Kanker Leher

83
 REFERAT KANKER KEPALA LEHER Pembimbing : dr. Lopo Triyanto, Sp.B(K)n! "i#$#$n %e& : 'A*+ FA KLT AS KE"KTERAN "AN - L/-L KESEHAT AN N-0ERS-TAS 1EN"ERAL SE"-RAN SF -L BE"AH RS" PRF. "R. AR'N SEKAR1 PR2KERT PR2KERT 3*

description

protap penatalaksanaan kanker leher

Transcript of Kanker Leher

REFERAT

KANKER KEPALA LEHER

Pembimbing :

dr. Lopo Triyanto, Sp.B(K)Onk

Disusun Oleh :

G4A014047

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF ILMU BEDAH

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PURWOKERTO

2014LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi referat dengan judul :KANKER KEPALA LEHERDiajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian

di bagian Ilmu Bedah program profesi dokter

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo PurwokertoDisusun Oleh :

Mayunda Riani Andristi

G4A014047

Purwokerto, 2014

Mengetahui,

Dokter Pembimbing,

dr. Lopo Triyanto, Sp.B(K)OnkPANDUAN PENATALAKSANAAN TUMOR/KANKER KELENJAR TIROID DAN PARATIROID

I . PENDAHULUAN

Epidemiologi kanker tiroid berdasarkan data/registrasi patologi di Indonesia menempati urutan ke"sembilan". Menurut kepustakaan dunia, kanker tiroid merupakan kanker organ endokrin terbanyak dijumpai.

Sebagian besar kanker tiroid (80-85%) berasal dari sel folikuler sebagai kanker tiroid berdiferensiasi baik, sedangkan sisanya kanker tiroid anaplastik/ berdiferensiasi buruk, karsinoma medularis yang berasal dari sel para folikuler dan tumor ganas (nontiroid) lainnya.Faktor resiko untuk terjadinya karsinoma tiroid adalah paparan radiasi, intake yodium, stimulasi yang kronik dari thyroid stimulating hormone (di daerah endemi).

Dari segi molekuler biologi adalah adanya perubahan pada RET-Proto-oncogene dan Ras Oncogene memegang peran penting untuk terjadinya karsinoma tiroid dan karsinoma medulare.Pembedahan tiroid pada awal abad ke-16-17, memberikan mortalitas yang tinggi, pada umumnya kematian disebabkan oleh perdarahan yang tidak dapat decontrol. Beberapa Ali bedah pionir pada pembedahan tiroid, antara lain Lorenz Heister, Pierre Joseph Desault, Wilhem Hedenus, Dieffenbach, dan Langenbeck yang semuanya mengajukan bahwa pembedahan tiroid sebaiknya dihindari karena angka kematian yang sangat tinggi. Sukses pembedahan kemudian dilakukan oleh Theodore Bilroth (pada abad ke-17-18), ahli bedah dari Swiss dan Eilliam Halsted dari Amerika, yang mengajukan pembedahan tanpa darah, yang kemudian diikuti oleh banyak ahli bedah modern saat ini. Saat ini, dikenal bahwa pembedahan tiroid benar pembedahan anatomis. Demikian juga hipertiroidisme ditemukan oleh Robert James Graves dan Carl Adolf van Basedow pada abad ke-18-19.

Kanker tiroid berasal dari sel-sel folikuler mempunyai tingkat keganasan yang berrange yang luas, mulai karsinoma tiroid berdiferensiasi sangat baik, tingkat keganasan yang rendah dan berprognosis baik sampai pada tingkat yang berdiferensiasi buruk dan mempunyai prognosis yang sangat buruk. Kewajiban ahli bedah untuk dapat mengerti, mengenal, dan melakukan terapi yang optimal terhadap karsinoma tiroid yang sangat bervariasi prognosisnya. Kanker tiroid berasal dari sel monoklonal, yang dalam bertumbuhannya akan membentuk jaringan tumor yang heterogen (poli seluler), artinya tidak semua sel kanker (tiroid) mempunyai sifat, kemampuan yang berbeda-beda, dan juga berbeda dalam ketergantungan pada hormon TSH (thyroid stimulating hormone).Penentuan prognosis dan manajemen karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dibuat berdasarkan beberapa factorAMES: Age

Metastasis

Extent

SizeAGES: Age

Grading histologis

Extent

Size

MACIS: Metastasis

Age

Complete Excision

Size

MSKCC

: Tumor Factors

Patient Factors

High Risk Group (poor tumor & patient factors)

Moderate Risk (good tumor factors & bad patient factors or bad tumor factors and good patient factors)

Low Risk Factors (good tumor & patient factors)

Pasien dengan low risk karsinoma tiroid pada umumnya tidak memerlukan radioterapi atau thyro-scan/ablation sehingga manajemen bedah tidak harus dilakukan tiroidektomi total, dan tidak semua pasien memerlukan terapi supresi. Pemberian hormon tiroksin pascatiroidektomi total masih merupakan kontroversi apakah diperlukan sebagai adjuvant terapi ataukah sebagai terapi substitusi.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN STADIUM BERDASARKAN TNM

Klasifikasi Histopatologi Berdasarkan WHOTumor Epitel Maligna

Karsinoma Folikuler

Karsinoma Papiler

Karsinoma Campuran (folikuler-papiler) Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma Medulare

Tumor Non-Epitel Maligna

Fibrosarkoma Lain-lain

Tumor Maligna Lainnya

Sarkoma

Limfoma Maligna

Hemangiotelioma Maligna Teraroma Maligna

Tumor Sekunder dan Unclassified Tumors

Karsinoma papiler adalah tipe terbanyak mencapai 80%, dapat berbentuk solid ataupun kistik lebih banyak dijumpai pada wanita; karsinoma folikuler mempunyai insiden antara 10-20%. Karsinoma folikuler lebih banyak dijumpai pada umur yang lebih tua dibandingkan karsinoma papiler, dan diagnosis sitologi sulit karena morfologis sulit dibedakan antara adenoma dan karsinoma folikuler. Karsinoma sel Hurthle mempunyai insiden kurang lebih 5% yang dianggap sebagai varian dari karsinoma folikuler dengan prognosis yang lebih buruk.

Karsinoma medulare adalah karsinoma yang berasal dari sel para-folikuler dan merupakan 5% dad karsinoma tiroid dan bersifat familial. (pada 25% karsinoma medulare, sebagian besar adalah sporadik). Karsinoma medulare mempunyai kecenderungan bermetastasis jauh dan mempunyai prognosis lebih buruk dari karsinoma tiroid berdiferensiasi baik.

Karsinoma anaplastik merupakan keganasan yang jarang dijumpai, sangat agresif, cepat membesar, mempunyai prognosis yang buruk, dan diperkirakan berasal dari karsinoma berdiferensiasi baik, terutama karsinoma folikuler (Arms, et a l., 2006).

Klasifikasi Berdasarkan StadiumKlasifikasi Stadium berdasarkan Sistem TNM (Edisi 6, 2002)

Tumor Primer

TxTumor primer tidak dapat dinilai

T0

Tidak didapat tumor primer (misalnya: sudah dioperasi)

T1

Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid

T2

Tumor dengan ukuran terkecil lebih dari 2 cm, dan ukuran terbesar tidak lebih dari 4 cm, dan masih terbatas pada tiroid

T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm, dan masih terbatas pada tiroid; atau ukuran berapa saja dengan ekstensi minimal ekstra tiroid (misalnya: ke otot sternotiroid, atau jaringan lunak peritiroid)

T4a

Tumor dengan ekstensi keluar kapsel tiroid dan menginfiltrasi/ invasi jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus rekuren

T4b Tumor menginfiltrasi/invasi fasia prevertebra, pembuluh darah mediastinum atau a.karotis

T4a* (Karsinoma anaplastia) Tumor (dengan ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid

T4b* (Karsinoma anaplastia) Tumor (dengan ukuran berapa saja) dan ekstensi keluar kapsel tiroidCatatan : Tumor multifokal dari semua tipe histoparologi harus diberi tanda "(m)", ukuran terbesar menentukan klasifikasi T Contoh T(m).

*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4

*Karsinoma anaplastik intra tiroid ( resektabel secara bedah

*Karsinoma anaplastik ekstra tiroid ( nonresektabel secara bedah

N- Nodes/Kelenjar Getah Bening (KGB)

NKelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0Tidak terdapat metastasis kelenjar getah bening

N1Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening

N1aMetastasis pada kelenjar getah bening cervical level VI (pre-trakhea, para-trakhea, Delphian)

NibMetastasis pada KGB servikal unilateral, bilateral, kontra-lateral, atau KGB mediastinum

M-Metastasis Jauh

MxMetastasis jauh tidak dapat dinilai

M0Tidak terdapat metastasis jauh

M1Terdapat metastasis jauh

Stadium Klinis (Regrouping)

Terdapat empat jenis histopatologi mayor (yang sering dijumpai), yaitu:

Karsinoma papiler

Karsinoma folikuler Karsinoma medulare Karsinoma anaplastik

Karsinoma papiler atau folikuler, umur < 45 tahun

Stadium ITrap TTrap NM0

Stadium IITiap TTiap NMl

Karsinoma papiler atau folikuler, umur 45 tahun

Stadium IT1N0M0

Stadium IIT2N0M0

Stadium IIIT3N0M0

T1,T2,T3N1aM0

Stadium IVaT1, T2,T3

T4aN1bN0, N1M0M0

Stadium IVbT4bTiap NM0

Stadium IVcTiap TTiap NMl

Karsinoma anaplastic

Stadium IVaT4aTrap NM0

Stadium IVbT4bTiap NM0

Stadium IVcTiap TTiap NM l

Gambar 3.1 Stadium TNM Tumor/ Neoplasm Tiroid berdasarkan AJCC 2002. (Dikutip dari Rubin & Hansen 2008)

I

III.DIAGNOSIS

A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

1. Anamnesis

Pengaruh usia dan jenis kelamin. Pada ekstrem umur (< 25 tahun dan > 50 tahun); laki-laki secara proporsional merupakan faktor risiko.

Pernah mendapat paparan radiasi di daerah leher dan kepala pada masa kanak-kanak; atau di daerah yang pernah mengalami ledakan "bom atom" (Hiroshima, Nagasaki, Chernobyl)

Daerah strums endemis mempunyai insiden sedikit lebih tinggi terjadinya karsinoma tiroid tipe folikuler dan anaplastik. Daerah tanpa defisiensi yodium atau daerah pantai mempunyai angka insiden karsinoma papiler lebih tinggi dibandingkan daerah endemis.

Benjolan pada kelenjar tiroid yang tumbuh lebih cepat pada beberapa "waktu" terakhir (anaplastik atau kista tiroid). Pada umumnya, tumor jinak atau karsinoma tiroid berdiferensiasi mempunyai pertumbuhan yang sangat lambat.

Riwayat adanya gangguan mekanis, seperti gangguan meneian, gangguan bernapas (terutama waktu tidur terlentang), perubahan atau hilangnya suara, dan mulai adanya rasa nyeri o.k. infiltrasi pada syaraf atau kulit.

Adanya benjolan pada kelenjar tiroid yang terbukti sebagai karsinoma tiroid medulare.

2. Pemeriksaan Fisik

Adanya benjolan padat pada tiroid; bisa mono-noduler atau multinoduler (lebih sering mono-noduler (karsinoma berasal dari satu sel/monoklonal); benjolan kistik masih belum menyisihkan karsinoma tiroid tipe papiler.

Adanya pembesaran KGB leher. Ada tidaknya keluhan dan tanda-tanda metastasis jauh ( benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum, dan tanda-tanda yang menunjukkan metastasis pada paru, serebral, hati, dan lain-lain. Kadang dijumpai Horner Syndrome terutama pada karsinoma tiroid tipe anaplastik.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tiroglobulin sebagai tumor marker. Kegunaan tiroglobulin sebagai alat diagnosis dan skrining tidak dianjurkan.Tiroglobulin dipergunakan sebagai monitor kekambuhan jika pada pemeriksaan inisial meningkat.Pemeriksaan fungsi tiroid, seperti FT3, FT4, dan TSH harus rutin dilakukan, meskipun tidak spesifik untuk karsinoma tiroid. Pemeriksaan kadar calcitonin untuk mendiagnosis suatu karsinoma tiroid tipe medulare. Selain untuk diagnostik pemeriksaan calcitonin juga digunakan untuk skrining dengan atau "Imaging" terutama ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ultrasonografi sangat bergantung pada operator (operator dependent). USG selain dapat membedakan nodul solid, kistik atau kistik dengan pertumbuhan papiler. USG sangat berguna untuk evaluasi post-operatif untuk melihat masih adanya thyroid remnant, adanya nodul yang tersisa, ataupun pembesaran KGB leher. USG juga dapat membantu menentukan ada tidaknya hipervaskuler (dopler) seperti pada hipertiroidisme. Pemeriksaan foto polos leher dengan teknik jaringan lunak, dapat melihat adanya mikrokalsifikasi, infiltrasi/pendesakan jaringan sekitar. Thyro-scan/scintigraphy merupakan pemeriksaan dengan menggunakan bahan radio-isotop yang memberikan hasil cukup objektif (operator independent). Pemeriksaan ini terutama untuk melihat apakah nodul yang ada "fungsional" atau tidak (normal, hot cold). Untuk kepentingan diagnosis suatu karsinoma tiroid thyro-scan tidak banyak membantu. Pada umumnya, karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah cold nodule, tetapi demikian juga kista tiroid. Pemakaian radio-isotop juga penting untuk melihat apakah metastasis yang didapat melakukan uptake bahan radio-isotop tersebut. Saat ini, bahan radio-isotop yang banyak digunakan adalah 99mTc. Pemeriksaan imaging lain terutama bertujuan untuk melihat eksten karsinoma tiroid, infiltrasi, metastasis dan operabilitasnya, seperti foto toraks, foto tulang, esofagogram, CT-scan, MRI.4. Pemeriksaan dengan Biopsi jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy)Merupakan pemeriksaan sitologi. Ketepatan dari biopsi jarum, halus bergantung pada beberapa hal, yaitu ketepatan memilih nodul yang tepat (kadang diperlukan "tuntunan" USG); kedua pembuatan slides yang baik dan fiksasi yang tepat; kemampuan dan pengalaman ahli sitologi untuk menginterpretasi slides yang diperiksa. Kelemahan dari pemeriksaan sitologi adalah jika nodul yang diperiksa terdiri dari kista (cairan di aspirasi habis, sisa diperiksa) dan untuk membedakan antara adenoma dan karsinoma tipe folikuler, yang interpretasi keganasannya tidak tergantung dari morfologi sel/inti sel, tetapi pada infiltrasi kapsel dan invasi ke dalam vaskuler yang hanya dilihat pada pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan "potong beku" banyak memberikan kontroversi tentang akurasinya dan kegunaannya, dan pada kepustakaan tidak dianjurkan lagi.

5. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan jaringan pembedahan atau histopatologi merupakan gold standard diagnosis karsinoma tiroid pascabedah. Biopsi pada karsinoma tiroid yang operabel tidak dibenarkan. Biopsi hanya dilakukan pada karsinoma tiroid yang in-operabel, seperti pada karsinoma anaplastik.

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas jika : ada risk faktor (usia, laki, paparan radiasi),

nodul padat (jika tumbuh cepat kemungkinan karsinoma anaplastik, ada pembesaran KGB leher yang padat (hati-hati untuk memutuskan biopsi), ada tanda-tanda pendesakan organ sekitar (advanced cancer, anaplastik, operabilitas?), James Berry sign- Delpbian nodes, dan ada tanda-tanda metastasis jauh.

IV.PENATALAKSANAAN KARSINOMA TIROID

A. Pembedahan

Diagnosis pre-operatif suatu karsinoma atau bdum terdiagnosis

Jika diagnosis karsinoma tiroid ( operabel ( tiroidektomi total

Jika belum terdiagnosis, nodul tunggal ( hemitiroidektomi (artinya dilakukan lobektomi total, ismektomi dan lobek-tomi lobus piramidalis Jika kemudian terdiagnosis sebagai karsinoma tiroid berdiferensiasi baik ( re-operasi menjadi tiroidektomi total atau jika skor prognostik baik ( observasi dan follow up yang baik (klinis, USG, tiroglobulin)

Pemeriksaan tambahan untuk menentukan diagnosis durante operationem adalah "potong beku" (kepustakaan tidak menganjurkan lagi) ataupun inprint cytology. Pada kasus karsinoma/adenoma folikuler dapat menunggu sampai hasil histopatologi untuk kemudian jika diperlukan (skor prognosis) dilakukan re-operasi. Re-operasi harus dilakukan dalam waktu 2 minggu, jika lebih dari 2 minggu, sebaiknya menunggu > 3 bulan untuk mengurangi komplikasi re-operasi.

Diagnosis karsinoma tiroid tipe medulare ( pembedahan adalah tiroidektomi total, dan jika diperlukan juga dilakukan diseksi KGB leher. Diagnosis karsinoma anaplastik ( jika operabel atau ditemukan "secara tidak sengaja" ( tiroidektomi total. Jika tidak operabel maka pembedahan bertujuan diagnosis (biopsi) dan paliatif (debulking ( isthmectomy). Adanya pembesaran KGB leher karena metastasis ( dianjurkan dilakukan functional radical neck dissection yaitu dengan mempertahankan n.asesorius, v.Jugularis internus, dan m.sternoklei domastoideus. Adanya metastasis KGB leher dengan infiltrasi jaringan sekitar, dianjurkan untuk melakukan Radical Neck Dissection klasik. Memang hingga saat ini masih terdapat kontroversi tentang jenis diseksi, dan sampai sejauh mana ekstensi tersebut dilakukan (Amos, et al., 2006). Pembedahan diseksi KGB profilaktik tidak dianjurkan. Ekstensi pembedahan sampai mediastinum superior dianjurkan jika terdapat pembesaran KGB mediastinum, ataupun terdapat thyro-thymic extension daripada karsinoma tiroid. Tekniknya dengan melakukan konvensional dengan mengangkat ekstensi tiroid tersebut dari atas secara hati-hati atau dengan approach superior-sternotomy.

Adanya ekstensi atau infiltrasi karsinoma pada trakhea, dapat dilakukan eksisi sebagian cincin trakhea ataupun reseksi sebagian lingkar cincin trakhea.

Interpretasi hasil sitologi sebaiknya didiskusikan dengan sejawat parologi/ sitologi agar didapat suatu kesepakatan hasil, dan tindakan diagnosis lain yang diperlukan.

Gambar 3.2 Hasil Pembedahan Tiroidektomi. Gambar sebelah atas adalah hemitiroidektomi (isthmo-lobedomy), sedangkan bagian bawah adalah hemitiroidektomitotal (gambar ( koleksi pribadi).

B. Terapi Adjuvant/Tambahan

Terapi adjuvant/tambahan pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah kontroversial. Pemberian terapi dengan bahan radio-isotop seperti I131, I123, dan bahan radiofarmaka yang semakin banyak digunakan (karena efek samping yang ringan dan waktu paruh yang pendek)99m hanya diberikan pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dan "berisiko tinggi" pasca tiroidektomi total. Pemberian radioterapi internal sebaiknya diberikan pada 4-6 minggu pascatiroidektomi total, sebelum diberikan terapi substitusi, untuk meningkatkan uptake.Pada pemberian terapi supresi belum didapatkan persamaan pendapat tentang dosis, kadar TSH, berapa lama harus diberikan, dan hasil yang didapatkan. Hal ini berhubungan dengan adanya monoklonalitas sel kanker dan adanya poliseluleritas dan heterogenitas sehingga tidak semua sel follikel tiroid (sel kanker) bergantung pada TSH.Radioterapi eksterna, terutama dianjurkan pada karsinoma tiroid tipe anaplastik dengan tujuan paliatif dengan hasil yang tidak jelas. Radioterapi eksterna dapat diberikan pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik yang tidak uptake bahan radio-farmaka.Kemoterapi tidak dianjurkan, kecuali pada karunoma tiroid anaplastik dan dikombinasikan dengan radioterapi eksterna. Hasil tidak memuaskan.V. ALGORITME MANAJEMEN NODUL TIROID

Bagan 3.1: Algoritme Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Bagan 3.2: Algoritme Penatalaksanaan Nodul Tiroid (lanjutan)

III

Bagan 3.6 : Algoritme Follow Up Karsinoma Tiroid Jenis Medulan

Catalan tentang Pembedahan Tiroid Minimally Invasive Thyroid Surgery

a. VATS ( Video Assisted Thyroid Surgeryb. Endoscopic Thyroid Surgery

c. MATS ( Minimally Access Thyroid Surgery

Penyimpanan "jaringan tiroid" pascabedah ( "dibekukan" untuk dapat digunakan di kemudian hari.

Penatalaksanaan Tumor dad GId Paratiroid

Gld paratiroid merupakan kelenjar endokrin yang terletak di bagian posterior dari gld tiroid yang berperan penting pada metabolisme kalsium (Ca). Pada umumnya, didapatkan 4 buah yang terletak "sepasang kanan kiri" terdapat di posterior dari pool atas tiroid (posisi ini hampir konstan/ tanpa variasi biologis), dan sepasang lagi di bawah kaudal yang letaknya bervariasi mulai dari di posterior pool bawah tiroid pre trakheal sampai pada mediastinum.Pada pembedahan tiroid keempat gld paratiroid dan vaskularisasinya harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya hiperaratiroidism.Tumor jinak dari gld paratiroid (adenoma) sering diikuti oleh adanya gangguan metabolisme kalsium (pada 80%). Sebaliknya, karsinoma paratiroid jarang dijumpai dan hanya 1% disertai dengan hiperparatiroidism.Tumor dari gld paratiroid dapat menyertai suatu MEN type I (Multiple Endocrine Neoplasia type 1) ( kejadian rekuren hiperparatiroidism dapat terjadi sampai 50%.Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya batu saluran kencing berulang, disertai dengan adanya hiperkalsemia dan hiperparatiroid hormon (PTH).Tumor paratiroid sulit dibedakan dengan tumor tiroid, dan dibedakan dengan adanya gangguan metabolisme kalsium, ataupun kenaikan PTH.Pemeriksaan imaging yang digunakan adalah USG, CT Scan, MRI ataupun dengan pemeriksaan radio-isotop menggunakan Te99m sestamibi.Terapi tumor paratiroid ( eksplorasi bedah dari leher dan mengangkat gld paratiroid yang patologis (adenoma) diikuti dengan biopsi gld paratiroid yang lain untuk melihat kemungkinan adanya adenoma (yang masih kecil) ataupun multiplegland hyperplasia.Jika pada eksplorasi tidak menemukan tumor paratiroid, perlu dipertimbangkan untuk eksplorasi mediastinum bagian superior.

Gambar Struktur Anatomi (kartun) dari Gld Tiroid, Paratiroid, dan Sekitarnya (Gambar dikutip dari Watkinson, Gaze & Wilson 2000)

VI. PANDUAN BAGI AHLI BEDAH DI PERIFER

Terapi

-Perhatikan skoring prognosis ( ACIS, AMES, MACIS

-Memorial Sloan Kattering Cancer ( baik, cukup hemitiroidektomi

-Jika diagnosis karsinoma ditegakkan preoperatif ( operasi tiroidektomi total

-Reoperasi tiroidektomi ( tiroidektomi total ( dihindari karena morbiditas dan komplikasi bedah lebih tinggiV

VII. DAFTAR PUSTAKABodenner D.L., Breau RL., Suen J.Y, 2003: Cancer of the Thyroid. In Rhys Evans P.H., Montgomery PQ., Gullane PJ.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Martin Dunitz. London. 19: 431 -464.

Burch H.B., 1995.: Evaluation and Management of The Solid Thyroid Nodule. In Burman K.D., (Editor). Endocrinology and Metabolism Clinics of North America. 24.4: 663-710

Cady B., Rossi RL., 1991: Differentiated Carcinoma of Thyroid Gland. In Cady B., (Editor). Surgery of The Thyroid and Parathyroid Glands. 3rd Edition. Saunders. Philadelphia. 139-151.

Collin S.L., 1997: Thyroid Cancer: Controversies and Pathogenesis. In Falk S.A., (Editor) Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy. 2nd Edition. Lippincott-Raven. Philadelphia. Pp 495-564Davidson B.J, Burman KD., 2009. Cancer of Thyroid and Parathyroid. In Harrison LB., Sessions RB., Ki Hong. W.,(editors), Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. Woters Kluwer[Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 26:690-742.

Donovan D.T., Gabel RE, 1997: Medullary Carcinoma and The Multiple Endocrine Neoplasia Syndrome. In Falk SA, (Editor) Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy. 2nd Edition. Lippincott-Raven. Philadelphia. Pp. 619-644

Fraker D.L, Skarulis M., Livolsi V, 2001: Thyroid Tumors. In DeVta Jr., Hellen S., Rosenberg SA, (Editors) Cancer Principles and Practices of Oncology. 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. Pp. 1940-1760.

From G.I.N., Lawson V.G.,1997: Solitary Thyroid Nodule: Concept in Diagnosis and Treatment. In Falk SA (Editor), Thyroid Diseases, Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy. 2nd Edition. Lippincott-Raven, Philadelphia. Pp. 411-429.

Gemsenjaeger E., 2009. Atlas of Thyroid Surgery. Principles, Practice, and Clinical Cases. Thieme. New York.

Genden E.M., Brett E.M., 2008. Carcinoma of The Thyroid. In Genden E.M., Varvares M.A. (editors), Head and Neck Cancer. An Evidence-Based Team Approach. Thieme. New York 5: 90-104.

Lal G., Clark O.H, 2005: Thyroid, Parathyroid and Adrenal. In Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R, Dunn D.L, Hunter J.G., Pollock RE., (editors), Schwartz's Principles of Surgery 8th Edition. Mcgraw-Hill Med. Pub. New York. 37:1395-1470.

Masjhur J.S., 1995: Protokol Pengobatan Karsinoma Tiroid dengan Iodium Radioaktif. In Masjhur J.S., Kariadi S.H.K, (editor), Prosiding Endokrinologi Klinis II. Kelompok Studi Endokrinologi dan Penyakit Metabolik. E.K, Universitas Pedjadjaran/R.U.P Dr Hasan Sadikin. Bandung. R1-14.

McDougal I.R, 2006, (editor): Management of Thyroid Cancer and Related Nodular Disease. Springer-Verlag. London.

Randolph G.W., (editor), 2003. Surgery of The Thyroid and Parathyroid Glands. Saunders. Philadelphia.

Rhys Evan P.H., See A., Harmer C.L, 2003: Cancer of Thyroid Gland. In Rhys Evans P.H., Montgomery PQ, Gullane P.J.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Marlin Dunitz London. III. 21: 405-430.

Rhys Evan PH., See A., 2003: Tumours of Parathyroid Gland. In Rhys Evans PH., Montgomery PQ, Gullane P.J. (editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Martin Dunitz. London. II. 22:431-442.

Rubin P, Hansen J.T, 2008. TNM Staging Atlas. Wolters Kluwer/ Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Shaha A.R., 2003: Tumours of The Parathyroid Gland. In Rhys Evans P.H., Montgomery P.Q., Gullane P.J.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology Martin Dunitz London. 20: 465-474.

Wartofsky L., Nostrand D.V, 2006. Thyroid Cancer. A Comprehensive Guide to Clinical Management. Humana Press. Totowa. New Jersey.

Zafiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Darwis I., Suaidi D.R., Dimyati A., 2004: Protokol PERABOI 2003. Edisi I. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta.

PANDUAN PENATALAKSANAAN TUMOR/KANKER KELENJAR SALIVARIUSI. PENDAHULUAN

A. Batasan & Epidemiologi

Neoplasma glandula salivarius adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel/myoepitel kelenjar liur.Kelenjar salivarius/liur terdiri dari :

Kelenjar salivarius mayor : - glandula parotis (sepasang kanan dan kiri)

- glandula submandibularis (sepasang kanan kiri)

- glandula sublingualis (sepasang kanan kiri)

Kelenjar salivarius minor : merupakan kelenjar liar yang tersebar di mukosa traktus aerodigestivus atas (mukosa rongga mulut, hidung, faring, laring) dan sinus paranasales

Kanker glandula salivarius merupakan 5-7 % dari semua keganasan leher kepala, dan di Amerika terdapat 2.000 sampai 2.500 penderita baru per tahun, sedangkan di Indonesia angka insiden tidak kita ketahui. Delapan puluh lima persen tumor glandula salivarius terdapat pada glandula parotis (merupakan glandula salivarius terbesar), dan 75% merupakan tumor jinak yang sebagian besar merupakan pleiomorphic adenoma (benign mixed tumor) dan dengan insiden yang lebih kecil suatu monomorphic adenoma (Warthin tumor). Sementara pada gld salivarius mayor yang lain seperti gld salivarius submandibularis mempunyai insiden 50% sebagai tumor ganas/kanker, dan pada gld sublingualis hampir semuanya merupakan tumor ganas/kanker.Dikatakan sebagai etiologi dari kanker gld salivarius adalah ekspos pada radiasi terutama tipe nucoepidermoid carcinoma. Sementara adenocarcinoma yang terjadi pada rongga hidung ataupun sinus paranasales (terutama sinus ethmoidalis) dihubungkan dengan eksposur pada "debu kayu" (wood dust), dan sering dijumpai pada pekerja industri kayu. Dinyatakan tidak ada korelasi antara kanker gld salivarius dengan penggunaan tembakau (tidak seperti SCC rongga mulut) (Futran, et al., 2009).Insiden kanker gld salivarius meningkat terus sesuai dengan peningkatan usia, dan insiden kanker ini pada penderita < 16 tahun adalah < 2%.Tumor/kanker gld salivarius sering dikorelasikan dengan gender, yang ternyata dari data yang ada tidak ada predileksi seksual kecuali pada monomorphic adenoma (Warthin tumor) yang dijumpai 5 kali lebih banyak pada laki.

B. Anatomi

Penjelasan anatomi penting bagi ahli bedah mengingat lokasi gld parotis dan gld submandibularis yang berdekatan dengan struktur anatomis penting yang dalam pembedahan harus dipertahankan.Gld parotis umumnya berukuran 5-6 cm diameter terpanjang, berbentuk ireguler (tidak beraturan ( mempunyai 5 processus yang dalam pembedahan tidak begitu penting). Terletak pada parotid compartment, dan berdekatan dengan n. cranialis No. VII (n. Fascialis) yang seakan-akan membagi (imaginer) gld. parotis atas lobus superficialis dan profundus, eabang a. carotis externus dan v. facialis posterior. Pada dasar gld parotis didapatkan m. Masseter. Ductus excretorius gld parotis dapat berasal dari lobus superficial atau profundus (lobus imaginer), berjalan ke anterior dan bermuara pada mukosa pipi setinggi M1 atas.Sebaliknya, gld submandibularis terletak pada trigonum submandibular yang dibatasi oleh margo inferior mandibulae dan m. digatricur (anterior & posterior bellies). Berdekatan dengan gld ini didapatkan n. Lingualis, ramus marginalis n. VII (McFee maneuvre), n.cranalis XII (n. Hypoglossus) terletak profundus. Ductus excretorius (Warthon) berjalan ke anterior di antara m.myelohyoideus dan m.hyoglossus dan bermuara di rongga mulut di bawah lidah di lateral dari frenulum lidah.Gld Sublingualis terletak di bawah lidah. para median kanan kiri, mempunyai muara multipel di sepanjang lipatan sublingual (duct. Rivinus).Gld. salivarius minor terdapat pada mukosa aerodigestivus, tetapi terbanyak dijumpai di mukosa palatum durum dan mope, di daerah tonsil (gld. Weber), pangkal lidah (gld von Ebner), dan mendapatkan inervasi parasimpatis dari n.ingualis.

C. Patologi

Tumor/Kanker gld salivarius merupakan penyakit yang heterogenous, mempunyai clinical entity dan biological entity yang sangat luas, yang menyulitkan ahli patologi untuk mengelompokkannya dengan tepat. Demikian juga ahli patologi mengalami kesulitan untuk menentukan grading-histologis, dan sifat keganasan tumor. Dengan demikian, akan sering dijumpai adanya bias, baik intra maupun inter-observer ataupun inter senter bedah onkologi. Mungkin di masa mendatang akan diperlukan suatu reference pathology lab. yang mengkususkan pada tumor/kanker gld. salivarius (POKJA).

Histopatologi

A. Klasifikasi Histopatologi WHO Tumor Jinak

Pleiomorphic adenoma (Benign Mixed Tumor) Monomorphic adenoma

Papillary cyt-adenoma lymphomatosum (Warthin Tumor)

Tumor Ganas

Mucoepidermoid carcinoma Acinid cell carcinoma Adenid cystic carcinoma Adenocarcinoina Epidermoid carcinoma Small cell carcinoma LymphomaMalignant mixed tumorCarcinoma ex pleiomorphic adenonui (carcinosarcomal/ CXPA)

B. Klasifikasi Menurut Grade (WHO/AJCC)

Low Grade

Acinic Cell Ca

Mucoepidermoid carcinoma (grade I dan II)

High Grade

Mucoepidermoid carcinoma (grade III) Adenocarcinoma (poorly diff, anaplastic Ca) Squamous cell CarcinomaMalignant mixed tumor Adenoid cystic carcinoma

(WHO Classification, copied from Futran et al., 2008 ( intermediate grade tidak disebutkan)Tumor ganas yang sering dijumpai adalah mucoepidermoic ca, adenocarcinoma dan adenoid cystic carcinoma.

Mengingat banyaknya variasi dan heterogenitas tumor dari gld salivarius, diharapkan bahwa pelaporan patologi halos memenuhi standar yang diinginkan agar ahli bedah dapat melakukan terapi secara maksimal. Yang perlu dilaporkan patologi adalah: tipe atau varian histopatologi tumor derajat diferensiasi/ grading tumor stadium patologis TNM, antara lain besar tumor primer, adanya invasi pada pembuluh darah/limfe, adanya invasi/infiltrasi pada neural sheath (adenoid cystic), adanya metastasis KGB, ukuran metastasis KGB, lokasi/level KGB leher (menentukan prognosis), jumlah KGB yang termetastasis (menentukan prognosis), infiltrasi keluar kapsel KGB (menentukan prognosis). Metastasis jauh dan spesimen biopsi yang didapatkan.

II. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS

Penentuan stadium klinis dibuat berdasarkan TNM dari AJCC tahun 2002, dengan revisi yang telah dilakukan beberapa kali. Hal ini sehubungan adanya teknologi baru dalam diagnosis dan penentuan stadium dari kanker, adanya teknik-teknik pengecatan yang baru dengan monoclonal antibody dan teknik biologi molekuler (PCR/RT-PCR).

Klasifikasi TNM yang diajukan adalah pada tumor/keganasan gld salivarius parotis, yang juga dapat digunakan pada keganasan gld salivarius yang lain.

Gambar 3.4 Stadium TNM dari Tumor Parotis Berdawkan Al(( 2002 (dikopi dari Rubin & Hansen, 2008)III.DIAGNOSIS

A. Pemeriksaan Klinis

1. Anamnesis Benjolan pada gld parotis, gld submandibular dan mukosa rongga mulut (palatum, sublingual). Benjolan pada gld parotis biasanya terletak pre-auricular, menyebabkan "telinga terangkat, nyeri atau tidak (berhubungan dengan N.C. Trigeminus), ada tidaknya "bell's palsy" (kelumpuhan N.C. Fascialis), berhubungan dengan malignancy gld salivarus. Paralisis n. fascialis dijumpai pada kurang lebih 2-3 % keganasan parotis. Adanya disfagia, nyeri pada tenggorokan, dan gangguan pendengaran berhubungan dengan keganasan lobus profundus parotis dengan ekstensi ke orofaring. Paralisis n.glossopharyngeus, n.vagus, n.hypoglossus, n.accessorius, truncus sympathicus (Horner syndrome) berhubungan dengan keganasan parotis yang bersifat lanjut lokal dengan ekstensi pada nervi tersebut. Adanya pembesaran KGB leher, terutama pada level I, II, dan III biasanya berhubungan dengan metastasis keganasan yang berasal dari gld salivarius.

Progresivitas penyakit. Kecepatan pertumbuhan berhubungan dengan grading keganasan dan besar tumor (cancer cells doubling time). Faktor etiologi atau faktor risiko (paparan radiasi ( radioterapi pada penyakit lain di daerah leher kepala). Histori pengobatan atau pembedahan sebelumnya. Keterlambatan (dokter atau pasien).

2. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis (keadaan umum penderita, tanda vital) Performance Status (Karnofsky Score) Adanya anemia, ikterus, batuk/sesak napas, paresis dari ekstremitas Tanda-tanda metastasis pada KGB, pare, hati, tulang/vertebra Status lokal:Inspeksi ( pada leher, terangkatnya "cuping/lobulus daun telinga intra-oral, orofaring, besar tumor, pendesakan organ sekitar, pembesaran KGB leher

Palpasi ( besar rumor, mobilitas (mobilitas tumor gld salivarius biasanya terbatas, o.k. ruang yang sempit ( ( inoperabel), konsistensi, bimanual palpasi, pemeriksaan fungsi n.VII, VIII, IX, X, XI, XII. Status Regional: Palpasi KGB leher pada semua level, terutama pada upper level (level I, II, III), baik ipsilateral maupun kontra leteral, ukuran besarnya KGB, mobilitas, jumlahnya adanya konglomerasi KGB. Adanya trismus yang menunjukkan kemungkinan inoperabilitas.

B. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan Radiologis untuk Diagnosis (atas indikasi)

Foto polos rahang untuk mengetahui terkena tidaknya tulang rahang (mandibula/maxilla) pada proses keganasan gld salivarius ini.

Untuk melakukan diagnosis banding antara kista tulang rahang, keganasan tulang rahang (Ewing sarcoma, osteosarcoma) dan tumor gld salivarius (parotis, submandibular).

Sealografi ( tidak banyak membantu diagnosis keganasan parotis.

Pemeriksaan Radiologis untuk Staging

Foto toraks untuk melihat metastasis paruPemeriksaan CT Scan/ MRI, PET Scan

Terutama untuk tumor gld salivarius yang besar, dengan mobilitas terbatas.

Penting untuk approach pembedahan dan operabilitas, misalnya pada tumor parotis dari lobus profundus dan perluasannya ke orofaring

Metastasis pada KGB leher, ekstensinya, kadang untuk melihat ekstensi ekstrakapsuler

Fluorodeoxyglucose (FDG) Positron Emmision Tomography mempunyai sensitivitas 100% dan dengan false positive sebesar 30%. PLT Scan juga akurat untuk follow up dan menentukan rekurensi.

C. Fine Needle Aspiration Biopsy & Open Biopsy (Futran, et al., 2008)

Diagnosis patologi sebelum pembedahan diperlukan untuk menentukan ekstensi pembedahan. Akurasi sitologi ditentukan oleh teknik pengambilan jaringan, dan pengalaman ahli sitologi. Sensitivitas. FNA/Sitologi berkisar antara 58-96%., dengan spesifisitas berkisar antara 71-88% (Furtran, et al., 2008). Biopsi terbuka hanya dilakukan pada tumor ganas gld salivarius yang tidak operabel untuk menentukan strategi pengobatan selanjutnya. Pemeriksaan "potong beku" juga memerlukan pengalaman ahli patologi mengingat banyaknya variasi dan heterogenitas tumor dari gld salivarius.

D. Evaluasi Preoperatif

Evaluasi preoperatif penting untuk menentukan strategi, intensi dan hasil pengobaran yang akan dicapai.

Terkenanya nervi sekitar (lihat di depan).

Terkenanya lobus profundus parotis (evaluasi intra-oral/ intra faring). Adanya trismus.

E. Prognosis

Prognosis tumor bergantung pada beberapa hal, antara lain:

kepastian gld.salivarius yang terkena tumor, apakah ada data histologi, tersedianya data grading tumor (histopathology, FNA cytology-nuclear grade), stadium dari tumor primer, fiksasi dan terkenanya nervi di sekitarnya, fiksasi jaringan lunak sekitar, kulit, dan KGB.

IV.TERAPI

Modalitas terapi utama adalah pembedahan (kecuali pada tumor sekunder/ metastatik, atau limphoma.Teknik pembedahan bergantung pada lokasi tumor primer atau gld salivarius yang terkena, dan terkenanya KGB regional.1. Terapi Bedah Tumor Parotis

Pembedahan parotis tumor telah dikenal sejak 1850, di mana pada semua pembedahan parotis telah diperhitungkan teknik untuk mempreservasi RVII. Tahun 1892 oleh Codreanu dilakukan pembedahan pertama total parotidectomy dengan preservasi N.VII.

Superficial Parotidectomy atau disebut juga subtotal parotidectomy (o.k dua pertiga bagian gld parotis terletak superficial dari N.VII. Dilakukan pada tumor parotis pada lobus superficial, dan tanpa infiltrasi pada N.VII.

Enukleasi sebaiknya dihindari karena memberikan rekurensi tinggi, terutama jika dicurigai suatu keganasan. Setiap melakukan superficial/subtotal parotidectomy kemungkinan harus melakukan total parotidectomy harus selalu diperhitungkan.

Selalu berusaha mempertahankan/preservasi N.VII. Insisi dimulai di anterior dari helix telinga berjalan inferior di bawah lobus/ear lobe kemudian melingkar ke anterior paralel dengan angulus mandibulae kurang lebih 2 cm di bawahnya untuk mencegah trauma pada n.marginalis N.VII. Insisi diperdalam sampai menembus platysma dan fascia superficial parotis dan dibuat flap ke anterior. Flap dibuat ke anterior sampai pada batas anterior gld parotis dengan berhati-hati karena cabang-cabang N.VII mulai berjalan superficial. Flap ke posterior (berbatasan dengan kartilago telinga di bagian posterior) untuk menemukan surgical landmark trunk N. VII, yaitu tragal pointer, tympanomustoid structure, digastric muscle.

Lokalisasi N.VII penting untuk diketahui untuk mempertahankannya. Flap ke inferior sampai cauda parotis terekspos, dan n.auricularis mayor terlihat dan sedapat mungkin dipertahankan (2 alasan yaitu mempertahankan sensasi telinga, dan kemungkinan dipergunakannya syaraf untuk nerve grafting pada kerusakan N.VII). Perlu diketahui adanya variasi percabangan N.VII (tipe I - 13%; tipe II - 20%; tipe III - 28%; tipe IV - 24%) (dikutip dari Futran et al., 2008). Pada keadaan di mana truncus utama N.VII sulit dijumpai o.k. lokasi tumor, maka penelusuran N.VII dilakukan dari perifir/retrograd, dan cabang N.VII yang sering dipergunakan adalah ramus buccalis, ramus temporal dan ramus marginalis. Penelusuran N.VII juga memungkinkan dengan melakukan mastoidectomy terlebih dahulu dan mengidentifikasi N.VII saat keluar dari foramen stylomastoideum (teknik ini jarang dilakukan). Bagi ahli bedah yang belum menguasai pembedahan gld paroris dianjurkan untuk menguasai surgical landmark tersebut diatas, dan berkerja secara teliti dan meticulous untuk menemukan truncus utama N.VII, dan kemudian mengikuti cabang-cabang N.VII ke perifir dan: mengangkat lobus superficialis. Pembedahan total parotidectomy selalu dimulai dengan identifikasi N.VII dan percabanganya, mengangkat lobus superficialis, kemudian mengangkat lobus profundus (kenferior/cauda) dengan mempertahankan N.VII dan percabangannya tersebut. Pada tumor ganas parotis (dicurigai ganas), dilakukan pengangkatan KGB jugulo-digastricus untuk pemeriksaan potong beku, dan perlu tidaknya melakukan tindakan diseksi KGB leher dalam waktu yang sama. Luka operasi ditutup berlapis dengan Redon drain.

Gambar 3.6 Teknik Parotidektomi Total Pembedahan parotidektomi totalDi "kopi" dari Bailey. 2001 (Barley & Calhoun: Atlas of Head & Neck Surgery and Otorhynolaryngology)

2. Terapi Bedah Gld submandibularis

Pembedalian tumor gld submandibularis merupakan pembedahan yang cukup unik, dengan beberapa struktur anatomic yang perlu dipertahankan.

Posisi pembedahan dengan ekstensi dan rotasi ke arah berlawanan dengan insisi pembedahan.Beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah

Insisi horizontal, kurang lebih "dua jari" di bawah angulus mandibulae dan margo inferior mandibulae. Hal ini untuk mencegah trauma pada n.marginalis N.VII. Insisi diperdalam sampai menembus platysma, dan dibuat flap ke cranial dengan hati-hati, untuk mencegah trauma pada nervus tersebut. N.marginalis N.VII terletak tepat di bawah ptatysma dan superficial dari a. v. fascialis, dipertahankan dan dilindungi dengan memotong a. v. fascialis, dan melakukan McFee maneuvre. Ke caudal diseksi gld.submandibularis dimulai dari os hyoid di anterior dari m.digastricus di bagian inferior/caudal. Dalam diseksi ini (dari m-digastricus), harus dilakukan dengan hati-hati karena adanya n.hypoglussus yang terletak antara gld submandibularis dan m. digastricus. Arteri dan vena fascialis pada diseksi ini harus diidentifikasi dan dipotong dan ligasi. N. Lingualis diidentifikasi dengan retraksi m.myohyoideus di mana pedikel nervus ini (percabangan syaraf otonomi) dipotong dengan mempertahankan truncus utama. Demikian juga ductus excretorius Warthon ditemukan pada saat retraksi m.mylohyoides, dipotong dan ligasi. Adanya pembesaran KGB pada kecurigaan keganasan gld. subrnandibularis, diangkat dan dilakukan pemeriksaan "potong beku" untuk menentukan perlu tidaknya dan tipe diseksi leher. Luka operasi ditutup dan dipasang Redon Drain.

Gambar 3.7 Teknik Bedah Gld. Salivarius SubmandibularisPembedahan pada tumor gld salivarius submandibularisDi "kopi" dari Bailey, 2001 (Bailer & Calhoun: Atlas of Head & Neck Surgery and Otorhynolaryngology)

3. Terapi Bedah Gid Sublingualis dan Gid Salivarius Minor

Tumor pada gld salivarius ini mayoritas maligna, dan teknik pembedahan sangat tergantung dari lokasi tumor primer, besar tumor, dan tipe tumor. Pada umumnya, pembedahan dilakukan dengan eksisi luas dengan menyertakan jaringan sehat di sekitar tumor. Approach pembedahan juga tergantung dari lokasi, besar tumor, dan jenis tumor.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangan pada pembedahan tumor gld sublingualis dan gld.salivarius minor adalah:

Approach bisa trens-oral (tumor kecil/ T1, terletak di anterior rongga mulut, batas jelas, grade I)

Pada tumor yang besar, grading tines, approach prnrbedahan 4 lower check approach with or without swing mandibulotan.y terutama untuk rumor yang terletak di bagian bawah mulut, atau upper cheek approach with or without swing maxillotomy pada tumor yang terletak di bagian atas mulut.

Pada pembedahan n.lingualis perlu dipertahankan kecuali jika secara makros terinfiltrasi tumor, demikian juga ductus excretorius mandibulae jika mungkin dipertahankan.

Margin pembedahan selalu dikentrol dengan pemeriksaan "potong beku".

4. Terapi Bedah pada Neck (N)

Terapi terhadap N dileher, harus selalu bagian dari perencanaan pembedahan. Secara umum, terkenanya KGB leher pada tumor ganas gid salivarius adalah relatif rendah (18% pada tumor parotis dan 8% pada tumor gld submandibularis) (Futran et al., 2008).

Diseksi profilaktik leher pada N0 (klinis) tidak dianjurkan.Adanya N+, menunjukkan prognosis yang buruk dan meningkatkan angka kematian dengan > 50%.Adanya N+ (klinis) pembedahan tumor primer dilanjutkan dengan diseksi KGB leher. Tipe dan level diseksi KGB leher bergantung pada eksten KGB yang terkena dan gross tumor.

5. Terapi AdjuvantA. RadioterapiSecara umum keganasan primer gld salivarius resisten terhadap radioterapi. Oleh karena itu, radioterapi umumnya diberikan pascabedah (adjuvant). Indikasi pemberian radioterapi adjuvant adalah: High grade tumor, terlepas dari stadium ataupun status dari surgical margin.

Close margin (( 5 mm), ataupun pada margin + mikroskopis, dan hampir pada semua keganasan yang mengenai lobus profundus, terutama jika N.V1I dipertahankan.

Tumor stadium lanjut (tumor T4), tedepas dari margin status maupun grade tumor. Tumor yang telah menginfiltrasi kulit, tulang, jaringan lunak ekstra ganduler, dan nervus (n.VII, n.XI, n.XII, n.lingualis).

Pembedahan/reseksi pada tumor rekuren, terlepas dari margin status ataun histology dari tumor. Adanya KGB yang positif pascadiselsi. Pascabedah tumor rekuren.

Pembedahan tetap merupakar, gold standard terapi tumor gld salivarius. Tidak ada laporaa suatu studi randaurized trial dengan jumlah sampel yang besar, yang membandingkan pembedahan + RT dan pembedahan saja.

Penggunaan fast neutron radiotherapy yang merupakan teknologi baru, yang menyebabkan kerusakan DNA yang less repairable, dan dengan sensitivitas yang tidak bervariasi, dilaporkan memberikan kontrol lokal yang lebih baik.

B. Kemoterapi

Pada umumnya, tumor gld salivarius dalam hal ini direpresentasikan oleh adenoid cystic carcinoma, mucoepidermoed carcinoma, dan adenocarcinoma adalah kemoresisten.

Pemberian kemoterapi berbasis cisplatinum bersamaan dengan pemberian radioterapi (concomittant chemo-radiation therapy), pada kanker lanjut lokal yang inoperabel memberikan perbaikan survival sebanyak 8% dalam 5 tahun.

Pemberian concomittant chemo-radiationtherapy dengan menggunakan carboplatin sebagai terapi adjuvant diharapkan akan meningkatkan overall survival pasien dengan tumor ganas gld salivarius high grade.Response Rates dari Berbagai Kombinasi Kemoterapi pada Salivary Gland TumorsAdenoid cystic carcinomaCisplatinCisplatin

VinorelbinePaclitaxel

EpirubicinMitoxantrone

CAP or CAP + 5FUP/Methotrexate/ Bleomycin

Athracycline/ cisplatin+ 5 FU

CA

Carboplatin/ Paclitaxel

Cisplatin/ vinorelbine

Mucoepidermoid carcinomaCisplatinCA

Paclitaxel

Methotrexate

CAP or CAP + 5 FU

Athracycline/ Cisplatin+5 FU

Cisplatine/Methrotexate/ Bleomycin

AdenocarcinomaPaclitaxelCisplatin

Vinorelbine

CAP or CAP + 5 FU

Athracycline/ cisplatin + 5 FU

CA

Cisplatine/ Vinorelbine

Carboplatin/ Paclitaxel

C, cylophospamide; A. doxurubicin; P, cisplatin; FU : FluouroracilAdapted from Laurie SA, Licitra L Systemic therapy in the palliative management of advanced salivary gland cancer. J. Clin Oncol .2006; 24 : 2673-2678)

6. Terapi pada Tumor RekurensLoco-Regional Rekurren

Rekuren tumor pada gld salivarius merupakan problem tersendiri dan mempunyai prognosis yang buruk.

Insiden rekuren tumor bcrvuiasi antara 26%-50%, dan modalitas pembedahan mempunyai peran yang terbatas dalam hal ini.

Pemberian kemoterapi lebih bersifat paliatif, terutama dalam mengurangi gejala-gejala yang mengganggu seperti pada tumor yang high grade. Jenis kemoterapi yang dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik adalah carboplatin dan venorelbine, dengan respons kurang lebih 20% (tidak dilaporkan, dikutip dari Futran et al., 2008).

7. Terapi pada Tumor Inoperabel

a. Radioterapi

Radioterapi: 65-70 Gy dalam 7-8 minggu

Fast Neutron Radioterapi

b. Kemoterapi (lihat tabel)

Kemoterapi berbasis carbopiatin dan venordbine

8. Terapi Tumor Metastasis

a. Metastasis KGB leher

Operabd: Diseksi leher (tipe diseksi tergantung lokasi N+, dan ekstensi T

Inoperabel : Radioterapi

Kemoterapi

Concomittant Cheme-Radiation Therapy

b. Metastasis Jauh (M+)

Terapi bersifat paliatifDiberikan kemoterapi dengan basis carboplatin dan venorelbine

V. PANDUAN BAGI AHLI BEDAH DI PERIFIR

Diagnosis-Diagnosis berdasarkan klinis dan lokasi anatomis tumor

-Pada tumor yang operabel ( biopsi insisi tidak direkomendasi

-FNA ( saat ini belum akurat karena pengalaman yang mendalam khusus tumor gld salivarius dan banyaknya variasi tumor gld salivarius

-Imaging ( operabilitas dan teknik operasiTerapi

-Bedah merupakan modalitas utama, kecuali pada limfoma maligna ( ada pembesaran KGB tempat lain ( perlu dicurigai

-Teknik bedah ( enukleasi tumor tidak adekuat, rekurensi tinggi

-Perlu kompetensi ( operasi gld parotis

-Tumor gld submandibularis ( lebih mudah, beberapa struktur perlu dipertahankan marginalis mandibula (N.VIII) McLee manueuvre, n. Lingualis, n. Glossopharyngeus

-Tumor gld salivarius sublingualis dan minor ( pada tumor kecil, T1 atau T2? Assesment dengan teliti/palpasi bimanuil dengan G.A ( eksisi luas trans oral. Tumor besar dengan pembesaran KGB ( perlu approach dan ekposur yang lebih luas ( lower cheek approach/ swing mandibulotomy, upper cheek approach.VI.ALGORITME PENATALAKSANAAN TUMOR GLD SALIVARIUS

Bagan 3.7: Algoritme Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan N-(negatif)

Bagan 3.8 : Algoritme Penanganan Tumor gid_ Salirarius Submandibula Operabel deagan N-(Negatil)

Bagan 3.9: Algoritme Penanganan Tumor Sublingualis/ldenjar Gur Minor

Bagan 3.10 Algoritme Penatalaksanaan Tumor kelenjar Salivarius dengan N+ N positif bilateral RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preserrasi I

v. jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu

*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND:

1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah

2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm

3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler

4. High grade malignancy

5. Rekurensi pascabedah

IF

Bagan 3.11 : Algoritme Penatalaksanaan Tumor gld Safirarius dengan M +.

Bagan 3.12: Algoritme Penanganan Tumor Kelenjar Liur Yang Residif

1,

VII. DAFTAR PUSTAKABailey B.J., Calhoun KH., 2001: Atlas of Head & Neck SurgeryOtoLaryngology. 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Batsakis J.G., 1979: Tumor of The Head & Neck: Clinical and Pathological Considerations 2nd Edition. William & Wilkins. Baltimore.

Cunningham M.P, 1992: Submandibular gland Resection and Excision of Sublingual gland tumor. In Nyhus L.M., Aker R.J., (editors), Mastery of Surgery vol.1, 2nd edition. Little Brown and Company. Pp 113-115.

Espat J., Carew J.E, Shah J.P, 2001: Cancer of Head & Neck. In Bland K.L., Daly J.M., Karakousis P. (editors), Surgical Oncology-Contemporary Principles & Practices. McGraw-Hill Co. New York. Pp 531-536.

Futran N.D., Parvathaneni U., Martins RG., Laramore G.E., 2009. Malignant Salivary Gland Tumors. General Principles and Management. In Harrison L.B., Sessions R.B., Ki Hong W., (editors), Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. 3rd Edition. Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 23. Part A: 589-609.

Hanna E.YN., Suen J.Y., 2003: Malignant Tumors of The Salivary Gland. In Rhys Evans P.H., Montgomery PQ., Gullane P.J.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Martin Dunitz London. 21:475-510.

Harrison L.B., Dolan J.E., Woode R, Neff A., 2009: Malignant Salivary Gland Tumors. Radiation Therapy Technique. In Harrison L.B., Sessions R.B, Ki Hong W., (editors), Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. 3rd Edition. Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 23. Part C: 623-628.John M.E., Kaplan M.J., 1984: Surgical Therapy of Tumours of The Salivary Glands. In ThawlyS.E., Panje W R., (editors), Comprehensive Management of Head & Neck Tumors. W.B. Saunders Co. Philadelphia.

O'Mallay B.B., Mukherji S.K., 2009: Maliguant Salivary Gland Tumors. Radiologic Imaging Concerns. In Harrison L.B., Sessions RB., Ki Hong W., (editors), Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. 3rd Edition. Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 23. Part B : 610 - 622.

Rubin P., Hansen J.T, 2008. TNM Staging Atlas. Wolters Kkiwer/ Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Spiro J.D., Spiro R.H., 2003: Salivary Gland Neoplasms. In Rhys Evans P.H., Montgomery PQ, Gullane P.J.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Martin Dunitz. London. III. 20: 385-404.Watkinson J.C., Gaze M.N., Wilson J.A., 2000: Tumors of Major Salivary Glands. In Watkinson J.C., Gaze M.N., Wilson J.A. (editors), Stell & Marans Head and Neck Surgery. Butterworth & Heinemann. Oxford. 22:441-458.

Wax M.K., Gross N.D., Andersen P.E., 2008. Carcinoma of Salivary Glands. In Genden E.M., Varvares MA., (editors), Head and Neck Cancers. An Evidence-Based learn Approach. Thieme. New York. 6: 105-117.

Zafiral A.A.,Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Rcksoprrwiro S., Flandojo D., Darwis I., Suardi D.R., Dimyati A., 2004: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta.

PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT (KRM, ORAL CAVITY CANCER/OCC)

I. PENDAHULUAN A. Batasan

Yang dianggap sebagai kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel yang melapisi mukosa rongga mulut dan organ-organ rongga mulur dan kelenjar ludah (terutama minor) yang berada di dinding rongga mulut yang termasuk organ-organ rongga mulut adalah:

Anterior: Tepi vermilion, baik bibir atas dan bawah

Superior: Palatum durum dan palatum molle, termasuk ginggiva maxillae

Inferior: Dasar mulut dan lidah, termasuk ginggiva mandibulae

Lateral. Mukosa bucca/pipi

Posterior: Arcus pharyngeus anterior dextra et sinistra, papilla circumvalata lidah, uvula, arcus glossopalatini dextra et sinistra

Dengan demikian, ruang lingkup rongga mulut, termasuk organ-organ sebagai berikut:

Bibir atas dari bawahLidah dua-pertiga bagian anterior Mukosa bucca/pipi Dasar mulutGinggiva maxillae et mandibulae Trigonum retromolare Palatum durum et molle

Tidak termasuk dalam kanker rongga mulut ialah:

Sarkoma jaringan lunak pada pipi atau bibir, sarkoma syaraf perifir ( mukosa

Rongga mulut intak

Tumor-tumor ganas odontogenic yang berasal dari mandibula ataupun maxilla

Karsinoma kulit pipi, bibir

B. Epidemiologi

1. Insiden/Frekuensi Relatif

Kanker rongga mulut relatif jarang dijumpai di dunia barat/USA, dari lebih sering dijumpai di negara berkembang. Angka insiden di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena tidak adanya community based cancer registry. Insiden kanker rongga mulut cukup tinggi terdapat di Melanesia (31,5 per 100.000 laki-laki, dan 20,2 per 100.000 wanita). Angka kejadian yang tinggi pada laki-laki juga didapatkan di Eropa Barat (11,3 per 100.000), Eropa Selatan terutama Spanyol (9,2 per 100.000), Asia Selatan (12,7 per 100.000), Afrika Selatan (11,1 per 100.000), dan Australia/Selandia Baru (10,2 per 100.000). Penderita perempuan relatif lebih sering didapatkan di Asia Selatan (8,3 per 100.000). Penderita tersebut menunjukkan bahwa tembakau/Alkohol banyak dikonsumsi di Eropa Barat, Eropa Selatan, dan Afrika Selatan, sedangkan "nginang (Jawa)/ nyisip tembakau (Bali)" banyak di Asia selatan dan Melanesia. Karsinoma bibir banyak didapatkan di Australia karena eksposur sinar matahari, terutama ultraviolet B. KRM dikatakan sebagai kanker ke-5 terbanyak di dunia (Sturgis & Wei,2007). Di Asia Selatan dan Tenggara terutama India, dinyatakan sebagai KRM terbanyak di dunia dengan 76.800 kasus baru (Sturgis & Wei, 2007; Brennan et al., 2008).Squammous Cell Carcinoma (SCC/HNSCC) merupakan tipe yang sering dijumpai di rongga mulut, faring, baik naso, oro, hipofaring, dan laring.

2. Distribusi Gender

Kanker rongga mulut lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3/2 : 2/1, meskipun insiden dari KRM pada laki-laki cenderung menurun pada 2 dekade terakhir, sedangkan pada wanita menetap (Sturgis & Wei, 2007).

3. Distribusi Umur

Usia median penderita KRM adalah 60 tahun, tetapi angka insiden pada penderita muda ( 2 cm ( 4 cm

T3Tumor > 4 cm

T4aTumor bibir ( infiltrasi tulang n.alveolaris inferior, dasar mulut, kulit

Rongga mulut ( infiltrasi tulang otot lidah kulit sinus maksilaris

T4bInfiltrasi masticator spae, pterygoid Plate, skull base encasement a carotis

IIIT3N0M0

T1N1M0N0Tidak ada metastasis pada KG

T2N1M0N1Meta ipsilateral 1 KGB ( 3 cm

IvaT4N0,N1M0N2aMeta ipsilateral 1 KGB > 3 cm 6 cm

anyTN1M0N2bMeta multiple ( 6 cm

N2M0N2cMeta bilateral / kontralateral ( 6 cm

N3Meta KGB > 6 cm

IVbAnyTN3M0

M0Tidak diketemukan metastasis jauh

IVcAnyTAnyNM1M1Metastasis jauh

Gambar 3.8 Stadium TNM dari Kanker Rongga Mulut Berdasarkan AJCC 2002 (dikopi dari Rubin & Hansen, 2008)

IV.DIAGNOSIS

A. Pemeriksaan Klinis1. Anamnesis

Anamnesis ditujukan pada hal-hal di bawah ini:

Keluhan utama (spesifik untuk KRM: nyeri, hot potato chewing sign, kesulitan makan/menelan, berbicara) Perjalanan penyakit, mulainya, progresinya Faktor risiko ( etiologi? Pengobatan yang pernah didapatkan (bedah, kemoterapi, radioterapi) Hasil pengobatan (kemoterapi, radioterapi, rekurensi) Keterlambatan, pengobatan alternatif, dsb.

2. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum pasien Karnofsky ScoreStatus Lokalis (inspeksi, palpasi, biranual palpation) Melihat lokasi tumor dalam rongga mulut Diperiksa dengan alat bantu yang cukup. seperti "lampu kepala, "spatel lidah". Seluruh rongga mulut diperiksa dengan "sangat teliti". Bentuk tumor (fungating, ulceratif, indurasi) Untuk insopeksi orofaring, lidah harus dijulurkan keluar sejauh mungkin, atau dibantu dengan ditatik sejauh mungkin keluar oleh pemeriksa.

Palpasi tumor rongga mulut harus dilakukan dengan "halus/ gentel" harus tidak nyeri. Palpasi bimanual adalah memeriksa dengan satu/dua jari didalam mulut dan jari-jari tangan lain memeriksa dari luar. Hal ini untuk menentukan asal tumor, indurasi di sekitar ulkus, tumor dasar mulut, tumor gld salivarius pada dasar mulut, ada tidaknya sealolithiasis/ sealoadenitis yang kadang menyerupai tumor dasar mulut.

Palpasi bimanual perlu dikerjakan dengan "general anestesia", untuk memudahkan pemeriksa menentukan stadium T, approach pembedahan, ataupun operabilitas.Status Regional Inspeksi dan palpasi untuk memeriksa ada tidaknya pembesaran KGBN leher.

Lokasi/level pembesaran KGB. Mobilitas KGB tersebut Jumlah dan ukuran KGB terbesar Ipsilateral atau juga kontralateralB. Pemeriksaan Imaging1. Pemeriksaan Foto Polos

Foto polos mandibula (posisi AP, lateral, Eisler, panotamik, okklusal dll), dikerjakan pada tumor gingiva mandibula, atau tumor-tumor yang berdekatan dengan mandibula.

Foto kepala (lateral, AP, Waters, oklusal) dikerjakan pada tumor gingiva maksila atau tumor yang berdekatan dengan maksila. Foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum. Foto toraks untuk kepentingan stadium, yaitu melihat ada tidaknya metastasis pada paru.

2. USG

USG untuk membantu melakukan evaluasi KGB leher

USG liver ut.ruk mengevaluasi metastasis pada liver (stadium tumor).

3. CT Scan/MRI

CT Scan untuk melihat ekstensi tumor primer dan metastasis regional/ KGB dan untuk menentukan operabilitas dan approach pembedahan. CT scan lebih baik dari MRI untuk melihat adanya infiltrasi dan ekstensi tumor pada tulang.

MRI berguna untuk melihat ekstensi tumor primer pada jaringan lunak. MRI juga baik untuk melihat atau membedakan adanya tumor rekuren pascapengobatan atau tumor residual.

4. PET Scan (FluoroDeoxyGlucose PET)

Memberikan informasi yang cukup akurat akan adanya tumor primer yang kecil yang klinis tidak jelas/tidak ditemukan (unknown primary tumor) dan melihat ada tidaknya tumor rekuren.

Sensitivitas dan spesifisitas PET Scan bergantung pada indikasi penggunaannya. PET Scan mampu mengidentifikasi lesi sebesar < 4 mm, dan guna kepentingan staging PET scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 71% dan 99%, dan untuk deteksi kekambuhan mempunyai sensitivitas.92% dan spesifisitas 81%.

C. Pemeriksaan Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi terutama dengan menggunakan fiberoptic scope, penting untuk menentukan ada tidaknya synchronous cancers ataupun pada saat follow up untuk mengevaluasi ada tidaknya metachronous cancers. Keadaan di atas relatif sering terjadi karena adanya field cancerization.

D. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium seperti Darah Lengkap, fungsi liver, fungsi hati fisiologi hemostasis, dan lain-lain, hanya merupakan pemeriksaan dasar, melihat ada tidaknya ko-morbiditas dan sebagai persiapan terapi, baik terapi bedah, kemoterapi, ataupun radioterapi.

E. Pemeriksaan Patologi

Pemeriksaan patologi dilakukan dari sel/jaringan yang didapatkan dari: FNA

Bioppi terbuka

Spesimen bedah

Pemeriksaan patologi ditujukan untuk melihat tipe histopatologi, diferensiasi atau grading adanya invasi sel kanker pada pembuluh darah/limfe.

Biopsi eksisi adalah tindakan yang bertujuan untuk diagnostik dan sekaligus terapeutik, dikerjakan jika tumor kecil (TI), dengan eksisi luas (1 cm bebas tumor). Biopsi sebaiknya dilakukan dengan "general anestesi" untuk mendapatkan jaringan yang representatif dan sekaligus eksisi luas (pada tumor yang kecil). Pada saat bius umum ini, evaluasi bimanual akan lebih mudah dilaksanakan dan akan mendapatkan informasi yang lebih akurat.

Melakukan anestesi lokal langsung pada jaringan tumor tidak direkomendasi karena kemungkinan akan mendorong sel-sel kanker masuk lebih jauh.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil histopatologi, dan perlu disebutkan adanya diagnosis komplikasi yang ada (disfagia, disfoni), diagnosis ko-morbiditas yang dijumpai.

V. TERAPIPenatalaksanaan KRM harus bersifat "multidisipliner", yang akan melibatkan beberapa disiplin dalam onkologi, yaitu antara lain: Surgical Oncologist

Oncoplasty surgeon

Radiation Oncologist

Medical Oncologist

Orall Maxillo-Facial Surgeon

Rehabilitation specialist (speech therapist, physical therapist)

Objektif pembedahan KRM adalah complete removal of the cancer dan metastasis regional, dan restorasi fungsi rongga mulut (bicara, menelan, mengunyah) dan jalan napas dan secara estetik dapat diterima.Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan modalitas pengobatan yang dipilih adalah:

umur penderita,

keadaan umum dari Karnofsky Score, fasilitas yang tersedia, kompetensi dokter/ ahli bedah, dan pilihan pasien.

Untuk lesi kecil (T1 dan T2), tindakan pembedahan dan radioterapi memberikan angka kesembuhan yang kurang lebih sama, kecuali pada T2, radioterapi memberikan angka kekambuhan lokal yang lebih tinggi, yang dengan intervensi bedah akan memberikan angka OS, yang sama.

Untuk T3 danT4a, kombinasi modalitas bedah, radioterapi dan kemoterapi memberikan hasil yang cukup baik. Pada operable local advanced oral cancer (SCC), pemberian kemoterapi neoadjuvant dilanjutkan dengan pembedahan atau pembedahan dan dilanjutkan dengan radioterapi memberikan hasil yang tidak banyak berbeda.

Radioterapi dapat diberikan eksternal ataupun interstitial. Radioterapi memberikan hasil/respon yang lebih baik pada tumor eksofitik fungating, dibandingkan tumor yang endofitik.

KRM terutama jenis SCC, memberikan respons yang cukup baik terhadap pemberian kemoterapi. Kemorerapi dipergunakan sebagai terapi neo-adjuvant, terutama pada operable local advanced oral SCC dengan hasil yang sama baik dari segi DFS dan OS, dibandingkan dengan, modalitas bedah dan radioterapi pasca bedah/ adjuvant. Pemberian kemoterapi adjuvant belum merupakan modalitas terapi yang establisheta terutama ditujukan pada mikrometastasis.Beberapa obat kemoterapi yang sering digunakan, antara lain: cisplatinum, bleomycin, 5 fluoro-uracil, carboplatin, taxanes, vincristin, methotrexate, dari pada beberapa tahun terakhir mulai digunakan obat-obat "target molekuler" seperti rixtuzimab (Erbitux), pada SCC yang mengekspresikan protein EGFR (Epidermal Growth Factor R).A. Tempi Kuratif

Terapi kuratif ditujukan pada KRM stadium I, II, dan III.

1. Terapi Utama

Terapi KRM stadium I dan II (T1,T2) ialah pembedahan atau radiotetapi yang masing-masing modalitas terapi mempunyai "kelebihan" dan "kekurangannya". KRM Stadium III dan IV yang masih operable ialah pembedahan, radioterapi neo-adjuvant atau adjuvant dan pada SCC perlu dipertimbangan pemberian kemoterapi, baik sebagai terapi neoadjuvant ataupun adjuvant.

PembedahanSebagai objektif pengobatan pada KRM adalah:

mengangkat tumor dengan baik dan onkologis (RO surgery),

mengembalikan fungsi bicara, makan/menelan, dan bernapas dengan baik, dan secara estetika dapat diterima.

Sebagai indikasi pembedahan adalah: operabel, umur pasien relatif muda, karnofsky Score baik, dan tidak terdapat ko-morbiditas yang berat.

Dasar Pembedahan KRM adalah:

Eksposur tumor harus baik dan luas (approach trans-oral, lower cheek/ upper cheek approach, swing mandibulotomy/maxillotomy, Visor flap). Eksplorasi rumor (perlu palpasi bimanuel preop dengan generalanestesia) dan spesimen tumor untuk pemeriksaan histopatologi. Eksisi luas tumor (surgical safety margin yang adekuat), dan mengangkat jaringan sekitar atau tulang rahang yang terkena. Diseksi KGB leher secara adekuat, dan dengan intensi yang jelas apakah suatu elective/prophylactic neck dissection, therapeutic neck dissection. Jenis atau level ataupun ekstensi diseksi dan sebaiknya dilakukan secara enbloc Tentukan radikalitas pembedahan durante operationem dengan teknik potong beku, yaitu dengan mengirimkan jaringan-jaringan tepi sayatan (caving & shaving) untuk margin bebas dari sel tumor. Adannya margin +, harus dilakukan re-eksisi slang, atau mengubah teknik pembedahan. Margin + harus dihindari, dan adanya margin + pada pembedahan, tidak dapat digantikan dengan modalitas terapi lain.

Melakukan pembedahan rekonstruksi. Eksisi tumor harus diikuti dengan perencanaan rekonstruksi yang diperlukan.Sebagai pedoman terapi untuk KRM dianjurkan seperti di bawah ini:STTNMOPERASIRADIO-TERAPIKHEMO-TERAPI

ITI.NO.MOEksisi radikalatauKuratif, 50-70 GyTidak dianjurkan

IIT2.NO.MOEksisi radikalatauKuratif, 50-70 GyTidak dianjurkan

IIIT3.NO.MOEksisi radikaldanPost op. 30-40 Gy(dan)CT

TI,2,3.NI.MO

IV AT4NO.I.MOEksisi radikal (kecuali T4b)danPost op 30-40 Gy

Tiap T.N2.MO

IV BTiap T.N3.MO

-operabel

Eksisi radikal (kecuali T4b)danPost op 30-40 Gy(dan)CT

-inoperabelPaliatif, 50-70 Gy

IV CTiapT.Tiap N.MIPaliatifPaliatifPaliatif

Residif lokalOperasi untuk residif post RTRT untuk residif post opdanCT

Metas-taseTidak dianjurkanTidak dianjurkanCT

Terapi Karsinoma Bibir

T1: Eksisi luas (Y, W eksisi) atau radioterapi

T2: Eksisi luas (V, W Eksisi; Esdander atau Abbe Flaps)

T3-T4a:Eksisi luas (Esdander/Abbe flap; Gillies Fan flap; Karapandzic flap; deltopectoral flap) + diseksi supra- omohioid, radioterapi dan (() kemoterapi (?)

SCC sudut mulut/commissura, merupakan lokasi yang sulit untuk bedah, Dalam hal mana perlu dipertimbangkan modalitas terapi yang lain (radioterapi, kemoterapi)

Terapi Karsinoma Dasar Mulut

T1: Fksisi luas (tram-oral) atau radioterapi

T2: Eksisi luas (tidak melekat pada periosteum)

Mandibulectomy + Eksisi tumor (melekat pada periosteum) T3-T4a: Eksisi luas + mandibulektomi (marginal, segmental), diseksi

Supra-omohioid (fungsional, klasik) + radioterapi dan ( kemoterapi (?)

Terapi Karsinoma Lidah

T1: Eksisi luas (tram-oral approach)

T2: Eksisi luas (trans-oral atau lower check approach & swing Mendihulotomy

T3-T4a: Eksisi luas/ hemiglosektomi, diseksi leher (supra-omohioid, fungsional, klasik tergantung N?) + radioterapi kemoterapi (?)Terapi Karsinoma Bukal (mukosa pipi)

T1, T2: Eksisi luas atau radioterapi

13 -T4a: Eksisi luas, diseksi leher (supraomohioid, fungsional, klasik) radioterapi kemoterapi (?)Terapi Karsinoma Ginggiva (mandibula)

T1, T2: Eksisi luas + mandibulektomi marginal

T3: Eksisi luas + mandibulektomi marginal/segmental, diseksi leher (stipra-omohioid, fungsional, klasik) + radioterapi kemoterapi ?T4a : (Infiltrasi tulang) eksisi luas, mandibulektomi segmental + diseksi leher (supra-omohioid, fungsional, klasik) + radio terapi kemoterapi (?)

Surgical approach trans-oral (TI), lower cheek approach (tanpa swing mandibulotomy)

Terapi Karsinoma Ginggiva Maxilla

T1-T2: Eksisi luas + rereksi processus alveolaris maxillae

T3: Eksisi luas + reseksi processus alveolaris maxillae

Terapi Karsinoma Palatum (SCC)

T1: Eksisi luas sampai periosteum

T2: Eksisi luas sampai tulang palatum

T3: Eksisi luas sampai tulang palatum, diseksi leher, dan radioterapi ( kemoterapi ? T4a (infiltrasi tulang)

:Maksilektomi (tipe tergantung lokalisasi dan luas tumor) diseksi leher, radoterapi kemoterapi (?).

Terapi Karsinoma Retromolar

T1,T2: Eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

T3: Eksisi luas dengan mandibulektomi marginal/segmental radioterapi dan kemoterapi (?)

T4a: Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental, diseksi leher radioterapi kemoterapi (?)

Approach pembedahan adalah lower cheek approach + swing mandibulotomy (lateral atau paramedian). Hal ini mengingat lokasi retromolar yang tersembunyi.

Gambar 3.9 Approach pembedahan pada KRM Keterangan gambar:a. Peroralb. Mandibulektomi c. Lower cheek flap d. Visor flape. Upper cheek flap

Diseksi KGB LeherTipe diseksi leher yang dilakukan tergantung ada tidaknya pembesaran KGB, dan masih terdapat kontroversi apakah diseksi profilaktik akan memperpanjang DFS ataupun OS. Profilaktik diseksi leher minimal dilakukan Selective neck dissection ( supraomohyoid neck dissection.

Secara umum untuk KRM dengan T3 dan T4a, untuk penanganan N0, dapat dilakukan dengan pembedahan (elective or prophylactic Neck Dissection) atau dengan elective radiation therapy Pada Nl dan seterusnya, sebaiknya dilakukan radical neck dissection (classical/functional). Ada kecenderungan untuk melakukan diseksi leher yang bersifat selektif dan extended selective Neck Dissection, hal ini untuk mengurangi morbiditas yang terjadi pada RND yang klasik.Pemberian radioterapi regional sebagai adjuvant, bergantung pada hasil pemeriksaan patologi KGB leher, misalnya jumlah KGB yang mengandung metastasis, ekstensi ekstra-kapsuler, dan terinfiltrasinya jaringan lunak leher.Untuk KRM dengan T4b, terapi terutama dengan radioterapi dan atau kemoterapi sebagai neoadjuvant ( respons tidak komplet ( salvage surgery.Approach Pembedahan (Insisi) KGB leher

Di bawah ini terdapat beberapa pilihan approach atau insisi yang dapat dilakukan untuk melakukan diseksi KGB leher.

Dianjurkan bagi ahli bedah untuk menggunakan approach yang paling dikuasainya.

Gambar 3.10 Insisi pada Diseksi KGB Leher

Lokasi atau level yang akan dilakukan diseksi tergantung dari pembesaran KGB, lokasi tumor primer pada rongga mulut, stadium T tumor primer, grading histologis.

Gambar 3.11 Insisi pada Diseksi KGB (lanjutan) (Gambar dikutip dari Watkinson, Gaz & Wilson, 2000)2. Terapi Adjuvant

RadioterapiRadioterapi dapat diberikan sebagai terapi utama (pada T1, T2) dan dapat diberikan sebagai terapi tambahan terhadap pembedahan. Radioterapi dapat diberikan :

Pascabedah (adjuvant radiation therapy). Diberikan pada T3, T4 pasta bedah, margin +/ radikalitasnya diragukan, ekstensi ekstrakapsuler dari KGB, kontaminasi lapangan pembedahan/ tumor rupture dsb. Prabedah (neo-adjuvant radiation therapy). Diberikan pada KRM yang operabilitas diragukan atau inoperable.

Teknik radioterapi yang dapat digunakan adalah: Cobalt60, UNEC dengan dosis antara 50-70 Gy

Brachytherapy ( implantasi sumber radioterapi pada tepi tumor, baik preoperatif maupun post operatif pada tumor bed

Jarum irridium atau radium diimplantasikan intratumor dengan dosis radiasi 20-30 Gy

PembedahanModalitas bedah dapat diberikan sebagai adjuvant therapy, yaitu pada keadaan tumor yang mengecil, tetapi tidak tuntas dengan radioterapi ataupun kemoterapi neoadjuvant. Terapi bedah juga dilakukan pada rekuren tumor pascabedah sebelumnya, radioterapi ataupun kemoterapi.

Kemoterapi

Kemoterapi memberikan hasil yang cukup baik pada KRM jenis SCC. Evident base class A (RCT), pemberian kemoterapi regimen cisplatinum + 5FU yang diberikan secara concomitant dengan radioterapi pada KRM stadium lanjut lokal yang operable dibandingkan dengan grup yang hanya dilakukan pembedahan primer dan radioterapi, menunjukkan hasil yang tidak berbeda (Donovan & Conley, 2008).Pemberian kemoterapi pada KM SCC, biasanya diberikan bersamaan dengan radioterapi.Beberapa jenis kemoterapi yang sering diberikan bersama radioterapi antara lain:

1. Cisplatinum + 5FU + Radioteiapi

Selama RadiasiCisplatinum 20 mg/m2 perhari (hari 1-2) setiap minggu (3-4 siklus) 5 FU 500 mg/m2 /hari (hari 1-2) setiap minggu (3-4 siklus) Radioterapi dosis total 70 Gy

2. Cisplatinum + Paclitaxel + Radioterapi.

Selama Radiasi

Cisplatin 20 mg/m2 setiap minggu (hari ke-2) selama 7 minggu RT Paclitaxel 30 mg/m2 setiap minggu (hari 1) selama 7 minggu

Radioterapi dosis total 70 Gy

3. Carboplatin + 5FU + Radioterapi

Selama Radiasi

Carboplatin 70 mg/m2 setiap hari selama 4 hari diulang setiap 3 minggu

5 FU 600 mg/m2/24 jam ( continuus infusion selama 4 hari diulang setiap 3 minggu

Radioterapi total 70 Gy

4. Cisplatinum + Radioterapi +.(diikuti) Cisplatin & 5FU Selama Radiasi

Cisplatin 100 mg/m2 setiap 21 hari ( 3 siklus (total dosis 300mg/m2Radioterapi total dosis 70 Gy/Leher 50 Gy Pasca RadiasiCisplatin 80 mg/m2 setiap 28 hari (3 siklus)5 FU 1.000 mg/m2 infus selama 24 jam ( 4 hari, diulang setiap 28 hariCara pemberian dan premedikasi secara detail dapat dibaca pada buku tentang kemoterapi, yang kami anjurkan adalah buku: Hematology-Oncology Therapy dari Boyiadzis et al., 2007, Seksi Head & Neck Cancer oleh Donovan & Conley karena mudah dibaca.

Pemberian terapi konkomitan kemoterapi dan radiasi memberikan efek toksik yang berat, antara lain mukositis berat, supresi bone marrow, vomitus, kesulitan menelan, sehingga harus diperhatikan terapi suportif. Pada keadaan berat dapat dilakukan feedinggarytrostomy/jejunostomy.Pemberian kemoterapi secara khusus dapat dilakukan secara vascular access, yaitu arterial infusion, yaitu dengan melakukan vena saphena magna interposition graft pada a.carotis externa, setelah memberikan percabangan a.thyroidea superior. Graft ini dibuat sebagai alpha loop (agar tidak terjadi tekukan/kinking, dan diletakkan di superficial dari m.sternocleidomartoideus agar dapat diraba melalui kulit leher, dan dapat disuntikkan kemoterapi. Perlakuan terhadap akses arteri ini sama dengan chemoport. yaitu dengan menyuntikkan heparin secara rutin, baik sebelum maupun sesudah kemoterapi.B. Terapi Komplikasi

Terapi terhadap komplikasi, terutama ditujukan pada komplikasi yang akan membahayakan penderita, seperti:

adanya perdarahan,

adanya kesulitan bernapas, dan adanya kesulitan makan.

Mayoritas penyebab kematian akibat KRM karena kegagalan lokal dan regional. Hal ini terjadi karena adanya pertumbuhan tumor di rongga mulut ataupun leher yang tidak dapat dikontrol.

Terapi terhadap komplikasi tersebut, antara lain: Terhadap perdarahan

Ligasi arteri seperti a.carotis externa ipsilateral ataupun bilateral Embolisasi arteri

Terhadap sumbatan napas Trakheostomi

Terhadap kesulitan makan/menelan gastrostomi/jejunostomiC. Terapi Suportif

Terapi suportif terutama bertujuan untuk memberikan suport terhadap terapi utama dan mengoreksi kelainan yang ada. Misalnya, memberikan nutrisi, memberikan transfuse, dan sebagainya.D. Terapi Paliatif

Terapi paliatif bertujuan terutama untuk meningkatkan kualitas hidup penderita (Quality of Life), dan membantu mengurangi beban keluarga yang merawat. Pada dasarnya, menghilangkan gejala-gejala ataupun keadaan yang mengganggu hidup dan aktivitas penderita.Terapi paliatif diberikan pada penderita yang secara onkologis tidak dapat disembuhkan lagi, seperti:

KRM stadium IV dengan metastasis jauh yang tidak respons dengan pengobatan, adanya ko-morbiditas yang buruk sehingga harapan hidup penderita pendek, kegagalan terapi kuratif, dan usia lanjut.

Beberapa masalah yang timbul pada KRM stadium lanjut adalah: Lokoregional

Ulkus di mulut/leher Bau (odor ex ore) Sulit makan/sulit menelan Fistula oro-kutan

Sistemik

Nyeri hebat Batuk Sesak napas Sulit bicara

Pengobatan paliatif untuk nyeri adalah mengikuti Step Ladder Pain Management dari WHO.Bau mulut, misalnya dengan obat-obat antibiotika, antijamur, higiene mulut.Ulkus yang bau diberikan metronidazole powder.Sesak napas, sulit makan/menelan, perdarahan lihat pada terapi komplikasi.E. Terapi Metastasis pada KRM

Satu-satunya terapi terhadap metastasis dari KRM adalah kemoterapi dan terapi target molekul.Regimen kemoterapi dan terapi target molekul yang digunakan, antara lain:

1. Cetuximab + Radioterapi

2. Methotrexate (sebagai obat tunggal)

3. Cisplatin (sebagai obat tunggal)

4. Docetaxel (sebagai obat tunggal)

5. Gefitinb atau Erlotinib (oral epidermal growth factor inhibitors) 6. Cisplatinum + 5FU

7. Carboplatin + 5FU

Dosis. Cara pemberian dan hasil penelitian yang ada, dapat dibaca pada Seksi Head & Neck Cancers dari Donovan & Conley, 2007. Buku Hematology Oncology Therapy dari Boyiadzis et al, 2007.Pemberian radio terapi seperti pada metastasis tulang juga dapat digunakan terutama untuk mengurangi nyeri.

VI. ALGORITME

Bagan 3.13: Algoritme Lesi Prakaaker Leukaplakia dan Eritroplasia

Bagan 3.14: Algoritme Prosedur Diagnostik KRM

Pada Tumor T1 dan T2, perlu diberikan radioterapi adjuvant jika hasil patologi menunjukkan adanya infiltrasi perineuraf, limfatik ataupun vaskuler.

Bagan 3.15: Algoritme Penatalaksanaan SCC rongga mulut dengan N+ (Positif)

Bagan 3.16 : Algoritme Penatalaksanaan SCC rongga mulut dengan M+ (metastasis jauh)

Bagan 3.17: Algoritme Perlakuan pada Mandibula

Bagan 3.18: Algoritmen Pembedahan Rekonstruksi pada SCC rongga mulut

VII. LAMPIRAN

Klasifikasi Kanker Rongga MulutNO.JENIS KANKERNO.

ICDJENIS KANKERNO.

ICD

1.KANKER BIBIRCOO

Bibir atas, bagian luarCOO.0Bibir, bagian dalamCOO.5

Bibir bawah, bagian luarCOO.1Sudut bibirCOO.6

Bibir, bagian luarCOO.2Bibir, tumpang tindihCOO.8

Bibir bawah, bagian dalamCOO.3Bibir, tanpa spesifikasiCOO.9

Bibir bawah, bagian dalamCOO.4

2.KANKER PANGKAL LIDAHCOI

3.KANKER LIDAH, BAGIAN LAINNYACO2

Lidah, permukaan dorsalCO2.0Lidah, tonsil linguaCO2.4

Lidah, bagian tepiCO2.1Lidah, tumpang tindihCO2.8

Lidah, permukaan ventralCO2.2Lidah,tanpa spesifikasiC02.9

Lidah, 2/3 bagian anteriorCO2.3

4.KANKER GUSICO3

Gusi atasCO3.0Gusi, tanpa spesifikasiCO3.9

Gusi bawahCO3.1

5.KANKER DASAR MULUTCO4

Dasar mulut, anteriorCO4.0DM, tumpang tindihCO4.8

Dasar mulut, lateralCO4.1DM, tanpa spesifikasiC04.9

6.KANKER PALATUMCO5

Palatum durumCO5.0Pallatum, tumpang tindihCO5.8

Palatum molleCO5.1Pallatum, tanpa spesifikasiCO5.9

UvulaCO5.2

7.KANKERMULUT,LAINNYA TANPA SPESIFIKASICO6

Mukosa pipiCO6.0Mulut,tumpang tindihCO6.8

Vestibulum orisCO6.1Mulut,tanpa spesifikasiCO6.9

Regio retromolarCO6.2

Prosedur SkriningSkrining adalah prosedur untuk dapat menemukan kanker/KRM dalam stadium dini, terutama sebelum menimbulkan gejala klinis. Dapat dilakukan secara individual ataupun massal (jika memenuhi persyaratan yang ada).

Prosedur skrining (individual dan massal), antara lain:

1. Pemeriksaan dengan Toluidine Blue

Dasar dari pemeriksaan toluidine blue adalah sel kanker akan mengabsorbsi warna biro, sedangkan jaringan normal tidak. Lesi prakanker tidak konstan.

Menurut Mashberg 1981, teknik pemberian toluidine blue adalah sebagai berikut:

Kumur dengan larutan asam asetat20 detik

Kumur dengar, air

20 detik (2 kali)

Kumur dengan larutan toluidine blue 1%5-10 cc

Kumur lagi dengan larutan asam asetat1 menit

Kumur dengan air

Evaluasi hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%.

2. Pemeriksaan Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi, terutama flexible fiberoptic, penticg dan harus rutin dilakukan pada pendeiita kanker rongga mulut, faring, laring dan esofagus. Tujuan pemeriksaan ini adalah mencari synchronous cancers dan pada saat follow up mencari metachronous cancers mengingat adanya field cancerization.

3. Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan sitologi dapat berasal dari sel-sel exfoliatif atau dari cucian mulut, ataupun dari spesimen kerokan dari lesi di rongga mulut, baik lesi prakanker ataupun lesi yang dicurigai. Hasil sitologi dapat berupa:

Klas I-III : Lakukan ulang sitologi 3 bulan lagi. Jika ulangan sitologi tetap sama kelas I - III, lakukan biopsi. Klas IV-V : lakukan biopsi.Jika sitologi berasal dari sel exfoliatif ( pemeriksaan klinis secara teliti dan endoskopi untuk mencari lesi.

4. Pemeriksaan terhadap telomerase

Enzim telomerase dapat merupakan marker protein dari KRM. Adanya enzim telomerase pada "air cucian mulut" pasien atau peserta skrining, harus dilakukan pemeriksaan klinis secara lebih teliti, endoskopi dan jika diperlukan biopsi.

5. PET-Scan, merupakan pemeriksaan imaging yang sangat sensitif untuk menemukan tumor primer yang kecil (pada unknow/occult primary tumor) dan adanya metastasis.VIII. FOLLOW UP

Jadwal Follow Up:1. Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan2. Dalam > 3 tahun-5 tahun : setiap 6 bulan3. > 5 tahun: setiap 1 tahun seumur hidup

Tahun pertama merupakan masa kritis untuk terjadinya rekurensi lokal. Setiap tahun dilakukan pemeriksaan imaging onkologis seperti foto toraks USG hepar (jika ada indikasi) dan bone scan jika ada indikasi. Pasien dengan pascaradiasi di daerah leher kepala, pemeriksaan fisik, USG tiroid (kemungkinan adanys nodul maligna pada tiroid) dan jika ada indikasi dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid.IX. PANDUAN BAGI AHLI BEDAH PERIFIR Diagnosis

Diagnosis terutama berdasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis dengan palpasi bimanual jika memungkinkan dengan G.A., sekaligus melakukan biopsi. Palpasi bimanuil untuk melakukan assessmen ( indurasi, operabilitas. Tidak merupakan morbiditas menunggu hasil patologis selama 2 minggu atau lebih.

Staging

Pemeriksaan KGB leher harus secara teliti dilakukan ( mengubah teknikX. DAFTAR PUSTAKA

Benneth J.A, Deol P., Abrahams J.J., 2007: Imaging of Patients with Oral Cancer. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 6: 54-65.

Budd M.E., Evans G.R.D., 2007: Reconstruction of The Cheek. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 16: 194-199.

Carew J.E, Shah J.P, 2001: Cancer of The Head and Neck. In Blaad K.L., Daly J.M., Karakousis C.P., (editors), Surgical Oncology, Contemporary Principles & Practice. Pp 519-525.

Gavilan J., Herranz J., DeSanto L.w., Gavilan C., 2002: Functional and Selective Neck Dissection. Thieme. New York.

Genden E.M., Kao J., Packer S.H., 2008: Carcinoma of Oral Cavity. In Genden E.M., Varvares M.A.,(editors), Head and Neck Cancer An Evidence Based Team Approach. Thieme. New York. 1: 1-23.

Gillison M.L., 2007: Chemotherapy . In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 2:251261.

Greene F.L., Balch C.M., Fleming I.D., Fritz A.D.G., Haller D.G., Morrow M., Page D.L., 2002: AJCC Cancer Staging Book. TNM Classification of Malignant Tumors. Springer-Verlag. Heidelberg.

Koch W.M., Stafford E., Bajaj G., 2009: Cancer of Oral Cavity. General Principles (IT Management. In Harrison R.B., Sessions RB., Ki Hong W, (editors), Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. 3rd Edition. Molers-Kluwer/ Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 13. Part A: 250-264.

Landsford C.D., Futran N.D., Izzard M.E., 2007: Reconstruction of Maxilla. In Werning J.W., (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 19: 226-236.

Langstein H.N., Evans G.R.D., 2009: Lip Reconstruction. In Butler C.E. (editor), Head and Neck Reconstruction. Saunders-Elsevier. London. 5: 127-138.Lydiatt W M., 2007: Staging of Oral Cancer. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 7: 66-71.

Mashberg A.,1981: Tolonium Chloride (toluidine) rinse. A Screening method for Recognition of SCC. Continuing Study-of Oral Cancer: J.A.M.A VI, 245:2408-2410.

Medina J.E., Houck Jr J.R., 2004: Surgical Management of Cervical Lymph Nodes. In Harrison L.B., Sessions RB., Ki Hong W, (editors), Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. II. 13:203-227.

Mendenhall W.M., 2009: Cancer of The Oral Caviy. Radiation Therapy. In Harrison L.B., Sessions R.B., Ki Hong W, (editors), Head and Neck. Cancer. A Multidisciplinary Approach. 3rd Edition. Molers-Kluwer/ Lippincott William & Wilkins. Philadelphia. 13. Part C: 278-284.

Moyer J.S., Chepeha D.B., Teknos TN., 2007: Reconstruction of the Tongue. In Werning J.W., (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 17: 200-208.

Muller S., 2007: Oral PreCancer. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 2: 817.

Myers E.N., Simental Jr A.A., 2003: Cancer of The Oral Cavity. In Rhys Evans P.H., Montgomery P.Q, Gullane PJ.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Martin Dunitz. London. 13: 279-320.

Neligan P., Gullane P.J., Werning J.W., 2007: Reconstruction of the Lip. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 15: 180-193.

O'Malley B.B., Mukherji S.K., 2009: Cancer of Oral cavity. Radiologic Imaging Concerns. In Harrison L.B., Sessions R.B., Ki Hong W., (editors), Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. 3rd Edition. Molers-Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 13. Part B: 265-277.

Patel S.G., Archer D.J., Henk J.M., 2003: Tumours of Oral Cavity. In Rhys Evans P.H., Montgomery P.Q, Gullane P.J.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Martin Dunitz. London. II. 11: 163-192.

Renner G.J., Zitsch III R.P, 2003: Cancer of The Lip. In Myers E.N., Suen J.Y., Myers J.N., Hanna E.Y.N., (editors), Cancer of The Head and Neck. 4th Edition. 12: 251-278.

Sturgis E.M., Wei Q., 2007: Epidemiology of Oral Cancer. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 1: 1-7.

Watkinson J.C., Gaze M.N., Wilson J.A.; 2000: Tumours of The Lip & Oral Cavity. In Watkinson J.C., Gaze M.N., Wilson J.A. (editors), Stell & Marans Head and Neck Surgery Butterworth & Heinemann. Oxford. 15:275-318.

Werning J.W, Mendenhall WM., 2007: Cancer of The Lip. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 9:78-88.

Werning J.W., Mendenhall WM_, 2007: Cancer of The Buccal Mucosa. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 10: 89-96

Werning J.W, Mendenhall W.M., 2007: Cancer of The Oral Tongue and Floor of Mouth. In Werning J.W., (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 11: 97-118.

Werning J.W., Mendenhall WM., 2007: Cancer of the Lower Alveolar Ridge and Retromolar Trigone. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 12: 119-140.

Werning J.W, Mendenhall WM., 2007: Cancer of The Hard Palate and Upper Alveolar Ridge. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme_ New York. 13: 141-158.

Werning J.W, Mendenhall WM., 2007: Management of The Neck. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme New York. 14:159-180.

WHO 2007: ICD-0. Internasional Classification of Disease for Oncology. 2nd ed. WHO, Geneve.

WHO 2007: ICD-10 Internasional Classification of Disease and Related Health Problems, WHO, Geneve.

Rubin P, Hansen J.T, 2008: TNM Staging Atlas. Wolters-Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Villaret D.B., 2007: Reconstruction of Mandible. In Werning J.W, (editor), Oral Cancer. Diagnosis, Management, and Rehabilitation. Thieme. New York. 18: 209-225.Zafiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Darwis I., Suardi D.R, Dimyati A., 2004: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta.