerintahan dan konstruksi juga akan melambat. Seiring periode awal tahun,
kecenderungan penyerapan dan realisasi program masih belum akan banyak. Pemilihan kepala
daerah yang akan jatuh pada bulan Februari menjadi perhatian seluruh masyarakat Sulawesi Barat.
Kedua lapangan usaha ini akan meningkat paska terpilihnya kepala daerah yang baru atau pada
triwulan II 2017.
Di tahun 2017, lapangan usaha Sulawesi Barat tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2016.
Lapangan usaha utama seperti pertanian, industri, perdagangan, konstruksi, dan administrasi
pemerintahan, diharapkan akan semakin meningkat. Lapangan usaha tersebut banyak
berinvestasi pada tahun 2016. Penambahan modal banyak dilakukan pada lapangan usaha yang
menjadi motor perekonomian Sulawesi Barat.
7.2 Prospek Inflasi
Inflasi pada triwulan I 2017 akan cenderung rendah. Berlimpahnya produksi sumber daya alam
kebutuhan sehari-hari masyarakat pada periode ini membuat harga-harga yang beredar pun akan
rendah. Normalisasi paska perayaan tahun baru juga menjadi penyebab rendahnya tingkat
permintaan. Potensi inflasi tinggi bersumber dari bumbu-bumbuan yang produksinya cenderung
terbatas pada periode ini. Namun, kondisi inflasi ini dapat berubah sesuai dengan kebijakan
pemerintah terkait harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Jika ada kenaikan pada kedua
komoditas tersebut maka berpotensi memberikan tekanan tinggi terhadap inflasi di Sulawesi Barat.
Grafik 75. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) Grafik 76. Prospek Inflasi
Sumber: Bloomberg, diolah Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Inflasi Sulawesi Barat di 2017 diperkirakan akan meningkat. Meski demikian pencapaian tersebut
masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4% +/- 1%.
Berdasarkan proyeksi tahunan, pencapaian inflasi pada tahun 2017 akan berada pada kisaran
angka sebesar 4,30% - 4,60% (yoy). Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan ekonomi Sulawesi
Barat, kemungkinan pemerintah menaikkan BBM dan TDL.
Di sisi lain, jalinan kerjasama yang mulai dibina oleh anggota TPID pada tahun 2016 diprediksi akan
memberikan dampak terhadap pencapaian inflasi yang lebih terkontrol pada tahun 2017 akibat
adanya peningkatan koordinasi yang lebih baik lagi. Internalisasi roadmap inflasi pada RPJMD dan
RKPD juga diprediksi akan memudahkan Pemprov dan Pemkab untuk mendapat suntikan
anggaran pengelolaan inflasi lebih besar dibandingkan tahun 2016. Dengan adanya roadmap
pengendalian inflasi, Sulawesi Barat dapat memiliki arah yang lebih jelas dalam mengendalikan
harga. Selain itu, adanya pencetakan lahan baru, baik untuk beras maupun hortikultura dan
perbaikan infrastruktur, baik utama maupun pendukung juga dapat menjadi pemicu kestabilan
inflasi.
Secara umum risiko-risiko yang berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi di Sulawesi barat
selama 2017 yaitu:
Kondisi cuaca ekstrim terjadi di Sulawesi Barat yang akan mengganggu produksi sumber
daya alam seperti padi dan ikan
Kenaikan harga bahan bakar minyak
Kenaikan harga rokok
Kenaikan harga tarif dasar listrik
7.3 Rekomendasi Kebijakan
Melihat perkembangan ekonomi dan inflasi terkini dan ke depannya, beberapa langkah strategis
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Fokus pengembangan pada beberapa komoditas unggulan agar menjadi brand image bagi
Sulawesi Barat untuk dikenal di luar Sulawesi Barat sampai ke tingkat global.
Pengembangan komoditas harus dilakukan dari hulu ke hilir yaitu pengembangan bibit
unggul sampai kepada produk jadi yang dikonsumsi masyarakat luas.
b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan menyusun kurikulum pendidikan
yang berkualitas nasional disertai pengadaan sertifikasi untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan sumber daya manusia yang siap kerja.
c. Melakukan promosi investasi secara kontinu dengan melibatkan dinas-dinas terkait seperti
pariwisata, pertanian, dan perkebunan agar memberikan dampak yang lebih optimal.
Istilah Keterangan
Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi
masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi
dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada
kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang
gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada
keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan
terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang,
saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi
perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan
mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas
ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan
kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang
dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi
sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank
penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut,
Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain
tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu
persen dalam nilai tukar antara negara-negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif
berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial
sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan
keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan
berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiscal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor
menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang
lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan
lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang
dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap
batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di
dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi
permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang
dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu
struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada
dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam
rangka mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar
tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan
tertentu terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat
berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk
menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan
pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode
tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan
disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk
memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan
pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak
lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk
memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat
(aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas
perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan
emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama
biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan
seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan
domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu
tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada
tahun sebelumnya (31 Desember)
Yuan Mata uang Tiongkok