KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs...

45
KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) REVISI MAKALAH Diajukan sebagai Tugas pada Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam” Dosen : Dr. H. ASMAWI, M.Ag Oleh : MASRUKIN NIM : 2841104050 SEMESTER : 2A PROGRAM PASCA SARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

description

KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) REVISI MAKALAHDiajukan sebagai Tugas pada Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam” Dosen : Dr. H. ASMAWI, M.AgOleh : MASRUKIN NIM : 2841104050 SEMESTER : 2APROGRAM PASCA SARJANASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)TULUNGAGUNG Juli 2011BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan adalah proses yang bertumpu pada tujuan. Pendidikan yang dimaksud adalah usaha untuk melestarikan dan mengalihkan s

Transcript of KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs...

Page 1: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN

PENDIDIKAN ISLAM

(AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI)

REVISI MAKALAHDiajukan sebagai Tugas

pada Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam”

Dosen :

Dr. H. ASMAWI, M.Ag

Oleh :

MASRUKIN

NIM : 2841104050

SEMESTER : 2A

PROGRAM PASCA SARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

TULUNGAGUNG

Juli 2011

Page 2: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan adalah proses yang bertumpu pada tujuan. Pendidikan yang dimaksud

adalah usaha untuk melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai

kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus. Jadi pendidikan Islam

itu tidak hanya memperhatikan satu aspek saja, tetapi segala aspek yang ada, meliputi aspek

jasmani, rohani dan aspek akal pikiran serta aspek akhlaq. Oleh karena itu setiap proses

pendidikan yang akan dilaksanakan harus memperhatikan beberapa hal.

Harapan tercapainya sebuah keberhasilan dalam suatu aktifitas pendidikan Islam dalam

mencapai tujuan yang dirumuskan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor

tujuan, faktor pendidik, faktor anak didik, faktor alat dan metode, dan faktor lingkungan.1

Di antara kelima faktor tersebut tidak bisa lepas satu sama lain, di dalam prosesnya

saling berkaitan erat sehingga membentuk satu sistem yang saling mempengaruhi. Lebih lanjut

Hj. Melly Sri Sulastri menjelaskan bahwa: Pendidikan perlu diartikan sebagai upaya sadar

mengembangkan seluruh potensi keperibadian individu manusia untuk menjadi khalifah di

muka bumi, guna mencapai kehidupan pribadi sebagai Nafsun Thaibun warabbun ghaffur,

kehidupan keluarga yang Ahlun thaiyibun warabbun Ghafur, kehidupan masyarakat

sebagai Qoryatun Thaibatun wararabbun ghafur serta kehidupan bernegara sebagai

Baldatun thaibatun warabbun ghafurr. Gambaran ini akan terjadi jika acuan pendidikan

adalah pendidikan al-akhlak al-karimah dengan pembinaan amar ma 'ruf nahi munkar.2

Dari penjelasan di atas itulah maka pendidikan Islam menjadi suatu tuntutan dan

kebutuhan mutlak umat manusia dan bertujuan sebagai berikut:

a. Untuk menyelamatkan anak-anak, dari ancaman dan hilang sebagai korban hawa

nafsu para orang tua terhadap kebendaan, sistem materialiatis non humanistis,

pemberian kebebasan yang berlebihan dan pemanjaan.

b. Untuk menyelamatkan anak-anak, di lingkungan bangsa-bangsa sedang

berkembang dan lemah dari ketundukan, kepatuhan dan penyerahan diri kepada

kedhaliman dan penjajahan.

1 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 1995), 222 Depag, Mimbar Pendidikan, 58

2

Page 3: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Semua itu akan tercapai dengan pendidikan Islam yang menanamkan kemuliaan dan

perasaan terhornat ke dalam jiwa manusia, bahkan kesungguhan untuk mencapainya.

Pendidikan Islam memegang peranan yang amat penting dan strategis dalam rangka

mengaktualisasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai luhur dan mensosialisasikan serta

mentransformasikan nilai-nilai itu dalam dunia pendidikan, yang selanjutnya akan

dimanifestasikan oleh peserta didik pada kontek dialektika kehidupan, untuk membentuk

insan kamil.

Dalam kerangka aktualisasi pendidikan islam disini akan dibahas pemikiran dua

orang tokoh yang ada pada zaman yang berbeda. Pertama adalah tokoh pendidikan agama

Islam pada era Keemasan Islam dimasa bani Abbasiyah yang samapi hari ini menjadi acuan

sebagaian besar umat Islam di Indonesia yaitu Imam Al Ghazali. Kemudian yang kedua

adalah tokoh pendidikan Agama Islam era modern (abad XIX) yaitu K.H Hasim As’ari.

B. Rumusan masalah

Dalam makalah ini akan dibahas tentang :

a. Bagaimana Konsep pendidikan menurut Imam Al Ghazali?

b. Bagaimana Konsep Pendidikan menurut K.H Hasim As’ari?

3

Page 4: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Al-Ghazali

1. Riwayat Hidup Al-Ghazali

Nama Lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali

dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M.

Ayahnya seorang pemintal wool, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota

itu. Al-Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan

kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan

pendididikannya setuntas-tuntasnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al-

Ghazali. Kedua anak itu dididik dan disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan

ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-

mampunya.

Dimasa kanak-kanak Imam Ghazali belajar kepada Ahmad bin Muhaammad Ar-

Radzikani di Thus kemudian belajar kepada abi Nashr al-Ismaili di Jurjani dan akhirnya

ia kembali ke Thus lagi. Kemudian Imam Ghazali pindah ke Nisabur untuk belajar

kepada seorang ahli agama kenamaan dimasanya, yaitu Al-Juwaini, Imam Al-Haramain

(W.478 H/1085 M). Dari beliau ini dia belajar Ilmu Kalam, Ilmu Ushul dan Ilmu

Pengetahuan agama lainnya. 3

Keikutsertaan Ghazali dalam suatu diskusi bersama sekelompok ulama dan para

intlektual dihadapan Nidzam Al-Mulk membawa kemenangan baginya. Hal ini tidak

lain berkat ketinggian ilmu filsafatnya, kekayaan ilmu penegetahuannya, kefasihan

lidahnya dan kejituan argumentasinya. Nidzam al-Mulk benar-benar kagum melihat

kehebatan beliau ini dan berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universitas

yang didirikannya di Baghdad. Peristiwa ini terjadi pada tahun 484/1091 M.

Ditengah-tengah kesibukannya mengajar di Bahgdad beliau masih sempat

mengarang sejumlah kitab seperti : Al Basith, Al Wasith, Al-wajiz, Khulasah Ilmu Fiqh,

Almunqil fi Ilm Al-Jadal (Ilmu Berdebat), Ma’khadz al-Khalaf, Lubab al-Nadzar,

Tashin al Ma’akhidz dan Al-Mabadi’ wa al-Ghayat fi fann al-Khalaf. Namun kesibukan

3 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (RajaGrafindo Persada, 2000) hal. 8

4

Page 5: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

dalam karang mengarang ini tidaklah mengganggu perhatian beliau terhadap Ilmu

Metafisika dan beliau selalu meragukan kebenaran adat-istiadat warisan nenek moyang

di mana belum ada seorang pun yang memeperdebatkan soal kebenarannya atau

menggali asal usul dari timbulnya adat istiadat tersebut .

Kitab pertama beliau karang setelah kembali ke Baghdad ialah kitab Al-

Munqidz Al-Dholal (Penyelamat dari Kesesatan). Kitab ini dianggap sebagai salah satu

buku refrensi yang penting bagi sejarawan yang ingin mendapatkan pengetahuan

tentang kehidupan Imam Ghazali.

Demikianlah yang dapat kita amati mengenai sejarah kehidupan Imam Ghazali

dalam siklus purna yang berhenti di tempat semula Beliau dilahirkan di Thus dan

kemabali ke Thus lagi setelah belaiau melakukan pengembaraan dan akhirnya

meninggal kehidupan ilmiah sebagai pengajar dan penasihat diakhirinya sebagai guru

dan penasihat pula.

Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui dengan jelas bahwa Al-Ghazali

tergolong ulama yang taat berpegang pada Al-Qur’an Al-Sunnah, taat menjalankan

agama dan menghias dirinya dengan tasawuf. Ia banyak mempelajari berbagai

pengetahuan umum seperti ilmu Kalam, filsafat, Fiqih, Tasawuf dan sebagainya, namun

pada akhirnya ia lebih tertarik kepada fiqih dan Tasawuf.

2. Konsep Pendidikan

Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam Al-Ghazali dapat diketahui antara

lain dengan cara mengetahui dan memahami pemikirannya yang berkenaan dengan

berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu aspek tujuan pendidikan,

kurikulum, metode, pendidik, peserta didik, evaluasi, berikut ini:

a. Tujuan

Tujuan pendidikan Al-Ghazali pada hakikatnya adalah “bagaimana seeorang itu

bisa mendekatkan diri kepada Allah”, yakni sesuai dengan yang terdapat dalam

Al-Qur’an surat AZ-Dzariat 56 Allah berfirman :

artinya :“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

Rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan filsafat

atau pemikiran yang mendalam tentang pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan

5

Page 6: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

baru terealisasi dalam sebuah kegiatan, bila ia memahami secara benar filsafat

yang mendasarinya.

Dalam Ihya Ulumuddin Al-Ghazali merumuskan tentang tujuan

pendidikan ada tiga yaitu:

1) Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan

itu saja. Al-Ghazali mengatakan:

“Apabila engkau mengadakan penyelidikan /penalaran terhadap ilmu

pengetahuan, maka engkau akan melihat kelezatan padanya, oleh karena itu

mempelajari ilmu pengetahuan adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri”4

Dari perkataan tersebut jelas bahwa Al-Ghazali mencurahkan tenaga

dan pikirannya terhadap ilmu pengetahuan yang mengandung kelezatan

intelektual dan spiritual yang akan menumbuhkan roh ilmiah, sehingga Al-

Ghazali, sangat menganjurkan kepada pencari ilmu agar menjadi orang yang

cerdas, pandai berpikir, dapat menggunakan akal secara optimal agar dapat

menguasai pengetahuan itu tersebut.

2) Tujuan utama pendidikan adalah pembentuk akhlak

Al-Ghazali mengatakan :

“Tujuan murid mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa sekarang,

adalah kesempurnaan dan keutamaan jiwanya”.

Dari peryataan diatas, dengan jelas menerangkan bahwa Al-Ghazali

menghendaki keluhuran rohani, keutamaan jiwa, kemuliaan akhlak dan

kepribadian yang kuat, merupakan tujuan dari pendidikan bagi kalangan

manusia muslim, karena akhlak adalah asfek fundamental dalam kehidupan

seseorang, masyarakat maupun suatu Negara.

Peran motif pada hakikatnya yang harus difungsikan agar manusia bisa

membedakan antara nilai baik dan buruk, benar dan salah, dalam eksistensi

akhlak, al-Ghazali menjelaskan sebagaimana nasihat yang disampaikan terhadap

murid tercintanya melalui kitab Ayyuh al-Walad yang meliputi:

Pertama, berakidah yang benar, tanpa dicampuri bid’ah.

Kedua, bertobat dengan tulus, dan tidak mengulang lagi perbuatan hina

(dosa) itu.

4 Imam Al-Ghazali, Ihya’Ulumuddin, (Jakarta C.V. Bintang Pelajar, 1981) Juz I,13

6

Page 7: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Ketiga, meminta keridhaan dari musuh-musuhmu sehingga tidak ada lagi

hak orang lain yang masih tertinggal padamu.

Keempat, mempelajari ilmu syariah, sekedar yang dibutuhkan untuk

melaksanakan perintah-perintah Allah. Juga pengetahuan tentang akhirat

yang dengannya kau dapat selamat.5

3) Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagian dunia dan akhiraat.

Al-Ghazali mengatakan :

“Dan sungguhnya engkau mengetahui bahwa hasil pengetahuan adalah

mendekatkan diri kepada Tuhan pencipta alam, menghubungkan diri dan

berhampiran dengan ketinggian malaikat, demikian itu diakhirat.Adapun

didunia adalah kemuliaan, kebesaran, pengaruh pemerintahan, bagi pinpinan

Negara dan penghormatan menurut kebiasaanya.”

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Al-Ghazali sangat memperthatikan

kehidupan dunia dan akhirat sekaligus, sehingga tercipta kebahagian bersama

didunia dan akhirat . Selain itu juga Al-Ghazali mengatakan, soerang muslim

tidak boleh hanya memandang satu sisi saja dunia atau akhirat saja, tetapi

haruslah memperhatikan keduanya . Jadi menurut Al-Ghazali ruang lingkup

pendidikan yang diharapkan bagi masyarakat muslim pada khususnya, tidak

sempit dan tidak terbatas bagi kehidupan dunia atau akhirat saja, akan tetapi

harus mencakup kebahagian dunia dan akhirat.

Berangkat dari penjelasan tersebut Al-Ghazali merumuskan tujuan pendidikan

Islam kepada tiga aspek yaitu:

a) Aspek keilmuan, yang mengantarkan agar senang berpikir,

menggalakkan penelitian, dan mengembangkan ilmu pengetahuan,

menjadi manusia yang cerdas dan terampil.

b) Aspek kerohanian, yang mengantarkan manusia agar berakhlak mulia,

berbudi pekerti luhur dan teampil dan berkepribadian kuat.

c) Aspek ketuhanan, yang mengantarkan manusia beragama mendapat

agar dapat mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

5Al-Ghazali. Ayyuh al-Walad…,27

7

Page 8: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Dari rumusan tujuan pendidikan diatas dapat diambil sebuah

pemahaman bahwa tujuan pendidikan Islam menurut Al-Ghazali

adalah :”Tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan generasi-generasi

yang cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga

terciptanya kebahagiaan bersama dunia akhirat”. Tujuan pendidikaan

tersebut senada dengan tujuan pendidikan Indonesia yang terdapat dalam

UU SIKDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 adalah: “Mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.6

Hal yang senada juga terdapat dalam buku “Pemikiran Para Tokoh

Pendidikan Islam” oleh Abuddin Nata yaitu tujuan akhir dari pendidikan menurut

Al-Ghazali adalah :

Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.

Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat .

b. Kurikulum

Berbicara tentang kurikulum dalam konsep pendidikan Al-Ghazali terkait dengan

konsepnya mengenai ilmu pengetahuan. Al-Ghazali sangat intens dalam

membahas tentang ilmu. Menurutnya, ilmu dan amal merupakan satu mata rantai

ibarat setali mata uang yang dengannya manusia dapat selamat ataupun binasa.

Dengan ilmu dan amal pula diciptakan langit dan bumi beserta segala isinya.

Dalam hal tersebut Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan kepada tiga

bagian yaitu:

1. Ilmu-ilmu yang terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu –ilmu

pengetahuan yang tidak ada manfaatnya, baik dunia maupun akhirat, seperti

ilmu sihir, ilmu nujum, dan ilmu ramalan Dalam pandangannya Al-Ghazali

6 Zainuddin Dkk,Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali (,Jakarta Bumi Aksara 1991), 43-49

8

Page 9: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

menilai ilmu tersebut tercela karena ilmu-ilmu tersebut terkadang

menimbulkan mudharat (kesusahan).

2. Ilmu-ilmu terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang erat

kaitannya dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang

berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa seta ilmu yang menjadi

bekal bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya,

ilmu yang mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada

kepada Allah dan melakukan suatu yang diridhainya, serta dapat membekali

hidunya di akhirat.

3. Ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit dan tercela jika

dipelajarinya secara mendalam, karena dengan mempelajarinya secara

mendalam dapat menyebabkan terjadinya kekacauan dan kesemrautan antara

keyakinan dan keraguan, serta dapat membawa kekafiran, seperti ilmu

filsafat.Namun mengenai illmu filsafat Al-Ghazali membagi menjadi ilmu

matematika,ilmu logika, ilmu ilahiyat, ilmu fisika, ilmu politik dan ilmu

etika.7

Melihat dari klasifikasi ilmu yang diberikan Al-Ghazali, bahwa ilmu yang

paling utama adalah ilmu agama dengan segala cabangnya. Sehingga dalam

menyusun kurikulum pelajaran Al-Ghazali memberikan perhatian khusus

pada ilmu-ilmu agama dan etika.Tetapi juga tidak meninggalkan ilmu yang

menanamkan keahlian, namun memberikan ketentuan sesuai dengan

kebutuhan.

c. Metode

Mengingat pendidikan sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang

erat antara dua pribadi, yaitu guru dan murid, Al-Ghazali dalam tulisan-

tulisannya banyak mengulas tentang hubungan yang mengikat antara keduanya.

Menurutnya hubungan antara guru dan murid sangat menentukan keberhasilan

sebuah pendidikan selain akan memberikan rasa tenteram bagi murid terhadap

gurunya.

7 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2003),88-90

9

Page 10: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Pekerjaan mengajar dalam pandangan Al-Ghazali adalah pekerjaan yang

paling mulia sekaligus sebagai tugas yang paling agung. Seperti

dikemukakannya: “Makhluk yang paling mulia di muka bumi adalah manusia,

dan bagian tubuh yang paling berharga adalah hatinya”. Adapun guru adalah

orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyepurnakan serta

menyucikan hati, hingga hati itu menjadi dekat kepada Allah SWT.8

Oleh karena itu, mengajarkan ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua

sudut pandang, pertama ia mengajarkan ilmu pengetahuan sebagai bentuk ibadah

kepada Allah, dan kedua menunaikan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka

bumi. Dikatakan khalifah Allah, karena Allah telah membukakan hati seorang

‘alim dengan ilmu, yang mana dengan itu pula seorang ‘alim menampilkan

identitasnya. Kiranya tidak ada lagi martabat yang lebih tinggi selain sebagai

perantara antara hamba dengan makhluk-Nya. Dalam mendekatkan diri kepada

Allah, menggiringnya kepada surga tempat tinggal abadi.

Al-Ghazali menganjurkan agar seorang guru bertindak sebagai seorang

ayah dari seorang muridnya. Bahkan dalam pandangannya hak guru atas

muridnya lebih besar dibandingkan hak orang tua terhadap anaknya. Ayah adalah

sebab dari lahirnya wujud yang fana, sedangkan guru merupakan sebab bagi

lahirnya wujud yang abadi.

Karena guru menunjukkan jalan yang dapat mendekatkannya kepada Allah

baik guru agama maupun guru umum. Kesucian hati seorang guru juga menjadi

prioritas utama, karena seorang guru bagi murid ibarat bayangan kayu. Bayangan

tidak mungkin lurus bila kayunya bengkok.

Prinsip metodologi pendidik modern selalu menunjukkan aspek berganda.

Satu aspek menunjukkan proses anak belajar dan aspek menunjukkan guru

mengajar dan mendidik. Tidak itu saja bahkan berbeda orangnya maka berbeda

pula metode yang digunakan dan yang dimunculkannya.

Tidak terlepas dari itu sebagai tokoh pendidikan Islam, Al-Ghazali pun

mempunyai metode tersendiri dalam menyampaikan pelajaran kepada anak

8 Ibid, 94

10

Page 11: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

didiknya. Perhatian Al-Ghazali tentang metode ini lebih ditujukan pada metode

khusus bagi pelajaran agama untuk anak-anak.

Filosof besar ini menangatakan perlunya memilih metode yang tepat dan

sejalan dengan sasaran pendidikan. Oleh karena itu, al-Ghazali membagi ilmu

dalam beberapa himpunan, bagian-bagian, dan cabang-cabangnya. Berdasarkan

hadis Nabi saw., “Sampaikan ilmu sesuai dengan kadar kemampuan akal”, Al-

Ghazali menganjurkan agar filsafat atau ilmu lainnya diberikan sesuai dengan

tabiatnya, sesuai dengan kemampuan dan kesiapan manusia. Tidak seperti

“memberi daging kepada anak kecil

Adapun metode yang diguanakan oleh Al-Ghazali adalah metode

keteladanan bagi mental anak, pembinaan budi pekerti dan penanaman sifata-

sifat pada diri mereka. Maksudnya adalah memberikan contoh secara perbuatan.

Hal tersebut sesuai dengan prinsif-prinsif guru yang baik.

Untuk melakukan hal tersebut Al-Ghazali memberikan asas-asas metode

dalam mengajar dan mendidik yang sangat perlu diperhatikan oleh seorang guru

dalam mengajar, yaitu:

a) Memperhatikan daya pikir anak

Al-Ghazali mengatakan: Seorang guru hendaklah dapat memperkirakan

daya pemahaman muridnya dan jangan diberikan pelajaran yang belum sampai

akal pikirannya, sehingga ia akan lari pelajaran atau tumpul otaknya”9

Maksudnya adalah seorang guru harus paham dan tahu mana murid yang cerdas

dan lemah pemahamannya dan yang mudah menangkap pelajaran serta

kemampuan murid dalam menerima pelajaran yang disampaikan juga mana

pelajaran yang pas dan cocok untuk diajarkan sesuai dengan kondisi dan daya

pikir anak tersebut.

Hal tersebut perlu diperhatikan agar pelajaran yang disampaikan tersebut

bisa dipamami anak tersebut, dicerna serta diterapkan dalam kehidupannya

sehari-hari, sehingga membawa manfaat dalam dirinya.

b) Menerangkan pelajaran dengan sejelas-jelasnya.

9 Zainuddin Dkk,Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali…., 78

11

Page 12: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

“Seorang anak yang masih rendah tingkat berpikirnya, hendaklah diberikan

pelajaran dengan keterangan yang jelas dan pantas baginya. Dan janganlah

disebutkan padanya bahwa dibalik keterangan ini masih ada keterangan atau

pembahasan yang lebih mendalam yang tidak disampaikan padanya “

Maksudnya adalah sorang guru dalam memberikan penjelasan ketika

menyampaikan pelajaran haruslah dengan penjelasan yang jelas dan terperinci

tanpa ada yang disembunikan dari nya. Hal tersebut sangat diperlukan sebab

setiap anak yang didik itu berbeda kecerdasannya dan pemahannya .Selain itu

untuk menghindarkan kesalahan dalam mengamalkan pelajaran yang telah

dipelajarinya.

c) Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yangkongkrit kepada yang abstrak.

“Seorang guru jangan lah meninggalkan nasehat sedikitpun, yang demikian

ituadalah melarangnya mempelajari ilmu pengetahuan pada tingkat sebelum

berhak pada tinggkat itu, dan mempelajari ilmu pengetahuan yang tersembunyi

(abstrak) sebelum menguasai ilmu yang kongkrit.

Maksudnya adalah dalam mengajarkan ilmu pengetahuan harus lah dimulai

dari ilmu yang kongkrit baru menuju ilmu yang abstrak. Atau dimulai dari

pelajaran yang mudah baru menuju pelajaran yang sulit, umum kepada yang

khusus, global ke yang terperinci, dari yang dasar kepada yanga bercabang .

Hal tersebut dilakukan adalah untuk menghindarkan ketidak pahaman anak

dalam memahami pelajaran yang dipelajarinya, dan menghindari mendangkal

nya otak dan melemahkan pikirannya serta mengaburkan pemahamannya.

d) Mengajarkan ilmu dengan cara ber angsur-angsur.

“Seorang guru yang mengajar satu pak pelajaran hendaklah memberikan

kesempatan pada murid-muridnya utuk mempelajari pelajaran yang lainnya. Dan

apabila guru mengajar beberapa ak pelajaran, maka hendaknya ia memelihara

kemajuan muridnya dengan cara berangsur-angsur dan setingkat demi setingkat.”

Maksudnya adalah seorang guru dalam mengajar harus memperhatikan

kemampuan pemikiran dan kesediaan muridnya dalam menerima pelajaran serta

dalam memerikan pelajaran tersebut dengan cara berangsur-angsur bukan

sekaligus dengan memperhatikan hal tersebut.

12

Page 13: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

e) Memberikan latihan-latihan.

Akhir dari segala proses pembelajaran yang diberikan oleh guru dalam

mengajar adalah memberikan latihan kepada muridnya. Hal tersebut bertujuan

adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan dan pemahaman pelajaran yang

diampaikan. Latihan tersebut bisa berupa dengan pertanyaan dan pengamalan

tulisan dan non tulisan

f) Melindungi anak dari pergaulan bebas (buruk).

Pokok dari pendidikan adalah menjaga dan melindungi anak dari pergaulan-

pergaulan yang buruk. Sehingga Al-Ghazali memberikan perhatian besar tentang

pergaulan anak-anak sebab sangat mempunyai pengaruh yang sangat doniman

perkembangan anak. Oleh karena itu seorang guru harus bisa mengontrol

pergaulan anak-anak didiknya agar terhindar dari pergaulan yang buruk.

g) Memberikan pengertian dan nasihat-nasihat

Nasehat perlu diberikan kepada siswa dengan tujuan agar mereka bisa

berjalan sesua dengan tuntunan agama, dan menghindar kan dari kenakanlan dan

maksiat. Selain itu adalah untuk memperteguh keyakinannya kepa Allah ta’ala

dan apa yang dipelajarinya.

Dengan demikian metodologi pengajaran dan pendidikan sangat diperlukan

baik dewsa ini juga, agar pendidikan anak tersebut terarah dan membuahkan

hasil yang diinginkan sesuai dengan tujuan pendidikan.10

d. Pendidik

Berbicara tentang pendidik Al-Ghazali menggunakan istilah pendidik

dengan berbagai kata seperti, al-Mu’allim (guru), al-Mudarris (pengajar), al-

Muaddib (pendidik ) dan al-Walid (orang tua).

Pendidik adalah orang yang diberi tugas untuk memberikan pengetahuann

kepada peserta didik agar menjadi orang berilmu pengetahuan dan ber akhlak

mulia serta bertanggung jawab. Oleh karena itu Al-Ghazali memberikan ketentuan

bahwa seorang pendidik itu adalah orang yang cerdas dan sempurna akalnya, juga

yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya.

Selain dari itu seorang guru /pendidik haruslah memiliki sifat-sifat seperti :

10 Zainuddin Dkk,Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali….,80-82

13

Page 14: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

1) Harus mempunyai sifat kasih sayang.

Sifat ini sangat penting bagi seorang pendidik sebab dengan sifat tersebut

dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tentram pada diri murid terhadap

gurunya. Hasilnya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk

menguasai ilmu yang diajkarkan oleh seorang guru.

Selain dari itu seorang pendidik juga harus bisa menjadi pengganti orang

tua anak didiknya, yakni mencintai anak didiknya seperti anaknya

sendiri.Sehingga hubungan antara guru dengan anak didiknya, seperti hubungan

naluriah antara orang tua dengan anaknya menjadi harmonis dan akan

mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan dan dan

pendidikannya, dan menjauhi perkataan yang kotor, perkataan yang kasar, muka

masam, dan lain yang akan menggagu pemikirannya dalam belajar.

2) Ikhlas

Menurut Al-Ghazali seorang guru atau pendidik adalah orang yang

mempunyai keikhlasan yang tingi serta kesabaran. Sehingga seorang pendidik

dalam memberikan pelajaran terhadap anak didiknya tidak boleh menuntut upah

atas apa yang ia ajarkan terhadap anak didiknya.dan seogianya seorang

pendidikan meniru Rasulullah SAW, mengajar ilmu hanya karena Allah,

sehingga dengan mengajar tersebut dapat mendekatkan diri kepada Allah.

Demikian pula dengan seorang guru atau pendidik tidak dibenarkan minta

dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterimakasih kepada

muridnya atau memberikan imbalan kepada muridnya apabila berhasil membina

mentalnya.

3) Menjadi teladan bagi anak didik.

Al-Ghazali mengatakan “Seorang guru mengamalkan ilmunya, dan

menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan Karena sesungguhnya ilmu itu

dapat dilihat dengan mata hati. Sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata

kepala. Padahal yang mempunyai mata kepala lebih banyak”.

Dari perkatan Al-Ghazali tersebut seorang pendidik tidak hanya pandai

berbicara dihadapan anak didiknya tetapi harus bisa memberikan contoh pada

anak didiknya.

14

Page 15: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

4) Menjadi pengarah bagi anak didik.

Selain dari contoh teladan bagi anak didik sorang pendidik harus bisa

menjadi pengarah bagi anak didiknya. Dan seorang pendidik tidak boleh

membiarkan anak didiknya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi, sebelum ia

menguasai pelajaran yang sebelumnya. Serta tidak boleh membiarkan muridnya

lalai kepada Allah .

5) Bersikap lemah lembut.

Dalam kegiatan mengajar hendaknya seorang guru bersikap lemah

lembut dan mempunyai cara-cara yang simpatik dan halus dan tidak

menggunakan kekerasan, cacian dan makian. Selain itu seorang guru juga tidak

boleh mengekspos atau menyebarluaskan kesalahan atau aib seorang murid pada

tempat umum, karena itu dapat menyebabkan jiwa anak akan keras,

membangkan dan menentang gurunya. Dan akan mengakibatkan proses

pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik.

6) Dapat memahami kondisi anak didik (potensi).

Setiap murid pasti mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda,

begitu juga dengan kemampuan yang dimilikinya antara murid yang satu dengan

yang lain. Oleh karena itu seorang guru haruslah bisa memahami perbedaan

tersebut, dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat kemampuan yang

dimilikinya. Sehingga Al-Ghazali menganjurkan memberikan batasan pelajaran

yang diberikan sesuai dengan batas kemampuan dan pemahaman muridnya. Dan

tidak memberikan pelajaran diluar kemampuan dan pemahamannya.

7) Memahami Psikologis Anak.

Perbedaan usia akan mepengaruhi tingkat kemampuan, kecerdasan dan

bakat seorang murid. Oleh karena itu seorang guru haruslah bisa memahami

kecerdasan, bakat, tabi’at serta kejiwaan muridnya sesuai dengan tingkat

perbedaan usianya. Sehingga memudahkan bagi guru dalam memberikan

pelajaran yang sesuai pada muridnya

8) Istiqomah konsiten dengan apa yang diucapkan.

15

Page 16: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh pada apa yang

di ucapkanya, serta berupaya merealisasikannya dalam kehidupannya. Sehingga

Al-Ghazali mengingatkan seorang guru jangan sekali-kali melakukan sesuatu

perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang diucapkanya. Sebab bila seorang

guru melakukan hal tersebut akan menghilangkan wibawanya sebagai seorang

guru11.

9) Menghormati kode etik guru

Al-Ghazali mengatakan :“Seorang guru yang memegang satu mata

pelajaran sebaiknya jangan menjelek-jelekkan mata pelajaran lainnya dihadapan

murid-muridnya.”

Maksud ucapan Al-Ghazali adalah sorang guru tidak boleh mengejek

mata pelajaran yang guru lain ajarkan dalam satu majelis tersebut walaupun guru

tesebut tidak senang dengan mata pelajaran tersebut.

10) Tidak boleh menuntut upah

Karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang

alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih

payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang

mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat

bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta

dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada

muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina

mental dan jiwa.12

e. Peserta didik

Berbicara tentang Anak didik Al-Ghazali menggunakan istilah anak

dengan beberapa kata seperti dengan kata al-shoby (Kanak-kanak), al-Mutaallim

(Pelajar), dan Thalabul Ilmi(Penuntut Ilmu Pengetahuan). Oleh karena itu istilah

anak didik dapat diartikan ; anak yang sedang mengalami perkembangan jasmani

dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan objek utama dalam pendidikan.

Selain dari itu peserta didik juga dapat diartikan adalah orang yang

menjalani pendidikan dan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu kesempurnaan

11 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh……, 9812 Zainuddin Dkk,Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali….,54-55

16

Page 17: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

insani dengan mendekatkan diri pada Allah dan kebahagian didunia dan diakhirat

maka jalan untuk mencapainya diperlukan belajar dan belajar itu juga termasuk

ibadah, juga suatu keharusan bagi peserta didik untuk menjahui sifat-sifat dan hal-

hal yang tercela, jadi peserta didik yang baik adalah peserta didik yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Peserta didik harus bersikap rendah hati dan tidak takabbur dan menjahui

sifat-sifat yang hina (bersih jiwanya )

Al-Ghazali mengatakan kebersihan yang dimaksud adalah kebersihan

hati. Sebab bila hati tidak bersih maka ilmu yang sedang dipelajari tidak akan

bisa masuk dan bermanfaat bagi simurid.

2) Peserta didik harus menjauhkan dari persoalan –persoalan duniawi .

Al-Ghazali mengatakan soerang murid yang sedang belajar haruslah

mengurangi ketertarikannya terhadap dunia dan masalah-masalah yang

mengganggu proses belajar. Hal tersebut sesuai dengan ucapan Al-Ghazali

“Ilmu tidak akan memberikan sebagian darinya kepadamu sebelum kamu

memberikan seluruh dirimu kepadanya”

3). Peserta didik hendaknya bersikap rendah hati (tidak sombong).

Sifat rendah hati atau tawadhu’ adalah sifat yang sangat ditekan oleh Al-

Ghazali kepada seorang murid yang sedang mencari ilmu. Al-Ghazali juga

menekankan kepada seorang murid yang sedang belajar agar tidak boleh

bersikap lebih dari gurunya ,sehingga tidak mau menyerah kan segala

persoalan ilmu pada gurunya dan tidak mau mendengarkan nasehat gurunya.

Pada hal murid yang baik adalah murit yang menyerahkan permasalahn ilmu

kepada gurunya dan mendengarkan nasehat gurunya, laksana seorang pasien

yang mendengarkan arahan dokternya.

3) Peserta didik hendaknya jangan mempelajari ilmu-ilmu yang saling

berlawanan, atau pendapat yang saling berlawanan atau bertentangan.

Dimaksud ilmu yang saling bertentangan adalah sorang murid yang

baru tahab belajar hendaknya jangan mempelajari aliran –aliran yang berbeda,

atau ikut dalam berbagai perdebatan yang membingingkan. Karna hal tersebut

17

Page 18: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

akan membingungkan pemahaman anak didik terhadap ilmu yang sedang

dipelajarinya.

 5) Peserta didik tidak hanya mempelajari yang wajib

Seorang pelajar harus mendahulukan mempelajari ilmu pengetahuan

yang wajid dari pada yang lain. Seperti mepelajari alqur’an misalnya lebih

uatama dari pada yang lain, sebab ia menyang kut dengan ibadah yang lain

seperti sholat.

6) Peserta didik hendaknya mempelajari ilmu pengetahuan secara bertahap

Seorang murid menurut Al-Ghazali dalam mempelajari ilmu

pengetahuan adalah dengan cara bertahap. Yakni tidak mempelajari satu ilmu

pengtahuan secara sekaligus tetapi harus mempelajari ilmu tersebut secara

bertahap sesuai dengan urutan, serta memulai mempelajari ilmu-ilmu agama

terlebih dahulu baru pada mempelajari ilmu yang lain karna itulah yang lebih

utama. Dan jangan sekali- kali mempelajari satu ilmu dari yang besar ke

yang kecil, yang khusus ke yang umum sunah ke wajib dan susah ke yang

mudah tapi malah harus sebaliknya.

7) Peserta didik hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu sebelum

menguasainya

Maksudnya adalah seorang murid yang sedang belajar sebelum

memahami ilmu yang satu jangan berpindah kepada mempelajari ilmu yang

lain. Atau sebelum waktunya mempelajari ilmu pengetahuan tersebut tidak

mempelajarinya artinya anak kelas satu jangan sekali- kali mempelajari

pelajaran kelas empat dan seterusnya.

8) Peserta didik hendaknya juga mengenal nilai setiap ilmu yangdipelajarinya.

Menurut Al-Ghazali setiap ilmu itu memiliki kelebihan masing-masing

serta hasil-hasilnya yang mungkin dicapai hendaknya dipelajari dengan baik.13 

f. Evaluasi

Adapun tentang masalah evaluasi Al-Ghazali mengatakan, bahwa evaluasi

dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana anak dapat memahami dan

mengamalkan apa yang ia pelajari. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilakukan

13 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh…..,99-101

18

Page 19: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Allah tehadap makhluk ciptaannya, yakni memberika evaluasi berupa ujian dan

cobaan, dengan tujuan untuk mengetahuai apakah hamba tersebut benar benar

beriman kepada Allah dalam setiap keadaan.

Al-Ghazali lebih lanjut beliau mengatakan bila evaluasi harus dilasanakan,

sesuai dengan pelajaran yang telah disampaikan oleh sang guru, baik dengan cara

lisan atau pun tulisan. Sebagai mana yang Allah lakukan pada nabi Adam yang

mengajarkan nama-nama benda, yang kemudian Allah evaluasiyang terdapat dalam

surah Al-Baqarah ayat 31-32 yang berbunyi:

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,

Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah

kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang

benar!"”

“Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari

apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang

Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S:2:31-32)

Dalam hal ini Al-Ghazali memahami tentang evaluasi adalah bagai mana

sikap seorang hamba terhadap apa yang Allah berikan kepadanya termasuk ujian

dan cobaan, terhadap apa yang telah ia pelajari dari ayat-ayat Allah apakah ia

paham atau tidak, sabar atau tidak.

Selain dari itu dalam mengevaluasi yang paling utama adalah mengevaluasi

sipritualnya bukan hanya kemampuan akalnya saja. Dengan tujuan agar terdapat

keseimbangan antara teori dan prakteknya, yang akhirnya tercapai tujuan

pendidikan yang diinginkan sesuai dengan yang Allah inginkan dan bang sa

Indonesia yakni cerdas secara IQ tapi juga cerdas secara Emosional Spritualnya.14

B. Konsep Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari

1. Biografi K.H. Hasyim Asy’ari.

K.H. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada hari Selasa Kliwon, tanggal 14

Februari 1871 Masehi.15 Atau dalam kalender hijriah beliau lahir pada tanggal 24

14Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta Pustaka Firdaus, 2005),88-89 15 http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/h/hasyim-asyari/index.shtml, diunduh 26 Mei 2011

19

Page 20: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Dzulhijjah 1287 Hijriah. Beliau adalah putra ketiga dari sebelas bersaudara

pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Kelahirannya bertempat di Jombang

tepatnya di kediaman kakeknya, Kiai Ustman di Pesantren Gedang desa Tambak

Rejo.16

Masa kecil K.H. Hasyim Asy’ari tidak lepas dari kehidupan pesantren

karena beliau memang dilahirkan di lingkungan pesantren. Oleh sebab itu, beliau

melewati masa kecilnya berada di pesantren.

Pada usia lima belas tahun, remaja Hasyim meninggalkan kedua orang

tuanya untuk berkelana memperdalam ilmu pengetahuan. Mula-mula ia menjadi

santri di Pesantren Wonorejo Jombang, lalu pesantren Wonokoyo Probolinggo,

kemudian Pesantren Langitan Tuban, dan Pesantren Trenggilis Semarang. Belum

puas dengan ilmu yang diperolehnya, Hasyim melanjutkan rihlah ilmiahnya ke

Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, di bawah asuhan Kiai Kholil bin

Abdul Latif yang terkenal waliyullah itu.17

Setelah lima tahun menuntut ilmu di Bangkalan, pada tahun 1307 H/ 1891

M. Kiai Hasyim kembali ke tanah Jawa dan belajar di pesantren Siwalan, Panji,

Sidoarjo, di bawah bimbingan Kiai Ya’qub. Dan K.H Hasyim Asy’ari merasa

menemukan sumber pengetahuan yang diinginkan.

Hadratussyekh belajar di sana selama lima tahun. Lalu pada usia 21 tahun

dia dinikahkan dengan Nafisah, salah seorang putri Kiai Ya'qub. Ia diminta menikah

dengan putri Kiai Ya’qub karena kedalaman ilmunya.18 Pernikahan itu

dilangsungkan pada tahun 1892 M/ 1308 H.

Tidak lama kemudian, Kiai Hasyim bersama istri dan mertuanya berangkat

ke Mekah guna menunaikan ibadah haji. Kesempatan di tanah suci juga digunakan

untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Hampir seluruh disiplin ilmu agama

dipelajarinya, terutama ilmu hadits. Beberapa bulan kemudian, Kiai Hasyim

kembali ke Indonesia untuk mengantar mertuanya pulang.19

16 M. Ishom Hadzik, KH. M. Hasyim Asy’ari; Figur Ulama dan Pejuang Sejati, (Jombang: Pustaka Warisan Islam dan Achmady Instituty, 2007), hlm. 717 Muhamad Rifai,KH. Hasyim Asy’ari; Biografi Singkat 1871-1947. (Jogjakarta: Garasi 2009) hlm. 2118 Latiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi KH.Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta cet. III: LKiS, 2008), hlm. 1919 M. Ishom Hadzik, KH. M. Hasyim Asy’ari; Figur Ulama dan Pejuang Sejati…. hlm. 10

20

Page 21: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Kerinduan akan tanah suci mengetuk hati Kiai Hasyim untuk kembali lagi

ke kota Mekah. Pada tahun 1309 H/ 1893 M, beliau berangkat kembali ke Mekah

bersama adik kandungnya, Anis. Namun Allah kembali menguji kesabaran Kiai

Hasyim, karena tak lama setelah tiba di Mekah, Anis dipanggil oleh Yang Maha

Kuasa. Pada saat menetap di Mekah inilah, beliau benar-benar memfokuskan diri

untuk menuntut ilmu.

Di tengah-tengah kesibukan menuntut ilmu, beliau menyempatkan diri

berziarah ke tempat-tempat mustajab, seperti Padang Arafah, Gua Hira’, Maqam

Ibrahim, termasuk ke makam Rasulullah SAW. Setiap Sabtu pagi beliau berangkat

menuju Goa Hira’ di Jabal Nur, kurang lebih sepuluh km di luar Kota Mekah, untuk

mempelajari dan menghafalkan hadits-hadits Nabi. Setiap berangkat menuju Goa

Hira’, Kiai Hasyim selalu membawa al-Qur’an dan kitab-kitab yang ingin

dipelajarinya.

Kiai Hasyim juga rajin menemui ulama-ulama besar untuk belajar dari

mereka. Guru-guru Kiai Hasyim selama di Mekah, antara lain: Syekh Mahfudzh at-

Turmusi,20 Syekh Ahmad Amin al-Athar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said al-

Yamani, Syekh Rahmatullah, dan Syekh Bafaddhal. Sejumlah sayyid juga menjadi

gurunya, antara lain: Sayyid Abbas Alaliki, Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani,

Sayyid Abdullah al-Zawawi, Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas, Sayyid Alwi al-

Segaf, Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi, dan Sayyid Husain al-Habsyi yang

saat itu menjadi mufti di Mekah. Di antara mereka, ada tiga orang yang sangat

mempengaruhi wawasan keilmuan Kiai Hasyim, yaitu Sayyid Alwi bin Ahmad al-

Segaf, Sayyid Husain al-Habsyi, dan Syekh Mahfudzh al-Turmusi.21

2. Konsep pendidikan

a. Pembaruan Pesantren

Sejak awal berdirinya hingga tahun 1916, Pesantren Tebuireng menggunakan

sistem pengajaran sorogan dan weton (bandongan).22 Dalam sistem pengajaran ini,

tidak dikenal yang namanya jenjang kelas. Kenaikan kelas diwujudkan dengan

20 Muhammad Rifai, KH. Hasyim Asy’ari; Biografi Singkat 1871-1947, (Jogjakarta: Garasi, 2009), hlm. 2321 M. Ishom Hadzik, KH. M. Hasyim Asy’ari; Figur Ulama dan Pejuang Sejati….., hlm. 1122 Muhammad Rifai, KH. Hasyim Asy’ari; Biografi Singkat 1871-1947,…. hlm. 46

21

Page 22: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

bergantinya kitab yang telah selesai dibaca (khatam). Materinya pun hanya berkisar

pada materi pengetahuan agama Islam dan Bahasa Arab. Bahasa pengantarnya adalah

Bahasa Jawa dengan huruf pegon (tulisan Arab berbahasa Jawa).

Materi-materi pesantren yang diberikan dari kedatangan masuk Islam sampai

awal berdirinya Tebu Ireng asih berkutat hanya pendidikan agama dan system yang

digunakan juga masih dipertahankan tradisi lama. Tetapi K.H Hasyim Asy’arilah

yang akan merubah system pendidikan dan metode pengajaran yang masih dianggap

tabu.

Seiring perkembangan waktu, pesantren Tebu Ireng inovasi pembelajaran.

Sistem dan metode pengajaran pun ditambah, di antaranya dengan menambah kelas

musyawarah sebagai kelas tertinggi.23

Bila sebelumnya pesantren hanya semata-mata mengajarkan Bahasa Arab dan

kitab-kitab kuning, Hadratusysyekh mencoba memasukkan pelajaran yang masih

dianggap tabu, antara lain: baca-tulis huruf latin, pidato, berorganisasi, dan

menggalakkan bacaan-bacaan tentang pengetahuan umum seperti bahasa Indonesia,

Matematika, Geografi, Sejarah di pesantrennya. Sekalipun Pesantren memang

disiapkan untuk mencetak calon ahli agama, namun bukan berarti pengetahuan lain

tidak perlu dimiliki.24 Sampai pada titik ini, Hasyim sebenarnya sudah mulai

memelopori adanya integrasi ilmu pengetahuan.

Dari pemikiran tentang kurikulum yang diberikan bahwa tidak hanya

mengajarkan kitab kuning saja tetapi juga “kitab putih” dapat dikatakan bahwa

Hasyim Asy’ari dalam pemikiranya tidak mendikotomikan keilmuan antara ilmu

agama dan ilmu umum, semuanya ilmu agama dan wajib untuk dipelajari.

Kemudian pada tahun 1916 M, K.H. Ma’shum Ali salah seorang menantu

Kiai Hasyim mengenalkan sistem klasikal (madrasah). Mulai tahun itu juga, Ia pun

mulai mengubah sistem pendidikan pesantren menjadi klasikal. Di Tebuireng para

santri belajar dengan sistem kelas selama tujuh jenjang yang dibagi menjadi dua

tingkatan yang disebut siffir. Dua jenjang pertama disebut siffir awal yaitu masa

persiapan untuk dapat memasuki madrasah lima tahun berikutnya, yang diajarkan

23 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 6624 http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/h/hasyim-asyari/index.shtml, diunduh pada tanggal 26 Mei 2011

22

Page 23: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

adlah dasar-dasar bahasa Arab, yang merupakan fondasi untuk memahami kitab

kuning. Dan lima tahun berikutnya disebut siffir tsani.25

Mulai tahun 1919, Madrasah Tebuireng secara resmi diberi nama Madrasah

Salafiyah Syafi’iyah. Kurikulumnya ditambah dengan materi Bahasa Indonesia

(Melayu), matematika, dan geografi. Lalu pada 1926, pelajaran ditambah dengan

pelajaran Bahasa Belanda dan Sejarah.

b. Karya dan Konsep Pendidikan

Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang

pendidikan adalah kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-

Muta’allim fi Ahwal Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat

Ta’limih (Etika Pengajar dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh

Pelajar selama Belajar) yang dicetak pertama kali pada tahun 1415 H. sebagaimana

umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan

pada masalah pendidikan etika.26

Dalam konsep pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari lebih banyak menekankan

pada etika. Dalam kitabnya lebih banyak menulis tentang etika daripada tentang

teori-teori yang muluk-muluk. Dan ini merupakan ciri tersendiri dalam pemikiran

beliau.

Hal-hal yang menunjukan bahwa konsep pendidikan beliau lebih menekankan

pada etika dapat terlihat dari kitabnya Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim yang dalam

kitab ini tersusun menjadi delapan Bab yang semuanya berisi tentang etika, baik itu

etika seorang pelajar maupun etika pengajar.

Isi dari kitabnya karanganya adalah:

a. Keutamaan ilmu dan ulama’ dan keutamaan pembelajaran.

b. Etika peserta didik/ pelajar terhadap dirinya sendiri.

c. Etika peserta didik/ pelajar terhadap pendidik/ guru.

d. Etika peserta didik/ pelajar terhadap pelajaran dan hal-hal yang menjadi

pedoman terhadap pendidik dan teman-temanya.

25 Zuhairi Misrawi Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari….., hlm. 6726 http://udhiexz.wordpress.com/2009/05/12/pemikiran-k-h-hasyim-asy%E2%80%99ari/, diunduh

pada tanggal 26 Mei 2011

23

Page 24: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

e. Etika pendidik/guru terhadap dirinya.

f. Etika pendidik/guru terhadap pelajaran.

g. Etika pendidik/guru bersama peserta didik/ pelajar.

h. Etika menggunakan literatur yang merupakan alat belajar.27

a. Pentingnya Ilmu Pengetahuan

Sisi pendidikan yang cukup menarik perhatian dalam konsep pendidikan

K.H. Hasyim Asy’ari adalah sikapnya yang sangat mementingkan ilmu dan

pengajaran. Kekuatan dalam hal ini terlihat pada penekanannya bahwa eksistensi

ulama, sebagai orang yang memiliki ilmu, menduduki tempat yang tinggi. Karena

itu, dalam bab pertama kitab Adab al-’âlim wa al-muta’allim,

Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari di atas tampaknya mengikuti pemikiran

tokoh-tokoh Islam terkemuka, seperti al-Ghazali. Sebab, pemikiran K.H. Hasyim

Asy’ari ini ada kesamaan dengan yang dibuat oleh al-Ghazali, yakni ahli ilmu

lebih utama daripada ahli ibadah, dengan menyajikan alasan-alasan ayat al-Quran,

hadits, dan pendapat para ulama.

b. Etika Pelajar

Untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat, KH. Hasyim Asy’ari

menyarankan kepada peserta didik untuk memperhatikan sepuluh etika yang mesti

dicamkan ketika belajar. Menurut Hasyim Asy’ari etika pelajar terhadap dirinya

sendiri, dan beliau mengatakan ada sepuluh macam itu adalah:

1. Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniaan.

2. Mempunyai niat yang tulus dalam rangka mencari ilmu.

3. Pandai memanfaatkan waktu saat masa muda.

4. Menerima keadaan serba penuh keterbatasan.

5. Pandai memanfaatkan waktu.

6. Menyederhanakan makan dan minum.

7. Berhati-hati (wara’).

8. Menghindari makanan yang dapat menyebabkan lambat berfikir dan malas.

9. Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan.

27 K.H. Hasyim Asy’ari, Irsyadu Sarii, Fii Jami’ Musnafat Syekh Hasyim Asy’ari, (Jombang: Maktabah Al-Turats Al-Islami), hlm. 109-110

24

Page 25: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

10.Meninggalkan pergaulan yang merugikan n hal-hal yang kurang berfaedah 28

Dalam hal ini terlihat, bahwa Hasyim Asy’ari lebih menekankan kepada

pendidikan rohani atau pendidikan jiwa, meski demikian pendidikan jasmani tetap

diperhatikan, khususnya bagaimana mengatur makan, minum, tidur dan sebagainya.

Dan yang sangat mencolok dari Hasyim Asy’ari adalah penanaman nilai prinsip

yang fundamental sehingga kelak bisa menjadi panutan semua orang.

c. Etika pelajar terhadap guru

Kiai Hasyim memberikan gambaran etika pelajar terhadap gurunya

diantaranya adalah: Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan guru,

memilih guru yang mengerti benar tentang syari’at, dan bisa dipercaya kemahiran

ilmunya, penuntut ilmu hendaknya patuh dan taat kepada gurunya, memilih guru

yang wara’, mengikuti jejak guru, memuliakan dan memperhatikan hak guru,

bersabar terdapat kekerasan guru, berkunjung pada guru pada tempatnya dan minta

izin lebih dulu, duduk dengan rapi bila berhadapan dengan guru, berbicara dengan

sopan dan lembut dengan guru, dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela

pembicaraannya, gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.29

Etika pelajar dan guru seperti yang diungkap K.H. Hasyim Asy’ari sangat

langka sekarang ini, malah sekarang seorang guru menjadi bahan tertawaan para

pelajar. Pemikiran Kiai Hasyim sangat maju bagaimana misalnya seorang pelajar

harus bisa memilih guru yang professional.

Banyak sekali sekarang yang bermasalah bukanlah satu sisi tapi dari berbagai

sisi yang perlu dikaji, tidak hanya pelajar saja yang ditekankan tetapi lingkungan

yang kondusif juga perlu diwujudkan.

d. Etika pelajar terhadap pelajaran.

Ada beberapa tawaran dari Kiai Hasyim dalam etika pelajar terhadap

pelajaran yang diterimanya atau juga yang akan dipelajari yaitu: memperhatikan ilmu

yang bersifat fardhu ‘ain, penuntut ilmu hendaknya selalu melaksanakan sesuatu yang

telah diwajibkan dengan belajar Al-Qur’an, memahami tafsirnya dan semua ilmu-

ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para

ulama, mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar pada orang yang dipercaya,

28 K.H. Hasyim Asy’ari, Irsyadu Sarii, Fii Jami’ Musnafat Syekh Hasyim Asy’ari…., hlm. 2429 Ibid., hlm. 29-43

25

Page 26: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu, bila terdapat hal-hal yang belum

dipahami hendaknya ditanyakan, pancangkan cita-cita yang tinggi, kemanapun pergi

dan dimanapun berada jangan lupa membawa catatan, pelajari pelajaran yang telah

dipelajari dengan continue (istiqamah), tanamkan rasa antusias dalam belajar.30

Tawaran dari Kiai Hasyim adalah sangatlah maju pada zamanya karena

seorang pelajar diharapkan dalam belajar mampu melakukan dialogis dengan guru

sehingga ada komunikasi dua arah. Sehingga akan memunculkan suasana belajar

yang bersifat dinamis, konstruktif, dan dialogis. Jika ada sesuatu yang tidak

dimengerti segera ditanyakan tetapi juga dengan menggunakan etika.

e. Etika Pendidik/ Guru

1) Etika pendidik terhadap dirinya sendiri.

Untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baik, peserta didik mesti memilih dan

mengikuti pendidik yang baik pula. Dalam hal ini, perlu adanya batasan atau karakteristik

pendidik yang baik. Menurut Hasyim Asya’ri ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh

seorang pendidik islam, beberapa hal tersebut adalah adab atau etika bagi pendidik/ para

guru. Paling tidak menurut Hasyim Asy’ari ada dua puluh etika yang harus dipunyai oleh

guru ataupun calon guru. Yaitu:

1. Selalu berusah mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan apapun,

bagaimanapun dan dimanapun.

2. Mempunyai rasa takut kepada Allah, takut atau khouf dalam keadaan apapun

baik dalam gerak, diam, perkataan maupun dalam perbuatan.

3. Mempunyai sikap tenang dalam segala hal.

4. Keempat, berhati-hati atau wara dalam perkataan,maupun dalam perbuatan.

5. Tawadhu, tawadhu adalah dalam pengertian tidak sombong, dapat juga

dikatakan rendah hati.

6. Khusyu dalam segala ibadahnya.

7. Selalu berpedoman kepada hukum Allah dalam segala hal.

8. Tidak menggunakan ilmunya hanya untuk tujuan duniawi semata.

9. Tidak rendah diri dihadapan pemuja dunia.

10. Zuhud, dalam segala hal.

30 Ibid., hlm. 43-54

26

Page 27: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

11. Menghindari pekerjaan yang menjatuhkan martabatnya.

12. Menghindari tempat-tempat yang dapat menimbulkan maksiat.

13. Selalu menghidupkan syiar islam.

14. Menegakkan sunnah Rasul.

15. Menjaga hal- hal yang sangat di anjurkan.

16. Bergaul dengan sesame manusia secara ramah.

17. Menyucikan jiwa.

18. Selalu berusaha mempertajam ilmunya dan terbuka baik saran maupun kritik.

19. Selalu mengambil ilmu dari orang lain tentang ilmu yang tidak diketahuinya.

20. Meluangkan waktu untuk menulis atau mengarang buku.31

Dengan memiliki dua puluh etika tersebut diharapkan para guru menjadi pendidik

yang baik, pendidik yang mampu menjadi teladan anak didik. Di sisi lain, ketika pendidik

mempunyai etika, maka yang terdidik pun akan menjadi anak didik yang beretika juga,

karena keteladanan mempunyai peran penting dalam mendidik akhlak anak.

2) Etika pendidik dalam mengajar

Dalam pemikiranya, Kiai Hasyim menyebutkan setidaknya ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan seorang pendidik dalam mengajar diantaranya, jangan mengajarkan hal-

hal yang syubhat, mensucikan diri, berpakaian sopan dan memakai wewangian,berniat

beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan do’a, biasakan membaca untuk

menambah ilmu, menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa, jangan sekali-

kali mengajar dalam keadaan lapar, mengantuk atau marah, usahakan tampilan ramah,

lemah lembut, dan tidak sombong, mendahulukan materi-materi yang penting dan sesuai

dengan profesional yang dimiliki, menasihati dan menegur dengan baik jika anak didik

bandel, bersikap terbuka terhadap berbagai persoalan yang ditemukan, memberikan

kesempatan pada anak didik yang datangnya terlambat dan ulangilah penjelasannya agar

tahu apa yang dimaksudkan, beri anak kesempatan bertanya terhadap hal-hal yang belum

dipahaminya.32

Terlihat juga betapa beliau sangat memperhatikan sifat dan sikap serta penampilan

seorang guru. Berpenampilan yang terpuji, bukan saja dengan keramahantamahan, tetapi

juga dengan berpakaian yang rapi dan memakai minyak wangi. Agaknya pemikiran Hasyim

31 Ibid., hlm. 55-7032 Ibid., hlm. 71-80

27

Page 28: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

Asy’ari juga sangat maju dibandingkan zamannya, ia menawarkan agar pendidik bersikap

terbuka, dan memandang murid sebagai subyek pengajaran bukan hanya sebagai obyek,

dengan memberi kesempatan kepada murid-murid bertanya dan menyampaikan berbagai

persoalan di hadapan guru.

3) Etika pendidik bersama murid

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang pendidik terhadap pelajar

diantaranya adalah berniat mendidik dan menyebarkan ilmu, menghindari ketidak ikhlasan,

mempergunakan metode yang mudah dipahami anak, memperhatikan kemampuan anak

didik, tidak memunculkan salah satu peserta didik dan menafikan yang lain, bersikap

terbuka, lapang dada, arif dan tawadhu’, membantu memecahkan masalah-masalah anak

didik, bila ada anak yang berhalangan hendaknya mencari ihwalnya.33

Kalau sebelumnya terlihat warna tasawufnya, khususnya ketika membahas tentang

tugas dan tanggung jawab seorang pendidik. Namun kali ini gagasan-gagasan yang

dilontarkan beliau berkaitan dengan etika guru bersama murid menunjukkan

keprofesionalnya dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari rangkuman gagasan yang

dilontarkannya tentang kompetensi seorang pendidik, yang utamanya kompetensi

profesional.

Hasyim Asy’ari sangat menganjurkan agar seorang pendidik atau guru perlu

memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode dan memberi motivasi serta latihan-

latihan yang bersifat membantu murid-muridnya memahami pelajaran. Selain itu, guru juga

harus memahami murid-muridnya secara psikologi, mampu memahami muridnya secara

individual dan memecahkan persoalan yang dihadapi murid, mengarahkan murid pada

minat yang lebih dicendrungi, serta guru harus bersikap arif.

Jelas pada saat Hasyim Asy’ari melontarkan pemikiran ini, ilmu pendidikan

maupun ilmu psikologi pendidikan yang sekarang beredar dan dikaji secara luas belum

tersebar, apalagi di kalangan pesantren. Sehingga ke-genuin-an pemikiran beliau patut

untuk dikembangkan selaras dengan kemajuan dunia pendidikan.

f. Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya

Satu hal yang menarik dan terlihat beda dengan materi-materi yang biasa

disampaikan dalam ilmu pendidikan umumnya, adalah etika terhadap buku dan alat-alat

33 Ibid., hlm. 81-95

28

Page 29: KAJIAN TOKOH PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (AL GHAZALI DAN HASYIM ASY’ARI) - PPs IAIN Tulungagung SMT 2

pendidikan. Bagi Hasyim Asy’ari memandang bahwa etika tersebut penting dan perlu

diperhatikan.

Di antara etika tersebut adalah: menganjurkan untuk mengusahakan agar memiliki

buku, merelakan dan mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran, sebaliknya

bagi peminjam menjaga barang pinjamannya. Memeriksa dahulu bila membeli dan

meminjamnya, bila menyalin buku syari’ah hendaknya bersuci dan mengawalnya dengan

basmalah, sedangkan bila ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah

dan shalawat Nabi.34

34 Ibid., hlm. 95-101

29